ALFINDRA SEPALAWANDIKA
Bioetika
Empat kaidah dasar moral bioetika
• Beneficence
• Kewajiban berbuat baik terhadap manusia dan masyarakat
• Nonmaleficence
• Kewajiban tidak menimbulkan mudarat ( first do no harm)
• Menghormati otonomi pasien
• Otonomi : menghormati hak orang untuk mengambil keputusan dan tentang dirinya
sendiri
• Berkata jujur(truth telling)
• Menjaga kerahasiaan (konfidensialitas)
• Menjaga kepercayaan, memenuhi kewajiban, menepati janji , dsb
• Berlaku adil (justice)
• Keadilan sosial : tdk membedakan latar belakang orang
• Keadilan distributif : didistributifkan sumberdaya kesehatan secara adil
• Berlaku fair
Beneficence
• Kewajiban untuk melakukan ‘yang baik’
terhadap manusia. Asas ini adalah substansi
pertama dalam Sumpah Hipokrates (460-377
SM). “Saya akan menerapkan aturan tentang
makanan untuk kebaikan orang sakit menurut
kemampuan dan penilaian saya; saya akan
menjauhkan mereka dari cidera dan
ketidakadilan.”
• Beauchamp & Childress (filsuf-filsuf
kontemporer) menerjemahkan asas
beneficence ini utk pelayanan pasien sebagai :
Kewajiban mencegah hal yang buruk (evil)
atau cidera (harm)
Kewajiban menghilangkan hal yang buruk atau
cidera
Kewajiban melakukan atau meningkatkan yang
baik pada pasien
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk
kepentingan orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan
dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
Nonmaleficence
• Kewajiban untuk tidak melakukan hal-hal yang buruk
atau merugikan terhadap manusia. Asas ini juga sudah
ada dalam Sumpah Hippokrates, “Saya akan menjaga
mereka terhadap bahaya dan ketidakadilan.”
• Asas ini adalah ‘pelengkap’ asas pertama tadi
(beneficence).
• Nonmaleficence adalah kewajiban untuk tidak
menimbulkan mudarat.
• Asas ini diungkapkan juga dalam bahasa latin sebagai
primum non nocere (pertama-tama tidak berbuat salah).
• Beauchamp & Childress menerjemahkan asas nonmaleficence ini
untuk pelayanan pasien sebagai : kewajiban untuk tidak menimbulkan
cidera atau hal yang buruk pada pasien.
• Jika diperhatikan, terjemahan Beauchamp & Childress di atas tentang
asas beneficence & nonmaleficence untuk pelayanan pasien,
sebenarnya 2 hal yang tidak dapat dipisahkan.
• Keduanya bertujuan melakukan yang baik yang sekaligus tentu berarti
mencegah atau menghilangkan yang buruk dan cidera pada pasien.
• Seakan-akan 2 asas itu adalah 2 sisi dari mata uang yang sama, yang
tidak dapat dipisahkan 1 dari yang lain.
• Dalam ajaran Islam, 2 asas itu selalu disebut dalam 1 kalimat : Amar
ma’ruf (beneficence) nahi mungkar (nonmaleficence)
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
Menghormati Otonomi Pasien
• Otonomi = hak untuk memutuskan sendiri dalam hal-
hal yang menyangkut diri sendiri
• Hak otonomi pasien adalah hak pasien untuk
mengambil keputusan dan menentukan sendiri
tentang kesehatan, kehidupan, dan malahan secara
ekstrim tentang kematiannya.
• Ini berlawanan dengan budaya tradisional
Hippokrates, di mana umumnya dokterlah yang
menentukan apa yg dianggapnya paling baik untuk
pasien.
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat
pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan
sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil
keputusan termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Keadilan (Justice)
• Asas keadilan lahir dari hak asasi manusia;
setiap orang berhak untuk mendapat
pelayanan kesehatan yang adil, karena
kesehatan adalah hak yang sama bagi setiap
warga negara. Hak ini dijamin dalam
amandemen UUD 1945.
• Keadilan dalam pelayanan kesehatan berarti
perlakuan yang sama pada kasus yang sama,
tanpa melihat latar belakang seseorang.
• Dalam Lafal Sumpah Dokter Indonesia, asas keadilan
terungkap sbb : Saya akan berikhtiar dengan sungguh-
sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh
pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik
kepartaian, atau kedudukan sosial dalam menunaikan
kewajiban terhadap penderita.
• Keadilan dalam lafal sumpah di atas adalah bersikap fair
dalam hubungan dokter pasien.
• Keadilan dapat juga berarti keadilan distributif, yaitu
keadilan dalam distribusi sumber daya kesehatan antara 1
daerah dan daerah lain.
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban,
sanksi) secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan
kompeten
14. Tidak member beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
Prinsip terjadinya
Prima Facie
Prima Facie
• Sebagai dokter kita mempunyai
kewajiban prima facie yang terdiri atas
empat kaidah dasar moral
• Dalam kondisi atau konteks tertentu,
seorang dokter harus melakukan
pemilihan 1 kaidah dasar etik ter-”absah”
sesuai konteksnya berdasarkan data atau
situasi konkrit terabsah.
The Prima Facie
• The four principles referred to here are non-hierarchical, meaning
no one principle routinely “trumps” another
• Yet, when two or more principles apply, we may find that they are
in conflict
• In other words, in the face of no other competing claims, we have a
duty to uphold each of these principles (a prima facie duty).
• However, in the actual situation, we must balance the demands of
these principles by determining which carries more weight in the
particular case
• A moral person's actual duty is determined by weighing and
balancing all competing prima facie duties in any particular case
(Frankena, 1973)
Kodeki
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
• Pasal 14
– Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/ keluarganya, ia wajib merujuk
pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk itu.
• Pasal 15
– Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa dapat berinteraksi
dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat dan atau penyelesaian
masalah pribadi lainnya.
• Pasal 16
– Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
• Pasal 17
– Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN
SEJAWAT
• Pasal 18
– Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya
sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
• Pasal 19
– Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien
dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan
keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI
• Pasal 20
– Setiap dokter wajib selalu memelihara
kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
• Pasal 21
– Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/ kesehatan.
Sumpah Dokter
Sumpah Dokter
• Sumpah dokter pernyataan yang diucapkan secara resmi
oleh seorang dokter baru dengan bersaksi kepada Tuhan atau
sesuatu yang dianggap suci, bahwa ia bertekad teguh akan
menjalankan profesi dokter sebaik-baiknya sesuai dengan
hakikat, martabat, dan tujuan luhur profesi itu
Saya akan menetapkan peraturan diet untuk orang yang sakit sesuai Asas berbuat baik (beneficence)
dengan dan penilaian saya; saya akan menjaga mereka terhadap cidera - Asas tidak menimbulkan
dan ketidakadilan mudharat (non maleficence)
Saya tidak akan memberikan obat yang mematikan kepada siapapun jika Asas menghormati hidup
diminta, saya juga tidak akan mengajukan saran tentang itu. manusia
Demikian juga sya tidak akan memberikan kepada perempuan obat
untuk terjadinya keguguran. Dalam kemurnian dan kesucian saya akan
menjaga hidup dan seni saya
Saya tidak akan menggunakan pisau, juga tidak pada penderita batu, Asas menyadari keterbatasan
tapi saya menarik diri dan menyerahkan pekerjaan kepada orang orang diri sendiri
yang memang biasa melakukannya
Dirumah manapun saya berkunjung, saya datang untuk kebaikan yang Asas beneficence, berakhlak
sakit, menjauhkan diri dari semua ketidakadilan yang disengaja, dari dan berbudi luhur
semua perbuatan jahat dan khusus hubungan kelamin dengan
perempuan maupun laki laki, apakah mereka orang orang bebas atau
budak belian
Apapun yang saya lihat atau dengar selama menjalankan pengobatan Asas menjaga kerahasiaan
malahan di itu berhubungan dengan hidup orang yang dengan alasan pasien (asas konfidensialitas)
apapun tidak boleh diumumkan, akan saya simpan untuk saya sendiri
karena hal-hal seperti itum memalukan untuk dibicarakan
SURAT TANDA REGISTRASI
Surat Tanda Registrasi (STR)
• Untuk memperoleh STR, dokter dan dokter gigi wajib
mengajukan permohonan kepada KKI dengan melampirkan :
1. Fotokopi ijasah dokter, dokter spesialis, dokter gigi atau
dokter gigi spesialis.
2. Surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji
dokter atau dokter gigi.
3. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
telah memiliki SIP.
4. Fotokopi sertifikasi kompetensi.
5. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi
PRINSIP REGISTRASI
DOKTER/DOKTER GIGI (pasal 29)
• Dr/drg yg praktik harus memiliki S.T.R.
• S.T.R. Diterbitkan K.K.I
• Syarat memperoleh S.T.R.:
– Ijazah
– Surat bukti sumpah/janji
– Keterangan sehat fisik & mental
– Sertifikat kompetensi
– Pernyataan akan mematuhi etika profesi
• Re-registrasi : 5 tahun,
– Pertimbangan: div registrasi & div pembinaan
Surat Tanda Registrasi (STR)
• STR ini akan berlaku selama 5 tahun dan harus
melakukan registrasi ulang 6 bulan sebelum masa
STR yang digunakan habis.
• Sebelum STR diperpanjang, dokter harus
melakukan uji kompetensi untuk mengetahui
apakah mengalami penurunan kompetensi atau
tidak.
• Jika ada dokter yang berpraktik tapi tidak memiliki
STR, maka akan dikenakan sanksi 5 tahun penjara
Form 1a dan 1b dan 1c dan Surat Ket Sehat (SKS)
SURAT IJIN PRAKTEK
Surat Izin Praktek (SIP)
• Surat Izin Praktik selanjutnya disebut SIP adaiah bukti tertulis yang
diberikan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada dokter dan
dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan
praktik kedokteran.
STR
REKOMENDASI IDI
SIP
SERTIFIKASI KOMPETENSI
SURAT IZIN PRAKTIK
• Adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada
dokter atau dokter gigi yang akan menjalankan praktik
kedokteran setelah memenuhi persyaratan
Pasal 1 butir 7
• Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik
kedokteran di Indonesia wajib memiliki SIP
Pasal 36
• SIP dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di
Kabupaten/Kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran
gigi dilaksanakan
Pasal 37 ayat 1
SURAT IZIN PRAKTIK
• SIP dokter atau dokter gigi hanya diberikan untuk
paling banyak tiga tempat
Pasal 37 ayat 2
• Satu SIP hanya berlaku untuk satu tempat praktik
Pasal 37 ayat 3
• Syarat mendapatkan SIP
– STR dokter atau dokter gigi yang masih berlaku
– Mempunyai tempat praktik
– Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi
Pasal 38 ayat 1
SURAT IZIN PRAKTIK
• SIP masih berlaku sepanjang
– Surat tanda registrasi dokter atau dokter gigi
masih berlaku
– Tempat prakti masih sesuai dengan yang
tercantum dalam SIP
Pasal 38 ayat 2
UU no.29 tahun 2004
UU no 29 tahun 2004
Bab VI: Registrasi Dokter dan Dokter Gigi
Pasal 29
• (1) Setiap dokter dan dokter gigi yang
melakukan praktik kedokteran di Indonesia
wajib memiliki surat tanda registrasi dokter
dan surat tanda registrasi dokter gigi
• (2) Surat tanda registrasi dokter dan surat
tanda registrasi dokter gigi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia
• (3) Untuk memperoleh surat tanda registrasi dokter dan
surat tanda registrasi dokter gigi harus memenuhi
persyaratan :
– a. memiliki ijazah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, atau
dokter gigi spesialis;
– b. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan
sumpah/janji dokter atau dokter gigi;
– c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
– d. memiliki sertifikat kompetensi; dan
– e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi
• (4) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi
dokter gigi berlaku selama 5 (lima) tahun dan diregistrasi ulang
setiap 5 (lima) tahun sekali dengan tetap memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan
huruf d
• (5) Ketua konsil kedokteran dan ketua konsil kedokteran gigi
dalam melakukan registrasi ulang harus mendengar
pertimbangan ketua divisi registrasi dan ketua divisi pembinaan
• (6) Ketua konsil kedokteran dan ketua konsil kedokteran gigi
berkewajiban untuk memelihara dan menjaga registrasi dokter
dan dokter gigi
Pasal 30
• (1) Dokter dan dokter gigi lulusan luar negeri yang akan
melaksanakan praktik kedokteran di Indonesia harus dilakukan
evaluasi
• (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
– a. kesahan ijazah;
– b. kemampuan untuk melakukan praktik kedokteran yang dinyatakan
dengan surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat
kompetensi;
– c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter
atau dokter gigi;
– d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
– e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan
etika profesi
• (3) Dokter dan dokter gigi warga negara asing selain
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) juga harus melengkapi surat izin kerja sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dan kemampuan berbahasa Indonesia
• (4) Dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) diberikan surat tanda registrasi dokter atau
surat tanda registrasi dokter gigi oleh Konsil
Kedokteran Indonesia
Pasal 31
• (1) Surat tanda registrasi sementara dapat diberikan
kepada dokter dan dokter gigi warga negara asing yang
melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan,
penelitian, pelayanan kesehatan di bidang kedokteran atau
kedokteran gigi yang bersifat sementara di Indonesia
• (2) Surat tanda registrasi sementara berlaku selama 1 (satu)
tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun
berikutnya
• (3) Surat tanda registrasi sementara diberikan apabila telah
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (2)
Pasal 32
• (1) Surat tanda registrasi bersyarat diberikan kepada peserta program
pendidikan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis warga negara asing
yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di Indonesia
• (2) Dokter atau dokter gigi warga negara asing yang akan memberikan
pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk waktu tertentu, tidak memerlukan surat tanda
registrasi bersyarat
• (3) Dokter atau dokter gigi warga negara asing sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus mendapat persetujuan dari Konsil Kedokteran
Indonesia
• (4) Surat tanda registrasi dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (3) diberikan melalui penyelenggara pendidikan dan
pelatihan
Pasal 33
• Surat tanda registrasi tidak berlaku karena
– a. dicabut atas dasar ketentuan peraturan
perundang-undangan;
– b. habis masa berlakunya dan yang bersangkutan
tidak mendaftar ulang;
– c. atas permintaan yang bersangkutan;
– d. yang bersangkutan meninggal dunia; atau
– e. dicabut Konsil Kedokteran Indonesia
Pasal 34
• Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
registrasi, registrasi ulang, registrasi
sementara, dan registrasi bersyarat diatur
dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
Pasal 35
• (1) Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi
mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan
pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas:
– a. mewawancarai pasien;
– b. memeriksa fisik dan mental pasien;
– c. menentukan pemeriksaan penunjang;
– d. menegakkan diagnosis;
– e. menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;
– f. melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;
– g. menulis resep obat dan alat kesehatan;
– h. menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;
– i. menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan; dan
– j. meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah
terpencil yang tidak ada apotek
• (2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kewenangan lainnya diatur
dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
UU no 29 tahun 2004
Bab VII: Penyelenggaraan Praktik Kedokteran
REKAM MEDIS
Bab I: Ketentuan Umum
Bab II: Jenis dan isi rekam medis
• Pasal 2
– (1) Rekam medis harus dibuat secara tertulis,
lengkap dan jelas atau secara elektronik
– (2) Penyelenggaraan rekam medis dengan
menggunakan teknologi informatika diatur lebih
lanjut dengan peraturan tersendiri
Bab III: Tata Cara penyelenggaraan
Bab IV: Penyimpanan, pemusnahan, dan
kerahasiaan
Bab V: Kepemilikan, pemanfaatan, dan
tanggung jawab
Bab VI: Pengorganisasian
• Pasal 15
– Pengelolaan rekam medis dilaksanakan sesuai
dengan organisasi & tata kerja sarana pelayanan
kesehatan
Bab VII: Pembinaan dan
pengawasan
Bab VIII: Ketentuan Peralihan
• Pasal 18
– Dokter, dokter gigi, dan sarana pelayanan
kesehatan harus menyesuaikan dengan ketentuan
sebagaimana diatur dalam Peraturan ini paling
lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal
ditetapkan
Bab IX: Ketentuan Penutup
Hak dan Kewajiban Dokter –
Pasien
UU no 29 tahun 2004
Bab VII: Penyelenggaraan Praktik Kedokteran