DI SMA
SKRIPSI
Oleh
Lisa Purnama Sari
109013000090
Skripsi
Oleh
Di bawah Bimbingan
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH
Skripsi berjudul “Nilai Budaya Jawa dalam Samsara Karya Zara Zettira ZR dan
Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam
ujian Munaqasah pada tanggal 17 Desember 2013 di hadapan dewan penguji. Oleh karena
itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) dalam bidang Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia.
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Nim : 109013000090
dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya
sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.
Mahasiswa Ybs.
ABSTRAK
i
ABSTRACT
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt, yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya karena atas izin dan kasih-Nya penulis mendapat kemudahan dalam
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aspek Budaya Minangkabau dalam Novel
Rinai Kabut Singgalang Karya Muhammad Subhan dan Implikasinya dalam
Pembelajaran Sastra di SMA”. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada
Nabi Muhammad Saw yang menjauhkan kita dari jalan kegelapan.
Skripsi ini, penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan
gelar sarjana pendidikan pada program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Penulis berharap skripsi ini
dapat bermanfaat bagi kepentingan pembacanya.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak luput dari berbagai hambatan
dan rintangan. Tanpa bantuan dan peran serta berbagai pihak, skripsi ini tidak
mungkin terwujud. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
rasa terima kasih kepada:
1. Nurlena Rifa’i, M.A., Ph.D., selaku Dekan FITK UIN Jakarta yang telah
mempermudah dan melancarkan penyelesaian skrpsi ini;
2. Dra. Mahmudah Fitriyah, ZA., M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan ilmu dan bimbingan
yang sangat berharga bagi penulis selama ini;
3. Dra. Hindun, M.Pd., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia yang telah memberikan dukungan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini;
4. Jamal D. Rahman, M.Hum., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas arahan,
bimbingan, dan kesabaran Bapak selama ini;
iii
5. Rosida Erowati, M.Hum., selaku dosen mata kuliah sastra yang membantu
dan memberi masukan kepada penulis;
6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, yang selama ini telah membekali penulis berbagai ilmu
pengetahuan;
7. Muhammad Subhan, penulis novel Rinai Kabut Singgalang yang telah
memberi semangat dan banyak membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini;
8. Ayahanda Amrizal dan Ibunda Letna Mawarni, yang telah mendidik,
mendoakan dan memberi semangat pada saat kuliah sampai penulisan
skripsi selesai;
9. Adik tercinta Taufik Walhidayat dan Zahrani Adhani Sari, yang
memberikan semangat dan doa kepada penulis;
10. Seluruh keluarga penulis yang telah mendoakan dan memberi semangat
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;
11. Sahabat seperjuangan skripsi, Siti Mudzdalifah N. yang selalu mendukung
dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini;
12. Seluruh mahasiswa PBSI, khususnya kelas C angkatan 2009, terima kasih
atas pengalaman dan pelajaran berharga yang penulis dapatkan selama ini;
13. Serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK ....................................................................................... i
v
C. Hakikat Novel ...................................................... 21
D. Pendekatan Objektif ............................................ 24
E. Hakikat Pembelajaran Sastra ............................... 25
F. Penelitian yang Relevan ....................................... 27
A. Simpulan ............................................................... 85
vi
B. Saran ..................................................................... 86
LAMPIRAN LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan salah satu hasil dari cipta dan karya
manusia yang dituangkan dalam sebuah tulisan dengan menggunakan
bahasa lisan maupun tulisan. Pikiran dan gagasan dari seorang pengarang
yang diluapkan dengan segala perasaannya, kemudian disusun menjadi
sebuah cerita yang mengandung makna dari pengarang juga merupakan
karya sastra. Sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui
pandangan terhadap lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya
dengan bahasa yang indah. Dunia kesusastraan mengenal prosa sebagai
salah satu genre sastra di samping genre-genre yang lain.
1
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 2012), Cet. 9, h. 2.
1
2
adat menjadi tema utama dalam novel ini. Ada Maimunah asal Pasaman,
Sumatera Barat, yang menikah dengan lelaki Aceh bernama Munaf, lalu
tinggal di Aceh. Dari pernikahan itulah lahir tokoh Fikri, tokoh utama
novel ini. Namun perkawinan itu ditentang oleh keluarga Maimunah. Fikri
kemudian merantau ke Padang. Selanjutnya, muncul pula kisah cinta
antara Fikri dan Rahima. Namun, cintanya bagai bertepuk sebelah tangan.
Keluarga Rahima, terutama Ningsih sang kakak, bulat-bulat menolak
pinangan Fikri, lagi-lagi dengan alasan Fikri orang datang, orang di
pinggang yaitu orang yang tidak jelas keturunannya. Pengarang yang
dikenal sebagai wartawan ini, tidak hanya berusaha menghadirkan
persoalan kultur, ia juga “mereportasekan” sejumlah tempat di Sumatera
Barat. Maka, lengkaplah ranah daerah itu hadir dan menegaskan latar
novel Rinai Kabut Singgalang yaitu di Minangkabau. Budaya
Minangkabau merupakan salah satu dari dua kebudayaan besar di
Nusantara yang sangat menonjol dan berpengaruh. Adat istiadat Minang
sangat khas, yang dicirikan dengan sistem kekeluargaan melalui jalur
perempuan atau matrilineal.
2
4
Ada banyak ilmu yang dapat digunakan sebagai ilmu bantu yang
relevan dengan ilmu sastra seperti linguistik, psikologi, antropologi, ilmu
sosial atau kemasyarakatan, ilmu filsafat dan sebagainya. Berbagai disiplin
ilmu tersebut telah ikut meramaikan panggung sastra dunia, baik dalam
proses perkembangan ilmu sastra maupun dalam proses pemberian makna
dan penghayatan terhadap karya sastra. Antropologi sastra cenderung
memusatkan perhatiannya pada masyarakat-masyarakat kuno, dan masalah
budaya yang merupakan unsur ekstrinsik karya sastra. 3 Kebudayaan
adalah segala hal yang dimiliki oleh manusia, yang hanya diperolehnya
dengan belajar dan menggunakan akalnya. Antropologi budaya adalah
ilmu yang mempelajari dan mendeskripsi masyarakat Indonesia secara
holistik-komparatif mengenai semua unsur kebudayaan (misalnya sistem
pengetahuan, organisasi sosial, ekonomi, sistem teknologi, dan religi), dan
tidak hanya bahasa dan kesenian saja.4 Dengan latar belakang tersebut
maka peneliti menggunakan tinjauan antropologi budaya dalam
menganalisis aspek budaya Minangkabau dalam novel Rinai Kabut
Singgalang.
3
Nyoman Kutha Ratna, Metode dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007), h. 353.
4
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi Jilid II, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), h.
14.
5
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana aspek budaya Minangkabau dalam novel Rinai Kabut
Singgalang karya Muhammad Subhan melalui pendekatan
antropologi?
2. Bagaimana implikasi pembelajaran aspek budaya Minangkabau pada
novel Rinai Kabut Singgalang dalam pembelajaran sastra di SMA?
C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan aspek budaya Minangkabau yang disampaikan
pengarang dalam novel Rinai Kabut Singgalang melalui pendekatan
antropologi.
2. Mendeskripsikan implikasi pembelajaran aspek budaya Minangkabau
pada novel Rinai Kabut Singgalang dalam pembelajaran sastra di
SMA.
6
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan dalam
pembelajaran bidang bahasa dan sastra. Khususnya tentang aspek
budaya dalam novel.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat membantu
pembaca untuk lebih memahami isi cerita dalam novel Rinai Kabut
Singgalang karya Muhammad Subhan terutama menguraikan cara
pandang pengarang yang direpresentasikan dalam karyanya, terkait
dengan aspek budaya Minangkabau yang ada dalam novel.
E. Metodologi Penelitian
a. Objek Penelitian
Skripsi ini menggunakan objek penelitian berupa novel Rinai
Kabut Singgalang karya Muhammad Subhan dengan mengkaji aspek
budaya Minangkabau yang ada dalam novel tersebut.
b. Metode Penulisan
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Skripsi ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan
(library research) dengan mengacu pada buku-buku, artikel, dan
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan aspek budaya
Minangkabau.
2. Sumber Data
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a) Data Primer
Data primer merupakan literatur yang membahas
secara langsung objek permasalahan pada penelitian ini,
7
5
Ratna, op. cit., h. 48.
8
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan yang digunakan dalam skripsi ini merujuk
pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
6. Prosedur penelitian
Adapun prosedur penelitian dalam penelitian ini
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Membaca novel Rinai Kabut Singgalang karya Muhammad
Subhan yang telah dipilih.
b) Menetapkan novel Rinai Kabut Singgalang karya Muhammad
Subhan sebagai objek penelitian dengan memfokuskan
6
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2005), h. 6.
9
1
T.O Ihromi, Pokok-pokok Antropologi Budaya, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2006), h. 1.
2
Nyoman Kutha Ratna, Metode dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007), h. 351.
3
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), Cet. 8,
h. 181.
4
Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), Cet. 5,
h. 31.
10
11
5
Ihromi, op. cit., h. 20.
6
Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi II, (Jakarta: UI-PRESS, 1990), h. 40.
7
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi Pokok-Pokok Etnografi, jilid II, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2005), Cet. 5, h. 4.
8
Elfrida R Gultom, Hukum Waris Adat di Indonesia, (Jakarta: Literata, 2010), h. 36.
12
9
Rahayu S. Hidayat, Tata Bahasa Minangkabau, (Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia. 1998), h. 8.
10
Ibid., h. 9.
11
Ibid.
13
1. Sistem Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan
manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat
tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan
menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya
atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri
dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan
sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk
masyarakat.
Berbicara tentang suku bangsa Minangkabau dan
kebudayaannya, sama halnya dengan berbicara tentang banyak suku
bangsa lain di Indonesia, kita tak dapat mengabaikan perubahan yang
telah berjalan sejak beberapa lama itu dan yang telah menghilangkan
homogenitas yang dulu ada. Masing-masing orang Minangkabau
dahulu, hanya mempunyai kesetiaan pada nagari mereka sendiri, dan
tidak kepada keseluruhan Minangkabau. Orang dari nagari A yang
tinggal di nagari B, akan dianggap sebagai orang asing.
Meski begitu orang Minangkabau menggunakan suatu bahasa
yang sama, yang disebut sebagai bahasa Minangkabau, sebuah bahasa
yang erat berhubungan dengan bahasa Melayu.13 Menurut penelitian
ilmu bahasa, bahasa Minangkabau boleh jadi merupakan sebuah
bahasa tersendiri, tetapi boleh juga dianggap sebagai sebuah dialek
12
Gultom, op. cit., h. 94.
13
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, (Jakarta: PT Liska fariska
Putra, 2004), Cet. 21, h. 249.
14
Apa a ano
Mana ma mano
2. Sistem Teknologi
Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan.
Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai,
serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Dalam teknik
tradisional, sedikitnya 8 macam sistem peralatan dan unsur
kebudayaan fisik digunakan oleh manusia yang hidup dalam
15
14
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi Pokok Pokok Etnografi, jilid II, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2005), Cet. 5, h. 23.
16
15
Puri Maulana, “Kebudayaan Suku Minangkabau”, 2013,
(http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/02/suku-minangkabau-kebudayaan-sistem-
kepercayaan-bangsa.html) diunduh pada hari Selasa, 2 Januari 2013 pukul 14.00 WIB.
16
Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1984), h. 1.
17
17
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, (Jakarta: PT Liskafariska
Putra, 2004), Cet. 21, h. 255.
18
Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo, Tambo Alam Minangkabau, (Bukittinggi: Kristal
Multimedia, 2009), h. 259.
18
5. Sistem Pengetahuan
6. Sistem Kesenian
Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia
menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana
hingga perwujudan kesenian yang kompleks. Berdasarkan indera
penglihatan dan pendengaran manusia, maka kesenian dapat dibagai
sebagai berikut:19
19
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi Pokok Pokok Etnografi, jilid II, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2005), Cet. 5, h. 20.
19
a) Seni rupa yang terdiri dari seni patung dengan bahan batu dan
kayu, seni menggambar dengan media pensil dan crayon, dan seni
menggambar dengan media cat minyak.
b) Seni pertunjukan yang terdiri dari seni tari, seni drama, dan seni
sandiwara.
c) Seni musik
d) Seni kesusastraan
7. Sistem Religi
Manusia yang memiliki kecerdasan pikiran dan perasaan luhur
tanggap bahwa di atas kekuatan dirinya terdapat kekuatan lain yang
Maha Besar. Karena itu manusia takut sehingga menyembahnya dan
lahirlah kepercayaan yang sekarang menjadi agama.
Reformasi budaya di Minangkabau terjadi setelah Perang
Paderi yang berakhir pada tahun 1837. Hal ini ditandai dengan adanya
perjanjian di Bukit Marapalam antara alim ulama, tokoh adat, dan
cadiak pandai (cerdik pandai). Mereka bersepakat untuk mendasarkan
adat budaya Minang pada syariah Islam.21 Hal ini tertuang dalam Adat
basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat
mamakai (Adat bersendikan kepada syariat, syariat bersendikan
kepada Al-Quran), artinya ajaran-ajaran agama Islam itu memang
menjadi pakaian sehari-hari dalam kehidupan masyarakat
22
Minangkabau. Sejak reformasi budaya pada pertengahan abad ke-19,
pola pendidikan dan pengembangan manusia di Minangkabau
berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Sehingga sejak itu, setiap
kampung atau jorong di Minangkabau memiliki masjid, di samping
surau yang ada di tiap-tiap lingkungan keluarga. Pemuda Minangkabau
yang beranjak dewasa, diwajibkan untuk tidur di surau. Di surau,
selain belajar mengaji, mereka juga ditempa latihan fisik berupa ilmu
bela diri pencak silat.
20
Shina Romandiyah, “Suku Minangkabau”, 2013,
(http://shinaromandiyah1.wordpress.com/islami-2/umum/suku-minangkabau/) diunduh pada hari
Sabtu, 2 Februari 2013 pukul 10.15 WIB.
21
Ziya, “Kebudayaan Minangkabau”, 2012,
(http://belajarbarengziya.blogspot.com/2012/06/makalah-kebudayaan-minangkabau.html)diunduh
pada hari Minggu, 3 Februari 2013 pukul 14.00 WIB.
22
Zaiyardam Zubir, Budaya Konflik dan Jaringan Kekerasan, (Yogyakarta: INSISTPress,
2010), h. 11.
21
C. Hakikat Novel
Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif,
biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis. Kata novel
berasal dari bahasa Italia novella yang berarti "sebuah kisah atau sepotong
berita".
23
Jeremy Hawthorn, Studying the Novel: an Introduction, (New York:Great Britain, 1989)
h. 4.
22
1. Tema
Tema merupakan ide pokok atau permasalahan utama yang
mendasari jalan cerita novel. Dalam novel, tema merupakan gagasan
utama yang dikembangkan dalam plot.25
2. Latar atau Setting
24
Burhanudin Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2005), Cet. 5, h. 23.
25
Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi sebuah pengantar, (Bogor:Ghalia
Indonesia, 2010), h. 75.
26
Ibid., h. 74.
23
3. Sudut Pandang
5. Penokohan
6. Gaya Bahasa
7. Amanat
D. Pendekatan Objektif
Teori objektif yang di dalamnya terdapat pendekatan struktur
(pendekatan objektif= strukturalisme), tidaklah dapat dilepaskan dari peran
kaum Formalis. Pendekatan struktur itu sendiri sebenarnya sejak jaman
Yunani sudah dikenalkan oleh Aristoteles dengan konsep wholeness, unity,
complexity, dan coherence. Ciri khas penelitiannya terhadap apa yang
merupakan sesuatu yang khas dalam karya sastra yang terdapat dalam teks
bersangkutan. Dalam hal ini, karya sastra harus dipandang sebagai sebuah
struktur yang berfungsi. Sebagai sebuah karya yang bersifat imajinatif,
bisa saja hubungan penanda dan petanda merupakan suatu hubungan yang
kompleks. Dalam karya yang lebih luas, misalnya saja novel, stuktur tidak
hanya hadir melalui kata dan bahasa, melainkan dapat dikaji berdasarkan
unsur-unsur pembentuknya seperti tema, plot, karakter, seting, point of
view, dan lainnya. Untuk mengetahui keseluruhan makna, maka unsur-
unsur tersebut harus dihubungkan satu sama lain. Apakah struktur tersebut
merupakan satu kesatuan yang utuh, saling mengikat, saling menopang
27
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), h. 158.
28
Nurgiyantoro, op.cit., h. 320.
25
29
Ratna, op. cit., h. 73.
30
Maman S Mahayana, Bermain dengan Cerpen, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2006), h. 24.
31
Nurgiyantoro, op.cit., h. 1.
26
32
Dedi Wijayanti, “Pengajaran di Sekolah, Jangan Hanya Bersifat Reseptif”, 2013,
(http://uad.ac.id/content/pengajaran-sastra-di-sekolah-jangan-hanya-bersifat-reseptip) diunduh
pada hari Rabu, 9 Oktober 2013 pukul 12.30 WIB.
33
Anwar Efendi, Bahasa dan Sastra dalam Berbagai Perspektif, (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2008), h. 131.
27
A. Sinopsis Novel
Latar novel ini adalah di Minangkabau. Dikisahkan, Maimunah
(ibu Fikri), perempuan asal Pasaman (Sumatera Barat) telah dicoret dari
ranji silsilahnya lantaran nekad menikah dengan Munaf (ayah Fikri), laki-
laki asal Aceh. Munaf dianggap sebagai orang-datang (orang yang tak
jelas adat-istiadatnya). Menerima laki-laki itu sama saja dengan
mencoreng kehormatan keluarga sendiri. Namun, diam-diam Maimunah
melarikan diri ke Medan dan melangsungkan pernikahan dengan Munaf di
kota itu. Setelah menikah, Maimunah tinggal di Aceh, dan tak pernah
kembali pulang ke Pasaman. Sementara itu, orang tua Maimunah hidup
berkalang malu, sakit-sakitan, dan akhirnya meninggal dunia. Safri, kakak
kandung Maimunah bahkan sampai mengalami gangguan jiwa (gila),
lantaran menanggung aib karena ulah adiknya melawan adat.
Luka serupa kelak dialami Fikri. Fikri merantau ke Padang, karena
ia bercita-cita hendak melanjutkan sekolah di perguruan tinggi. Sebelum
ke Padang, Fikri mencari mamak (pamannya) di Kajai, Pasaman. Di
kampung asal ibunya itu, Fikri sempat merawat mamak Safri yang
mengidap penyakit selepas kepergian Maimunah ke Aceh, dan karena itu
ia dipasung di tengah hutan. Namun akhirnya Mak Safri tewas dibunuh
akibat suatu perkelahian. Fikri pun meninggalkan Kajai hijrah ke Padang.
Semasa di Padang, Fikri bertemu dengan Rahima, yang kemudian menjadi
kekasih pujaannya. Namun, cintanya bagai bertepuk sebelah tangan.
Keluarga Rahima, utamanya Ningsih (kakak Rahima) bulat-bulat menolak
pinangan Fikri, lagi-lagi dengan alasan; Fikri orang-datang.
Remuk-redamnya perasaan Fikri bersamaan dengan luluh
lantahnya kota Aceh, karena bencana dahsyat yaitu tragedi gempa dan
29
30
1
Wawancara dengan Muhammad Subhan lewat Facebook, pada hari Jumat, 15 Februari
2013 pukul 17.00 WIB.
2
Musriadi Musanif, “Subhan Obsesi Menjelajah Dunia”, 2011,
(http://rinaikabutsinggalang.blogspot.com/2011/12/jatuh-bangun-di-dunia-jurnalistik-
lalu_08.html) diunduh pada hari Senin, 2 September 2013 pukul 11.00 WIB.
3
Ibid.
33
tiada hari yang ia lewatkan untuk menulis di koran online milik orang
biasa yang ditujukan untuk orang biasa itu. Memang, Subhan bukan siapa-
siapa. Dia hanya wartawan muda biasa, pekerja keras, dan sangat
mencintai keluarganya. Ia bercita-cita menjadi wartawan sejati seumur
hidupnya. "Wartawan", singkatan yang ia panjangkan "Wakil Rakyat
Tanpa Dewan" adalah pekerjaan mulia untuk menyuarakan kepentingan
orang-orang biasa yang seringkali tertindas oleh keadaan. Dia wartawan
biasa yang punya cita-cita luar biasa. Hidup terus berputar, kata orang
bijak. Begitulah yang juga dirasakan Subhan, lelaki muda yang sekarang
aktif menulis kolom, puisi, cerpen, essai dan artikel yang tersebar di
sejumlah media massa terbitan lokal dan nasional. Kesahajaan hidupnya
serta cita-citanya yang tinggi untuk menjelajah dunia, setidaknya menjadi
motivasi bagi dirinya pribadi dan orang-orang yang senasib dengannya.
Semangatnya tetap tinggi untuk menjadi yang terbaik dalam hidupnya.
dihadirkan kepada pembaca. Cinta dan adat menjadi tema mayor (tema
utama) dalam RKS. Kekayaan lokalitas inilah yang dibenturkan
Muhammad Subhan melalui pengalaman pribadinya yang tidak mau pergi
dari haru biru hidupnya.4
4
Sulaiman Juned, “Membaca Novel Rinai Kabut Siinggalang adalah Membaca
Muhammad Subhan”, 2012, (http://rinaikabutsinggalang.blogspot.com/2011/05/membaca-novel-
rinai-kabut-singgalang.html) diiunduh pada hari Senin, 5 Agustus 2013 pukul 11.00 WIB.
5
Ibid.
36
indah. Oleh karena itu novel Rinai Kabut Singgalang disajikan dengan
membawa gaya penuisan Buya Hamka yang dikemas dengan bahasa khas
Muhammad Subhan.
BAB IV
1. Tema
37
38
“Apa akal saya sekarang, Mak? Tak ada lagi yang dapat
saya kerjakan di sini, sementara umur saya masih muda,
banyaklah yang dapat saya lakukan di luar sana, terutama
sekolah saya yang belum dapat saya teruskan,” ujar anak muda
itu dengan takzimnya. Perasaan sedih akan bercerai dengan
kedua orang tua itu juga menyelimuti jiwanya.1
1
Muhammad Subhan, Rinai Kabut Singgalang, (Kediri: FAM Publishing, 2013), cet. 2,
h. 110.
2
Ibid., h. 239.
3
Ibid., h. 249.
39
2. Latar
Latar atau setting dalam cerita adalah gambaran dari tempat, waktu
dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan. Pada novel Rinai Kabut Singgalang latar cerita secara
umum berada di Minangkabau. Muhammad Subhan mendeskripsikan
secara jelas setiap latar dalam ceritanya. Latar yang dijadikan penelitian
dalam novel Rinai Kabut Singgalang adalah latar tempat, latar waktu,
dan latar sosial. Berikut akan diuraikan masing-masing latar tersebut.
a. Latar Tempat
4
Ibid., h. 42.
40
5
Ibid., h. 157.
6
Ibid., h. 288.
41
b. Latar Waktu
7
Ibid., h. 392.
42
1. Pagi
Di halaman sebuah rumah gadang terdengarlah orang
menyapu halaman. Seorang perempuan tua dengan
tekunnya mengumpulkan daun-daun kering yang
berguguran ditiup angin tadi malam lalu membakarnya
dalam sebuah galian lubang. Dialah Mak Tuo yang sejak
usai subuh telah sibuk dengan aktivitas yang seolah tak
pernah henti meski usianya kian uzur.8
2. Siang
3. Sore
Sibuklah sepanjang sore itu Fikri merawat mamaknya
dengan penuh kesabaran. Tak mampu mamaknya makan ia
suapkan, tak mampu minum ia sulangkan ke mulutnya.
Seringkali Fikri melihat jatuh saja berlinang-linang air mata
membasahi kedua pipi Mak Safri. Tapi lelaki itu tidak juga
bicara.12
8
Ibid., h. 85.
9
Ibid., h. 128.
10
Ibid., h. 68.
11
Ibid., h. 90.
12
Ibid., h. 72.
43
4. Malam
c. Latar Sosial
Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang
diceritakan dalam karya fiksi.17 Tata cara kehidupan masyarakat
mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks
juga diceritakan dalam karya sastra. Ia dapat berupa kebiasaan hidup,
15
Ibid., h. 10.
16
Ibid., h. 195.
17
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2005), Cet. 5, h. 233.
45
18
Lukman Ali, Unsur Adat Minangkabau dalam Sastra Indonesia 1922-1956, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1994), h. 129.
19
Subhan, op. cit., h. 112.
46
3. Sudut Pandang
20
Kusmarwanti, “Warna Lokal Minangkabau dalam Karya Sastra Indonesia”, makalah
pada Fakultas Bahasa dan Seni UNY, 2008, h. 3, tidak dipublikasikan.
21
Subhan, op. cit., h. 98.
47
4. Alur
Alur dalam novel Rinai Kabut Singgalang ini terdapat alur maju
atau dengan kata lain alurnya progresif, dimana peristiwa-peristiwa
dikisahkan secara kronologis, peristiwa pertama diikuti oleh peristiwa
selanjutnya, cerita dimulai dari tahap awal, tengah, dan akhir.
Pengarang mula-mula menceritakan peristiwa demi peristiwa. Urutan
alur tersebut adalah pengarang mulai melukiskan keadaan, kemudian
peristiwa bergerak, lalu peristiwa mulai memuncak, selanjutnya
peristiwa mencapai puncak (klimaks) dan akhirnya pengarang
menciptakan alternatif penyelesaian.
Cerita bermula dari tanah kelahiran Fikri yaitu di Aceh. Selepas
ayahnya meninggal ia membulatkan tekad ingin memperbaiki nasib
keluarganya dengan jalan pergi merantau. Ia ingin merantau ke Padang,
di sana ia akan bekerja sambil kuliah, tetapi sebelum ia pergi ke Padang
diamanatkannya ia singgah di kampung halaman ibunya di Kajai. Di
sana Fikri bertemu sanak keluarga ibunya termasuk Mak Syafri. Mak
Syafri ialah kakak dari ibunya yang dalam keadaan sakit akalnya
sepeninggal ayah ibunya (kakek dan nenek Fikri) dan juga adik
kesayangannya. Di Kajai Fikri berbakti merawat Mak Safri yang
sedang sakit akalnya. Sampai akhirnya ketika ia terpaksa harus pergi
meninggalkan Kajai kampung ibunya, sebab tugasnya untuk merawat
mamaknya sudah selesai dikarenakan mamaknya itu meninggal saat
kejadian naas itu.
22
Ibid., h. 181.
48
a. Pengenalan
Pengenalan tokoh Fikri dan kehidupannya di Aceh dan Kajai
b. Konflik
Awal konflik ketika Fikri bertemu Rahima dan timbul rasa cinta
diantara keduanya. Akan tetapi, tersiar kabar bahwa Rahima akan
dijodohkan dengan pemuda asal Jakarta oleh kakaknya Ningsih.
c. Klimaks
Ketika lamaran Fikri ditolak oleh pihak Ningsih karena Fikri
seorang pemuda miskin papa yang tak jelas asal usulnya. Fikri
dianggap tidak layak bila disandingkan dengan adiknya.
d. Peleraian
Konflik mulai turun ketika Fikri menjadi pemuda sukses dan
bertemu dengan Rahima serta Ningsih di Jakarta. Ningsih
menjadi malu dan meminta maaf pada Fikri terhadap sikap-
sikapnya dulu yang kasar padanya.
e. Penyelesaian
Kecelakaan pesawat yang merenggut nyawa Fikri.
50
5. Penokohan
Tokoh merupakan pemegang peran dalam novel atau drama
sedangkan penokohan merupakan pelukisan gambaran yang jelas
tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.23 Masalah
penokohan dalam sebuah karya fiksi merupakan hal yang penting
karena tidak akan mungkin ada suatu karya fiksi tanpa adanya tokoh
yang diceritakan.
Tokoh yang diceritakan secara tidak langsung
mempresentasikan watak manusia dalam kehidupan sehari-hari. Tokoh
yang dianggap penting dan paling menonjol dalam novel Rinai Kabut
Singgalang adalah Fikri, Rahima, dan Yusuf. Di samping itu, ada
banyak tokoh lain seperti Ningsih, Bu Aisyah, Munaf, Maimunah,
Annisa, Bu Rohana, Pak Usman, Mak Tuo, Mak Bujang, Mak Syafri,
Suami Ningsih, Pak Hartono, dan Sugiono. Dalam penelitian ini penulis
akan menguraikan beberapa tokoh yang dianggap penting dan
menguasai keseluruhan isi cerita seperti, Fikri sebagai tokoh utama,
Rahima, dan Yusuf. Berikut akan diuraikan karakter masing-masing
tokoh.
a. Fikri
23
Nurgiyantoro, op. cit., h. 164.
51
24
Subhan, op. cit., h. 9.
25
Ibid., h. 75.
52
b. Rahima
“Assalammualaikum, Kak....”
“Wa.. alaikumussalam...,” jawab Fikri. Agak
terkejut ia melihat kedatangan gadis itu, putri Bu Aisyah
yang menolongnya tempo hari.
“Rahima? Kok sendirian, mana Ibu?”
Gadis itu tersenyum, manis sekali. Pipinya bersemu
merah.
“Saya cuma sebentar. Ini ada titipan makanan dari
ibu buat kakak. Ibu juga berpesan, besok kakak diminta
datang ke rumah bila ada waktu luang,” ujar gadis itu.
....
“Oh, baiklah. Mohon sampaikan terima kasih kakak
kepada ibu. Insya Allah, besok kakak sempatkan datang ke
rumah,” jawab Fikri.”27
27
Ibid., h. 170.
54
6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian
ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu. Dengan kata lain
28
Ibid., h. 242.
29
Ibid., h. 330.
55
7. Amanat
30
Ibid., h. 46.
56
1. Sistem Bahasa
Bahasa Minangkabau termasuk salah satu anak cabang rumpun
bahasa Austronesia.32 Menurut penelitian ilmu bahasa, bahasa
Minangkabau merupakan sebuah bahasa tersendiri, tetapi boleh juga
dianggap sebagai sebuah dialek dari bahasa Melayu, karena
banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan di dalamnya.33
31
Ibid., h. 313.
32
Dutro Malayan, “Suku Minangkabau”, 2012,
(http://deutromalayan.blogspot.com/2012/10/suku-minangkabau.html) diunduh pada hari, Jumat,
20 September 2013 pukul 09.00 WIB.
33
Kuncaraningrat, Manusia dan Kebudayaan Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2004), Cet.
20, h. 249.
57
2) Rinai = Gerimis
Kutipan:
34
Subhan, op.cit., h. 46.
35
Ibid., h. 74.
36
Ibid., h. 101.
58
3) Rancak = Bagus
Kutipan:
37
Ibid., h. 123.
38
Ibid., h. 133.
39
Ibid., h. 40.
40
Ibid., h. 31.
59
Kutipan:
8) Lapau = Warung
Kutipan:
41
Ibid., h. 38.
42
Ibid., h. 46.
43
Ibid., h. 259.
44
Ibid., h. 99.
60
Mamak = Paman
45
Ibid., h. 126.
46
Ibid., h. 99.
47
Ibid., h. 62.
61
Berikut kutipan:
Kutipan:
2) Ninik Mamak
Ninik mamak adalah para lelaki dewasa pada satu
kaum di Minangkabau yang dituakan berfungsi sebagai
48
Edison Piliang, Tambo Minangkabau, (Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2013), h. 321.
49
Subhan, op.cit., h. 18.
50
Ibid., h. 42.
62
Kutipan:
51
Ibrahim Sanggoeno Diradjo. Tambo Alam Minangkabau, (Bukittinggi: Kristal
Multimedia, 2013), h. 303.
52
Subhan, op. cit., h. 67.
63
2. Sistem Pengetahuan
53
Diradjo, op.cit., h. 318.
64
54
Subhan, Op.cit., h. 16.
65
55
Ibid., h. 312.
56
Ibid., h. 159.
66
Prinsip yang ketiga yaitu tahu pada alam. Prinsip ini terlihat
pada kearifan lokal di Kampung Kajai yaitu filosofi ikan larangan.
Ikan larangan adalah sebuah kearifan lokal yang dibuat masyarakat
Minangkabau dahulu hingga sekarang. Ikan larangan, ikan yang
sengaja dipelihara dan dibiarkan hidup di sungai dan perairan bebas
lainnya dan tidak boleh diambil sembarangan, hanya pada musim
tertentu bisa diambil. Hasil panen ikan akan digunakan untuk
membiayai pembangunan desa setempat. Berikut kutipannya:
57
Ibid., h. 45.
58
Ibid., h. 292.
67
3. Sistem Religi
Masyarakat Minangkabau merupakan penganut agama Islam
yang taat. Kalau ada seorang Minangkabau yang tidak menganut
agama Islam, maka hal itu adalah suatu keganjilan yang
mengherankan, walaupun kebanyakan orang Minangkabau mungkin
menganut agama itu secara nominal saja tanpa melakukan
ibadahnya.59 Masyarakat Minangkabau merupakan komunitas budaya
yang sangat menjunjung tinggi norma-norma keadatan. Islam
membawa perubahan pandangan adat menjadi lebih religius. Hal ini
tertuang dalam Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (Adat
bersendikan syariat, syariat bersendikan Al-Quran). Definisi Adat
basandi syarak, syarak basandi kitabullah adalah adat yang
didasarkan oleh syariat agama Islam yang syariat tersebut berdasarkan
pula pada Al-Quran dan hadits. Jadi, ajaran-ajaran agama Islam
memang menjadi pakaian sehari-hari dalam kehidupan masyarakat
Minangkabau.60.
59
Kuncaraningrat, op. cit., h. 261.
60
Zaiyardam Zubir, Budaya Konflik dan Jaringan Kekerasan: Pendekatan Penyelesaian
berdasarkan Kearifan Lokal Minangkabau, (Yogyakarta: INSISTPress, 2010), h. 11.
68
61
Subhan, op.cit., h. 68.
62
Kuncaraningrat, op. cit., h. 261.
63
Ibid., h. 59.
69
4. Sistem Kesenian
64
Subhan, op.cit., h. 98.
70
sejak lama. Selain itu seni yang terdapat suku Minangkabau yang lain
adalah seni kesusatraan dan seni bangunan.
65
Ibid., h. 61.
66
Indonesia's Official Tourism Website, “Silek Minangkabau: Seni Bela Diri Sumatera
Barat”, (http://www.indonesia.travel/id/destination/467/padang/article/74/) diunduh pada hari
Senin, 7 Oktober 2013 pukul 11.00 WIB.
71
Hal ini tergambar ketika Fikri menonton pencak silat di halaman surau
yang diajarkan seorang guru silat. Simak kutipan berikut:
67
Subhan, op.cit., h. 74.
72
68
Ibid., h. 274.
69
Ibid., h. 308.
73
70
Kuncaraningrat, op .cit. h. 253.
71
Subhan, op. cit., h. 74.
74
72
Ibid., h. 86.
73
Ibid., h. 88.
75
74
Ibid., h. 135.
75
Ibid., h. 128.
76
6. Sistem Teknologi
76
Ibid., h. 157.
77
79
Kuncaraningrat, op. cit., h. 255.
80
Subhan, op. cit., h. 37.
79
81
Ibid., h. 245.
80
82
Ibid., h. 60.
81
83
Syuhendri Datuak Siri Marajo, “Minangkabau Kato Dahulu Kato Batapi”, 2012,
http://minangkabauku.wordpress.com/2012/02/14/kato-dahulu-kato-batapati/ diunduh pada hari
Jumat, 11 Oktober 2013 pukul 12.40 WIB.
84
Piliang, op. cit., h. 173.
82
karena sakit Mak Safri yang semakin menjadi dan membahayakan orang
sekitar jika tidak dipasung. Maka dari itu bermufakatlah ninik mamak,
penghulu kaum dan orang kampung agar Mak Safri diasingkan ke hutan.
Berikut kutipannya:
85
Subhan, op. cit., h. 62.
86
Ibid., h. 63.
83
87
Dedi Wijayanti, “Pengajaran Sastra di Sekolah Jangan Hanya Bersifat Reseptif”,
(http://uad.ac.id/content/pengajaran-sastra-di-sekolah-jangan-hanya-bersifat-reseptip) diunduh
pada hari Rabu, 9 Oktober 2013 pukul 12.30 WIB.
84
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam novel
Rinai Kabut Singgalang karya Muhammad Subhan, dapat diambil
beberapa simpulan, yaitu:
85
86
B. Saran
Berdasarkan beberapa simpulan yang telah dijelaskan, ada
beberapa saran yang diajukan penulis, yaitu:
1. Diharapkan novel Rinai Kabut Singgalang ini dapat dijadikan sebagai
bahan pembelajaran sastra di sekolah. Oleh karena itu, diharapkan bagi
guru untuk dapat memanfaatkan novel ini sebagai media pembelajaran
sastra.
87
Efendi, Anwar. Bahasa dan Sastra dalam berbagai Perspektif. Yogyakarta: Tiara
Wacana. 2008.
Hawthorn, Jeremy. Studying the Novel: an Introduction. New York. Great Britain.
1985.
88
89
Piliang, Edison, dan Nasrun Marajo Sungut. Budaya dan Hukum Adat di
Minangkabau. Bukittinggi: Kristal Multimedia. Cet. II, 2013.
Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Cet. III, 2007.
Subhan, Muhammad. Rinai Kabut Singgalang. Kediri: FAM Publishing. Cet. II,
2013.
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Bahasa. 2008.
BERKARAKTER
Kelas/Semester : XII/I
Motivasi:
2. Kegiatan inti
Eksplorasi:
a) Guru mampu menjelaskan tentang unsur intrinsik dan ektrinsik
dalam novel serta pendekatan objektif, termasuk di dalamnya
aspek budaya Minangkabau yang ada dalam novel tersebut.
b) Guru melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas
terkait dengan materi yang akan dipelajari.
c) Guru menggunakan sumber belajar berupa modul buku Bahasa
Indonesia yang diharapkan dapat membantu peserta didik dalam
memahami materi yang dipelajari.
d) Guru memfasilitasi terjadinya interaksi baik antar siswa dengan
guru, maupun siswa dengan siswa.
Elaborasi:
Konfirmasi:
3. Kegiatan akhir
a) Guru dan peserta didik bersama-sama membuat kesimpulan
tentang materi yang disampaikan.
b) Guru merefleksi materi tersebut untuk kehidupan sehari-hari.
c) Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan
berikutnya.
G. Sumber Belajar
a) Berbagai novel Indonesia (Rinai Kabut Singgalang)
b) Buku tentang budaya Minangkabau yang relevan dengan novel
Rinai Kabut Singgalang
c) Cara menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ektrinsik novel
Indonesia
d) Alat tulis seperti bolpoint dan buku
e) Pustaka rujukan, menggunakan buku Piawai Berbahasa Cakap
Bersastra Indonesia untuk SMA kelas XII, penerbit Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2009.
H. Penilaian
1. Teknik
Tes (PG, isian, dan uraian)
2. Instrumen soal
1) Sebutkan unsur-unsur intrinsik dalam novel?
2) Sebutkan unsur ektrinsik dalam novel Rinai Kabut Singgalang?
3) Tentukanlah aspek budaya Minangkabau dalam novel Rinai
Kabut Singgalang?
Jawaban
1) a. Tema
b. Alur
c. Latar atau setting
d. sudut pandang atau point of view
e. penokohan
f. amanat
2) Agama, sosial dan budaya masyarakat
3) Dalam novel Rinai Kabut Singgalang terdapat tujuh unsur budaya
yaitu, sistem bahasa, pengetahuan, tekhnologi, religi, organisasi
sosial, mata pencaharian, dan kesenian.
2. Format kriteria penilaian nilai budaya dan karakter bangsa
No Aspek yang dinilai Kriteria
1. Peserta didik mampu mengidentifikasi unsur intrinsik 3
2. Peserta didik mampu mengidentifikasi unsur ekstrinsik 3
3. Peserta didik mampu mengidentifikasi aspek budaya 3
Minangkabau yang terdapat dalam novel
4. Peserta didik mampu menjelaskan aspek budaya 3
Minangkabau yang terdapat dalam novel
Mengetahui,
LisaPurnama Sari
NIM. 109013000090
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LISA PURNAMA SARI, yang biasa dipanggil ica adalah anak sulung
dari tiga bersaudara. Ia menuntaskan pendidikan dasarnya di SDN Jati
Murni II Bekasi, kemudian melanjutkan pendidikannya di Mts. Daarul
Hikmah Pamulang. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikannya di SMK
Sastmita Jaya 1 Pamulang. Setelah lulus dari SMK pada tahun 2009, ia
memilih untuk melanjutkan pendidikanya di UIN Syarifhidayatullah
Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dengan memilih Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia.
Ia memiliki hobi olahraga dan membaca. Saat ini ia aktif dalam dunia pengajaran, di
antaranya menjadi pengajar pada bimbingan belajar SmartGama Pamulang dan pengajar
privat SD di rumah. Prinsip hidupnya adalah jangan pernah menyerah pada kegagalan, selalu
memotivasi diri untuk jadi yang lebih baik. Karena baginya, motivasi adalah kekuatan untuk
terus maju menerjang semua rintangan yang ada untuk meraih apa yang kita inginkan.
Menjadi seorang guru adalah cita-citanya sedari kecil. Menjadi guru memang bukan
pekerjaan mudah. Seorang guru selain harus memiliki keterampilan berbicara, juga
diharapkan memiliki kemampuan menyampaikan ilmu dengan cara yang kreatif dan inovatif.
Baginya, pendidikan merupakan hal terpenting dalam kehidupan. Pendidikan mempunyai arti
suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup dan
melangsungkan kehidupan. Maju mundurnya suatu bangsa dapat diukur dari pendidikannya.
Maka dari itu penulis ingin menjadi guru yang profesional yang mampu mencetak generasi
penerus bangsa yang cerdas.