Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Volume 32, No. 2, 101-111 ISSN: 0215-8884

Kepuasan  Pernikahan    Ditinjau  dari  Berpacaran  dan


Tidak  Berpacaran
Iis  Ardhianita  dan  Budi  Andayani
Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada

Menikah  merupakan  saat  yang


ABSTRACT
penting  dalam  siklus  kehidupan
Getting married is perceived as an important manusia.  Seperti  halnya  sebuah  baju,
phase in human life‐cycle. Just like fashion, pernikahan mempunyai tren mode yang
marriage has also its own trend or mode. In terus  berubah.  Pada  masa  lalu  kita
Indonesia  the  legend  of  Siti  Nurbaya mengenal  kisah  Siti  Nurbaya  sebagai
illustrating a kind of marital arrangement in, at suatu  penggambaran  perjodohan  di
least, the first half of the past century. Such a masa  lalu  sebagai  sesuatu  yang  umum
trend in marriage is any more popular these days.
dilakukan. Sekarang mungkin kita akan
Young people today mostly prefer to marry their
menc ibir  jika  ada  orangtua  yang
own choices, those already bond in engagement
or girl or boy friends they already mate. Another menjodohkan  anak‐anaknya  karena
kind  of  trend  has  appeared  recently.  Some sekarang tren telah berubah. Muda‐mudi
moslems prefer to marry without the phase of jaman  sekarang  pada  umumnya
dating or engagement. Some even marry ones berpacaran sebelum  memasuki jenjang
chose, or arranged by their ustadz (spiritual pernikahan.
leader). Suatu tren baru muncul pada akhir
The purpose of this study is to find out abad 21 ini, terutama pada muda‐mudi
whether  a  difference  in  the  premarital muslim.  Setelah  sebelumnya  muncul
relationship(with versus without engagement suatu tren menikah dini untuk mencegah
or dating) affect couples’ marital satisfaction. perzinahan,  pada  akhir‐akhir  ini
The  result  shows  that  there  is  a  very
berkembang  pula  suatu  mode
significant difference in marital satisfaction
pernikahan  tanpa  melalui  proses
between  dating  and  non‐dating  couples.
pacaran.  Pernikahan tanpa  pacaran  ini
Explanation upon the phenomenon discussed.
dilakukan baik dengan pasangan pilihan
Keywords: marital satisfaction, dating and sendiri  maupun  dengan  orang  yang
non‐dating couples dijodohkan oleh ustadznya.
Pernikahan dengan atau tanpa masa
pacaran  pasti  mempunyai  sisi  positif
dan  sisi  negatifnya.  Banyak  pendapat,
pertentangan  dan  perdebatan  tentang

Jurnal Psikologi 101


Iis Ardhianita dan Budi Andayani

perlu  tidaknya  masa  pacaran  sebagai Kepuasan sangat  dipengaruhi oleh


sebuah  hubungan  heteroseksual besarnya  keuntungan  yang  diperoleh
maupun  dalam  hubungannya  dengan dari  suatu  hubungan  dengan  tingkat
pernikahan.  Pernikahan  dapat  saja perbandingan. Perbandingan di sini erat
langgeng  selamanya  atau  dapat  pula hubungannya dengan  persepsi tentang
bercerai di tengah perjalanannya. Suatu keadilan  (Sears,  1999).  Klemer  (1970)
pernikahan yang berhasil tentulah yang menunjukkan  bahwa  kepuasan  dalam
diharapkan  setiap  pasangan.  Ada pernikahan  dipengaruhi  oleh  harapan
beberapa kriteria yang dicetuskan para pasangan  itu  sendiri  terhadap
ahli  dalam  mengukur  keberhasilan pernikahannya,  yaitu  harapan  yang
pernikahan.  Kriteria  itu  antara  lain  (a) terlalu  besar,  harapan  terhadap  nilai‐
awetnya  suatu  pernikahan,  (b) nilai  pernikahan,  harapan  yang  tidak
kebahagiaan  suami  dan  isteri,  (c ) jelas, tidak adanya harapan yang cukup,
kepuasan  pernikahan,  (d)  penyesuaian dan harapan yang  berbeda.
seksual, (e) penyesuaian pernikahan, dan Untuk  menentukan  kepuasan
(f)  kesatuan  pasangan  (Burgess  dan pernikahan seseorang digunakan aspek‐
Locke, 1960). Di sini kepuasan pernikahan aspek yang akan dievaluasi oleh seorang
menjadi salah satu faktor penting dalam isteri  atau  seorang  suami  terhadap
keberhasilan  suatu  pernikahan.  Dari pasangan dan terhadap pernikahannya.
permasalahan  tersebut,  peneliti  ingin Aspek‐aspek  yang  digunakan  dalam
melihat apakah ada perbedaan kepuasan penelitian ini mengacu pada teori yang
pernikahan  pada  kelompok  yang dikemukakan Clayton (1975), antara lain:
menikah  dengan  berpac aran kemampuan sosial suami isteri (marriage
sebelumnya,  dengan  kelompok  yang sociability),  persahabatan  dalam
menikah tanpa pacaran. pernikahan  (marriage  companionship),
Kepuasan  merupakan  suatu  hal urusan ekonomi (economic affair), kekuatan
yang dihasilkan dari penyesuaian antara pernikahan (marriage power),  hubungan
yang  terjadi  dengan  yang  diharapkan, dengan  keluarga  besar  (extra  family
atau perbandingan dari hubungan yang relationship),  persamaan  ideologi
aktual  dengan  pilihan  jika  hubungan (ideological  congruence),  keintiman
yang dijalani akan berakhir (Burgess dan pernikahan (marriage intimacy), dan taktik‐
Locke, 1960; Waller, 1952; Klemer, 1970). taktik interaksi (interaction tactics).
Baik  suami  ataupun  isteri  dapat Kegagalan  pernikahan  datang  ketika
mengalami  ketidakpuasan  dalam satu  atau  lebih  anggota  keluarga  merasa
pernikahan meskipun tidak ada konflik tidak  puas.  Hambatan  pemenuhan
dalam  rumah  tangganya.  Namun kebutuhan satu atau lebih anggota keluarga
mereka juga dapat merasa sangat puas akan menimbulkan ketidakpuasan.
dalam  ikatan  dengan  masalah Pada  umumnya,  pasangan  yang
penyesuaian yang tidak terpecahkan. menikah akan menyesuaikan diri dengan

102 Jurnal Psikologi


Kepuasan Pernikahan....

baik  dalam  pernikahannya  setelah  3‐4 Hal ini berarti makin tinggi pendidikan


tahun  pernikahan.  Penyesuaian  yang individu makin jelas pula wawasannya,
baik  akan  mendukung  meningkatnya sehingga  persepsi  terhadap  diri  dan
kepuasan  pernikahan  (Hurlock,  1953). kehidupan  pernikahannya  menjadi
Penelitian  Blood  dan  Wolfe  (Rybash, semakin baik.
Roodin, & Santrock, 1991) menemukan Berpacaran (dating) dikenal sebagai
bahwa  kepuasan  pernikahan  turun suatu bentuk hubungan intim atau dekat
secara linear dari awal sampai 30 tahun antara laki‐laki dan perempuan. Ikhsan
pernikahan,  sedangkan  menurut  Pineo (2003) membedakan pengertian pacaran
(Rybash dkk., 1991) kepuasan pernikahan kedalam tiga versi pandangan, yaitu (a)
berpunc ak  pada  5  tahun  pertama pac aran  adalah  rasa  c inta  yang
pernikahan kemudian menurun sampai menggebu‐gebu  pada  seseorang;  (b)
periode  ketika  anak‐anak  sudah pacaran adalah identik dengan kegiatan
menginjak remaja/dewasa. Setelah anak seks, sehingga jika seseorang berpacaran
meninggalkan  rumah,  kepuasan lebih sering diakhiri dengan hubungan
pernikahan  meningkat  tetapi  tidak seks  yang  dilakukan  atas  dasar  suka
mencapai  tahap  seperti  5  tahun  awal sama  suka,  tanpa  adanya  unsur
pernikahan. pemaksaan;  dan  (c)  pacaran  adalah
Secara umum kepuasan pernikahan sebuah  ikatan  perjanjian  untuk  saling
akan  lebih  tinggi  diantara  orang‐orang mencintai, percaya mempercayai, saling
religius  daripada  orang‐orang  dengan setia dan hormat‐menghormati sebagai
religiusitas  rendah.  Hal  ini  terutama jalan menuju mahligai pernikahan yang
berlaku  untuk  perempuan.  Agama sah. Dikatakan bahwa pandangan ketiga
seringkali  menjadi  kompensasi  dari inilah yang paling banyak dianut.
rendahnya  kepuasan  seksual.  Bagi Lain  pula  pengertian  pac aran
wanita,  religiusitas  membuat menurut  remaja  pedesaan  di
pernikahan  lebih  memuaskan,  namun Banjarmasin  (Saifuddin,  Rudiatin,
tidak sepenuhnya benar untuk laki‐laki Rasyid,  Paramitha,  &  Wibisono,  1997).
(Hurloc k,  1953).  Hal  ini  didukung Pac aran  berturut‐turut  diartikan
Mahoney (dalam Bradburry, 2000) yang sebagai: tak pernah bertemu dekat, saling
menyatakan  adanya  korelasi  positif berkomunikasi  melalui  surat;  kadang‐
antara  kepuasan  pernikahan  dengan kadang  bertemu,  tanpa  kontak  fisik,
partisipasi  religius. mengobrol;  kontak  fisik  dengan
Glenn dan Weaver (dalam Rahmah, berpegangan tangan; mencium dahi dan
1997)  mengatakan  bahwa  perbedaan pipi;  mencium  bibir  secara  singkat;
tingkat  pendidikan  mempengaruhi mencium bibir secara intens dan lama;
kemampuan individu dalam memenuhi berciuman bibir secara intens dan lama
kebutuhan,  keinginan  dan  aspirasinya. disertai meraba‐raba bagian vital seperti

Jurnal Psikologi 103


Iis Ardhianita dan Budi Andayani

payudara  dan  genital  dan  terakhir optimal  maka  diperlukan  sikap‐sikap


dengan  meraba  dan  menempelkan yang mendukung.
genital    laki‐laki  ke  bagian  luar  genital Kepuasan  pernikahan  akan
perempuan dan bersenggama. Ini berarti dipengaruhi oleh masa perkenalan (yang
pengertian pacaran bagi mereka identik dimaksud  juga  dengan  masa  pacaran).
dengan hubungan yang menjurus pada Pacaran merupakan proses pematangan
perilaku seksual. pada pasangan untuk hidup berkeluarga
Kata  pacaran  sendiri  tidak  pernah (Adi,  2000).  Dalam  masa  pac aran
ditemukan dalam tuntunan Islam. Ada individu  dimungkinkan  akan  lebih
dua pandangan mengenai pacaran yang mengenal  karakter  masing‐masing
dapat disimpulkan. Pandangan pertama, pribadi.  Dengan  adanya  masa  ini
yang  lebih  populer  di  kalangan  aktivis individu telah lebih  dahulu melakukan
dakwah,  menganggap  pacaran  sebagai penyesuaian‐penyesuaian  sebelum
suatu  hubungan  yang  dilarang  dalam memasuki  jenjang  pernikahan  dalam
Islam  (Ikhsan,  2003;  Al‐Mukaffi,  2002). mengarungi bahtera rumah tangga yang
Pandangan  ke  dua  melihat  pacaran sesungguhnya.
dapat  dijalani  secara  Islami  (Chuang, Burgess dan Cotrell (dalam Landis
2003). dan  Landis,  1963)  menyatakan  bahwa
Pacaran sebagai bentuk hubungan kebahagiaan  dalam  pernikahan  lebih
yan g  dekat  m emp un yai  beb erap a banyak  terjadi  pada  pasangan  yang
fungsi.   Lan d is  d an   Lan d is  (1963) mempunyai  masa  perkenalan  5  tahun
menyebutkan  fungsi  pacaran  antara atau  lebih,  sebaliknya  hanya  sedikit
lain adalah sarana belajar kemampuan pasangan  yang  mencapai  kebahagiaan
sosial,  pengembangan  pemahaman dengan  masa  perkenalan  yang  singkat
diri  dan  pengertian  terhadap  orang (kurang  dari  6  bulan).  Dengan  masa
lain,  kesempatan  untuk  mencari  dan perkenalan  yang  semakin  lama  maka
menc oba  pengertian  tentang  peran penyesuaian antar pasangan akan lebih
jenis  serta  untuk  melihat  cara‐cara baik.  Seseorang  akan  lebih  mengerti
yang biasa dilakukan dalam mengatasi kebiasaan‐kebiasaan,  perilaku  ataupun
p er m asa lah an .   Ga m b it   (200 0), kepribadian  pasangannya.  Dengan
menyatakan bahwa di dalam pacaran demikian,  ketika  mereka  akan
individu dapat belajar berkomunikasi melanjutkan ke jenjang pernikahan tidak
sec ara  heter oseksual,  membangun akan  ada  keterkejutan‐keterkejutan
kedekatan emosi, kedekatan fisik, dan karena  menemui  kebiasaan  dan
m en gala m i  p r os es   p en d ewas aan kepribadian yang berbeda dan mungkin
kepribad ian  (Gam bit ,  2000).   Agar akan  mengganggu  kebahagiaan  dan
fungsi  pacaran  dapat  dicapai  secara kepuasan dalam pernikahan.

104 Jurnal Psikologi


Kepuasan Pernikahan....

Kasim (dalam Budiman, 1999) juga tahun,  beragama  Islam,  berdomisili  di


menjabarkan  pentingnya  masa Yogyakarta, dan berpendidikan minimal
perkenalan ini. Dalam masa perkenalan SMA.
yang singkat individu belum mengenal Batasan  minimal  satu  tahun
secara  baik  karakter  masing‐masing. pernikahan dimaksudkan agar laki‐laki
Aitken  dan  Sobrero  (dalam  Budiman, atau  perempuan  sebagai  subjek  dalam
1999)  berpendapat  bahwa  sebelum penelitian  ini  telah  mempunyai
seorang  individu  memutuskan  untuk pengalaman hidup berkeluarga sehingga
menikahi  c alon  pasangannya  ia mampu  merasakan  adanya  kepuasan
sebaiknya  mengenali  pola‐pola dalam  pernikahannya.  Batasan
kepribadian,  temperamen  (watak), maksimal lima tahun pernikahan dengan
minat‐minat, nilai‐nilai, dan jalan hidup maksud  agar  masa  pernikahan  masih
calon pasangannya. belum  terlalu  jauh  melewati  masa
Dari  tinj auan  p us taka  di  at as pacaran.
tampak bahwa masa perkenalan, yang Pengumpulan  data  dilakukan
dapat terjadi dengan kedekatan khusus dengan menggunakan daftar isian untuk
atau  keintiman  sebagaimana  pacaran, mengungkap  identitas  subjek,  data
mempunyai  andil  dalam  terwujudnya utama  berupa  skala  kepuasan
kepuasan pernikahan. Dengan demikian, pernikahan,  dan  data  tambahan  yang
mode baru menikah tanpa berpacaran berupa pertanyaan yang harus dijawab
menjadi suatu fenomena yang menarik. dalam  bentuk  isian  ataupun  sesuai
Sebagaimana  diyakini  dalam  Islam perintah  pengisian.  Daftar  isian
jodoh sudah diatur oleh Allah sehingga digunakan  untuk  memperoleh  data
tanpa  berpacaran  pun,  kalau  sudah tentang identitas subjek yang terdiri dari
jodoh,  akan  tet ap   mend apatkan nama,  umur,  jenis  kelamin,  usia
kepuasan pernikahan. Hal ini tentunya pernikahan, dan pendidikan. Selain  itu
sejalan  dengan  teori‐teori  ten tang ada data tambahan berupa pertanyaan‐
pern ikahan   (misal  Clayton ,  1975; pertanyaan  yang  harus  diisi  dan
Snyder,  1979),  bahwa  untuk  mencapai dilengkapi subjek untuk melengkapi data
kepuasan  pernikahan  manusia  harus utama dari skala kepuasan pernikahan.
berusaha  yaitu  dengan  memelihara Skala  kepuasan  pernikahan  mengacu
hubungan di dalam pernikahannya. pada  skala  yang  disusun  oleh  Clayton
(1975).
Metode Penelitian Ada  delapan aspek yang mendasari
Subjek  yang  digunakan  dalam pembuatan  skala  ini  yaitu  (a)
penelitian  ini  adalah  laki‐laki  dan kemampuan  sosial  suami  isteri,  (b)
perempuan  yang telah  menikah  paling persahabatan  dalam  pernikahan,  (c)
sedikit selama 1 tahun dan maksimal 5 urusan  ekonomi,  (d)  kekuatan

Jurnal Psikologi 105


Iis Ardhianita dan Budi Andayani

pernikahan,  (e)  hubungan  dengan Hasil Penelitian


keluarga besar, (f) persamaan ideology, Hipotesis  yang  diajukan  dalam
(g)  keintiman  pernikahan,  (h)  taktik‐ penelitian  ini  adalah  ada  perbedaan
taktik interaksi. kepuasan pernikahan antara subjek yang
Ada  dua  kategori  jawaban  yang berpacaran dan yang tidak berpacaran.
digunakan dalam penelitian ini, yaitu Ya Hipotesis diuji dengan menggunakan uji
dan  Tidak.  Untuk  menentukan  taraf t (t‐test). Hasil analisis secara signifikan
kepuasan  pernikahan  subjek  dengan (p<0,05)  menguji  perbedaan  antara
melihat  pada  skor  akhir.  Makin  tinggi kedua kelompok. Hal ini menunjukkan
sekor yang diperoleh makin tinggi pula bahwa  hipotesis  ada  perbedaan
tingkat kepuasan pernikahan subjek. kepuasan pernikahan antara subjek yang
Skala  ini  disusun  berdasarkan  metode berpac aran  dengan  yang  tidak
summated  ratings,  yang  terdiri  dari  dua berpacaran terbukti. Namun demikian,
jenjang penilaian dengan perincian untuk dilihat dari rerata sekor yang diperoleh
butir favorable: Ya, bernilai 1 dan Tidak, masing‐masing  kelompok,  kepuasan
bernilai  0,  sedangkan  untuk  butir pernikahan kelompok subjek yang tidak
unfavorable:  Ya,  bernilai  0  dan  Tidak, berpacaran (Mean= 28,6563) lebih tinggi
bernilai 1. dari  pada  kelompok  yang  berpacaran
Dalam penelitian ini validitas yang sebelum menikah  (Mean=26,4063). Hal
digunakan  adalah  validitas  isi,  yaitu ini  mematahkan  asumsi  bahwa
sejauhmana  isi  alat  ukur  itu kelompok  yang  lebih  tinggi  kepuasan
mencerminkan ciri atribut yang hendak pernikahannya  adalah  kelompok  yang
diukur.  Isi  alat  ukur  tidak  saja  harus berpacaran sebelum menikah.
menunjukkan  bahwa  skala  sudah
komprehensif  isinya  akan  tetapi  harus Diskusi
pula memuat isi yang relevan dan tidak Hasil  penelitian  ini  menunjukkan
keluar dari batasan tujuan yang diukur bahwa kepuasan pernikahan kelompok
(Azwar,  2001).  Reliabilitas  dalam yang  menikah  tanpa  berpacaran  lebih
penelitian  ini  dihitung  dengan  metode tinggi daripada kelompok yang menikah
koefisien Alfa (Prakosa, 1998). dengan berpacaran sebelumnya. Asumsi
Tujuan penelitian ini  adalah untuk sebelumnya adalah bahwa subjek yang
melihat perbedaan antara dua kelompok. berpacaran sebelum menikah akan lebih
Dalam  penelitian  ini  digunakan  satu puas  pernikahannya  ternyata  tidak
variabel  tergantung  dan  satu  variabel terbukti. Hal  ini dapat  saja disebabkan
bebas. Untuk itu digunakan metode uji t kelompok  subjek  tidak  berpac aran
atau  t‐test  dengan  menggunakan sebelum  menikah  yang  terlibat  dalam
program analisis data yang diambil dari penelitian  ini  mempunyai  tingkat
SPSS for windows version 11.00. religiusitas  yang  lebih  tinggi

106 Jurnal Psikologi


Kepuasan Pernikahan....

dibandingkan  kelompok  subjek  yang satu  kegiatan  seksual  mulai  dari


berpacaran.  Glock  dan  Stark  (dalam berpelukan, berciuman sampai dengan
Anggarasari,  1995)  mengatakan  bahwa bersenggama. Hanya 18,75% subjek yang
keberagamaan  seseorang  menunjuk menjawab  adanya  perilaku  seksual
pada ketaatan dan komitmen seseorang dalam pengertian pacaran, karena suatu
terhadap  agamanya.  Keberagamaan hubungan  yang  tidak  diijinkan  dalam
seseorang  pada  dasarnya  lebih Islam  tidak  selalu  terkait  dengan
menunjuk pada pelaksanaan keagamaan kegiatan seksual. Bersentuhan, berduaan,
yang  berupa  penghayatan  dan bersurat‐suratan  pun  sudah  dapat
pembentukan komitmen, sehingga lebih dikatakan mendekati zina jika dilandasi
merupakan  proses  internalisasi  nilai‐ nafsu ketika melakukannya.
nilai agama, untuk kemudian diamalkan Demikian  pula  dalam  menjawab
              pertanyaan 
                                    mengenai               
dalam perilaku sehari‐hari.                                                                                                                                  alasan  tidak
Sebagaimana  dinyatakan  Hurlock melakukan  pacaran  sebelum  menikah.
(1953)  bahwa  secara  umum  kepuasan Sebanyak  78,125%  subjek  mengatakan
pernikahan  akan  lebih  tinggi  di  antara pacaran  merupakan  suatu  hubungan
orang‐orang  religius  daripada  orang‐ yang tidak ada dalam syariat Islam yang
orang  dengan  religiusitas  rendah, akan mendatangkan kerugian dan dosa
Mahoney  (dalam  Bradburry,  2000) bagi yang melakukannya. Norma agama
memperoleh  hasil  yang  mendukung yang  telah  diyakini  ini  yang  membuat
pernyataan  tersebut.  Keyakinan, mereka menghindari melakukan pacaran
penghayatan,  perlakuan,  pengamalan sebelum pernikahan. Solusi yang mereka
dan  pengetahuan  yang  baik  dan  tepat tawarkan  adalah  melakukan  pacaran
mengenai agama diharapkan akan dapat setelah  menikah yang menurut mereka
menumbuhkan  rasa  sabar,  tidak akan lebih bermanfaat dan sah dilakukan
mementingkan diri sendiri, pasrah dan dengan pasangan.
tawakal  pada  kenyataan  hidup  hingga Hampir semua subjek mengatakan
menimbulkan  ketabahan  dalam bahwa  pac aran  tidak  akan  banyak
kehidupan  rumah  tangga  (Rahmah, membantu  dalam  menc apai
1997). kebahagiaan  pernikahan.  Hanya
Dari  data  tambahan,  kelompok beberapa  subjek  yang  melihat
subjek  tidak  berpac aran  sebelum kemungkinan  berpac aran  akan
menikah  mendefinisikan  berpacaran mendukung  mencapaian  kepuasan
sebagai  suatu  hal  yang  negatif. dalam  pernikahan,  meski  dalam
Pengertian  pacaran  lebih  didefinisikan tingkatan  yang  relatif  rendah.  Meski
sebagai hubungan yang tidak dianjurkan demikian,  tidak  satu  pun  subjek  yang
dan  dilarang  dalam  agama.  Pengertian mengatakan  dengan  tegas  bahwa
itupun  tidak  selalu  menyangkut  salah pac aran  akan  membantu  dalam
mencapai kebahagiaan pernikahan.

Jurnal Psikologi 107


Iis Ardhianita dan Budi Andayani

Terhadap  pertanyaan  mengenai sangat  membantu  menc iptakan


pandangan  mereka  terhadap pernikahan  yang  memuaskan;  25%
pernikahan  yang  dijalani,  kelompok menyatakan  pacaran  tidak  membantu
tidak  berpacaran  menyatakan  merasa meningkatkan  kepuasan  pernikahan;
puas terhadap pernikahan mereka saat sedangkan  sisanya  menyatakan  belum
ini.  Dari  tingkatan  mengecewakan tentu, mungkin, atau tergantung faktor
sampai memuaskan (1‐5), sebanyak 50% lain  dan  beberapa  subjek  tidak
subjek menunjuk angka 5 sebagai angka memberikan  jawaban.
maksimal  untuk  pernikahan  yang Dalam menilai kepuasan pernikahan
memuaskan; 40,625% menunjuk angka 4 mereka  sendiri,  sebanyak  43,75%
sebagai  pernikahan  yang  agak menunjuk  angka  4  sebagai  pernikahan
memuaskan  dan  9,375%  sisanya yang  agak  memuaskan;  28,125%
menunjuk tingkatan sedang‐sedang saja menunjuk  angka  maksimal  5  sebagai
dalam  pernikahannya.  Hal  ini  sesuai pernikahan  yang  memuaskan;  25%
dengan hasil yang diperoleh subjek pada menunjuk  angka  3  atau  sedang‐sedang
skala kepuasan pernikahan sebelumnya saja;  dan  satu  orang  subjek  (3,125%)
dimana  subjek  di  kelompok  ini menunjuk angka 1 yang mengindikasikan
mempunyai kepuasan yang lebih tinggi pernikahan yang mengecewakan. Subjek
pada pernikahan yang dijalaninya. yang  menunjuk  angka  1  ini  ternyata
Kelompok subjek yang berpacaran adalah  subjek  yang  dijodohkan  oleh
sebelum  menikah  berbeda  pula orangtuanya  meskipun  sebelumnya
definisinya mengenai pacaran. Pacaran pernah berpacaran cukup  lama. Hal ini
diartikan sebagai proses pengenalan atau juga  cukup  sesuai  jika  dibandingkan
penjajagan  dari  seorang  laki‐laki  dan dengan hasil yang diperoleh subjek pada
seorang  perempuan  untuk  mengenal pengisian  skala  kepuasan  pernikahan
sifat‐sifat,  pola  kepribadian  pasangan sebelumnya.  Dibandingkan  kelompok
dan  keluarganya  dalam  rangka  proses subjek  yang  tidak  berpacaran,  jumlah
menuju pernikahan. Hanya 9,375% saja subjek  dalam  kelompok  ini  yang
dari  32  subjek  yang  mengikutsertakan menjawab  angka  5  ataupun  4  lebih
salah  satu  perilaku  seksual  kedalam sedikit. Secara sepintas dapat disimpulkan
pengertian pacaran. Alasan berpacaran bahwa  kepuasan  pernikahan  kelompok
yang paling populer adalah agar subjek ini memang lebih rendah dibandingkan
dapat lebih mengenal pacar (65,625%) kelompok yang tidak berpacaran.
Pertanyaan  mengenai  apakah  masa Seseorang  yang  bertindak  atas
pac aran  membantu  menc iptakan dasar keyakinan akan Tuhan akan patuh
pernikahan  yang  memuaskan  dijawab dan tunduk dengan segala perintah dan
dengan  berbeda‐beda  pula.  Sebanyak larangannya.  Ketika  diterpa  berbagai
62,5% menyatakan pacaran dapat ataua cobaan dalam kehidupan, salah satunya

108 Jurnal Psikologi


Kepuasan Pernikahan....

dalam hidup berumahtangga,  individu lebih  tinggi.  Kesimpulan  ini  membuat


tersebut akan merasa pasrah, ikhlas, dan hasil  penelitian  menjadi  bias  antara
tawakal  serta  mengembalikannya kepuasan pernikahan yang tinggi karena
kepada kekuasaan Tuhan. Faktor‐faktor subjek  tidak  berpacaran  atau  karena
lain yang menggoncang bahtera rumah religiusitas subjek yang tinggi.
tangga akan lebih mudah ditepis dengan Pada  saat  pengisian  skala,  subjek
kembali  pada  norma  agama.  Dengan tidak ditunggu ketika mengerjakan skala
demikian rumah tangga yang didirikan tersebut.  Meskipun  peneliti  sudah
berlandaskan  agama  akan  lebih  kuat meminta untuk tidak berdiskusi dengan
terhadap  goncangan  sehingga pasangan  atau  orang  lain,  keadaan  ini
menciptakan ketenangan. memungkinkan  subjek  dapat  bertanya
Penelitian  ini  masih  jauh  dari atau  berdiskusi  dengan  orang  lain.
sempurna.  Ada  beberapa  kelemahan Motivasi,  keseriusan  dan  antusiasme
yang  masih  terjadi  dan  harus  dilihat subjek juga tidak dapat diketahui ketika
kembali  sebagai  bahan  untuk mengisi  angket  tersebut.  Hal  ini
penyempurnaan  penelitian  berikutnya. memungkinkan  subjek menjawab  asal‐
Subjek  dalam  penelitian  ini  masih asalan  saja.
kurang setara dalam pemahaman agama
(religiusitas).  Subjek  yang  tidak Daftar Pustaka
berpacaran  sebagian  besar  merupakan
aktivis  dakwah  di  lingkungannya  dan Adi, M. C. R. (2000). Perbedaan tingkat
orang‐orang yang mengkaji Islam secara Kesepian pada Remaja Ditinjau dari
intensif. Subjek yang berpacaran berasal Status  Pac aran.  Skripsi  (Tidak
dari  kalangan  orang  muslim  awam Diterbitkan).  Yogyakarta:  Fakultas
dalam  masyarakat.  Dengan  demikian Psikologi UGM.
diasumsikan kelompok subjek yang tidak
berpacaran  memiliki  religiusitas  yang Al‐Mukaffi,  A.  (2002).  Pacaran  dalam
lebih  tinggi  dibandingkan  kelompok Kacamata  Islam.  Jakarta:  Media
subjek  yang  berpacaran.  Religiusitas Dakwah.
akan  mempengaruhi  kepuasan
pernikahan  seseorang.  Makin  tinggi Anggarasari,  R.E.  (1995).  Hubungan
religiusitas seseorang makin tinggi pula Antara Tingkat Religiusitas dengan
kepuasan  pernikahannya.  Hasil Berpikir  Positif  Pada  Ibu  Rumah
penelitian  menunjukkan  kelompok Tangga. Skripsi (Tidak Diterbitkan).
subjek  yang  tidak  berpac aran  dan Yogyakarta:  Fakultas  Psikologi
diasumsikan religiusitasnya lebih tinggi UGM.
daripada  kelompok  berpac aran,
mempunyai kepuasan pernikahan yang

Jurnal Psikologi 109


Iis Ardhianita dan Budi Andayani

Bradburry, T.N, Fincham, &  F.D, Beach, Klemer, R. (1970). Marriage and The Family.
S.R.H. (2000). Research on the Nature New  York:  Harper  and  Row
and  Determinants  of  Marital Publisher.
Satisfaction:  A  Decade  in  Review.
Journal of Marriage and the Family 62 : Landis, J.T. & Landis, M.G. (1963). Building
964‐980. a  Successul  Marriage.  4 th  edition.
Englewood  Cliffs,  New  York:
Budiman,  A.  S.  A.  (1999).  Hubungan Prentice Hall Inc.
antara  Berpikir  Positif  dan
Kepuasan Pernikahan. Skripsi (Tidak Prakosa,  H.  (1998).  Penyusunan  Skala
Diterbitkan)  Yogyakarta:  Fakultas Psikologi: Analisis Item pada  Skala
Psikologi UGM. Summated Rating. Anima, Vol. 14 – No.
53, Oktober‐Desember 1998.
Burgess, E.W. & Locke, H. J. (1960). The
Family from Institution to Companionship. Rahmah, L. (1997). Kepuasan Pernikahan
2nd  edition.  New  York:  American dalam  Kaitannya  dengan
Book Company. Management Konflik. Skripsi (Tidak
Diterbitkan).  Yogyakarta:  Fakultas
Chuang, A. (2003). Manajemen Cinta: Musim Psikologi UGM.
Dingin. Surakarta: Bunda Yurida.
Rybash, J.W., Roodin,  P.A., & Santrock,
Clayton, P. R. (1975). The Family Marriage J.W.  (1991).  Adult  Development  and
and Social Change. Washington DC.: Aging. 2nd edition. New York: Wm. C.
Health and Company. Brown  Publishers.

Gambit.  (2000).  Pacaran  Remaja  dan Saifuddin, A.F., Rudiatin, E., Rasyid, M.N.,


Perilaku Seksualnya. Buletin Embrio Paramitha,  &  Wibisono.  (1997).
Edisi 10 September 2000. Yogyakarta: Perilaku Seksual Remaja di Kota dan di
Pusat Studi Seksualitas (PSS) PKBI‐ Desa:  Kasus  Kalimantan  Selatan.
DIY. Jakarta: Laboratorium Antropologi
Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu
Hurlock,  E.  B.  (1953).  Developmental Sosial dan Ilmu Politik UI.
Psychology.  3rd  edition.  New  Delhi:
McGraw‐Hill Publishing Co. Sears, D. O., Freedman, J. L., & Peplau, L.
A. (1999). Psikologi Sosial. Edisi ke‐5.
Ikhsan, A. S. R. (2003). Agenda Cinta Remaja Jakarta: Erlangga.
Islam. Jogjakarta: Diva Press.

110 Jurnal Psikologi


Kepuasan Pernikahan....

Snyder,  D.K.  (1979)  Multidimentional Waller, W. (1952). The Family: A Dynamic


Assessment of Marital Satisfaction. Interpretasi. New York: The Dryden
Journal of Marriage and the Family, 41, 4, Press.
813‐823.

Jurnal Psikologi 111

Anda mungkin juga menyukai