Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Agritechno, Vol. 12, No.

2, Oktober 2019
http://agritech.unhas.ac.id/ojs/index.php/at
https://doi.org/10.20956/at.v0i0.217
ISSN Online : 2656-2413
ISSN Print : 1979-7362

Evaluasi Tingkat Pelayanan Bendung Tomatoppe pada Daerah Irigasi


Bajo Kabupaten Luwu

(Evaluation the Service Level of Tomatoppe weir in the Bajo Irrigation


Area, Luwu District)

Erna Anryana1*), Totok Prawitosari2), dan Mahmud Achmad3)


1)
Program Studi Keteknikan Pertanian Universitas Hasanuddin
2)
Program Studi Keteknikan Pertanian Universitas Hasanuddin
3)
Program Studi Keteknikan Pertanian Universitas Hasanuddin
*)
Email korespondensi: ernaanryana@gmail.com

ABSTRAK
Evaluasi merupakan kesatuan sistem manajemen baik itu perencanaan, pelaksanaan, maupun
monitoring. Bendung merupakan salah satu dari sekian banyak aset negara yang seringkali
dilakukan evaluasi guna mengetahui kondisi asset tersebut. Evaluasi tingkat pelayanan
Bendung Tomatoppe dilakukan untuk mengetahui tingkat pelayanan Daerah Irigasi Bajo
dengan membandingkan tingkat pelayanan rencana atau desain awal pada tahun 2009/2010
dan tingkat pelayanan pada tahun 2016 dan 2018. Di Sulawesi Selatan tepatnya Kecamatan
Bajo Kabupaten Luwu sebagian besar mayoritas penduduknya merupakan petani, untuk
menjamin ketersediaan air di daerah mereka pada tahun 2010 Pemerintah Pusat telah
melakukan membangun Bendung Tomatoppe yang berpotensi mengaliri lahan persawahan
sebesar 5.829 Ha yang tersebar di beberapa Kecamatan. Prosedur evaluasi dilakukan dengan
pengamatan dan pengambilan debit pada saluran primer, sekunder dan tersier terpilih guna
mengetahui perbedaan debit rencana dan debit evaluasi. Hasil penelitian menunjukkan
pelayanan Bendung Tomatoppe pada tingkat luas tanam dengan jumlah maksimum sebesar
5.691 Ha. Hal ini berbeda dengan rencana awal pembangunan pada tahun 2009 sebesar 5.829
ha. Perubahan nilai debit penelitian dengan dengan debit rencana dapat di sebabkan oleh
beberapa faktor yaitu adanya proses sedimentasi, kehilangan air irigasi yang di sebabkan oleh
penguapan (evaporasi), serta adanya perubahan desain awal terhadap saluran dan luas area
layanan.

Kata kunci: Bendung, Tingkat Pelayanan, Debit.

PENDAHULUAN pertanian yang luas, dari tahun ke tahun


pemerintah berupaya untuk meningkatkan
Latar Belakang pembangunan dalam sektor pertanian yang
Air merupakan komponen yang di tunjang dari jaringan irigasi yang layak.
penting bagi semua mahluk hidup, baik itu Pembangunan maupun pembaharuan secara
manusia, tumbuhan maupun hewan. Tidak signifikan terus ditingkatkan guna
dapat di pungkiri manusia akan selalu meningkatkan dan mempertahankan
bergantung akan ketersediaan air. Sebagai pendapatan petani di bidang pertanian dan
salah satu negara yang memiliki wilayah standar hidup petani. Begitu pula di tahun

94
Jurnal AgriTechno. Vol. 12 (2): 94-101
https://doi.org/10.20956/at.v0i0.217

2009/2010, Anggaran Pendapatan dan Metode Pengumpulan Data


Belanja Negara (APBN) di alokasikan Dalam penelitian yang akan dilakukan
untuk pembangunan sarana irigasi. diperlukan beberapa data yang merupakan
Bendung merupakan bangunan yang hasil pengukuran dan data yang telah
terbuat dari pasangan batu kali, bronjong dilakukan beberapa dinas terkait yang
atau beton, yang terletak melintang pada meliputi:
sebuah sungai. Bendung dapat digunakan 1. Data Potensi Lahan Sawah Irigasi di
untuk berbagai keperluan seperti peroleh dari Dinas Dinas Pekerjaan
irigasi area persawahan, sarana Umum dan Perumahan Rakyat
pengendalian banjir, serta pembangkit Kabupaten Luwu
tenaga listrik (Mangore dkk, 2013). 2. Data Debit Tahun 2015 peroleh dari
Bendung memiliki area layanan seluas Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan
Daerah Irigasi, saluran sekunder memiliki Rakyat Kabupaten Luwu
area layanan seluas saluran tersier. Area 3. Desain Awal Perencanaan Bendung
layanan ini hanya dikenakan pada aset yang Tomatoppe peroleh dari Departemen
mempunyai fungsi ikut mengatur aliran air. Pekerjaan Umum, Ditjen SDA Balai
Beberapa penelitian menyebutkan Besar Wilayah Sungai Pompeng
adanya kemungkinan penurunan pelayanan Makassar.
pada area jaringan irigasi yang disebabkan 4. Data Curah Hujan selama 10 tahun
oleh beberapa faktor. Perkiraan tingkat terakhir diperoleh dari BPP Kecamatan
pelayanan area jaringan irigasi harus Bajo, BPP Kecematan Belopa dan
memiliki dasar, apakah Bendung tersebut Belopa Utara.
dapat mengaliri sektor pertanian di Daerah 5. Data Klimatologi Kabupaten Luwu dari
Irigasi Bajo sesuai dengan sesain awal tahun 2009-2017 diperoleh dari Balai
bendung yang di rencanakan setelah Besar Wilayah Sungai Pompeng
pengoprasiannya. Makassar.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka 6. Data Luas Tanam dan Panen Sawah
perlu dilakukannya penelitian tentang Irigasi diperoleh dari Dinas Pertanian
bagaimana tingkat pelayanan jaringan Tanaman Pangan: Peternakan Dan
irigasi pada bendung tersebut apakah Holtikultura Kabupaten Luwu.
mengalami penurunan atau peningkatan
pelayanan. Prosedur Penelitian
Adapun langkah kerja penelitian
Tujuan Penelitian adalah:
Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mendeskripsikan jaringan irigasi yang
mengetahui tingkat pelayanan Daerah meliputi:
Irigasi Bajo dengan membandingkan a. Letak dan luas daerah irigasi
tingkat pelayanan rencana atau desain awal b. Spesifikasi saluran irigasi berupa:
pada tahun 2009/2010 dan tingkat - Saluran Irigasi Primer
pelayanan pada tahun 2016. - Saluran Irigasi Sekunder
- Saluran Irigasi Tersier
METODOLOGI PENELITIAN 2. Menganalisis data Curah Hujan selama
10 tahun terakhir
Waktu dan Tempat 3. Menghitung curah hujan efektif dengan
Pengambilan data penelitian Studi rumus dibawah:
Evaluasi Tingkat Pelayanan Daerah Irigasi 1
Bajo dimulai pada tanggal 25-27 Maret 𝑅𝑒 = 70% 𝑥 𝑅
15 80
2016, di Bendung Tomatoppe, dan daerah
irigasi Bajo, Kabupaten Luwu, Sulawesi Keterangan:
Selatan. Re = Curah hujan efektif (mm)

95
Jurnal AgriTechno. Vol. 12 (2): 94-101
https://doi.org/10.20956/at.v0i0.217

R80 = Curah hujan dengan probabilitas Bagan Alir Penelitian


80 % (mm)
Mulai
70% = Untuk tanaman padi
4. Menghitung kebutuhan air irigasi untuk
padi dengan rumus dibawah: Menghitung curah Hujan Efektif

𝑁𝐹𝑅
𝐼𝑅 = Menghitung kebutuhan air irigasi pada tanaman padi
𝑒
Keterangan: Menghitung debit aliran saluran primer sekunder dan tersier
IR = Kebutuhan air irigasi (mm/hari)
NFR =Kebutuhan bersih air di sawah Menganalisa Data Luas Tanam dan Panen Sawah Irigasi pada
(mm/hari) Daerah Irigasi sebelum dan setelah dioprasionalkan bendungan Bajo
e =Efisiensi irigasi secara
keseluruhan
Melakukan evaluasi tingkat pelayanan dengan membandingkan
5. Menghitung debit aliran air pada saluran tingkat pelayanan saat ini
primer, sekunder dan tersier pada daerah
irigasi sebagai berikut:
a. Saluran Irigasi Primer Bajo Selesai

b. Saluran Irigasi Sekunder Langkidi 2


Saluran Tersier Langkiddi Gambar 1. Bagan Alir Penelitian
c. Saluran Irigasi Sekunder Jambu 2 HASIL DAN PEMBAHASAN
Saluran Tersier Jambu
dengan rumus dibawah: Keadaan Umum Wilayah
𝑄 = 𝐴𝑥𝑉 Letak dan Iklim
Keterangan:
Q = Debit air (m3/s)
A = Luas penampang saluran (m2)
V = Kecepatan aliran (m/s).
6. Menganalisa Data Luas Tanam dan
Panen Sawah Irigasi pada Daerah Irigasi
Bajo sebelum dan setelah
dioprasionalkan bendungan.
7. Melakukan evaluasi tingkat pelayanan
dengan membandingkan tingkat
pelayanan rencana tahun 2009 dan Gambar 2. Daerah Irigasi Bajo
tingkat pelayanan pada tahun 2016. Bendung Tomatoppe berlokasi di Desa
Rumaju Kecamatan Bajo Kabupaten Luwu
dan jaringan irigasi Bajo terletak di
Kecematan Bajo, Belopa, Belopa Utara,
Kamanre, dan Suli. Secara geografis daerah
irigasi Bajo berada pada 03°23'15" LS
sampai 03°20'45 LS dan 120°17'15" BT
sampai 120°24'30" BT. Daerah Kawasan
Bendung Tomatoppe beriklim tropis yang
memiliki musim penghujan yang
berlangsung pada bulan November sampai
bulan Mei serta musim kemarau yang
berlangsung pada bulan Juni sampai bulan
Oktober. Suhu rata-rata berkisar antara

96
Jurnal AgriTechno. Vol. 12 (2): 94-101
https://doi.org/10.20956/at.v0i0.217

24°C sampai 27°C, rata-rata hujan tahunan 0 0.624 1.248 1.872 2.496 3.12
0
2.341 mm atau berkisar antara 1.143 mm
0.05
sampai 4.623 mm. Sumber air utama untuk
0.1
daerah irigasi Bajo adalah sungai Bajo
0.15
(Sungai Suso), dengan beberapa anak
0.2
sungai seperti Salu Ranteballa, Salu Bone,
0.25
dan Salu Kompi yang bersumber dari
0.3 0.33
pegunungan Latimojong. 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34

Kondisi Bendung Tomatoppe 0.35

Bendung Tomatoppe telah beroprasi Gambar 4. Penampang saluran sekunder


pada tahun 2010, sebelum dilakukan Langkiddi BL.2
perbaikan, pengambilan air guna mengaliri Saluran sekunder Jambu BJ.2 diketahui
daerah sekitar ialah dengan menggunakan memiliki panjang saluran 2.32 m, dan
bendung yang terbuat dari bronjong. memiliki kedalaman sekitar 41 sampai 39
Bendung bronjong yang ada dari tahun cm.
ketahun mengalami kerusakan yang
diakibatkan oleh banjir sehingga fungsi 0 0.464 0.928 1.392 1.856 2.32
0
bendung semakin menurun sehingga 0.05
bendung bronjong yang ada digantikan 0.1
dengan bendung tetap. Bendung 0.15
0.2
Tomatoppe memiliki lebar sebesar 100,20
0.25
m dengan panjang saluran induk seluas 0.3
4.530.00 m, panjang saluran sekunder 0.35
64.220.00 m dan petak tersier 109 bh. 0.4
0.41 0.4 0.4 0.4 0.39 0.4
0.45
Profil Saluran
Saluran primer Bajo memiliki luas Gambar 5. Penampang Saluran Sekunder
daerah tangkapan sebesar 5.829 Ha. Jambu BJ. 2
Berdasarkan hasil pengukuran lapangan
diketahui lebar saluran primer BBj. 2 Analisis Hidrologi
adalah 5.96 m, dan memiliki kedalaman Curah Hujan Wilayah
sekitar 56 sampai 65 cm. Curah hujan wilayah diperoleh dari
0 1.19 2.38 3.57 4.76 5.95 pengolahan data curah hujan harian dari
0
tiga stasiun pencatat curah hujan yaitu
0.1
stasiun Bajo, stasiun Belopa Utara dan
0.2
stasiun Belopa dengan jarak 7 km2 di
0.3 sepanjang stasiun.
0.4 Sesuai pendapat Kusuma dkk (2012),
0.5 bahwa untuk menghitung curah hujan
0.56
0.6
0.59
0.65
0.58 wilayah harus berdasarkan dari perkiraan
0.7
beberapa titik pengamatan curah hujan,
dimana dalam perhitungan curah hujan
Gambar 3. Penampang Saluran Primer wilayah ditentukan berdasarkan luas daerah
Bajo BBj. 2 jangkauan. Dalam kasus ini digunakan
Saluran sekunder Langkiddi pada DI metode Polygon Thiessen, hal ini
Bajo memiliki luas daerah tangkapan dikarenakan luas daerah pengamatan sekitar
sebesar 1.109 Ha. Pada saluran sekunder 700 km2 pada setiap stasiun curah hujan,
Langkiddi BL.2 diketahui memiliki lebar maka diperoleh hasil curah hujan rata-rata
saluran 3.12 m, dan memiliki kedalaman untuk tiap tahunnya seperti tabel berikut :
sekitar 33-34 cm.

97
Jurnal AgriTechno. Vol. 12 (2): 94-101
https://doi.org/10.20956/at.v0i0.217

Tabel 1. Hasil Perhitungan Curah Hujan sebelumnya, data evapotranspirasi acuan


Rata-Rata Menggunakan Metode Polygon (ETo) yang diperoleh dari software
Thiessen. CROPWAT 8.0 dengan memasukkan data
Tahun Curah Hujan Rata-Rata (mm) suhu minimum, suhu maksimum,
2009 199,29 kelembapan rata-rata, lama penyinaran
2010 445,94
dan kecepatan angin. Berdasarkan
2011 335,97
Priyonugroho (2014), CROPWAT
2012 301,16
dimaksudkan sebagai alat yang praktis
2013 412,36 untuk menghitung laju evapotranspirasi
2014 374,87 standar, serta data koefisien tanaman (Kc)
2015 menggunakan acuan menurut FAO.
310,95
2016 Tabel 2. Kebutuhan air tanaman
352,61
2017 358,71 Masa Tanam Periode IR (mm/hari)
2018 280,90 MT Padi 1 1-Mei 10,08
2-Mei 9,91
Dari Tabel hasil perhitungan curah 1-Jun 8,77
2-Jun 14,76
hujan rata-rata dari tahun 2009 sampai 1-Jul 9,86
tahun 2018, diperoleh curah hujan tertinggi 2-Jul 14,73
terjadi pada tahun 2010 dengan curah hujan 1-Ags 12,37
2- Ags 10,18
rata-rata sebesar 445,941 mm. Sedangkan 1-Sep 13,27
curah hujan rata-rata yang memiliki 2-Sep 18,66
intensitas terrendah adalah pada tahun 2009 MT Padi 2 1-Nov 10,94
2-Nov 10,03
dengan curah hujan rata-rata sebesar 1-Des 11,09
199,298 mm. 2-Des 16,51
Curah Hujan Efektif 1-Jan 10,71
Data curah hujan yang diperlukan 2-Jan 9,55
1-Feb 10,72
untuk menentukan curah hujan efektif 2-Feb 13,83
daerah irigasi Tomatoppe adalah data hujan 1-Mar 10,61
dengan kemungkinan terpenuhi 80% dan 2-Mar 14,43
kemungkinan tak terpenuhi 20%, Dari hasil yang diperoleh pada tabel 2,
berdasarkan data curah hujan yang ada. dapat dilihat Daerah Irigasi Bajo dengan
Data curah hujan bulanan yang ada pola tanaman padi-padi dimulai dari awal
sepanjang pengamatan diurutkan dari kecil pengolahan lahan pada bulan April maka
kebesar berdasarkan jumlah curah hujan diketahui kebutuhan air untuk tanaman
pertahunnya. maksimum sebesar 18,88 mm/hari yang
terjadi pada bulan September periode ke-2
sedangkan untuk kebutuhan irigasi
4 3.59
minimum sebesar 8,77 mm/hari pada bulan
Re (mm/hr)

3.02
2.15 2.15 juni periode pertama. Hal tersebut terjadi
1.56
2 1.33 1.43 1.37
1.47
1.51 karena adabya faktor klimatologi dimana
1.09 1.34 1.43 1.08
1.31 0.68 0.66
0.42
0.77
0.25 0.42
0.22
0.46 pada bulan September terjadi kekurangan
0.07
0 air hal ini terlampir pada gambar 6,
2-Nov
1-Nov
1-Jul
1-Jun
2-Jun

2-Jul

1-Dec
2-Dec
1-Oct
2-Oct
2-Feb
1-Feb

1-Sep
2-Sep
1-Jan
2-Jan

1-Mar
2-Mar

1-May
2-May
1-Apr
2-Apr

1-Aug
2-Aug

sehingga kebutuhan air untuk tanaman pada


Periode
periode ini juga besar.
Debit
Gambar 6. Grafik curah hujan efektif
Perhitungan debit dilaksanakan pada
komoditi padi
beberapa titik saluran yang berada di daerah
Analisis Kebutuhan Air Tanaman
irigasi Bajo, hal ini dilakukan sebagai data
Dalam menghitung kebutuhan air
verifikasi dengan data debit yang ada di
irigasi, diperlukan data curah hujan efektif
kantor pengelola bendung Tomatoppe. Dari
yang sudah diperoleh dari perhitungan

98
Jurnal AgriTechno. Vol. 12 (2): 94-101
https://doi.org/10.20956/at.v0i0.217

perhitungan lapangan pada tahun 2016 di yang tidak tertanam disebabkan karena
peroleh data yang berbeda dari data dari kurangnya pasokan air untuk lahan
kantor pengelolaan pada tahun 2015. Hasil persawahan warga sehingga hasil produksi
perhitungan debit yang di peroleh dari tanaman pun tidak optimal.
pengambilan data lapangan adalah sebagai Berbeda dengan tahun-tahun setelah
berikut: berdirinya bendung, dapat dilihat dari luas
Tabel 3. Debit Aliran Saluran Penelitian luas daerah panen tidak berbedah jauh
Nama Saluran Debit (m3/s) dengan luas tanam dengan luas daerah
Februari Maret panen berkisar 99-96 % dari luas tanam.
2015* 2016** Adanya perbedaan luas tanam dan luas
Saluran Primer Bajo 3,240 4,141 panen diakibatkan kondisi iklim yang buruk
BBj. 2 seperti angin kencang dan hama penyakit
Saluran Sekunder 1,734 1,207 yang menyerang tanaman padi.
Langkiddi BL.2 Ketersediaan air untuk persawahan dapat di
Saluran Tersier 0,019 0,055 penuhi meskipun pada tahun-tahun yang
Langkiddi BL.4 Ki memiliki kemarau panjang (curah hujan
Saluran Tersier 0,018 0,069 rara-rata terendah) terlihat pada curah hujan
Langkiddi BL.4 Ka 1 rata-rata dengan menggunakan metode
Saluran Sekunder Jambu 0,605 2,990 Polygon Thiessen pada tahun 2018.
BJ.2
Peningkatan luas tanam dan luas penen
Saluran Tersier Jambu 0,015 0,031
membawa dampak positif bagi masyarakat
J.2 Ka
daerah setempat yang mendukung
Saluran Tersier Jambu 0,042 0,104
peningkatan produksi pangan.
J.3 Ka
6,000
Dari semua data diatas dapat dilihat 5,000
Luas Area (Ha)

sebagian besar saluran memiliki debit aliran 4,000


3,000
yang berbeda, adanya perbedaan pada 2,000
saluran primer dan sekunder dapat 1,000

disebabkan oleh beberapa faktor antara lain 0


2007 2008 2009 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Luas Tanam
sedimentasi atau pendangkalan saluran Luas Panen
3,655
3,158
3,985
3,305
3,767
3,112
5,517
5,496
5,691
5,506
5,627
5,557
5,501
5,421
5,465
5,383
5,622
5,547
yang berada pada saluran primer, curah Tahun
hujan pada daerah sekitar saluran,
kehilangan air irigasi yang di sebabkan oleh Gambar 7. Grafik Luas Tanam dan Panen
penguapan (evaporasi) pada permukaan air Daerah Irigasi Bajo Sebelum dan Setelah
dan oleh rembesan air yang menyerap pada Didirikan Bendung Tomatoppe
dinding saluran, serta adanya kehilangan Evaluasi Tingkat Pelayanan Rencana
energi bangunan dan kondisi bangunan dan Pelayanan Saat Ini
yang selama 1 tahun terakhir semakin Tabel 4. Hasil Evaluasi Tingkat Pelayanan
menurun. Rencana dan Pelayanan Saat Ini
Analisa Luas Tanam dan Panen Sawah Lahan Pola Tanam Debit (m3/s)
Irigasi Sawah (Ha) Dan
Intensitas
Berdasarkan data yang diperoleh dapat
(%)
di lihat bahwa adanya peningkatan yang Renc Eva Renc Eval Rencana Evaluasi/R
signifikan pada luas tanam dan luas panen ana luas ana uasi ealisasi
pada Daerah Irigasi Bajo. Sebelum adanya i
bendung terlihat luas tanam pada tahun 5.82 5.03 MT1 MT1 Saluran Saluran
2007 sebesar 3.655 ha, tahun 2008 sebesar 9 7 : :Padi Primer Primer
Padi 100 BBJ. 2 : BBJ. 2 :
3.804 ha, dan tahun 2009 sebesar 3.567 ha 100 % 4,14 m3/s 3,240 m3/s
dengan luas daerah panen hanya berkisar % L. saluran : L. saluran :
86-72 % dari luas tanam, banyaknya lahan MT2 190,00 m 0.782,5 m
Area: Area:

99
Jurnal AgriTechno. Vol. 12 (2): 94-101
https://doi.org/10.20956/at.v0i0.217

MT2 :Padi 2,736 ha 2,217.22 Tanaman palawija (jagung) tidak memiliki


: 100 ha musim tanam yang pasti pada daerah ini.
Padi %
100 Saluran Saluran
Tanaman palawija (jagung) hanya sebagai
% Pala Sekunder Sekunder tanaman sampingan yang di tanam oleh
wija Langkiddi Langkid warga untuk mengisi kokosongan lahan
MT3 50% BL. 2 : di pada area persawahan mereka seperti di
:Pala 1,21 m3/s BL. 2 : pematang sawah.
wija Inten Area: 1,734
958.04 ha m3/s
Untuk intensitas tanaman pada musim
50% sitas:
250 Area: tanam 1 dan 2 sesuai dengan rencana awal
Inten % Saluran 961.26 yaitu 100% untuk masing-masing masa
sitas: Tersier ha tanam 1 dan 2. Untuk tanaman palawija
250 Langkiddi (jagung) sebesar 50%. Hal ini diverifikasi
% BL.4. Ka Saluran
1:0,069 Tersier
oleh Dinas Pekerjaan Umum dan
m3/s Langkid Perumahan Rakyat Kabupaten Luwu dan
BL.4. Ki di Dinas Pertanian Tanaman Pangan:
: 0,056 BL.4. Ka Peternakan Dan Holtikultura Kab. Luwu.
L. 1:0,018 Berdasarkan data yang diperoleh
saluran: m3/s
49,51 ha BL.4. Ki
diketahui adanya perubahan nilai debit
: 0,019 rencana dengan debit realisasi saat ini pada
m3/s saluran primer dan sekunder, berbeda
Luas : dengan saluran tersier yang memiliki nilai
49,51 ha debit yang sama dari rencana dan realisasi,
Saluran Saluran
seperti yang terlihat pada tabel 3.
Sekunder Sekunder
Jambu Jambu Berdasarkan tabel tersebut diketahui adanya
BJ. 2 : 2,99 BJ. 2 : berbedaan luas saluran rencana dengan luas
m3/s 0,605 m3/s saluran realisasi sehingga area yang
Area: Area: dialiripun akan berbeda dari rencana awal.
2,150.84 1,632.21
Untuk debit saluran yang mengalami
ha ha
perubahan lebih kecil dari rencana (saluran
Saluran Saluran primer BBJ. 2, saluran sekunder Jambu BJ.
Tersier Tersier 2, saluran tersier Jambu BJ.2 dan BJ.3. Ka,
Jambu Jambu saluran tersier Langkiddi BL.4 Ka 1 dan
BJ.2. Ka : BJ.2. Ka :
BL. 4 Ki) disebabkan karena adanya proses
0,031 m3/s 0,015 m3/s
BJ.3. Ka : BJ.3. Ka : sedimentasi dan pengurangan luas lahan.
0,104 m3/s 0,041 m3/s Untuk debit saluran yang mengalami
perubahan lebih besar dari rencana (saluran
Berdasarkan evaluasi yang telah sekunder Langkiddi BL.2) oleh adanya
dilaksanakan diketahui pada gambar 7, dari tambahan desain awal terhadap saluran dan
rencana luas tanam 5.829 Ha hanya biasa luas area layanan.
dicapai maksimum 5.691 Ha pada tahun
2014. Dengan demikian maka tingkat KESIMPULAN
pelayanan dari segi luas tanam mencapai 97
%. Berdasarkan analisis yang telah
Untuk pola tanam sedikit berbeda dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa:
dengan rencana awal. Pada rencana awal 1. Bendung Tomatoppe memiliki daerah
pola tanam diisi dengan MT 1 padi, MT 2 layanan pada tingkat luas tanam dengan
padi dan MT 3 palawija. Sedang jumlah maksimum sebesar 5.691 Ha.
kenyataannya daerah tersebut hanya Hal ini berbeda dengan rencana awal
memiliki 2 musim tanam yaitu MT 1 dan pembangunan pada tahun 2009 sebesar
MT 2 dengan komuditas tanaman padi. 5.829 ha.

100
Jurnal AgriTechno. Vol. 12 (2): 94-101
https://doi.org/10.20956/at.v0i0.217

2. Perubahan nilai debit dengan dengan


debit rencana disebabkan oleh adanya
perubahan desain awal terhadap saluran
dan luas area layanan.
3. Selama 6 tahun pengoprasian bendung
Tomatoppe mengalami penurunan
tingkat layanan, meski tidak signifikan
dari desain actual bendung. Banyaknya
saluran irigasi yang belum permanen
mengakibatkan kurang optimalnya
pengairan di Daerah Irigasi Bajo.

DAFTAR PUSTAKA

Kusuma, Olvi P.U., Rispiningtati dan


Sayekti, R.W. 2012, Studi
Penentuan Skala Prioritas
Peningkatan Kinerja Jaringan
Irigasi. Jurnal Teknik Pengairan.
Volume 3, Nomor I, Mei 2012.

Mangore, V.R., E. M. Wuisan, L. Kawet,


H. Tangkudung. 2013.
Perencanaan Bendung Untuk
Daerah Irigasi Sulu. Universitas
Sam Ratulangi Manado. Vol.1
No.7, Juni 2013 (533-541) ISSN:
2337-6732

Priyonugroho, Anton. 2014. Analisis


Kebutuhan Air Irigasi (Studi
Kasus Pada Daerah Irigasi Sungai
Air Keban Daerah Kabupaten
Empat Lawang). Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya. Vol.2.No.3,
September 2014 ISSN: 2355-374x

101

Anda mungkin juga menyukai