3.A.1 PENDAHULUAN
III-1
3.A.2 DASAR TEORI
III-2
III-3
Grizli (grizzly) yaitu suatu kisi yang terbuat dari batangan logam sejajar yang
dipasang pada rangkai stastioner yang miring.
2. Ayak girasi
Hampir semua ayak menghasilkan fraksi berukuran, bahan-bahan yang
kosong dikeluarkan lebih dahulu. Mesin ini biasanya terjadi dari beberapa
tingkat ayak, satu di atas yang lain dan ditempatkan paling atas sedang yang
paling halus paling bawah.
3. Ayak vibrasi
Ayak yang digetarkan dengan cepat, amplitudo kecil lebih sulit daripada ayak
girasi. Vibrasi atau getaran dapat dibuat secara mekanik atau litrik, getarannya
besarnya 1800-3600.
4. Penapis sentrifugal
Ayaknya berupa silinder anyaman logam atau plastik. Dayung-dayung helix
berkecepatan tinggi yang terpasang pada suatu poros sentral melemparkan zat
padat terhadap bagian dalam ayak stationer, partikel akan lolos melewatinya
dan ukurannya terlalu besar dibawa ke pengeluaran.
Screening dapat dilakukan terhadap material kering maupun basah. Pada
screening material basah, material dicuci secara merata diatas ayakan dan
penyumbatan ayakan dapat dihindari. Partikel-partikel kecil juga lepas daripada
permukaan partikel-partikel yang besar. Ini jelas merupakan kerugian, karena
perlu dilakukan pengeringan material setelahnya. Pada screening material kering,
terkadang material tersapu dipermukaan ayakan sehingga membentuk suatu film
yang merata. Penting untuk diingat agar agitasi apapun tidak terlalu keras
sehingga terjadi size reduction (pengecilan), karena biasanya ayakan cukup rapuh
dan mudah rusak karena penanganan yang kasar. Secara umum, semakin besar
dan abrasif padatan, maka semakin kuat ayakan yang dibutuhkan
(Coulson dkk, 2002).
Keefektifan suatu screen didasarkan pada tingkat recovery produk dari
material yang diinginkan dalam feed produk. Sebagai contoh, spesifikasi untuk
hydraulic hydrated line (ASTM (ASTM (141-142) mengharuskan bahwa
III-4
mengandung material yang lebih kasar dari 200 mesh maksimal 10 % per beratnya
jika:
Xp = fraksi massa material yang diinginkan dalam suatu produk
Xf = fraksi massa material yang diinginkan dalam feed
XR = fraksi massa material yang diinginkan dalam reject
P = total massa produk
F = total massa feed
R = total massa reject
Maka
XP . P
Recovery = 𝑋𝐹 . ...(3.A.1)
𝐹
𝑋𝑝 . 𝑃 (1−𝑋𝑝)𝑃
Keefektifan = = 1 − (1−𝑋𝐹)𝐹 ...(3.A.3)
𝑋𝐹 . 𝐹
Menimbang keseluruhan feed tidak dapat dilakukan, sehingga neraca massa pada
screen adalah:
F = P + R ...(3.A.4)
Xf . F = Xp . P. Xr . F − Xr . P ...(3.A.5)
Sehingga
𝑃 (𝑋𝐹−𝑋𝑅)
= (𝑋𝑃−𝑋𝑅) ...(3.A.7)
𝐹
𝑋𝑝(𝑋𝐹−𝑋𝑅)
Recovery = = 𝑋𝐹(𝑋𝑝−𝑋𝑅) ...(3.A.8)
(1−𝑋𝑝)(𝑋𝐹−𝑋𝑅)
Rejection = 1 − (1−𝑋𝑝)(𝑋𝑝−𝑋𝑅) ...(3.A.9)
𝑋𝑝(𝑋𝐹−𝑋𝑅) (1−𝑋𝑝)(𝑋𝐹−𝑋𝑅)
Keefektifan * (recovery x rejection) = 𝑋𝐹(𝑋𝑝−𝑋𝑅) [1 − (1−𝑋𝑝)(𝑋𝑝−𝑋𝑅)] . ..(3.A.10)
terdiri dari stationary grizzlies, flat grizzlies, dan vibrating grizzlies. Revolving
screens atau tromer screens. Mechanical shaking screens terdiri dari sebuah
bigkai (frame) yang dijaga oleh wine cloth atau persorated flate. Vibrating
screens banyak dijumpai di pasaran (Perry, 1997).
Deskripsi Alat:
3.A.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah serpihan batu bata
merah.
III-8
III-9
2. Serpihan batu gunung ditimbang sebanyak 100 gram dengan neraca analitk
sebelum dimasukkan pada ayakan bagian atas. Pastikan lid dan clamp
terpasang dengan sempurna.
3. Kecepatan ayakan di set pada 35 dan 80 rpm, power shaker ditekan. Proses
pengayakan dibiarkan berlangsung selama 1 menit.
4. Sampel yang berada disetiap ayakan maupun tempat penampungan ditimbang
menggunakan neraca analitik untuk keakuratan perhitungan, berat sampel
mula-mula sama dengan jumlah sampel yang dihitung pada setiap ayakan dan
kolom penampung ayakan.
5. Data hasil pengamatan ditulis pada tabel pengamatan.
6. Grafik dibuat dari data yang diperoleh.
III-11
3.A.3 Pembahasan
Pengayakan adalah sebuah cara pengelompokkan butiran yang akan
dipisahkan menjadi satu atau beberapa kelompok. Proses pemisahan didasari oleh
perbedaan ukuran partikel di dalam campuran tersebut (McCabe, 1999).
Percobaan ini menggunakan bahan pasir karena memiliki ukuran partikel yang
bervariasi dan mudah dipisahkan. Spesifikasi ukuran ayakan yang digunakan
adalah 2000 mikro, 1000 mikro, 710 mikron, 500 mkron, 355 mikron, 250 mikron
dan receiver dengan variasi kecepatan 35 rpm dan 80 rpm. Prinsip kerja dari sieve
atau ayakan adalah dengan vibrasi (getaran) dan gravitasi. Adanya vibrasi
dimaksud untuk meningkatkan getaran dan tumbukan antar partikel. Adanya
variasi ayakan dimaksudkan agar diperoleh perbedaan distribusi ukuran campuran
yang merupakan hasil pengayakan. Adapun grafik hubungan antara fraksi massa
yang tertahan pada ayakan dengan ukuran ayakan dapat dilihat pada Gambar
3.A.2 berikut:
45
40
35
Fraksi Massa (%)
30
25
20 35 rpm
15 55 rpm
10
5
0
0 500 1000 1500 2000 2500
Ukuran Ayakan (mikron)
Gambar 3.A.2 Grafik Hubungan antara Ukuran Ayakan terhadap Fraksi Massa
yang Tertahan pada Ayakan.
yang tertinggi pada kecepatan 40 rpm adalah 26,8% dengan ukuran ayakan 2000
mikron. Sedangkan nilai terendah adalah 3,7% dengan ukuran ayakan 250
mikron. Nilai fraksi massa tertinggi pada kecepatan 80 rpm adalah 22,6% dengan
ukuran ayakan 2000 mikron. Sedangkan nilai fraksi massa terendah adalah 8%
dengan ukuran ayakan 250 mikron. Fraksi massa pada ayakan teratas (2000
mikron) pada kecepatan 80 rpm lebih sedikit dibandingkan pada kecepatan 40
rpm, yaitu 26,8% pada kecepatan 80 rpm dan 22,6% pada kecepatan 40 rpm. Hal
ini terjadi karena semakin besar kecepatan vibrasi, maka semakin banyak partikel
yang bergerak dan bertumbukan antar partikel sehingga banyak partikel yang
dapat lolos melewati ayakan (Coulson dkk, 2002).
Berdasarkan data pengamatan diperoleh grafik perhitungan untuk
hubungan cumulative oversize dengan ukuran ayakan dapat dilihat pada Gambar
3.A.3 berikut ini:
120
100
Cumulative Oversize (%)
80
60
55 rpm
40 35 rpm
20
0
0 500 1000 1500 2000 2500
Ukuran Ayakan (mikron)
80 rpm terdapat pada receiver yaitu 100% pada keduanya. Hal ini terjadi karena
semakin besar kecepatan ayakan, menyebabkan semakin banyak yang lolos pada
ayakan atau semakin sedikit partikel yang tertahan (Coulson dkk, 2002). Hasil
percobaan dengan kecepatan 40 rpm diperoleh cumulative oversize secara
berturut-turut yaitu 26,8%; 52%; 74,3%; 88,5%; 93,8%; 97,5% dan 100%.
Sedangkan kecepatan 80 rpm diperoleh cumulative oversize secara berturut-turut
yaitu 22,6%; 38,11%; 80,3%; 57%; 68,7%; 96,1% dan 100%.
70
60
Cumulative Undersize (%)
50
40
30 35 rpm
55 rpm
20
10
0
0 500 1000 1500 2000 2500
Ukuran Ayakan (mikron)
yaitu pada kecepatan 40 rpm sebesar 73,2% dan pada kecepatan 80 rpm sebesar
77,4%.
Berdasarkan hasil percobaan, perbandingan antara cumulative undersize
dengan cumulative oversize adalah berbanding terbalik. Hal ini dikarenakan
cumulative undersize berdasarkan banyaknya partikel yang tertahan pada ayakan
(McCabe, 1999). Faktor yang mempengaruhi ayakan adalah kecepatan
pengayakan, massa sampel, karakteristik sampel, ukuran ayakan dan waktu
pengayakan. Semakin besar kecepatan pengayakan, maka semakin besar pula
partikel yang lolos pada ayakan. Massa sampel, jika sampel terlalu banyak maka
sampel sulit terayak. Jika sampel sedikit akan lebih mudah untuk turun dan
terayak. Waktu atau lama pengayakan, jika pengayakan terlalu lama akan
menyebabkan hancurnya serbuk sehingga serbuk yang seharusnya tidak terayak
akan menjadi terayak. Jika waktunya terlalu lama maka tidak terayak sempurna.
Ukuran ayakan, semakin kecil ukuran ayakan maka rendamen sampel yang
dihasilkan semakin banyak. Karakteristik sampel, misalnya kandungan air yang
banyak akan sangat membantu tapi bila hanya sedikit akan menyumbat screen
(Coulson dkk, 2002).
3.A.5 PENUTUP
3.A.5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini adalah:
1. Persentase fraksi massa tertinggi pada kecepatan 40 rpm adalah 26,8% pada
ayakan 2000 mikron dan pada kecepatan 80 rpm dengan nilai fraksi massa
tertinggi sebesar 22,6% pada ayakan 2000 mikron.
2. Cumulative oversize tertinggi pada 40 rpm dan 80 rpm adalah masing-
masing 100% pada receiver.
3. Cumulative undersize teringgi pada 40 rpm dan 80 rpm adalah masing-
masing 73,2% dan 77,4% pada ayakan 2000 mikron.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi ayakan antara lain ukuran partikel,jumlah
partikel, waktu pengayakan dan kecepatan pengayakan semakin besar
kecepatan pengayakan, semakin besar pula partikel yang lolos pada ayakan.
3.A.5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada percobaan ini adalah menambah variasi
bahan seperti semen agar dapat mengetahui perbedaan cumulative oversize dan
cumulative undersize pada berbagai variasi.
III-15
B. SUDUT RESPON ALAMI (NATURAL ANGLE OF REPOSE)
3.B.1 PENDAHULUAN
III-16
3.B.2 DASAR TEORI
Angle of slide adalah sudut dari ukuran minimum slope horizontal dimana
material padat dapat bebas mengalir. Angle of repose adalah sudut dari ukuran
maksimum slope horizontal dimana sebuah tumpukan material padat dapat bebas
berdiri tanpa meluncur ke bawah. Kira-kira 17° untuk lumpur basah, 27° untuk
batubara antrasit, 31° untuk pasir, 35° untuk batu bara muda, 39° untuk tanah
kering, 39-48° untuk kerikil (Brown, 1956).
Sudut respon alami (angle of repose) adalah sudut dimana material akan
diam dibak penampung. Nilai sudut respon alami penting dalam menentukan
kapasitas suatu bin. Sudut kerucut material pada puncak tumpukan ketika bin diisi
akan lebih datar dibandingkan sudut respon alami karena adanya efek tumbukan
(Perry, 1997).
Metode cepat untuk menaksir sifat particle mass adalah mengukur angle
of repose. Jika solid dituangkan dari nozzle ke atas plane surface membentuk
suatu conical head dan angle di antara sloping slide of the cone dan bidang
horizontal disebut angle of repose. Cara ini kadang dikenal sebagai dynamic angle
of repose atau poured angle. Dalam praktek, tumpukan tidak akan persis
membentuk kerucut dan akan terbentuk sloping surface yang tidak teratur.
Sebagai tambahan, akan ada kecendrungan partikel besar yang mengelinding
turun dari atas dan berkumpul di dasar. Sudut respon alami dapat diukur
menggunakan plane sheet yang menempel lapisan partikel dari powder. Powder
yang lolos kemudian dituangkan di atas sheet yang kemudian dimiringkan sampai
powder meluncur. Sudut peluncuran diketahui sebagai static angle of repose atau
drained angle (Coulson dkk, 2002).
Angle of repose juga didefinisikan sebagai sudut yang dibentuk meterial
pada gundukan. Biasanya dapat dimanfaatkan untuk menentukan kapasitas dari
suatu bin diisi, akan menjadi lebih sedikit datar daripada sudut respon alami
karena efek dari tumbukkan (impact). Dalam karakteristk pada aliran angle of
repose dan kemampuan dari pengaliran adalah karakteristik terukur untuk tes
standar yang disediakan. Seuah angle of repose (sudut respon) yang curam akan
III-17
III-18
Sudut ini diberikan dengan jumlah 0◦-90°. Ketika bahan butiran curah yang
dituangkan ke permukaan horizontal, sebuah kawat akan terbentuk. Sudut internal
antara permukaan dari tumpukan dan permukaan horizontal dikenal dengan angle
of repose (Coulson dkk, 2002).
Sudut respon dinamik adalah jika padatan dituang pada nozzle di atas
permukaan datar akan membentuk tumpukan berbentuk kerucut. Pada praktiknya,
tumpukan tidak dapat terbentuk kerucut dan akan ada ketidakteraturan pada
permukaan dari padatan yang miring. Sebagai tambahan, akan ada sifat
kecenderungan partikel besar untuk jatuh dari atas ke bawah dan terkumpul di
dasar. Sehingga akan membentuk sudut yang lenih besar di atas dan sudut yang
lebih kecil pada bagian (Coulson dkk, 2002).
3.B.3 METODOLOGI PERCOBAAN
Deskripsi Alat:
Keterangan :
Keterangan:
1. Material
1. Material
3 2. Repose
2. Repose angle
angel chamber
1 3. Sudutchamber
respon alami
2
1
3.B.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah
1. Pasir 500 mikron
2. Pasir 355 mikron
3. Lada
III-20
3.B.4 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.B.4.3 Pembahasan
Sudut respon alami adalah besarnya sudut yang dbentuk oleh suatu
material terhadap bidang horizontal. Sudut respon alami terhubung dengan
densitas, area permukaan dan koefisien fraksi dari material tersebut. Sudut respon
alami tergantung pada jenis material, termasuk bentuk dan kelembutan partikel
serta keseragaman partikel (McCabe, 1999). Percobaan ini menggunakan tiga
sampel, yaitu biji kopi, pasir 355 mikron dan silika 1000 mikron. Tujuan
pemakaian sampel yang berbeda adalah untuk mengetahui pengaruh ukuran
sampel terhadap besarnya sudut respon alami. Masing-masing dilakukan
pembacaan protaktor sebanyak dua kali. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan
diperoleh sudut respon alami biji kopi sebesar 18,5°, pasir 355 mikron sebesar 40°
dan silika 1000 mikron sebesar 30°.
III-25
Hasil tersebut dapat dilihat bahwa sudut respon alami terbesar terdapat
pada pasir 355 mikron. Hal ini terjadi karena luas permukaan pasir 355 mikron
yang besar serta ukuran partikel yang kecil, sehingga kerapatan molekul antar
partikelnya sangat rapat dengan gaya kohesi yang besar yang mengakibatkan
partikel saling menutupi satu sama lain sehingga tidak mudah jatuh dan
tergelincir. Berbeda dengan pasir biji kopi dan silika 1000 mikron yang ukuran
partikelnya lebih besar sehingga kecepatannya kurang dan mudah tergelincir. Dari
hasil yang didapat dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan telah sesuai dengan
teori Coulson dkk (2002), semakin besar luas permukaan sampel maka fraksi yang
terjadi besar sehingga pergerakan tergelincirnya sulit. Dilihat dari sudut respon
alami yang diperoleh, pasir 355 mikron dikategorikan ke dalam aliran cukup baik
karena berada pada kisaran sudut respon alami > 40°. Sedangkan pada biji kopi
dan silika 1000 mikron dikategorikan ke dalam aliran baik karena berada pada
kisaran sudut respon alami 25°-30° (Perry, 1997).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sudut respon alami adalah
(McCabe, 1999):
1. Kelembutan
Semakin lembut maka semakin besar sudut responnya.
2. Keseragaman bentuk
Partikel yang seragam akan mempersulit jatuhnya sampel.
3. Densitas
Semakin besar densitas maka massanya semakin besar sehingga lebih
mudah mengalir.
III-22
3.B.5 PENUTUP
3.B.5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah:
1. Biji kopi memiliki nilai sudut respon alami rata-rata 18,5o. Pasir 355 mikron
memiliki sudut respon alami rata-rata 40o dan silika 1000 mikron memiliki
sudut respon alami rata-rata sebesar 30o.
2. Semakin besar ukuran partikel suatu bahan maka sudut respon alaminya akan
semakin kecil.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sudut respon alami adalah ukuran partikel,
gaya kohesi antar partikel dan kelembapan.
3.B.5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan adalah untuk percobaan berikutnya adalah
variasi sampel diperbanyak agar lebih mengetahui lagi bagaimana sudut respon
alami pada tiap sampel. Variasi sampel yang dapat digunakan yaitu biji kopi dan
biji selasih.
III-23
III-25
C. BULK DENSITY
3.C.1 PENDAHULUAN
III-24
3.C.2 DASAR TEORI
Bulk density (b) adalah total massa per unit total volume. Sebagai contoh,
densitas kuarsa sebenarnya adalah 2,65 gram/cc, tetapi 2,65 gram massa pasir
kuarsa memiliki bulk density bukan karakteristik intrinsik dan materialnya karena
bulk density berubah sesuai dengan distribusi ukuran partikel-partikelnya dan
lingkungan (Brown, 1956).
Pengukuran bulk density berguna untuk industri yaitu menyesuaikan
kondisi penyimpanan, pemrosesan, packaging dan distribusi. Bulk density adalah
salah satu properti yang digunakan sebagai bagian dari spesifikasi produk akhir
dari hasil pengeringan. Contohnya adalah deviasi umum yang dapat terjadi ketika
pengemasan ground coffee, bulk density produk melebihi range spesifikasi.
Kemudian bubuk akan mengisi volume yang lbeih kecil daripada volume yang
diperhitungkan. Sehingga meskipun berat bersihnya telah sesuai, namun volume
isinya terlihat sedikit. Setelahn bertahun-tahun untuk meningkatkan valve ada tiga
kelas, yaitu bulk densityaerated, poured dan tap. Aurated adalah kondisi saat
volume zat tidak memadat. Poured adalah kondisi pengukuran yang tergantung
pada kondisi industri. Tap adalah kondisi saat partikel itu dipadatkan
(Barbosa, 2005).
Karakteristik yang paling bisa dipelajari tentang padatan antara lain:
1. Ukuran distribusi.
2. Bulk density, ini adalah berat per unit volume kuantitas dari padatan.
Biasanya ditunjukkan dalam kilogram (kg) per kubik meter (kg/m3).
3. True density, densitas dari zat padatan yang biasanya ditunjukkan dalam
kilogram per meter kubik (kg/m3).
4. Bentuk partikel.
5. Karakteristik permukaan padatan.
6. Karekteristik aliran.
7. Friliability.
8. State of aglomerations.
III-25
III-26
(Brown,1950).
III-27
b
% 𝑃𝑢𝑟𝑒 − 𝑆𝑝𝑎𝑐𝑒 = 100 − 𝑥 100% ...(3.C.1)
p
Deskripsi Alat:
3.C.3.2Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
- Pasir 710 mikron
- Pasir receiver
- Air.
3.D.3.3Prosedur Percobaan
1. Gelas beker 100 mL kosong ditimbang dan diameternya diukur
menggunakan jangka sorong.
2. Gelas beker 100 diisi dengan pasir bangunan 710 mikron, massa sampel
dicatat.
3. Sampel dipadatkan sampai ukuran 100 mL, tinggi dari sampel diukur dan
dicatat.
III-29
4. Air ditambahkan pada jenis sampel yang sama sampai keadaan saturated.
Lalu sampel ditimbang, dan diuukur tigginya.
5. Langkah 2-4 diulangi untuk pasir kuarsa 250 mikron.
III-25
3.C.4 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.C.4.3 Pembahasan
Percobaan ini menggunakan sampel pasir receiver dan pasir 710 mikron.
Penambahan air dilakukan agar dapat mengetahui tingkat kepadatan dari bulk
density. Semakin padat pasir yang telah dimampatkan dan ditambahkan air maka
semakin besar bulk density pada pasir receiver dan pasir 710 mikron. Sampel
receiver terdapat perubahan massa dari 153,8 gram menjadi 186,3 gram serta
pada pasir 710 mikron yaitu dari 145 gram menjadi 175,8 gram. Hal ini terjadi
karena saat proses pemampatan, pasir menyerap air pada pori-porinya sehingga
membuat partikel-partikel pasir memadat serta massa partikel menjadi bertambah.
Nilai bulk density pada pasir basah lebih besar dari pasir kering karena semakin
besar ukuran pasir menyebabkan semakin banyak kadar air yang diperlukan untuk
III-30
III-39
membasahi seluruh partikel. Nilai bulk density untuk pasir receiver pada keadaan
basah dan kering secara berturut-turut 1,538 g/cc dan 2,017 g/cc. Sedangkan pada
pasir 710 mikron nilai bulk density saat basah dan kering adalah 1,450 g/cc dan
1,977 g/cc. Nilai bulk density bergantung pada particle density, semakin besar
massa sampel maka nilai density semakin besar juga. Hal ini sesuai teori (Brown,
1956) dimana bulk density pada pasir basah lebih besar dari pasir kering.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai bulk density adalah jenis partikel
,kuran partikel dan kelembaban partikel. Semakin kecil ukuran partikel membuat
rongga udara pada material tersebut akan semakin kecil juga dan memperbesar
buk density. Jenis partikel mempengaruhi pengukuran nilai bulk density, jika jenis
partikel berbentuk bubuk, maka yang rongga udara pada materi tersebut akan
semakin kecil juga dan memperbesar bulk density. Semakin basah partikel maka
akan semakin besar bulk density yang didapat, dibandingkan dengan yang kering
(Sears dan Zemansky, 2004).
3.C.5 PENUTUP
3.C.5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah:
1. Nilai bulk density pada pasir 710 mikron kering dan basah berturut-turut
adalah 1,429 g/cc dan 1,824 g/cc sedangkan pada pasir 250 mikron kering
dan basah berturut-turut sebesar 1,586 g/cc dan 1,585 g/cc.
2. Bulk density berbanding lurus dengan particle density, semakin besar partikel
density maka bulk density semakin besar.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai bulk density adalah jenis partikel,
ukuran partikel dan kelembaban partikel.
3.C.5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada percobaan ini adalah memvariasikan
sampel yang digunakan. Misalnya seperti serbuk kayu. Sehingga, hasil yang
didapatkan lebih beragam.
III-32
D. LAJU PENGELUARAN PADATAN DARI HOPPER
3.D.1 PENDAHULUAN
III-33
III-39
Hopper adalah bin kecil dengan dasar agak miring dan digunakan untuk
menumpuk sementara, sebelum zat padat diumpankan ke dalam proses. Semua
kemasan itu dimuat dari atas dengan elevator atau sejenisnya dan pengeluaran dari
bawah. Bila zat padat ditimbun dalam bin atau hopper tekanan lateral yang
bekerja pada dinding lebih kecil dari tinggi tekan(head) bahan yang berada pada
titik itu. Gaya gesek pada dinding akan cenderung mengimbangi bobot zat padat
dan mengurangi tekanan yang diberikan oleh massa itu pada dasar bejana. Dalam
kasus ekstrim, gaya ini menyebabkan massa itu melengkung sehingga tidak dapat
jatuh padahal bahan yang dibawahnya sudah dikeluarkan (McCabe, 1999).
Properti solid in bulk adalah fungsi dari properti masing-masing partikel
termasuk bentuk, ukuran dan distribusi ukuran dan tentang hubungan antara 1
partikel dengan yang lain. Partikel solid menunjukkan masalah yang lebih besar
dari fluid dalam storage, pemindahan kontrol kecepatan dari storage dan saat
masuk ke dalam vessel atau reaktor di mana mereka dilibatkan dalam proses
(Coulson, 2002).
Material padat dapat disimpan dengan ditumpuk atau dalam karung,
meskipun akan jadi masalah serius pada operasi berskala besar. Material padat
lebih sering disimpan didalam hopper yang biasanya berbentuk persegi atau
melingkar dan diletakkan mendatar yang dibawahnya terdapat bagian lancip atau
keucut. Hopper diisi dari atas dan harus dicatat bahwa apabila ada distribusi
ukuran partikel, maka ada kemungkinan terjadi degradasi selama pengisian dan
partikel-partikel berukuran besar dapat menggelinding keluar dari tumpukan pada
hopper (Coulson, 2002).
Karakteristik aliran dengan material pada dua definisi yang ada
hubungannya dengan karakteristik vessel penyimpanan adalah mass flow yang
berarti adalah semua material dalam vessel yang berpindah kapanpun tanpa
peminajaman dan funnel-flow, terjadi ketika sebuah proporsi dari aliran-aliran
III-39
Q = k Dn …(3.D.1)
Deskripsi Alat:
3.D.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
- Pasir bangunan 500 mikron
- Pasir bangunan 1000 mikron
III-37
III-39
3.D.4.3 Pembahasan
Percobaan ini menggunakan pasir 1000 mikron dan pasir 500 mikron
dengan ketinggian 200 mm serta diameter orifice 12 mm dan 15 mm. Laju
pengeluaran material dengan orifice memiliki hubungan seperi pada Gambar
3.D.2 berikut ini:
III-
III-40
0.08
0.07
Laju Pengeluaran (kg/s)
0.06
0.05
0.04
Receiver
0.03
Pasir 250 mikron
0.02
0.01
0
6 15
Orifice Diameter (mm)
gesek. Semakin besar ukuran diameter orifice maka semakin besar pula laju
pengeluarannya begitu pula sebaliknya. Semakin kecil ukuran partikel material
maka semakin besasr pula laju pengeluarannya. Hal ni dikarenakan partikel yang
kecil akan mengurangi nilai hambatan pada partikel di atasnya. Kelembapan
bahan akan membuat partikel sulit untuk keluar. Gaya gesek yang besar akan
memperlambat laju pengeluaran partikel dari hopper.
3.D.5 PENUTUP
3.D.5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini adalah:
1. Laju pengeluaran hopper pada pasir ukuran 1000 mikron dengan diameter orifice
12 mm dan 15 mm berturut-turut adalah 0,0182 kg/s dan 0,0524 kg/s. Sedangkan
laju pengeluaran pasir ukuran 500 mikron pada orifice 12 mm dan 15 mm
berturut-turut adalah 0,0202 kg/s dan 0,0674 kg/s.
2. Semakin besar nilai diameter orifice maka laju pengeluaran padatan dari hopper
akan semakin kecil.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeluaran pada hopper adalah diameter
orifice, ukuran partikel, jenis bahan, kelembapan bahan, material dan gaya gesek.
3.D.5.2 Saran
Saran yang dapat iberikan pada percobaan ini adalah dengan
menkombinkasikan ukuran bahan. Misalnya, pasir receiver dengan pasir 1000
mikron. Agar mahasiswa mengetahui pengaruh ukuran partikel terhadap laju
pengeluaran padatan dari hopper.
III-41
E. PNEUMATIC CONVEYING
III-42
3.E.2 DASAR TEORI
Pneumatic conveyor adalah salah satu teknik material handling yang penting
dalam industri, yaitu perpindahan campuran materi dalam arus udara secara vertikal
dan horizontal. Berkisar antara sedikit sampai beberapa ratus feet. Kisaran materi fine
powders antara 6,35 mm (1/4 in) pellets dan bulk density dari 16 sehingga lebih dari
3200 kg/m3 (1 sampai lebih dari 200 lb/ft3) dapat ditangani. Kapasitas pneumatic
conveying tergantung pada
1. Hasil bulk density (ukuran partikel, shape).
2. Energi pengangkutan udara melalui semua sistem.
3. Diameter garis pengangkutan.
4. Panjang equivalent dari garis pengangkutan.
Secara umum pneumatic conveyor diklasifikasikan berdasarkan 5 macam dasar yaitu
tekanan, vakum, kombinasi tekanan dan vakum, fluidzing dan blow tank (Perry,
1997).
Variasi kebutuhan dalam penghubungan menggunakan conveying of solid
telah mendorong pengembangan alat yang luas. Itu meliputi (Coulson, 2002):
a. Gravity chutes down yang mana solid jatuh di bawah gaya gravitasi.
b. Air slides, dimana partikel dijaga secara parsial dalam channel dengan arus udara
yang menarik melalui poros distribusi, mengalir pada sudut kecil sampai
horizontal.
c. Belt conveyor, dimana solid dipisahkan secara horizontal atau pada sudut kecil
sampai horizontal dalam continous moving belt.
d. Screw conveyor, dimana solid berpindah sepanjang pipa atau channel dengan
rotating helical impeller sebagai screw lift elevator.
e. Bucket elevator, dimana partikel dibawa naik dalam bucket yang bergerak vertikal
secara terus menerus.
f. Vibrating conveyor, dimana partikel diperlakukan untuk vibrasi asimetris dan
perjalanan dalam step by step.
III-43
g. Pneumatic conveying, dimana partikel diangkut dalam arus udara atau air.
Sistem pneumatic conveyor dikembangkan untuk memindahkan bahan-bahan
berupa bubuk yang sangat ringan dan serbuk lain sejenis dari tangki pengiriman
untuk disimpan dengan cara curah ke dalam penyimpanan silo, dari sini kemudian
didistribusikan melalui pipa-pipa ke berbagai tempat di bangsal atau pabrik tersebut.
Udara kering digunakan dalam sistem ini untuk menjaga agar bahan tetap kering dan
mengalir dengan lancar (Cook, 1986).
Pneumatic conveyor digunakan untuk material kering yang dapat bebas
bergerak dalam suatu campuran dalam pipa artinya mengunakan aliran udara dengan
kecepatan tinggi atau dengan ekspensi energi dari kompresor. Pada prinsip alat ini
digunakan untuk mengumpulkan debu,untuk material halus seperti pasir halus,
tepung dan serbuk gergaji dan material halus seperti pasir halus, tepung dan serbuk
gergaji dan material keras adalah abu dan semen. Alat yang paling banyak digunakan
untuk mengumpulkan debu adalah siklon, dimana debu-gas masuk dalam sebuah
ruang sekunder atau conical yang tangensial. Siklon sebenarnya adalah sebuah ruang
pengendapan dimana percepatan gravitasi dirubah menjadi gaya sentrifugal, padatan
kemudian secara perlahan turun dengan gerakan spiral akibat dari pengaruh gaya
gravitasi dan kemudian terkumpul dibawah, sedangkan udara keluar dari siklon pada
aliran tengah vortex. Kapasitas dari sebuah pneumatic conveyor sistem adalah sebagai
berikut (Brown,1956) :
1. Produk bulk density (ukuran partikel serta pengeluarannya).
2. Energi untuk mengalirkan udara dengan kecepatan tinggi.
3. Diameter conveying.
4. Panjang ekuivalen konveyor.
Jenis-jenis conveyor yang digunakan untuk memindahkan bahan-bahan padat
tergantung pada (Cook, 1986):
a. Sifat fisik bahan
Misalnya bahan berupa bubuk atau serbuk, lembab atau kering, berat atau ringan
dan sebagainya.
III-45
b. Jumlah bahan
Bahan diberikan secara terus menerus akan penjumlah tertentu dan biasa disebut
batch.
c. Apakah termasuk bahan berbahaya, seperti bahan mudah meledak, mudah
terbakar, bersifat racun dan sebagainya.
d. Arah (vertikal atau horizontal).
e. Jarak yang dilalui
f. Pengemas yang digunakan
Bahan tidak dilengkapi dengan pengeras ataupun bahan dikemas dengan drum
atau karung.
Biasanya dalam menentukan suatu sistem pneumatic conveying memilili tiga
pilihan, yaitu :
a) Dilute phase vacum operation
b) Dilute phase pressure operation
c) Dilute phase pressure vacum operation
Alat pemisahan sentrifugal yang paling banyak digunakan adalah cyclone
separator untuk memisahkan debu atau kabut dari gas. Umpan dimasukkan secara
tangensial ke dalam siklon dekat puncak dan memberikan gerakan memutar saat
masuk ke dalam chamber. Kecepatan tangensial partikel cenderung membawa
mereka ke arah memutar chamber. Gerakan spiral dari fluida menghasilkan kecepatan
radial dari partikel dan bersama gaya gravitasi memberikan kecepatan penurunan
(Foust, 1980).
3.E.3 METODOLOGI PERCOBAAN
Deskripsi Alat:
Air out
1 2
3 Ejektor
Solids delivery
5
Hopper
11
7
Ball valve
6
Presure gauge Filter
12 Orificas closed
Rotary compresor
8
9
Solids colacting pan
Digital balance
10
Keterangan:
1. Cyclone 7. Filter
2. Ejector 8. Rotary compressor
3. Air out 9. Simple pan
4. Compressor switch 10. Neraca analitik
5. Ball valve 11. Hopper
6. Pressure gauge 12. Orifices closed
III-46
III-47
3.E.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
- Pasir bangunan 2000 mikon
- Pasir receiver
3.E.4.3 Pembahasan
Percobaan pneumatic conveying menggunakan tiga alat utama yaitu
hopper, tempat penampung bahan (pan), siklon, pemisah padatan dan compressor
sebagai pemberi aliran udara. Sampel yang digunakan adalah pasir receiver dan
pasir bangunan 250 mikron. Variasi tekanan dalam percobaan ini adalah 5 psi dan
13 psi. Lama pemindahan yang digunakan pada percobaan ini adalah 120 detik.
Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh, nilai laju pemindahan pasir
receiver lebih besar daripada pasir 250 mikron. Hal ini dikarenakan semakin kecil
ukuran partikel maka semakin cepat laju pemindahan.
Berdasarkan data pengamatan dapat dibuat grafik hubungan tekanan
terhadap laju pemindahan. Grafik hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar
3.E.2 di bwah ini:
III-48
III-49
3.E.5.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada percobaan ini adalah :
1. Laju pemindahan padatan dari pneumatic conveyor pada pasir ukuran 250
mikron dan pasir receiver pada tekanan 5 psi dan 13 psi adalah 2,27 g/s;
0,3825 g/s; 2,7 g/s dan 1,2083
2. Semakin kecil tekanan, maka akan semakin cepat laju perpindahan padatan
dari pneumatic conveyor.
3. Factor-faktor yang mempengaruhi laju perpindahan padatan adalah tekanan,
kelembapan dan ukuran partikel.
3.E.5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada percobaan ini adalah dengan
menggunakan bahan dalam keadaan yang lembab. Misalnya pasir 100 mikron
yang sedikit dibasahi dengan air. Agar mahasiswa dapat mengetahui pengaruh
kelembapan terhadap laju perpindahan padatan pada pneumatic conveyor.
III-50
F. BALL MILL SIZE REDUCTION
3.F.1 PENDAHULUAN
III-51
3.F.2 DASAR TEORI
Ball mill terdiri dari sebuah selongsong berbentuk yang berputar dengan
kecepatan rendah pada sumbu horizontalnya yang berisi kira-kira setengah
volumenya dengan medium penggiling padat. Selongsong itu biasanya terbuat
dari baja dan dilapisi dengan plat baja tinggi karbon, porselin, batuan silika atau
karet. Medium penggiling itu adalah batangan logam, karet atau kayu pada ball
mill pakai bola, dan dengan kerikil batuan atau bola perselen atau zirkon pada ball
mill. Dalam setiap mesin giling, elemen-elemen penggiling di bawah naik pada
pinggir selongsong itu sampai hampir ke puncaknya, dan dari situ jatuh menimpa
partikel di bawah. Energi yang dipakai untuk mengangkut unit-unit penggiling
lalu dimanfaatkan untuk memecah partikel itu.dalam beberapa mesin-mesin
guling seperti pada mesin giling batangan, sebagai besar parkecilan dilaksanakan
dengan kompresi rol dan dengan antirisi pada waktu batangan itu mengelinding
pada batu sebagian besar pemecah terjadi karena pukulan pada waktu bola itu
jatuh dari dekat puncak selongsong (McCabe, 1999).
Mesin giling pakai bola (mesin giling bola) dan (mesin giling pakai batu)
sebagian besar pemecahan dilaksanakan karena adanya umpak pada waktu bola
atau batu itu jatuh dari dekat puncak selongsong. pada mesin giling bola ukuran
besar, diameternya bisa sampai 20ft (3m) dan panjangnya 14ft (4,25m). Serta
diameter nya bisa sampai 1 sampai 5 in ( 25 sampai 175 ) (McCabe, 1999).
Ball mill adalah alat yang cocok untuk mengecilkan ukuran material. Alat
ini lebih bergantung pada tumbukan dibandingkan pada kekuatan pemotongan.
Operasi mengecilkan ukuran ini terbagi ke dalam penghancur dan penggiling yang
tidak didiskriftifkan jatuh pada operasi yang digunakan untuk mengecilkan ukuran
material yang kasar (Brown, 1950).
Ball mill digunakan untuk grinding dari banyak materi seperti batubara,
pigment, felspar untuk pottery dan ini menyelesaikan dengan ukuran umpan
sampai sekitar 50 mm. Bola pada umumnya dibuat dari flat atau baja dan meliputi
30-50% dan volume penggilingan. Diameter bola yang digunakan berbeda-beda
III-52
III-53
antara 12 mm dan 125 mm. Faktor yang mempengaruhi ukuran produk adalah
(McCabe, 1985):
a. Kecepatan umpan
b. Properti materi umpan
c. Berat bola
d. Diameter bola
e. The slope of the mill
f. Discharge freedom
g. Kecepatan perputaran mill
h. Level materi dalam mill
Pengecilan ukuran menjadi partikel berukuran halus dinamakan grinding.
Ini karena peralatan yang lebih tua digunakan untuk proses ini terdiri dari dua
bagian, yaitu permukaan yang diam dan permukaan lain yang akan mengenai
permukaan yang diam. Millstone yang akan digunakan untuk menggerus biji-
bijian menjadi tepung serupa dengan hal ini. Mesin-mesin seperti ini dapat
menimbulkan disintegrasi karena pengapliikasian beban geser. Mesin giling baru
dalam pengecilan ukuran darin material, seperti ball mill lebih bergantung pada
tumbukan dibanding gaya geser. Ball mill adalah silinder yang berotasi secara
horizontal atau lancip dari logam, yang berisi bola-bola baja atau batu flint hingga
setengah penuh. Panjang silinder itu biasanya sama dengan diameternya.
Kebanyakan ball mill beroperasi secara berkelanjutan, umpan masuk pada suatu
ujung yang berlawanan. Ball mill dapat beroperasi secara kering atau basah.
Komponen ball mill terdiri dari dua sampai empat ruangan yang masing-masing
ruang dipisahkan oleh grate. Setiap ruangan memiliki ukuran bola yang berbeda
dan bola dengan diameter dan ukuran yang semakin kecil akan menggerus
material menjadi semakin halus (Brown, 1956).
Fitur ball mill adalah tertinggi konsumsi energi yang spesifik. Sebuah ball
mill diisi dengan bola, kerja diam, akan mengonsumsi energi sama banyaknya saat
sedang beroperasi penuh, yaitu seperti saat penggerusan bahan. Sehingga
pengoperasian ball mill tidak memenuhi kapasitas maksimum hanya akan
III-54
Deskripsi Alat:
Keterangan :
1. On/off switch
2. Speed control
3. Ball mill
3.F.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah batu bata merah.
III-55
III-56
Skala Ball Variasi Bola Massa Awal Massa Akhir Massa Size
Mill (gram) (gram) Reduction
(gram)
B=3; S=2; K=2 100 96,4 3,6
4
B=4; S=3; K=3 100 92,8 7.2
B=3; S=2; K=2 100 90,9 9,1
7
B=4; S=3; K=3 100 86 14
Skala Variasi Bola Massa Awal Massa Akhir Massa Size Persentase
Ball Mill (gram) (gram) Reduction Size
(gram) Reduction
(%)
B=3; S=2; 100 96,4 3,6 3,6
K=2
4
B=4; S=3; 100 92,8 7,2 7,2
K=3
B=3; S=2; 100 90,9 9,1 9,1
K=2
7
B=4; S=3; 100 86 14 14
K=3
3.F.4.3 Pembahasan
Percobaan ini menggunakan samper batu bata merah dengan skala yang
berbeda yaitu 4 dan 7 dan variasi bola (I) yaitu 3 bola besasr, 2 bola sedang, 2
bola kecil dan variasi bola (II) yaitu 4 bola besar, 3 bola sedang dan 3 bola kecil.
Tujuan digunakannya variasi skala ball mill yang berbeda agar dapat mengetahui
pengaruh kecepatan terhadap pengecilan ukuran material oleh ball mill pada skala
4 dan 7. Penambahan bola keramik bertujuan untuk memperoleh material yang
lebih halus, maka dibutuhkan suatu bola kermaik untuk menumbuk material yang
ada di dalam ball mill. Pada skala 4 variasi bola (I) diperoleh massa size
reductionnya sebesar 3,6 gram dengan persentase sebesar 3,6%, sedangkan pada
skala 7 variasi bola (I) diperoleh massa size reductionnya sebesar 9,1 gram
III-57
III-58
dengan persentase size reductionnya sebesar 9,1%. Pada skala 4 variasi bola (II)
diperoleh massa size reductionnya sebesar 7,2 gram dengan persentase size
reductionnya sebesar 7,2%, sedangkan pada skala 7 variasi bola (II) diperoleh
massa size reductionnya sebesar 14 gram denga persentase size reductionnya
sebesar 14%. Hasil yang diperoleh dari percobaan ini sudah ssuai dengan teori.
Menurut (Coulson, 2002) semakin cepat ball mill berputar maka ukuran material
yang diperoleh akan semakin halus dan massa size reductionnya juga akan
semakin besar.
3.F.5.1 Kesimpulan
1. Persentase size reduction pada skala 4 variasi bola (I) dan variasi bola (II)
masing-masing sebesar 3,6% dan 7,2% dan untuk skala 7 variasi bola (I)
dan variasi bola (II) masing-masing sebesar 9,1% dan 14%.
2. Semakin cepat kecepatan ball mill dan semakinbanyak bola dalam ball
mill maka semakin besar efisiensi penghalusan dari ball mill.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran material pada ball mill yaitu
properti dan umpan material, berat dari bola (balls), diameter dari bola
(balls) dan kecepatan rotasi dari mill.
3.6.5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk percobaan selanjutnya adalah
dengan menggunakan dua bahan yang satu dalam keadaan kering dan satunya
dalam keadaan kering dan satunya dalam keadaan kering dan satunya dalam
keadaan agak lembab. Agar didapatkan data yang menunjukkan pengaruh
kelembapan terhadap efisiensi pencampuran pada ball mill.
III-59
III-6
G. V-BLENDER
3.G.1 PENDAHULUAN
III-60
3.G.2 DASAR TEORI
V-blender adalah mesin pencampuran yang efisien dan serba guna untuk
proses pencampuran dan untuk menghomogenkan serbuk kering, kurang lebih dua
per tiga dari volume blender harus terisi untuk dapat memastikan pencampuran.
Di dalam v-blender, serbuk berasal dari semua sisi yang disebabkan oleh
bentuknya yang berbentuk v, yang diputar dengan kecepatan menengah dan
konstan. Blender ini cocok untuk material dengan jenis berupa serbuk dan granul
(Perry, 1997).
III-61
III-62
- Neraca analitik
- Sieve
- Stopwatch
- V-blender
- Gelas ukur 100 mL
Rangkaian Alat
2 2. Speed control
3
4 3. On-off switch
4. V-blender
3.G.3.2 Bahan
III-64
III-65
Massa
Skala Ukuran partikel Massa awal Massa akhir
mixing
blender (mikron) (gram) (gram)
(gram)
Pasir 250 148,9 112,9 36
5
Pasir 1000 138,7 105 33,7
Pasir 250 148,9 106,4 45,6
9
Pasir 1000 138,7 77,2 56,4
3.G.4.3 Pembahasan
pasir 250 mikron dan 1000 mikron pada skala 5 dan 10. Pada skala 5 yaitu massa
awal pada pasir 250 mikron adaah 148,9 gram dan pasir 1000 mikron adalah
138,7 gram, begitu pula denga skala 10. Massa pasir 250 lebih besar daripada
pasir 1000 mikron disebabkan karena bentuk-bentuk tiap partikel pasir yang
berbeda sehingga massa pasit yang mengisi gelas beker tidak selalu sama. Setelah
pencampuran terdapat massa pencampuran. Pada skala 5 untuk pasir 250 mikron
dan 1000 mikron massa mixing masing-masinh adalah 36 gram dan 33,7 gram.
Sedangkan pada skala 10 untuk pasir 250 mikron 1000 mikron massa mixing
masing-masing adalah 45,6 gram dan 56,4 gram. Massa campuran adalah
banyaknya pasir dari ukuran yang berbedayang tercampur setelah mengalami
perputaran dalam v-blender. Selain itu, diperoleh juga persentase mixing setelah
dilakukan pencampuran. Pada skala 5 diperoleh persentasi mixing sebesar 24,17%
untuk pasir 250 mikron dan 24,29 untuk pasir 1000 mkron. Pada skala 10
diperoleh persentase mixing sebesar 30% untuk pasir 250 mikron dan 42,21%
untuk pasir 1000 mikron. Persentase mixing pada skala 10 lebih besar
dibandingkan dengan skala 5 pada kedua jenis pasir. Hal ini telah sesuai dengan
teori yang menyatakan apabila semakin cepat putaran V-blender, maka semakin
besar pula massa yang tercampur di dalamnya (Perry, 1997).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pencampuran v-blender adalah
kecepatan putaran, kecepatan putaran yang tinggi akan menghasilkan massa
mixing yang lebih banyak. Ukuran partikel atau luas permukaan, semakin luas
permukaan kontak bahan-bahan yang harus dicampur berarti semakin kecil
partikel dan semakin mudah gerakannya di dalam cammpuran, maka proses
pencampuran akan semakin baik. Bentuk material, apabila bentuk material
berbentuk bola (spherical) dan lebih halus, maka lebih mudah dicampur daripada
material yang memiliki bentuk yang tidak beraturan dan kasar (Cook, 1986).
III-67
3.G.5 PENUTUP
3.G.5.1 Kesimpulan
1. Nilai persentase mixing pada skala 5 untuk pasir 250 mikron adalah 24,17 %
dan untuk pasir 1000 mikron adalah 24,29 %. Sedangkan pada skala 10
untuk pasir 250 mikron adalah 30% dan untuk pasir 1000 mikron adalah
42,21 %.
2. Semakin cepat kecepatan putaran v-blender maka akan menghasilkan
persentase mixing yang lebih besar.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi v-blender adalah skala kecepatan, sifat
bahan, bentuk material, jenis bahan, gaya molekul bahan dan kelembapan.
3.G.5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada percobaan ini yaitu sebaiknya bahan yang
digunakan untuk mixing divariasikan. Seperti menggunakan pasir 1000 mikron
dan semen. Hal ini agar dapat mengetahui efisiensi pencampuran partikel dalam
ukuran dan bahan yang berbeda dan didapat pengaruh bentuk material terhadap v-
blender.
III-68