Anda di halaman 1dari 17

Susunan baterai Lithium umumnya memiliki 4 wire, dan sebuah sirkuit untuk pelindung

baterai. Didalam baterai terdapat satu lapisan luar disebut Foil, bagian tengah ada 3
baik yaitu cathode pemisah lapisan baterai dan anode.

Bagian negatif merangkap sebagai cover baterai. Setiap baterai Lithium umumnya
dikemas dengan proteksi sirkuit. Baterai lithium dapat dibuat dalam berbagai bentuk.
Dengan model bundar seperti baterai biasa, atau kotak. Pengisian bahan baterai lithium
berbeda dibanding baterai konvensional. Lithium mengunakan lempengan / lembaran
seperti kertas. Lalu di gulung membentuk baterai.

Tidak semua baterai lithium dibuat dengan teknik diatas. Tergantung bahan yang
dipakai antara anode dan katode, dan jenis serbuk lihitum saat ini dibuat lebih halus
dengan teknologi nano, sehingga baterai semakin padat dan lebih kuat menampung
power.

MENGENAL MATERIAL BATERAI LITHIUM-


ION
Untuk memenuhi kebutuhan akan listrik portabel dimasa yang akan datang yang terus meningkat,
dibutuhkan material baterai yang bisa memberikan energi dan daya listrik besar, ringan, murah dan
aman. Baterai lithium adalah salah satu teknologi baterai yang cukup sukses selama 20 tahun belakangan
ini. Baterai yang pertama kali diujicoba oleh sebuah perusahaan di Amerika tahun 1970 an ini masih
belum dikembangkan hingga pada tahun 1991, perusahaan Jepang Sony mengkomersialkan baterai jenis
ini. Lithium adalah jenis metal reaktif yang dapat menghasilkan panas berlebihan jika bereaksi dengan air
atau uap air. Oleh karena itu, dalam membuat baterai lithium pasti dilakukan dalam ruangan kering (dry
room) dimana kelembapannya dijaga tidak kurang dari 5%.
Komponen Baterai Lithium

Sesuai dengan komponen penyusunnya, riset material baterai lithium-ion sekunder dapat dikategorikan
menjadi 4 kelompok, yaitu (1) katoda/kutub positif (2) anoda/kutub negatif (3) elektrolit (4) separator.
Saat ini, baterai lithium-ion yang sudah dikomersialisasikan menggunakan material LiCoO2 sebagai
katoda, graphite sebagai anoda dan campuran LiPF6, EC, DEM, dan EMC sebagai elektrolit
dan polypropylene sebagai separatornya.

Cara Kerja Baterai Lithium

Mengingat baterai lithium termasuk dalam kategori baterai sekunder atau rechargeable battery, maka
baik reaksi reduksi maupun oksidasi terjadi ketika sedang diisi muatan listrik (charge) dan ketika
dikosongkan/dilepaskan muatan listrik (discharge). Sebelum digunakan, baterai lithium biasanya
terlebih dahulu di charge, yang berarti bahwa aliran elektron dari sumber tegangan mengalir dari katoda
ke anoda. Untuk kesetimbangan muatan, ion-ion lithium dari katoda mengalir melalui elektrolit dan
separiator menuju kutub anoda hingga kondisi ekuilibrium tercapai (baterai 100% charged). Ketika
baterai lithium dipakai, kondisi sebaliknya terjadi. Muatan listrik dalam bentuk elektron mengalir dari
kutub anoda melalui beban (load) ke kutub katoda. Untuk mengimbangi pergerakan ini, ion-ion lithium
yang berasal dari kutub anoda mengalir melalui elektrolit dan menembus pori-pori separator menuju
kutub katoda. Kejadian ini terus menerus terjadi hingga seluruh muatan ion di katoda habis atau
mengalamai kesetimbangan muatan. Setelah baterai kosong/habis, proses charging kembali dilakukan
Baterai merupakan bagian penting dari mobil listrik (Battery Electric Vehicle).

Lithium-ion merupakan jenis baterai yang populer dipakai di mobil listrik saat


ini.

Baterai lithium-ion di mobil listrik ini seperti yang dipakai di laptop, komputer


tablet, smartphone, dan perangkat elektronik lainnya.

Bedanya baterai lithium-ion di mobil listrik kapasitas dan tenaga listrik yang


dimiliki lebih besar dibanding di peralatan elektronik.

Contohnya baterai lithium-ion di BYD e6 mencapai 60–82 kWh, Nissan Leaf


24-60 kWh, dan Tesla Model X 60–100 kWh.

Ada tiga komponen utama baterai lithium-ion, yaitu elektroda positif, negatif,
dan elektrolit.

Elektroda positif umumnya dibuat dari metal oxide sedang elektroda negatif
dari carbon atau graphite.

Sementara itu elektrolit merupakan lithium salt dalam bentuk cairan.


Baterai Lithium-Ion (Albarri, 2013) Baterai ion litium (biasa disebut Baterai Li-ion atau LIB)
adalah salah satu anggota keluarga baterai isi ulang. Di dalam baterai ini, ion litium bergerak dari
elektroda negatif ke elektroda positif saat dilepaskan, dan kembali saat diisi ulang.

Baterai Li-ion memakai senyawa litium interkalasi sebagai bahan elektrodanya, berbeda dengan
litium metalik yang dipakai di baterai litium non-isi ulang. Baterai ion litium umumnya dijumpai
pada barang-barang elektronik konsumen. Baterai ini merupakan jenis baterai isi ulang yang
paling populer untuk peralatan elektronik portabel, karena memiliki salah satu kepadatan energi
terbaik, tanpa efek memori, dan mengalami kehilangan isi yang lambat saat tidak digunakan.
Selain digunakan pada peralatan elektronik konsumen, LIB juga sering digunakan oleh industry
militer, kendaraan listrik, dan dirgantara. Sejumlah penelitian berusaha memperbaiki teknologi
LIB tradisional, berfokus pada kepadatan energi, daya tahan, biaya, dan keselamatan intrinsik.
Karakteristik kimiawi, kinerja, biaya, dan keselamatan jenis-jenis LIB cenderung bervariasi.
Barang elektronik genggam biasanya memakai LIB berbasis litium kobalt oksida (LCO) yang
memiliki kepadatan energi tinggi, namun juga memiliki bahaya keselamatan yang cukup
terkenal, terutama ketika rusak. Litium besi fosfat (LFP), litium mangan oksida (LMO), dan
litium nikel mangan kobalt oksida (NMC) memiliki kepadatan energi yang lebih rendah, tetapi
hidup lebih lama dan keselamatannya lebih kuat. Bahan kimia ini banyak dipakai oleh peralatan
listrik, perlengkapan medis, dan lain-lain. NMC adalah pesaing utama di industri otomotif.
Litium nikel kobalt alumunium oksida (NCA) dan litium titanat (LTO) adalah desain khusus
yang ditujukan pada kegunaan-kegunaan tertentu. 2.2.2. Prinsip Kerja Baterai Lithium-Ion
(Albarri, 2013) Baterai lithium-ion memiliki kemampuan penyimpanan energi tinggi per satuan
volume. Energi yang tersimpan merupakan jenis energi elektrokimia. Energi elektrokimia
merupakan jenis energi listrik yang berasal dari reaksi kimia yang dalam hal ini terjadi di dalam
baterai. Agar bisa berfungsi, setiap sel elektrokimia harus memiliki dua elemen penting yaitu
elektroda dan elektrolit. Elektroda terdiri dari dua jenis yaitu anoda dan katoda yang
menghantarkan energi listrik (ion). Anoda dihubungkan ke terminal negatif baterai sementara
katoda dihubungkan ke terminal positif baterai. Elektroda terendam dalam elektrolit yang
bertindak sebagai medium cair untuk pergerakan ion.Elektrolit juga bertindak sebagai buffer dan
berfungsi

membantu reaksi elektrokimia dalam baterai. Pergerakan elektron dalam elektrolit dan di antara
elektroda akan menghasilkan arus listrik. Untuk cara kerja baterai lithium-Ion Anoda dan katoda
baterai lithium-ion terbuat dari karbon dan oksida lithium. Sedangkan elektrolit terbuat dari
garam lithium yang dilarutkan dalam pelarut organik. Bahan pembuat anoda sebagian besar
merupakan grafit sedangkan katoda terbuat dari salah satu bahan berikut: lithium kobalt oksida
(LiCoO2), lithium besi fosfat (LiFePO4), atau lithium oksida mangan (LiMn2O4). Elektrolit
yang umum digunakan adalah garam lithium seperti lithium hexafluorophosphate (LiPF6),
lithium tetrafluoroborate (LiBF4), dan lithium perklorat (LiClO4) yang dilarutkan dalam pelarut
organik seperti etilen karbonat, dimetil karbonat, dan dietil karbonat. Bahan Baterai Lithium ini
secara jenis penggunaannya terbagi lagi menjadi 2 bagian, yaitu Unrechargeable Battery dan
Rechargeable Battery a. Sel Primer / Un-rechargeable Battery (Litium Mangan Oksida) Baterai
ini tidak dapat diisi ulang, karena logam litium logam reaktif yang dapat meledak, terutama pada
suhu yang relatif tinggi. Baterai ini menggunakan logam litium sebagai anoda dan MnO2 sebagai
katoda, dengan garam litium (misalnya LiClO4) sebagai elektrolit dalam pelarut bebas air. 
Cara kerja : Pada anode Litium menerima elektron dari katode, dan menghasilkan potensial
reduksi sebesar -3,05 volt. Oleh karena kenegatifannya inilah, litium dimanfaatkan sebagai
anode. Kemudian direaksikan dengan Mangan Oksida yang berpotensial reduksi +0,35 volt.
Agar reaksi terjadi secara spontan, mangan oksida ditempatkan sebagai katode. Terjadilah proses
antara anoda dan katoda akan mengalir arus, yaitu dari kutub positif (anoda) ke kutub negatif
(katoda). Sedangkan elektron akan mengalir dari katoda menuju anoda. Proses ini adalah proses
yang terjadi pada sel volta, dimana reaksi kimia dapat menghasilkan energi listrik. Berikut
adalah reaksinya (Jika pada kondisi standar) : (Oksidasi) Anode (–) : Li → 𝐿𝑖+ + e − , Eo = 3,05
V (Reduksi) Katode (+) : MnO2+ + 𝐿𝑖+ + e − → Li MnO2 , Eo = 0,35 V

Reaksi Sel : Li + MnO2 → Li MnO2 , Esel = 3,40 V Berdasarkan hasil reaksi tersebut, baterai
Litium menghasilkan potensial 3,4 volt. Namun pada saat digunakan turun menjadi 2,8 volt.
Penurunan potensial seperti ini mungkin saja terjadi seiring lamanya baterai digunakan karena
electron terus mengalir dan sel tidak pada kondisi standar, sesuai dengan percobaan Walther
Nerst pada tahun 1889. (Kondisi standar 25oC, tekanan 1 atm, dan konsentrasi 1M). b. Sel
Sekunder / Rechargeable Battery (Baterai Litium Kobalt & Mangan) Ini adalah jenis baterai isi
ulang dimana ion litium bergerak antara anoda dan katoda. Pada sel sekunder, anode dan katode
bereaksi secara kimia. Namun sel dapat diisi ulang dengan proses elektrolisis untuk
mengembalikan anode dan kaode ke kondisi awal. Ion litium sebagai anoda, bukan logam litium,
maka reaksi sel didalamnya bukanlah reaksi redoks. Melainkan hanya pergerakan ion litium
melalui elektrolit dari satu elektrode ke elktrode lainnya. Jenis baterai ini umum digunakan
dalam perlatan elektronik portabel, karena tidak memiliki efek memori, dan daya hilang yang
lambat sehingga tidak butuh perlakuan apapun jika tidak digunakan dan dapat menyimpan
cadangan energi yang relatif besar dalam waktu yang relatif lama. Terbagi atas dua tipe, yaitu
mangan (Mn) dan kobalt (Co).  Cara Kerja : Pada saat digunakan berkerja sebagai sel volta:
Lithium akan mengantarkan elektron dari anoda menuju alat yang membutuhkan elektron seperti
kapasitor dan processor di handphone atau laptop kemudian berakhir di katoda. Sedangkan
proton dari katoda masuk menembus separator diantara anoda dan katoda (proses interkalasi).
Proses ini berlangsung terus menerus hingga kapasitas penggunaan baterai habis (ditunjukkan
dengan garis atau persentase kapasitas baterai di layar handphone atau laptop). Pada saat di-
charge dia bekerja sebagai elektrolisis: Sedangkan bila baterai diisi ulang atau recharge maka
elektron akan kembali dari katoda ke anoda melalui alat pengisi ulang (charger) dan dengan
dibantu arus 11 yang masuk dari charger, proton akan kembali menuju katoda. Sehingga kondisi
kembali menjad seperti semula. Berikut adalah reaksinya saat pemakaian dan pengisian ulang
energi listrik : a) Discharging (pemakaian) : Elektroda positif ( + ) : Li1-x CoO2 + xLi + xe− →
LiCoO2 Elektroda negatif (–) : CnLi → Cn + xLi + xe− Reaksi keseluruhan : Li1-xCoO2 +
CnLiX → LiCoO2 + Cn , E sel = 3.70V b) Sebaliknya Charging (pengiisian ulang) : Elektroda
positif ( + ) : LiCoO2 → Li1-x CoO2 + xLi + xe− Elektroda negatif (–) : Cn + xLi + xe− →
CnLi Reaksi keseluruhan : LiCoO2 + Cn → Li1-xCoO2 + CnLiX Dimana x menyatakan jumlah
ion litium yang berpindah dari LiCoO2 ke grafit. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya
bahwa baterai Li-ion terbagi atas dua tipe, yaitu Mangan (Mn) dan Kobalt (Co). Untuk tipe
mangan, sel terdiri dari anode Li1xMn2O4 dan katode grafit. Elektrolitnya adalah garam Li yang
larut dalam pelarut organik. Reaksinya : Li1-xMn2O4 + CnLiX ↔ LiMn2O4 + Cn voltase :
3.50V Untuk tipe kobalt, sel terdiri dari anode Li1-xCoO2 dan katode grafit. Elektrolitnya adalah
garam Li yang larut dalam pelarut organik. Reaksinya : Li1-xCoO2 + CnLiX ↔ LiCoO2 + Cn
voltase : 3.70V dimana x menyatakan jumlah ion litium yang berpindah dari LiCoO2 ke grafit.
Litium ion kobalt menghasilkan potensial yang relatif besar dibandingkan dengan litium ion
mangan. Hal ini dikarenakan pada deret volta, kobalt bersifat lebih tereduksi dibanding mangan,
sehingga menghasilkan beda potensial sel yang relative besar terhadap litium dibandingkan
dengan mangan.

Sebuah baterai lithium-ion atau Li-ion baterai adalah jenis baterai isi ulang . Baterai


lithium-ion biasanya digunakan untuk elektronik portabel dan kendaraan listrik dan
semakin populer untuk aplikasi militer dan ruang angkasa . [9] Sebuah prototipe baterai
Li-ion dikembangkan oleh Akira Yoshino pada tahun 1985, berdasarkan penelitian
sebelumnya oleh John Goodenough , M. Stanley Whittingham , Rachid
Yazami dan Koichi Mizushima selama tahun 1970-an-1980-an, [10] [11] [12]dan kemudian
baterai Li-ion komersial dikembangkan oleh tim Sony dan Asahi Kasei yang dipimpin
oleh Yoshio Nishi pada tahun 1991. [13]

Dalam baterai, ion litium berpindah dari elektroda negatif melalui elektrolit ke elektroda


positif selama pengosongan, dan kembali saat pengisian. Baterai Li-ion
menggunakan senyawa litium selingan sebagai bahan di elektroda positif dan
biasanya grafit di elektroda negatif. Baterai memiliki kepadatan energi yang tinggi , tidak
ada efek memori (selain sel LFP ) [14] dan self-discharge rendah. Namun bahan ini dapat
menjadi bahaya keamanan karena mengandung elektrolit yang mudah terbakar, dan
jika rusak atau tidak diisi dengan benar dapat menyebabkan ledakan dan
kebakaran. Samsung terpaksa menarik kembali handset Galaxy Note 7 setelah kebakaran
lithium-ion, [15] dan ada beberapa insiden yang melibatkan baterai pada Boeing 787 .
Karakteristik kimia, kinerja, biaya, dan keselamatan berbeda-beda di setiap jenis baterai
lithium-ion. Perangkat elektronik genggam kebanyakan menggunakan baterai lithium
polymer (dengan gel polimer sebagai elektrolit), lithium cobalt oxide ( LiCoO
2) bahan katoda, dan anoda grafit , yang bersama-sama menawarkan kepadatan energi

yang tinggi. [16] [17] Litium besi fosfat ( LiFePO


4), litium mangan oksida ( LiMn

2HAI

4spinel, atau Li

2MnO

3bahan berlapis kaya litium berbasis litium (LMR-NMC)), dan oksida kobalt mangan nikel

litium ( LiNiMnCoO
2atau NMC) mungkin menawarkan masa pakai yang lebih lama dan mungkin memiliki

kemampuan laju yang lebih baik. Baterai semacam ini banyak digunakan untuk
peralatan listrik, peralatan medis, dan peran lainnya. NMC dan turunannya banyak
digunakan pada kendaraan listrik.
Area penelitian untuk baterai lithium-ion termasuk memperpanjang masa pakai,
meningkatkan kepadatan energi, meningkatkan keamanan, mengurangi biaya, dan
meningkatkan kecepatan pengisian, [18] antara lain. Penelitian telah dilakukan di bidang
elektrolit yang tidak mudah terbakar sebagai jalur untuk meningkatkan keamanan
berdasarkan sifat mudah terbakar dan volatilitas pelarut organik yang digunakan dalam
elektrolit tipikal. Strateginya mencakup baterai litium-ion berair , elektrolit padat keramik,
elektrolit polimer, cairan ionik, dan sistem berfluorinasi tinggi.
Elektroda anoda dan katodaSunting
Untuk sel yang dapat diisi ulang, istilah anoda (atau elektroda negatif ) menunjukkan
elektroda tempat terjadinya oksidasi selama siklus pelepasan ; elektroda lainnya adalah
katoda (atau elektroda positif). Selama siklus pengisian , elektroda positif menjadi anoda
dan elektroda negatif menjadi katoda. Untuk sebagian besar sel litium-ion, elektroda
litium-oksida adalah elektroda positif; untuk sel litium-ion titanat (LTO), elektroda litium-
oksida adalah elektroda negatif.

Baterai litium diusulkan oleh ahli kimia Inggris M. Stanley Whittingham , sekarang


di Universitas Binghamton . Whittingham memulai penelitian yang mengarah pada
terobosannya di Universitas Stanford . Pada awal 1970-an, ia menemukan cara
menyimpan ion litium di dalam lapisan bahan disulfida. Setelah dipekerjakan oleh Exxon,
dia meningkatkan inovasi ini. [27] Whittingham menggunakan logam titanium (IV) sulfida
dan litiumsebagai elektroda. Namun, baterai lithium yang dapat diisi ulang ini tidak
pernah bisa dibuat praktis. Titanium disulfide adalah pilihan yang buruk, karena harus
disintesis dalam kondisi tertutup rapat, juga cukup mahal (~ $ 1.000 per kilogram untuk
bahan baku titanium disulfida pada tahun 1970-an). Saat terkena udara, titanium
disulfida bereaksi membentuk senyawa hidrogen sulfida, yang memiliki bau tidak sedap
dan beracun bagi kebanyakan hewan. Untuk ini, dan alasan lainnya, Exxon
menghentikan pengembangan baterai lithium-titanium disulfide
Whittingham. [28] Baterai dengan elektroda litium logam menimbulkan masalah
keamanan, karena logam litium bereaksi dengan air, melepaskan gas hidrogen
yang mudah terbakar . [29]Akibatnya, penelitian pindah untuk mengembangkan baterai di
mana, alih-alih litium logam, hanya senyawa litium yang ada, yang mampu menerima
dan melepaskan ion litium.
Interkalasi reversibel dalam grafit [30] [31] dan interkalasi menjadi oksida
katodik [32] [33] ditemukan selama 1974-76 oleh JO Besenhard di TU Munich . Besenhard
mengusulkan aplikasinya dalam sel lithium. [34] [35] Dekomposisi elektrolit dan ko-
interkalasi pelarut menjadi grafit merupakan kelemahan awal yang parah untuk masa
pakai baterai.

PengembanganSunting
 1973 - Adam Heller mengusulkan baterai lithium thionyl chloride, yang masih digunakan dalam
perangkat medis implan dan sistem pertahanan yang memerlukan masa simpan lebih dari 20 tahun,
kepadatan energi yang tinggi, dan / atau toleransi untuk suhu pengoperasian yang ekstrem. [36]
 1977 - Samar Basu mendemonstrasikan interkalasi elektrokimia lithium dalam grafit
di University of Pennsylvania . [37] [38] Hal ini menyebabkan pengembangan elektroda grafit interkalasi
lithium yang bisa diterapkan di Bell Labs ( LiC
6) [39] untuk memberikan alternatif untuk baterai elektroda logam litium.

 1979 - Bekerja dalam kelompok terpisah, Ned A. Godshall et al., [40] [41] [42] dan, tak lama
kemudian, John B. Goodenough ( Universitas Oxford ) dan Koichi Mizushima ( Universitas Tokyo ),
mendemonstrasikan sel lithium yang dapat diisi ulang dengan tegangan dalam kisaran 4 V
menggunakan litium kobalt dioksida ( LiCoO
2) sebagai elektroda positif dan logam litium sebagai elektroda negatif. [43] [44] Inovasi ini memberikan

bahan elektroda positif yang memungkinkan baterai lithium komersial awal. LiCoO


2merupakan bahan elektroda positif stabil yang berperan sebagai donor ion litium, artinya dapat

digunakan dengan bahan elektroda negatif selain logam litium. [45] Dengan mengaktifkan penggunaan
bahan elektroda negatif yang stabil dan mudah ditangani, LiCoO
2mengaktifkan sistem baterai isi ulang baru. Godshall dkk. lebih lanjut mengidentifikasi nilai serupa

senyawa terner logam transisi litium oksida seperti spinel LiMn 2 O 4 , Li 2 MnO 3 , LiMnO 2 , LiFeO 2 ,
LiFe 5 O 8 , dan LiFe 5 O 4 (dan kemudian litium-tembaga bahan katoda -oksida dan litium-nikel-oksida
pada tahun 1985) [46]
 1980 - Rachid Yazami mendemonstrasikan interkalasi elektrokimia lithium dalam
grafit, [47] [48] dan menemukan elektroda grafit litium (anoda). [49] [10] Elektrolit organik yang tersedia
pada saat itu akan terurai selama pengisian dengan elektroda negatif grafit. Yazami menggunakan
elektrolit padat untuk menunjukkan bahwa lithium dapat diinterkalasi secara reversibel dalam grafit
melalui mekanisme elektrokimia. Pada 2011, elektroda grafit Yazami adalah elektroda yang paling umum
digunakan dalam baterai lithium-ion komersial.
 Elektroda negatif berasal dari PAS (bahan semikonduktif poliakenik) yang ditemukan oleh Tokio
Yamabe dan kemudian oleh Shjzukuni Yata pada awal 1980-an. [50] [51] [52] [53] Benih dari teknologi ini
adalah penemuan polimer konduktif oleh Profesor Hideki Shirakawa dan kelompoknya, dan itu juga
dapat dilihat sebagai bermula dari baterai ion litium poliasetilen yang dikembangkan oleh Alan
MacDiarmid dan Alan J. Heeger et al. [54]
 1982 - Godshall dkk. dianugerahi Paten AS 4.340.652 [55] untuk penggunaan LiCoO 2 sebagai
katoda dalam baterai litium, berdasarkan Ph.D. disertasi dan publikasi 1979.
 1983 - Michael M. Thackeray , Peter Bruce , William David, dan John B.
Goodenough mengembangkan spinel mangan , Mn 2 O 4 , sebagai bahan katoda bermuatan untuk baterai
lithium-ion. Ini memiliki dua dataran tinggi datar pada pelepasan dengan lithium satu di 4V, stoikiometri
LiMn 2 O 4 , dan satu di 3V dengan stoikiometri akhir Li 2 Mn 2 O 4 . [56]
 1985 - Akira Yoshino merakit sel prototipe menggunakan bahan berkarbon di mana ion litium
dapat dimasukkan sebagai satu elektroda, dan litium kobalt oksida ( LiCoO
2) sebagai yang lainnya. [57] Ini meningkatkan keamanan secara dramatis. LiCoO

2 memungkinkan produksi skala industri dan mengaktifkan baterai lithium-ion komersial.

 1989 - Arumugam Manthiram dan John B. Goodenough menemukan katoda kelas


polianion. [58] [59] Mereka menunjukkan bahwa elektroda positif yang mengandung polianion ,
misalnya, sulfat , menghasilkan tegangan yang lebih tinggi daripada oksida karena efek induktif dari
polianion. Kelas polianion ini mengandung bahan seperti litium besi fosfat . [60]

Komersialisasi dan kemajuanSunting


Kinerja dan kapasitas baterai lithium-ion meningkat seiring dengan kemajuan
pengembangan.

 1991 - Sony dan Asahi Kasei merilis baterai lithium-ion komersial pertama. [61] Tim Jepang yang


berhasil mengkomersialkan teknologi tersebut dipimpin oleh Yoshio Nishi. [13]
 1996 - Goodenough, Akshaya Padhi dan rekan kerjanya mengusulkan lithium besi
fosfat ( LiFePO
4) Dan phospho- lainnya olivines (lithium fosfat logam dengan struktur yang sama seperti mineral olivin )

sebagai bahan elektroda positif. [62] </nowiki> Journal of Electrochemical Society , 144 (4), hal. 1188-


1194 </ref>
 1998 - CS Johnson, JT Vaughey, MM Thackeray, TE Bofinger, dan SA Hackney melaporkan
penemuan bahan katoda NMC kaya lithium tegangan tinggi berkapasitas tinggi . [63]
 2001 - Arumugam Manthiram dan rekan kerja menemukan bahwa keterbatasan kapasitas katoda
oksida berlapis adalah hasil dari ketidakstabilan kimiawi yang dapat dipahami berdasarkan posisi relatif
pita 3d logam relatif terhadap bagian atas pita oksigen 2p. [64] [65] [66] Penemuan ini memiliki implikasi
yang signifikan untuk ruang komposisi praktis yang dapat diakses dari katoda oksida berlapis baterai
lithium ion, serta stabilitasnya dari perspektif keamanan.
 2001 - Christopher Johnson, Michael Thackeray, Khalil Amine, dan Jaekook Kim mengajukan
paten [67] [68] untuk katoda kaya lithium nikel mangan kobalt oksida (NMC) lithium berdasarkan struktur
domain.
 2001 - Zhonghua Lu dan Jeff Dahn mengajukan paten [69] untuk bahan elektroda positif kelas
NMC, yang menawarkan peningkatan keamanan dan kepadatan energi dibandingkan lithium cobalt oxide
yang banyak digunakan.
 2002 - Namun-Ming Chiang dan kelompoknya di MIT menunjukkan peningkatan substansial
dalam kinerja baterai lithium dengan meningkatkan konduktivitas material
dengan doping itu [70] dengan aluminium , niobium dan zirkonium . Mekanisme pasti yang menyebabkan
peningkatan itu menjadi bahan perdebatan yang tersebar luas. [71]
 2004 - Yet-Ming Chiang kembali meningkatkan kinerja dengan memanfaatkan partikel lithium
besi fosfat berdiameter kurang dari 100 nanometer. Ini menurunkan kepadatan partikel hampir seratus
kali lipat, meningkatkan luas permukaan elektroda positif dan meningkatkan kapasitas dan
kinerja. Komersialisasi menyebabkan pertumbuhan pesat di pasar untuk baterai lithium-ion berkapasitas
lebih tinggi, serta pertarungan pelanggaran paten antara Chiang dan John Goodenough . [71]
 2005 - Y Song, PY Zavalij, dan M. Stanley Whittingham melaporkan bahan katoda dua elektron
vanadium fosfat baru dengan kepadatan energi tinggi [72] [73]
 2011 - Katoda kobalt oksida mangan nikel litium (NMC), yang dikembangkan di Laboratorium
Nasional Argonne , diproduksi secara komersial oleh BASF di Ohio. [74]
 2011 - Baterai lithium-ion menyumbang 66% dari semua penjualan baterai sekunder portabel
(yang dapat diisi ulang) di Jepang. [75]
 2012 - John Goodenough, Rachid Yazami dan Akira Yoshino menerima Medali IEEE 2012 untuk
Teknologi Lingkungan dan Keselamatan untuk pengembangan baterai lithium ion. [10]
 2014 - John Goodenough, Yoshio Nishi, Rachid Yazami, dan Akira Yoshino dianugerahi Charles
Stark Draper Prize dari National Academy of Engineering untuk upaya rintisan mereka di bidang ini. [76]
 2014 - Baterai komersial dari Amprius Corp. mencapai 650 Wh / L (peningkatan 20%),
menggunakan anoda silikon dan dikirimkan ke pelanggan. [77]
 2016 - Koichi Mizushima dan Akira Yoshino menerima Penghargaan NIMS dari National
Institute for Material Science , atas penemuan Mizushima atas material katoda LiCoO 2 untuk baterai
lithium-ion dan pengembangan baterai lithium-ion oleh Yoshino. [12]
 2016 - Z. Qi, dan Gary Koenig melaporkan metode yang dapat diskalakan untuk
menghasilkan LiCoO berukuran sub-mikrometer
2menggunakan pendekatan berbasis template. [78]

 2019 - Penghargaan Nobel Kimia diberikan kepada John Goodenough, Stanley Whittingham, dan


Akira Yoshino "untuk pengembangan baterai lithium ion". [11]

Pada tahun 2010, kapasitas produksi baterai lithium-ion global adalah 20 gigawatt-
jam. [79] Pada 2016, mencapai 28 GWh, dengan 16,4 GWh di Cina. [80] Produksi itu rumit
dan membutuhkan banyak langkah. [81]
PasarSunting
Industri menghasilkan sekitar 660 juta sel lithium-ion silinder pada tahun 2012;
yang 18.650 ukuran yang paling populer untuk sel silinder. Jika Tesla telah memenuhi
tujuannya untuk mengirimkan 40.000 mobil listrik Model S pada tahun 2014 dan jika
baterai 85-kWh, yang menggunakan 7.104 sel ini, telah terbukti sepopuler di luar negeri
seperti di Amerika Serikat, sebuah studi tahun 2014 memproyeksikan bahwa Model S
sendiri akan menggunakan hampir 40 persen dari perkiraan produksi baterai silinder
global selama 2014. [82] Pada 2013 , produksi secara bertahap beralih ke sel berkapasitas
lebih tinggi 3.000+ mAh. Permintaan sel polimer datar tahunan diharapkan melebihi 700
juta pada tahun 2013. [83] [ perlu diperbarui ]
Pada tahun 2015, perkiraan biaya berkisar antara $ 300–500 / kWh [ perlu
klarifikasi ] . [84] Pada tahun 2016 GM mengungkapkan bahwa mereka akan membayar US $
145 / kWh untuk baterai di Chevy Bolt EV. [85] Pada tahun 2017, biaya pemasangan
sistem penyimpanan energi perumahan rata-rata diharapkan turun dari 1.600 $ / kWh
pada tahun 2015 menjadi $ 250 / kWh pada tahun 2040 dan akan terlihat harga dengan
penurunan 70% pada tahun 2030. [86] Pada tahun 2019, beberapa biaya paket baterai
kendaraan listrik diperkirakan mencapai $ 150–200, [87] dan VW mencatat bahwa mereka
membayar US $ 100 / kWh untuk kendaraan listrik generasi berikutnya . [88]
Baterai digunakan untuk penyimpanan energi jaringan dan layanan tambahan . Untuk
penyimpanan Li-ion yang digabungkan dengan fotovoltaik dan pembangkit listrik
biogas penguraian anaerobik, Li-ion akan menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi
jika didaur ulang lebih sering (karenanya menghasilkan keluaran listrik seumur hidup
yang lebih tinggi) meskipun masa pakainya berkurang karena degradasi. [89]
Sel litium nikel mangan kobalt oksida (NMC) tersedia dalam beberapa jenis komersial,
ditentukan oleh rasio logam komponen. NMC 111 (atau NMC 333) memiliki bagian
nikel, mangan dan kobalt yang sama, sedangkan NMC 532 memiliki 5 bagian nikel, 3
bagian mangan dan 2 bagian kobalt. Pada 2019 , NMC 532 dan NMC 622 adalah jenis
kobalt rendah yang disukai untuk kendaraan listrik, dengan NMC 811 dan bahkan rasio
kobalt yang lebih rendah terlihat peningkatan penggunaan, mengurangi
ketergantungan kobalt. [90] [91] [87] Namun, kobalt untuk kendaraan listrik meningkat 81%
dari paruh pertama tahun 2018 menjadi 7.200 ton pada paruh pertama tahun 2019,
dengan kapasitas baterai 46,3 GWh.

Tiga komponen fungsional utama dari baterai lithium-ion adalah elektroda dan elektrolit
positif dan negatif. Umumnya, elektroda negatif dari sel lithium-ion konvensional
terbuat dari karbon . Elektroda positif biasanya adalah oksida logam .
The elektrolit adalah lithium garam dalam organik pelarut . [93] Peran elektrokimia dari
elektroda terbalik antara anoda dan katoda, tergantung pada arah aliran arus melalui
sel.
Anoda yang paling populer secara komersial (elektroda negatif) adalah grafit , yang
dalam keadaan lentur penuh LiC 6 berkorelasi dengan kapasitas maksimal 372 mAh /
g. [94] Elektroda positif umumnya merupakan salah satu dari tiga
bahan: oksida berlapis (seperti litium kobalt oksida ), polianion (seperti litium besi fosfat )
atau spinel (seperti litium mangan oksida ). [95] Baru-baru ini, elektroda yang mengandung
graphene (berdasarkan struktur 2D dan 3D dari graphene) juga telah digunakan sebagai
komponen elektroda untuk baterai lithium. [96]
Elektrolit biasanya merupakan campuran karbonat organik seperti etilen
karbonat atau dietil karbonat yang mengandung kompleks ion litium. [97] ini
non air elektrolit umumnya menggunakan non-koordinasi garam anion seperti lithium
hexafluorophosphate ( LiPF
6), lithium hexafluoroarsenate monohydrate ( LiAsF

6), litium perklorat ( LiClO

4), lithium tetrafluoroborate ( LiBF

4), dan lithium triflate ( LiCF

3BEGITU

3).

Bergantung pada pilihan bahan, voltase , kepadatan energi , masa pakai, dan keamanan


baterai lithium-ion dapat berubah secara dramatis. Upaya saat ini telah mengeksplorasi
penggunaan arsitektur baru menggunakan nanoteknologi telah digunakan untuk
meningkatkan kinerja. Bidang minat meliputi bahan elektroda skala nano dan struktur
elektroda alternatif. [98]
Litium murni sangat reaktif . Bereaksi kuat dengan air membentuk litium
hidroksida (LiOH) dan gas hidrogen . Jadi, elektrolit non-air biasanya digunakan, dan
wadah tertutup rapat tidak termasuk uap air dari kemasan baterai.
Baterai lithium-ion lebih mahal daripada baterai NiCd tetapi beroperasi pada rentang
suhu yang lebih luas dengan kepadatan energi yang lebih tinggi. Mereka membutuhkan
sirkuit pelindung untuk membatasi tegangan puncak.
Paket baterai komputer laptop, untuk setiap sel lithium-ion, akan berisi
 sensor suhu
 sebuah regulator tegangan sirkuit
 keran tegangan
 monitor status pengisian daya
 konektor listrik

Komponen ini

 pantau status pengisian dan aliran arus


 rekam kapasitas pengisian penuh terbaru
 pantau suhunya

Desainnya akan meminimalkan risiko korsleting . 


Prinsip kerja dan sejarah battery Lithium Ion
     Sebagai sumber energy tentunya kehadiran baterai mempunya fungsi vital bagi beberapa alat elektronik. Baterai
Lithium-ion sendiri merupakan jenis baterai yang digunakan oleh beberapa jenis gadget elektronik seperti
handphone, laptop, kamera bahkan mobil hybrid. Baterai lithium-Ion ini memiliki daya yang tinggi serta bobot
yang ringan dan dapat digunakan berkali-kali sehingga banyak digunakan oleh para produsen sebagai sumber tenaga
alat elektroniknya.
     Baterai Lithium ini tidak lagi menggunakan cairan layaknya accu mobil konvensional. Baterai
Lithium dikembangkan oleh seorang ilmuwan dari jepang yang bernama Yoshino Akira. Akira memadukan karbon,
polimer, dan lithium sebagai Anoda. Tahun 1991 merupakan tahun dimana Baterai Lithium-ion diproduksi oleh
Sony Corp dan Asahi Kasel Corp secara masal. Semenjak itu Baterai Lithiumterus mengalami perkembangan
sebagai sumber energy bagi ponsel dan laptop. Bahkan tahun-tahun terakhir ini baterai Lithium juga banyak
digunakan pada mobil hybrid.  Mobil Hybrid memerlukan Baterai Lithium yang menghasilkan daya energy yang
tinggi dan aman dalam penggunaannya.
Prinsip Kerja Baterai Lithium-Ion
     Prinsip kerja Baterai Lithium memanfaatkan reduksi dan oksidasi untuk menghasilkan listrik pada kedua
elektrodanya. Baterai Lithium menggunakan komposit yang berstruktur layer, dimana Lithium Cobalt Oxide
(LICoO2) sebagai Katodanya dan material karbon (sisipkan diantara lapisan karbon) sebagai Anoda.
Baterai Lithium-Ion terdiri dari Anoda, Elektrolit, Separator, dan Katoda. Pada umumnya, Katoda dan Anoda terdiri
dari dua bagian, yaitu material aktif sebagai tempat keluar masuknya ion Lithium dan Pengumpul electron sebagai
collector current. Prinsip kerja baterai lithium-Ion ini adalah sebagai berikut.
     Ketika Anoda dan Katoda terhubung maka electron akan mengalir dari Anoda menuju Katoda, maka listrik pun
akan mulai mengalir. Dibagian dalam baterai terjadi sebuah proses pelepasan Ion lithium pada Anoda, kemudian Ion
tersebut akan berpindah menuju Katoda melalui Elektrolit. Dibagian Katoda bilangan oksiddasi Kobalt akan
berubah dari 4 menjadi 3, Hal ini dikarenakan adanya elektrondan ion Lithium yang masuk dari Anoda. Untuk
Proses pengisian baterai, berbanding terbalik dari proses ini.

Karakteristik Bagian-Bagian Baterai Lithium-Ion


     Seperti  dijelaskan diatas bahwa Anoda memiliki dua bagian yaitu material aktif dan pengumpil electron.
Material aktif tidak menggunakan bahan logam Lithium langsung tetapi  menggunakan material karbon. Sedangkan
pengumpul electron mengunakan lapisan film tembaga karena tidak mudah larut (stabil) dan memiliki harga yang
murah. Apabila memakai logam Lithium langsung, maka dia akan mengalami kesulitan dalam mengontrol reaksi
Lithium dipermukaan elektrodanya. Namun demikian, salah satu kelemahan pada material karbon adalah adanya
irreversible capacity, dimana apabila baterai dialiri listrik untuk pertama kali yang bersumber dari luar pada saat
kosong. Ini akan mengakibatkan kapasitas energy yang dilepaskan pada saat proses pengisian tidak akan sama pada
saat penggunaan. Hal tersebut diakibatkan adanya gas yang terbentuk pada Anoda sehingga menghalangi proses
pelepasan Ion Lithium. Tetapi hal tersebut dapat dicegah yaitu dengan menambahkan zat adiktif ke dalam larutan
elektrolit seperti contohnya Vinylene Carbonate.

     Tentunya tetap ada resiko dalam penggunaan jenis baterai Lithium ini. Seperti kasus terparah adalah meledaknya
baterai pada handphone atau laptop. Tentunya ini mewajibkan kita untuk hati-hati dalam menggunakan baterai
Lithium ini. Selalu tanyakan berapa lama baterai dapat dipakai dan diganti apabila umurnya sudah lewat. Pastikan
juga panas pada baterai jangan sampai berlebihan pada saat digunakan.

Pada video dibawah ini, diperlihatkan bagaimana cara membuat baterai Lithium-Ion untuk aplikasi pada
kendaraan listrik. Pembuatan baterai lithium-ion dilakukan pada sebuah ruangan yang disebut sebagai
dry room. Pada ruangan tersebut, temperatur dan kelembapan udara dijaga konstan agar tidak ada
impuritas yang menempel pada baterai lithium. Hal ini mengingat lithium adalah metal aktif ketika
bereaksi dengan air atau uap air. Lithium metal dipakai sebagai katoda (kutub positif) sedangkan untuk
anoda (kutub negatif) biasanya digunakan carbon atau grapit.
Prinsip Kerja dari Baterai Litium-ion
Dari perbandingan 3 jenis baterai yang memiliki kesamaan memanfaatkan reaksi redoks
(reduksi dan oksidasi) pada kedua elektroda untuk menghasilkan listrik, yaitu fuel cells,
baterai nikelmetal hydride dan baterai litium-ion, baterai litium-ion lah yang menghasilkan
voltase tertinggi, 3 kali lipat dari yang dihasilkan baterai nickel-metal hydride.

Baterai litium menggunakan komposit berstruktur layer, Litium Cobalt Oxide (LiCoO2),
sebagai katoda, dan material karbon (dimana litium disisipkan diantara lapisan karbon)
sebagai anoda.

Baterai litium ion terdiri atas anoda, separator/pemisah, elektrolit, dan katoda. Katoda dan
anoda umumnya terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian material aktif (tempat masuk-keluarnya
ion litium) dan bagian pengumpul elektron (collector current).

Proses penghasilan listrik pada baterai litium-ion dapat dijelaskan sebagai berikut:

Ketika anoda dan katoda dihubungkan, elektron akan mengalir dari anoda menuju katoda,
bersamaan dengan itu arus listrik mengalir dengan arah sebaliknya. Pada bagian dalam
baterai, terjadi proses pelepasan ion litium pada anoda, untuk kemudian ion tersebut
berpindah menuju katoda melalui larutan elektrolit. Di katoda, bilangan oksidasi kobalt
berubah dari 4 menjadi 3, karena masuknya elektron dan ion litium dari anoda. Sedangkan
proses recharging/pengisian ulang, terjadi berkebalikan dengan proses ini.
Dari sekian banyak jenis logam, mungkin kita akan bertanya kenapa litium dijadikan
sebagai bahan anoda? Litium memiliki nilai potensial standar paling negatif (-3.0 V), paling
ringan (berat atom: 6.94 g), sehingga bila digunakan sebagai anoda dapat menghasilkan
energi yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai