Perolehan Dan Pelepasan Aset Tetap
Perolehan Dan Pelepasan Aset Tetap
Perusahaan mengakui aset tetap ketika biaya perolehan aset dapat diukur
secara andal dan besar kemungkinan bahwa perusahaan akan mendapatkan
manfaat ekonomik masa depan.[2]
Umumnya, tanah merupakan bagian dari aset tetap. Namun, jika tujuan
utama dari memperoleh dan memiliki tanah adalah spekulatif, maka
perusahaan lebih tepat mengklasiflkasikan tanah tersebut sebagai investasi.
Jika perusahaan properti memiliki tanah untuk dijual kembali, maka
perusahaan harus mengklasiflkasikan tanah sebagai persediaan.
Oleh karena itu, biaya yang tidak langsung terkait dengan proses
menjadikan bangunan siap untuk digunakan tidak boleh dikapitalisasi.
Misalnya, biaya start-up seperti biaya promosi yang berkaitan dengan
pembukaan bangunan atau kerugian operasi yang timbul akibat penjualan
yang rendah pada awal operasi, tidak boleh dikapitalisasi. Biaya administrasi
umum (seperti biaya departemen keuangan) juga tidak boleh dialokasikan ke
biaya perolehan bangunan.
ASET DIBANGUN SENDIRI
Perusahaan dapat menangani overhead dengan salah satu dari dua cara:
Akuntansi yang tepat atas biaya bunga telah lama menjadi kontroversi.
Terdapat tiga pendekatan yang telah diusulkan untuk mencatat bunga yang
dikenakan dalam pembiayaan pembangunan aset tetap:
1. Aset kualifikasian.
2. Periode kapitalisasi
3. Jumlah yang dikapitalisasi.
Aset Kualifikasian
Agar memenuhi syarat kapitalisasi bunga, aset harus membutuhkan waktu
yang cukup lama untuk menjadikan aset tersebut siap untuk digunakan
atau dijual. Perusahaan mengapitalisasi biaya bunga dimulai dengan
pengeluaran pertama yang terkait dengan aset. Kapitalisasi terus berlanjut
sampai perusahaan secara substansial selesai mempersiapkan aset untuk
digunakan. Aset yang memenuhi syarat untuk kapitalisasi biaya bunga
mencakup aset dalam pembangunan untuk digunakan sendiri oleh
perusahaan (termasuk bangunan, pabrik, dan mesin besar) dan aset yang
dimaksudkan untuk dijual atau disewakan, yang dibangun atau diproduksi
sebagai proyek diskrit
Contoh aset yang tidak memenuhi syarat untuk kapitalisasi bunga di
antaranya (1) aset yang sedang digunakan atau siap untuk digunakan, dan
(2) aset yang tidak digunakan perusahaan dalam aktivitas produktif dan
yang tidak menjalani aktivitas untuk menjadikan aset siap untuk digunakan.
Contoh jenis kedua ini termasuk tanah yang masih belum dikembangkan
dan aset yang tidak digunakan karena usang, kelebihan kapasitas, atau
perlu perbaikan.
Periode Kapitalisasi
Periode kapitalisasi ( capitalization period) adalah periode waktu di mana
perusahaan harus mengapitalisasi bunga. Periode ini dimulai dengan
adanya tiga kondisi:
1. Pengeluaran untuk aset yang telah mulai dilakukan.
2. Aktivitas yang diperlukan untuk menjadikan aset siap untuk
digunakan atau dijual sedang berlangsung.
3. Biaya bunga yang sedang dikenakan. Kapitalisasi bunga terus
berlangsung selama ketiga kondisi tersebut terjadi. Periode
kapitalisasi berakhir ketika aset tersebut secara substansial telah
selesai dan Siap untuk digunakan.
Pendapatan Bunga.
Perusahaan sering meminjam uang untuk membiayai pembangunan aset.
Perusahaan menginvestasikan kelebihan dana yang dipinjam dalam efek
berbunga untuk sementara sampai perusahaan memerlukan dana tersebut
untuk membayar keperluan konstruksi. Selama tahap awal pembangunan,
pendapatan bunga yang diperoleh mungkin bisa melebihi biaya bunga atas
dana yang dipinjam. Haruskah perusahaan menyaling hapus (offset)
pendapatan bunga dengan biaya bunga ketika menentukan jumlah bunga
yang dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya pembangunan aset? IFRS
mengharuskan pendapatan bunga yang diperoleh dari pinjaman tertentu
harus menyaling hapus biaya bunga yang dikapitalisasi. Alasannya adalah
bahwa pendapatan bunga yang diperoleh dari pinjaman tertentu secara
langsung berkaitan dengan biaya bunga atas pinjaman itu.
Observasi
Persyaratan kapitalisasi bunga masih diperdebatkan. Dari sudut pandang
konseptual, banyak yang berpendapat bahwa perusahaan tidak harus
mengapitalisasi biaya bunga, atau mengapitalisasi seluruh biaya bunga, baik
aktual atau diperhitungkan untuk alasan yang disebutkan sebelumnya.
Seperti aset lainnya, perusahaan harus mencatat aset tetap sebesar nilai
wajar yang diserahkan atau sebesar nilai wajar aset yang diterima, mana
yang lebih jelas. Namun demikian, proses perolehan aset kadang dapat
mengaburkan nilai wajar. Misalnya, jika perusahaan membeli tanah dan
bangunan bersama-sama pada harga tunggal, bagaimana cara menentukan
nilai terpisah untuk tanah dan bangunan tersebut? Bagian ini akan
mempelajari masalah akuntansi jenis ini sebagai berikut.
Diskon Tunai
Ketika perusahaan membeli aset tetap kemudian dikenakan diskon tunai
atas pembayaran lebih awal, bagaimana perusahaan harus melaporkan
diskon ini? Jika mengambil diskon ini, perusahaan harus mencatat diskon
sebagai pengurangan harga pembelian aset. Akan tetapi. haruskah
perusahaan mengurangi biaya perolehan aset bahkan jika perusahaan
akhirnya tidak mengambil diskon?
Ada dua sudut pandang yang bisa digunakan atas pertanyaan im. Salah satu
pendekatan menganggap diskon. baik diambil atau tidak, sebagai
pengurangan biaya perolehan aset. Argumen untuk pendekatan ini adalah
bahwa biaya riil dari aset adalah harga kas atau setara kas dan aset. Selain
itu beberapa pihak berpendapat bahwa termin diskon tunai sangat
menarik, sehingga kegagalan memanfaatkan diskon tersebut
mengindikasikan adanya kesalahan atau inefisiensi manajemen.
Pembelian Lumsum
Masalah khusus dalam penilaian aset tetap muncul ketika perusahaan
membeli sekelompok aset pada satu harga lumsum (lump-sum price).
Ketika situasi umum ini terjadi, perusahaan mengalokasikan total biaya
antara berbagai aset atas dasar nilai wajar relatif. Asumsinya adalah bahwa
biaya akan bervariasi sesuai dengan proporsi nilai wajarnya Prinsip ini
adalah prinsip yang sama yang diberlakukan perusahaan untuk
mengalokasikan biaya lumsum antara barang-barang persediaan yang
berbeda. Untuk menentukan nilai wajar, perusahaan harus menggunakan
teknik penilaian yang sesuai dengan situasi. Dalam beberapa kasus, teknik
penilaian tunggal akan menjadi lebih sesuai. Dalam kasus lain, perusahaan
mungkin harus menggunakan beberapa pendekatan penilaian.
Penerbitan Saham
Ketika perusahaan membeli properti dengan menerbitkan efek, seperti
saham biasa, nilai pari atau nilai dinyatakan dari saham tersebut kurang
tepat untuk mengukur biaya perolehan properti. Jika perdagangan saham
adalah pasar aktif, maka harga pasar saham yang diterbitkan adalah
indikasi wajar dari biaya perolehan properti yang dibeli. Saham adalah
ukuran yang baik dari harga setara kas saat ini.
Jika perusahaan tidak dapat menentukan nilai wajar dari saham biasa yang
dipertukarkan (berdasarkan harga pasar), maka perusahaan dapat
memperkirakan nilai wajar dari properti. Perusahaan kemudian
menggunakan nilai properti sebagai dasar untuk pencatatan aset dan
penerbitan saham biasa.
Pertukaran Aset Nonmoneter
Akuntansi yang tepat untuk pertukaran aset nonmoneter, seperti aset
tetap, masih kontroversial. Beberapa pihak berpendapat bahwa
perusahaan harus mencatat pertukaran jenis ini berdasarkan nilai wajar
dari aset yang diserahkan atau nilai wajar aset yang diterima, dengan
mengakui keuntungan atau kerugian. Pihak lainnya berpendapat bahwa
perusahaan harus mencatat pertukaran berdasarkan jumlah tercatat (nilai
buku) dari aset yang diserahkan, tanpa mengakui adanya keuntungan atau
kerugian. Pihak yang lainnya mendukung pendekatan yang mengakui
kerugian dalam semua kasus, tetapi menangguhkan keuntungan dalam
situasi khusus.
Biasanya, perusahaan mencatat pertukaran aset nonmoneter (non-
monetary assets) atas dasar nilai wajar aset yang diserahkan atau nilai
wajar aset yang diterima, mana yang lebih jelas. [6] Dengan demikian,
perusahaan harus mengakui dengan segera semua keuntungan atau
kerugian atas pertukaran tersebut. Alasan untuk pengakuan dengan segera
adalah bahwa sebagian besar transaksi memiliki substansi komersial,
sehingga keuntungan dan kerugian harus diakui.
Hibah Pemerintah
Banyak perusahaan menerima hibah pemerintah. Hibah pemerintah
(goverment grants) merupakan bantuan yang diterima dari pemerintah
dalam bentuk pengalihan sumber daya kepada perusahaan dengan imbal
hasil kepatuhan terhadap syarat tertentu di masa lalu atau masa depan
yang berkaitan dengan aktivitas operasi perusahaan.
Dengan kata lain, hibah pemerintah sering kali berupa beberapa jenis aset
(seperti kas, efek, aset tetap, atau penggunaan fasilitas) yang disediakan
sebagai subsidi untuk perusahaan. Hibah pemerintah juga terjadi ketika
utang perusahaan diampuni atau pinjaman diberikan kepada perusahaan
pada suku bunga di bawah suku bunga pasar. Masalah-masalah akuntansi
utama yang berkaitan dengan hibah pemerintah adalah dalam menentukan
metode akuntansi yang tepat untuk pengalihan seperti ini pada pembukuan
perusahaan dan bagaimana pengalihan tersebut harus disajikan dalam
laporan keuangan.
Pendekatan Akuntansi
Ketika perusahaan memperoleh aset seperti aset tetap melalui hibah
pemerintah, konsep biaya perolehan yang ketat menyatakan bahwa aset
harus dinilai nol. Namun, pengalihan dari prinsip biaya perolehan tampak
dibenarkan karena satu-satunya biaya yang telah dikeluarkan (biaya hukum
dan pengeluaran lainnya yang relatif kecil) bukan merupakan dasar yang
wajar untuk mencatat aset yang diperoleh. Jika perusahaan tidak mencatat
apa pun, maka artinya perusahaan mengabaikan realitas ekonomi dari
kenaikan kekayaan dan aset. Oleh karena itu, sebagian besar perusahaan
menggunakan nilai wajar aset untuk menentukan nilai bukunya.
Kemudian, bagaimana perlakuan akuntansi yang tepat untuk kredit yang
terkait dengan hibah pemerintah ketika nilai wajar aset digunakan? Ada
dua pendekatan yang disarankan: pendekatan modal (ekuitas) dan
pendekatan pendapatan. Pendukung pendekatan ekuitas berpendapat
bahwa kredit harus dicatat langsung pada ekuitas karena sering kali tidak
ada pembayaran berupa kas dari hibah yang diharapkan. Selain itu, hibah
juga merupakan insentif dari pemerintah, yang mana hal tersebut tidak
didapatkan sebagai bagian dari operasi normal perusahaan dan tidak boleh
menyaling hapus beban operasi pada laporan laba rugi.
Pendekatan Pendapatan
IFRS mensyaratkan pendekatan pendapatan dan menunjukkan bahwa
aturan umum adalah bahwa hibah harus diakui dalam pendapatan secara
sistematis yang mengaitkan pendapatan dengan biaya yang dimaksudkan
untuk dikompensasi oleh hibah tersebut. [7] Hal ini dipenuhi dengan satu
dari dua cara untuk aset seperti aset tetap:
1. Mencatat hibah sebagai pendapatan hibah tangguhan, yang diakui
sebagai pendapatan secara sistematis selama umur manfaat aset,
atau
2. Mengurangi hibah dari jumlah tercatat aset yang diterima dari hibah,
yang dalam hal ini hibah diakui dalam pendapatan sebagai pengurang
beban penyusutan.