Anda di halaman 1dari 20

KAIDAH DASAR BIOETIK

dr. Dian Isti Angraini, M.P.H


Tim Unit Bioetika dan Humaniora
FK UNILA
Asas Prima Facie
• Merupakan pemilihan 1 KDB ter”absah” sesuai
konteks (data) yang ada pada kasus.

• Dalam penanganan pasien di klinik, setelah


indikasi medik, pengelolaan juga ditentukan oleh
“seni” berbasis KDB.

• Asas prima facie mengisyaratkan KDB yang lama


akan ditinggalkan, diganti dengan KDB baru yang
lebih absah.

YL-BLOK 1- 2010
The patient’s contexts for prima facie’s choice
(Agus Purwadianto , 2004)

General benefit Elective, educated,


result, most of bread-winner, mature
people, person

Beneficence Autonomy

Non Justice
Time maleficence
Vulnerables,
> 1 person, others
emergency, life
similarity, community /
saving, minor YL-BLOK 1- 2010
social’s rights
Principles-based ethics
 Prima Facie
T.Beauchamp & Childress (1994) & Veatch (1989)

Patient’s preference

Beneficence
Autonomy

Non Maleficence Justice

Contextual features Clinical Decision


Making EBM
Quality of life

Value-based medicine
1. Tindakan berbuat baik (beneficence)
1) General beneficence :

• a.melindungi & mempertahankan hak yang lain


• b.mencegah terjadi kerugian pada yang lain,
• c.menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain,

2) Specific beneficence :

• a.menolong orang cacat,


• b.menyelamatkan orang dari bahaya.

3) Mengutamakan kepentingan pasien

4) Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh menguntungkan dokter/rumah


sakit/pihak lain

5) Maksimalisasi akibat baik (termasuk jumlahnya > akibat-buruk)

6) Menjamin nilai pokok : “apa saja yang ada, pantas (elok) kita bersikap baik terhadapnya”
(apalagi ada yg hidup).
1) Berbuat baik kepada siapapun – termasuk “yang tidak kita kenal” (impartially), merupakan etika
normative. PBE hal. 263 – 265. Contoh : zakat 2,5%
2) Bermoral bila tindakan baik ditujukan pada pihak khusus “yang kita kenal” : pasien, anak-anak,
teman-teman. PBE, hal. 263. Hal ini menimbulkan kewajiban “mutlak” profesi, khususnya secara
psikologis.
3) Setiap tindakan ditujukan demi memajukan kepentingan penting dan sah pasien. Dasar utama dari
altruisme (pengorbanan diri demi melindungi, menyelamatkan pasien) dan “roh” profesionalisme
(“janji” atau wajib menyejahterakan pasien dan membuat diri terpercaya. Misal memilihkan keputusan
terbaik pada pasien yang tidak otonom ( kurang mampu memutuskan bagi dirinya), seperti anak,
gangguan jiwa, gawat). Positive beneficence mempersyaratkan indicator tunggal : keuntungan pasien
(mahluk individu). Beda dengan utility : boleh ada kerugian, asal seimbang dengan keuntungan (konteks
mahluk social). Utilitarianisme memperluas beneficence menjadi : boleh pandang bulu (impartial
obedience) asal bermanfaat atau boleh menghukum bila seseorang melanggar aturan.
4) Istilah beneficence lainya : bermurah hati; kewajiban atau tugas untuk menyebarkan kebaikan,
meningkatkan minat yg benar dari seseorang, dan mencegah atau mengatasi keburukan. Dokter
berlaku profesional, bersikap jujur dan luhur pribadi (integrity), menghormati pasien, peduli pada
kesejahteraan pasien, kasih sayang, dedikatif memperthankan kompetensi pengetahuan dan
ketrampilan teknisnya.
5) Dasarnya adalah uraian William Frankena. Apapun situasinya (dalam etika situasi ketika menghadapi
kasus individual konkrit yang sering tidak menjamin keberlakuan etika umum-abstrak yang memakai
kaidah deontologi peraturan), diupayakan memunculkan akibat baik, apapun bentuknya (hal ini pada
akhirnya dikenal sebagai utilitarianisme). EU, hal 102 – 103. Sejalan dengan kewajiban beneficence :
“one ought to do or promote good”, selain prevent evil/harm dan remove evil/harm. PBE, hal. 190.
6) Prinsip utilitarian. Banyak berguna untuk penelitian teknik/obat baru. Lihat kriteria proporsionalitas
atau asas ganda.
2. Tidak merugikan atau
nonmaleficence /primum non nocere
1.Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien, seperti :

a) Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien
b) Minimalisasi akibat buruk

2. Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal :


a) Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang penting
b) Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
c) Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
d) Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal).

3.Norma tunggal, isinya larangan.


• 1.a) Kewajiban nonmaleficence : “One ought not to inflict evil or
harm”. PBE, hal 192. Tidak melakukan malpraktek etik baik sengaja
ataupun tidak, seperti dokter tak mempertahakan kemampuan
ekspertisnya atau menganggap pasien sebagai komoditi.Tindakan
nomaleficence antara lain menghentikan pengobatan yang sia-sia/,
atau pengobatan luar biasa (tidak menawarkan harapan layak dari
nikmat/keuntungan) yakni pengobatan yang tak bias diperoleh atau
digunakan tanpa pengeluaran amat banyak, nyeri berlebihan, atau
ketidaknyamanan lainnya. Juga membiarkan mati (letting die),
bunuh diri dibantu dokter, euthanasia, sengaja malpraktek etis.
• 1.b) Tidak menambah kerentanan pasien dalam hal dependensi,
minimnya inisiatif, hilangnya persistensi dan turunnya kapasitas
mentalnya.Dokter tidak boleh inkompeten dalam ketrampilan teknis
medis dan komunikasi. Mencegah perlakuan buruk pada orang lain.
• 3) Misalnya perintah Tuhan yang sebenarnya sifatnya larangan
berbuat jahat/membuat derita orang lain seperti “Jangan
membunuh”, dll. Terhadap pasien : jangan membunuh, jangan
menyebabkan nyeri atau menderita, jangan menahan (membuat
inkapasitas), jangan mengawali menyerang, jangan menghalangi
nikmat untuk hidupnya. PBE, hal. 194.
3. Keadilan

1) Treat similar cases in a similar way = justice within morality.

2) Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai


fairness) yakni :
• a) Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur dari kebutuhan
mereka (kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan pasien yang memerlukan/
membahagiakannya)
• b) Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur dengan kemampuan mereka (kesamaan
beban sesuai dengan kemampuan pasien).

3) Tujuan : Menjamin nilai tak berhingga setiap pasien sebagai mahluk


berakal budi (bermartabat), khususnya : yang-hak dan yang-baik
• 2.a) Keadilan = tidak menuntut semua orang
sama-sama bahagia, namun menciptakan syarat-
syarat (situasi-kondisi) agar orang lain dapat
bahagia. Contoh : syarat penghentian alat Bantu
napas/jantung untuk mencegah futility (kesia-
siaan medik)
• 3) Manusia satu-satunya mahluk berakal budi,
bukan mesin biologis atau suatu shell berisi
penuh artificial intelligent. Berakal budi artinya
otonom, berkehendak bebas secara sadar, tanpa
tekanan apapun.
Jenis keadilan :
a) Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)
b) Distributif (membagi sumber) : kebajikan membagikan sumber-sumber kenikmatan
dan beban bersama, dengan cara rata/merata, sesuai keselarasan sifat dan tingkat
perbedaan jasmani-rohani; secara material kepada :
• Setiap orang andil yang sama
• Setiap orang sesuai dengan kebutuhannya
• Setiap orang sesuai upayanya.
• Setiap orang sesuai kontribusinya
• Setiap orang sesuai jasanya
• Setiap orang sesuai bursa pasar bebas
c) Sosial : kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan
bersama :
• Utilitarian : memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi menekankan efisiensi
social dan memaksimalkan nikmat/keuntungan bagi pasien.
• Libertarian : menekankan hak kemerdekaan social – ekonomi (mementingkan prosedur adil
> hasil substantif/materiil).
• Komunitarian : mementingkan tradisi komunitas tertentu
• Egalitarian : kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang dianggap bernilai oleh
setiap individu rasional (sering menerapkan criteria material kebutuhan dan kesamaan).
d) Hukum (umum) :
• Tukar menukar : kebajikan memberikan / mengembalikan hak-hak kepada yang berhak.
• pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama) mencapai
kesejahteraan umum
• Libertarian  Pokok utama adalah kebebasan memilih (individual)
dan privatisasi (kepemilikan) melalui jaminan berlangsungnya
prosedur adil (dalam pemerolehan, pemindahan dan pembayaran
ganti rugi). Lihar Robert Nozick, PBE, 336 – 337.
• Komuitarian  Mementingkan nilai dan standar tradisional “yang-
baik” masyarakat, pluralitas dan solidaritas (kebajikan kepedulian
individual bersama moralitas sosial).
• Egalitarian  Adalah rasional dan dipilih oleh siapapun, bahwa adil
= prinsip memaksimalkan batas (plafon) minimum nikmat primer
demi menjamin kepentingan vital pada situasi yang memburuk.
Implikasi teori John Rawls. Kesamaan fair terhadap peluang sehat
namun mengatasi ketidaksamaan genetis/kodrati. Misal alokasi
dana puskesmas lebih besar untuk menyehatkan masyarakat
miskin/paling tertinggal supaya sama peluang sehatnya dengan
masyarakat kaya = adil. Kepemilikan utama primer seperti jender,
ras, IQ, keturunan, asal muasal kebangsaan, status social tak bias
menjadi factor alas an pembagi. “Kepada setiap orang sesuai
dengan jenis kelaminnya ……”, jelas tidak adil. PBE, hal. 340 – 341.
4. Otonomi (self-determination)
• Pandangan Kant : otonomi kehendak = otonomi moral yakni
: kebebasan bertindak, memutuskan (memilih) dan
menentukan diri sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik
bagi dirinya yang ditentukan sendiri tanpa hambatan,
paksaan atau campur-tangan pihak luar (heteronomi),
suatu motivasi dari dalam berdasar prinsip rasional atau
self-legislation dari manusia.
• Pandangan J. Stuart Mill : otonomi tindakan/pemikiran =
otonomi individu, yakni kemampuan melakukan pemikiran
dan tindakan (merealisasikan keputusan dan kemampuan
melaksanakannya), hak penentuan diri dari sisi pandang
pribadi.
• Ciri khusus ialah kesukarelaan, tanpa paksaan atau
manipulasi.
• Menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan
pasien demi dirinya sendiri = otonom (sebagai mahluk bermartabat).
• Didewa-dewakan di Anglo-American yang individualismenya tinggi.
• Kaidah ikutannya ialah : Tell the truth, hormatilah hak privasi liyan, lindungi
informasi konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri pasien; bila ditanya,
bantulah membuat keputusan penting.
• Erat terkait dengan doktrin informed-consent, kompetensi (termasuk untuk
kepentingan peradilan), penggunaan teknologi baru, dampak yang dimaksudkan
(intended) atau dampak tak laik-bayang (foreseen effects), letting die.

 Pembuatan testamen/wasiat : jangan coba resusitasi (DNAR), jangan resusitasi (do


not resusitate)
 Prinsip ini oleh Engelhardt dianggap lebih didahulukan dibandingkan sikap berbuat
baik. Robert Veatch. Medical Ethics. hal 37.
 Beberapa pengertian : persetujuan terhadap anjuran dokter, kekuasaan menolak
intervensi, kekuasaan memilih diantara alternatif-alternatif dan saling andil dalam
pembuatan keputusan (shared decision making). Penolakan informed consent
pada : pasien tidak memahami informasi, tidak mau memutuskan, memilih
keputusan berlawanan dengan kepentingan terbaiknya. Perkecualian : dibawah
pengampuan, implied consent pada gawat darurat, therapeutic privilege
(menahan informasi demi mencegah perburukan pasien), waiver (menyerahkan
hak ke dokter).
Selain 4 prinsip atau kaidah dasar moral tersebut, dikenal prinsip "turunan"nya dengan
nilai-nilai seperti :

1) Berani berkata benar/kejujuran (veracity) : truth telling

•: Derivat otonomi. Misal : mencegah penyesatan terhadap pasien

2) Kesetiaan (fidelity) : keep promise

3) Privacy (dari otonomi dan beneficence)

•: Selain melindungi hal-hal yang bersifat pribadi yang unik/otentik dari pasien, juga lebih mengutamakan/memenangkan pasien dalam
menjaga rahasianya atau ketika berkonflik akan membuka informasi dirinya kepada pihak lain.

4) Konfidensialitas.

•: Menghormati privasi pasien. Ciri lain : menyembunyikan identitas pada presentasi kasus, tidak bergosip, membuka sebagian rahasia
kepada orang yang peduli seperti anggota keluarga, sahabat/kerabat, pers; membiarkan informasi peka pada catatan medik, membuka
demi pihak ketiga, peringatan kepada partner (kewajiban atau harus minta ijin terlebih dahulu). dll

5) Menghormati kontrak (perjanjian)

6) Ketulusan (honesty) : tidak menyesatkan informasi kepada pasien atau pihak ketiga seperti perusahaan
asuransi, pemerintah, dll.

7) Menghindari membunuh
Lampiran
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak member beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai