Anda di halaman 1dari 11

Prosedur Pemasangan ECG

Definisi EKG (Elektrokardiografi)


Elektrokardiografi ( EKG atau ECG ) adalah alat bantu diagnostik yang digunakan untuk
mendeteksi aktivitas listrik jantung berupa grafik yang merekam perubahan potensial listrik
jantung yang dihubungkan dengan waktu. Penggunaan EKG dipelopori oleh Einthoven pada
tahun 1903 dengan menggunakan Galvanometer. Galvanometer senar ini adalah suatu instrumen
yang sangat peka sekali yang dapat mencatat perbedaan kecil dari tegangan ( milivolt ) jantung
(Sundana, 2008).

Indikasi Pemasangan EKG


Menurut Skill Lab. Sistem Kardiovaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar, 2009 :
1) Pasien dengan kelainan irama jantung
2) Pasien dengan kelainan miokard seperti infark
3) Pasien dengan pengaruh obat-obat jantung terutama digitalis
4) Pasien dengan gangguan elektrolit
5) Pasien perikarditis
6) Pasien dengan pembesaran jantung
7) Pasien dengan kelainanPenyakit inflamasi pada jantung.
8) Pasien di ruang ICU
Sadapan pada EKG
Fungsi sadapan EKG adalah untuk menghasilkan sudut pandang yang jelas terhadap jantung.
Menurut Sundana, 2008, Sadapan mesin EKG terbagi menjadi dua:

1. Sadapan bipolar(I,II,III)
Sadapan ini dinamakan bipolar karena merekam perbedaan potensial dari 2 elektrode. Sadapan
ini memandang jantung secara arah vertikal (atas ke bawah dan kesamping)
Sadapan-sadapan bipolar dihasilkan dari gaya-gaya listrik yang diteruskan dari jantung melalui
empat kabel elektrode yang diletakkan di kedua tangan dan kaki. Masing-masing LA(left arm),
RA (right arm), LF(left foot), dan RF(right foot). Dari empat electrode ini akan dihasilkan
beberapa sudut atau sadapan sebagai berikut:

1. Sadapan I. Sadapan I dihasilkan dari perbedaan potensial listrik antara RA yang dibuat
bermuatan (-) dan LA yang dibuat bermuatan (+) sehingga arah listrik jantung bergerak ke sudut
0o(sudutnya ke arah lateral kiri). Dengan demikian bagian lateral jantung dapat dilihat oleh
sadapan I

2. Sadapan II. Sadapan II dihasilkan dari perbedaan antara RA yang dibuat bermuatan (-) dan LF
yang dibuat bermuatan (+)sehingga arah listrik bergerak sebesar +60o(sudutnya ke arah inferior)
Dengan demikian, bagian inferior jantung dapat dilihat dari sadapan II

3. Sadapan III. Sadapan III dihasilkan dari perbedaan antara LA yang dibuat bermuatan(-) dan
RF yang bermuatan (+) sehingga listrik bergerak sebesar sudut +120o(sudutnya ke arah inferior).
Dengan demikian, bagian inferior jantung dapat dilihat oleh sadapan III.
Gambar 1. Sadapan Bipolar

2. Sadapan Unipolar
a) Unipolar Ekstremitas
Sadapan unipolar ekstremitas merekam besar potensial listrik pada satu ekstremitas. Gabungan
electrode pada ekstremitas lain membentuk electrode indifferent(potensial 0). Sadapan ini
diletakkan pada kedua lengan dan kaki dengan menggunakan kabel seperti yang digunakan pada
sadapan bipolar. Vector dari sadapan unipolar akan menghasilkan sudut pandang terhadap
jantung dalam arah vertical.
1. Sadapan aVL. Sadapan aVL dihasilkan dari perbedaan antara muatan LA yang dibuat
bermuatan (+) dengan RA dan LF yang dibuat indifferent sehingga listrik bergerak kearah -
30o(sudutnya kearah lateral kiri). Dengan demikian, bagian lateral jantung dapat dilihat juga oleh
sadapan aVL.
2. Sadapan aVF. Sadapan aVF dihasilkan dari perbedaan antara muatan LF yang dibuat
bermuatan (+) dengan RA dan LF dibuat indifferent sehingga listrik bergerak kearah +90o (tepat
kearah inferior). Dengan demikian bagian inferior jantung selain sadapan II dan III dapat juga
dilihat oleh sadapan aVF
3. Sadapan aVR. Sadapan aVR dihasilkan dari perbedaan antara muatan RA yang dibuat
bermuatan (+) dengan LA dan LF dibuat indifferent sehingga listrik bergerak ke arah berlawanan
dengan arah listrik jantung -150o (arah kanan ekstrem).
Sadapan bipolar dan unipolar ekstremitas belum cukup sempurna untuk mengamati adanya
kelainan di seluruh jantung. Sehingga akan dilengkapi dengan unipolar prekordial.

Gambar 2. unipolar ekstremitas

b) Unipolar prekordial
Sadapan unipolar prekordial merekam besar potensi listrik dengan electrode eksplorasi
diletakkan pada dinding dada. Elektrode indifferent (potensial 0) diperoleh dari penggabungan
ketiga elektrode ekstremitas. Sadapan ini memandang jantung secara horizontal (jantung bagian
anterior, septal, lateral, posterior dan ventrikel sebelah kanan).
Untuk unipolar prekordial, sudut pandang jantung dapat diperluas ke daerah posterior dan
ventrikel kanan. Untuk posterior dapat ditambahkan V7, V8, dan V9, sedangkan untuk ventrikel
kanan dapat dilengkapi dengan V1R, V2R, V3R, V4R, V5R, V6R, V7R, V8R, V9R.
Penempatan dilakukan berdasarkan urutan kbel-kabel yang terdapat pada mesin EKG yang
dimulai dari nomor V1-V6. Sekalipun mesin hanya menyediakan 6 elektrode prekordial, namun
untuk penambahan bagian-bagian pada V7-V9 dan V1R-V9R dapat digunakan elektrode
prekordial manapun sesuai keinginan, hanya nomor-nomornya diubah secara manual pada kertas
hasil rekaman dengan menggunakan bolpoin/tinta. Penentuan letak disesuaikan pada urutan
sebagai berikut.

Penempatan elektroda

Daerah kiri
V1: Ruang intercostal IV garis sternal kanan
V2: Ruang intercostal IV garis sternal kiri
V3: Pertengahan antara V2 dan V3
V4: Ruang interkostal V midclavikula kiri
V5: Sejajar V4 garis aksila depan
V6: Sejajar V4 garis mid aksila kiri

Bagian posterior
V7: Ruang interkostal V garis aksila posterior kiri
V8: Ruang interkostal V garis skapula posterior kiri
V9: Ruang interkostal V samping kiri tulang belakang

Daerah kanan
V1R diletakkan seperti V1
V2R diletakkan seperti V2.
V3R: Antara V1-V4R
V4R:Ruang interkostal ke-5 garis midklavikula kanan
V5R:Ruang interkostal ke-5 antara V4R-V5R
V6R: ICS ke-5 garis mid aksila kanan

Sebelum manambah bagian posterior (V7-V9) semua sadapan prekordial dari V1-V6 dilepas
terlebih dulu dari dinding dada. Selanjutnya, untuk sadapan V7-V9 dapat digunakan sadapan
prekordial mana pun (elektrode prekordial V1-V3 atau V3-V6 sesuai keinginan).

Letak jantung di lihat dari sadapan


Menurut Sundana, 2008
Daerah jantung Sadapan
Inferior II, III, dan aVF
Anterior V3, V4
Septal V1, V2
Lateral I, aVL, V5, dan V6
Posterior V1-V4 resiprokal
Ventrikel kanan V3R-V6R

Kertas EKG

Gambar 4. kertas EKG


Ada 2 macam kotak dalam EKG yaitu kotak kecil dengan ukuran 1 mm x 1 mm atau 0,04 detik x
0,04 detik. Yang kedua yaitu kotak sedang/besar dengan ukuran 5 mm x 5 mm atau 0,20 detik x
0,20 detik.
Normal kecepatan mesin EKG sebesar 25mm/detik . Ini artinya dalam 1 detik mewakili 25mm
atau 25 kotak kecil dalam bidang horizontal. Dengan standar voltase 1 mVolt, yang artinya
dengan standarisasi 1 mVolt akan menghasilkan defleksi vertikal sebesar 10 mm atau
10mm/mVolt. Jadi 1 kotak kecil sama dengan 0,1mVolt.
jadi,
1 kotak kecil = 1 mm = 0,04 detik = 0,1 mVolt
5 kotak kecil = 5 mm = 1 kotak besar/sedang = 0,20 detik = 0,5 mVolt
10 kotak kecil = 10 mm = 2 kotak besar/sedang = 0,40 detik = 1 mVolt
25 kotak kecil = 25 mm = 5 kotak besar/sedang = 1 detik
15 kotak besar/sedang = 3 detik
30 kotak besar/sedang = 6 detik

Menghitung laju jantung


1. jarak R-R
1 kotak sedang : 300x/menit
2 kotak sedang : 150x/menit
3 kotak sedang : 100x/menit
4 kotak sedang : 75x/menit
5 kotak sedang : 60x/menit
6 kotak sedang : 50x/menit
1. hitung jumlah R-R dalam 6 kotak besar = 6 detik. Jumlah Rx10 = heart rate/ menit
2. 1500/jarak R-R (dalam mm) = heart rate/ menit

Cara Merekam EKG


Persiapan Pasien sebelum Prosedur EKG

1. Persiapan pemasangan
2. Persiapan Pasien
1. Beri penjelasan mengenai tindakan dan tujuan tindakan
2. Atur posisi pasien terlentang,
3. Anjurkan pasien untuk tidak melakukan gerakan selama pemeriksaan berlangsung
4. Pertahankan privasi pasien ( Anonim,2008 )
5. Persiapan alat dan bahan

Menurut Waluya, 2009 :


A. Persiapan alat :

1. Persiapkan alat EKG, misalnya EKG dari “Fukuda” model FJC-7110 yang memiliki dua
tombol untuk power, lengkap dengan kabel power, kabel pasien, kabel ground, elektroda
ekstermitas dan elektroda precordial serta kertas perekam khusus atau termal paper.

2. Bengkok

3. Persiapan bahan:
a. Pasta/jelly elektroda
b.Alkohol 70 %
c. Kapas

B. Prosedur

1. Mempersiapkan alat EKG


2. Menghubungkan kabel power ke Saklar.

3. Menghubungkan kabel ground ke saluran ledeng atau ke tanah dengan kabel dibungkus kasa
lembab

4. Memastikan alat berfungsi dengan baik.

5. Mempersiapkan Pasien

6. Pasien dipersilahkan membuka baju atas dan kaos dalamnya serta berbaring di atas tempat
tidur, dan dianjurkan untuk tidak tegang (rileks) serta memberitahu prosedur yang akan
dilakukan.

7. Membersihkan tempat-tempat yang akan ditempel elektroda dengan kapas alkohol 70 % pada
bagian ventral kedua lengan bawah (dekat pergelangan tangan) dan bagian lateral ventral kedua
tungkai bawah ( dekat pergelangan kaki), serta dada. Jika perlu dada dan pergelangan kaki
dicukur.

8. Keempat elektroda ekteremitas diberi jelly.

9. Oleskan sedikit pasta elektroda pada tempat-tempat yang akan dipasangkan elektroda.

10. Pasang keempat elektroda ektremitas tersebut pada kedua pergelangan tangan dan kaki,
dengan ketentuan sbb:
Merah : lengan kanan (RA)
Kuning : lengan kiri (LA)
Hijau : Tungkai kiri (LF)
Hitam : tungkai kanan (RF)

11. Dada diberi jelly sesuai dengan lokasi untuk elektroda

12. Pasang elektroda prekordial (V1-V6) disesuaikan dengan kabel.

13. Tekan “On” untuk menghidupkan alat.

14. Atur posisi jarum penulis agar terletak ditengah lebar kertas, kemudian membuat rekaman
kalibrasi.

15. Membuat rekaman EKG dari ; Lead I, Lead II. Lead III, aVR, aVL, aVf, V1, V2, V3, V4,
V5, dan V6.

16. Rekaman setiap sadapan dibuat minimal 3 siklus.

17. Setelah selesai membuat rekaman tekan power “Off “, elektroda dilepas, sisa pasta elektroda
pada orang coba dibersihkan dan dipersilahkan mengenakan baju kembali.
18. Alat-alat dibersihkan dan dikembalikan pada tempat seperti semula.

Hal-hal berikut ini harus diperhatikan untuk memastikan tidak adanya artefak dan teknik
perekaman yang jelek :

1. EKG sebaiknya direkam pada pasien yang berbaring di tempat tidur yang nyaman atau pada
meja yang cukup lebar untuk menyokong seluruh tubuh. Pasien harus istirahat total untuk
memastikan memperoleh gambar yang memuaskan. Hal ini paling baik dengan menjelaskan
tindakan terlebih dahulu kepada pasien yang takut untuk menghilangkan ansietas. Gerakan atau
kedutan otot oleh pasien dapat merubah rekaman.

2. Kontak yang baik harus terjadi antara kulit dan elektroda. Kontak yang jelek dapat
mengakibatkan rekaman suboptimal.

3. Alat elektrokardiografi harus distandarisasi dengan cermat sehingga 1 milivolt (mV) akan
menimbulkan defleksi 1 cm. Standarisasi yang salah akan menimbulkan kompleks voltase yang
tidak akurat, yang dapat menimbulkan kesalahan penilaian.

4. Pasien dan alat harus di arde dengan baik untuk menghindari gangguan arus bolak-balik.

5. Setiap peralatan elektronik yang kontak dengan pasien, misalnya pompa infus intravena yang
diatur secara elektrik dapat menimbulkan artefak pada EKG(anonim, 2008)
Gelombang EKG

Menurut Sundana (2008)

Gelombang P
Gelombang P merupakan gelombang awal hasil depolarisasi di kedua atrium. Normalnya kurang
dari 0,12 detik dan tingginya (amplitudo) tidak lebih dari 0,3 mV.

Gelombang P secara normal selalu defleksi positif (cembung ke atas) di semua sadapan dan
selalu defleksi negatif (cekung ke bawah) di sadapan aVR. Akan tetapi, kadang-kadang
ditemukan defleksi negatif di sadapan V1 dan hal ini merupakan sesuatu yang normal.

Kompleks QRS
Terdiri atas gelombangQ-R dengan / atau S. Gelombang QRS merupakan hasil depolarisasi
kedua ventrikel . Secara normal, lebar kompleks QRS adalah 0,06 detik-0,12 detik dengan
amplitudo yang bervariasi bergantung pada sadapan.

Cara penamaan kompleks QRS sebagai berikut:


1. Bila setelah gelombang P terjadi defleksi ke atas, hal ini dinamakan gelombang R, dan
selanjutnya turun hingga batas kiri isoelektris. Setelah melewati garis isoelektris, gelombang
tersebut turun yang dinamakan gelombang S. Setelah itu naik kembali hingga batas isoelektris
dan membentuk gelombang T.
2. Bila setelah gelombang P terjadi defleksi ke bawah, hal ini dinamakan gelombang Q, lalu naik
hingga batas garis isoelektris. Setelah melewati garis sioelektris, gelombang teresbut naik dan
dinamakan gelombang R. Setelah itu, R turun kembali hingga batas isoelektris dan membentuk
gelombang T.
Oleh karena kompleknya gelombang QRS ini, maka tidak harus selalu disertai gelombang Q dan
S.

Gelombang Q
Gelombang ini merupakan gelombang defleksi negatif . Secara normal, lebarnya tidak lebih dari
0,04 detik dan dalamnya kurang dari 45% atau 1/3 tinggi gelombang R

Gelombang R
Merupakan gelombang defleksi positif di semua sadapan, kecuali aVR. Penampakannya di
sadapan V1 dan V2 kadang-kadang kecilatau tidak ada, tetapi masih normal.

Gelombang S
Gelombang ini merupakan gelombang defleksi negatif. Secara normal, gelombang S berangsur-
angsur menghilang pada sadapan V1-V6. gelombang ini sering terlihat lebih dalamdi sadapan V1
dan aVR, dan ini normal

Gelombang T
Gelombang T merupakan gelombang hasil repolarisasi di kedua ventrikel. Normalnya positif dan
terbalik di aVR.

Gelombang U
Gelombang U merupakan gelombang yang muncul setelah gelombang T dan sebelum
gelombang P berikutnya. Umumnya merupakan suatu kelainan hipokalemia

Interval PR
Interval PR adalah garis horizontal yang diukur dari awal gelombang P hingga awal komplek
QRS. Interval ini menggambarkan waktu yang diperlukan dari permulaan depolarisasi atrium
sampai awal depolarisasi ventrikel atau waktu yang diperlukan impuls listrik dari nodus SA
menuju serabut purkinye, dan normalnya 0,12-0,20 detik.

Interval QT
Interval QT merupakan garis horizontal yang diawali dari gelombang Q sampai akhir gelombang
T. Interval ini merupakan waktu yang diperlukan ventrikel dari awal terjadinya depolarisasi
sampai akhir polarisasi. Panjang interval QT bervariasi tergantung pada frekuensi jantung (Heart
rate). Perhitungan akuratdari QTc (QT correction)ini dapat dibantu dengan menggunakan alat
nomogram atau dengan formulasi berikut
QTc=QT/(jarakR-R)1/2
Batas normal interval QT pada laki-laki berkisar 0,42-0,44 detik, sedangkan pada wanita 0,43-
0,47.

Segmen ST
Segmen ST merupakan garis horizontal setelah akhir QRS sampai awal gelombang T. segmen ini
merupakan waktu depolarisasi ventrikel ynag masih berlangsung sampai dimulainya awal
repolarisasi ventrikel. Normalnya, sejajar garis isoelektris.
Segmen ST yang naik di atas isoelektris dinamakan elevasi yang turun di bawah isoelektris
dinamakan ST depresi. ST elevasi dapat menunjukkan dadanya suatu infark miokard dan ST
depresi menunjukkan adanya iskemik miokard.

Aksis jantung
Sumbu listrik jantung atau aksis jantung dapat diketahui dari bidang frontal dan horisontal.
Bidang frontal diketahui dengan melihat lead I dan aVF sedangkan bidang horisontal dengan
melihat lead-lead prekordial terutama V3 dan V4. Normal aksis jantung frontal berkisar -30 s/d
+110 derajat.Deviasi aksis ke kiri antara -30 s/d -90 derajat, deviasi ke kanan antara +110 s/d -
180 derajat.

Cara menginterpretasikan ECG strip


1. Tentukan apakah gambaran EKG layak dibaca atau tidak
2. Tentukan irama jantung ( “Rhytm”)
3. Tentukan frekwensi (“Heart rate”)
4. Tentukan sumbu jantung (“Axis”)
5. Tentukan ada tidaknya tanda tanda hipertrofi (atrium / ventrikel)
6. Tentukan ada tidaknya tanda tanda kelainan miokard (iskemia/injuri/infark)
7. Tentukan ada tidaknya tanda tanda gangguan lain (efek obat obatan, gangguan keseimbangan
elektrolit, gangguan fungsi pacu jantung pada pasien yang terpasang pacu jantung)

1. Menentukan frekwensi jantung


Cara menentukan frekwensi melalui gambaran EKG dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
1. 300 dibagi jumlah kotak besar antara R – R’
2. 1500 dibagi jumlah kotak kecil antara R – R’
3. Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah gelombang QRS dalam 6 detik tersebut
kemudian dikalikan 10 atau ambil dalam 12 detik, kalikan 5
4. Menentukan Irama Jantung

Dalam menentukan irama jantung urutan yang harus ditentukan adalah sebagai berikut :
1. Tentukan apakah denyut jantung berirama teratur atau tidak
2. Tentukan berapa frekwensi jantung (HR)
3. Tentukan gelombang P ada/tidak dan normal/tidak
4. Tentukan interval PR normal atau tidak
5. Tentukan gelombang QRS normal atau tidak

Irama EKG yang normal implus (sumber listrik) berasal dari Nodus SA, maka irmanya disebut
dengan Irama Sinus (“Sinus Rhytem”)
Kriteria Irama Sinus adalah :
1. Iramanya teratur
2. frekwensi jantung (HR) 60 – 100 x/menit
3. Gelombang P normal, setiap gelombang P selalu diikuti gel QRS, T
4. Gelombang QRS normal (0,06 – <0,12 detik)
5. PR interval normal (0,12-0,20 detik)

Menurut anonym (2008), kelainan jantung jika dilihat dari gelombang PQRST yaitu:
1. Irama atrial (non sinus) dapat mempunyai gelombang P di depan kompleks QRS, tapi sumbu P
abnormal (diluar quadrant 0 sampai + 90o).

2. Sumbu QRS, Sumbu T, Sudut QRS-T

1) Sumbu QRS
Tabel sumbu QRS normal
Umur Normal
1 minggu – 1 bulan
1 – 3 bulan
3 bulan – 3 tahun
> 3 tahun
Dewasa + 110o (+30o sampai + 180o)
+ 70o (+10o sampai + 125o)
+ 60o (+10o sampai + 110o)
+ 60o (+20o sampai + 120o)
+ 50o (–30o sampai + 105o)

Sumbu QRS yang tidak normal:


1. LAD dengan sumbu QRS lebih rendah dari batas normal terlihat pada LVH, LBBB dan Left
Anterior Hemiblock (atau sumbu QRS superior khas pada Atrio Ventricular Septal Defect dan
atresia trikuspid)
2. RAD dengan sumbu QRS lebih besar dari batas normal terlihat pada RVH dan RBBB
3. Sumbu QRS superior terjadi bila gelombang S di aVF lebih besar dari gelombang R, termasuk
disini

2) Sumbu T yang normal berada dalam batas 0 sampai +90o (gelombang T di I dan aVF tegak).
Sumbu T yang abnormal yakni diluar quadran 0 sampai +90o (gelombang T di I dan aVF
terbalik) biasanya menghasilkan sudut QRS-T yang lebar, tampak pada repolarisasi miokard
yang abnormal (miokarditis dan iskemia miokard), hipertrofi ventrikel dengan strain atau RBBB.

3) Sudut QRS-T adalah sudut yang dibentuk oleh sumbu QRS dan sumbu T, nilai normal kurang
dari 60o (kecuali pada neonatus yang kemungkinan lebih dari 60o). Sudut QRS-T lebih dari 90o
dipastikan abnormal, misalnya pada hipertrofi ventrikel dengan strain, gangguan antaran
ventrikular, dan disfungsi miokard akibat gangguan metabolik atau iskemia.
1. Interval dan Durasi

1. Interval PR diukur dari awal gelombang P ke awal kompleks QRS. Semakin tua usia dan
semakin lambat denyut jantung, interval PR semakin panjang. Interval PR yang panjang (AV
blok derajat 1) terlihat pada: disfungsi miokard, miokarditis, penyakit jantung tertentu (Atrial
Septal Defect primum, AtrioVentricular Septal Defect, anomali Ebstein), intoksikasi digitalis,
hiperkalemia, tetapi bisa pada jantung yang normal. Interval PR yang pendek terjadi pada
preeksitasi (sindroma Wolff Parkinson White – WPW), sindroma Lown Ganong Levine
danglycogen storage disease. Interval PR yang berubah-ubah tampak pada wandering atrial
pacemaker, dan Wenkebach (Mobitz tipe I) AV blok derajat 2.
2. Interval QT yang panjang tampak pada hipokalsemia, miokarditis, peyakit miokard yang difus,
sindroma Long QT, dan trauma kepala. Pemakaian obat anti aritmia golongan I-A, I-C dan III,
antipsikotik phenothiazin, antidepresan trisiklik, antibiotik, antihistamin, arsenik dan
organofosfat juga dapat memperpanjang interval QT. Interval QT yang pendek terlihat sebagai
efek digitalis dan hipercalcemia.

3. Durasi QRS adalah waktu depolarisasi ventrikel, diukur dari awal gelombang Q (atau R bila Q
tidak ada) sampai akhir gelombang S. QRS yang memanjang khas untuk gangguan antaran
ventrikel, misalnya pada bundle branch block(BBB), preeksitasi (sindroma WPW) dan blok
intraventrikuler, atau hipertrofi ventrikel.
Tabel Durasi QRS rerata (batas atas) sesuai usia.
0–1 bulan 1-6 bulan 6 bln – 1 th 1 – 3 th 3-8 th 8-12 th 12-16 th Dewasa

Detik 0.05 (0.07) 0.05 (0.07) 0.05 (0.07) 0.06 (0.07) 0.07 (0.08) 0.07 (0.09) 0.07 (0.10) 0.08
(0.10)

1. Durasi dan amplitudo gelombang P


Gelombang P yang tinggi mengindikasikan hipertrofi atrium kanan (RAH), sedangkan
gelombang P yang durasinya panjang mengindikasikan hipertrofi atrium kiri (LAH).
Kalau gelombang P meruncing keatas (peaked P wave) – jadi kesamping mungkin normal (1-3
kotak kecil) dan keatas (lebih dari 3 kotak kecil) berarti ada gangguan yang kemungkinan
disebabkan oleh :
1. COPD (Chronic Obstruction Pulmonary Diseases) – Astma bronkhiale, Emphysema atau
Bronchitis kronik
2. Kelainan katup jantung kiri (mitral) atau kanan (trikuspid) seperti MS (mitral stenosis) atau
MI (Mitral insufisiensi)
3. Atrial Hipertropi juga bisa; contoh (di lead II), dapat membentuk huruf seperti v (notchead P
wave) seperti pada Left Atrial Hipertropi( anonim, 2007).

Kalau gelombang P melebar kesamping (lebih dari 3 kotak kecil) keatas bisa normal atau lebih
dari 3 biasanya akibat :Sino atrial block/gangguan hantaran jantung
Kalau gelombang P negatif (kebawah) pada lead II biasanya disebabkan adanya pacemaker
(pasien menggunakan alat pacu jantung) atau ectopic focus (adanya impuls diluar dari SA node)
(anonim,2007).
Kalau gelombang P hilang /tidak ada : dapat terjadi pada VF (Ventrikel Fibrilasi) atau VT –
(Ventrikel Tacycardia)jadi tidak ada impuls SA node dari atrium, ventrikel cuma bergetar- getar
saja (sangat berbahaya, mengancam jiwa dan siapkan DC shock – 200 – 360 joules), dan CPR –
kalau gagal bisa asystole atau flat atau KO IT (+).
Contoh gambaran pada hiperkalemia gelombang P bisa juga hilang atau kecil dan juga pada
Atrial Fibrilasi( anonim, 2007).

1. Amplitudo QRS, rasio R/S dan gelombang Q yang abnormal


1. Amplitudo QRS
1. Amplitudo QRS yang tinggi terlihat pada hipertrofi ventrikel dan gangguan hantaran ventrikel
(misal sindroma WPW)
2. Amplitudo QRS yang rendah terlihat pada perikarditis, miokarditis, hipotiroid dan neonatus
yang normal.

3. Rasio R/S
1) Pada bayi dan anak yang normal, rasio R/S pada sadapan prekordial kanan besar karena
gelombang R yang tinggi, sedangkan pada sadapan prekordial kiri kecil karena gelombang S
yang dalam. Rasio R/S yang abnormal terlihat pada hipertrofi ventrikel dan gangguan hantaran
ventrikel.

1. gelombang Q yang abnormal


a) Gelombang Q yang dalam di sadapan prekordial kiri terlihat pada hipertrofi ventrikel akibat
kelebihan beban volum.
b) Gelombang Q yang dalam dan lebar terlihat pada infark miokard dan fibrosis miokard.
c) Adanya gelombang Q di V1 terlihat pada RVH berat, inversi ventrikel, single ventrikel, dan
kadang-kadang juga pada neonatus.
d) Gelombang Q yang tak terlihat pada V6 terjadi pada inversi ventrikel.

1. Segmen ST dan gelombang T.

1. Depresi segmen ST terjadi pada perikarditis, iskemia atau infark miokard, hipertrofi ventrikel
yang berat dengan strain, dan efek digitalis. Umumnya depresi segmen ST disertai gelombang T
yang terbalik.

2. Gelombang T yang tinggi terlihat pada hiperkalemia, LVH akibat kelebihan volum, dan
cerebrovascular accident. Gelombang T yang datar atau rendah terlihat pada neonatus yang
normal, atau pada hipotiroid, hipokalemia, efek digitalis, perikarditis, miokarditis, iskemia
miokard, hiperglikemia atau hipoglikemia.

Anda mungkin juga menyukai