Anda di halaman 1dari 5

Mendur Bersaudara

August Mendur merupakan anak dari Robert Mendur dan Yohana Masengi. August Mendur lahir
dalam keluarga yang taat beragama, selain itu, didikan dari sang ayah, Robert Mendur, membentuknya
menjadi sosok yang disiplin dan sangat rajin bekerja. August Mendur akhirnya menikah dengan Ariana
Mononimbar dan dikaruniai sebelas putra dan putri, salah satunya adalah Alexius Impurung Mendur dan
Frans Sumarto Mendur.

Alexius Impurung Mendur atau Alex Mendur dibaptis oleh Pendeta Riemper pada usia kurang
lebih tiga bulan di Gereja Protestan Kawangkoan, yaitu gereja Pemerintah Hindia Belanda. Alex Mendur
dimasukkan ke sekolah oleh August pada usia kurang lenih enam tahun. Sekolah Alex masih berstatus
gouvernement dengan nama sekolah Volkschool Gouvenrement dengan kepala solah E. Lapian. Sekolah
tersebut hanya menyediakan lima tingkat pada zaman Alex bersekolah di sana. Alex lulus dari sekolah
tersebut pada usia sebelas tahun pada tahun 1918. Sayangnya, August tidak mampu membiayai Alex
untuk sekolah ke jenjang berikutnya. Melihat kondisi ayahnya yang masih kurang dalam menghidupi
keluarganya, Alex merasa juga bertanggung jwab terhadap kehidupan adik – adinya sebagai anak laki –
laki pertama. Oleh karena itu, Alex berusaha untuk memutar otaknya agar mampu membantu ayahnya.

Alex memulai perjalanan hidupnya hingga mampu berkarier dalam dunia fotografi dengan
mengikuti Anton Najoan, seorang pribumi yang bekerja di firma Charls & Van Es & Co yang juga masih
berstatus saudara dengan Alex ke tanah Jawa pada tahun 1922. Setelah bertemu dengan Anton, Alex
mendapat ide untuk mengikutinya merantau ke Tanah Jawa. Pada saat itu, Alex Mendur baru berusia
lima belas tahun. Awalnya, niat dari Alex untuk merantau ke Tanah JAwa sempat terhalang oleh restu
orang tuanya. Mereka berpikir bahwa Alex masih terlalu muda untuk merantau ke Tanah Jawa yang
notabene sangat jauh dengan kampung halaman mereka. Dibantu oleh Anton, dia menjelaskan dengan
sabar tujuannya membawa serta Alex bersamanya ke Tanah JAwa. Akhirnya, dengan sedikit berat hati,
kedua orang tua Alex menyetujui keputusan Alex tersebut. Alex Mendur sangat beruntung karena bisa
bertemu dengan Anton Najoan, Anton berpendidikan MULO, fasih berbahasa Belanda, Inggris, dan
Melayu. Setelah lulus sekolah, Anton bekerja sebagai wartawan foto di Java Bode dan Bataviaasch
Nieuwsblad. Anton juga menjual alat – alat dan keperluan dan perlengkapan fotografi. Alex banyak
belajar tentang fotografi dari Anton Najoan. Alex belajar fotografi dari dasar hingga memakan waktu
enam tahun lamanya.

Setelah lama tinggal bersama Anton, Alex mulai berpikir untuk hidup lebih mandiri sehingga ia
mulai menerima pekerjaan lain di Bandung kemudian pindah lagi ke Jakarta, hingga menerima tawaran
bekerja di perusahaan Jerman yaitu Kodak, yang menjual alat – alat fotografi. Pada tahun 1932, Alex
menerima tawaran pekerjaan dari harian De Java Bonde. Pada saat itu, fotografer hanya ada sedikit,
termasuk Alex Mendur sendiri yang baru berusia dua puluh lima tahun. Ia menjadi satu – satunya
fotografer berkebangsaan Indonesia di kantor media berbahasa Belanda. Alex Mendur bekerja dengan De
Java Bonde hanya sebentar, sekitar tiga tahun lamanya, yakni dari tahun 1932 – 1935. Sbelum Jepang
masuk ke Indonesia, Alex keluar dari De Java Bonde pada tahun 1936 dan berkerja di KPM. KPM
merupakan singkatan dari Koninklijke Paketvaart Maatschappij atau Perusahaan Pelayaran Kerajaan.

Ketika Alex pada usia muda pergi ke Batavia, lain halnya dengan Frans. Frans pergi ke Surabaya
pada usia 14 tahun. Dia sempat diangkat menjadi anak oleh Suma sehingga mendapat tambahan nama
Sumarto pada nama aslinya. Dia lalu pergi ke Batavia dan kembali bertemu dengan Alex. Saat Alex
bekerja di De Java Bonde, dia sempat mengajari Frans tentang fotografi dan menjadikannya juru fotografi
seperti Alex.

Pada tahun 1942, Jepang datang ke Indonesia melalui Kalimantan Timur. Setelah Jepang berhasil
memasuki wilayah Jakarta, Jepang melakukan merombakan besar – besaran pada aturan – aturan yang
sudah lama berlangsung di masyarakat. Jepang menghancurkan segala jenis peninggalan Belanda. Hal ini
menyebabkan perubahan besar pada bidang fotografi, di mana pada jaman pendudukan Belanda pers
diberi kebebasan dalam gerak, sedang pada jaman Jepang, hanya untuk memotret saja mereka harus
menyerahkan hasil potretan tersebut kepada pemerintah Jepang untuk dilakukan sensor. Apabila foto
tidak sesuai dengan aturan Jepang, maka foto itu akan dihilangkan.

Jepang menunjuk Alex untuk bekerja sebagai Kepala Bagian Fotografi kantor berita Domei.
Kantor berita Domei ini, setelah kemerdekaan berubah nama menjadi Antara. Melalui kantor berita
Domei ini , rakyat Indonesia mengetahui kabar dari Tokyo tentang kekalahan Jepang terhadap sekutu.
Stelah berita tersebut tersebar dari mulut ke mulut, terdengar pula kabar yang menyatakan bahwa
Indonesia akan melaksanakan proklamasi dan segera merdeka.

Pada 17 Agustus 1945, Frans Mendur mendengar kabar dari sumber di Harian Asia Raya bahwa
akan ada peristiwa penting dikediaman Soekarno. Alexius Mendur, kakanya, juga mendengar hal serupa
dari Zahrudi, seorang teman yang bekerja di kantor Domei. Oleh karena itu, pagi – pagi sekali Alex dan
Frans Mendur bergegas ke Pegangsaan Timur 56. Ketika itu, hanya mereka berdualah fotografer yang
ada. Mereka memotret peristiwa bersejarah itu dengan menggunakan kamera merek “Laica”. Usai
Upacara, Alex segera kembali ke kantornya dan segera memproses filmnya, akan tetapi, tiba – tiba saja
film – filmnya lenyap begitu saja. Tidak seperti Alex, Frans menyiasati hasil fotonya dengan menyimpan
film – filmnya dalam tanah di halaman belakang kantor Harian Aisa Raya. Ada tiga foto yang berhasil
selamat dari kerusakan akibat dikubur, yaitu foto Soekarno membaca teks proklamasi, foto pengibaran
bendera oleh Latief Hendraningrat, dan foto suasana ketika upacara berlangsung.

Sesudah merdeka, Alex Mendur pindah ke Harian Merdeka, kakak beradik itu kemudian
menggagas pembentukan Indonesia Press Photo Service, disingkat IPPHOS. Hal ini dilator belakangi
oleh banyaknya minat orang – orang luar negeri yang mungkin wartawan datang untuk meminta foto
tokoh terkemuka bangsa Indonesia. IPPHOS berkantor di Jalan Hayam Wuruk Nomor 30, Jakarta, sejak
berdiri 2 Oktober 1946 hingga 30 tahun kemudian. Koleksi foto IPPHOS pada tahun 1945 – 1949 konon
berjumlah 22.700 bingkai foto. Foto – foto IPPHOS tak hanya mendokumentasikan oejabat Negara tetapi
juga rekaman otentik kehidupan masyarakat pada masa itu.

Pada 9 november 2009, presiden SBY menganugerahi kedua fotografer tersebut Bintang Jasa
Utama. Untuk mengenang aksi heroik kedua tokoh, didirikanlah Tugu Pers Mendur. Tugu ini berupa
patung Alex dan Frans serta bangunan rumah adat Minahasa berbentuk panggung berbahan kayu. Di
dalam rumah itu terdapat 113 foto karya Mendur bersaudara. Tugu tersebut diresmikan oleh presiden
SBY pada 11 Februari 2013.
Daftar Pustaka

Kuswiah, Wiwi. 1986. Alexius Impurung Mendur (Alex Mendur). Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventasi dan Dokumentasi
Sejarah Nasional Jakarta 1986.

Nur Khalika, Nindias. 2018. Mendur Bersaudara : Penggagas Kantor Berita Foto Independen IPPHOS.
(https://tirto.id/mendur-bersaudara-penggagas-kantor-berita-foto-independen-ipphos-cKFK).
Diakses pada 25 September pukul 23.15

Margianto, Heru. 2014. Cerita di Balik Foto Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang Terkenal Ini.
(https://nasional.kompas.com/read/2014/08/17/13302561/Cerita.di.Balik.Foto.Proklamasi.Ke
merdekaan.Indonesia.yang.Terkenal.Ini). Diakses pada 25 September pukul 22.57

Anda mungkin juga menyukai