Disusun oleh :
MAGISTER MANAGEMENT
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2011
Pertanyaan No. 1
Kita sering tidak sadar bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk salah satu tempat kerja
yang berisiko,terutama bagi pekerja RS. Di RS banyak sekali bahan, alat dan proses kerja
yang mengancam. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). NIOSH pada tahun 1985
mencatat bahwa di RS terdapat 159 zat yang bersifat iritan bagi kulit dan 135 bahan kimia
berbahaya yang bersifat karsinogenik, terratogenik dan mutagenik yang dapat mengancam
pekerja. Disamping itu, di RS angka berbagai Penyakit Akibat Kerja (PAK) seperti Low
Back Pain, Hypertensi, Varises, gangguan pencernaan dan stress diyakini cukup tinggi.
(1998) mencatat frekuensi angka KAK di RS lebih tinggi 41% dibanding pekerja lain
dengan angka KAK terbesar adalah NSI (Needle Stick injuries). Di Indonesia, penelitian dr
Joseph tahun 2005 -2007 mencatat bahwa angka KAK NSI mencapai 38-73 % dari total
petugas kesehatan.
dalam menjalankan K3 RS dengan baik dan benar, serta tingkat kesadaran pekerja RS akan
K3 yang masih rendah. Di samping itu berbagai masalah K3 kurang mendapat perhatian
sebagaimana mestinya, hal ini dapat dilihat, masih banyaknya PAK dan KAK (HNP, NSI
dll) yang tidak termasuk dalam 31 PAK yang ditetapkan oleh pemerintah (Keppres No.
tersebut. Agar K3 di Rumah Sakit dapat dilaksanakan dengan baik, maka pihak manajemen
RS perlu memahami berbagai hal yang terkait dengan K3. Pelatihan yang diadakan ini
SDMK3 yang ada di RS, sehingga diharapkan para SDM K3 tersebut lebih peka dan kreatif
dalam implementasi K3 di Rumah Sakit. dengan penerapan K3 RS yang baik dan benar
tersebut maka berbagai PAK dan KAK dapat diminimalisasi, produktivitas pekerja dapat
ditingkatkan dan pada akhirnya dapat meningkatkan profit bagi Rumah Sakit.
dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di
semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan,
mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika
memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke
dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan
dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga
terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-
bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan,
cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan
psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa
dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di
lingkungan RS. Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 1988 menunjukkan
bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus
yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka
sprains, strains : 52%; contussion, crushing, bruising : 11%; cuts, laceration, punctures:
10.8%; fractures: 5.6%; multiple injuries: 2.1%; thermal burns: 2%; scratches, abrasions:
1.9%; infections: 1.3%; dermatitis: 1.2%; dan lain-lain: 12.4% (US Department of
angka prevalensi cedera punggung tertinggi pada perawat (16.8%) dibandingkan pekerja
sektor industri lain. Di Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah low back pain,
prevalensi 42% dan di AS, insiden cedera musculoskeletal 4.62/100 perawat per tahun.
Cedera punggung menghabiskan biaya kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1 milliar $ per
belum tergambar dengan jelas, namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para
Selain itu, Gun (1983) memberikan catatan bahwa terdapat beberapa kasus penyakit
kronis yang diderita petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita),
penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57% wanita)
serta nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus intervertebrae. Ditambahkan juga bahwa
terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita petugas RS lebih besar 1.5 kali dari
petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran
cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah
kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan tulang
rangka. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan,
meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu dikelola
dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan
sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS.
A. Latar Belakang K3
umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi
yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut
sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami
kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu
atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat
sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan
kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020
mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang
ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang
harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk
mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja
Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat
Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku
sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi
bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat
luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika
kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari
faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta
keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko
kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan
kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan
lingkungan disekitarnya.
Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat
penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan
dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu
komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan.
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja
pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju
masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam
tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga
kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang
ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau
buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan
kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta
nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan
peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang
dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam
tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah
dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang
salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan
nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan
yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh
diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk
ventilasi yang memasukkan debu dan gas, layout yang berbahaya ditempatkan dekat
dengan pekerja, pelindung mesin yang tak sebanding, peralatan yang rusak,
peralatan pelindung yang tak mencukupi, seperti helm dan gudang yang kurang
baik.
menambah daya dan lain-lain. Dari hasil analisa kebanyakan kecelakaan biasanya
terjadi karena mereka lalai ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya
satu saja. Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat
Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah
industri terdapat kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada industri mengatakan
itu sebagai kecenderungan kecelakaan. Untuk mengukur kecenderungan kecelakaan
harus menggunakan data dari situasi yang menunjukkan tingkat resiko yang
ekivalen.
sedikit yang diketahuinya. Satu lagi pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah ada
atau salah satu kecelakaan yang besar. Pendekatan yang sering dilakukan untuk
seorang manager untuk salah satu faktor kecelakaan terhadap pekerja adalah dengan
tidak membayar upahnya. Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan hal
upah pekerja akan membuat pekerja malas melakukan pekerjaannya dan terus
membahayakan diri mereka ataupun pekerja yang lain. Ada kemungkinan bahwa
kecelakaan tersendiri.
resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga
komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang
masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35%
kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak
optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang
ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang
kecelakaan kerja.
b) Beban Kerja
akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut
memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja
yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja
tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat
menimbulkan stres.
c) Lingkungan Kerja
lapisan, memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapat pelayanan
kesehatan.
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-;
pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru
Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini
dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian
khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa
dan jenis yang sesuai, maka pembangunan kesehatan tidak akan dapat berjalan
pendayagunaan tenaga kesehatan antara lain: kebijakan tentang arah dan strategi
kesehatan. Selain dari pada itu, beberapa faktor makro yang berpengaruh terhadap
di atas.
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-;
pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru
Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini
dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian
khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa
a. Perawat
b. Perawat Gigi
c. Bidan
d. Fisioterapis
e. Refraksionis Optisien
f. Radiographer
g. Apoteker
h. Asisten Apoteker
i. Analis Farmasi
j. Dokter Umum
k. Dokter Gigi
l. Dokter Spesialis
n. Akupunkturis
p. Okupasi Terapis.
C. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja yang
menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah
pekerja sudah sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost
benefit) suatu perusahaan atau negara akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit
akibat kerja sangat besar dan dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan
Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja dan
banyak buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang
telah diterbitkan. Di era globalisasi ini kita harus mengikuti trend yang ada di negara
maju. Dalam hal penanganan kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar
internasional agar industri kita tetap dapat ikut bersaing di pasar global. Dengan
berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja merupakan hal yang sangat strategis.
Ditinjau dari segi apapun niscaya akan menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu,
bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional serta untuk menghadapi
persaingan global.
Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja akan
menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya untuk kasus-kasus
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap kawasan industri akan
berdiri rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja mempunyai akses untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Setelah itu perlu adanya rumah
sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional. Sudah barang tentu hal ini juga harus
didukung dengan meluluskan spesialis kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi.
Kelemahan dan kekurangan dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki
kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi utama berdirinya rumah sakit tersebut
Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan materi.
Salah satu upaya dalam perlindungan tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K di
P3K untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud
Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1 Tahun 1970
Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas pokok meliputi P3K dan
Pertanyaan No. 2
pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik
terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini,
diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara
kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari
a. Anamnese pekerjaan
c. Alergi
e. Pemeriksaan badan
- Tuberkulin test
- Psiko test
2. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara
berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko
kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar
umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan
diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada
dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi
mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan
sebagainya.
Kesimpulan
Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha,
kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif
terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam
berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan
tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah
untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit
Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah menjadi
yang meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk
mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan
Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit
dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu
perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola
secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.
Pertanyaan 3:
Pendekatan yang dilakukan terkait dengan manajemen dan keselamatan kerja dan
Pendekatannya :
1. Pembentukan Panitia K3
Bahwa sangat diperlukan adanya pelaksanaan upaya keselamatan kerja, kebakaran dan
merupakan
• Panitia K3 Rumah Sakit terdiri dari tenaga staf adalah tenaga yang menjadi anggota
Panitia K3 Rumah Sakit, dan tenaga pendukung adalah tenaga / pegawai yang
langsung dan pesawat melalui operator serta pesawat telpon lain untuk facsimile.
• Bilamana terjadi bencana di Ruma Sakit, maka pesawat dengan nomor tersebut
diatas hanya diperuntukan penggunaannya oleh Panitia K3 Rummah Sakit selain Panitia
Pelaksanaan Keselamatan Kerja adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan
tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Keselamatan kerja bagi
o Tersedia alat pemadam api / kebakaran di rumah sakit dengan jumlah yang cukup
kebakaran.
yang menjadi sebab munculnya atau terjadinya kebakaran dan mengambil langkah-langkah
suatu rencana pemeliharaan yang cermat dan teratur atas bangunan dan kelengkapannya,
inspeksi/pemeriksaan, penyediaan dan penempatan yang baik dari peralatan pemadam
kebakaran termasuk memeliharanya baik segi siap- pakainya maupun dari segi mudah
dicapainya
4. Kewaspadaan Bencana
sebagai berikut :
digunakan bagi seluruh pegawai Rumah Sakit dalam mengambil langkah-langkah yang
o Organisasi pencegahan dan penanggulangan bencana ini terdiri dari : perawat dan
Ka. Urusan, dokter IGD, Manajer Penunjang Medis, Manajer Keperawatan, Manajer
bencana.
dll.
sebagai berikut :
• Disaster Program
b. Evaluasi ini dilakuan untuk jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan jenis kegiatan
rumah sakit untuk mendapatkan tindak lanjut, untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
7. Peningkatan Mutu
• Dilakukan analisa terhadap kasus kejadian K3 di rumah sakit oleh Panitia K3 Ruma Sakit.
• Hasil Analisa dibuatkan rekomendasi dan laporannya kepada direktur rumah sakit
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Suma'mur .1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta :Haji Masagung
Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta :Gunung Agung,
1985