Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang akut dan progresif dengan angka

mortalitas dan morbiditas yang tinggi di berbagai negara termasuk Indonesia. Usia pasien gagal

jantung di Indonesia relatif lebih muda dibandingkan negara-negara di Eropa dan Amerika serta

tampilan klinisnya juga lebih berat.1 Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang

menyebabkan penurunan kualitas hidup. Pasien penderita gagal jantung memiliki angka

kekambuhan dan kematian yang tinggi. Sekitar 45% pasien gagal jantung akut akan dirawat ulang

paling tidak satu kali, 15% paling tidak dua kali dalam dua belas bulan pertama.2

Gagal jantung adalah sindroma klinis yang ditandai dengan gejala gagal jantung (sesak nafas

saat istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai atau tidak kelelahan); tanda-tanda retensi cairan

(kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif kelainan struktur atau fungsi

jantung saat istirahat.3 Penyebab dari gagal jantung adalah seluruh keadaan yang mengakibatkan

kerusakan pada jantung secara struktural maupun fungsional yang tidak tertangani dengan baik

yang dalam waktu tertentu akan bermanifestasi sebagai gagal jantung pada saat jantung tidak

mampu lagi mengkompensasi kerusakan tersebut. Penyebab-penyebab ini bisa berupa kelainan

mekanik, kelainan miokardium, maupun kelainan irama jantung. Penyakit jantung koroner

merupakan etiologi gagal jantung akut paling banyak (60-70%) terutama pada pasien usia lanjut,

sedangkan pada usia muda, gagal jantung akut diakibatkan oleh kardiomiopati dilatasi, aritmia,

penyakit jantung kongenital atau valvular dan miokarditis.4,5


Gagal jantung merupakan penyebab paling banyak perawatan di rumah sakit pada studi

yang dilakukan di Medicare Amerika Serikat, sedangkan di Eropa dari data-data Scottish

memperlihatkan adanya peningkatan perawatan gagal jantung dengan serangan pertama, sebagai

gejala utama, atau sebagai gejala lanjutan dengan gagal jantung. Peningkatan ini sangat

berhubungan dengan pertambahan usia.1,4 Estimasi risiko kematian dan perawatan ulang antara 60

hari berkisar 30-60%.2 Prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia berdasarkan diagnosis

dokter tahun 2013 sebesar 0.13% atau diperkirakan sekitar 229.696 orang dan gejala sebesar 0.3%

atau diperkirakan sekitar 530.068 orang.2

Pada tahun 2005 di Jawa Tengah terdapat 520 penderita gagal jantung yang pada umumnya

adalah lansia. Lansia yang didiagnosis gagal jantung sebagain besar tidak dapat hidup lebih dari 5

tahun. Berdasarkan data rekam medis RSUP. dr.Wahidin Sudirohusodo, jumlah pasien baru rawat

inap gagal jantung mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir, yaitu sebanyak 238 pasien

pada tahun 2008, 248 pasien pada tahun 2009 dan sebanyak 295 pasien pada tahun 2010.2

Gagal jantung akut dan gagal jantung kronik merupakan kombinasi dari kelainan jantung dan

organ sistem lain terutama yang mengarah pada penyakit metabolik.4,5 Semua penyakit jantung

bila tak teratasi dengan baik fase akhirnya akan menjadi gagal jantung akut maupun kronik.6 Oleh

sebab itu, gagal jantung di satu sisi akan dapat dengan mudah dipahami sebagai suatu sindrom

klinis, namun di sisi lain gagal jantung merupakan suatu kondisi dengan patofisiologis yang sangat

bervariasi dan kompleks.7

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk menambah pengetahuan pembaca dan penulis mengenai

gagal jantung kongestif


1.3 Batasan Masalah

Batasan penulisan ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,

patofisiologi/patogenesis, manifestasi/gejala klinik, pemeriksaan penunjang, diagnosis,

diagnosis banding, komplikasi, penatalaksanaan, dan prognosis gagal jantung kongestif.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai

literatur.
BAB 3
KESIMPULAN
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien harus

memiliki tampilan berupa : gejala gagal jantung (napas pendek yang tipikal saat istirahat atau saat

melakukan aktifitas disertai/tidak kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema

pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat.

Penegakan diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan

penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan berupa sesak napas yang terutama meningkat

dengan aktifitas, terbatasnya aktifitas dan hal-hal lain seperti yang terdapat pada gejala klinis. Dari

pemeriksaan fisik, bisa didapatkan peningkatan JVP, pembesaran hepar, edema tungkai, refleks

hepatojugular, pergeseran apeks jantung ke lateral, maupun bising jantung. Dapat digunakan

kriteria klinis menggunakan kriteria klasik Framingham, paling sedikit 1 kriteria mayor dan 2

kriteria minor. Pemeriksaan penunjang dapat berupa foto toraks, EKG pemerksaan laboratorium,

biomarka jantung, dan ekokardiografi.

Gagal jantung ditatalaksana secara non farmakologi dengan edukasi gaya hidup dan

ketaatan dalam berobat serta secara farmakologi dengan ACE-I, beta bloker, ARB, dan diuretik.
DAFTAR PUSTAKA

1. PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia). Pedoman Tatalaksana

Gagal Jantung. 2015.

2. Gita, Naindy S. Hubungan Antara gagal jantung kongestif dengan pemanjangan durasi

kompleks QRS di rsud provinsi nusa tenggara barat, 2017;2

3. Figueroa MS and Peters JI. Congestive Heart Failure: Diagnosis,

Pathophysiology,Therapy, and Implications for Respiratory Care. Respir Care. 2006.

51(4), pp. 403– 412.

4. Permenkes no 5 tahun 2014: panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan

kesehatan primer, 2014.

5. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan Kementerian RI

tahun 2013. 2013.

6. American Heart Association (AHA). Heart disease and stroke statistics-2012 update. 2012.

7. Yuniadi Y, Hermanto DY, Rahajoe AU. Buku Ajar Kardiovaskular. Jilid 1. Jakarta: Balai

Penerbit FK UI; 2017.

8.

Anda mungkin juga menyukai