Anda di halaman 1dari 6

1.

Mengenal Material Baterai Lithium-Ion

Baterai adalah sel elektrokimia (juga dikenal sebagai sel Galvanis) yang merubah energi
kimia menjadi energi listrik, yang terdiri atas anoda dan katoda yang dipisahkan oleh elektrolit.
Elektrolit adalah penghantar ion yang berfungsi juga sebagai media pengisolasi elektron.
Elektron dihasilkan pada anoda dan mengalir kearah katoda melalui sirkuit luar sementara, pada
saat yang sama, elektronetralitas dijamin oleh perpindahan ion melewati elektrolit.

Banyak tipe baterai yang telah dikembangkan dan digunakan secara luas, salah satunya
adalah baterai ion lithium. baterai ion litium (biasa disebut Baterai Li-ion atau LIB) adalah
salah satu anggota keluarga baterai isi ulang (rechargable battery). Di dalam baterai ini, ion
litium bergerak dari elektroda negatif ke elektroda positif saat dilepaskan, dan kembali saat diisi
ulang

2. Sejarah Perkembangan Baterai Lithium

Nobel Kimia diberikan pada tiga ilmuwan yang berperan penting dalam penemuan dan
perkembangan baterai lithium ion. Mereka adalah John B Goodenough dari Amerika Serikat, M
Stanley Whittingham dari Inggris dan Akira Yoshino dari Jepang.

Selama bertahun-tahun, nikel-kadmium adalah satu-satunya baterai yang cocok untuk


peralatan portabel dari komunikasi nirkabel ke komputasi bergerak. Saat ini, lithium-ion adalah
baterai kimia yang paling cepat berkembang dan paling menjanjikan untuk digunakan.

Lithium adalah logam yang paling ringan dari semua logam, memiliki potensi
elektrokimia terbesar dan memberikan kepadatan energi terbesar. Pekerjaan Pioneer mengenai
baterai lithium pertama kali dimulai pada tahun 1912 oleh G.N. Lewis. Pada tahun 1970 M.S.
Whittingham melakukan penelitian menggunakan Titanium(II) Sulfide sebagai katoda dan logam
Lithium sebagai anoda, namun baterai lithium pertama yang dibuat tidak dapat diisi ulang.

Upaya untuk mengembangkan baterai lithium yang dapat diisi ulang gagal karena
masalah keamanan. Karena ketidakstabilan yang melekat pada logam lithium, terutama selama
pengisian, penelitian bergeser ke baterai lithium non-logam menggunakan ion lithium. Meskipun
sedikit lebih rendah dalam kepadatan energi daripada logam lithium, lithium-ion lebih aman
asalkan tindakan pencegahan tertentu terpenuhi saat pengisian dan pemakaian.

3. Kegunaan Baterai Lithium-Ion

Melalui penelitian yang intensif selama 20 tahun (1970-1991), akhirnya pada tahun 1991,
Sony Corporation mengomersialkan baterai lithium-ion untuk yang pertama kalinya dan
kemudian diikuti oleh produsen yang lainnya. Sejak awal produksi komersial tersebut, membuat
produksi baterai lithium-ion mengalami kenaikan yang sangat pesat karena (terutama pada dunia
elektronik). Hampir semua jenis gadget elektronik seperti handphone, laptop, kamera bahkan
mobil hibrida menggunakan baterai lithium-ion.

Kerapatan energi lithium-ion biasanya dua kali lipat dari nikel-kadmium standar, terdapat
potensi kepadatan energi yang lebih tinggi. Karakteristik beban yang cukup baik dan memiliki
karakteristik yang sama dengan nikel-kadmium dalam hal debit. Tegangan sel tinggi yaitu 3,6
volt dan memungkinkan untuk mendesain baterai hanya dengan satu sel. Sebagian besar ponsel
saat ini berjalan di satu sel. Paket berbasis nikel akan membutuhkan tiga sel (1,2 volt) yang
terhubung secara seri.

Kemampuannya dalam aplikasi daya besar (fastdischarging) sangat diperlukan


untuk menunjang kemampuan jarak tempuh mobil listrik. Saat ini daya jangkau mobil listrik
berkisar 100 km untuk daya sebesar 20-100kWh [3-5]. Disamping itu juga diperlukan
kemampuan baterai dengan kemampuan diisi dengan cepat pula (fastcharging). LiFePO4 saat ini
diacu sebagai elektroda positif pada aplikasi daya tinggi seperti mobil listrik atau peralatan
bengkel karena aman, robus, berharga murah[2]. Meskipun disisi lain memiliki kelemahan
yaitu rendah tegangannya (3.45 V vs. Li+/Li) dan kerapatan masa (3.6 g/cm3) jika
dibandingkan dengan material spinel lainnya (LiCoO2 memiliki ~4V vs. Li+/Li dan 5.1 g/cm3
).saat ini di jerman,amerika serikat china ,jepang dan negara maju sudah banyak yang membuat
mobil listrik dengan menggunakan baterai lithium-ion, diindonesia juga akan dibangun pabrik
baterai lithium ion gen 2 di marowali, Sulawesi tengah.

Selain Lithium-ion, ada juga baterai yang disebut baterai lithium. Baterai Lithium adalah
baterai yang umumnya tidak bisa diisi ulang atau hanya sekali paka, sedangkan baterai Lithium-
ion justru sebaliknya. Perbedaan lain dari kedua baterai tersebut adalah materi dasarnya, dimana
baterai lithium menggunakan logam murni, sedangkan baterai Lithium-ion menggunakan
campuran lithium yang jauh lebih stabil dan dapat diisi ulang hingga beberapa ratus kali.

4. Komponen Baterai Lithium

Sesuai dengan komponen penyusunnya, riset material baterai lithium-ion sekunder dapat
dikategorikan menjadi 4 kelompok, yaitu (1) katoda/kutub positif (2) anoda/kutub negatif (3)
elektrolit (4) separator. Saat ini, baterai lithium-ion yang sudah dikomersialisasikan
menggunakan material LiCoO2 sebagai katoda, graphite sebagai anoda dan campuran LiPF6,
EC, DEM, dan EMC sebagai elektrolit dan polypropylene sebagai separatornya.

5. Cara Kerja Baterai Lithium

Mengingat baterai lithium termasuk dalam kategori baterai sekunder atau rechargeable
battery, maka baik reaksi reduksi maupun oksidasi terjadi ketika sedang diisi muatan listrik
(charge) dan ketika dikosongkan/dilepaskan muatan listrik (discharge).

Sebelum digunakan, baterai lithium biasanya terlebih dahulu di charge, yang berarti
bahwa aliran elektron dari sumber tegangan mengalir dari katoda ke anoda. Untuk
kesetimbangan muatan, ion-ion lithium dari katoda mengalir melalui elektrolit dan separiator
menuju kutub anoda hingga kondisi ekuilibrium tercapai (baterai 100% charged).
Ketika baterai lithium dipakai, kondisi sebaliknya terjadi. Muatan listrik dalam bentuk
elektron mengalir dari kutub anoda melalui beban (load) ke kutub katoda. Untuk mengimbangi
pergerakan ini, ion-ion lithium yang berasal dari kutub anoda mengalir melalui elektrolit dan
menembus pori-pori separator menuju kutub katoda. Kejadian ini terus menerus terjadi hingga
seluruh muatan ion di katoda habis atau mengalamai kesetimbangan muatan. Setelah baterai
kosong/habis, proses charging kembali dilakukan.

. Pada saat baterai diisi, ion lithium dilepaskan dari katoda dan berdifusi menuju anoda melewati
media elektrolit dan separator. Selama proses tersebut, elektron mengalir dari katoda menuju
anoda dengan bantuan sumber tegangan eksternal. Pada proses ini terjadi perubahan energi listrik
menjadi energi kimia. Sebaliknya pada proses pengosongan, ion lithium dilepaskan dari anoda
dan berdifusi menuju katoda. Pada proses tersebut elektron mengalir melalui rangkaian luar dari
anoda menuju katoda, sehingga terjadi konversi energi dari kimia menjadi listrik. Reaksi kimia
selama berlangsungnya proses pengisian pengosangan adalah sebagai berikut .

 Katoda : Li1-xFePO4 + xLi+ + xe– « LiFePO4


 Anoda : LiC6 « Li+ + e– + 6

Densitas energi baterai ditentukan oleh banyaknya ion lithium yang terkandung di dalam
material katoda. Semakin banyak ion lithium yang dimiliki oleh material katoda maka densitas
energinya semakin besar. Pada baterai lithium-ion komerisal, bahan katoda yang digunakan
adalah LiCoO2. Bahan tersebut memiliki keunggulan dari segi kapasitas energinya yang cukup
besar, yaitu 145 mA.h/g. Pengembangan bahan LiCoO2 sebagai elektroda baterai terhambat oleh
isu lingkungan dan mahalnya biaya produksi karena tersedia dalam jumlah sedikit di alam.
Bahan LiCoO2 mengandung logam berat, sehingga sangat beracun jika terkontaminasi tubuh
manusia dan limbahnya dapat mencemari lingkungan. Para peneliti berusaha mencari bahan
alternatif pengganti LiCoO2 yang memiliki karakteristik lebih baik dan lebih ramah terhadap
lingkungan. Bahan-bahan yang menjadi kandidat menggantikan LiCoO2 diantaranya adalah
lithium nickel oxides (LiNiO2), lithium manganese (LiMn2O4), lithium vanadium oxides
(LiV3O8) dan lithium iron phosphate (LiFePO4).

Diantara beberapa alternatif bahan pengganti LiCoO2, bahan LiFePO4 mendapat perhatian
khusus dari para peneliti karena tersedia dalam jumlah melimpah di alam. Selain itu bahan
LiFePO4 telah diketahui memiliki tegangan operasional cukup tinggi (3,4 V terhadap pasangan
Karbon), kapasitas energi secara teoritik besar (170 mA.h/g), memiliki stabilitas termal yang
baik, tidak beracun dan limbahnya lebih ramah terhadap lingkungan. Disamping kelebihan
tersebut, bahan LiFePO4 memiliki kelemahan dalam nilai konduktivitasnya yang rendah sekitar
10-9 S/cm. Nilai konduktivitas yang rendah berdampak pada mobilitas ionik lithium juga rendah
dan kapasitas energinya menurun.

Untuk mengatasi masalah tersebut para peneliti mengusulkan dua pendekatan, yaitu metode
doping dan metode reduksi ukuran bulir. Metode doping dilakukan dengan memberikan pengotor
berupa bahan kation supervalent sehingga konduktivitas pada level kristalnya meningkat.
Pendekatan lain yang dapat dilakukan adalah memperkecil ukuran bulir sehingga jarak lintasan
difusi ion lithium menjadi pendek.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode doping cukup efektif untuk menaikan level
konduktivitas bahan LiFePO4.

Kelebihan :

1). Beratnya yang relatif lebih ringan dibanding baterai nikel-kadmium. 2). Mampu
menyimpan daya lebih banyak hingga 20% sebelum diisi ulang (re-charge). 3). Lithium ion
tidak memiliki efek memori artinya tidak perlu menunggu sampai habis kapasitas
penggunaannya untuk diisi ulang artinya walau kapasitasnya masih 50% bisa langsung diisi
ulang bandingkan dengan baterai nikel-kadmium yang boleh diisi ulang jika kapasitasnya sudah
habis. 4). Lithium ion bisa didaur ulang jika telah rusak atau habis masa pakainya.

Kekurangan :

1). Memiliki masa pakai relatif terbatas yaitu sekitar 2-3 tahun setelah pembuatan baterai supaya
mendapatkan kinerja yang optimal. 2). Sensitif terhadap suhu jadi jika terlalu panas mudah
sekali meledak termasuk kasus meledaknya baterai ketika diisi ulang (re-charge). 3). Mudah
rusak apabila kita sering mengisi ulang hingga menunggu habis kapasitas penggunaannya.

Anda mungkin juga menyukai