Anda di halaman 1dari 34

UJIAN AKHIR SEMESTER

OPTIMASI ALOKASI SUMBER DAYA AIR

Tio Bogeanto
No. Mhs : 22360011
Dosen
Dr.Ir. Hanugrah Purwadi, M.T.

JURUSAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR


MAGISTER TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS JANABADRA
TAHUN 2023
1. Uraikan , jelaskan dan berikan contoh bagaimana sumber daya air merupakan
suatu rangkaian dari sebuah system yang komplek.
Terkait dengan sumberdaya air merupakan suatu kesatuan yang komplek ditandai dengan
beberapa system sebagai berikut:
• Batasan Sistem
Dalam sumber daya air batasan system perlu dijelaskan terlebih dahulu apa yang akan
di pakai. Dimana dalam optimasi ada 2 program yang dapat digunakan yaitu program
linier dan program dinamik. Dalam hal ini dapat dijelaskan dengan contoh program
linier sebagi berikut:

Dimana dari contoh gambar di atas batasan system bisa digunakan untuk mengitung
dan menentukan aktivitas atau sumber yang akan dioptimasi, misalkan PLTA, irigasi,
dll. Sehingga dalam batas system ini setiap system memiliki hitungan tersendiri dan
dilakukan satu persatu.
• Hubungan Input dan output
Melanjutkan program linier yang digunakan untuk membahas hubungan antara input
dan output yang ada bisa terlebih dahulu menghitung kuantitas masukan (input),
misalnya inflow A, inflow B, dll yang berasal dari air hujan yang masuk ke saluran
atau dari sungai yang masuk kedalam waduk kemudian di optimasi untuk
menghasilkan keluaran (output) untuk setiap unit aktivitas, misalnya untuk PLTA,
Irigasi dll.
• Adanya umpan balik (keterkaitan)
Dalam optimasi keterkaitan terhadapat suatu system dituangkan kedalam metode
matematika tentang kendala dan fungsi sasaran. Sebagai contoh untuk fungsi sasaran
bisa digunakan untuk memaksimumkan Net Benefit (untuk irigasi dan PLTA)= Luas
areal irigasi (A ha) x keuntungan produksi irigasi (Rp./ha) + jumlah energi PLTA
yang dihasilkan (kwh) x harga listrik (Rp./kwh) – Biaya konstruksi tahunan (untuk O
& M = Operation & Maintainance) + biaya sewa meter (kw x Rp./kw).
Sedangkan untuk kendala perhitungan matimatikanya untuk penggunaan irigasi dan
PLTA :
QI = A x F
dengan
QI = jumlah air untuk irigasi (m³ )
A = luas areal irigasi (ha)
F = jumlah air yang diperlukan untuk irigasi per-ha (m³/ha)
Dimana dapat diketahui
a1 ≤ A ≤ a2 dengan
a1 = batasan minimum pengembangan areal irigasi (ha) → konstanta
a2 = batasan maksimum pengembangan areal irigasi (ha)→ konstanta
A = rencana pengembangan daerah irigasi (ha) → variabel
Setelah semua dapat terhitung baik itu kendala dan fungsi sasaran ada juga keterkaitan
antara optimasi dan simulasi yang dijabarkan sebagi berikut:
Optimasi → Linier Programming → didapat hasil optimal sementara, kemudian
dilakukan:
Simulasi kriteria:
• Jika ∑ air yang tersedia > pemakaian air hasil optimal sementara → perlu dilakukan
simulasi
• Jika ∑ air yang tersedia < pemakaian air hasil optimal sementara → perlu dilakukan
simulasi
• Jika ∑ air yang tersedia = pemakaian air hasil optimal sementara → hasil yang
didapat sudah benar-benar optimal.
2. a. Carilah Contoh kasus mengenai pengelolaan/alokasi sumber daya air dengan
bentuk model/program linier.
Jawaban :
Contoh mengenai pengelolaan/alokasi sumber daya air dengan model/program linier
sebagai berikut :
KAJIAN PENGELOLAAN AIR IRIGASI BENDUNG PIJENAN

Fauzan Umar1), Djoko Legono2), Fatchan Nurrochmad2)


1).
Kasi Perencanaan Teknis Bidang Pengairan, Dinas Kimpraswil DIY
2)
Dosen Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM

ABSTRACT
2
Bantul Regency is about 506.85 km consists of 16,440 ha paddy fields and 34,245 ha upland
fields. The Pijenan weir is one of weirs located in Bedog river in Bantul Regency. The weir
provides irrigation water for Jigutan command area (Pijenan Upstream) of 2.074 ha. Kebonongan
command area was previously irrigated from Kamijoro free intake in Progo River. The Kamijoro free
intake did not properly function properly due to the sediment deposited in 1969. This condition requires
supply taken from Pijenan weir. Irrigation water supply taken to Kebonangan command area can be
carried out if irrigation water to Jigutan command area has been optimum. Optimally utilized irrigation
water for Jigutan command area is necessary based on the crop pattern and crop variety in order to
maximize the farmers’ profit.
Based on the restitution of irrigation management policy, farmers free to decide which crop variety
will be cultivated in accordance to paddy-paddy-palawija pattern. Paddy as the main crop and palawija
(corns, beans, peanuts, onion, and chilly) can be cultivated anytime in order to gain the maximum profit
based on the available water in Jigutan command area. The optimization analysis of irrigation water
allocation for Jigutan command area was performed using the linear program.
Water allocation for Jigutan command area of 100% and 50% of available water resulted in
optimum cultivation area of 822.88 ha with profit of Rp 7.688.517.507,00 and 612.88 ha with profit of Rp
6.743.877.335,00. The crop intensity with water allocation of 100% and 50% was 278% (197% paddy
and 81% palawija) and 207.05% (114.05 paddy and 93% palawija), respectively. These results described
that the optimum area of paddy crop cultivation is significantly sensitive to irrigation water allocation
compared to the palawija market price. This explains why the profit obtained by the farmers is dependent
from the palawija variety. Results of the optimization of irrigation water allocation of 100% and 50% of
the available water to Jigutan command area provides annual supply to Kebonongan command area for
155.233.586 m3 and 75.316.444 m3, respectively.
KEYWORDS: command area (DI), irrigation water allocation, and crop intensity.
PENDAHULUAN
Kabupaten Bantul dengan luas wilayah 506,85 km2 mempunyai sawah dan tegalan
masing- masing seluas 16.440 ha dan 34.245 ha serta dilalui 6 (enam) buah sungai
termasuk sungai Bedog. Sungai Bedog mempunyai beberapa bendung permanen dengan
bendung Pijenan terletak di bagian hilir. Bendung Pijenan mengairi sawah seluas 2.370 ha
yang terdiri atas daerah irigasi (DI) Jigutan di bagian hulu seluas 296 ha dan DI Kebonongan
di bagian hilir seluas 2.074 ha (lihat Gambar 1)

DI Jigutan

DI Kebonongan

luas : 2.074 ha

Gambar 1. Daerah Irigasi (DI) Jigutan dan Kebonongan


Kebutuhan air irigasi DI. Kebonongan pada waktu dulu dipenuhi dari pengambilan bebas
Kamijoro yang terletak di sungai Progo. Pada tahun 1969 bangunan sadap Kamijoro dipenuhi
sedimen hasil letusan gunung Merapi, sehingga DI Kebonongan tidak dapat memanfaatkan air
dari sungai Progo. Bendung Pijenan yang terletak di bagian hilir sungai Bedog dirancang
sedemikian rupa sehingga dapat mengairi DI Jigutan dan mampu mensuplesi DI Kebonongan.
Bendung Pijenan merupakan salah satu bendung yang masuk dalam sistem jaringan
irigasi Mataram, sehingga ketersediaan air di bendung tersebut dipengaruhi oleh suplesi dari
saluran induk Mataram. DI Kebonongan yang terletak di hilir DI Jigutan tidak dapat dengan
serta merta memanfaatkan air bendung Pijenan tanpa memperhatikan pemenuhan
kebutuhan air di DI Jigutan. Air tersedia di bendung Pijenan pertama-tama akan
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air irigasi di DI Jigutan secara optimum, sehingga
kelebihan air yang ada dapat disuplesikan ke DI Kebonongan. Analisis optimasi pengelolaan
air irigasi bendung Pijenan untuk DI Jigutan dilakukan dengan memperhatikan keinginan
petani dalam penanaman palawija sebagai bentuk dari adanya pembaruan kebijakan
pemerintah, sehingga petani dapat memperoleh keuntungan maksimum. Analisis tersebut juga
dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja pendistribusian dan pengalokasian air secara
optimal.
PENGELOLAAN AIR IRIGASI

Dinamika masyarakat yang cenderung meningkat selama ini, khususnya menyangkut


persoalan air sebagai hajat hidup orang banyak, membawa konsekuensi logis pada perubahan
kebijakan pengelolaan sumberdaya air termasuk di dalamnya perubahan kebijakan
pengelolaan air irigasi.

Pengelolaan sistem jaringan irigasi yang baik dan benar akan menghasilkan panen yang
optimal. Nurrochmad, 1998, mengemukakan bahwa pengelolaan sistem jaringan irigasi akan
berhasil jika didukung dengan beberapa faktor antara lain adalah irigator (juru pintu) sebagai
pengatur pemberian air secara tepat jumlah dan tepat waktu, perangkat lunak dan keras
(peraturan perundangan dan bangunan air sebagai pengatur dan pengukur), dan aktivitas
(kegiatan pengelolaan di saluran dan di lahan pertanian). Sudjarwadi, 1999, menyatakan pula
bahwa dalam teknik pengelolaan sumberdaya air selain aspek fisik terdapat pula pengaruh
aspek non fisik di antaranya sosial budaya yang perlu mendapat perhatian dalam upaya
mengatur dinamika air baik kuantitas maupun kualitas.
James dkk, 1982, mengatakan bahwa air untuk pertumbuhan tanaman jika
dapat dikendalikan dan diatur dengan prasarana sistem jaringan irigasi akan memberikan hasil
rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman tadah hujan pada kondisi dan iklim
yang sama di suatu daerah. Perbedaan tersebut lebih jelas terlihat pada kondisi tahun kering
dengan evaporasi yang cukup tinggi.

METODA PENELITIAN

Analisis optimasi pada studi ini dilaksanakan dengan program linear. Data masukan yang
diperlukan adalah ketersediaan air di sungai Bedog, iklim, luas lahan, harga jual komoditi
pertanian baik padi maupun palawija, dan kebutuhan air irigasi untuk berbagai komoditi
pertanian. Prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Mulai

Pengumpulan Data
1.Data debit sungai Bedog
2.Jadual dan pola tanam
3.Data luas areal irigasi
4.Skema jaringan irigasi
5.Data tanaman, produktivitas
6.Studi terdahulu

Analisis Analisis Analisis Biaya Analisis Harga


Kebutuhan Air Ketersediaan Produksi Produksi
(m3/det/ha) Air (m3/det) (Rp/ha) (Rp/ha)

Hasil Hasil Hasil Harga Bersih


Kebutuhan Air Ketersediaan Produksi (Rp/Ha)
(m3/det/ha) Air (m3/det)

Formula Model

Skenario Simulasi
1. Alokasi air irigasi
2. Luas Tanam
3. Harga komoditi

Analisis Optimasi
1. Imbangan air, K > 1
2. Luas tanam optimum
3. Keuntungan maksimum

Selesai

Gambar 2. Bagan alir penelitian


Formulasi Model

Formulasi model merupakan persamaan matematika yang terdiri dari komponen variabel
keputusan, parameter, fungsi kendala dan fungsi tujuan.
1. Variabel keputusan

Variabel keputusan merupakan besaran luas tanam untuk berbagai jenis komoditi tanaman
seperti ditunjukkan oleh Persamaan 1.
X ≥ 0
ijMt −k
1)
untuk i = A, B. ; j = 1,2, ... ,6. ; dan k = 1,2,3 .

dengan:

XijMt-k : luas tanam untuk komoditi tanaman j pada golongan i pada periode musim tanam
ke-k,
i : sistem pemberian air irigasi secara bergilir untuk golongan A seluas 156,25 ha
dan B seluas 139,75 ha (lihat Gambar 1)
j : jenis komoditi,
j = 1 adalah jenis komoditi padi, j = 2 adalah komoditi jagung, j = 3 adalah komoditi
kacang tanah, j = 4 adalah komoditi kedelai, j = 5 adalah komoditi bawang
merah, j = 6 adalah komoditi cabai,
Mt-k : musim tanam ke-k,
k = 1 adalah periode musim tanam ke-1, k = 2 adalah periode musim tanam ke-2, k =
3 adalah periode musim tanam ke-3.

2. Fungsi tujuan
Fungsi tujuan merupakan variabel dari total keuntungan yang dapat dicari dengan
memaksimumkan Persamaan 2.

m n p m n p m n p
Z = ∑ ∑ ∑ aX ij t−k + ∑ ∑ ∑ bX ij t−k + ∑ ∑ ∑ cX ij t−k +
i = A j = 1k = 1
i = A j = 1k = 1 i = A j = 1k = 1

m n p m n p m n p
∑ ∑ ∑ d X ijMt−k + ∑ ∑ ∑ eX ijMt−k + ∑ ∑ ∑ f X ijMt−k 2)

i = A j = 1k = 1 i = A j = 1k = 1 i = A j = 1k = 1

untuk i = A, B.; j = 1,2, ... ,6.; k = 1,2,3.; a = 4.856.819; b = 327.405;

c = 7.598.704; d = 688.785; e = 14.476.622 dan f = 34.860.934


dengan:
Z : total keuntungan maksimum (Rp.),
m : jumlah variabel golongan i,
n : jumlah variabel jenis komoditi j,
p : jumlah variabel musim tanam k.
a, b, c, d, e, f : harga satuan produksi komoditi j (Rp./ha).

3. Fungsi kendala
Fungsi kendala dibagi dalam kendala ketersediaan air dan luas tanam.

Ketersediaan air

Kegunaan kendala ini adalah agar supaya total luas lahan yang ditanami masing-masing
komoditi sesuai dengan alokasi ketersediaan air setengah bulanan. Persamaan 3 menunjukkan
total kebutuhan air irigasi di lahan tidak melebihi ketersediaan air.

dengan:
Kijl :
kebutuhan air irigasi untuk komoditi j pada golongan i pada periode setengah
bulanan ke-l,
l = 1 dan 2 adalah kebutuhan air irigasi tengah bulanan pertama dan kedua bulan
November, dan seterusnya sampai 24 adalah kebutuhan air irigasi tengah bulanan
kedua bulan Oktober (m3/det/ha),
Qh = ketersediaan air pada periode setengah bulanan ke-h,

h = 1 dan 2 adalah ketersediaan air tengah bulanan pertama dan kedua bulan
November, dan seterusnya sampai 24 adalah ketersediaan air irigasi tengah bulanan
kedua bulan Oktober (m3/det/ha).

Luas tanam

Kegunaan kendala ini adalah agar total luas tanam dari seluruh komoditi pada setiap musim
tanam tidak melebihi luas lahan yang tersedia. Kendala luas tanam dapat diformulasikan dengan
syarat-syarat seperti berikut ini.

a. Total luas tanam komoditi padi dan palawija tidak melebihi total luas lahan yang tersedia

(lihat Persamaan 4).


b. Luas tanam komoditi padi tidak melebihi luas lahan yang tersedia (lihat Persamaan 5).

c. Porsi luas tanam masing-masing komoditi palawija boleh melebihi porsi luas tanam eksisting
(lihat Persamaan 6).

d. Total luas tanam komoditi palawija tidak melebihi total luas tanam eksisting palawija (lihat
Persamaan 7).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Hasil analisis debit andalan sungai Bedog di bendung Pijenan disajikan dalam bentuk debit
setengah bulanan (lihat Tabel 1 baris nomor 1). Alokasi air irigasi ke DI. Jigutan periode
setengah bulanan dirancang dengan berbagai variasi prosentase (Tabel 1 baris nomor 2, 3 dan 4).

Tabel 1. Pengelolaan air irigasi dari bendung Pijenan (November – April)


Nov Des Jan Feb Mar Apr
Pemberian Air
No I II I II I II I II I II I II
( m3 / det ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Q andalan 3,07 1,33 2,32 2,90 5,16 15,01 22,84 17,99 12,15 18,80 6,96 5,67

2 100 % x Qandalan 3,07 1,33 2,32 2,90 5,16 15,01 22,84 17,99 12,15 18,80 6,96 5,67

3 80 % x Qandalan 2,46 1,06 1,86 2,32 4,13 12,01 18,27 14,39 9,72 15,04 5,57 4,53

4 50 % x Qandalan 1,54 0,67 1,16 1,45 2,58 7,51 11,42 9,00 6,08 9,40 3,48 2,83
Tabel 1. Lanjutan (Mei – Oktober)
Mei Jun Jul Agt Sep Okt
Pemberian Air
No I II I II I II I II I II I II
( m3 / det ) 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
1 Qandalan 4,20 1,42 1,15 1,10 3,12 3,36 2,31 1,50 0,68 0,47 1,54 1,50

2 100 % x Qandalan 4,20 1,42 1,15 1,10 3,12 3,36 2,31 1,50 0,68 0,47 1,54 1,50

3 80 % x Qandalan 3,36 1,13 0,92 0,88 2,50 2,68 1,85 1,20 0,54 0,38 1,23 1,20

4 50 % x Qandalan 2,10 0,71 0,58 0,55 1,56 1,68 1,16 0,75 0,34 0,23 0,77 0,75
Komoditi yang ditanam di DI Jigutan selain padi adalah jagung, kacang tanah, kedelai, bawang
merah dan cabai. Harga jual (bersih) masing-masing komoditi setiap hektar menurut BPS
(2000) dan Proyek Irigasi DIY (2000) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Harga jual (bersih) masing-masing komoditi (Rp./ha)

Variasi-1 (Harga Produksi Rata-rata)

No Alokasi Debit dan Jenis Komoditi Total Luas Intensitas Keuntungan


Luas Tanam Golongan A (Ha) Luas Tanam Golongan B (Ha)
Tanam Tanam Maksimum
MT-1 MT-2 MT-3 MT-1 MT-2 MT-3 (ha/th) (%) ( Rp/th )
Kondisi Eksisting (Q = 100 %)
1 Padi 151,56 140,62 15,62 135,56 125,78 13,98 583,12 197,00% 2.832.108.295
2 Jagung 4,69 3,12 20,31 4,19 2,80 18,17 53,28 18,00% 17.444.793
3 Kacang Tanah 0,00 0,00 32,81 0,00 0,00 29,35 62,16 21,00% 472.335.441
4 Kedelai 0,00 3,12 18,75 0,00 2,80 16,77 41,44 14,00% 28.543.250
5 Bawang merah 0,00 3,12 15,62 0,00 2,80 13,98 35,52 12,00% 514.209.613
6 Cabai 0,00 3,12 21,87 0,00 2,80 19,57 47,36 16,00% 1.651.013.834

Total 156,25 153,10 124,98 139,75 136,98 111,82 822,88 278,00% 5.515.655.227
IP Padi 51,20% 47,51% 5,28% 45,80% 42,49% 4,72% 583,12 197,00% 2.832.108.295
IP non Padi 1,58% 4,22% 36,95% 1,42% 3,78% 33,05% 239,76 81,00% 2.683.546.932
Total IP 52,79% 51,72% 42,22% 47,21% 46,28% 37,78%

Q = 100 % x Q andalan
1 132,80 110,96 0,00 118,80 99,20 70,34 532,10 179,76% 2.584.300.889
Padi
2 4,69 3,12 15,62 4,19 2,80 13,98 44,40 15,00% 14.536.787
Jagung
3 0,00 3,12 0,00 0,00 2,80 0,00 5,92 2,00% 44.984.325
Kacang Tanah
4 0,00 3,12 15,62 13,98 13,98 13,98 60,68 20,50% 41.795.503
Kedelai
5 0,00 3,12 15,62 0,00 2,80 13,98 35,52 12,00% 514.209.628
Bawang merah
6 18,76 32,81 29,69 2,78 18,17 26,55 128,76 43,50% 4.488.690.376
Cabai
Total 156,25 156,25 76,55 139,75 139,75 138,83 807,38 272,76% 7.688.517.507
IP Padi 44,86% 37,49% 0,00% 40,14% 33,51% 23,76% 532,10 179,76% 2.584.300.889
IP non Padi 7,92% 15,30% 25,86% 7,08% 13,70% 23,14% 275,28 93,00% 5.104.216.618
Q = 90
Total IP % x Q andalan 52,79% 52,79% 25,86% 47,21% 47,21% 46,90%
1 Padi 132,80 110,96 0,00 118,80 94,06 61,86 518,48 175,16% 2.518.180.638
2 4,69 3,12 15,62 4,19 2,80 13,98 44,40 15,00% 14.536.787
Jagung
3 Kacang Tanah 0,00 3,12 0,00 0,00 2,80 0,00 5,92 2,00% 44.984.325
4 0,00 3,12 15,62 13,98 13,98 13,98 60,68 20,50% 41.795.503
Kedelai
5 Bawang merah 0,00 3,12 15,62 0,00 2,80 13,98 35,52 12,00% 514.209.628
6 Cabai 18,76 32,81 29,69 2,78 18,17 26,55 128,76 43,50% 4.488.690.376

Total 156,25 156,25 76,55 139,75 134,61 130,35 793,76 268,16% 7.622.397.255
IP Padi 44,86% 37,49% 0,00% 40,14% 31,78% 20,90% 518,48 175,16% 2.518.180.638
IP non Padi 7,92% 15,30% 25,86% 7,08% 13,70% 23,14% 275,28 93,00% 5.104.216.618
Q = 80
Total IP % x Q andalan 52,79% 52,79% 25,86% 47,21% 45,48% 44,04%
1 Padi 132,80 110,96 0,00 118,80 68,48 55,08 486,12 164,23% 2.361.009.110
2 4,69 3,12 15,62 4,19 2,80 13,98 44,40 15,00% 14.536.787
Jagung
3 0,00 3,12 0,00 0,00 2,80 0,00 5,92 2,00% 44.984.325
Kacang Tanah
4 0,00 3,12 15,62 13,98 13,98 13,98 60,68 20,50% 41.795.503
Kedelai
5 0,00 3,12 15,62 0,00 2,80 13,98 35,52 12,00% 514.209.628
Bawang merah
6 Cabai 18,76 32,81 29,69 2,78 18,17 26,55 128,76 43,50% 4.488.690.376
Variasi-1 (Harga Produksi Rata-rata)

No Alokasi Debit dan Jenis Komoditi Total Luas Intensitas Keuntungan


Luas Tanam Golongan A (Ha) Luas Tanam Golongan B (Ha)
Tanam Tanam Maksimum
MT-1 MT-2 MT-3 MT-1 MT-2 MT-3 (ha/th) (%) ( Rp/th )
Total 156,25 156,25 76,55 139,75 109,03 123,57 761,40 257,23% 7.465.225.728
IP Padi 44,86% 37,49% 0,00% 40,14% 23,13% 18,61% 486,12 164,23% 2.361.009.110
IP non Padi 7,92% 15,30% 25,86% 7,08% 13,70% 23,14% 275,28 93,00% 5.104.216.618
Total IP 52,79% 52,79% 25,86% 47,21% 36,83% 41,75%
Q = 70 % x Q andalan
1 Padi 132,80 110,96 0,70 118,80 42,90 45,89 452,05 152,72% 2.195.547.478
2 Jagung 4,69 3,12 15,62 4,19 2,80 13,98 44,40 15,00% 14.536.787
3 Kacang Tanah 0,00 3,12 0,00 0,00 2,80 0,00 5,92 2,00% 44.984.325
4 Kedelai 0,00 3,12 15,62 13,98 13,98 13,98 60,68 20,50% 41.795.503
5 Bawang merah 0,00 3,12 15,62 0,00 2,80 13,98 35,52 12,00% 514.209.628
6 Cabai 18,76 32,81 29,69 2,78 18,17 26,55 128,76 43,50% 4.488.690.376

Total 156,25 156,25 77,25 139,75 83,45 114,38 727,33 245,72% 7.299.764.096
IP Padi 44,86% 37,49% 0,24% 40,14% 14,49% 15,50% 452,05 152,72% 2.195.547.478
IP non Padi 7,92% 15,30% 25,86% 7,08% 13,70% 23,14% 275,28 93,00% 5.104.216.618
Total IP 52,79% 52,79% 26,10% 47,21% 28,19% 38,64%

Q = 60 % x Q andalan
1 126,50 110,96 10,88 118,80 17,32 27,07 411,53 139,03% 1.998.720.022
Padi
2 4,69 3,12 15,62 4,19 2,80 13,98 44,40 15,00% 14.536.787
Jagung
3 0,00 3,12 0,00 0,00 2,80 0,00 5,92 2,00% 44.984.325
Kacang Tanah
4 Kedelai 0,00 3,12 15,62 13,98 13,98 13,98 60,68 20,50% 41.795.503
5 Bawang Merah 0,00 3,12 15,62 0,00 2,80 13,98 35,52 12,00% 514.209.628
Cabai
6 18,76 32,81 29,69 2,78 18,17 26,55 128,76 43,50% 4.488.690.376
Total 149,95 156,25 87,43 139,75 57,87 95,56 686,81 232,03% 7.102.936.639
IP Padi 42,74% 37,49% 3,68% 40,14% 5,85% 9,15% 411,53 139,03% 1.998.720.022
IP non Padi 7,92% 15,30% 25,86% 7,08% 13,70% 23,14% 275,28 93,00% 5.104.216.618
Total IP 50,66% 52,79% 29,54% 47,21% 19,55% 32,28%

Pengelolaan air irigasi di DI Jigutan dilaksanakan berdasarkan kebutuhan air irigasi untuk
dua blok yaitu blok A seluas 156,25 ha dan B seluas 139,75 ha (lihat Gambar 1). Analisis optimasi
pengelolaan air irigasi bendung Pijenan untuk DI Jigutan didasarkan pada ketersediaan air, luas
tanam dan harga jual masing-masing komoditi dengan menggunakan Persamaan 1 sampai
dengan 7. Hasil analisis optimasi luas tanam, intensitas tanam dan keuntungan maksimum
dapat dilihat pada Tabel 3. Gambar 3 menunjukkan hasil analisis keseimbangan air antara air irigasi
tersedia di bendung Pijenan dan kebutuhan air irigasi DI Jigutan.
Tabel 3. Luas tanam, intensitas tanam dan keuntungan maksimum
Produksi Harga jual Total harga jual Biaya produksi Keuntungan
No. Komoditi (ton/ha) (Rp/ton) (Rp/Ha) (Rp/ha) (Rp/ha)

1 Padi 6.30 1.165.333 7.341.598 2.484.781 4.856.819

2 Jagung 1.34 699.000 936.600 609.255 327.405

3 Kacang tanah 1.84 5.297.667 9.747.707 2.149.003 7.598.704

4 Kedelai 1.24 1.869.833 2.318.593 1.629.808 688.785

5 Bawang merah 2.97 5.820.417 17.286.638 2.810.015 14.476.622

6 Cabai 7.62 4.784.500 36.457.890 1.596.956 34.860.934


Gambar 3. Keseimbangan air di bendung Pijenan.
Pembahasan
Analisis pengelolaan air irigasi
Hasil kajian pengelolaan air irigasi bendung Pijenan untuk pemenuhan kebutuhan air DI
Jigutan menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting terjadi defisit air irigasi pada tengah bulanan
ke 15 dan 16. Optimasi pengelolaan air irigasi dengan alokasi 100%, 80% dan 50% debit tersedia
untuk DI Jigutan memberikan surplus air berturut-turut sebesar 155 juta m3, 122 juta m3 dan 75
juta m3 (lihat Tabel 4). Surplus air irigasi ini dapat dioptimalkan untuk suplesi DI Kebonongan.

Tabel 4. Surplus air pada beberapa kondisi pemberian air dari Bendung Pijenan
No. Pemberian Air Surplus Air (m3)
1 Q = 100 % x Q andalan 155.787.501,80

2 Q = 80 % x Q andalan 122.471.830,60

3 Q = 50 % x Q andalan 75.316.444,60

Kebutuhan air DI Kebonongan dengan luas sawah 2074 ha (Nurrochmad, 2006) dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kebutuhan air irigasi DI Kebonongan
Efisiensi Sistem
Kebutuhan Total (m3)
No. Musim Tanam (MT) Jaringan Irigasi
I II I II
1 I (Padi), 120 hari 80% 50% 27.954.256 44.726.810

2 II (Padi), 120 hari 80% 50% 27.524.190 44.038.704

3 III (Palawija), 90 hari 80% 20% 7.741.178 30.964.712

Total kebutuhan air irigasi setahun : 63.219.624 119.730.226

Kondisi I mengindikasikan bahwa perancangan suplesi bendung Pijenan ke DI Kebonongan


secara kuantitatif dapat dilaksanakan dengan ketersediaan air sampai mencapai kondisi paling kritis
(50%). Apabila efisiensi irigasi pada kondisi II (lihat Tabel 5), maka ketersediaan air sebesar
50% tidak akan pernah mencukupi kebutuhan. Jika dilihat dari sistem pemberian air tetap
mengandalkan pada ketersediaan air harian, maka akan terjadi defisit pada awal olah tanah,
sehingga diperlukan pembangunan tampungan sawah (farm pond) untuk mewadahi air sungai pada
saat sawah bero.
Tinjauan aspek ekonomi

Hasil kajian pengelolaan air irigasi eksisting memberikan keuntungan petani per tahun per
hektar sebesar Rp. 5.515.655.227 (lihat Tabel 6 baris nomor 1). Analisis optimasi pada tinjauan
ketersediaan air sebesar 100%, 80% dan 50% debit andalan menunjukkan peningkatan berturut-
turut sebesar 139%, 135% dan 122% dari keuntungan eksisting.

Tabel 6. Keuntungan maksimum beberapa kondisi ketersediaan air

No. Kondisi ketersedian air Keuntungan maksimum (Rp./tahun)


1 Kondisi eksisting 5.515.655.227

2 Q = 100 % x Q andalan 7.688.517.507 (139% * eksisting)

3 Q = 80 % x Q andalan 7.465.225.728 (135% * eksisting)

4 Q = 50 % x Q andalan 6.743.877.335 (122% * eksisting)

Kondisi di atas dapat terjadi jika petani dapat mengelola sawah dengan pemberian air yang
dikelola oleh juru pintu secara tepat jumlah dan tepat waktu.
Analisis sensitivitas

Analisis sensitivitas pengelolaan air irigasi menunjukkan bahwa dengan alokasi air irigasi
berbagai variasi dan didasarkan pada harga jual produksi berbagai komoditi pertanian (padi dan
palawija) per hektar sensitif pada :

a. Bila terjadi kenaikan atau penurunan harga produksi masing-masing komoditi dengan alokasi
pemberian air irigasi yang sama, maka luas tanam optimum untuk semua jenis komoditi adalah
tetap, tetapi nilai keuntungan maksimum akan berubah.
b. Bila terjadi kenaikan atau penurunan harga produksi masing-masing komoditi dengan
berbagai variasi pengelolaan air irigasi, maka luas tanam optimum dan keuntungan
maksimum untuk sumua jenis komoditi mengalami perubahan. Komoditi padi akan sensitif
terhadap perubahan alokasi pengelolaan air irigasi, sedangkan komoditi palawija tetap. Kondisi
ini disebabkan oleh total luas tanam dibatasi oleh ketersediaan air.

KESIMPULAN

Beberapa kesimpulan dari studi ini dapat dirinci sebagai berikut ini.

1. Luas tanam optimum untuk padi sangat sensitif terhadap alokasi pemberian air irigasi
dibandingkan dengan luas tanam optimum untuk palawija.

2. Berdasarkan butir 1, intensitas tanam optimum untuk padi dan palawija berturut-turut
sebesar 179,76% dan 93% (air irigasi tersedia =100%*debit andalan); 164,23% dan 93% (air
irigasi tersedia =80%*debit andalan) dan 114,05% dan 93% (air irigasi tersedia =50%*debit
andalan).
3. Keuntungan maksimum yang diperoleh dengan air irigasi tersedia 100%, 80% dan 50% dari
debit tersedia berturut-turut sebesar Rp.7.600.000.000,00, Rp.7.465000.000,00 dan
Rp.6.743.000.000,00. Keuntungan maksimum eksisting sebesar Rp.5.515.000.000,00. Hal
ini menunjukkan bahwa pengelolaan air irigasi secara optimum akan memberikan tambahan
keuntungan kepada petani lebih dari 20%.

4. Pengelolaan air irigasi tersedia sebesar 100%, 80% dan 50% dari debit andalan ke DI
Jigutan memberikan surplus air irigasi per tahun sebesar 155 juta m3, 122 juta m3 dan 75
juta m3. Surplus ini dapat disuplesikan ke DI Kebonongan.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2000, Bantul Dalam Angka.

James, DW, RJ. Hanks, dan JJ. Jurinak, 1982, Modern irrigated soil, John Wiley & Sons, 1-16.
Nurrochmad, F., 1998, Manajemen Irigasi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Gadjah Mada.

Nurrochmad, F., 2006, Analisis Operasi Pemberian Air Irigasi, Media Teknik No.4 Th. XXVIII.
Proyek Irigasi DIY, 2000, Project Completion Report, Java Irrigation Improvement and Water
Resources Management Project, Integrated Irrigation Sector Project di Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta.

Sudjarwadi, 1999, Konsep Dasar Pengelolaan Sumberdaya Air di Satuan Wilayah dengan
Pendekatan Sistem: Kursus Singkat Sistem Sumberdaya Air dalam Otonomi Daerah,
UGM.
b. Dari kasus tersebut tentukan pembagiannya menurut ketiga unsur elemen pembentuk dari
model linier diatas dan berikan penjelasanya..
Jawaban :
Pembagian ketiga unsur elemen pembentuk dari model linier Kajian Pengelolaan Air Irigasi Bendung
Pijenan yaitu
• Variabel Keputusan

Variabel keputusan merupakan besaran luas tanam untuk berbagai jenis komoditi tanaman
seperti ditunjukkan oleh Persamaan 1.

dengan:
XijMt-k : luas tanam untuk komoditi tanaman j pada golongan i pada periode musim tanam
ke-k,
i : sistem pemberian air irigasi secara bergilir untuk golongan A seluas 156,25 ha
dan B seluas 139,75 ha (lihat Gambar 1)
j : jenis komoditi,
j = 1 adalah jenis komoditi padi, j = 2 adalah komoditi jagung, j = 3 adalah komoditi
kacang tanah, j = 4 adalah komoditi kedelai, j = 5 adalah komoditi bawang
merah, j = 6 adalah komoditi cabai,
Mt-k : musim tanam ke-k,
k = 1 adalah periode musim tanam ke-1, k = 2 adalah periode musim tanam ke-2, k =
3 adalah periode musim tanam ke-3

Dimana untuk hasil sesuai dengan kajian di atas dapat dilihat untuk variable keputusan dapat dilihat
pada hasil dibawah ini:
Hasil analisis debit andalan sungai Bedog di bendung Pijenan disajikan dalam bentuk debit
setengah bulanan (lihat Tabel 1 baris nomor 1). Alokasi air irigasi ke DI. Jigutan periode
setengah bulanan dirancang dengan berbagai variasi prosentase (Tabel 1 baris nomor 2, 3 dan 4).
Tabel 1. Pengelolaan air irigasi dari bendung Pijenan (November – April)
Nov Des Jan Feb Mar Apr
Pemberian Air
No I II I II I II I II I II I II
( m3 / det ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Q andalan 3,07 1,33 2,32 2,90 5,16 15,01 22,84 17,99 12,15 18,80 6,96 5,67

2 100 % x Qandalan 3,07 1,33 2,32 2,90 5,16 15,01 22,84 17,99 12,15 18,80 6,96 5,67

3 80 % x Qandalan 2,46 1,06 1,86 2,32 4,13 12,01 18,27 14,39 9,72 15,04 5,57 4,53

4 50 % x Qandalan Tabel1,16
1,54 0,67 1. Lanjutan (Mei –7,51
1,45 2,58 Oktober)
11,42 9,00 6,08 9,40 3,48 2,83
Mei Jun Jul Agt Sep Okt
Pemberian Air
No I II I II I II I II I II I II
( m3 / det ) 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
1 Qandalan 4,20 1,42 1,15 1,10 3,12 3,36 2,31 1,50 0,68 0,47 1,54 1,50

2 100 % x Qandalan 4,20 1,42 1,15 1,10 3,12 3,36 2,31 1,50 0,68 0,47 1,54 1,50

3 80 % x Qandalan 3,36 1,13 0,92 0,88 2,50 2,68 1,85 1,20 0,54 0,38 1,23 1,20

4 50 % x Qandalan 2,10 0,71 0,58 0,55 1,56 1,68 1,16 0,75 0,34 0,23 0,77 0,75
Komoditi yang ditanam di DI Jigutan selain padi adalah jagung, kacang tanah, kedelai, bawang
merah dan cabai. Harga jual (bersih) masing-masing komoditi setiap hektar menurut BPS
(2000) dan Proyek Irigasi DIY (2000) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Harga jual (bersih) masing-masing komoditi (Rp./ha)

Variasi-1 (Harga Produksi Rata-rata)

No Alokasi Debit dan Jenis Komoditi Total Luas Intensitas Keuntungan


Luas Tanam Golongan A (Ha) Luas Tanam Golongan B (Ha)
Tanam Tanam Maksimum
MT-1 MT-2 MT-3 MT-1 MT-2 MT-3 (ha/th) (%) ( Rp/th )
Kondisi Eksisting (Q = 100 %)
1 151,56 140,62 15,62 135,56 125,78 13,98 583,12 197,00% 2.832.108.295
Padi
2 4,69 3,12 20,31 4,19 2,80 18,17 53,28 18,00% 17.444.793
Jagung
3 Kacang Tanah 0,00 0,00 32,81 0,00 0,00 29,35 62,16 21,00% 472.335.441
4 0,00 3,12 18,75 0,00 2,80 16,77 41,44 14,00% 28.543.250
Kedelai
5 0,00 3,12 15,62 0,00 2,80 13,98 35,52 12,00% 514.209.613
Bawang merah
6 Cabai 0,00 3,12 21,87 0,00 2,80 19,57 47,36 16,00% 1.651.013.834
Total 156,25 153,10 124,98 139,75 136,98 111,82 822,88 278,00% 5.515.655.227
IP Padi 51,20% 47,51% 5,28% 45,80% 42,49% 4,72% 583,12 197,00% 2.832.108.295
IP non Padi 1,58% 4,22% 36,95% 1,42% 3,78% 33,05% 239,76 81,00% 2.683.546.932
Total IP 52,79% 51,72% 42,22% 47,21% 46,28% 37,78%

Q = 100 % x Q andalan
1 132,80 110,96 0,00 118,80 99,20 70,34 532,10 179,76% 2.584.300.889
Padi
2 4,69 3,12 15,62 4,19 2,80 13,98 44,40 15,00% 14.536.787
Jagung
3 0,00 3,12 0,00 0,00 2,80 0,00 5,92 2,00% 44.984.325
Kacang Tanah
4 0,00 3,12 15,62 13,98 13,98 13,98 60,68 20,50% 41.795.503
Kedelai
5 0,00 3,12 15,62 0,00 2,80 13,98 35,52 12,00% 514.209.628
Bawang merah
6 18,76 32,81 29,69 2,78 18,17 26,55 128,76 43,50% 4.488.690.376
Cabai
Variasi-1 (Harga Produksi Rata-rata)

No Alokasi Debit dan Jenis Komoditi Total Luas Intensitas Keuntungan


Luas Tanam Golongan A (Ha) Luas Tanam Golongan B (Ha)
Tanam Tanam Maksimum
MT-1 MT-2 MT-3 MT-1 MT-2 MT-3 (ha/th) (%) ( Rp/th )
Total 156,25 156,25 76,55 139,75 139,75 138,83 807,38 272,76% 7.688.517.507
IP Padi 44,86% 37,49% 0,00% 40,14% 33,51% 23,76% 532,10 179,76% 2.584.300.889
IP non Padi 7,92% 15,30% 25,86% 7,08% 13,70% 23,14% 275,28 93,00% 5.104.216.618
Q = 90
Total IP % x Q andalan 52,79% 52,79% 25,86% 47,21% 47,21% 46,90%
1 Padi 132,80 110,96 0,00 118,80 94,06 61,86 518,48 175,16% 2.518.180.638
2 Jagung 4,69 3,12 15,62 4,19 2,80 13,98 44,40 15,00% 14.536.787
3 Kacang Tanah 0,00 3,12 0,00 0,00 2,80 0,00 5,92 2,00% 44.984.325
4 Kedelai 0,00 3,12 15,62 13,98 13,98 13,98 60,68 20,50% 41.795.503
5 Bawang merah 0,00 3,12 15,62 0,00 2,80 13,98 35,52 12,00% 514.209.628
6 Cabai 18,76 32,81 29,69 2,78 18,17 26,55 128,76 43,50% 4.488.690.376
Total 156,25 156,25 76,55 139,75 134,61 130,35 793,76 268,16% 7.622.397.255
IP Padi 44,86% 37,49% 0,00% 40,14% 31,78% 20,90% 518,48 175,16% 2.518.180.638
IP non Padi 7,92% 15,30% 25,86% 7,08% 13,70% 23,14% 275,28 93,00% 5.104.216.618
Total IP 52,79% 52,79% 25,86% 47,21% 45,48% 44,04%

Q = 80 % x Q andalan
1 Padi 132,80 110,96 0,00 118,80 68,48 55,08 486,12 164,23% 2.361.009.110
2 Jagung 4,69 3,12 15,62 4,19 2,80 13,98 44,40 15,00% 14.536.787
3 Kacang Tanah 0,00 3,12 0,00 0,00 2,80 0,00 5,92 2,00% 44.984.325
4 0,00 3,12 15,62 13,98 13,98 13,98 60,68 20,50% 41.795.503
Kedelai
5 0,00 3,12 15,62 0,00 2,80 13,98 35,52 12,00% 514.209.628
Bawang merah
6 Cabai 18,76 32,81 29,69 2,78 18,17 26,55 128,76 43,50% 4.488.690.376

Total 156,25 156,25 76,55 139,75 109,03 123,57 761,40 257,23% 7.465.225.728
IP Padi 44,86% 37,49% 0,00% 40,14% 23,13% 18,61% 486,12 164,23% 2.361.009.110
IP non Padi 7,92% 15,30% 25,86% 7,08% 13,70% 23,14% 275,28 93,00% 5.104.216.618
Total IP 52,79% 52,79% 25,86% 47,21% 36,83% 41,75%

Q = 70 % x Q andalan
1 Padi 132,80 110,96 0,70 118,80 42,90 45,89 452,05 152,72% 2.195.547.478
2 Jagung 4,69 3,12 15,62 4,19 2,80 13,98 44,40 15,00% 14.536.787
3 Kacang Tanah 0,00 3,12 0,00 0,00 2,80 0,00 5,92 2,00% 44.984.325
4 Kedelai 0,00 3,12 15,62 13,98 13,98 13,98 60,68 20,50% 41.795.503
5 Bawang merah 0,00 3,12 15,62 0,00 2,80 13,98 35,52 12,00% 514.209.628
6 Cabai 18,76 32,81 29,69 2,78 18,17 26,55 128,76 43,50% 4.488.690.376

Total 156,25 156,25 77,25 139,75 83,45 114,38 727,33 245,72% 7.299.764.096
IP Padi 44,86% 37,49% 0,24% 40,14% 14,49% 15,50% 452,05 152,72% 2.195.547.478
IP non Padi 7,92% 15,30% 25,86% 7,08% 13,70% 23,14% 275,28 93,00% 5.104.216.618
Total IP 52,79% 52,79% 26,10% 47,21% 28,19% 38,64%

Q = 60 % x Q andalan
1 Padi 126,50 110,96 10,88 118,80 17,32 27,07 411,53 139,03% 1.998.720.022
2 Jagung 4,69 3,12 15,62 4,19 2,80 13,98 44,40 15,00% 14.536.787
3 Kacang Tanah 0,00 3,12 0,00 0,00 2,80 0,00 5,92 2,00% 44.984.325
4 0,00 3,12 15,62 13,98 13,98 13,98 60,68 20,50% 41.795.503
Kedelai
5 Bawang merah 0,00 3,12 15,62 0,00 2,80 13,98 35,52 12,00% 514.209.628
6 Cabai 18,76 32,81 29,69 2,78 18,17 26,55 128,76 43,50% 4.488.690.376
Total 149,95 156,25 87,43 139,75 57,87 95,56 686,81 232,03% 7.102.936.639
IP Padi 42,74% 37,49% 3,68% 40,14% 5,85% 9,15% 411,53 139,03% 1.998.720.022
IP non Padi 7,92% 15,30% 25,86% 7,08% 13,70% 23,14% 275,28 93,00% 5.104.216.618
Total IP 50,66% 52,79% 29,54% 47,21% 19,55% 32,28%

Dapat diketahui untuk variable keputusan besaran luas tanam untuk berbagai jenis komoditi
tanaman seperti padi, jagung, kacang tanah, kedelai, bawang merah dan cabai dibedakan sesuai
dengan debit existing dan debit andalan yang dikasifikasikan ke presentase debit andalan 100 %-
60%. Setelah di hitung maka aka muncul harga produksi rata-rata tiap luas tanaman golongan A dan
luas tanamn golongan B.
• Fungsi Tujuan
Fungsi tujuan merupakan variabel dari total keuntungan yang dapat dicari dengan
memaksimumkan Persamaan 2.

dengan:
Z : total keuntungan maksimum (Rp.),
m : jumlah variabel golongan i,
n : jumlah variabel jenis komoditi j,
p : jumlah variabel musim tanam k.
a, b, c, d, e, f : harga satuan produksi komoditi j (Rp./ha).

Untuk fungsi tujuan dari kegiatan ini untuk mengetahui keuntungan yand dapat dicari
dengan maksimum Pengelolaan air irigasi di DI Jigutan dilaksanakan berdasarkan kebutuhan air
irigasi untuk dua blok yaitu blok A seluas 156,25 ha dan B seluas 139,75 ha (lihat Gambar 1).
Analisis optimasi pengelolaan air irigasi bendung Pijenan untuk DI Jigutan didasarkan pada
ketersediaan air, luas tanam dan harga jual masing-masing komoditi dengan menggunakan
Persamaan 1 sampai dengan 7. Hasil analisis optimasi luas tanam, intensitas tanam dan
keuntungan maksimum dapat dilihat pada Tabel 3. Gambar 3 menunjukkan hasil analisis
keseimbangan air antara air irigasi tersedia di bendung Pijenan dan kebutuhan air irigasi DI Jigutan.
Tabel 3. Luas tanam, intensitas tanam dan keuntungan maksimum
Produksi Harga jual Total harga jual Biaya produksi Keuntungan
No. Komoditi (ton/ha) (Rp/ton) (Rp/Ha) (Rp/ha) (Rp/ha)

1 Padi 6.30 1.165.333 7.341.598 2.484.781 4.856.819

2 Jagung 1.34 699.000 936.600 609.255 327.405

3 Kacang tanah 1.84 5.297.667 9.747.707 2.149.003 7.598.704

4 Kedelai 1.24 1.869.833 2.318.593 1.629.808 688.785

5 Bawang merah 2.97 5.820.417 17.286.638 2.810.015 14.476.622

6 Cabai 7.62 4.784.500 36.457.890 1.596.956 34.860.934

Gambar 3. Keseimbangan air di bendung Pijenan.


.Fungsi Tujuan dari kegiatan ini untuk mengetahui keuntungan maksium unntuk tiap komoitas
pertanian. Dalam komoditas tanaman yang memiliki keuntungan maksium yaitu cabai dengan
besaran hasil produksi 7,62 ton/ha memiliki keuntungan per 1 ton/ha sebesar Rp. 34.860.934,-.
Secara keseluruhan keuntungan 7,62 ton/ha sebesar Rp. 265.640.317,08.

• Fungsi Kendala

Fungsi kendala dibagi dalam kendala ketersediaan air dan luas tanam.

Ketersediaan air
Kegunaan kendala ini adalah agar supaya total luas lahan yang ditanami masing-masing
komoditi sesuai dengan alokasi ketersediaan air setengah bulanan. Persamaan 3 menunjukkan
total kebutuhan air irigasi di lahan tidak melebihi ketersediaan air.

dengan:
Kijl :
kebutuhan air irigasi untuk komoditi j pada golongan i pada periode setengah
bulanan ke-l,
l = 1 dan 2 adalah kebutuhan air irigasi tengah bulanan pertama dan kedua bulan
November, dan seterusnya sampai 24 adalah kebutuhan air irigasi tengah bulanan
kedua bulan Oktober (m3/det/ha),
Qh = ketersediaan air pada periode setengah bulanan ke-h,

h = 1 dan 2 adalah ketersediaan air tengah bulanan pertama dan kedua bulan
November, dan seterusnya sampai 24 adalah ketersediaan air irigasi tengah bulanan
kedua bulan Oktober (m3/det/ha).

Luas tanam

Kegunaan kendala ini adalah agar total luas tanam dari seluruh komoditi pada setiap musim
tanam tidak melebihi luas lahan yang tersedia. Kendala luas tanam dapat diformulasikan dengan
syarat-syarat seperti berikut ini.

a. Total luas tanam komoditi padi dan palawija tidak melebihi total luas lahan yang tersedia

(lihat Persamaan 4).

b. Luas tanam komoditi padi tidak melebihi luas lahan yang tersedia (lihat Persamaan 5).

c. Porsi luas tanam masing-masing komoditi palawija boleh melebihi porsi luas tanam eksisting
(lihat Persamaan 6).
d. Total luas tanam komoditi palawija tidak melebihi total luas tanam eksisting palawija (lihat
Persamaan 7).

Untuk Fungsi kendala dibagi dalam kendala ketersediaan air dan luas tanam di mana dapat
diketahui Hasil kajian pengelolaan air irigasi bendung Pijenan untuk pemenuhan kebutuhan air DI
Jigutan menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting terjadi defisit air irigasi pada tengah bulanan
ke 15 dan 16. Optimasi pengelolaan air irigasi dengan alokasi 100%, 80% dan 50% debit tersedia
untuk DI Jigutan memberikan surplus air berturut-turut sebesar 155 juta m3, 122 juta m3 dan 75
juta m3 (lihat Tabel 4). Surplus air irigasi ini dapat dioptimalkan untuk suplesi DI Kebonongan.

Tabel 4. Surplus air pada beberapa kondisi pemberian air dari Bendung Pijenan
No. Pemberian Air Surplus Air (m3)
1 Q = 100 % x Q andalan 155.787.501,80

2 Q = 80 % x Q andalan 122.471.830,60

3 Q = 50 % x Q andalan 75.316.444,60

Kebutuhan air DI Kebonongan dengan luas sawah 2074 ha (Nurrochmad, 2006) dapat
dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kebutuhan air irigasi DI Kebonongan


Efisiensi Sistem
Kebutuhan Total (m3)
No. Musim Tanam (MT) Jaringan Irigasi
I II I II
1 I (Padi), 120 hari 80% 50% 27.954.256 44.726.810

2 II (Padi), 120 hari 80% 50% 27.524.190 44.038.704

3 III (Palawija), 90 hari 80% 20% 7.741.178 30.964.712

Total kebutuhan air irigasi setahun : 63.219.624 119.730.226

Kondisi I mengindikasikan bahwa perancangan suplesi bendung Pijenan ke DI Kebonongan


secara kuantitatif dapat dilaksanakan dengan ketersediaan air sampai mencapai kondisi paling kritis
(50%). Apabila efisiensi irigasi pada kondisi II (lihat Tabel 5), maka ketersediaan air sebesar
50% tidak akan pernah mencukupi kebutuhan. Jika dilihat dari sistem pemberian air tetap
mengandalkan pada ketersediaan air harian, maka akan terjadi defisit pada awal olah tanah,
sehingga diperlukan pembangunan tampungan sawah (farm pond) untuk mewadahi air sungai pada
saat sawah bero.
Tinjauan aspek ekonomi

Hasil kajian pengelolaan air irigasi eksisting memberikan keuntungan petani per tahun per
hektar sebesar Rp. 5.515.655.227 (lihat Tabel 6 baris nomor 1). Analisis optimasi pada tinjauan
ketersediaan air sebesar 100%, 80% dan 50% debit andalan menunjukkan peningkatan berturut-
turut sebesar 139%, 135% dan 122% dari keuntungan eksisting.

Tabel 6. Keuntungan maksimum beberapa kondisi ketersediaan air

No. Kondisi ketersedian air Keuntungan maksimum (Rp./tahun)


1 Kondisi eksisting 5.515.655.227

2 Q = 100 % x Q andalan 7.688.517.507 (139% * eksisting)

3 Q = 80 % x Q andalan 7.465.225.728 (135% * eksisting)

4 Q = 50 % x Q andalan 6.743.877.335 (122% * eksisting)

Kondisi di atas dapat terjadi jika petani dapat mengelola sawah dengan pemberian air yang
dikelola oleh juru pintu secara tepat jumlah dan tepat waktu.
Analisis sensitivitas

Analisis sensitivitas pengelolaan air irigasi menunjukkan bahwa dengan alokasi air irigasi
berbagai variasi dan didasarkan pada harga jual produksi berbagai komoditi pertanian (padi dan
palawija) per hektar sensitif pada :

a. Bila terjadi kenaikan atau penurunan harga produksi masing-masing komoditi dengan alokasi
pemberian air irigasi yang sama, maka luas tanam optimum untuk semua jenis komoditi adalah
tetap, tetapi nilai keuntungan maksimum akan berubah.
b. Bila terjadi kenaikan atau penurunan harga produksi masing-masing komoditi dengan
berbagai variasi pengelolaan air irigasi, maka luas tanam optimum dan keuntungan
maksimum untuk sumua jenis komoditi mengalami perubahan. Komoditi padi akan sensitif
terhadap perubahan alokasi pengelolaan air irigasi, sedangkan komoditi palawija tetap. Kondisi
ini disebabkan oleh total luas tanam dibatasi oleh ketersediaan air.
3. Dari Skema system operasi waduk tunggal di bawah ini, jelaskan bagaimana pola
operasi waduk tunggal tersebut di jalankan dengan system dinamik untuk
memperoleh keseimbangan tampungan waduk. Untuk menjawab pertanyaan
dapat menggunakan contoh kasus

Dari gambar skema di atas tentang oprasi waduk tunggal yang dijalankan dengan system
dinamik untuk memperoleh keseimbangan tampungan waduk akan di jelaskan dengan contoh
khasus Optimasi Waduk Menggunakna Program Dinamik Stokastik (Kasus Waduk Saguling
Jawa Barat) sebagai berikut:
• Data Air Masuk
Data air masuk yang terdapat pada tampungan sebelum mengaliir ke waduk yang di
lakkan dengan program dinamik skotatik ada beberapa peristilahan dan variabel yang
menunjang untuk mencapai target yang diharapkan, antara lain sebagai berikut :
1) Fungsi Sasaran (Objective Function)
Masukan utama dalam operasi waduk adalah inflow yang merupakan proses alam
yang tidak pernah deterministik, dan sifat ketidakpastian selalu terkait dalam inflow.
Sifat ketidakpastian atau stokastik ini diperhitungkan dalam optimasi dengan
memasukkan sebaran probabilitas inflow pada setiap tahap optimasi. Dengan
memperhitungkan sifat stokastik inflow tersebut, maka sasaran optimasi operasi
waduk dapat ditentukan, misalnya memaksimumkan produksi listrik tahunan yang
diharapkan. Kata “diharapkan” dipakai untuk mencerminkan adanya harapan
terhadap sesuatu yang tidak pasti, hal inilah yang merupakan ciri teknik program
dinamik stokastik. Secara sistematis, sasaran tersebut dapat dinyatakan dalam fungsi
sasaran (objective function) sebagai berikut (Shrestha, 1987) :
OF : Objective Function (fungsi tujuan)
TEEG : Produksi Listrik tahunan yang diharapkan
TEGt : Produksi listrik selama bulan t
E : menyatakan nilai harapan (expectation)

• Air Masuk Dalam Tampungan


Probabilitas Transisi Inflow Probabilitas transisi ini dirumuskan sebagai berikut :

Probabilitas bahwa Qy+1 (debit di tahun sekarang) akan sama dengan qj jika
Qy (debit di tahun sebelumnya) sama dengan qi. Probabilitas transisi ini akan
memenuhi kondisi :

dimana
adalah probabilitas kejadian bahwa akan berada di kelas j jika
tercatat di kelas i.
Probabilitas transisi ini dapat disajikan dalam bentuk matrik, probabilitas
transisi dari state qi ke state qj adalah sebagai berikut (misal variabel kontinu debit
sungai dibagi ke dalam 3 nilai diskrit) :
Tabel Matrik Probabilitas Transisi Debit Inflow pada Waduk

Dalam permasalahan operasi waduk, dianggap proses yang terjadi berulang


dan selalu sama dalam setiap siklus operasi. Apabila satu tahun, yang terdiri dari 12
tahap (12 bulan) merupakan satu siklus operasi T, maka nilai probabilitas transisi
inflow pada suatu bulan adalah sama dengan nilai probabilitas transisi inflow pada
bulan yang sama pada tahun berikutnya. Jadi, persamaan dalam satu siklus tersebut
adalah :
• Limpasan
Persamaan Pelepasan di Waduk (Reservoir Release) Untuk menangani permasalahan
program dinamik stokastik, membutuhkan pengenalan persamaan mengenai pelepasan
waduk, yang didefinisikan sebagai R k,i,l,t yang bergantung pada tingkat tampungan pada
periode yang sedang berlangsung S k,t , Inflow pada periode yang sedang berlangsung
Q i,t dan tingkat tampungan waduk pada periode akan datang S l,t+1. Persamaan ini dapat
dihitung melalui persamaan kekekalan sebagai berikut :
R k,i,l,t = S k,t + Q i,t - S l,t+1 - E k,l,t

• Kapasitas
Kinerja Sistem (System Performance)
Pengoptimalan dari pelepasan bergantung pada kinerja sistem untuk mendapatkan
ta pelepasan dan target tampungan. Persam tersebut seperti berikut :

Dimana :
B k,i,l,t = Kinerja sistem
TRt = Target pelepasan bulanan
TSt = Target tampungan bulanan
Persamaan ini akan bernilai nol jika pelepasan sama dengan nilai targetnya.Jika
terdapat deviasi dari masing-masing nilai target, maka akan mendapatkan nilai sebagai
fungsi dari penyimpangan (deviasi) yang terjadi. Persamaan ini tidak tetap dalam artian
dapat berubah apakah menggunakan deviasi release atau deviasi tampungan saja,
bergantung pada bagian mana penekanannya. (Loucks, 1981).
• Air Tersedia
Dalam kasus ini air tersedia dalam waduk perlu dilakukan perhitungan dengan
persamaan volume air tersedia sebagai berikut:
Persamaan Rekursif
Persamaan rekursif adalah persamaan yang menyatakan hubungan antara nilai variable
status sebagai hasil optimimasi pada setiap tahapan dengan nilai masukan variabel status
tersebut dan variabel keputusan yang diambil pada tahap yang ditinjau. Hal ini
disebabkan karena setiap masukan pada setiap tahap merupakan sebaran probabilitas.
Bentuk persamaan rekursif adalah sebagai berikut :

Dimana : Ft(k,i) adalah nilai fungsi objektif jika volume waduk di kelas k, volume
inflow di kelas i, pada waktu ke t. Bk,i,l,t, adalah nilai fungsi objektif jangka pendek
(immediate return) jika volume waduk bulan t ada di kelas k, inflow ke waduk kelas i,
dan volume waduk adalah l.

adalah matrik probabilitas transisi inflow dari periode/bulan i ke periode /bulan j.

adalah nilai fungsi objetif jangka panjang (long term periode) yang diperoleh pada
periode waktu t + 1jika volume waduk pada awal periode waktu t +1 berada di kelas 1
dan inflow berada di kelas j.
Mengingat nilai pada persamaan diatas , tahapan T telah diketahui sebagai
kondisi awal, maka urutan optimasi dilakukan dari tahap T dan berjalan mundur sampai
ke tahap pertama. Prosedur optimasi ini disebut Backward Moving Algorithm.

Kiteria Konvergensi
Proses optimasi dilakukan pada setiap tahap selama satu siklus operasi. Pada awal
optimasi nilai hasil pada tahapan akhir (bulan ke -T), nilai diberi nilai awal nol.
Hitungan berjalan mundur sampai tahap pertama dan kemudian diulang kembali
(iterasi) sampai hasil optimasi menunjukan hasil yang stabil.
Begitu persamaan rekursif ini terpecahkan untuk setiap periode pada tahun-tahun
berikutnya, kebijakan l (k,i,t) yang ditentukan dalam setiap periode t tertentu akan
dengan relatif cepat, berulang kembali pada tiap tahun berikutnya. Pada saat keadaan
ini tercapai dan saat performansi tahunan harapan (expected) adalah konstan untuk
semua state k,i dan untuk seluruh periode satu tahunan t, maka kebijakan pengoperasian
telah mencapai kondisi steady-state.
Gambar Diagram Urutan Pentahapan
Kondisi steady-state ini tercapai jika dan hanya jika pola operasinya tidak
berubah dari tahun ke tahun.Karena kebijakan pengoprasian yang steady-state ini
tercapai, maka pola operasi yang dihasilkan merupakan kebijakan pengoprasian yang
steady untuk jangka panjang. Kebijakan pengoperasian waduk akan merupakan volume
waduk pada akhir bulan ke t (pada awal bulan ke t+1) yang optimum sebagai fungsi dari
kombinasi debit masukan (inflow) pada bulan t. Sehingga dapat ditentukan besarnya
pelepasan (release) air pada setiap periode.
Tabel Matriks Kebijakan Operasi Waduk

Keterangan l* = indeks volume tampungan akhir yang optimal untuk k dan i yang memungkinkan

• Kinerja Waduk
Untuk Kinerja Pengoperasian Waduk merupakan indikator waduk dalam
pengoprasiannya untuk memenuh kebutuhan. Beberapa indikator untuk menilai
besarnya performance operasi waduk dapat meliputi keandalan (reliability), kelentingan
(resiliency) dan kerawanan (vulnerability) (Suharyanto, 1997).
Keandalan (Reliability)
Keandalan merupakan indikator seberapa sering waduk untuk memenuhi kebutuhan
yang ditargetkan selama masa pengoparasiannya.Untuk pengoperasian waduk paling
tidak ada dua macam definisi keandalan yaitu : (Mc Mahon dan Russel, 1978 dalam
Suharyanto, 1997)
1. Prosentase keadaan dimana waduk mampu memenuhi kebutuhannya. Seringkali
pada definisi keandalan ini dapat dikaitkan dengan kegagalan. Dalam hal ini, waduk
dianggap gagal jika waduk tidak dapat memenuhi kebutuhannya secara total.
2. Rerata persentase pelepasan waduk dibanding dengan kebutuhannya. Dalam definisi
ini, meskipun suplesi waduk tidak dapat memenuhi kebutuhannya, waduk
keseluruhan, tidak dianggap gagal total. Tetapi dianggap waduk hanya dapat
mensuplai sebagian dari kebutuhannya.
Secara matematis , definisi di atas dapat dituliskan dengan variable”Zt” yang nilainya
ditentukan sesuai dengan dua definisi di atas dan di sajikan dalam persamaan berikut:

Dalam jangka panjang, nilai keandalan sistem untuk definisi keandalan yang
pertama dapat ditulis sebagai berikut :

Di mana:
n = Jangka waktu pengoprasian
Rt = Release pada waktu ke -t
Dt = Demand pada waktu ke -t
α1 = Keandalan waduk, gaga total jika kebutuhan tidak terpenuhi

= Jumlah total waktu waduk


mampu memenuhi kebutuhan (Rt ≥ Dt ) untuk definisi keandalan ke 2
= Jumlah total waktu

Waduk tidak mampu memenuhi kebutuhan (Rt < Dt) untuk definisi keandalan ke 2
Dalam studi ini dipergunakan definisi keandalan yang pertama. Waduk dianggap
gagal jika tidak dapat mensuplai kebutuhan secara total.
Kondisi tersebut dipergunakan untuk mengantisipasi pemenuhan kebutuhan
energi listrik, karena jika pemenuhan kebutuhan energi listrik kurang dari yang
ditargetkan maka energi listrik yang dihasilkan oleh optimasi tidak dijamin untuk dapat
terpenuhi. Selain itu simulasi mempunyai nilai keandalan yang lebih kecil dari kondisi
yang sebenarnya. Sehingga kondisi keandalan pertama diharapkan memberi lebih
banyak nilai keamanan terhadap ketersediaan air.
Kelentingan (Resiliency)
Indikator ini untuk mengukur kemampuan waduk untuk kembali ke keadaan
memuaskan dari keadaan gagal. Jika semakin cepat waduk kembali ke keadaan
memuaskan maka dapat dikatakan bahwa waduk lebih penting sehingga konsekuensi
dari kegagalan lebih kecil. Dengan mempergunakan definisi kegagalan pertama,
perhitungan masa transisi dari keadaan gagal menjadi keadaan memuaskan di tuliskan
dengan variable “Wt” sebagai berikut:

Dalam jangka panjang, nilai rerata dari “Wt” akan menunjukan jumlah rerata terjadinya
transisi waduk dari keadaan gagal menjadi keadaan memuaskan. Julah rerata terjadinya
transisi ini dapat dinyatakan dengan persamaan :

dimana ρ menunjukkan probabilitas (rerata frekwensi) terjadinya transisi waduk dari


keadaan gagal ke keadaan memuaskan.
Jangka waktu rerata waduk dalam keadaan gagal secara kontinu merupakan jumlah total
waktu rerata waduk mengalami gagal dibagi dengan frekwensi rerata terjadinya transisi
waduk dan secara metematis dapat dituliskan berikut :

dimana :
Tgagal = jangka waktu rerata waduk berada dalam keadaan gagal secara kontinu
Dalam jangka panjang, jangka waktu rerata waduk berada dalam keadaan gagal secara
kontinu dapat dituliskan sebagai berikut :

Semakin lama jangka waktu rerata waduk berada dalam adaan gagal maka semakin kecil
kelentingannya sebagai akibatnya maka ke konsekuensi dari keadaan gagal tersebut juga
akan besar. Oleh karenanya indikator kelentingan didefinisikan sebagai γ1 berikut :
dimana :
γ1 = Kinerja kelentingan
Kerawanan ( Vulnerabiliy)
Kerawanan adalah besaran dari kegagalan yang didapatkan dari perbedaan antara
kapaistas waduk dan jumlah air yang dibutuhkan, dibagi dengan jumlah air yang
dibutuhkan (Qomariah, 1992).
Dalam hal ini jika terjadi kegagalan maka dapat diukur seberapa besar suatu kegagalan
yang terjadi. Dalam studi ini kerawanan didefinisikan sebagai nilai kekurangan (DEFt)
air pelepasan dari kebutuhannya, nilai DEF, didefinisikan sebagai berikut :

Oleh karenanya kinerja kerawan tersebut dapat dirumuskan dengan berbagai penafsiran
sebagai berikut (Suharyanto, 1997).

Dari diagram alur diatas dapat di jelaskan secara singkat sebgai berikut:
Data air masuk dan masuk ke dalam waduk dan kemudian dilakukan perhitungan dengan
menggunakan pola kebijakan operasi berdasarkan program optimasi stokastik mengalami
peningkatan dalam produksi listrik tahunan sebesar 21,29 % dari 2.385 GWH menjadi 2.892
GWH. Walaupun produksi energi listrik tahunan total hasil optimasi lebih besar jika
dibandingkan dengan kondisi eksisting, akan tetapi pada bulan-bulan tertentu produksi energi
exsiting lebih besar dari hasil optimasi. Kejadian ini terjadi pada umumnya pada bulan Juli –
September yang merupakan bulan-bulan kering/kemarau. Dalam perhitungan yang di lakukan
dalam Waduk untuk Perbandingan Produksi Energi Listrik Total Hasil Simulasi Waduk
Eksisting dan Optimasi Tahun 1996-2001 dapat dilihat dalam Gambar di bawah ini:
Gambar Perbandingan Produksi Energi Listrik Total Hasil Simulasi Waduk Eksisting dan Optimasi
Tahun 1996-2001

Setelah itu dapat diketahui untuk perhitungan pengelolaan waduk didapatkan perhitungan yang
menurun hal ini diakibatkan karena air yang dikeluarkan ditahan untuk menjaga volume
waduk agar tetap stabil, namun demikian besarnya selisih produksi antara tahun ekisting
tidak terlalu jauh yaitu 13,9% dengan produksi listrik optimasi.
Tabel Rekapitulasi Perhitungan Kinerja Waduk Saguling

Dari tabel di atas dapat diketahui Air Masuk sebesar 91,67 % dan untuk peningkatan
ketersediaan air untuk PLTA dan menghasilkan listrik sebesar 2.892 GWH. Kemudian
setelah air digunakan untuk pengelolaan PLTA terjadi kerawanan kapasitas sebesar 0,37
% dan untuk besarnya deficit ratio dari besarnya target pelepasan dalam pemenuhan
kebutuhan adalah 0,085 yang mengindikasikan hanya 0,85% kebutuhan air dari PLTA
tidak terpenuhi pada suatu kegagalan. Nilai air yang keluar dari waduk Sanguling yang
tidak digunakan untuk PLTA sebesar 26,408 m /det.

Anda mungkin juga menyukai