Anda di halaman 1dari 12

SISTEM DINAMIS TATA AIR PERTANIAN

RAWA MUNING KABUPATEN TAPIN

PENDAHULUAN

Adanya penurunan jumlah petani transmigrasi dan rusaknya tata air


menunjukan terganggunya kerja pada sistem tata air Rawa Muning, untuk itu perlu
dibuat suatu model sistem dinamik dengan tujuan mengidentifikasi faktor-faktor
penting yang mempengaruhi sistem tata air pertanian, mengetahui genangan dan
memprediksi hasil pertanian dengan model sistem dinamis tata air pertanian Rawa
Muning dengan menggunakan perangkat lunak Powersim dan mengetahui
keberlanjutan lahan Rawa Muning pada tahun 2018. Program Powersim dapat
memberikan gambaran tentang perilaku sistem yang kemudian akan dilakukan
simulasi untuk menentukan alternatif terbaik dari sistem yang dibangun. Hasil
simulasi berupa gambar atau grafik menggambarkan perilaku dari sistem yang
kemudian dilakukan analisis untuk memahami gejala atau proses yang akan terjadi di
masa yang akan datang. Hasil simulasi menunjukkan adanya genangan di lahan
pertanian 0,50 – 0,56 meter yang diakibatkan penurunan kemampuan saluran tahun
2003 s.d 2018 adalah 2,53%. Besarnya penurunan lahan tergarap dari tahun 1994 s.d
2018 adalah 99,54% juga mengakibatkan terganggunya produksi sampai tahun 2018.
Penurunan produksi dari tahun 1994 sampai 2018 sebesar 85,46%. Bila sistem tata air
ini tidak diperbaiki maka semakin banyak lahan bero/terlantar yang mengakibatkan
hilangnya matapencaharian transmigran dan akhirnya hal ini menjadikan alasan yang
kuat untuk meninggalkan lahan.

Salah satu wilayah rawa yang dibuka dan dikembangkan di Kalimantan


Selatan adalah Rawa Muning yang terletak di Desa Muning Kecamatan Tapin Tengah
Kabupaten Tapin Provinsi Kalimantan Selatan. Sebagai desa yang dicanangkan untuk
daerah transmigrasi oleh Pemerintah Pusat di tahun 1983/1984, Rawa Muning dengan
areal yang cukup besar sangat potensial untuk dikembangkan menjadi areal yang
lebih produktif. Rawa Muning mulai dikembangkan tahun 1983/1984, seluas 2500 ha,
tahun anggaran 1984/1985 seluas 2000 ha dan tahun anggaran 1994/1995 seluas 500
ha, hingga saat ini telah berumur ±23 tahun. Upaya perbaikan dan peningkatan dalam
rangka program Transmigrasi terus berjalan, Tahun Anggaran 1994/1995 dilakukan
penempatan Transmigrasi sebanyak 450 KK di UPT Muning I, 500 KK di Muning II
dan Muning III pada tahun 1997/1998 sebanyak 230 KK.

Pada tahun 2003 di lokasi Rawa Muning telah terjadi penyusutan jumlah
transmigran, jumlah KK untuk UPT Muning I 68 KK dan Muning II 43 KK
sedangkan pada Muning III tidak ada penghuninya. Kondisi alam yang mengganggu
kelangsungan kehidupan transmigran adalah genangan banjir pada areal usaha tani
pada saat musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Hal ini disebabkan oleh
adanya limpasan air banjir dari daerah hulu yang mempunyai kondisi topografi yang
tinggi, fasilitas bangunan tata air yang ada kurang berfungsi maksimal seperti pintu
tersier yang rusak yang mengakibatkan terganggunya tata air makro, dan belum
adanya sistem tata air mikro (Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, 2003). Lahan
pertanian Rawa Muning pada dasarnya berpotensi untuk menambah stok pangan,
khususnya beras, hal ini dibuktikan dengan pernah terjadinya panen raya di Rawa
Muning tahun 90-an, yaitu di awal-awal pengembangan lahan pertanian rawa. Namun
setelah itu hasil pertanian dari lahan ini semakin menurun, disebabkan berbagai faktor
seperti kerusakan lahan, dan berkurangnya transmigran, padahal dilain pihak upaya
perluasan lahan untuk pertanian ini semakin bertambah.

Lahan pertanian rawa dalam sebuah sistem merupakan sebuah objek yang
bekerja untuk tujuan penambahan produksi pertanian. Sistem adalah keseluruhan
interaksi antar unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja
mencapai tujuan. Pengertian dari keseluruhan adalah lebih dari sekedar penjumlahan
atau susunan (aggregate), yaitu terletak pada kekuatan (power) yang dihasilkan oleh
keseluruhan, itu jauh lebih besar dari suatu penjumlahan atau susunan (Muhammadi,
Aminullah, E., Soesilo, B., 2001). Syarat awal berpikir sistemik adalah adanya
kesadaran untuk mengapresiasi dan memikirkan kejadian sebagai sebuah sistem
(systemic approach). Kejadian apapun baik fisik maupuan non fisik, dipikirkan
sebagai unjuk kerja atau dapat berkaitan dengan unjuk kerja dari keseluruhan interaksi
antar unsur sistem dalam batas lingkungan tertentu. Dalam sistem pemanfaatan Rawa
Muning untuk pertanian, bekerja faktor-faktor yang saling mempengaruhi dan saling
terkait sehingga tujuan yang diinginkan tercapai. Adanya penurunan jumlah petani
transmigrasi dan rusaknya tata air menunjukan terganggunya kerja pada sistem, untuk
itu perlu dibuat suatu model sistem dinamik untuk mengetahui pemanfaatan rawa ini
menjadi lahan pertanian apakah dapat terus dilakukan. Walaupun yang diambil Rawa
Muning Kabupaten Tapin, namun model ini pada dasarnya dapat dimanfaatkan untuk
melihat pemanfaatan lahan rawa pada umumnya.

Powersim digunakan untuk membangun dan melakukan simulasi suatu model


dinamik. Suatu model dinamik adalah kumpulan dari variabel-variabel yang saling
mempengaruhi antara satu dengan lainnya dalam suatu kurun waktu. Semua variabel
tersebut memiliki nilai numerik dan sudah merupakan bagian dari dirinya Program
Powersim dapat memberikan gambaran tentang perilaku sistem yang kemudian akan
dilakukan simulasi untuk menentukan alternatif terbaik dari sistem yang kita bangun,
setelah itu dilanjutkan dengan analisis untuk mendapatkan kesimpulan dan
menentukan kebijakan yang harus dilakukan untuk mengantisifasi/mengubah perilaku
sistem yang terjadi.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi faktor-faktor penting


yang mempengaruhi sistem tata air pertanian untuk mengetahui keberlanjutan Lahan
Rawa Muning sebagai lahan pertanian, (2) Mengetahui genangan dan memprediksi
hasil pertanian dengan model sistem dinamis tata air pertanian Rawa Muning dengan
menggunakan perangkat lunak Powersim, (3) Mengetahui keberlanjutan lahan Rawa
Muning pada tahun 2018.
PEMBAHASAN

Daerah Rawa Muning merupakan daerah pengembangan lahan persawahan


yang terutama ditujukan untuk menunjang program transmigrasi. Rawa Muning
terletak di Desa Muning Kecamatan Tapin Tengah Kabupaten Tapin Provinsi
Kalimantan Selatan. Secara geografis lokasi Rawa Muning terletak pada posisi 114 0
54’ 00’’ BT hingga 1150 04’ 30’’ dan 020 52’ 00’’ hingga 020 59’ 30’’ LS. Daerah Rawa
Muning sebagian besar telah terbuka dengan tata guna lahan terdiri dari areal
persawahan tadah hujan, persawahan pasang surut dan ladang (palawija), daerah
permukiman transmigrasi dan permukiman penduduk lokal, jalur-jalur jalan menuju
lokasi unit transmigrasi, fasilitas umum, bangunan mesjid dan sekolah, semak belukar
rawa dan hutan belantara.

Sistem tata air yang berada di lokasi Rawa Muning termasuk dalam tipe D
sesuai klasifikasi Sistem Tata Air P2DR maupun DPUP Kalimantan Selatan, yaitu
kombinasi antara saluran dan pintu, diharapkan dengan sarana pintu pengendalian
saluran pembuang lebih efektif dan pintu ditempatkan pada sungai dan saluran utama.
Sistem tata air terbagi menjadi dua yaitu:

Sistem Tata Air Upland

Sistem sungai yang berpengaruh langsung terhadap daerah Rawa Muning adalah
Sungai Tatakan, Sungai Nupadang, Sungai Bujur (Kumpai), Sungai Tambarangan,
Sungai Batu dan Sungai Bahalang.

Daerah hilir (lowland) berfungsi sebagai pembuang utama adalah Sungai Muning
dan Sungai Negara melalui Antasan Puting.

Sistem Tata Air Internal

Terdiri dari Saluran Primer Muning, Saluran Primer Jepang, Saluran Primer
Pandahan, Saluran Primer Adhi Karya, Kolektor Antasan Kalangan, Kolektor
Panaga.

Kondisi sebagian anak-anak sungai yang ada telah terpotong alurnya sehingga
muara anak-anak sungai tersebut menyebar di areal pengembangan Rawa Muning.
Sistem tata saluran yang ada tidak dikondisikan untuk mengatasi debit banjir yang
datang dari luar lokasi (upland). Sumbangan debit dari daerah atas mengakibatkan
salah satu penyebab banjir di lahan rawa.

Fungsi saluran pada Rawa Muning saat ini sebagai drainase, terutama pada
saat musim hujan untuk menanggulangi beban akibat limpahan air hujan yang
berlebihan, selain itu sebagai proses pencucian lahan dari keasaman tanah. Penurunan
fungsi saluran antara lain disebabkan oleh:

1) Pendangkalan akibat tumbuh rumput purun tikus dan purun walut, hambatan ini
berkisar dari 20-40% dari luasan saluran
2) Kedalaman dasar saluran yang tidak sesuai dengan perencanaan, akibat kurang
pengawasan dalam pelaksanaan di lapangan
3) Hampir semua sistem bangunan tersier tidak dilengkapi dengan pintu pengontrol
4) Belum adanya bangunan pengendali pintu di hulu untuk pengendalian banjir akibat
debit upland.

Analisa Debit Upland dan Debit di Saluran

Analisa debit Rawa Muning diperhitungkan berdasarkan parameter curah


hujan dan karakteristik DAS dengan metode transformasi data curah hujan menjadi
data debit. Metode yang digunakan dalam transformasi ini adalah Metode Rasional
Jepang, dimana luasan yang disyaratkan adalah kurang dari 80 Ha sampai dengan
5000 Ha (Agus Suharyanto, 1996). Hasil perhitungan debit daerah upland
sebagaimana tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Debit Daerah Upland

Luas Koef. Faktor Debit


Catchmen
Sungai Pengaliran 2Th 5Th 10Th
t Konversi
( Km2 ) (C) (m3/det) (m3/det) (m3/det)
Sei Tatakan 63,75 0,24 0,278 361,107 400,398 422,920
Sei
Nupadang 17,73 0,33 0,278 138,092 153,117 146,556
Sei Kumpai 4,03 0,30 0,278 28,535 31,639 30,284
Sei
Tambarangan 8,19 0,33 0,278 63,788 70,729 67,698
Sungai Batu 12,48 0,32 0,278 94,256 104,512 100,033
Sungai
Bahalang 5,68 0,30 0,278 40,217 44,593 42,683
Jumlah 111,86 725,995 804,989 810,174

Perhitungan debit pada saluran Rawa Muning didasarkan pada rumus Manning,
dengan kondisi n= 0,08 (saluran yang digali, tidak terawat dengan banyak tanaman
pengganggu setinggi air ( Chow, 1992 hal. 101)) . Besarnya debit total di saluran
Rawa Muning adalah 65,9893 m3/det.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, 2003 debit up land
dan debit di saluran pada lahan Rawa Muning adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Debit Saluran pada Rawa Muning tahun 2003

Nama Saluran Debit (m3/det)


Saluran Primer Adhi Karya 6,78
Saluran Primer Muning 14,49
Saluran Primer Jepang 25,96
Saluran Primer Pandahan 20,31
Jumlah 67,54
Tabel 3. Debit Upland tahun 2003

Luas Debit
Sungai Catchment 2Th 5Th 10Th
( Km2 ) (m3/det) (m3/det) (m3/det)
Sei Tatakan 63,75 58,12 79,05 92,86
Sei
Nupadang 17,73 23,25 31,62 37,15
Sei Kumpai 4,03 6,84 9,31 10,93
Sei
Tambarangan 8,19 13,58 18,47 21,69
Sungai Batu 12,48 24,07 32,74 38,46
Sungai
Bahalang 5,68 14,88 20,24 23,78
Jumlah 111,86 140,74 191,43 224,87

Analisis Existing Condition

Hasil identifikasi terhadap tata air pertanian Rawa Muning, ditemukan kondisi
sebagai berikut :

1.Lahan pertanian Rawa Muning dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim hujan dari
bulan Desember sampai bulan April yang merupakan musim tanam, dan musim
kemarau dari bulan Juni sampai bulan Desember adalah musim tunggu dan panen.

2. Pada bulan basah (Nopember sampai April) mempunyai curah hujan bulanan lebih
dari 100 mm ( kebutuhan air musim kemarau 160 mm) dan bulan kering (Mei
sampai Oktober) mempunyai curah hujan kurang dari 100 mm (kebutuhan air
musim hujan 110 mm)

3.Areal persawahan Rawa Muning merupakan areal persawahan tadah hujan, dan
dapat dikategorikan lebak

4.Pengolah lahan adalah transmigran dan penduduk lokal.

5.Kondisi kualitas air pada lahan Rawa Muning, pada saluran hilir pH 6,0. saluran
tengah pH 3,0. pH air genangan di UPT I : 3 - 4.

6.Oksidasi pirit dapat terjadi secara alami pada musim kemarau atau akibat
pengelolaan tanah terlalu dalam atau timbunan tanah hasil galian menyebabkan pirit
teroksidasi menjadi asam sulfat (H2SO4).

7. DHL berkisar antara 85 – 943 mmhos/cm (ambang batas 2250 mmhos/cm)

8. Fe 166 – 189 ppm (ambang batas 200 ppm)


9. Banyak tumbuh tanaman purun tikus dan purun walut, mengindikasikan kondisi air
yang masam.

10. Sistem tata air Rawa Muning termasuk dalam tipe D yang terbagi atas 2 bagian
yaitu sistem tata air upland dan sistem tata air internal.

11. Kondisi tata air tidak dikondisikan untuk mengatasi debit upland

12. Terjadi penurunan fungsi saluran

13. Terjadi pengurangan jumlah petani

14. Transmigran menggunakan sistem pertanian tadah hujan dengan pola tanam 1 kali
setahun

Model Dinamis Tata Air Pertanian Rawa Muning

Model dinamis tata air pertanian Rawa Muning disusun berdasarkan


permasalahan yang tergambar pada diagram simpal kausal, dapat disusun menjadi
model dinamis seperti tergambar di bawah ini. Beberapa asumsi dalam menyusun
model didasarkan pada:

1.Penyusunan sistem tata air pertanian ini tidak memperhitungkan kondisi bibit,
pemupukan, hama dan hal-hal lain yang menyangkut tata tanam.
2.Pirit akan terjadi dari ke dalaman gali – 0,50 meter
3.Luas lahan 6239 ha merupakan lahan pertanian tadah hujan
4.Jumlah transmigran pada tahun 1994 adalah 950 kk ,2003 adalah 111 kk dan 2007
sebanyak 79 kk
5.Koefisien n yang digunakan merupakan koefisien yang didasarkan kondisi lapangan
yaitu Koefisien Manning untuk n1= 0,08 dan n2 = 0,11 dengan ketentuan n1 adalah
kekasaran saluran yang digali tidak terawat dan banyak tumbuh tanaman
pengganggu sedangkan n2 adalah faktor pertumbuhan gulma.
6.Model menggambarkan pola atau perilaku selama 15 tahun periode sedangkan sub
model dengan periode 25 tahun disesuaikan dengan data yang ada dengan prediksi
akhir di tahun 2018
7.Model disusun khusus untuk mengetahui kondisi genangan dan prediksi hasil
pertanian.

Perilaku model seperti yang ditunjukkan oleh hasil simulasi mengungkapkan


bahwa terjadi genangan pada lahan pertanian setinggi ± 0,5 meter. Hal ini sesuai
dengan kondisi yang terjadi pada lahan saat ini, dimana lahan dan saluran banyak
tumbuh tanaman pengganggu (gulma) yang mengakibatkan terhambatnya aliran air
dan kemampuan saluran untuk menampung air yang datang. Tidak adanya
pemeliharaan saluran menyebabkan genangan akan terus terjadi hingga tahun 2018.
Akibatnya kemampuan saluran juga mengalami penurunan fungsi sehingga air
menggenang pada lahan dan mengganggu produksi. Penurunan fungsi saluran dapat
dilihat dari hasil simulasi gambar 4(b). Besarnya penurunan fungsi saluran dari tahun
2003 sampai dengan 2018 adalah 2,53%. Adanya genangan rutin yang terjadi di lahan
selama musim hujan mengakibatkan petani tidak dapat menentukan waktu yang tepat
untuk bertanam. Kondisi ini diperparah pula dengan kemasaman air yang di atas
ambang rata-rata tanaman padi dapat beradaftasi, sehingga banyak tumbuh tanaman
pengganggu yang mengurangi kelancaran saluran melewatkan air.

kemampuan petani dalam menggarap lahan yang mengalami penurunan yang


sangat besar yang mengakibatkan penurunan pada jumlah lahan tergarap dari tahun
1994 sampai dengan 2018 sebesar 99,54%. Kondisi ini dipicu oleh jumlah
transmigran yang semakin sedikit atau banyak transmigran yang telah meninggalkan
lokasi karena tidak dapat meneruskan usaha di lahan pertanian Rawa Muning. Adanya
genangan rutin yang terjadi di lahan selama musim hujan mengakibatkan petani tidak
dapat menentukan waktu yang tepat untuk bertanam. Kondisi ini diperparah pula
dengan kemasaman air yang di atas ambang rata-rata tanaman padi dapat beradaftasi.

Akibat dari permasalahan di atas hasil produksi pertanian di lahan Rawa


Muning menurun drastis. Dari perilaku model tergambar prediksi hasil pertanian pada
tahun 2010 – 2018 menunjukkan angka yang hampir tidak berubah walaupun terjadi
penurunan, hal ini diakibatkan adanya prediksi jumlah lahan tergarap yang cenderung
tetap di atas tahun 2000. Penurunan produksi dari tahun 1994 sampai 2018 sebesar
85,46%. Kondisi ini bisa terjadi karena jumlah transmigran yang tidak mengalami
penurunan lagi, atau dapat dikatakan transmigran yang tersisa merupakan transmigran
yang telah menentukan hidupnya di Rawa Muning dengan segala kendala yang
dihadapi tetapi juga berusaha untuk mencari pekerjaan sampingan di luar pertanian
seperti menjadi buruh yang selama ini banyak dilakukan.

Validasi Kinerja/Output model

Validasi kinerja/output model merupakan aspek pelengkap dalam metoda


berpikir sistem (Muhammad et Al, 2001) yang bertujuan untuk memperoleh
keyakinan sejauh mana “kinerja” model sesuai (compatible) dengan “kinerja” sistem
nyata. Dari hasil simulasi didapat bahwa genangan terjadi setiap tahun berkisar antara
0,50 – 0,56 meter, hal ini sesuai dengan kondisi nyata di lapangan bahwa selalu terjadi
genangan rutin pada bulan Desember- Pebruari berkisar dari 0,50 – 1,00 meter (hasil
wawancara dengan petani). Terjadi genangan ini akibat dari rusaknya sistem tata air
terutama pintu air di saluran yang tidak berfungsi (rusak). Dari bangun model tata air
pertanian Rawa Muning adanya variabel tanaman pengganggu yaitu adanya tanaman
pengganggu (gulma) berupa tanaman purun tikus yang banyak ditemui pada lahan dan
saluran sesuai dengan kondisi di lapangan.

Analisis Deskriftif

Hasil penelitian ini menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh dalam sistem


tata air pertanian Rawa Muning adalah :

Debit upland yang sangat besar memberikan pengaruh genangan pada lahan,
Dimensi saluran yang tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang akibat adanya
pendangkalan dan dipenuhi dengan tumbuhan pengganggu,
Kondisi kualitas air yang tidak sesuai untuk tanaman padi mengakibatkan banyak
tumbuh tanaman pengganggu,
Akibatnya kemampuan saluran semakin menurun dengan tidak adanya usaha
pemeliharaan.

Variabel yang menunjukkan besarnya perubahan kondisi tata air dan merusak
sistem pertanian adalah:

Genangan rutin setiap tahun dari tahun 2003 sampai dengan 2018 sebesar ±0,5
meter yang terjadi pada setiap musim tanam
Penurunan fungsi saluran dari tahun 2003 sampai dengan 2018 adalah 2,53%
Penurunan pada jumlah lahan tergarap dari tahun 1994 sampai dengan 2018 sebesar
99,54%
Penurunan produksi dari tahun 1994 sampai 2018 sebesar 85,46%

Kondisi sistem tata air yang tidak mendukung produksi pertanian ini
merupakan faktor utama yang menyebabkan transmigran tidak bisa meneruskan
usahanya di Rawa Muning. Genangan rutin yang terjadi akibat musim hujan
menjadikan lahan tidak bisa diusahakan secara maksimal. Bila genangan dikaitkan
dengan tofografi lahan maka hanya sebagian lahan saja yang dapat diusahakan.
Kondisi tofografi lahan Rawa Muning dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4. Elevasi Lahan Rawa Muning

Luas
Elevasi Lahan
ha %

< + 0,00 778 12,47

+0,00 s.d. +0,50 1846 29,59

> +0,50 3615 57,94

Total 6239 100,00

Sumber: Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, 2003

Rata-rata genangan yang terjadi berkisar dari 0,50 – 0,56 meter dengan acuan
ketinggian dari elevasi +0,00 maka lahan yang tidak terendam pada saat musim tanam
hanya sekitar 3615 ha.

Pada saat musim tanam (Desember – Pebruari) bibit tidak boleh ditanam pada
lahan yang mempunyai ketinggian air lebih dari tinggi bibit ( bibit biasanya memiliki
tinggi rata-rata 20-30 cm). Berarti hanya pada lahan yang mempunyai ketinggian air
yang cukup untuk tanam saja dapat diusahakan. Akibatnya transmigran yang berada
pada elevasi terendam tidak dapat bertanam karena adanya genangan. Saat ini semua
pintu air yang berada pada saluran dalam kondisi tidak berfungsi (rusak) jadi tidak
bisa mengatur tinggi air yang cukup di lahan.
Kondisi ini diperparah bila kualitas air dan tanah di lahan tidak memenuhi
syarat untuk penanaman padi (masam). Berarti harus ada usaha perbaikan dengan
pemupukan, sedangkan daya beli petani sangat rendah karena selama ini produksi
pertanian hanya menghasilkan padi kurang dari 50% per ha –nya (produksi ideal padi
lokal 3 ton/ha, yang terjadi 0,7 ton/ha). Akibatnya kemampuan petani dalam
menggarap lahan sangat terbatas, sehingga banyak transmigran meninggalkan lokasi.

Kemampuan petani menggarap lahan juga sangat berpengaruh dengan teknologi


tanam dan sarana usaha tani pada lahan rawa yang mereka miliki, mengingat
transmigran berasal dari daerah yang bukan lahan rawa. Dari hasil survei didapati
kurang efektifnya lembaga penyuluhan yang ada. Dari semua kondisi yang ada sangat
logis bila produksi pertanian di lahan Rawa Muning selalu mengalami penurunan
sampai tahun 2018.

KESIMPULAN

 Kesimpulan

1.Faktor-faktor penting yang mempengaruhi sistem tata air pertanian untuk


mengetahui keberlanjutan Lahan Rawa Muning sebagai lahan pertanian adalah:

Debit upland yang sangat besar memberikan pengaruh genangan pada lahan,
Dimensi saluran yang tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang akibat adanya
pendangkalan dan dipenuhi dengan tumbuhan pengganggu,
Kondisi kualitas air yang tidak sesuai untuk tanaman padi mengakibatkan
banyak tumbuh tanaman pengganggu,
Akibatnya kemampuan saluran semakin menurun dengan tidak adanya usaha
pemeliharaan.

2.Hasil simulasi model sistem dinamis tata air pertanian Rawa Muning menunjukkan
terjadi genangan setiap tahun pada lahan pertanian 0,50 – 0,56 meter yang
mengakibatkan terganggunya produksi. Penurunan fungsi saluran dari tahun 2003
sampai dengan 2018 adalah 2,53%

Perilaku model hasil simulasi sub model hasil pertanian menunjukkan


kecendrungan penurunan produksi sampai tahun 2018 yang diakibatkan oleh adanya
genangan dan jumlah transmigran yang semakin berkurang.

Penurunan pada jumlah lahan tergarap dari tahun 1994 sampai dengan 2018 sebesar
99,54% akibatnya produksi juga mengalami penurunan dari tahun 1994 sampai
2018 sebesar 85,46%

3.Mengacu dari hasil simulasi model dinamis dengan Powersim tergambar bahwa
kondisi tata air sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan pertanian di lahan Rawa
Muning.

Bila sistem tata air ini tidak diperbaiki maka semakin banyak lahan
bero/terlantar yang mengakibatkan hilangnya matapencaharian transmigran dan
akhirnya hal ini menjadikan alasan yang kuat untuk meninggalkan lahan. Sisi
negatifnya akan semakin banyak pengangguran yang terjadi di Kabupaten Rantau
dan akhirnya memperburuk perekonomian daerah.

 Saran

1. Dalam membangun sistem dinamis kelengkapan data sangat perlu dilakukan agar
simulasi yang dihasilkan sesuai dengan logika dan kecendrungan yang terjadi di
lapangan.

2. Diperlukan studi khusus untuk memperbaiki kondisi Rawa Muning dari berbagai
faktor agar dapat dimanfaatkan lagi semaksimal mungkin, dengan
memperhitungkan harapan transmigran terhadap kondisi Rawa Muning.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai