Anda di halaman 1dari 25

Laboratorium Aliran Fluida dan Separasi Mekanik

Semeseter 4

LAPORAN PRAKTIKUM

SIEVING

Pembimbing : Andi Iqbal Akbar Asfar, S.T., M.T


Kelompok :4
Tgl.Praktikum : 27 Maret 2019
Kelas :2B
Nama : Andi Pahira (331 17 031)
Findi Pahlawan. (331 17 032)
St. Hayyuni Kurniasari (331 17 035)
Muh. Alfandy Susanto (331 17 039)
Christin Aurelia B (331 17 040)
Shafira Aulia (331 17 046)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
2019
1. TUJUAN
 Untuk memisahkan partikel batu merah berdasarkan prinsip
pengayakan
 Untuk menentukan nilai dPm dan dPf
 Untuk menentukan luas permukaan distribusi ukuran partikel

2. PERINCIAN KERJA
 Persiapan bahan
 Penghalusan/grinding (tumbuk)
 Pengayakan

3. ALAT DAN BAHAN


a. Alat
 Sieving
 Neraca analitik
 Gelas kimia 1 L
 Alat penghalus
b. Bahan
 Batu merah
 Aquadest

4. DASAR TEORI

Ada tiga wujud zat yaitu, zat padat, zat cair dan gas.
Diantara ketiga wujud zat tersebut, zat padat-lah yang
penanganannya paling sulit. Zat padat yang diolah bisa terdapat
dalam berbagai bentuk potongan-potongan besar bersudut,
lembaran – lembaran lebar yang kontinus (seimbang), ataupun
berbagai serbuk halus. Zat padat itu ada yang keras dan abrasif,
kuat, kenyal, lunak dan rapuh, mendesu, plastik atau lengket.
Bagaimanapun bentuk zat padat tersebut, harus diusahakan suatu
cara untuk menanganinya dan bila mungkin karakteristik
penangannya diperbaiki.
Salah satu penanganan zat padat yang digunakan dalam
industri kimia adalah sieving atau pengayakan merupakan suatu
cara untuk mendapatkan partikel bahan padat yang berukuran
seragam. Partikel-partikel padat dari hasil penggerusan
menggunakan peralatan seperti crusher, ball mill dan lain-lain.
Peralatan ini banyak diterapkan pada berbagai bidang seperti
teknik sipil, metalurgi, pertambangan dan lain-lain. Untuk industri
kimia, peralatan ini biasanya sebagai sarana yang digunakan pada
unit pengeringan, kristalisasi, reaksi padat cair pada reactor, dust
collector dan lain-lain.
Partikel zat padat secara individu dikarakterisasikan dengan
ukuran, bentuk, dan densitasnya. Partikel zat padat homogen
mempunyai densitas yang sama dengan bahan bongkahan.
Partikel-partikel yang didapatkan dengan memecahkan zat padat
campuran , mempunyai berbagai densitas yang biasanya berbeda-
beda. Untuk partikel yang bentuknya beraturan, miasalnya yang
berbentuk bola dan kubus ukuran dan bentuknya dapat dinyatakan
dengan mudah. Tetapi, partikel yang bentuknya tidak beraturan,
seperti butiran-butiran pasir dan serpihan mika, ukuran dan
bentuknya tidak begitu jelas dan harusd didefenisikan secara acak.
 Karakteristik Partikel Zat Padat
Pada proses pengayakan, bahan dibagai menjadi bahan
kasar yang tertinggal (hasil atas) dan bahan lebih halus yang lolos
melalui ayakan (hasil bawah). Bahan yang tertinggal hanyalah
partikel yang berukuran lebih besar daripada lubang ayakan,
sedangkan bahan yang lolos berukuran lebih kecil daripada lubang
itu. Dalam praktek sering kali terjadi penyimpangan dari keadaan
ideal ini. Penyimpangan dapat dinyatakan dalam efisiensi, yaitu
perbandingan antara jumlah bahan yang lolos dalam
kenyataannya dan jumlah bahan yang lolos secara teoritik efisiensi
selalu lebih kecil dari satu atau kurang dari 100%.
Faktor – faktor yang mempengaruhi efisiensi adalah :
 Bentuk Butir
Padatan yang berupa butir tidak beraturan lebih mudah lolos jika
dibandingkan dengan bahan-bahan berbentuk bola, jarum atau
sisik yang dapat menyumbat atau menutupi lubang ayakan.

 Gerakan dan Waktu Tinggal


Gerakan dan waktu tinggal bahan diatas ayakan harus dipilih agar
setiap butiran paling sedikit satu kali berada pada sebuah lubang
ayakan. Efisiensi pengayakan akan turun jika bahan yang diayak
membentuk lapisan yang terlalu tebal atau bergerak terlalu cepat.
Selain itu, gerakan yang terlalu kuat dapat menyebakan pengecilan
ukuran akibat pengikisan, terutama bahan yang lunak.

 Kelembaban
Umpan yang lembab atau lekat ikut menyebabkan penggumpalan
bahan dan menutup lubang ayakan.

 Muatan Listrik Setatik


Bahan-bahan organik khusus yang halus mempunyai
kecenderungan untuk membentuk aglomerat karena adanya
muatan listrik statik. Karena itu alat – alat yang digunakan untuk
mengayak bahan-bahan organic harus dibumikan.

 Lubang Ayakan
Pada dasarnya semakin halus bahan yang diayak, semakin awal
terdapatnya kecenderungan penyumbat lubang ayakan.
Partikel zat padat secara individu dikarakteristikan dengan
ukuran, bentuk dan densitasnya. Partikel zat padat homogen
mempunyai densitas yang sama dengan bahan bongkahan. Untuk
partikel yang bentuknya beraturan, misalnya bola dan kubus,
ukuran dan bentuknya dapat dinyatakan dengan mudah. Tetapi
partikel yang ukurannya tak beraturan (seperti butiran-butiran
pasir dan serpih mika), istilah “ukuran (“size”) dan
“bentuk”(“shape”) tidak begitu jelas dan harus didefinisikan secara
acak.
Pada umumnya, ”diameter” dapat ditentukan untuk setiap
partikel yang ekidimensional. Partikel yang tidak ekidimensional,
yaitu yang lebih panjang pada satu arah ketimbang pada arah yang
lain, partikel itu dikarakterisasi dengan dimensi utama yang kedua
terpanjang.
Ukuran partikel, menurut konvensi, dinyatakan dalam
berbagai satuan, bergantung pada jangkauan ukuran yang terlibat.
Partikel–partikel kasar diukur dalam inci atau millimeter, partikel
halus dengan ukuran halus dengan ukuran ayak dan partikel yang
sangat halus dengan micrometer dan nanometer. Partikel yang
ultrahalus kadang-kadang diberikan dengan luas permukaan
persatuan massa, biasanya dalam meter persegi pergram.
Informasi dari analisis ukuran partikel didaftarkan untuk
menunjukkan massa atau jumlah fraksi yang terdapat dalam setiap
totokan atau pertambahan kecil (increment) ukuran sebagai fungsi
ukuran partikel rata–rata di dalam totokan itu. Analisis yang
ditabulasikan dengan cara demikian dinamakan analisis
deferensial. Hasilnya biasanya disajikan dalam bentuk histogram.
Cara kedua untuk menyajikan informasi itu ialah dengan
menggunakan analisis kumulatif (cumulative analysis) yang
didapatkan dengan menjumlahkan tokokan–tokokan itu secara
berurutan mulai yang mengandung partikel kecil, lalu memetakkan
jumlah kumulatif tersebut terhadap diameter maksimum dari
partikel yang terdapat dalam tokokan itu. Dalam analysis kumulatif,
data itu dapat dinyatakan dengan baik dalam bentuk kurva
kontinue.

 Analisis Ayak
Ayak standar digunakan untuk mengukur besarnya partikel
(dan distribusinya) dalam jangkauan ukuran antara 3 sampai
0,0015 in (76 sampai 38 µm). Ayak-ayak uji itu terbuat dari
anyaman kawat, sedang rapat anyaman (mesh) dan ukuran
kawatnya dibakukan dengan teliti. Bukaan ayakan itu berbentuk
bujursangkar. Setiap ayak itu diindentifikasi menurut mesh (rapat
ayak ) perinci. Bukaan sebenarnya tentulah lebih kecil dari angka
meshnya, karena tebal kawat tertentu harus juga diperhitungkan
juga.

 Peralatan Pemecah dan Penghalus


Untuk memecah dan menghaluskan partikel-partikel padat
diperlukan peralatan penghancur zat padat yang memiliki berbagai
jenis tergantung dari hasil yang diinginkan. Adapun jenis-jenis
utama mesin pemecah dan penghalus zat padat tersebut :

 Mesin Pemecah
Mesin pemecah atau penghancur adalah mesin berkecepatan
lambat yang digunakan untuk membuat pecahan kasar zat padat
dalam jumlah besar. Jenis-jenis yang utama adalah :

 Mesin pemecah rahang


 Mesin pemecah giratori
 Mesin pemecah roll licin
 Mesin pemecah roll bergigi
Mesin pemecah rahang, mesin pemecah giratori dan mesin
pemecah roll locin bekerja dengan kompresi dan mampu
memecahkan bahan yang sangat keras. Mesin pemecah roll bergigi
merobek bahan disamping mengempa, alat ini dapat menangani
umpan-umpan yang lunak seperti batubara, tulang dan serpih
lunak.

 Mesin Giling
Istilah penggiling atau mesin giling memberikan berbagai jenis
mesin pemecah-penghalus dengan tugas menengah. Hasil dari
mesin pemecah biasanya dimasukkan ke dalam mesin giling,
dimana umpan itu digiling sampai menjadi serbuk. Jenis utama
mesin giling antara lain :

 Mesin tumbuk palu dan impaktor


 Mesin kompresi-roll
 Mesin giling atrisi
 Mesin giling guling

Sieving adalah metoda pengukuran yang paling penting


untuk partikel berukuran diatas 0,44 mm. dengan sieving bias
ditentukan distribusi ukuran partikel. Untuk itu maka sampel
diletakkan diatas kawat ayak (bidang ayak) tingkat paling atas dari
mesin ayak.
Setelah proses pengayakan selesai, diperoleh oversize
product OP di atas setiap bidang ayakan. Supaya nilai OP tidak
tergantung pada massa sampel, maka dibentuk suatu oversize
product percentage OP%, yakni hasil bagi OP dengan M.
Kemudian supaya diperoleh suatu gambar yang benar
tentang frekuensi ukuran partikel dari setiap size interval, yang
mana tidak tergantung dari pemilihan mesh (jumlah lubang ayakan
pada setiap satuan panjang, misalnya cm atau inchi) dari bidang
ayak, maka OP% dibagi dengan lebar size interval sehingga
diperoleh probality percentage P%i dari setiap size interval ke-I,
dengan persamaan sebagai berikut :
𝑂𝑃𝑖
𝑃%𝑖 =
𝑀.∆𝑑𝑃𝑖

P% tersebut berlaku untuk setiap size interval yang ada,


sehingga kurang dapat menggambarkan semua kemungkinan
ukuran partikel yang ada. Jika diinginkan suatu probality
percentage P% yang berlaku pada sembarang size interval, maka
logikanya harus digunakan bidang ayak dengan jumlah tak
terhingga dan dengan lebar d(dp) yang berbeda secara
infinitesimal. Jadi pada setiap bidang akan terdapat oversize
product OP infinitesimal d(OP), sehingga berubah menjadi

𝑑(𝑂𝑃)
𝑃%𝑖 =
𝑀.𝑑(𝑑𝑃𝑖 )

Tetapi karena tidak ada sieve analysis yang menggunakan bidang


ayak dengan jumlah tak terhingga, maka harus ditemukan suatu
cara bagaimana menentukan probality percentage P% yang
menggunakan bidang ayak yang lebih sedikit. Karena alasan
tersebut di atas, maka didefinisikanlah suatu cumulative
percentage C%OP dan C%UP, yaitu jumlah dari OP% (UP%) yang
dihitung mulai dari bidang ayak paling atas sampai ke bidang ayak
paling bawah. Secara umum cumulative percentage C%OP
ditentukan dengan rumus :
i=n
𝑂𝑃𝑖
𝐶%𝑂𝑃 = ∑
i=1 𝑀

Dengan n adalah jumlah bidang ayak dan panci.


Massa n sebuah partikel pada suatu size interval ke-1
dengan massa jenis partikel ρ dan diameter rata – rata dPi adalah :

𝜋
𝑂𝑃𝑖 = 𝑛𝑖 . 𝜌. . 𝑑 3 𝑝𝑖
6

Dengan demikian jumlah bola –bola pada size interval ini adalah :

6.𝑂𝑃𝑖
𝑛𝑖 =
𝜋.𝜌.𝑑 3 𝑝𝑖

Luas permukaan seluruh bola pada size interval ini adalah

6.𝑂𝑃𝑖
∆𝐴𝑖 = 𝑛𝑖 . 𝜋. 𝑑2 𝑝𝑖 =
𝜌.𝑑𝑝𝑖

Luas permukaan total dari seluruh size interval diperoleh dengan


menjumlahkan semua luas permukaan setiap size interval yang
dihitung dengan persamaan diatas, tetapi karena nilai dpi pasa
setiap interval tidak diketahui, maka luas permukaan total hanya
merupakan suatu nilai pendekatan yang kasar, kesalahan yang ada
dapat dikurangi jika lebar size interval yang dipilih sangat kecil. Dan
jika dihubungkan dengan sieve analysis, maka artinya harus
digunakan bidang ayak yang jumlahnya sangat banyak. Kesalahan
ini akan benar – benar hilang jika secara teoritis digunakan lebar
size interval yang berbeda secara infinitesimal. Itu berarti OP pada
size interval akan menyusut menjadi dOP, sedangkan luas
permukaannya menjadi dAB sebesar :

6.𝑑𝑂𝑃
𝑑𝐴𝐵 =
𝜌.𝑑𝑝

Dari persamaan diatas diperoleh luas permukaan spesifik (dalam


m2/kg) pada size interval ini sebesar :
𝑑𝐴𝐵 6.𝑑𝑂𝑃
𝑀
= 𝜌.𝑑𝑝.𝑀

Substitusi dOP/M kedalam kedua persamaan diatas, akan


menghasilkan luas permukaan spesifik suatu size interval yang
lebarnya d(dp), yakni :

𝑑𝐴𝐵 6.𝑃%
= 𝑑(𝑑𝑃)
𝑀 𝜌.𝑑𝑝

Melalui integrasi dari dpmin hingga dpmaks diperoleh luas permukaan


spesifik suatu padatan yang berbentuk bola, yakni :

𝑑𝑝 𝑚𝑎𝑘𝑠
𝐴𝐵 6 𝑃%
= . ∫ 𝑑(𝑑𝑃)
𝑀 𝜌 𝑑𝑝
𝑑𝑝 𝑚𝑖𝑛

Jadi ketergantungan probability percentage terhadap ukuran


partikel perlu diketahui, maka luas permukaan suatu padatan yang
terdiri dari partikel – pertikel berbentuk bola dengan distribusi
ukuran partikel – partikel yang sembarang dapat dihitung.
5. GAMBAR ALAT

6. PROSEDUR PERCOBAAN

 Penentuan berat batu merah pada tiap-tiap pan ayakan


 Ditumbuk batu merah dengan menggunakan batu atau martil
hingga halus dan diperkirakan akan terdistribusi secara baik
pada setiap pan ayakan (bobotnya sekitar 500 g).
 Masing-masing pan ayakan dibersihkan menggunakan kuas cat
atau dengan sikat, kemudian ditimbang kosong.
 Disusun masing-masing pan dari atas kebawah dimana pan
bagian atas adalah pan yang memiliki ukuran terbesar, hingga
bagian paling halus ada dibagian bawah. Bagian bawah dari
susunan pan adalah merupakan panci penampung yang bukan
ayakan.
 Gerusan batu merah dimasukkan ke dalam pan bagian paling
atas, lalu ditutup secara hati-hati.
 Susunan pan diletakkan pada alat vibrator.
 Alat vibrator dinyalakan dengan kecepatan tertentu selama 30
menit.
 Setelah pengayakan selesai, ditimbang masing-masing ayakan
yang berisi gerusan batu merah dan hasil timbangan akhir
dijadikan sebagai berat total.
 Dilakukan pekerjan yang sama seperti diatas tetapi waktu yang
digunakan yaitu selama 50 menit.

7. DATA PENGAMATAN
lebbar berat ayakan + sampel (kg) OP (Kg)
berat ayakan
No. ayakan
kosng
(mm) 30 menit 50 menit 30 menit 50 menit
1 2 0,46 0,44 0,38 0,08 0,06
2 1,7 0,42 0,42 0,38 0,04 0,04
3 1,4 0,4 0,4 0,36 0,04 0,04
4 1 0,38 0,38 0,34 0,04 0,04
5 0,6 0,38 0,38 0,32 0,06 0,06
6 0,5 0,32 0,32 0,3 0,02 0,02
7 0,425 0,32 0,32 0,3 0,02 0,02
8 0,25 0,32 0,32 0,26 0,06 0,06
9 0,125 0,36 0,38 0,26 0,1 0,12
Panci 0 0,4 0,4 0,36 0,04 0,04
Total 0,5 0,5

8. PERHITUNGAN
a. Penentuan massa total (M)
 Untuk waktu 30 menit

M = OPi1 + OPi2 + OPi3 + OPi4 + OPi5 + OPi6 + OPi7 + OPipanic

= (0,08 + 0,04 + 0,04 + 0,04 + 0,06 + 0,02 + 0,02 + 0,06 +


0,10 + 0,04) g
= 0,50 g

 Untuk waktu 50 menit


M = OPi1 + OPi2 + OPi3 + OPi4 + OPi5 + OPi6 + OPi7 + OPipanic
=(0,06 + 0,04 + 0,04 + 0,04 + 0,06 + 0,02 + 0,02 + 0,06 +0,12
+ 0,04) g
= 0,50 g

b. Penentuan OP%
 Untuk 30 menit
𝑂𝑃
OP%1=
𝑀

0,08
=0,50 𝑔 = 0,16 𝑔
 Untuk 50 menit

𝑂𝑃
OP% =
𝑀

=0,50
0,06
𝑔= 0,12 𝑔
Selanjutnya dapat dilihat pada table.

c. Penentuan P%

𝑂𝑃%
P% =
𝑑𝑝1 −𝑑𝑝2
 Untuk 30 menit

0,08
P% = = 0,267 g
2−1,7

 Untuk 50 menit

0,08
P% = = 0,267 g
2−1,7

d. Penentuan C%OP
 Untuk 30 menit

C %OP1 = OP%1

C %OP1 = 0,16
C %OP2 = C %OP1 + OP%2

C %OP2 = 0,16 + 0,08

= 0,24

C %OP3 = C %OP2 + OP%3

= 0,24 + 0,08

= 0,32

Untuk data selanjutnya dapat dilihat pada tabel

 Untuk 50 menit
C %OP1 = OP%1
C %OP1 = 0,12

C %OP2 = C %OP1 + OP%2

C %OP2 = 0,12 + 0,08

= 0,2

C %OP3 = C %OP2 + OP%3

= 0,2 + 0,08

= 0,28

Untuk data selanjutnya dapat dilihat pada table

e. Penentuan C%UP
 Untuk 30 menit
C %UP1 = 1 - C %OP1
= 1 – 0,16
= 0,84

Untuk data selanjutnya dapat dilihat pada tabel


 Untuk 50 menit

C %UP1 = 1 - C %OP1

= 1 – 0,12

= 0,88
Untuk data selanjutnya dapat dilihat pada table

f. Penentuan luas permuakaan (A)


 Untuk 30 menit

6𝑥𝑂𝑃%1
A1 =
𝜌 𝑥 𝑑𝑝1
6 𝑥 0,16 𝑔
= 𝑔
0,0017 𝑥 2𝑚𝑚
𝑚𝑚

= 141,1765 mm2

Atotal = A1 + A2 + A3 + A4 + A5 + A6 + A7 + Apanci

= (141,1765 + 83,04498 + 100,8403 + 141,17665 +


352,9412 + 141,1765 + 166,09 + 847,0588 +
2823,5294) g

= 4797,034108 g

Untuk data selanjutnya dapat dilihat dalam tabel

 Untuk 50 menit

6𝑥𝑂𝑃%1
A1 =
𝜌 𝑥 𝑑𝑝1
6 𝑥 0,12 𝑔
= 𝑔
0,0017𝑚𝑚 𝑥 2𝑚𝑚

= 105,8824 mm2

Atotal = A1 + A2 + A3 + A4 + A5 + A6 + A7 + Apanci

= (105,8824 + 83,045 + 100,8404 + 141,1765 +


352,9412 + 141,1765 + 166,08997 + 847,0588 +
3388,2353) g
= 5326,445872 g
Untuk data selanjutnya dapat dilhat pada table
 Tabel data untuk 30 menit

No. dp (mm) OP (kg) OP% P% C%OP C%UP A (mm^3)


1 2 0,08 0,16 0,16 0,8400 141,1764706
2 1,7 0,04 0,08 0,267 0,2400 0,7600 83,0449827
3 1,4 0,04 0,08 0,267 0,3200 0,6800 100,8403361
4 1 0,04 0,08 0,200 0,4000 0,6000 141,1764706
5 0,6 0,06 0,12 0,300 0,5200 0,4800 352,9411765
6 0,5 0,02 0,04 0,400 0,5600 0,4400 141,1764706
7 0,425 0,02 0,04 0,533 0,6000 0,4000 166,0899654
8 0,25 0,06 0,12 0,686 0,7200 0,2800 847,0588235
9 0,125 0,10 0,20 1,600 0,9200 0,0800 2823,529412
PANCI 0 0,04 0,08 0,640 1,0000 0,0000
Total M 0,50 1,00 4797,034108

 Penentuan ukuran partikel tengah (dpm)

dp vs C%OP & dp vs C%UP


1
0.9
0.8
0.7 dp vs
C%OP & C%UP

C%OP
0.6
dp vs
0.5 C%UP
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2
dp (mm)

Dpm = dp, dimana C%OP = 0.5

Jadi berdasarkan kurva di atas diperoleh dpm = 0.661 mm


 Penentuan ukuran parikel yang paling banyak (dpf)

dp vs OP%
0.25

0.20

0.15
OP%

0.10

0.05

0.00
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2 2.1
dp (mm)

Berdasarkan kurva di atas diperoleh dpf = 0.125 mm


 Tabel data untuk 50 menit

No. dp (mm) OP (kg) OP% P% C%OP C%UP A (mm^3)


1 2 0,06 0,12 0,12 0,8800 105,8823529
2 1,7 0,04 0,08 0,267 0,2000 0,8000 83,0449827
3 1,4 0,04 0,08 0,267 0,2800 0,7200 100,8403361
4 1 0,04 0,08 0,200 0,3600 0,6400 141,1764706
5 0,6 0,06 0,12 0,300 0,4800 0,5200 352,9411765
6 0,5 0,02 0,04 0,400 0,5200 0,4800 141,1764706
7 0,425 0,02 0,04 0,533 0,5600 0,4400 166,0899654
8 0,25 0,06 0,12 0,686 0,6800 0,3200 847,0588235
9 0,125 0,12 0,24 1,920 0,9200 0,0800 3388,235294
PANCI 0 0,04 0,08 0,640 1,0000 0,0000
Total M 0,50 1,00 5326,445872
 Penentuan ukuran partikel tengah (dpm)

dp vs C%OP & dp vs C%UP


1.1
1
0.9
0.8
0.7 dp vs
C%OP &

C%OP
0.6
0.5
dp vs
0.4 C%UP
0.3
0.2
0.1
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2.2
dp (mm)

Dpm = dp, dimana C%OP = 0.5

Jadi berdasarkan kurva di atas diperoleh dpm = 0.545 mm

 Penentuan ukuran parikel yang paling banyak (dpf)

dp vs OP%
0.28

0.24

0.20

0.16
OP%

0.12

0.08

0.04

0.00
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2 2.1
dp (mm)

Jadi berdasarkan kurva di atas diperoleh dpf = 0.125 mm


9. PEMBAHASAN
Andi Pahira/ 331 17 031
Size reduction (pengecilan ukuran) yaitu membagi suatu bahan
padat menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dari ukuran semula,
sesuai dengan kebutuhan dengan menggunakan gaya-gaya mekanis.
Untuk mempercepat pelarutan, mempercepat reaksi kimia,
memperkecil bahan-bahan berserat agar mudah penanganannya,
mempertinggi kemampuan penyerapan, mempercepat transportasi dan
mempermudah proses lanjut.
Dari percobaan yang telah dilakukan bertujuan untuk
memisahkan partikel -partikel berdasarkan ukuran fraksi-fraksi yang
diinginkan dari suatu material hasil proses penghancuran. Pada
percobaan ini material yang akan dipakai adalah batu bata. Pengayakan
ini dilakukan sebanyak 2 kali dengan kecepatan menit yang berbeda
yaitu 30 menit dan 50 menit. Partikel yang lolos melalui ayakan
tertentu disebut sebagai undersize dan partikel yang tertahan diatas
disebut oversize. Pada alat pengayakan disusun berdasarkan jumlah
mesh yang terkecil sampai yang terbesar, dimana semakin besar
ukuran ayakan maka semakin kecil ukuran lubang dalam inchi.
Pada percobaan ini jumlah batu bata yang digunakan adalah
sebanyak 500 gram. Sebelum melakukan pengayakan terlebih dahulu
mengurutkan dan menimbang ayakan dari yang berukuran besar
berada diatas sampai ukuran ayakan yang paling kecil yang berada
dibawah atau disebut sebagai nampan. Kemudian melakukan
pengayakan dengan selang waktu 30 menit lalu 50 menit. Pada saat
pengayakan batu bata yang digunakan dalam keadaan kering. Setelah
melakukan pengayakan, mesh ditimbang ulang bersamaan material
yang ada didalamnya.

Findi Pahlawan/ 331 17 032

Pada praktikum ini dilakukan penentuan ukuran partikel


menggunakan sieving. Sampel yang digunakan yaitu batu bata kering
yang telah dihaluskan. Sampel harus kering agar partikel tidak mudah
bergabung dengan partikel lainnya. Samppel diayak dengan variasi
waktu 30 menit dan 50 menit dengan frekuensi fibrator yang sama
yaitu 1.3. adapun diameter ayakan yang digunakan yaitu 2, 1.7, 1.4, 1,
0.6, 0.5, 0.425, 0.25, dan 0.125 mm. ayakan disusun dari diamerter
besar ke kecil. Partikel yang lolos di ayakan dinamakan under zize
product sedangakan partikl yang tinggal di ayakan dinamakan over size
product.

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, data yang


diperoleh menunjukkan sampel memiliki ukuran partikel yang beragam
karena di setiap ayakan terdapat partikel. Dari berbagai ukuran partikel
ini maka dicari diameter partikel tengannya (dpm) serta diameter
partikel yang paling banyak (dpf).

dpm diperoleh dari gabungan kurva dp vs C%OP dan dp vs


C%UP. Dari perpotongan kurva ini yaitu tepatnya pada C%OP = 0.5
diperoleh dpm untuk 30 menit yaitu 0.661 mm dan untuk 50 menit yaitu
0.545 mm. sedangkang untuk diameter partikel yang paling banyak
(dpf) diperoleh dari kurva dp vs OP% puncak tertinggi menunjukkan
ukuran partikel yang paling banyak. Adapun dpf yang diperoleh yaitu
untuk 30 menit dan 50 menit sama-sama 0.125 mm.

Pada data dpm ada perbedaan nilai, ini menunjukkan bahwa


semakin lama proses pengayakan maka hasilnya lebih akurat karena
pada pengayakan 30 menit masih terdapat partikel yang seharusnya
turun ke ayakan selanjutnya. Sedangkan untuk dpf nilainya tetap sama
ini menadakan bahwa ukuran partikel yang paling banyak pada sampel
yaitu 0.125 mm.

St. Hayyuni Kurniasari/331 17 035

Sieving adalah metoda pengukuran yg paling penting untuk partikel


berukuran di atas 0,04 mm. Sedangkan untuk alatnya disebut ayakan
atau saringan. Sieving atau pengayakan merupakan operasi pemisahan
partikel atau material secara mekanis yang didasarkam pada perbedaan
ukuran. Operasi pengayakan biasanya dilakukan untuk partikel atau
material berukuran relative kasar.

Tujuan dari proses pengayakan ini adalah untuk mendapatkan


ukuran-ukuran partikel yang seragam. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pengayakan, yaitu jenis ayakan, cara pengayakan,
kecepatan pengayakan, ukuran ayakan, waktu pengayakan, dan sifat
bahan yang akan diayak.
Pada praktikum kali ini, bahan yang digunakan adalah batu bata
merah yang telah dihancurkan dan dihaluskan sebelumnya. Bata yang
telah dihaluskan (sekitar 500 gram) kemudian diletakkan pada ayakan
paling atas alat sieving. Alat sieving ini memiliki lebar ayakan yang
berbeda tiap tingkatnya, yaitu 2 ; 1.7 ; 1.4 ; 1 ; 0.6 ; 0.5 ; 0.425 ; 0.25 ;
0.125 mm, dimana semakin besar ukuran ayakan maka semakin kecil
ukuran lubang.

Lalu proses ayakan dimulai dengan variasi waktu t=30 m dan


t=50 m dengan kecepatan vibrator (getaran yang dihasilkan) tetap
sama yaitu 1.38 untuk tiap variasi waktu sieving. Selama proses ayakan
dan vibrator menyala, partikel-partikel akan bergerak dan partikel yang
memiliki ukuran lebih kecil daripada celah antar kawat ayak akan jatuh
ke bidang ayak di bawahnya hingga tertampung di bagian panci.

Sieve analysis table yang didapatkan dari hasil perhitungan


berdasarkan praktikum. OP (massa partikel tertahan) yang diperoleh
pada t=30 menit berturut-turut adalah 80 ; 40 ; 40 ; 40 ; 60 ; 20 ; 20 ; 60
; 100 ; 40 gram dan OP pada t=50 menit berturut-turut adalah 60 ; 40 ;
40 ; 40 ; 60 ; 20 ; 20 ; 60 ; 120 ; 40 gram. Dari data dapat dilihat bahwa
massa partikel tertinggal paling banyak pada ayakan terakhir (0.125
mm) sebesar 100 gram pada t=30 menit dan 120 gram pada t=50
menit.

Untuk menentukan nilai diameter tengah (dpm) maka pertama


membuat grafik antara DP vs C%OP dan grafik DP vs C%UP. Dari
grafik tersebut menarik garis ke arah sumbu x tepat pada perpotongan
grafik antara DP vs C%OP dan grafik DP vs C%UP. Sehingga didapatkan
nilai dpm pada t=30 menit yaitu 0,661 mm dan pada t=25 menit yaitu
0,545 mm.

Muh. Alfandy Susanto/331 17 039

Pada praktikum ini, kami melakukan analisa bahan padat dengan


menggunakan metode pengayakan (sieving). Bahan padatan yang di
gunakan yakni batu bata merah. Bata merah yang ditumbuk dengan
batu biasa menghasilkan partikel – partikel yang tidak seragam /
beraneka ragam. Terdapat partikel dengan tekstur yang kasar dan
halus.

Dilakukan dua kali percobaan pengayakan dengan waktu yang berbeda


yakni 30 menit dan 50 menit. Kedua percobaan tersebut memiliki berat
partikel pada tiap ayakan hampir sama (selisih sangat kecil). Dari
percobaan diketahui kedua percobaan tersebut memiliki fraksi partikel
padatan dengan tekstur halus paling banyak dibandingkan fraksi
padatan lain yang berada pada ayakan. Hal ini dibuktikan dengan
menimbang tiap ayakan yang berisi partikel halus yang banyak.

Dari kurva pada kedua percobaan terlihat fraksi terbanyak terletak


pada ayakan ke-9. Tampak pula bahwa dengan metode pengayakan
partikel padatan dapat terpisah, kurva C%Op & C%Up vs dp dapat
menentukan nilainya.

Pada waktu pengayakan 30 menit didapatkan diameter yang sering


muncul yaitu 0.125 mm dan diameter partikel tengah yaitu 0.7 mm,
pada waktu pengayakan 50 menit didapatkan diameter yang sering
muncul yaitu 0.125 mm dan diameter partikel tengah yaitu 0.5 mm.

Christin Aurelia B/331 17 040

Pada praktikum sieving ini bertujuan untuk mengetahui cara-cara


menentukan ukuran partikel zat padat dengan melakukan analisa data
ukuran partikel (sieve analysis table) menggunakan screen shaker, dan
mengevaluasi hail analisis ayakan. Cara penentuan ukuran partikel
dengan menggunakan alat screen shaker yaitu merupakan ayakan
betingkat yang digetarkan dengan diameter ayakan berturut-turut yaitu
2; 1,7; 1,4; 1; 0,6; 0,5; 0,425; 0,25; 0,125 mm dan pan. Yang mana
partikel zat padat yang ingin ditentukan ukurannya adalah batu bata
merah kering sebanyak 500 gram yang memiliki ukuran partikel yang
tidak seragam. Proses pengayakan dilakukan dengan frekuensi fibrator
1,3 dan kecepatan menit yang berbeda yaitu 30 dan 50 menit. Alat
pengayakan disusun berdasarkan jumlah mesh yang terkecil sampai
yang terbesar, dimana semakin besar ukuran ayakan maka semakin
kecil ukuran lubang dalam inchi.

Berdasarkan percobaan yang dilakukan sebanyak 2 kali, diperoleh


berat partikel total yang tidak seragam padahal menggunakan batu bata
merah yang sama. Hal tersebut dikarenakan adanya massa batu bata
yang hilang karena ukuran partikel yang sangat halus. Pada proses
pengayakan zat padat itu dijatuhkan atau dilemparkan ke permukaan
pengayak. Partikel yang dibawah ukuran atau yang kecil (undersize),
atau halusan (fines), lulus melewati bukaan ayak, sedang yang diatas
ukuran atau yang besar (oversize), atau buntut (tails) tidak lulus.
Pada penetuan diameter partikel tengah (𝑑𝑝𝑚 ) berdasarkan kurva,
didapatkan pada range waktu 30 menit didapatkan nilai 𝑑𝑝𝑚 0,661 mm
dan pada range waktu 50 menit didapatkan nilai 𝑑𝑝𝑚 0,545 mm. Hal
tersebut dikarenakan ada kaitannya dengan waktu pengayakan,
semakin lama pengayakan maka kesempatan partikel untuk lolos
semakin besar sehingga diameter partikel tengah akan semakin kecil.
Untuk ukuran luas permukaan partikel semakin lama waktu
pengayakan, ukuran partikel semakin kecil.

Pada percobaan ini, ada beberapa factor yang mempengaruhi


pengayakan :

1. Waktu Pengayakan
Semakin cepat waktu pengayakan maka kesempatan partikel untuk
lolos semakin kecil. Sebaliknya apabila waktu pengayakan terlalu lama
maka akan mengakibatkan gaya tumbukan antar partikel sehingga
partikel akan pecah dan lolos dalam ayakan sehingga perlu dicari waktu
ayakan yang optimal.

2. Ukuran Bahan Ayakan


Semakin halus partikel zat padat yang diayak maka semakin banyak
material yang lolos. Hal ini bergantung ukuran bukaan ayakan yang
digunakan.

3. Kandungan Air
Apabila material yang digunakan mengandung air, maka akan membuat
proses pengayakan tidak optimal karena partikel-partikel yang
mengandung air akan mudah beraglomerasi (bersatu) membentuk
ukuran partikel yang lebih besar sehingga lama kelamaan akan
menyumbat lubang ayakan.

Shafira Aulia/331 17 046

Metode pengayakan merupakan metode yang sederhana


dengan menggunakan alat/ mesin seperti ayakan, tetapi memiliki
aturan kecepatan dan ukuran ayakan (mesh) tertentu dan telah
dikalibrasi. Sampel diayak melalui sebuah susunan ayakan menurut
ukuran mesh yang disusun ke atas. Ayakan dengan nomor mesh kecil
memiliki lubang ayakan yang besar berarti ukuran partikel yang
melewatinya juga berukuran besar. Bahan yang akan diayak diletakkan
pada ayakan teratas dengan nomor mesh kecil. Partikel yang ukurannya
lebih kecil dari lebar jala akan berjatuhan melewatinya. Partikel yang
tinggal pada ayakan (over size), membentuk bahan kasar.

Pada praktikum yang telah di lakukan, diperoleh data yang


menunjukkan bahwa batu bata yang di tumbuk biasa juga dapat
menghasilkan partikel yang lebih halus, hal ini dapat dilihat dari hasil
yang tertampung di dalam pan. Dimana setiap ayakan memiliki
diameter yang berbeda beda yaitu 2 mm, 1.7mm, 1.4mm, 1mm, 0.6mm,
0.5mm, 0.425mm, 0.25mm, dan 0.125 mm yang disetiap ayakan
terdapat partikel yang tinggal atau over size.

Pada grafik hubungan dp Vs C%OP & C%UP pada masing


masing variasi waktu, maka diperoleh nilai dpm sebesar 0,661 mm
untuk variasi waktu 30 menit dan 0,545mm untuk variasi 50 menit.
Nilai dpm ini merupakan diameter partikel tengah yang diperoleh dari
grafik hubungan antara dp Vs C%OP & C%UP.

Berdasarkan grafik hubungan dp Vs P% pada masing masing


variasi waktu, maka diperoleh nilai dpf sebesar 0,125 mm untuk variasi
waktu 30 menit dan juga untuk variasi 50 menit. Nilai dpf ini
merupakan titik puncak atau nilai yang sering muncul yang diperoleh
dari grafik hubungan antara dp Vs P%.

Pada penentuan luas permukaan distribusi ukuran partikel untuk


masing – masing variasi waktu diperoleh 9,9541 mm2/g untuk variasi
waktu 30 menit dan 10,6529 mm2/g untuk variasi waktu 50 menit. Hal
ini menunjukkan semakin lama waktu pengayakan, maka luas
permukaan untuk distribusi partikel semakin besar.

10. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dan berdasarkan pengolahan
data pengamatan melalui grafik, maka dapat disimpulkan bahwa :
 Nilai dpf untuk masing-masing variasi waktu adalah 0125 mm
untuk variasi waktu 30 menit dan 50 menit.
 Nilai dpm untuk masing-masing variasi waktu adalah 0,661 mm
untuk variasi waktu 30 menit dan 0,545 mm untuk variasi waktu
50 menit.
 Luas permukaan distribusi ukuran partikel untuk masing –
masing variasi waktu adalah 9,9541 mm2/g untuk variasi waktu
30 menit dan 10,6529 mm2/g untuk variasi waktu 50 menit.

11. Daftar Pustaka


 Tri Hartono, Slamet Yulistiono.2007.”Bahan Ajar Separasi
Mekanik”. Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung
Pandang. “Buku Panduan Praktikum Satuan Operasi I”, Jurusan
Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang.2008.
 https://www.slideshare.net/nhikma/sieving
 https://www.dictio.id/t/apakah-yang-dimaksud-dengan-
metode-pengayakan-atau-sieving-method/4798

Anda mungkin juga menyukai