Anda di halaman 1dari 128

PEMICU I ETIKA, HUKUM KEDOKTERAN,

DAN KEDOKTERAN FORENSIK

ALFINDRA SEPALAWANDIKA
Bioetika
Empat kaidah dasar moral bioetika
• Beneficence
• Kewajiban berbuat baik terhadap manusia dan masyarakat
• Nonmaleficence
• Kewajiban tidak menimbulkan mudarat ( first do no harm)
• Menghormati otonomi pasien
• Otonomi : menghormati hak orang untuk mengambil keputusan dan tentang dirinya
sendiri
• Berkata jujur(truth telling)
• Menjaga kerahasiaan (konfidensialitas)
• Menjaga kepercayaan, memenuhi kewajiban, menepati janji , dsb
• Berlaku adil (justice)
• Keadilan sosial : tdk membedakan latar belakang orang
• Keadilan distributif : didistributifkan sumberdaya kesehatan secara adil
• Berlaku fair
Beneficence
• Kewajiban untuk melakukan ‘yang baik’
terhadap manusia. Asas ini adalah substansi
pertama dalam Sumpah Hipokrates (460-377
SM). “Saya akan menerapkan aturan tentang
makanan untuk kebaikan orang sakit menurut
kemampuan dan penilaian saya; saya akan
menjauhkan mereka dari cidera dan
ketidakadilan.”
• Beauchamp & Childress (filsuf-filsuf
kontemporer) menerjemahkan asas
beneficence ini utk pelayanan pasien sebagai :
 Kewajiban mencegah hal yang buruk (evil)
atau cidera (harm)
 Kewajiban menghilangkan hal yang buruk atau
cidera
 Kewajiban melakukan atau meningkatkan yang
baik pada pasien
Beneficence

Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk
kepentingan orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan
dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
Nonmaleficence
• Kewajiban untuk tidak melakukan hal-hal yang buruk
atau merugikan terhadap manusia. Asas ini juga sudah
ada dalam Sumpah Hippokrates, “Saya akan menjaga
mereka terhadap bahaya dan ketidakadilan.”
• Asas ini adalah ‘pelengkap’ asas pertama tadi
(beneficence).
• Nonmaleficence adalah kewajiban untuk tidak
menimbulkan mudarat.
• Asas ini diungkapkan juga dalam bahasa latin sebagai
primum non nocere (pertama-tama tidak berbuat salah).
• Beauchamp & Childress menerjemahkan asas nonmaleficence ini
untuk pelayanan pasien sebagai : kewajiban untuk tidak menimbulkan
cidera atau hal yang buruk pada pasien.
• Jika diperhatikan, terjemahan Beauchamp & Childress di atas tentang
asas beneficence & nonmaleficence untuk pelayanan pasien,
sebenarnya 2 hal yang tidak dapat dipisahkan.
• Keduanya bertujuan melakukan yang baik yang sekaligus tentu berarti
mencegah atau menghilangkan yang buruk dan cidera pada pasien.
• Seakan-akan 2 asas itu adalah 2 sisi dari mata uang yang sama, yang
tidak dapat dipisahkan 1 dari yang lain.
• Dalam ajaran Islam, 2 asas itu selalu disebut dalam 1 kalimat : Amar
ma’ruf (beneficence) nahi mungkar (nonmaleficence)
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
Menghormati Otonomi Pasien
• Otonomi = hak untuk memutuskan sendiri dalam hal-
hal yang menyangkut diri sendiri
• Hak otonomi pasien adalah hak pasien untuk
mengambil keputusan dan menentukan sendiri
tentang kesehatan, kehidupan, dan malahan secara
ekstrim tentang kematiannya.
• Ini berlawanan dengan budaya tradisional
Hippokrates, di mana umumnya dokterlah yang
menentukan apa yg dianggapnya paling baik untuk
pasien.
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat
pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan
sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil
keputusan termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Keadilan (Justice)
• Asas keadilan lahir dari hak asasi manusia;
setiap orang berhak untuk mendapat
pelayanan kesehatan yang adil, karena
kesehatan adalah hak yang sama bagi setiap
warga negara. Hak ini dijamin dalam
amandemen UUD 1945.
• Keadilan dalam pelayanan kesehatan berarti
perlakuan yang sama pada kasus yang sama,
tanpa melihat latar belakang seseorang.
• Dalam Lafal Sumpah Dokter Indonesia, asas keadilan
terungkap sbb : Saya akan berikhtiar dengan sungguh-
sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh
pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik
kepartaian, atau kedudukan sosial dalam menunaikan
kewajiban terhadap penderita.
• Keadilan dalam lafal sumpah di atas adalah bersikap fair
dalam hubungan dokter pasien.
• Keadilan dapat juga berarti keadilan distributif, yaitu
keadilan dalam distribusi sumber daya kesehatan antara 1
daerah dan daerah lain.
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban,
sanksi) secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan
kompeten
14. Tidak member beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
Prinsip terjadinya
Prima Facie
Prima Facie
• Sebagai dokter kita mempunyai
kewajiban prima facie yang terdiri atas
empat kaidah dasar moral
• Dalam kondisi atau konteks tertentu,
seorang dokter harus melakukan
pemilihan 1 kaidah dasar etik ter-”absah”
sesuai konteksnya berdasarkan data atau
situasi konkrit terabsah.
The Prima Facie
• The four principles referred to here are non-hierarchical, meaning
no one principle routinely “trumps” another
•  Yet, when two or more principles apply, we may find that they are
in conflict
• In other words, in the face of no other competing claims, we have a
duty to uphold each of these principles (a prima facie duty).
• However, in the actual situation, we must balance the demands of
these principles by determining which carries more weight in the
particular case
• A moral person's actual duty is determined by weighing and
balancing all competing prima facie duties in any particular case
(Frankena, 1973)
Kodeki
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
• Pasal 14
– Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/ keluarganya, ia wajib merujuk
pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk itu.
• Pasal 15
– Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa dapat berinteraksi
dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat dan atau penyelesaian
masalah pribadi lainnya.
• Pasal 16
– Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
• Pasal 17
– Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN
SEJAWAT
• Pasal 18
– Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya
sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
• Pasal 19
– Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien
dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan
keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI
• Pasal 20
– Setiap dokter wajib selalu memelihara
kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
• Pasal 21
– Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/ kesehatan.
Sumpah Dokter
Sumpah Dokter
• Sumpah dokter  pernyataan yang diucapkan secara resmi
oleh seorang dokter baru dengan bersaksi kepada Tuhan atau
sesuatu yang dianggap suci, bahwa ia bertekad teguh akan
menjalankan profesi dokter sebaik-baiknya sesuai dengan
hakikat, martabat, dan tujuan luhur profesi itu

• Sumpah dokter juga bisa diartikan sebagai “pengikraran


Kontrak sosial” dimana dokter mengikat diri untuk menjalankan
profesi pelayanannya dengan sebaik-baiknya kepada umat
manusia dengan dasar kaidah-kaidah moral dan etika
• Kontrak sosial ini berlaku sepanjang hidup
Pengambilan Sumpah Dokter
• Pengambilan sumpah dokter merupakan saat yang sangat penting
artinya bagi seorang dokter  berikrar bahwa dalam mengamalkan
profesinya, ia akan selalu mendasarkannya dengan kesanggupan yang
telah diucapkannya sebagai sumpah.
• Suasana hikmat dapat diwujudkan bila upacara pengambilan sumpah
dilaksanakan secara khusus, mendahului acara pelantikan dokter.
• Untuk yang beragama Islam, "Demi Allah saya bersumpah". Untuk
penganut agama lain mengucapkan lafal yang diharuskan sesuai yang
ditentukan oleh agama masing-masing. Sesudah itu lafal sumpah di
ucapkan secara bersama-sama oleh semua peserta pengambilan
sumpah.
• Bagi mereka yang tidak mengucapkan sumpah, perkataan sumpah di
ganti dengan janji.
Yang wajib mengambil sumpah
• Semua dokter Indonesia  lulusan pendidikan dalam negeri
maupun luar negeri wajib mengambil sumpah dokter.
• Mahasiswa asing yang belajar di Perguruan Tinggi
Kedokteran Indonesia juga diharuskan mengambil sumpah
dokter Indonesia.
• Dokter asing tidak harus diambil sumpahnya karena tamu, ia
menjadi tanggung jawab instansi yang memperkerjakannya.
• Dokter asing yang memberi pelayanan langsung kepada
masyarakat Indonesia, harus tunduk pada KODEKI.
Sumpah Dokter Indonesia
• Lafal sumpah dokter Indonesia sesuai dengan
PP No. 26 tahun 1960 diperbaharui dengan SK
Menkes RI No. 434/Menkes/SK/X/1983
• Sumpah dokter Indonesia berdasarkan
Sumpah Hippocrates dan Deklarasi Jenewa
dari WMA 1948
Sumpah Dokter Indonesia
DEMI ALLAH SAYA BERSUMPAH BAHWA:
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan.
2. Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan
bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter.
3. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur
profesi kedokteran.
4. Saya akan merahasiakan segala sessuatu yang saya ketahui karena
keprofesiaan saya.
5. Saya tidak akan mempergunakan pengetahuan dokter saya untuk
sesuatu yang bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun
diancam.
6. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.

(Berdasarkan SK Menkes No. 434/SK/X/1983)


7. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dengan
memperhatikan kepentingan masyarakat.
8. Saya akan berikhtiar dengan sungguh sungguh supaya saya tidak
terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan,
gender, politik, kedudukan sosial dan jenis penyakit dalam menunaikan
kewajiban terhadap pasien.
9. Saya akan memberi kepada guru guru saya penghormatan dan
pernyataan terima kasih yang selayaknya.
10.Saya akan perlakukan teman sejawat saya seperti saudara sekandung.
11.Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
12.Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh sungguh dan dengan
mempertaruhkan kehormatan diri saya..

(Berdasarkan SK Menkes No. 434/SK/X/1983)


Sumpah Hippokrates
Dibagi menjadi 2 bagian
1. Bagian pertama  sumpah demi dewa-dewa dan dewi dewi
dari mitologi yunani kuno tentang kewajiban seorang (mantan)
murid terhadap guru (yang dianggap orang tua sendiri) dan
keluarga gurunya. Serta kewajiban seorang (mantan) murid
tentang pengalihan ilmu pengobatan tanpa bayaran atau janji
apapun – jika mereka kehendaki – kepada putera-putera
gurunya dan putera-puteranya sendiri, serta kepada murid-
murid laki laki yang sudah menandatangani perjanjian dan
telah mengucapkan sumpah, dan tidak kepada siapapun juga
diluar itu
2. Bagian kedua  berisikan tentang etika medisnya sendiri
Sumpah Hippokrates
Sumpah Hippokrates
NASKAH SUMPAH HIPPOKRATES ASAS ETIKA MEDIS

Saya akan menetapkan peraturan diet untuk orang yang sakit sesuai Asas berbuat baik (beneficence)
dengan dan penilaian saya; saya akan menjaga mereka terhadap cidera - Asas tidak menimbulkan
dan ketidakadilan mudharat (non maleficence)

Saya tidak akan memberikan obat yang mematikan kepada siapapun jika Asas menghormati hidup
diminta, saya juga tidak akan mengajukan saran tentang itu. manusia
Demikian juga sya tidak akan memberikan kepada perempuan obat
untuk terjadinya keguguran. Dalam kemurnian dan kesucian saya akan
menjaga hidup dan seni saya

Saya tidak akan menggunakan pisau, juga tidak pada penderita batu, Asas menyadari keterbatasan
tapi saya menarik diri dan menyerahkan pekerjaan kepada orang orang diri sendiri
yang memang biasa melakukannya

Dirumah manapun saya berkunjung, saya datang untuk kebaikan yang Asas beneficence, berakhlak
sakit, menjauhkan diri dari semua ketidakadilan yang disengaja, dari dan berbudi luhur
semua perbuatan jahat dan khusus hubungan kelamin dengan
perempuan maupun laki laki, apakah mereka orang orang bebas atau
budak belian

Apapun yang saya lihat atau dengar selama menjalankan pengobatan Asas menjaga kerahasiaan
malahan di itu berhubungan dengan hidup orang yang dengan alasan pasien (asas konfidensialitas)
apapun tidak boleh diumumkan, akan saya simpan untuk saya sendiri
karena hal-hal seperti itum memalukan untuk dibicarakan
SURAT TANDA REGISTRASI
Surat Tanda Registrasi (STR)
• Untuk memperoleh STR, dokter dan dokter gigi wajib
mengajukan permohonan kepada KKI dengan melampirkan :
1. Fotokopi ijasah dokter, dokter spesialis, dokter gigi atau
dokter gigi spesialis.
2. Surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji
dokter atau dokter gigi.
3. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
telah memiliki SIP.
4. Fotokopi sertifikasi kompetensi.
5. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi
PRINSIP REGISTRASI
DOKTER/DOKTER GIGI (pasal 29)
• Dr/drg yg praktik harus memiliki S.T.R.
• S.T.R. Diterbitkan K.K.I
• Syarat memperoleh S.T.R.:
– Ijazah
– Surat bukti sumpah/janji
– Keterangan sehat fisik & mental
– Sertifikat kompetensi
– Pernyataan akan mematuhi etika profesi
• Re-registrasi : 5 tahun,
– Pertimbangan: div registrasi & div pembinaan
Surat Tanda Registrasi (STR)
• STR ini akan berlaku selama 5 tahun dan harus
melakukan registrasi ulang 6 bulan sebelum masa
STR yang digunakan habis.
• Sebelum STR diperpanjang, dokter harus
melakukan uji kompetensi untuk mengetahui
apakah mengalami penurunan kompetensi atau
tidak.
• Jika ada dokter yang berpraktik tapi tidak memiliki
STR, maka akan dikenakan sanksi 5 tahun penjara
Form 1a dan 1b dan 1c dan Surat Ket Sehat (SKS)
SURAT IJIN PRAKTEK
Surat Izin Praktek (SIP)
• Surat Izin Praktik selanjutnya disebut SIP adaiah bukti tertulis yang
diberikan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada dokter dan
dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan
praktik kedokteran.

Syarat- syarat yang diminta:


1. SIP lama
2. STR yang dilegalisir
3. Fotocopy ijazah
4.REKOMENDASI IDI
5.Pas foto 4x6 = 4 lbr 2x3 = 1 lbr
6.Mengisi formulir permohonan.
7.Biaya administrasi.
Registrasi Baru Dokter dan Dokter Gigi

Ket : 1a,b alur surat masuk


2 alur surat keluar
3a,b,c,d tembusan
Alur Permohonan
• Pemohon mengajukan permohonan ke KKI melalui
FK/FKG/Kolegium/Langsung dengan melengkapi persyaratanyang
diperlukan;
• FK/FKG/Kolegium mengirimkan berkas pemohon ke KKI dengan
melampirkan semua persyaratan
• KKI meneliti seluruh berkas persyaratan dan apabila disetujui
diterbitkan STR selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah permohonan
diterima oleh KKI;
• STR asli dan 3 (tiga) lembar fotokopi STR yang dilegalisir oleh KKI
dikirimkan ke pemohon, dengan tembusan ke Biro Kepegawaian Depkes
RI, Dinkes Propinsi dan PB IDI atau PB PDGI;
• Permohonan STR yang tidak disetujui, akan dikembalikan kepada
pemohon selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak berkas diterima KKI;
Persyaratan
• Mengisi surat permohonan untuk memperoleh STR sebagaimana
terlampir pada formulir 1a;
• Melampirkan persyaratan sebagai berikut :
– Fotokopi Ijazah dokter/dokter gigi yang dilegalisir oleh Dekan/Wadek I Institusi
Pendidikan yang bersangkutan;
– Fotokopi sertifikat kompetensi yang dilegalisir oleh Kolegium terkait;
– Surat keterangan sehat fisik dan mental (asli) dari dokter yang memiliki SIP
(dengan mencantumkan nomor SIPnya);
– Fotokopi bukti sumpah/janji dokter/dokter gigi;
– Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi
(bermaterai), formulir 1b;
– Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 4 (empat) lembar dan
ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar;
– Bukti bayar registrasi dari Bank
ALUR
SERTIFIKASI KOMPETENSI
(dikeluarkan o/ Kolegium
setempat)

STR

REKOMENDASI IDI

SIP
SERTIFIKASI KOMPETENSI
SURAT IZIN PRAKTIK
• Adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada
dokter atau dokter gigi yang akan menjalankan praktik
kedokteran setelah memenuhi persyaratan
Pasal 1 butir 7
• Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik
kedokteran di Indonesia wajib memiliki SIP
Pasal 36
• SIP dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di
Kabupaten/Kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran
gigi dilaksanakan
Pasal 37 ayat 1
SURAT IZIN PRAKTIK
• SIP dokter atau dokter gigi hanya diberikan untuk
paling banyak tiga tempat
Pasal 37 ayat 2
• Satu SIP hanya berlaku untuk satu tempat praktik
Pasal 37 ayat 3
• Syarat mendapatkan SIP
– STR dokter atau dokter gigi yang masih berlaku
– Mempunyai tempat praktik
– Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi
Pasal 38 ayat 1
SURAT IZIN PRAKTIK
• SIP masih berlaku sepanjang
– Surat tanda registrasi dokter atau dokter gigi
masih berlaku
– Tempat prakti masih sesuai dengan yang
tercantum dalam SIP
Pasal 38 ayat 2
UU no.29 tahun 2004
UU no 29 tahun 2004
Bab VI: Registrasi Dokter dan Dokter Gigi
Pasal 29
• (1) Setiap dokter dan dokter gigi yang
melakukan praktik kedokteran di Indonesia
wajib memiliki surat tanda registrasi dokter
dan surat tanda registrasi dokter gigi
• (2) Surat tanda registrasi dokter dan surat
tanda registrasi dokter gigi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia
• (3) Untuk memperoleh surat tanda registrasi dokter dan
surat tanda registrasi dokter gigi harus memenuhi
persyaratan :
– a. memiliki ijazah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, atau
dokter gigi spesialis;
– b. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan
sumpah/janji dokter atau dokter gigi;
– c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
– d. memiliki sertifikat kompetensi; dan
– e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi
• (4) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi
dokter gigi berlaku selama 5 (lima) tahun dan diregistrasi ulang
setiap 5 (lima) tahun sekali dengan tetap memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan
huruf d
• (5) Ketua konsil kedokteran dan ketua konsil kedokteran gigi
dalam melakukan registrasi ulang harus mendengar
pertimbangan ketua divisi registrasi dan ketua divisi pembinaan
• (6) Ketua konsil kedokteran dan ketua konsil kedokteran gigi
berkewajiban untuk memelihara dan menjaga registrasi dokter
dan dokter gigi
Pasal 30
• (1) Dokter dan dokter gigi lulusan luar negeri yang akan
melaksanakan praktik kedokteran di Indonesia harus dilakukan
evaluasi
• (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
– a. kesahan ijazah;
– b. kemampuan untuk melakukan praktik kedokteran yang dinyatakan
dengan surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat
kompetensi;
– c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter
atau dokter gigi;
– d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
– e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan
etika profesi
• (3) Dokter dan dokter gigi warga negara asing selain
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) juga harus melengkapi surat izin kerja sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dan kemampuan berbahasa Indonesia
• (4) Dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) diberikan surat tanda registrasi dokter atau
surat tanda registrasi dokter gigi oleh Konsil
Kedokteran Indonesia
Pasal 31
• (1) Surat tanda registrasi sementara dapat diberikan
kepada dokter dan dokter gigi warga negara asing yang
melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan,
penelitian, pelayanan kesehatan di bidang kedokteran atau
kedokteran gigi yang bersifat sementara di Indonesia
• (2) Surat tanda registrasi sementara berlaku selama 1 (satu)
tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun
berikutnya
• (3) Surat tanda registrasi sementara diberikan apabila telah
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (2)
Pasal 32
• (1) Surat tanda registrasi bersyarat diberikan kepada peserta program
pendidikan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis warga negara asing
yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di Indonesia
• (2) Dokter atau dokter gigi warga negara asing yang akan memberikan
pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk waktu tertentu, tidak memerlukan surat tanda
registrasi bersyarat
• (3) Dokter atau dokter gigi warga negara asing sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus mendapat persetujuan dari Konsil Kedokteran
Indonesia
• (4) Surat tanda registrasi dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (3) diberikan melalui penyelenggara pendidikan dan
pelatihan
Pasal 33
• Surat tanda registrasi tidak berlaku karena
– a. dicabut atas dasar ketentuan peraturan
perundang-undangan;
– b. habis masa berlakunya dan yang bersangkutan
tidak mendaftar ulang;
– c. atas permintaan yang bersangkutan;
– d. yang bersangkutan meninggal dunia; atau
– e. dicabut Konsil Kedokteran Indonesia
Pasal 34
• Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
registrasi, registrasi ulang, registrasi
sementara, dan registrasi bersyarat diatur
dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
Pasal 35
• (1) Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi
mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan
pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas:
– a. mewawancarai pasien;
– b. memeriksa fisik dan mental pasien;
– c. menentukan pemeriksaan penunjang;
– d. menegakkan diagnosis;
– e. menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;
– f. melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;
– g. menulis resep obat dan alat kesehatan;
– h. menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;
– i. menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan; dan
– j. meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah
terpencil yang tidak ada apotek
• (2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kewenangan lainnya diatur
dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
UU no 29 tahun 2004
Bab VII: Penyelenggaraan Praktik Kedokteran

Bagian Kesatu: Surat Izin Praktik


Pasal 36
• Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan
praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki
surat izin praktik
Pasal 37
• (1) Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang
berwenang di kabupaten/kota tempat praktik
kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan
• (2) Surat izin praktik dokter atau dokter gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat
• (3) Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1
(satu) tempat praktik
Pasal 38
• (1) Untuk mendapatkan surat izin praktik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dokter
atau dokter gigi harus :
– a. memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat
tanda registrasi dokter gigi yang masih berlaku
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 31,
dan Pasal 32;
– b. mempunyai tempat praktik; dan
– c. memiliki rekomendasi dari organisasi profesi
• (2) Surat izin praktik masih tetap berlaku
sepanjang :
– a. surat tanda registrasi dokter atau surat tanda
registrasi dokter gigi masih berlaku; dan
– b. tempat praktik masih sesuai dengan yang
tercantum dalam surat izin praktik
• (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin
praktik diatur dengan Peraturan Menteri
UU no 29 tahun 2004
Bab VII: Penyelenggaraan Praktik Kedokteran

Bagian ketiga ,Paragraf 3: Rekam


Medis
Pasal 46
• (1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam
menjalankan praktik kedokteran wajib
membuat rekam medis.
• (2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien
selesai menerima pelayanan kesehatan.
• (3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi
nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang
memberikan pelayanan atau tindakan.
Pasal 47
• (1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana
pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis
merupakan milik pasien.
• (2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter
atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan
kesehatan.
• (3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Permenkes No.269 tahun 2008

REKAM MEDIS
Bab I: Ketentuan Umum
Bab II: Jenis dan isi rekam medis
• Pasal 2
– (1) Rekam medis harus dibuat secara tertulis,
lengkap dan jelas atau secara elektronik
– (2) Penyelenggaraan rekam medis dengan
menggunakan teknologi informatika diatur lebih
lanjut dengan peraturan tersendiri
Bab III: Tata Cara penyelenggaraan
Bab IV: Penyimpanan, pemusnahan, dan
kerahasiaan
Bab V: Kepemilikan, pemanfaatan, dan
tanggung jawab
Bab VI: Pengorganisasian
• Pasal 15
– Pengelolaan rekam medis dilaksanakan sesuai
dengan organisasi & tata kerja sarana pelayanan
kesehatan
Bab VII: Pembinaan dan
pengawasan
Bab VIII: Ketentuan Peralihan
• Pasal 18
– Dokter, dokter gigi, dan sarana pelayanan
kesehatan harus menyesuaikan dengan ketentuan
sebagaimana diatur dalam Peraturan ini paling
lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal
ditetapkan
Bab IX: Ketentuan Penutup
Hak dan Kewajiban Dokter –
Pasien
UU no 29 tahun 2004
Bab VII: Penyelenggaraan Praktik Kedokteran

Bagian Ketiga, Paragraf 6: Hak dan


Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi
Pasal 50
• Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan
praktik kedokteran mempunyai hak :
– a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang
melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional
– b. memberikan pelayanan medis menurut standar
profesi dan standar prosedur operasional
– c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari
pasien atau keluarganya; dan
– d. menerima imbalan jasa
Pasal 51
• Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai kewajiban :
– a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
– b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai
keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
– c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;
– d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali
bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
– e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran atau kedokteran gigi
UU no 29 tahun 2004
Bab VII: Penyelenggaraan Praktik Kedokteran

Bagian Ketiga, Paragraf 7: Hak dan


Kewajiban Pasien
Pasal 52
• Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik
kedokteran, mempunyai hak:
– a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang
tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
ayat (3);
– b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
– c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan
medis;
– d. menolak tindakan medis; dan
– e. mendapatkan isi rekam medis.
Pasal 53
• Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik
kedokteran, mempunyai kewajiban :
– a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur
tentang masalah kesehatannya;
– b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau
dokter gigi;
– c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana
pelayanan kesehatan; dan
– d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang
diterima.
Surat Keterangan Dokter
Surat Keterangan Dokter
• Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang dokter
kadang kalanya harus menerbitkan surat-surat keterangan
dokter.
• Pedomannya antara lain:
1. Bab I Pasal 7 KODEKI,” Setiap dokter hanya memberikan
keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya”.
2. Bab II Pasal 12 KODEKI, “ Setiap dokter wajib
merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal
dunia”.
3. Paragraph 4, pasal 48 UU No.29/2004 tentang praktik
Kedokteran.
Jenis Surat Keterangan Dokter
1. Surat Keterangan lahir
2. Surat Keterangan Meninggal
3. Surat Keterangan Sehat
4. Surat Keterangan Sakit
5. Surat Keterangan Cacat
6. Surat Keterangan Pelayanan Medis untuk penggantian biaya dari
asuransi kesehatan
7. Surat Keterangan Cuti Hamil
8. Surat Keterangan Ibu hamil, bepergian dengann pesawat udara
9. Visum et Repertum
10. Laporan Penyakit Menular
11. Kuitansi
Surat Keterangan Lahir
• SK kelahiran berisikan tentang waktu (tanggal dan jam) lahirnya
bayi, kelamin, BB dan nama orang tua.
• Diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya oleh karena sering
adanya permintaan khusus dari pasien.
• Hal yang sering menjadi masalah:
1.Anak yang lahir dari inseminasi buatan dari semen donor
(Arteficial Insemination by Donor = AID)
2.Anak yang lahir hasil bayi tabung yang sel telur dan/atau sel
maninya berasal dari donor (In vitro Fertilization by Donor)
3.Anak yang lahir hasil konsepsi dari saudara kandung suami
• Ketiga hal diatas bertentangan dengan hukum yang berlaku di
Indonesia.
Surat Keterangan Meninggal
• Surat keterangan untuk keperluan penguburan, perlu
dicantumkan identitas jenazah, tempat, dan waktu
meninggalnya.
• Surat Keterangan (Laporan) Kematian
Mengenai hal ini perlu diisi:
- Sebab kematian sesuai dengan pengetahuan dokter.
- Lamanya menderita sakit hingga meninggal dunia.
- Jika jenazah dibawa ke luar daerah atau luar negeri maka
adanya kematian karena penyakit menular harus
diperhatikan.
Surat Keterangan Sehat
A. Untuk Asuransi Jiwa
• Dalam menulis laporan pengujian kesehatan untuk asuransi jiwa, perlu
diperhatikan agar:
– Laporan dokter harus objektif.
– Sebaliknya jangan menguji kesehatan seorang calon yang masih atau pernah menjadi
pasien sendiri untuk menghindari timbulnya kesukaran.
– Jangan memberitahukan kesimpulan hasil pemeriksaan medik kepada pasien, langsung
kepada perusahaan asuransi itu sendiri.
• Dokter selaku ahli, bukan orang kepercayaan perusahaan asuransi kesehatan.
• Pemeriksaan oleh dokter yang dipilih pasien pada dasarnya untuk kepentingan
pihak asuransi oleh karena sebagai dokter penguji kesehatan tersebut, dokter
wajib memberitahukan kepada perusahaan tentang segala sesuatu yang ia
ketahui dari orang yang kesehatannya diuji. Dapat terjebak melanggar wajib
simpan rahasia jabatan. Seharusnya dokter keluarga menolak untuk menguji
kesehatan pasiennya
B. Untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM)
• Perlu diperhatikan oleh karena pengendara atau faktor manusia
merupakan faktor utama penyebab kecelakaan lalu lintas.
C. Untuk Nikah
• Selain pemeriksaan medis, dokter juga harus memberikan
edukasi reproduksi dan pendidikan seks kepada pasangan calon
suami-istri.
• Yang sering menjadi dilema adalah apakah dokter harus
memberitahukan kepada salah satu calon suami-istri tersebut
apabila menemukan kelainan-kelainan atau penyakit-penyakit
yang diderita salah satu calon pasangannya?
Surat Keterangan Sakit untuk Istirahat
• Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan
simulasi atau agravasi pada waktu memberikan keterangan
mengenai cuti sakit seorang karyawan. Ada kalanya cuti sakit
disalahgunakan untuk tujuan lain.
• Surat keterangan cuti sakit palsu dapat menyebabkan seorang
dokter dituntut menurut pasal 263 dan 267 KUHP.
SURAT KETERANGAN SURAT KETERANGAN
CACAT CUTI HAMIL
• Sangat erat hubungannya • Hak cuti hamil seorang ibu
dengan besarnya adalah 3 bulan, yaitu sekitar
tunjangan atau pensiun 1 bulan sebelum dan 2
yang akan diterima oleh bulan setelah persalinan.
pekerja, yang tergantung • Tujuan : agar si ibu cukup
kepada keterangan dokter istirahat dan
tentang sifat cacatnya. mempersiapkan dirinya
dalam menghadapi proses
persalinan, dan mulai kerja
kembali setelah masa nifas.
Surat Keterangan Penggantian Biaya dari
Asuransi Kesehatan
• Informasi Dasar: Identitas pasien dan
perwalian (bila diperlukan), hasil rekam medik
oleh dokter
• Diisi dan digabungkan dengan formulir claim
asuransi
Surat Keterangan Ibu Hamil bepergian
dengan Pesawat Udara
• Sesuai dengan ketentuan internasional
Aviation, Ibu hamil tidak dibenarkan bepergian
dengan pesawat udara, jika mengalami :
1. hiperemesis atau emesis gravidarum
2. hamil dengan komplikasi ( perdarahan, preeklamsi
dsb )
3. hamil >36 minggu
4. hamil dengan penyakit-penyakit lain yang
beresiko.
VISUM et REPERTUM
• Visum et repertum (VeR) adalah surat
keterangan yang dikeluarkan oleh dokter
untuk penyidik dan pengadilan.
• VeR mempunyai daya bukti dan alat bukti yang
sah dalam perkara pidana.
• Kasus Pemerkosaan
– Kesulitan jika korban dikirim terlambat karena hasil
pemeriksaan tidak menunjukkan keadaan sebenarnya
• Bedah mayat kedokteran kehakiman
– Harus objektif tanpa pengaruh dari mereka yang
berkepentingan dalam perkara. Keterangan dibuat
dengan istilah yang mudah dipahami, berdasarkan
apa yang dilihat dan ditemukan, sehingga tidak
berulang kali dipanggil ke pengadilan untuk
dimintakan keterangan tambahan.
Laporan penyakit menular
• Diatur dalam UU No. 6 tahun 1962 tentang
wabah.
• Kepentingan umum yang diutamakan.
• Pasal 50 KUHP : “ Tiada boleh dihukum barang
siapa melakukan perbuatan untuk
menjalankan aturan undang-undang”.
Kuitansi
• Sering diminta sebagai bukti pembayaran, tidak menimbulkan
masalah apabila sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Berhubungan dengan penggantian biaya berobat dari perusahaan
tepat pasien atau pasangannya bekerja.
• Contoh :
– perusahaan hanya mengganti 50% biaya pengobatan, pasien minta
dibuatkan kuitansi sebesar 2 kali imbalan jasa yang diterima dokter,
– pasien meminta agar imbalan jasa dokter dinaikkan dengan sisa imbalan
dibagi 50-50% antara dokter dan pasien,
– Pasien meminta agar biaya pengangkutan pulang pergi dari luar kota ke
tempat berobat dimasukkan dalam kuitansi berobat (built in), sedangkan
dokter tidak menerima bagian dari biaya pengangkutan tersebut.
• Ketiga contoh di atas jelas malpraktik etik dan malpraktik kriminil.
Sanksi Hukum
Penyimpangan Pembuatan Surat Keterangan

Pasal 267 KUHP: Pasal 179 KUHAP:


1.Seorang dokter yang dengan sengaja 1.Setiap orang yang diminta pendapatnya
memberikan surat keterangan palsu tentang sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
ada atau tidaknya penyakit, kelemahan, atau dokter atau ahli alinnya wajib
cacat diancam dengan hukuman penjara memberikan keterangan ahli demi
paling lama empat tahun.
keadilan.
2.Jika keterangan diberikan dengan maksud
untuk memasukkan seseorang dalam rumah 2.Semua ketentuan tersebut di atas untuk
sakit gila atau untuk menahannya disitu, saksi berlaku juga bagi mereka yang
dijatuhkan hukuman penjara paling lama memberikan keterangan ahli, dengan
delapan tahun enam bulan. ketentuan bahwa mereka mengucapkan
3.Diancam dengan pidana yang sama, barang sumpah atau janji akan memberikan
siapa dengann sengaja memberikan surat keterangan yang sebaik-baiknya dan
keterangan palsu itu seolah-olah isinya sebenar-benarnya menurut
sesuai dengan kebenaran. pengetahuan dalam bidang
keahliannya.
INFORMED CONSENT
Informed Consent

• Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th


2004 Pasal 45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI
tahun 2008, Informed Consent merupakan persetujuan tindakan
kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya
setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut

• Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no


585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis
Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada
pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya
sebagai saksi adalah penting.
• Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu
tindakan kedokteran dilaksanakan adalah:
– Diagnosa yang telah ditegakkan.
– Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
– Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
– Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan
kedokteran tersebut.
– Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah
alternatif cara pengobatan yang lain.
– Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.
• Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien
yang dimintakan persetujuan tindakan kedokteran :
– Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.
– Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
• Pengecualian terhadap keharusan pemberian
informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan
kedokteran adalah:
– Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana
dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
– Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak
bisa menghadapi situasi dirinya.
Ini tercantum dalam PerMenKes No.
290/Menkes/Per/III/2008.
• Tujuan Informed Consent:
– Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap
tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan
secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang
dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.
– Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap
suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur
medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap
tindakan medik ada melekat suatu resiko (Permenkes No.
290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3).

Anda mungkin juga menyukai