Anda di halaman 1dari 34

PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 1 dari 12

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI
BAB I DEFINISI.....................................................................................................2
BAB II RUANG LINGKUP....................................................................................3
BAB III TATA LAKSANA......................................................................................5
BAB IV DOKUMENTASI....................................................................................11

1
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 2 dari 12

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Anestesiologi adalah suatu ilmu kedokteran yang melibatkan:
a. Evaluasi pasien preoperatif
b. Rencana tindakan anestesi
c. Perawatan intra dan pasca operatif
d. Manajemen sistem dan petugas yang termasuk didalamnya
e. Konsultasi perioperatif
f. Pencegahan dan penanganan kondisi perioperatif yang tak diinginkan
g. Tatalaksana nyeri akut dan kronis
h. Perawatan pasien dengan sakit berat / kritis
Kesemua pelayanan ini diberikan atau diintruksikan oleh dokter spesialis
anestesiologi.

2. Tujuan
a. Meningkatkan kualitas pelayanan pasien
b. Menerapkan budaya keselamatan pasien
c. Menstandarisasi layanan kesehatan di rumah sakit yang sesuai
dengan akreditasi

3. Prinsip-prinsip
a. Standar, Pedoman, dan Kebijakan ASA harus
diimplementasikan pada semua kondisi dan situasi, kecuali pada situasi
dimana hal tersebut tidak sesuai/tidak dapat diaplikasikan pada layanan
rawat jalan.
b. Dokter yang berwenang harus dapat dihubungi 24 jam: baik
pada kasus-kasus pelayanan rawat inap, siap sedia menerima
telepon/konsultasi dari paramedis lainnya, availabilitas sepanjang waktu
selama penanganan dan fase pemulihan pasien, hingga pasien
diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
c. Fasilitas rumah sakit harus diorganisir, dilengkapi, dan
diorganisir sejalan dengan regulasi dan kebijakan pemerintah
setempat dan nasional. Seluruh struktur pelayanan, minimalnya

2
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 3 dari 12

harus memiliki sumber daya oksigen, suction, peralatan resusitasi,


dan obat-obatan emergensi yang dapat diandalkan.
d. Petugas harus memiliki kompetensi dalam perawatan pasien
dan mampu melakukan prosedur-prosedur yang diperlukan pada suatu
rumah sakit, yang terdiri atas:
a. Petugas profesional
1) Dokter dan sejawat lainnya yang mempunyai Surat Izin
Praktik (SIP) / sertifikat yang memenuhi syarat.
2) Perawat yang memiliki surat izin dan memenuhi syarat
b. Petugas administratif
c. Petugas Kebersihan dan Pemeliharaan Rumah Sakit
e. Dokter pelayanan medis bertanggungjawab dalam melakukan
peninjauan ulang, penyesuaian kewenangan, jaminan mutu, dan evaluasi
rekan sejawat.
f. Petugas dan peralatan yang berkualitas dan tersedia setiap saat
diperlukan untuk menangani situasi emergensi. Harus dibuat suatu
kebijakan dan prosedur untuk menangani situasi emergensi dan transfer
pasien yang tidak diantisipasi ke fasilitas pelayanan akut.
g. Layanan pasien minimal meliputi:
a. Intruksi dan persiapan preoperatif.
b. Evaluasi dan pemeriksaan pre-anestesi yang memadai oleh
anestesiologis, sebelum dilakukan tindakan anestesi dan
pembedahan. Pada kondisi dimana tidak terdapat petugas medis,
anestesiologis harus memverifikasi informasi yang didapat dan
mengulangi serta memcatat elemen-elemen penting dalam evaluasi.
c. Studi dan konsultasi preoperatif, sesuai indikasi medis.
d. Rencana anestesi dibuat oleh anestesiologis, didiskusikan
dengan pasien, kemudian mendapat persetujuan pasien.
Kesemuanya ini harus dicatat di rekam medis pasien.
e. Tindakan anestesi dilakukan oleh anestesiologis, dokter lain
yang kompeten, atau petugas anestesi non-dokter yang dipandu atau
dibimbing secara langsung oleh anestesiologis.
f. Pemulangan pasien merupakan tanggung jawab dokter
g. Intruksi pasca operasi dan pemantauan selanjutnya harus
dicatat dalam rekam medis.
h. Memiliki rekam medis yang akurat, terpercaya, dan terbaru.

3
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 4 dari 12

BAB II
PELAYANAN ANESTESI

1. Pengertian Anestesi.
Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif adalah tindakan medis yang
dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi dalam kerjasama tim meliputi penilaian
pra operatif (pra anestesia), intra anestesia dan pasca anesthesia serta pelayanan lain
sesuai bidang anestesiologi antara lainterapi intensif, gawat darurat dan
penatalaksanaan nyeri.

a. Tim Anestesi: Tim yang dipimpim oleh dokter spesialis anestesiologi


dengan anggota perawat anestesi dan/atau perawat. Spesialis anestesi
mengawasi dan mengarahkan petugas anestesi non- dokter dalam
melakukan pelayanan anestesi dimana dokter spesialis anestesilogi dapat
mendelegasikan tugas pemantauan sambil tetap bertanggung jawab kepada
pasien secara keseluruhan.

b. Personel anestesi yang kompeten dan memenuhi syarat: Dokter


spesialis anestesiologi dan perawat anestesi, dan/atau perawat yang sudah
mendapat pelatihan anestesi.

c. Pengawasan dan Pengarahan: Istilah yang dipakai untuk


mendiskripsikan bahwa pekerjaan dokter spesialis anestesiologi dalam
mengawasi, mengelola, dan membimbing petugas anestesi non-dokter yang
tergabung dalam tim anestesi.

d. Perawat anestesi: adalah perawat terdaftar dengan SIP, yang terlatih


sesuai dengan kebijakan, pedoman, dan standar institusi dan nasional
dalam memberikan obat anestesi dan analgesi, serta memantau pasien

4
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 5 dari 12

selama pemberian sedasi ringan (ansiolitik) / sedang (anestesi lokal); akan


tetapi tidak untuk sedasi berat/anestesi umum. Perawat anestesi bekerja
dengan supervisi langsung oleh dokter spesialis anestesiologi.

4. Kategori / Tingkat Anestesi dan Sedasi


a. Sedasi ringan/minimal (anxiolysis): kondisi dimana pasien masih
dapat merespons dengan normal terhadap stimulus verbal. Meskipun fungsi
kognitif dan koordinasi dapat terganggu, ventilasi dan fungsi
kardiovaskuler tidak terpengaruh.
Contoh sedasi minimal adalah:
Pemberian 1 jenis obat sedatif/analgetik oral dengan dosis yang sesuai
untuk penanganan insomnia, ansietns, atau nyeri
b. Sedasi sedang (pasien sadar): Suatu kondisi depresi tingkat kesadaran
dimana pasien masih mampu memberikan respon terhadap stimulus
sentuhan. Tidak diperlukan intervensi untuk mempertahankan patensi jalan
nafas, dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskuler
biasanya terjaga dengan baik.
c. Sedasi berat/dalam: suatu kondisi depresi tingkat kesadaran dimana
pasien hanya mampu memberikan respon terhadap simulus berulang/nyeri.
Fungsi ventilasi spontan dapat terganggu atau tidak adekuat. Pasien
mungkin membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi jalan
nafas. Fungsi kardiovaskuler biasanya terjaga dengan baik.
d. Anestesi umum: hilangnya kesadaran dimana pasien tidak memberikan
respon bahkan dengan stimulus nyeri. Pasien seringkali membutuhkan
bantuan untuk mempertahankan patensi jalan nafas, dan mungkin
membutuhkan ventilasi tekanan positif karena tidak adekuatnya ventilasi
spontan/fungsi kardiovaskuler dapat terganggu.
Sedasi adalah suatu proses yang berkelanjutan/kontinyu sehingga tidak selalu
mungkin memprediksi bagaimana respon setiap pasien yang mendapat sedasi. Oleh
karena itu, petugas anestesi yang memberikan sedasi harus dapat melakukan
penanganan segera terhadap pasien yang efek sedasinya lebih dalam/berat daripada

5
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 6 dari 12

efek yang seharusnya terjadi (misalnya: petugas anestesi yang memberikan anestesi
sedang harus dapat melakukan penanganan terhadap pasien yang jatuh kedalam
kondisi sedasi berat).

Sedasi ringan / minimal Sedasi sedang (Pasien


Sedasi berat/dalam Anestesi umum
(Anxiolysis) sadar)

Respon normal terhadap Merespon setelah diberikan Tidak sadar, meskipun dengan
Respons Merespon terhadap stimulus
stimulus stimulus stimulus nyeri

Verbal sentuhan berulang/stimulus nyeri

Tidak terpengaruh Tdak perlu intervensi Mungkin perlu intervensi Sering memerlukan intervensi

Ventilasi spontan Tidak terpengaruh Adekuat Dapat tidak adekuat Sering tidak adekuat

Biasanya dapat Biasanya dapat dipertahankan


Fungsi kardiovaskuler Tidak terpengaruh Dapat terganggu
dipertahankan dengan baik degan baik

5. Anggota Inti Tim Anestesi


a. Tim anestesi melibatkan dokter dan non-dokter.
b. Setiap anggota tim memiliki kewajiban untuk mengidentifikasi mereka
sendiri dan anggota tim lainnya secara akurat kepada pasien dan
keluarganya.
c. Anestesiologis bertanggungjawab untuk mencegah agar tidak terjadi
salah penafsiran/anggapan terhadap petugas non-dokter sebagai dokter
umum.
d. Tindakan/layanan anestesi dilakukan oleh tim anestesi, termasuk
pemantauan dan pelaksanaan tindakan anestesi.
e. Intruksi diberikan oleh dokter spesiali anestesiologi dan harus sejalan
dengan kebijakan dan regulasi pemerintah serta kebijakan rumah sakit.
f. Tanggungjawab keseluruhan terhadap kinerja tim anestesi dan
keselamatan pasien terletak pada dokter spesialis anestesiologi.
g. Dokter spesialis anestesiologi harus mewujudkan keselamatan pasien
yang optimal dan memberikan pelayanan yang berkualitas kepada setiap
pasien yang menjalani tindakan anestesi.
h. Berikut adalah anggota tim anestesi:

6
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 7 dari 12

1) Dokter
Dokter spesialis Anestesiologi Pimpinan Tim Anestesi
Merupakan seorang dokter yang memiliki SIP dan telah menyelesaikan
program studi spesialisasi di bidang anestesi yang terakreditasi.
2) Non-dokter
a) Perawat anestesi
Merupakan perawat dengan SIP yang telah menyelesaikan
program pendidikan perawat anestesi terakreditasi, dan perawat
yang telah mendapatkan pelatihan Anestesi.
b) Perawat mahir
Perawat yang berturut-turut selama dua tahun atau lebih
melaksanakan tugas dibidang pelayanan anestesi.

6. Manajemen Keselamatan Pasien Oleh Tim Anestesi


Untuk mencapai terwujudnya keselamatan pasien yang optimal,dokter spesialis
anestesiologi bertanggungjawab terhadap hal-hal sebagai berikut:
a) Manajemen kepegawaian
Anestesiologis harus memastikan terlaksananya penugasan dokter dan
petugas non-dokter yang kompeten dan berkualitas dalam memberikan
pelayanan/prosedur anestesi kepada setiap pasien.
b) Evaluasi Pre-anestesi Pasien
1) Suatu evaluasi pre-anestesi memungkinkan terwujudnya
perencanaan anestesi yang baik, dimana perencanaan tersebut juga
mempertimbangkan kondisi dan penyakit pasien yang dapat
mempengaruhi tindakan anestesi.

2) Meskipun petugas non-dokter dapat berkontribusi dalam


pengumpulan dan pencatatan data pre-operatif pasien, dokter spesialis
anestesiologi yang memegang tanggung jawab terhadap evaluasi
keseluruhan pasien.
c) Perencanaan Tindakan Anestesi

7
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 8 dari 12

1) Dokter spesialis Anestesiologi bertanggungjawab dalam


menyusun rencana tindakan anestesi yang bertujuan untuk
mewujudkan kualitas pelayanan pasien yang terbaik dan tercapainya
keselamatan pasien yang optimal.
2) Dokter spesialis Anestesiologi sebaiknya melakukan diskusi
dengan pasien ( jika kondisi pasien memungkinkan) mengenai resiko
tindakan anestesi, keuntungan dan alternatif yang ada, dan
memperoleh izin persetujuan tindakan (informed consent).
3) Ketika terdapat situasi dimana suatu bagian dari layanan
anestesi akan dilakukan oleh petugas anestesi komponen lainnya,
spesialis anestesi harus memberitahukan kepada pasien bahwa
pendelegasian tugas ini termasuk dalam pelayanan anestesi oleh tim
anestesi.
d) Manajemen Tindakan Anestesi
1) Manajemen tindakan anestesi bergantung pada banyak faktor,
termasuk kondisi medis setiap pasien dan prosedur yang akan
dilakukan.
2) Anestesiologis harus menentukan tugas perioperatif mana yang
dapat didelegasikan.
3) Anestesiologis dapat mendelegasikan tugas spesifik kepada
petugas non-dokter yang tergabung dalam Tim Anestesi, dengan syarat
kualitas pelayanan pasien dan keselamatan pasien tetap terjaga dengan
baik, tetap berpartisipasi dalam bagian-bagian penting tindakan
anestesi, dan tetap siap sedia untuk menangani situasi emergensi
dengan cepat.
e) Perawatan Pasca-Anestesi
1) Perawatan pasca-anestesi rutin didelegasikan kepada perawat
pasca-anestesi.
2) Evaluasi dan tatalaksana komplikasi pasca anestesi merupakan
tanggungjawab dokter spesialis anestesiologi.
f) Konsultasi Anestesi

8
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 9 dari 12

Seperti jenis konsultasi medis lainnya, tidak dapat didelegasikan kepada


petugas non-dokter.

7. Manajemen Keselamatan Pasien dalam Penggunaan Sedasi Ringan dan


Sedasi Sedang Oleh Perawat Dan Asisten Anestesi.
a. Dokter yang mengawasi bertanggungjawab akan semua aspek yang
terlibat selama perawatan pasien (pre, intra, dan pasca-prosedur).
b. Saat pasien diberi sedasi, dokter yang bertanggungjawab harus
hadir/mendampingi di ruang tindakan.
c. Praktisi yang melakukan sedasi harus terlatih dengan baik dalam
mengevaluasi pasien sebelum prosedur dilakukan untuk mengenali kapan
terdapat peningkatan resiko anestesi.
d. Kebijakan dan prosedur yang terkait harus memperbolehkan praktisi
untuk menolak berpartisipasi dalam kasus-kasus tertentu jika mereka
merasa tidak kompeten dalam melakukan tindakan anestesi dan terdapat
kemungkinan dapat membahayakan pasien/menurunkan kualitas pelayanan
pasien.
e. Dokter yang mengawasi bertanggungjawab memimpin timnya dalam
situasiemergensi dimana diperlukan tindakan resusitasi, termasuk
manajemen jalan nafas.
f. Sertifikat ACLS merupakan standar persyaratan minimal yang harus
dimiliki oleh praktisi yang melakukan sedasi/anestesi dan dokter non-
anestesi yang mengawasinya.
8. Pengawasan Terhadap Perawat anestesi Oleh Dokter Bedah
a. Istilah “dokter bedah” disini mengacu pada dokter non-anestesi yang
terlatih, memiliki SIP
dan terpercaya dalam mengawasi perawat anestesi.
b. Semua pelayanan anestesi umum dan lokal memberikan peningkatan resiko
kepada pasien.

9
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 10 dari 12

c. Beberapa program studi/pelatihan pembedahan memberikan


pendidikan anestesi spesifik, seperti residen oromaxilofasial. Akan tetapi,
tidak ada program studi/pelatihan pembedahan, kedokteran gigi, pediatrik,
atau program studi non-anestesi lain yang dapat memberikan pelatihan
yang memadai mengenai anestesiologi, yang memungkinkan lulusannya
kompeten dalam melakukan supervisi medis (jika dibandingkan dengan
standar kompetensi yang dimiliki oleh dokter spesialis anestesiologi).
d. Dokter bedah masih tetap bisa berperan dalam keselamatan pasien dan
kualitas pelayanan pasien dengan bertanggungjawab secara medis dalam
semua perawatan perioperatif jika tidak terdapat dokter spesialis
anestesiologi.
e. Komplikasi anestesi dan pembedahan membutuhkan penanganan
segera.
f. Regulasi dan kebijakan setempat tidak mewajibkan dokter bedah
untuk mensupervisi petugas anestesi non-dokter.
g. Pada beberapa situasi, dimana tidak ada dokter spesialis anestesiologi,
dokter bedah mungkin adalah satu-satunya dokter non-anestesi yang
kompeten untuk mensupervisi.
h. Dimana dibutuhkan evaluasi medis pre-operatif atau resusitasi intra-
operatif akibat komplikasi , dokter bedah harus mendampingi dan
mengawasi petugas kesehatan perioperatif, termasuk perawat anestesi.
i. Untuk mengoptimalisasi keselamatan pasien, diperlukan pertimbangan
yang cermat oleh dokter bedah saat menjadi satu-satunya dokter medis
yang tersedia untuk mengawasi semua perawatan perioperatif.

10
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 11 dari 12

BAB III
PELAYANAN ANESTESI SELAMA PROSEDUR INTERVENSI
DENGAN RASA NYERI UNTUK DEWASA

9. Sebagian besar pelaksanaan prosedur dengan nyeri minor tidak


memerlukan pelayanan anestesi selain anestesi lokal.
Contoh prosedur ini adalah:
a. Injeksi steroid epidural
b. Epidural blood patch
c. Trigger point injection
d. Injeksi sendi sakroiliaka
e. Bursal injection
f. Blok saraf oksipital (occipital nerve block)
g. Facet injection
10. Penggunaan anestesi umum untuk prosedur yang menimbulkan
nyeri minor hanya dibenarkan dalam kondisi-kondisi khusus, dimana
diperlukan perawatan/layanan anestesi yang terampil dan terlatih.
11.Berikut adalah kondisi-kondisi yang memerlukan layanan anestesi
khusus:
a. Komorbiditas mayor
b. Gangguan mental/psikologis yang membuat pasien tidak kooperatif

11
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 12 dari 12

12. Penggunaan sedasi dan obat anestesi lainnya harus seimbang


dengan potensi resiko/bahaya yang diakibatkan dari pelaksanaan prosedur
dengan nyeri minor terhadap pasien dengan anestesi umum, terutama pada
pasien yang menjalani prosedur tulang belakang servikal.
13. Prosedur yang berkepanjangan (lama) dan atau nyeri sering
memerlukan sedasi intravena dan penggunaan monitor anestesi (Monitored
Anesthesia Care-MAC). Prosedur ini meliputi:
a. Blok saraf simpatis (ganglion stelata, fleksus seliaka, paravertebral
lumbal).
b. Ablasi radiofrequency (R/F)
c. Diskografi (discography)
d. Disektomi perkutan
e. Trial spinal cord simulator lead placement
14. Blok fleksus/saraf utama lebih jarang dilakukan di klinik
penanganan nyeri kronis, tetapi diyakini bahwa prosedur blok ini mungkin
memerlukan penggunaan anestesi intravena dan MAC (misalnya: blok
fleksus brakialis, blok saraf sciatica, teknik kateterisassi kontinu tertentu).

BAB IV
PANDUAN PEMBERIAN SEDASI DAN ANESTESI OLEH NON-
ANESTESIOLOGIS

15. Definisi

Dokter spesialis anestesiologi mempunyai keahlian spesifik dalam hal


farmakologis, fisiologi, dan manajemen klinis terhadap pasien-pasien yang mendapat
sedasi dan analgesik. Oleh karena itu, dokter spesialis anestesiologi sering diminta

12
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 13 dari 12

untuk berpartisipasi dalam mengembangkan kebijakan dan prosedur rumah sakit


untuk sedasi dan analgesik yang digunakan pada saat melakukan prosedur diagnostik
atau terapeutik. Pedoman ini diaplikasikan secara spesifik untuk sedasi sedang (sering
disebut sebagai anestesi dimana pasiennya sadar dan sedasi berat/dalam. Pedoman ini
juga tidak ditujukan untuk pasien yang menjalani anestesi umum/anestesi induksi
(misalnya blok spinal/epidural/kaudal dimana harus diawasi dan dilakukan oleh
dokter spesialis anestesi, dokter bedah, atau dokter lainnya yang telah mengikuti
pelatihan khusus mengenai teknik sedasi, anestesi, dan resusitasi.

16. Tujuan
a. Membantu dokter dan pasien dalam membuat keputusan mengenai
pelayanan kesehatan.
b. Membantu dokter memberikan keuntungan dilakukannya
sedasi/analgesik sementara meminimalisasi risiko yang dapat terjadi.

17. Prinsip
a. Pedoman ini dapat dimodifikasi dan diadaptasi sesuai degan
kebutuhan klinis dan keterbatasan yang ada.
b. Pedoman ini tidak dimaksudkan sebagai persyaratan yang mutlak atau
standar.
c. Pemilikan teknik dan obat-obatan sedasi/analgesik yang digunakan
bergantung pada:
1) Preferensi dan pengalaman masing-masing dokter.
2) Kebutuhan dan keterbatasan yang terdapat pada pasien atau
prosedur.
3) Kecendrungan terjadinya efek sedasi yang lebih dalam
daripada yang diinginkan/diantisipasi.
d. Penerapan pedoman ini tidak dapat menjamin hasil akhir yang
spesifik.
e. Pedoman ini harus direvisi karena pengetahuan, teknologi, dan praktik
kedokteran selalu berkembang sepanjang waktu.

13
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 14 dari 12

f. Pedoman ini menyediakan rekomendasi dasar yang didukung dengan


analisis literatur terkini dan pengolahan opini para ahli/pakar kedokteran,
forum terbuka, dan data klinis.
g. Didesain agar dapat diaplikasikan oleh dokter non-anestesiologis
diberbagai fasilitas, yaitu rumah sakit, klinik swasta, praktik dokter, dokter
gigi, dan fasilitas lainnya.

18. Keuntungan
a. Keuntungan yang didapat dari pemberian sedasi / analgetik :
1. Pasien dapat mentoleransi prosedur yang tidak menyenangkan
dengan mengurangi kecemasan, ketidaknyamanan, atau nyeri yang
mereka rasakan
2. Pada anak – anak dan orang dewasa yang tidak kooperatif :
sedasi / analgesik dapat mempercepat dan memperlancar pelaksanaan
prosedur yang memerlukan pasien untuk diam / tidak bergerak
b. Resiko pemberian sedasi : berpotensi menimbulkan depresi
kardirespirasi, sehingga petugas / personel yang memberikan sedasi harus
dapat segera mengenali dan menanganinya untuk mencegah kejadian :
kerusakan otak akibat hipoksia, henti jantung, atau kematian.
c. Pemberian sedasi / analgesik yang tidak adekuat :
1. Menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien.
2. Meningkatkan resiko cidera karena pasien menjadi kurang /
tidak kooperatif.
3. Timbulnya efek fisiologis atau psikologi akibat respon
terhadap stres yang dialami pasien
.
19. Sedasi sedang berat/dalam
a. Evaluasi pre-prosedur
1) Untuk meningkatkan efikasi klinis (proses pemberian sedasi
dan analgesik yang berjalan lancar)
2) Menurukan resiko kejadian efek samping.

14
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 15 dari 12

3) Evaluasi ini meliputi :


a) Riwayat penyakit pasien yang relevan
1) Abnormalitas sistem organ utama
2) Riwayat anastesi / sedasi sebelumnya dan efek sampng
yang pernah terjadi / dialami
3) Obat – obatan yang dikomsumsi saat ini, alergi obat
dan interaksi obat yang mungkin terjadi.
4) Asupan makan terakhir
5) Riwayat merokok, alkohol atau penyalahgunaan obat –
obatan
b) Pemeriksaan fisik terfokus
1) Tanda vital
2) Evaluasi jalan napas (lihat lampiran 3)
3) Auskultasi jantung dan paru
c) Pemeriksaan laboratorium (berdasarkan pada kondisi yang
mendasari dan efek yang mungkin terjadi dalam penanganan
pasien)
d) Temuan klinis dikompirmasi segera sebelum melakukan
anastesi / sedasi
e) Konsultasi
b. Konseling pasien
Mengenai resiko, keuntungan, keterbatasan, dan alternatif yang ada
c. Puasa pre-prosedur (lihat lampiran 4)
a. Prosedur electif : mempunyai waktu yang cukup untuk
pengosongan lambung
b. Situasi emergency : berpotensi terjadi pneumonia aspirasi,
pertimbangan dalam menentukan tingkat / katagori sedasi, apakah perlu
penundaan prosedur dan apakah perlu proteksi trakea dengan intubasi.
d. Pemantauan
a. Data yang harus dicatat dengan interval yang teratur sebelum,
selama, dan setelah prosedur dilakukan :

15
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 16 dari 12

1) Tingkat kesadaran pasien (dilihat dari nilai respon pasien


terhadap stimulus)
a) Respon menjawab (verbal) : menunjukkan bahwa pasien
bernapas
b) Hanya memberikan respon berupa refleks menarik diri
(withddrawal) : dalam sedasi berat / dalam, mendekati anastesi
umum dan harus segera ditangani.
2) Oksigenasi
a) Memastikan konsentrasi oksigen yang adekuat selama
proses anastesi.
b) Gunakan oksimetri denyut ([pulse oxymetri)
3) Respon terhadap perintah verbal (jika memungkinkan)
4) Ventilasi paru (observasi, auskultasi)
a) Semua pasien yang menjalani anastesi umum harus
memiliki ventilasi yang adekuat dan dipantau secara terus
menerus
b) Lihat tanda klinis : pergerakan dinding dada,
pergerakan kantong pernapasan, auskultasi dada.
c) Pemantauan karbondioksida yang dieksperasi untuk
pasien yang terpisah dari pengasuh / keluarganya.
d) Jika terpasang ETT / LMA pastikan posisi terpasang
dengan benar
e) Kapnografi
5) Sirkulasi
a) Elektrokardiogram (EKG) untuk pasien dengan
penyakit kardiovaskular yang signifikan
b) Pemeriksaan analisis gas darah (AGD)
c) Tekanan darah dan frekuensi denyut jantung setiap 5
menit (kecuali dikontraindikasikan)

16
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 17 dari 12

d) Pasien dengan anastesi umum : semua hal di atas


ditambah evaluasi kontinu fungsi sirkulasi dengan : palpasi
nadi, auskultasi bunyi jantung, takanan intra-arteri, oksimetri.
6) Temperatur tubuh
b. Pencatatan data untuk sedasi berat / dalam :
1) Respon terhadap perintah verbal atau stimulus yang lebih
intens (kecuali dikontra indikasikan)
2) Pemantauan karbondioksida yang di ekspresikan untuk semua
pasien
3) EKG untuk semua pasien
e. Personel / petugas
1) Sebaiknya ada petugas anastesi non-dokter yang hadir dalam
proses anastesi, bertugas untuk memantau pasien sepanjang prosedur
berlangsung.
2) Memiliki kemampuan untuk mempertahankan patensi jalan
napas, melakukan ventilasi tekanan positif dan resusitasi (bantuan hidup
lanjut) selama prosedur berlangsung.
3) Petugas ini boleh membantu dengan melakukan tugas-tugas
ringan lainnya saat pasien sudah stabil.
4) Untuk sedasi berat/dalam
5) : petugas yang melakukan pemantauan tidak boleh diberikan
tugas/pekerjaan lain.
f. Pelatihan
1) Farmakologi obat-obat anestesi dan analgesik
2) Farmakologi obat-obat antagonis yang tersedia
3) Ketrampilan bantuan hidup dasar
4) Ketrampilan bantuan hidup lanjut
g. Peralatan emergensi (lihat lampiran 5)
1) Suction, peralatan patensi jalan nafas dengan berbagai ukuran,
ventilasi tekanan positif

17
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 18 dari 12

2) Peralatan intravena, obat-obatan antagonis, dan obat-obatan


resusitasi dasar
3) Peralatan intubasi
4) Defibrilator yang tersedia setiap saat dan dapat segera dipakai
(untuk pasien-pasien dengan penyaki kardiovaskuler)
5) Untuk sedasi berat/dalam: defibrilator tersedia setiap saat dan
dapat segera dipakai ( untuk semua pasien)
h. Oksigen tambahan
1) Tersedianya peralatan oksigenisasi
2) Pemberian oksigen tambahan jika terjadi hipoksemia
3) Untuk sedasi berat/dalam: pemberian oksigen kepada semua
pasien (kecuali dikontraindikasikan)
i. Pilihan obat-obat anestesi
1) Sedatif: untuk mengurangi ansietas/kecemasan, menyebabkan
kondisi somnolen
2) Analgesik: untuk mengurangi nyeri
3) Kombinasi sedatif dan analgetik: efektif untuk sedasi sedang
dibandingkan dengan penggunaan satu jenis obat
j. Titrasi dosis
1) Pengobatan intravena diberikan secara bertahap dengan
interval yang cukup antar pemberian untuk memperolaeh efek yang
optimal
2) Penggunaan dosis yang sesuai jika menggunakan sedatif dan
analgetik
3) Pemberian berulang dosis obat-obatan oral untuk menambah
efek obat sedasi/analgesik tidak direkomendasikan.
k. Penggunaan obat anestesi induksi (methohexital, propofol,
ketamin)
1) Biasanya digunakan untuk anestesi umum
2) Propofol dan ketamin efektif digunakan untuk anestesi sedang
3) Methohexital efektif untuk anestesi dalam/berat

18
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 19 dari 12

4) Tanpa memandang rute pemberian dan tingkat sedasi yang


diinginkan , pasien dengan sedasi berat harus dipantau secara konsisten
termasuk jika pasien jatuh ke dalam anestesi umum.
l. Akses intravena
1) Pemberian obat sedasi melalui jalur intravena: pertahankan
akses intravena dengan baik selama prosedur hingga pasien terbebas
dari resiko depresi kardiorespirasi.
2) Pemberian obat sedasi melalui jalur lain: keputusan diambil
berdasarkan kasus per-kasus.
3) Tersedia personel/petugas yang memiliki ketrampilan/keahlian
mengakses jalur intravena
m. Obat antagonis: tersedia nalokson dan flumazenil jika pasien
diberikan obat opioid/benzodiazepin
n. Pemulihan
1) Observasi sampai pasien terbebas dari resiko depresi
kardiorespirasi
2) Oksigenasi harus dipantau secara rutin dan teratur sampai
pasien terbebas dari resiko hipoksemia
3) Ventilasi dan sirkulasi harus dipantau secara rutin dan teratur
sampai pasien diperbolehkan pulang.
4) Gunakan kreteria pemulangan yang sesuai untuk
meminimalisir resiko depresi kardiorespirasi setelah pasien dipulangkan
(lihat lampiran 6).
o. Situasi khusus
1) Masalah medis berat yang mendasari (usia sangat lanjut,
penyakit jantung/paru/ginjal/hepar yang berat): konsultasikan dengan
spesialis yang sesuai
2) Resiko gangguan kardiovaskuler/pernafasan yang berat atau
diperlukannya ketidaksadaran total pada pasien untuk menciptakan
kondisi operasi yang memadai: konsultasikan dengan anesthesiologos.
20. Audit Dan Revisi3

19
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 20 dari 12

a. Dilakukan oleh Anggota Tim Audit yang telah ditunjuk oleh ASA.
b. Anggota tim ini meliputi:
1) Anestesiologis di RS swasta atau RS Pendidikan/Pemerintah
2) Gastroenterologis
3) Metodologis
c. Tugas yang diamanatkan:
1) Meninjau ulang bukti-bukti yang ada
2) Memperoleh opini dari diskusi panel konsultan, termasuk
dokter non-anestesiologis dan dokter gigi yang secara rutin
memberikan obat sedasi-analgesik, juga anestesiologis dengan minat
khusus terhadap sedasi-analgesik
3) Membentuk konsensus di dalam komunitas dokter yang
bersinggungan dengan pedoman ini.
d. Proses merevisi dan memperbaharui pedoman ini terdiri dari 5
langkah:
1) Menganalisa dan meninjau ulang studi riset yang relevan
dengan revisi dan pembaharuan. Hanya artikel yang relevan dengan
pemberian obat sedasi oleh non-anestesiologis yang dievaluasi.
2) Pada diskusi panel, para konsultan diminta untuk:
1. Berpartisipasi dalam survei mengenai efektifitas dan keamanan
metode/intervensi yang digunakan untuk proses sedasi-analgesik.
2. Meninjau ulang dan memberikan pendapat mengenai naskah
pelaporan yang disusun oleh tim audit.
3) Tim audit menyelenggarakan forum ilmiah terbuka di dua
pertemuan nasional utama untuk mengumpulkan masukan mengenai
rekomendasi penyusunan naskah.
4) Konsultan mengikuti survey untuk mengutarakan pendapat
mereka mengenai implementasi kelayakan dan finansial dari
penerapan pedoman yang telah direvisi dan diperbaharui.
5) Keseluruhan informasi ini digunakan oleh Tim Audit untuk
memfinalisasi penyusunan pedoman.

20
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 21 dari 12

Denpasar, 2016

21
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 22 dari 12

Lampiran 1

ANGGOTA TIM ANESTESI TAMBAHAN

Anggota Tim Anestesi Anestesi lainnya yang dapat terlibat dalam perawatan per-
anestesi:

1. Perawat pasaca-anestesi: adalah perawat yang merawat pasien dalam fase


pemulihan dari pengaruh anestesi.

22
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 23 dari 12

2. Perawat peri-operatif: adalah perawat yang merawat pasien selama di kamar


oerasi.
3. Perawat untuk layanan intensif: adalah perawat yang merawat pasien di ruang
rawat intensif (Intensif Care Unit-ICU).
4. Perawat obstetri: adalah perawat yang membantu pasien bersalin/melahirkan.
5. Perawat neonatus: adalah perawat yang merawat pasien neonatus di ruang
rawat khusus.
6. Terapis pernafasan: adalah petugas kesehatan profesional yang memberikan
perawatan/manajemen pernafasan kepada pasien.
7. Cardiovasculer perfusionists: adalah petugas kesehatan profesional yang
mengoperasikan mesin bypass kardiopulmoner.

Anggota pendukung yang menangani masalah tehnis, pengadaan alat, dan


pemeliharaan alat:

1. Teknisi anestesi
2. Petugas pembantu anestesi (anesthesia aides)
3. Teknisi pemeriksaan gas darah (blood gas technicians)
4. Teknisi manajemen pernafasan (respiratory technicians)
5. Teknisi mesin monitor (monitoring technicians)

23
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 24 dari 12

Lampiran 2

PERATURAN PENAGIHAN DAN DEFINISI YANG SERING DIGUNAKAN

ASA mengetahui adanya peraturan pembayaran komersial dan pemerintahan


yang berlaku untuk penagihan layanan anestesi dan memotivasi para anggotanya
untuk mematuhinya sebisa mungkin. Beberapa tugas umum yang dilakukan meliputi:

1. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat terhadap


pasien sebelum menjalani anestesi
2. Menyusun rencana anestesi
3. Ikut serta dalam sebagian besar proses anestesi, termasuk induksi
anestesi (pasien pasien dibius dan menjadi tidak sadar) dan “emergence”
(pemberian anestesi dihentikan dan pasien sadar kembali).

24
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 25 dari 12

4. Pendelegasian perawatan anestesi hanya kepada personel anestesi yang


kompeten dan berkwalitas.
5. Pemantauan pelatihan anestesi dengan interval yang cukup sering.
6. Siap sedia/hadir setiap kali diperlukan untuk memberikan diagnosis
dan tatalaksana segera dan bertanggung jawab secara medis
7. Menyediakan pelayanan/perawatan pasca anestesi, sesuai indikasi.
8. Melakukan dan mencatat evaluasi pasca-anestesi

ASA juga mengetahui akan kurangnya kepastian/prediksi dalam perawatan


anestesi dan banyaknya variabilitas akan kebutuhan pasien yang dapat, dalam
keadaan tertentu dan jarang, membuatnya kurang sesuai dari sudut pandang
keselamatan pasien dan kualitas pelayanan pasien untuk mematuhi
peraturan/ketentuan pembayaran yang berlaku.
Pelaporan pembayaran atas layanan anestesi harus secara akurat mencerminkan
layanan yang diberikan. Kemampuan untuk memprioritaskan tugas dan kebutuhan
perawatan pasien dari waktu ke waktu merupakan keahlian yang penting yang harus
dimiliki oleh tim anestesi. Anestesiologis harus berusaha untuk memberikan
pelayanan dengan kualitas tertinggi dan menerapkan keselamatan pasien dengan
optimal kepada semua pasien peri-operatif.

PENGARAHAN MEDIS OLEH ANESTESIOLOGIS


Merupakan suatu istilah pembayaran yang mendiskripsikan pekerjaan/tugas
spesifik seorang anestesiologis da keterbatasan yang terlibat dalam pembayaran
tagihan untuk manajemen dan pengawasan petugas anestesi non-dokter. Hal ini
berkaitan dengan kondisi dimana anestesiologis terlibat dalam <4 tindakan anestesi
secara bersamaan.

SUPERVISI MEDIS OLEH ANESTESIOLOGIS


Kebijakan pembayaran jasa medis berisi rumusan pembayaran khusus untuk
“supervisi medis” yang berlaku untuk kondisi “ketika anestesiologis terlibat dalam >
4 prosedur tindakan secara bersamaan atau melakukan pelayanan lain sambil

25
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 26 dari 12

mengarahkan prosedur/tindakan anestesi lainnya”. { Catatan: kata “supervisi” juga


dapat digunakan di luar tim anestesi untuk mendiskripsikan pengawasan medis peri-
operatif oleh dokter bedah terhadap petugas anestesi non-dokter}.
Dokter Bedah yang melakukan pengawasan/supervisi berhubungan dengan
manajemen medis pasien peri-operatif dan manajemen anestesi (misalnya:
menentukan kesiapan medis pasien untuk menjalani anestesi dan pembedahan,
melakukan manajemen medis segera pada kondisi emergensi yang tak terduga).

LAMPIRAN 3

PROSEDUR PEMERIKSAAN PATENSI JALAN NAFAS UNTUK


PEMBERIAN SEDASI DAN ANALGESIK

Pemberian ventilasi tekanan positif (VTP), dengan atau tanpa intubasi trakea
mungkin diperlukan jika timbul gangguan pernafasan selama proses pemberian
sedasi/analgesik.
1. VTP ini dapat lebih sulit dilakukan pada pasien dengan anatomi jalan
nafas yang atipikal/tidak lazim.
2. Abnormalitas jalan nafas dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
obstruksi jalan nafas saat ventilasi spontan.
3. Beberapa faktor yang dapat menimbulkan kesulitan dalam
manajemnen jalan nafas antara lain:
a. Riwayat pasien
1) Adanya masalah degan anestesi/sedasi sebelumnya
2) Stridor,mengorok(snoring), apnoe saat tidur(sleep
apnoe)

26
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 27 dari 12

3) Artritis rematoid yang lanjut/berat


b. Pemeriksaan fisik
1) Habitus/postur tubuh: obesitas yang signifikan
(terutama di struktur wajah dan leher)
2) Kepala dan leher
a) Leher pendek
b) Ekstensi leher terbatas
c) Pendeknya jarak antara mentalis-hyoid (<3 cm pada
dewasa)
d) Massa di leher
e) Penyakit/trauma di leher
f) Penyakit/trauma pada tulang spinal servikal
g) Deviasi trakea
h) Gambaran wajah dismorfik (misalnya: sindrom Pierre-
Robin)
3) Mulut
a) Pembukaan kecil (< cm pada dewasa)
b) Gigi seri yang menonjol/maju (protruding)
c) Gigi yang goyang
d) Menggunakan peralatan gigi (misalnya: kawat/gigi
palsu)
e) Lengkung langit-langit yang tinggi
f) Makroglosia (lidah yang besar)
g) Hipertropi tonsil
h) Uvula tidak terlihat
4) Rahang
a) Mikrognatia
b) Retrognatia
c) Trismus
d) Maloklusi yang signifikan.

27
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 28 dari 12

LAMPIRAN 4

PEDOMAN PUASA SEBELUM MENJALANI PROSEDUR MENURUT


AMERICAN SOCIETY OF ANESTHESIOLOGIST

Jenis makanan Periode


puasa minimal

Cairan bening/jernih
2 jam

Air Susu Ibu (ASI)


4 jam

Susu formula untuk bayi


6 jam

Susu sapi
6 jam

Makanan ringan
6 jam

28
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 29 dari 12

Rekomendasi ini diaplikasikan untuk pasien sehat yang akan menjalani


prosedur elektif. Tidak ditujukan untuk wanita hamil. Perlu diingat bahwa dengan
mengikuti pedoman ini tidak menjamin pengosongan lambung yang sempurna.
Periode puasa minimal diaplikasikan untuk semua usia.
Contoh cairan bening/jernih adalah: air putih, jus buah tanpa bulir/ampas, minuman
berkarbonasi, teh, dan kopi.
Konsistensi susu sapi mirip dengan makanan padat dalam waktu pengosongan
lambung, jumlah susu yang diminum harus dipertimbangkan saat menentukan
periode waktu puasa yang tepat.
Contoh makanan ringan adalah roti dan cairan bening. Makanan yang digoreng atau
berlemak atau daging dapat memperlama waktu pengosongan lambung. Jumlah dan
jenis makanan yang dikonsumsi harus dipertimbangkan saat menentukan periode
waktu puasa yang tepat.

29
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 30 dari 12

Lampiran 5

PERALATAN EMERGENSI UNTUK SEDASI DAN


ANALGESIK

1. Peralatan emergensi yang sesuai harus tersedia saat melakukan


pemberian sedasi/analgesik yang berpotensi untuk menyebabkan depresi
kardiorespirasi.
2. Berikut adalah pedoman mengenai peralatan apa saja yang harus
tersedia,dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi tempat praktik/institusi.
a. Peralatan intravena
1) Sarung tangan
2) Tourniquet
3) Swab alkohol
4) Kasa steril
5) Kateter intravena/kanula infus sesuai ukuran
6) Selang infus (untuk anak-anak menggunakan ukuran micro: 60
tetes/ml)
7) Cairan intravena/cairan infus
8) Jarum suntik untuk aspirasi obat, ijeksi intramuskuler (pada
anak dan bayi: jarum untuk injeksi intraosseous sumsum tulang)
9) Spuit dengan beragam ukuran
10) Perekat
b. Peralatan untuk manajemen jalan nafas dasar
1) Sumber oksigen yang bertekanan
2) Mesin suction

30
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 31 dari 12

3) Kateter untuk suction


4) Suction type-Yankauer
5) Sungkup wajah (berbagai ukuran dari bayi-dewasa)
6) Satu set self inflating breathing bag-valve
7) Oropharyngeal airways dan nasopharyngeal airway
8) Lubrikan/gel pelumas
c. Peralatan untuk manajemen jalan nafas lanjut (untuk petugas dengan
keahlian intubasi)
1) Laryngeal mask airways (LMA)
2) Handle (pegangan larynosope)
3) Bilah laryngoscope
4) Tabung endotrakeal (endotracheal tube-ETT): sesuai ukuran
5) Stilet/mandrin (ukuran sesuai dengan diameter ETT)
d. Obat-obatan antagonis
1) Nalokson
2) Flumazenil
e. Obat-obatan emergensi
1. Epinefrin
2. Efidrin
3. Vasopressin
4. Atropin sulfas
5. Nitrogliserin (tablet/semprot)
6. Amiodaron
7. Lidocain
8. Dektrose 10%, 40%
9. Difenhidramin
10. Hidrocortison¸metilprednisolon, atau deksametason.
11. Diazepam atau midazolam

31
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 32 dari 12

LAMPIRAN 6

KRITERIA PEMULIHAN DAN PEMULANGAN PASIEN SETELAH


PEMBERIAN SEDASI DAN ANALGESIK

Setiap rumah sakit harus memiliki kreteria pemulihan dan pemulangan yang sesuai
dengan pasien dan prosedur yang dilakukan. Beberapa prinsip dasar yang harus
dimiliki adalah:

1. Prinsip umum
a. Pengawasan medis dalam fase pemulihan dan pemulangan pasien
setelah pemberian sedasi sedang/dalam merupakan tanggung jawab dokter
yang melakukan sedasi.
b. Ruang pemulihan harus dilengkapi dengan monitor dan peralatan
resusitasi yang adequat
c. Pasien yang menjalani sedasi sedang/dalam harus dipantau sampai
kreteria pemulangan terpenuhi.
1) Durasi dan frekuensi pemantauan harus disesuaikan dengan masing-
masing pasien bergantung pada tingkat sedasi yang diberikan, kondisi
umum pasien, dan intervensi/prosedur yang dilakukan
2) Oksigenasi harus dipantau sampai pasien terbebas dari resiko depresi
pernafasan
d. Tingkat kesadaran, tanda vital, dan oksigenasi (jika diindikasikan)
harus dicatat dengan rutin dan teratur
e. Perawat atau petugas terlatih lainya yang bertugas memantau pasien
dan mengidentifikasi adanya komplikasi harus dapat hadir/mendampingi
pasien hingga kriteria pemulangan terpenuhi.
f. Petugas yang kompeten dalam menangani komplikasi (misalnya
mempertahankan patensi jalan nafas, memberikan ventilasi tekanan positif)
harus dapat segera hadir kapanpun diperlukan hingga ktriteria pemulangan
terpenuhi.

32
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 33 dari 12

2. Kriteria pemulangan pasien


a. Pasien harus sadar dan memiliki orientasi yang baik. Bayi dan pasien
dengan gangguan status mental harus kembali ke status semula/awal (sebelum
menjalani anastesi/analgesik).
b. Tanda vital harus stabil
c. Penggunaan sistem skoring dapat membantu pencatatan untuk kriteria
pemulangan
d. Telah melewati waktu yang cukup (hingga 2 jam) setelah pemberian
terakhir obat antagonis (nalokson,flumazenil) untuk memastikan bahwa pasien
tidak masuk ke fase sedasi kembali setelah efek obat antagonis menghilang.
e. Pasien rawat jalan boleh dipulangkan dengan didampingi oleh orang
dewasa yang dapat menghantarkan pasien sampai ke rumah dan dapat
melaporkan jika terjadi komplikasi pasca- prosedur.
f. Pasien rawat jalan dan pendampingnya harus diberikan intruksi tertulis
mengenai diet pasca prosedur, obat-obatan, aktifitas, dan nomer telepon yang
dapat dihubungi jika terjadi keadaan emergensi.

REFERENSI

33
PANDUAN

RSIA HIDAYAH IBU NOMOR : 002/SK-RSIAHI


KALIANDA
REVISI KE :A
BERLAKU TMT : 06 Juni 2019
IDENTIFIKASI PASIEN
HALAMAN : 34 dari 12

1. Anesthesia Care Team. Statement on the anesthesia care team.


Disetujui oleh ASA House of Delegateds; 2009.
2. Ambulatory Surgical Care. Guidelines for ambulatory anesthesia and
surgery. Disetujui oleh ASA House of Delegates; 2008.
3. American Society of Anesthesiologist. Practice guidelines for sedation
and analgesia by non-anesthesiologists: an update report by the American
Society of Anesthesiologist task force on sedation and analgesia by non-
anesthesiologist. Anesthesiology, 20002;96:1004-17.
4. Pain Medicine. Statement on anesthetic care during interventional pain
procrdure for adults. Disetujui oleh ASA House of Delegates; 2010.
5. Standards and Practice Parameters. Standards for basic anesthetic
monitoring. Disetujui oleh ASA House of Delegates; 2010.

34

Anda mungkin juga menyukai