Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

KONSEP DASAR ECG

DISUSUN OLEH :

FENTI ARIYANI (1614401040)


YULITA PENTA SARI (1614401044)
HASAN ABDULLAH (1614401045)
LUTHFIYYA YOLANDA PUTRI (1614401046)
NI KOMANG WINDA ARIANTI (1614401047)
EMI IRANIA (1614401048)
DINA KOMARIA (1614401049)
RAHMAH DEPISARI (1614401050)
MELDI SAPUTRA (1614401051)

POLTEKKES TANJUNG KARANG KEMENKES RI


DIII KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
TAHUN AKADEMIK 2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya, sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah
tepat pada waktunya yang berjudul Konsep Dasar ECG.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasia
meridhoi segala usaha kita. Amin.

Bandar Lampung, 7 oktober 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian ECG?
2. Apakah indikasi pemasangan ECG?
3. Apakah sadapan ECG?
4. Bagaimana cara merekam ECG?
5. Bagaimana cara menginterpretasikan ECG strip?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian ECG
2. Mengetahui indikasi pemasangan ECG
3. Mengetahui sadapan ECG
4. Mengetahui cara merekam ECG
5. Mengetahui cara menginterpretasikan ECG strip
BAB II

PEMBAHASAN

KONSEP DASAR ECG

2.1 Definisi EKG  (Elektrokardiografi) 

Elektrokardiografi ( EKG atau ECG ) adalah alat bantu diagnostik yang digunakan untuk
mendeteksi aktivitas listrik jantung berupa grafik yang merekam perubahan potensial listrik
jantung yang dihubungkan dengan waktu. Penggunaan EKG dipelopori oleh Einthoven pada
tahun 1903 dengan menggunakan Galvanometer. Galvanometer senar ini adalah suatu
instrumen yang sangat peka sekali yang dapat mencatat perbedaan kecil dari tegangan
( milivolt ) jantung (Sundana, 2008).

2.2 Indikasi Pemasangan EKG

Menurut Skill Lab. Sistem Kardiovaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin


Makassar, 2009 :

1)      Pasien dengan kelainan irama jantung

2)      Pasien dengan kelainan miokard seperti infark

3)      Pasien dengan pengaruh obat-obat jantung terutama digitalis

4)      Pasien dengan gangguan elektrolit

5)      Pasien perikarditis

6)      Pasien dengan pembesaran jantung

7)      Pasien dengan kelainanPenyakit inflamasi pada jantung.

8)      Pasien di ruang ICU

2.3 Sadapan pada EKG

Fungsi sadapan EKG adalah untuk menghasilkan sudut pandang yang jelas terhadap jantung.
Menurut Sundana, 2008, Sadapan mesin EKG terbagi menjadi dua:

1. Sadapan bipolar(I,II,III)
Sadapan ini dinamakan bipolar karena merekam perbedaan potensial dari 2 elektrode.
Sadapan ini memandang jantung secara arah vertikal (atas ke bawah dan kesamping)

Sadapan-sadapan bipolar dihasilkan dari gaya-gaya listrik yang diteruskan dari jantung
melalui empat kabel elektrode yang diletakkan di kedua tangan dan kaki. Masing-masing
LA(left arm), RA (right arm), LF(left foot), dan RF(right foot). Dari empat electrode ini akan
dihasilkan beberapa sudut atau sadapan sebagai berikut:

1. Sadapan I. Sadapan I dihasilkan dari perbedaan potensial listrik antara RA yang


dibuat bermuatan (-) dan LA yang dibuat bermuatan (+) sehingga arah listrik jantung
bergerak ke sudut 0o(sudutnya ke arah lateral kiri). Dengan demikian bagian lateral
jantung dapat dilihat oleh sadapan I
2. Sadapan II. Sadapan II dihasilkan dari perbedaan antara RA yang dibuat bermuatan
(-) dan LF yang dibuat bermuatan (+)sehingga arah listrik bergerak sebesar
+60o(sudutnya ke arah  inferior) Dengan demikian, bagian inferior jantung dapat
dilihat dari sadapan II
3. Sadapan III. Sadapan III dihasilkan dari perbedaan antara LA yang dibuat 
bermuatan(-) dan RF yang bermuatan (+) sehingga listrik bergerak sebesar sudut
+120o(sudutnya ke arah inferior). Dengan demikian, bagian inferior jantung dapat
dilihat oleh sadapan III.

   
   
 

 
 

Gambar 1. Sadapan Bipolar

2. Sadapan Unipolar

a)      Unipolar Ekstremitas

Sadapan unipolar ekstremitas merekam besar potensial listrik pada satu ekstremitas.
Gabungan electrode pada ekstremitas lain membentuk electrode indifferent(potensial 0).
Sadapan ini diletakkan pada kedua lengan dan kaki dengan menggunakan kabel seperti yang
digunakan pada sadapan bipolar. Vector dari sadapan unipolar akan menghasilkan sudut
pandang terhadap jantung dalam arah vertical.

1. Sadapan aVL. Sadapan aVL dihasilkan dari perbedaan antara muatan LA yang dibuat
bermuatan (+) dengan RA dan LF yang dibuat indifferent sehingga listrik bergerak
kearah -30o(sudutnya kearah lateral kiri). Dengan demikian, bagian lateral jantung
dapat dilihat juga oleh sadapan aVL.
2. Sadapan aVF. Sadapan aVF dihasilkan dari perbedaan antara muatan LF yang dibuat
bermuatan (+) dengan RA dan LF dibuat indifferent sehingga listrik bergerak kearah
+90o (tepat kearah inferior). Dengan demikian bagian inferior jantung selain sadapan
II dan III dapat juga dilihat oleh sadapan aVF
3. Sadapan aVR. Sadapan aVR dihasilkan dari perbedaan antara muatan RA yang dibuat
bermuatan (+) dengan LA dan LF dibuat indifferent sehingga listrik bergerak ke arah
berlawanan dengan arah listrik jantung -150o (arah kanan ekstrem).

Sadapan bipolar dan unipolar ekstremitas  belum cukup sempurna untuk mengamati adanya
kelainan di seluruh jantung. Sehingga akan dilengkapi dengan unipolar prekordial.

   
 
b)      Unipolar prekordial

Sadapan unipolar prekordial merekam besar potensi listrik dengan electrode eksplorasi
diletakkan pada dinding dada. Elektrode indifferent (potensial 0) diperoleh dari
penggabungan ketiga elektrode ekstremitas. Sadapan ini memandang jantung secara
horizontal (jantung bagian anterior, septal, lateral, posterior dan ventrikel sebelah kanan).

Untuk unipolar prekordial, sudut pandang jantung dapat diperluas ke daerah posterior dan
ventrikel kanan. Untuk posterior dapat ditambahkan V7, V8, dan V9, sedangkan untuk
ventrikel kanan dapat dilengkapi dengan V1R, V2R, V3R, V4R, V5R, V6R, V7R, V8R,
V9R.

Penempatan dilakukan berdasarkan urutan kbel-kabel yang terdapat pada mesin EKG yang
dimulai dari nomor V1-V6. Sekalipun mesin hanya menyediakan 6 elektrode prekordial,
namun untuk penambahan bagian-bagian pada V7-V9 dan V1R-V9R dapat digunakan
elektrode prekordial manapun sesuai keinginan, hanya nomor-nomornya diubah secara
manual pada kertas hasil rekaman dengan menggunakan bolpoin/tinta. Penentuan letak
disesuaikan pada urutan sebagai berikut.
Penempatan elektroda
Daerah kiri  
V1: Ruang intercostal IV garis sternal
kanan

V2: Ruang intercostal IV garis sternal


kiri

V3: Pertengahan antara V2 dan V3

V4: Ruang interkostal V midclavikula


kiri

V5: Sejajar V4 garis aksila depan

V6: Sejajar V4 garis mid aksila kiri

Bagian posterior  
V7: Ruang interkostal V garis aksila
posterior kiri

V8: Ruang interkostal V garis skapula


posterior kiri

V9: Ruang interkostal V samping kiri


tulang belakang
Daerah kanan  
V1R diletakkan seperti V1

V2R diletakkan seperti V2.

V3R: Antara V1-V4R

V4R:Ruang interkostal ke-5 garis


midklavikula kanan

V5R:Ruang interkostal ke-5 antara V4R-


V5R

V6R: ICS ke-5 garis mid aksila kanan


 

Sebelum manambah bagian posterior (V7-V9) semua sadapan prekordial dari V1-V6 dilepas
terlebih dulu dari dinding dada. Selanjutnya, untuk sadapan V7-V9 dapat digunakan sadapan
prekordial mana pun (elektrode prekordial V1-V3 atau V3-V6 sesuai keinginan).

2.4 Letak jantung di lihat dari sadapan

Menurut  Sundana, 2008

Daerah jantung Sadapan


Inferior II, III, dan aVF
Anterior V3, V4
Septal V1, V2
Lateral I, aVL, V5, dan V6
Posterior V1-V4 resiprokal
Ventrikel kanan V3R-V6R

 2.5 Gelombang EKG

Menurut Sundana (2008)

Gelombang P

Gelombang P merupakan gelombang awal hasil depolarisasi di kedua atrium. Normalnya


kurang dari 0,12 detik dan tingginya (amplitudo) tidak lebih dari 0,3 mV.

Gelombang P secara normal selalu defleksi positif (cembung ke atas) di semua sadapan dan
selalu defleksi negatif (cekung ke bawah) di sadapan aVR. Akan tetapi, kadang-kadang
ditemukan defleksi negatif di sadapan V1 dan hal ini merupakan sesuatu yang normal.
Kompleks QRS

Terdiri atas gelombangQ-R dengan / atau S. Gelombang QRS merupakan hasil depolarisasi
kedua ventrikel . Secara normal, lebar kompleks QRS adalah 0,06 detik-0,12 detik dengan
amplitudo yang bervariasi bergantung pada sadapan.

Cara penamaan kompleks QRS sebagai berikut:

1. Bila setelah gelombang P terjadi defleksi ke atas, hal ini dinamakan gelombang R,
dan selanjutnya turun hingga batas kiri isoelektris. Setelah melewati garis isoelektris,
gelombang tersebut turun yang dinamakan gelombang S. Setelah itu naik kembali
hingga batas isoelektris dan membentuk gelombang T.
2. Bila setelah gelombang P terjadi defleksi ke bawah, hal ini dinamakan gelombang Q,
lalu naik hingga batas garis isoelektris. Setelah melewati garis sioelektris, gelombang
teresbut naik dan dinamakan gelombang R. Setelah itu, R turun kembali hingga batas
isoelektris dan membentuk gelombang T.

Oleh karena kompleknya gelombang QRS ini, maka tidak harus selalu disertai gelombang Q
dan S.

Gelombang Q

Gelombang ini merupakan gelombang defleksi negatif . Secara normal, lebarnya tidak lebih
dari 0,04 detik dan dalamnya kurang dari 45% atau 1/3 tinggi gelombang R

Gelombang R

Merupakan gelombang defleksi positif di semua sadapan, kecuali aVR. Penampakannya di


sadapan V1 dan V2 kadang-kadang kecilatau tidak ada, tetapi masih normal.

Gelombang S

Gelombang ini merupakan gelombang defleksi negatif. Secara normal, gelombang S


berangsur-angsur menghilang pada sadapan V1-V6. gelombang ini sering terlihat lebih
dalamdi sadapan V1 dan aVR, dan ini normal

Gelombang T

Gelombang T merupakan gelombang hasil repolarisasi di kedua ventrikel. Normalnya positif


dan terbalik di aVR.

Gelombang U

Gelombang U merupakan gelombang yang muncul setelah gelombang T dan sebelum


gelombang P berikutnya. Umumnya merupakan suatu kelainan hipokalemia

Interval PR

Interval PR adalah garis horizontal yang diukur dari awal gelombang P hingga awal komplek
QRS. Interval ini menggambarkan waktu yang diperlukan dari permulaan depolarisasi atrium
sampai awal depolarisasi ventrikel atau waktu yang diperlukan impuls listrik dari nodus SA
menuju serabut purkinye, dan normalnya 0,12-0,20 detik.

Interval QT

Interval QT merupakan garis horizontal yang diawali dari gelombang Q sampai akhir
gelombang T. Interval ini merupakan waktu yang diperlukan ventrikel dari awal terjadinya
depolarisasi sampai akhir polarisasi. Panjang interval QT bervariasi tergantung pada
frekuensi jantung (Heart rate). Perhitungan akuratdari QTc (QT correction)ini dapat dibantu
dengan menggunakan alat nomogram atau dengan formulasi berikut

QTc=QT/(jarakR-R)1/2

Batas normal interval QT pada laki-laki berkisar 0,42-0,44 detik, sedangkan pada wanita
0,43-0,47.

Segmen ST

Segmen ST merupakan garis horizontal setelah akhir QRS sampai awal gelombang T.
segmen ini merupakan waktu depolarisasi ventrikel ynag masih berlangsung sampai
dimulainya awal repolarisasi ventrikel. Normalnya, sejajar garis isoelektris.

Segmen ST yang naik di atas isoelektris dinamakan elevasi yang turun di bawah isoelektris
dinamakan ST depresi. ST elevasi dapat menunjukkan dadanya suatu infark miokard dan ST
depresi menunjukkan adanya iskemik miokard.

Aksis jantung

Sumbu listrik jantung atau aksis jantung dapat diketahui dari bidang frontal dan horisontal.
Bidang frontal diketahui dengan melihat lead I dan aVF sedangkan bidang horisontal dengan
melihat lead-lead prekordial terutama V3 dan V4. Normal aksis jantung frontal berkisar -30
s/d +110 derajat.Deviasi aksis ke kiri antara -30 s/d -90 derajat, deviasi ke kanan antara +110
s/d -180 derajat.

2.6 Cara Merekam EKG

Persiapan Pasien sebelum Prosedur EKG 

1. Persiapan pemasangan
2. Persiapan Pasien
1. Beri penjelasan mengenai tindakan dan tujuan tindakan
2. Atur posisi pasien terlentang,
3. Anjurkan pasien untuk tidak melakukan gerakan selama pemeriksaan
berlangsung
4. Pertahankan privasi pasien  ( Anonim,2008 )
5. Persiapan alat dan bahan

Menurut Waluya, 2009 :


1. Persiapan alat :
1. Persiapkan alat EKG, misalnya EKG dari “Fukuda” model FJC-7110 yang
memiliki dua tombol untuk power, lengkap dengan kabel power, kabel pasien,
kabel ground, elektroda ekstermitas dan elektroda precordial serta kertas
perekam khusus atau termal paper.
2. Bengkok
3. Persiapan bahan:

a. Pasta/jelly elektroda

b.Alkohol 70 %

c. Kapas

1. Prosedur
1. Mempersiapkan alat EKG
2. Menghubungkan kabel power ke Saklar.
3. Menghubungkan kabel ground ke saluran ledeng atau ke tanah dengan kabel
dibungkus kasa lembab
4. Memastikan alat berfungsi dengan baik.
5. Mempersiapkan Pasien               
6. Pasien dipersilahkan membuka baju atas dan kaos dalamnya serta berbaring di
atas tempat tidur, dan dianjurkan untuk tidak tegang  (rileks) serta
memberitahu prosedur yang akan dilakukan.
7. Membersihkan tempat-tempat yang akan ditempel elektroda dengan kapas
alkohol 70 % pada bagian ventral kedua lengan bawah (dekat pergelangan
tangan) dan bagian lateral ventral kedua tungkai bawah ( dekat pergelangan
kaki), serta dada. Jika perlu dada dan pergelangan kaki dicukur.
8. Keempat elektroda ekteremitas diberi jelly.
9. Oleskan sedikit pasta elektroda pada tempat-tempat yang akan dipasangkan
elektroda.

10.  Pasang keempat elektroda ektremitas tersebut pada kedua pergelangan tangan dan kaki,
dengan ketentuan sbb:

Merah : lengan kanan (RA)

Kuning : lengan kiri (LA)

Hijau : Tungkai kiri (LF)

Hitam : tungkai kanan (RF)

11.  Dada diberi jelly sesuai dengan lokasi untuk elektroda

12.  Pasang elektroda prekordial (V1-V6) disesuaikan dengan kabel.

13.  Tekan “On” untuk menghidupkan alat.


14.  Atur posisi jarum penulis agar terletak ditengah lebar kertas, kemudian membuat
rekaman kalibrasi.

15.  Membuat rekaman EKG dari ; Lead I, Lead II. Lead III, aVR, aVL, aVf, V1, V2, V3,
V4, V5, dan V6.

16.  Rekaman setiap sadapan dibuat minimal 3 siklus.

17.  Setelah selesai membuat rekaman tekan power “Off “, elektroda dilepas, sisa pasta
elektroda pada orang coba dibersihkan dan dipersilahkan mengenakan baju kembali.

18.  Alat-alat dibersihkan dan dikembalikan pada tempat seperti semula.

Hal-hal berikut ini harus diperhatikan untuk memastikan tidak adanya artefak dan teknik
perekaman yang jelek :

1. EKG sebaiknya direkam pada pasien yang berbaring di tempat tidur yang nyaman
atau pada meja yang cukup lebar untuk menyokong seluruh tubuh. Pasien harus
istirahat total untuk memastikan memperoleh gambar yang memuaskan. Hal ini paling
baik dengan menjelaskan tindakan terlebih dahulu kepada pasien yang takut untuk
menghilangkan ansietas. Gerakan atau kedutan otot oleh pasien dapat merubah
rekaman.
2. Kontak yang baik harus terjadi antara kulit dan elektroda. Kontak yang jelek dapat
mengakibatkan rekaman suboptimal.
3. Alat elektrokardiografi harus distandarisasi dengan cermat sehingga 1 milivolt (mV)
akan menimbulkan defleksi 1 cm. Standarisasi yang salah akan menimbulkan
kompleks voltase yang tidak akurat, yang dapat menimbulkan kesalahan penilaian.
4. Pasien dan alat harus di arde dengan baik untuk menghindari gangguan arus bolak-
balik.
5. Setiap peralatan elektronik yang kontak dengan pasien, misalnya pompa infus
intravena yang diatur secara elektrik dapat menimbulkan artefak pada EKG(anonim,
2008)

2.7 Cara menginterpretasikan ECG strip

1. Tentukan apakah gambaran EKG layak dibaca atau tidak


2. Tentukan irama jantung ( “Rhytm”)
3. Tentukan frekwensi (“Heart rate”)
4. Tentukan sumbu jantung (“Axis”)
5. Tentukan ada tidaknya tanda tanda hipertrofi (atrium / ventrikel)
6. Tentukan ada tidaknya tanda tanda kelainan miokard (iskemia/injuri/infark)
7. Tentukan ada tidaknya tanda tanda gangguan lain (efek obat obatan, gangguan
keseimbangan elektrolit, gangguan fungsi pacu jantung pada pasien yang terpasang
pacu jantung)

1. Menentukan frekwensi jantung

Cara menentukan frekwensi melalui gambaran EKG dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
1. 300 dibagi jumlah kotak besar antara R – R’
2. 1500 dibagi jumlah kotak kecil antara R – R’
3. Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah gelombang QRS dalam 6 detik
tersebut kemudian dikalikan 10 atau ambil dalam 12 detik, kalikan 5
4. Menentukan Irama Jantung

Dalam menentukan irama jantung urutan yang harus ditentukan adalah sebagai berikut :

1. Tentukan apakah denyut jantung berirama teratur atau tidak


2. Tentukan berapa frekwensi jantung (HR)      
3. Tentukan gelombang P ada/tidak dan normal/tidak
4. Tentukan interval PR normal atau tidak
5. Tentukan gelombang QRS normal atau tidak

Irama EKG yang normal implus (sumber listrik) berasal dari Nodus SA, maka irmanya
disebut dengan Irama Sinus (“Sinus Rhytem”)

Kriteria Irama Sinus adalah :

1. Iramanya  teratur
2. frekwensi jantung (HR) 60 – 100 x/menit
3. Gelombang P normal, setiap gelombang P selalu diikuti gel QRS, T
4. Gelombang QRS normal (0,06 – <0,12 detik)
5. PR interval normal (0,12-0,20 detik)

Menurut anonym (2008), kelainan jantung jika dilihat dari gelombang PQRST yaitu:

1. Irama atrial (non sinus) dapat mempunyai gelombang P di depan kompleks QRS, tapi
sumbu P abnormal (diluar quadrant 0 sampai + 90o).
2. Sumbu QRS, Sumbu T, Sudut QRS-T

1)      Sumbu QRS

Tabel sumbu QRS normal

Umur Normal
1 minggu – 1 bulan + 110o (+30o sampai + 180o)

1 – 3 bulan +  70o (+10o sampai + 125o)

3 bulan – 3 tahun +  60o (+10o sampai + 110o)

> 3 tahun +  60o (+20o sampai + 120o)

Dewasa +  50o (–30o sampai + 105o)

Sumbu QRS yang tidak normal:


1. LAD dengan sumbu QRS lebih rendah dari batas normal terlihat pada LVH, LBBB
dan Left Anterior Hemiblock (atau sumbu QRS superior khas pada Atrio Ventricular
Septal Defect dan atresia trikuspid)
2. RAD dengan sumbu QRS lebih besar dari batas normal terlihat pada RVH dan RBBB
3. Sumbu QRS superior terjadi bila gelombang S di aVF lebih besar dari gelombang R,
termasuk disini

2)      Sumbu T yang normal berada dalam batas 0 sampai +90o (gelombang T di I dan aVF
tegak). Sumbu T yang abnormal yakni diluar quadran 0 sampai +90o (gelombang T di I dan
aVF terbalik) biasanya menghasilkan sudut QRS-T yang lebar, tampak pada repolarisasi
miokard yang abnormal (miokarditis dan iskemia miokard), hipertrofi ventrikel dengan strain
atau RBBB.

3)      Sudut QRS-T adalah sudut yang dibentuk oleh sumbu QRS dan sumbu T, nilai normal
kurang dari 60o (kecuali pada neonatus yang kemungkinan lebih dari 60o). Sudut QRS-T lebih
dari 90o dipastikan abnormal, misalnya pada hipertrofi ventrikel dengan strain, gangguan
antaran ventrikular, dan disfungsi miokard akibat gangguan metabolik atau iskemia.

1. Interval dan Durasi


1. Interval PR diukur dari awal gelombang P ke awal kompleks QRS. Semakin
tua usia dan semakin lambat denyut jantung, interval PR semakin panjang.
Interval PR yang panjang (AV blok derajat 1) terlihat pada: disfungsi
miokard, miokarditis, penyakit jantung tertentu (Atrial Septal Defect primum,
AtrioVentricular Septal Defect, anomali Ebstein), intoksikasi digitalis,
hiperkalemia, tetapi bisa pada jantung yang normal. Interval PR yang pendek
terjadi pada preeksitasi (sindroma Wolff Parkinson White – WPW),
sindroma Lown Ganong Levine dan glycogen storage disease. Interval PR
yang berubah-ubah tampak pada wandering atrial pacemaker, dan
Wenkebach (Mobitz tipe I) AV blok derajat 2.
2. Interval QT yang panjang tampak pada hipokalsemia, miokarditis, peyakit
miokard yang difus, sindroma Long QT, dan trauma kepala. Pemakaian obat
anti aritmia golongan I-A, I-C dan III, antipsikotik phenothiazin, antidepresan
trisiklik, antibiotik, antihistamin, arsenik dan organofosfat juga dapat
memperpanjang interval QT. Interval QT yang pendek terlihat sebagai efek
digitalis dan hipercalcemia.
3. Durasi QRS adalah waktu depolarisasi ventrikel, diukur dari awal gelombang
Q (atau R bila Q tidak ada) sampai akhir gelombang S. QRS yang memanjang
khas untuk gangguan antaran ventrikel, misalnya pada bundle branch block
(BBB), preeksitasi (sindroma WPW) dan blok intraventrikuler, atau hipertrofi
ventrikel.

Tabel Durasi QRS rerata (batas atas) sesuai usia.

  0–1 1-6 6 bln – 1 1 – 3 th 3-8 th 8-12 th 12-16 th Dewasa


bulan bulan th
  0.05 0.05 0.05 0.06 0.07 0.07 0.07 0.08
(0.07) (0.07) (0.07) (0.07) (0.08) (0.09) (0.10) (0.10)
Deti
k
 

1.  Durasi dan amplitudo gelombang P

Gelombang P yang tinggi mengindikasikan hipertrofi atrium kanan (RAH), sedangkan


gelombang P yang durasinya panjang mengindikasikan hipertrofi atrium kiri (LAH).

Kalau gelombang P meruncing keatas (peaked P wave) – jadi kesamping mungkin normal (1-
3 kotak kecil) dan keatas (lebih dari 3 kotak kecil) berarti ada gangguan yang kemungkinan
disebabkan oleh :

1. COPD (Chronic Obstruction Pulmonary Diseases) – Astma bronkhiale, Emphysema


atau Bronchitis kronik
2. Kelainan katup jantung kiri (mitral) atau kanan (trikuspid) seperti MS (mitral
stenosis) atau MI (Mitral insufisiensi)
3. Atrial Hipertropi juga bisa; contoh (di lead II), dapat membentuk huruf seperti v
(notchead P wave) seperti pada Left Atrial Hipertropi( anonim, 2007).

Kalau gelombang P melebar kesamping (lebih dari 3 kotak kecil) keatas bisa normal atau
lebih dari 3 biasanya akibat : Sino atrial block/gangguan hantaran jantung
Kalau gelombang P negatif (kebawah) pada lead II biasanya disebabkan adanya pacemaker
(pasien menggunakan alat pacu jantung) atau ectopic focus (adanya impuls diluar dari SA
node) (anonim,2007).
Kalau gelombang P hilang /tidak ada : dapat terjadi pada VF (Ventrikel Fibrilasi) atau VT –
(Ventrikel Tacycardia)jadi tidak ada impuls SA node dari atrium, ventrikel cuma bergetar-
getar saja (sangat berbahaya, mengancam jiwa dan siapkan DC shock – 200 – 360 joules),
dan CPR – kalau gagal bisa asystole atau flat atau KO IT (+).
Contoh gambaran pada hiperkalemia gelombang P bisa juga hilang atau kecil dan juga pada
Atrial Fibrilasi( anonim, 2007).

1. Amplitudo QRS, rasio R/S dan gelombang Q yang abnormal


1. Amplitudo QRS
1. Amplitudo QRS yang tinggi terlihat pada hipertrofi ventrikel dan
gangguan hantaran ventrikel (misal sindroma WPW)
2. Amplitudo QRS yang rendah terlihat pada perikarditis, miokarditis,
hipotiroid dan neonatus yang normal.
3. Rasio R/S

1)      Pada bayi dan anak yang normal, rasio R/S pada sadapan prekordial kanan besar karena
gelombang R yang tinggi, sedangkan pada sadapan prekordial kiri kecil karena gelombang S
yang dalam. Rasio R/S yang abnormal terlihat pada hipertrofi ventrikel dan gangguan
hantaran ventrikel.

1. gelombang Q yang abnormal

a)      Gelombang Q yang dalam di sadapan prekordial kiri terlihat pada hipertrofi ventrikel
akibat kelebihan beban volum.

b)      Gelombang Q yang dalam dan lebar terlihat pada infark miokard dan fibrosis miokard.
c)      Adanya gelombang Q di V1 terlihat pada RVH berat, inversi ventrikel, single ventrikel,
dan kadang-kadang juga pada neonatus.

d)     Gelombang Q yang tak terlihat pada V6 terjadi pada inversi ventrikel.

1. Segmen ST dan gelombang T.

1. Depresi segmen ST terjadi pada perikarditis, iskemia atau infark miokard, hipertrofi
ventrikel yang berat dengan strain, dan efek digitalis. Umumnya depresi segmen ST
disertai gelombang T yang terbalik.
2. Gelombang T yang tinggi terlihat pada hiperkalemia, LVH akibat kelebihan volum,
dan cerebrovascular accident. Gelombang T yang datar atau rendah terlihat pada
neonatus yang normal, atau pada hipotiroid, hipokalemia, efek digitalis, perikarditis,
miokarditis, iskemia miokard, hiperglikemia atau hipoglikemia.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2007.  Disitasi dari : Elektrokardiografi.http://image.google.co.id/image/hl-


id. Pada tanggal 10-3-2010 jam 20:07
2. Anonim. 2007. EKG. Disitasi dari :   http://www.alpensteel.com/tools/wikipedia-
indonesia.html. Pada tanggal 10-3-2010 jam 20:26
3. Anonim, 2007. Belajar Mudah Membaca EKG Untuk Perawat (2) - patologi
gelombang P, kompleks QRS, dan gelombang T . Disitasi dari http://nurse-
stock.blogspot.com/2007/08/belajar-mudah-membaca-ekg-untuk-perawat.html Pada
tanggal 19 Mei pukul 11.15
4. Anonim. 2008. ECG(ElektroCardioGram). Disitasi dari:
http:pdfcontac.com/ebook/cara_penggunaan_EKG.html  pada tanggal 21 Mei pukul
15.00
5. Anonim, 2008. Elektrokardiogram. Disitasi dari
http://elhafiz.sangpujangga.com/archives/249. Pada tanggal 19 Mei pukul 11.00
6. Anonim. 2010. EKG. Disitasi dari: http://www. Biomedical Engineering/ EKG.html.
Pada  tanggal 20 Mei 2010 pukul 14.00
7. Sundana, K. 2008. Interpretasi EKG, Pedoman Untuk Perawat. EGC : Jakarta.
8. Waluya .2009. Disitasi dari : Pemeriksaan
Elektrokardiogram.http://www.pjnhk.go.id. Pada tanggal 10-3-2010 jam 20:15

Anda mungkin juga menyukai