2. Dwitiya Ari Nur H (J210150098) 3. Wachidah Nurhidayah (J210150099) 4. Rika Safetyka (J210150100) 5. Yeni Tri Wahyuni (J210150101) 6. Linggar Pangukir R (J210150102)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017 RESUME ELEKTRO CONVULSIF THERAPIE (ECT)
Ny.E yang merupakan pasien rawat inap yang berusia 38 tahun,didiagnosa
Skizofrenia dibawa ke ruang ECT (Elektro Convulsif Therapie) RSJD dr. Arif Zainuddin pada hari jumat, 22 Desember 2017 jam 10.00 untuk menjalani terapi ECT. Pasien tampak gelisah ketika memasuki ruangan ECT. Sebelum dilakukan prosedur ECT pasien harus dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Anamnesa meliputi pengecekan identitas pasien dan memastikan pasien sudah dipuasakan selama 6 jam (mulai dipuasakan jam 04.00 WIB). Pemeriksaan fisiknya meliputi pemeriksaan gigi dan mulut, penimbangan BB, tanda-tanda vital dan pemeriksaan penunjang yaitu EKG. Tim yang terlibat dalam tindakan ini adalah perawat observasi, perawat umum, dokter psikiatri dan dokter anastesi. Perawat observasi bertugas mengobservasi jalannya ECT. Perawat umum bertugas untuk mengobservasi tanda vital dan keadaan umum pasien. Dokter psiaktri bertugas untuk melakukan tindakan ECT. dokter anastesi bertugas untuk memberikan anastesi pada pasien. Bila semua prosedur awal sudah dilakukan maka pasien diminta untuk mengganti baju khusus ECT. kemudian pasien diposisikan supine diatas bed tempat tidur. Kemudian pasien diberi jely untuk dipasang elektrode VP1 dan VP2 yang berada di 2-3 cm diatas alis berfungsi untuk merekam EEG, lalu pasang juga elektrode pada temporale yang berfungsi untuk memasukkan arus ECT. setelah itu pasang infus di kaki kanan pasien. Kemudian di lakukan time out oleh perawat, semua tim yang bertugas sudah siap pada posisi tugasnya masing-masing. Perawat observasi memvalidasi kembali mulai dari identifikasi idntitas pasien dan kesiapan dari masing-masing tim yang bertugas. Kemudian setelah semua clear tindakan ECT dimulai dengan pemberian anastesi oleh dokter anastesi. Obat yang digunakan dalam anastesi yaitu antra purium (0,6-1,2 mg/kg) dan profovol (0,5-2 mg/kg). Pasien dinyatakan tertidur ketika diberi rangsang pada bulu mata sudah tidak ada respon dan cek pelemahan otot pada mandibula (1-3 menit). Setelah pasien dipastikan sudah dalam keadaan tertidur pasien diberikan bantal ganjal dibagian bahu untuk memposisikan backging. Lalu pasang alat biteblock yang berfungsi untuk mencegah gigi patah, lidah tertekuk ke belakang, bibir dan lidah tidak tergigit. Lalu dokter psikiatri mengatur dosis ECT dan mengalirka arus tersebut. Hasil observasi pasien mengalami kejang pada otot masseter. Setelah pasien selesai diberi arus ECT, biteblock itu diganti dengan mayo sampai pasien sadar. Observasi apakah pasien mengalami kejang klonik atau tonik-klonik. Pada kasus Ny. E hanya mengalami kejang otot masseter saja sesuai output yang diharapkan dari ECT. Setelah kondisi Ny.E sadar dan stabil pasien dibawa kembali ke bangsal untuk diobservasi lebih lanjut.