DISUSUN OLEH :
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya, sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah
tepat pada waktunya yang berjudul Konsep Dasar ECG.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasia
meridhoi segala usaha kita. Amin.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Elektrokardiografi ( EKG atau ECG ) adalah alat bantu diagnostik yang digunakan untuk
mendeteksi aktivitas listrik jantung berupa grafik yang merekam perubahan potensial listrik
jantung yang dihubungkan dengan waktu. Penggunaan EKG dipelopori oleh Einthoven pada
tahun 1903 dengan menggunakan Galvanometer. Galvanometer senar ini adalah suatu
instrumen yang sangat peka sekali yang dapat mencatat perbedaan kecil dari tegangan
( milivolt ) jantung (Sundana, 2008).
Fungsi sadapan EKG adalah untuk menghasilkan sudut pandang yang jelas terhadap jantung.
Menurut Sundana, 2008, Sadapan mesin EKG terbagi menjadi dua:
1. Sadapan bipolar(I,II,III)
Sadapan ini dinamakan bipolar karena merekam perbedaan potensial dari 2 elektrode.
Sadapan ini memandang jantung secara arah vertikal (atas ke bawah dan kesamping)
Sadapan-sadapan bipolar dihasilkan dari gaya-gaya listrik yang diteruskan dari jantung
melalui empat kabel elektrode yang diletakkan di kedua tangan dan kaki. Masing-masing
LA(left arm), RA (right arm), LF(left foot), dan RF(right foot). Dari empat electrode ini akan
dihasilkan beberapa sudut atau sadapan sebagai berikut:
2. Sadapan Unipolar
Sadapan unipolar ekstremitas merekam besar potensial listrik pada satu ekstremitas.
Gabungan electrode pada ekstremitas lain membentuk electrode indifferent(potensial 0).
Sadapan ini diletakkan pada kedua lengan dan kaki dengan menggunakan kabel seperti yang
digunakan pada sadapan bipolar. Vector dari sadapan unipolar akan menghasilkan sudut
pandang terhadap jantung dalam arah vertical.
1. Sadapan aVL. Sadapan aVL dihasilkan dari perbedaan antara muatan LA yang dibuat
bermuatan (+) dengan RA dan LF yang dibuat indifferent sehingga listrik bergerak
kearah -30o(sudutnya kearah lateral kiri). Dengan demikian, bagian lateral jantung
dapat dilihat juga oleh sadapan aVL.
2. Sadapan aVF. Sadapan aVF dihasilkan dari perbedaan antara muatan LF yang dibuat
bermuatan (+) dengan RA dan LF dibuat indifferent sehingga listrik bergerak kearah
+90o (tepat kearah inferior). Dengan demikian bagian inferior jantung selain sadapan
II dan III dapat juga dilihat oleh sadapan aVF
3. Sadapan aVR. Sadapan aVR dihasilkan dari perbedaan antara muatan RA yang dibuat
bermuatan (+) dengan LA dan LF dibuat indifferent sehingga listrik bergerak ke arah
berlawanan dengan arah listrik jantung -150o (arah kanan ekstrem).
Sadapan bipolar dan unipolar ekstremitas belum cukup sempurna untuk mengamati adanya
kelainan di seluruh jantung. Sehingga akan dilengkapi dengan unipolar prekordial.
b) Unipolar prekordial
Sadapan unipolar prekordial merekam besar potensi listrik dengan electrode eksplorasi
diletakkan pada dinding dada. Elektrode indifferent (potensial 0) diperoleh dari
penggabungan ketiga elektrode ekstremitas. Sadapan ini memandang jantung secara
horizontal (jantung bagian anterior, septal, lateral, posterior dan ventrikel sebelah kanan).
Untuk unipolar prekordial, sudut pandang jantung dapat diperluas ke daerah posterior dan
ventrikel kanan. Untuk posterior dapat ditambahkan V7, V8, dan V9, sedangkan untuk
ventrikel kanan dapat dilengkapi dengan V1R, V2R, V3R, V4R, V5R, V6R, V7R, V8R,
V9R.
Penempatan dilakukan berdasarkan urutan kbel-kabel yang terdapat pada mesin EKG yang
dimulai dari nomor V1-V6. Sekalipun mesin hanya menyediakan 6 elektrode prekordial,
namun untuk penambahan bagian-bagian pada V7-V9 dan V1R-V9R dapat digunakan
elektrode prekordial manapun sesuai keinginan, hanya nomor-nomornya diubah secara
manual pada kertas hasil rekaman dengan menggunakan bolpoin/tinta. Penentuan letak
disesuaikan pada urutan sebagai berikut.
Penempatan elektroda
Daerah kiri
V1: Ruang intercostal IV garis sternal
kanan
Bagian posterior
V7: Ruang interkostal V garis aksila
posterior kiri
Sebelum manambah bagian posterior (V7-V9) semua sadapan prekordial dari V1-V6 dilepas
terlebih dulu dari dinding dada. Selanjutnya, untuk sadapan V7-V9 dapat digunakan sadapan
prekordial mana pun (elektrode prekordial V1-V3 atau V3-V6 sesuai keinginan).
Gelombang P
Gelombang P secara normal selalu defleksi positif (cembung ke atas) di semua sadapan dan
selalu defleksi negatif (cekung ke bawah) di sadapan aVR. Akan tetapi, kadang-kadang
ditemukan defleksi negatif di sadapan V1 dan hal ini merupakan sesuatu yang normal.
Kompleks QRS
Terdiri atas gelombangQ-R dengan / atau S. Gelombang QRS merupakan hasil depolarisasi
kedua ventrikel . Secara normal, lebar kompleks QRS adalah 0,06 detik-0,12 detik dengan
amplitudo yang bervariasi bergantung pada sadapan.
1. Bila setelah gelombang P terjadi defleksi ke atas, hal ini dinamakan gelombang R,
dan selanjutnya turun hingga batas kiri isoelektris. Setelah melewati garis isoelektris,
gelombang tersebut turun yang dinamakan gelombang S. Setelah itu naik kembali
hingga batas isoelektris dan membentuk gelombang T.
2. Bila setelah gelombang P terjadi defleksi ke bawah, hal ini dinamakan gelombang Q,
lalu naik hingga batas garis isoelektris. Setelah melewati garis sioelektris, gelombang
teresbut naik dan dinamakan gelombang R. Setelah itu, R turun kembali hingga batas
isoelektris dan membentuk gelombang T.
Oleh karena kompleknya gelombang QRS ini, maka tidak harus selalu disertai gelombang Q
dan S.
Gelombang Q
Gelombang ini merupakan gelombang defleksi negatif . Secara normal, lebarnya tidak lebih
dari 0,04 detik dan dalamnya kurang dari 45% atau 1/3 tinggi gelombang R
Gelombang R
Gelombang S
Gelombang T
Gelombang U
Interval PR
Interval PR adalah garis horizontal yang diukur dari awal gelombang P hingga awal komplek
QRS. Interval ini menggambarkan waktu yang diperlukan dari permulaan depolarisasi atrium
sampai awal depolarisasi ventrikel atau waktu yang diperlukan impuls listrik dari nodus SA
menuju serabut purkinye, dan normalnya 0,12-0,20 detik.
Interval QT
Interval QT merupakan garis horizontal yang diawali dari gelombang Q sampai akhir
gelombang T. Interval ini merupakan waktu yang diperlukan ventrikel dari awal terjadinya
depolarisasi sampai akhir polarisasi. Panjang interval QT bervariasi tergantung pada
frekuensi jantung (Heart rate). Perhitungan akuratdari QTc (QT correction)ini dapat dibantu
dengan menggunakan alat nomogram atau dengan formulasi berikut
QTc=QT/(jarakR-R)1/2
Batas normal interval QT pada laki-laki berkisar 0,42-0,44 detik, sedangkan pada wanita
0,43-0,47.
Segmen ST
Segmen ST merupakan garis horizontal setelah akhir QRS sampai awal gelombang T.
segmen ini merupakan waktu depolarisasi ventrikel ynag masih berlangsung sampai
dimulainya awal repolarisasi ventrikel. Normalnya, sejajar garis isoelektris.
Segmen ST yang naik di atas isoelektris dinamakan elevasi yang turun di bawah isoelektris
dinamakan ST depresi. ST elevasi dapat menunjukkan dadanya suatu infark miokard dan ST
depresi menunjukkan adanya iskemik miokard.
Aksis jantung
Sumbu listrik jantung atau aksis jantung dapat diketahui dari bidang frontal dan horisontal.
Bidang frontal diketahui dengan melihat lead I dan aVF sedangkan bidang horisontal dengan
melihat lead-lead prekordial terutama V3 dan V4. Normal aksis jantung frontal berkisar -30
s/d +110 derajat.Deviasi aksis ke kiri antara -30 s/d -90 derajat, deviasi ke kanan antara +110
s/d -180 derajat.
1. Persiapan pemasangan
2. Persiapan Pasien
1. Beri penjelasan mengenai tindakan dan tujuan tindakan
2. Atur posisi pasien terlentang,
3. Anjurkan pasien untuk tidak melakukan gerakan selama pemeriksaan
berlangsung
4. Pertahankan privasi pasien ( Anonim,2008 )
5. Persiapan alat dan bahan
a. Pasta/jelly elektroda
b.Alkohol 70 %
c. Kapas
1. Prosedur
1. Mempersiapkan alat EKG
2. Menghubungkan kabel power ke Saklar.
3. Menghubungkan kabel ground ke saluran ledeng atau ke tanah dengan kabel
dibungkus kasa lembab
4. Memastikan alat berfungsi dengan baik.
5. Mempersiapkan Pasien
6. Pasien dipersilahkan membuka baju atas dan kaos dalamnya serta berbaring di
atas tempat tidur, dan dianjurkan untuk tidak tegang (rileks) serta
memberitahu prosedur yang akan dilakukan.
7. Membersihkan tempat-tempat yang akan ditempel elektroda dengan kapas
alkohol 70 % pada bagian ventral kedua lengan bawah (dekat pergelangan
tangan) dan bagian lateral ventral kedua tungkai bawah ( dekat pergelangan
kaki), serta dada. Jika perlu dada dan pergelangan kaki dicukur.
8. Keempat elektroda ekteremitas diberi jelly.
9. Oleskan sedikit pasta elektroda pada tempat-tempat yang akan dipasangkan
elektroda.
10. Pasang keempat elektroda ektremitas tersebut pada kedua pergelangan tangan dan kaki,
dengan ketentuan sbb:
15. Membuat rekaman EKG dari ; Lead I, Lead II. Lead III, aVR, aVL, aVf, V1, V2, V3,
V4, V5, dan V6.
17. Setelah selesai membuat rekaman tekan power “Off “, elektroda dilepas, sisa pasta
elektroda pada orang coba dibersihkan dan dipersilahkan mengenakan baju kembali.
Hal-hal berikut ini harus diperhatikan untuk memastikan tidak adanya artefak dan teknik
perekaman yang jelek :
1. EKG sebaiknya direkam pada pasien yang berbaring di tempat tidur yang nyaman
atau pada meja yang cukup lebar untuk menyokong seluruh tubuh. Pasien harus
istirahat total untuk memastikan memperoleh gambar yang memuaskan. Hal ini paling
baik dengan menjelaskan tindakan terlebih dahulu kepada pasien yang takut untuk
menghilangkan ansietas. Gerakan atau kedutan otot oleh pasien dapat merubah
rekaman.
2. Kontak yang baik harus terjadi antara kulit dan elektroda. Kontak yang jelek dapat
mengakibatkan rekaman suboptimal.
3. Alat elektrokardiografi harus distandarisasi dengan cermat sehingga 1 milivolt (mV)
akan menimbulkan defleksi 1 cm. Standarisasi yang salah akan menimbulkan
kompleks voltase yang tidak akurat, yang dapat menimbulkan kesalahan penilaian.
4. Pasien dan alat harus di arde dengan baik untuk menghindari gangguan arus bolak-
balik.
5. Setiap peralatan elektronik yang kontak dengan pasien, misalnya pompa infus
intravena yang diatur secara elektrik dapat menimbulkan artefak pada EKG(anonim,
2008)
Cara menentukan frekwensi melalui gambaran EKG dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
1. 300 dibagi jumlah kotak besar antara R – R’
2. 1500 dibagi jumlah kotak kecil antara R – R’
3. Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah gelombang QRS dalam 6 detik
tersebut kemudian dikalikan 10 atau ambil dalam 12 detik, kalikan 5
4. Menentukan Irama Jantung
Dalam menentukan irama jantung urutan yang harus ditentukan adalah sebagai berikut :
Irama EKG yang normal implus (sumber listrik) berasal dari Nodus SA, maka irmanya
disebut dengan Irama Sinus (“Sinus Rhytem”)
1. Iramanya teratur
2. frekwensi jantung (HR) 60 – 100 x/menit
3. Gelombang P normal, setiap gelombang P selalu diikuti gel QRS, T
4. Gelombang QRS normal (0,06 – <0,12 detik)
5. PR interval normal (0,12-0,20 detik)
Menurut anonym (2008), kelainan jantung jika dilihat dari gelombang PQRST yaitu:
1. Irama atrial (non sinus) dapat mempunyai gelombang P di depan kompleks QRS, tapi
sumbu P abnormal (diluar quadrant 0 sampai + 90o).
2. Sumbu QRS, Sumbu T, Sudut QRS-T
Umur Normal
1 minggu – 1 bulan + 110o (+30o sampai + 180o)
2) Sumbu T yang normal berada dalam batas 0 sampai +90o (gelombang T di I dan aVF
tegak). Sumbu T yang abnormal yakni diluar quadran 0 sampai +90o (gelombang T di I dan
aVF terbalik) biasanya menghasilkan sudut QRS-T yang lebar, tampak pada repolarisasi
miokard yang abnormal (miokarditis dan iskemia miokard), hipertrofi ventrikel dengan strain
atau RBBB.
3) Sudut QRS-T adalah sudut yang dibentuk oleh sumbu QRS dan sumbu T, nilai normal
kurang dari 60o (kecuali pada neonatus yang kemungkinan lebih dari 60o). Sudut QRS-T lebih
dari 90o dipastikan abnormal, misalnya pada hipertrofi ventrikel dengan strain, gangguan
antaran ventrikular, dan disfungsi miokard akibat gangguan metabolik atau iskemia.
Kalau gelombang P meruncing keatas (peaked P wave) – jadi kesamping mungkin normal (1-
3 kotak kecil) dan keatas (lebih dari 3 kotak kecil) berarti ada gangguan yang kemungkinan
disebabkan oleh :
Kalau gelombang P melebar kesamping (lebih dari 3 kotak kecil) keatas bisa normal atau
lebih dari 3 biasanya akibat : Sino atrial block/gangguan hantaran jantung
Kalau gelombang P negatif (kebawah) pada lead II biasanya disebabkan adanya pacemaker
(pasien menggunakan alat pacu jantung) atau ectopic focus (adanya impuls diluar dari SA
node) (anonim,2007).
Kalau gelombang P hilang /tidak ada : dapat terjadi pada VF (Ventrikel Fibrilasi) atau VT –
(Ventrikel Tacycardia)jadi tidak ada impuls SA node dari atrium, ventrikel cuma bergetar-
getar saja (sangat berbahaya, mengancam jiwa dan siapkan DC shock – 200 – 360 joules),
dan CPR – kalau gagal bisa asystole atau flat atau KO IT (+).
Contoh gambaran pada hiperkalemia gelombang P bisa juga hilang atau kecil dan juga pada
Atrial Fibrilasi( anonim, 2007).
1) Pada bayi dan anak yang normal, rasio R/S pada sadapan prekordial kanan besar karena
gelombang R yang tinggi, sedangkan pada sadapan prekordial kiri kecil karena gelombang S
yang dalam. Rasio R/S yang abnormal terlihat pada hipertrofi ventrikel dan gangguan
hantaran ventrikel.
a) Gelombang Q yang dalam di sadapan prekordial kiri terlihat pada hipertrofi ventrikel
akibat kelebihan beban volum.
b) Gelombang Q yang dalam dan lebar terlihat pada infark miokard dan fibrosis miokard.
c) Adanya gelombang Q di V1 terlihat pada RVH berat, inversi ventrikel, single ventrikel,
dan kadang-kadang juga pada neonatus.
d) Gelombang Q yang tak terlihat pada V6 terjadi pada inversi ventrikel.
1. Depresi segmen ST terjadi pada perikarditis, iskemia atau infark miokard, hipertrofi
ventrikel yang berat dengan strain, dan efek digitalis. Umumnya depresi segmen ST
disertai gelombang T yang terbalik.
2. Gelombang T yang tinggi terlihat pada hiperkalemia, LVH akibat kelebihan volum,
dan cerebrovascular accident. Gelombang T yang datar atau rendah terlihat pada
neonatus yang normal, atau pada hipotiroid, hipokalemia, efek digitalis, perikarditis,
miokarditis, iskemia miokard, hiperglikemia atau hipoglikemia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA