Anda di halaman 1dari 3

“ 5 ALASAN KAMI BATAL KESAL DI SIPACARITA#4 ”

Saya muak melihat kursor di laptop terus berkedip—seakan mengejek saya sebab butuh waktu yang
lama untuk memulai tulisan ini; Menggambarkan bagaimana jalannya acara SICARITA#4 pada 13 Februari
2019 lalu. Tidak, tidak. Ini bukan acara Stand Up Comedy yang biasa klean tonton di televisi atau channel
yutub.
SICARITA adalah sebuah ruang diskusi terbuka (secara khusus membahas dunia desain grafis) yang
diselenggarakan oleh komunitas Makassar Graphic Design Society, di mana pada pertemuan ke-4 nya kali
ini menjadikan Rahmat Zulfikar sebagai narasumbernya. (Untuk kamu yang penasaran siapa doski, saya
akan ceritakan sebentar. Intinya doski adalah salah satu spesies terkeren di muka bumi ini. #menangos)
Sore itu, saya, Ninda a.k.a Sinderela—yang dibonceng oleh Taufik, serta Yahya (bersama seorang teman)
yang sudah jalan duluan buru-buru ke KopiAlps lantaran takut terlambat dan tidak dapat informasi
apapun dan akhirnya tidak bisa menulis di Revius dan seterusnya, dan seterusnya. #elahdasarbacrit
Kami akhirnya naik ke lantai 2, tempat dimana diskusi itu dilaksanakan. Ternyata, kami ber-4 adalah
peserta pertama yang datang.
“Duduk maki’ dulu dih, lagi dibawa proyektornya kesini dari Parangtambung,” kata si panitia. Selang
beberapa menit setelah itu, Yahya memutuskan untuk shalat Ashar sembari menunggu acara dimulai.
Sedang Taufik, yang notabenenya memang pendiam-tapi-diam-diam-suka-menyindir, melirik saya dan
langsung berbisik macam ni :
“Adami bisa ditulis ini kekurangannya,” katanya. Saya memutar bola mata, berada pada pertimbangan
sepakat dan/atau tidak. Sebab kami (memang) sudah buru-buru kesini, nyatanya belum siap sama sekali.
Acaranya baru dimulai 30 menit kemudian. Saya, bersama Taufik dan Yahya yang awalnya kesal sebab
waktu kami tyda dihargai (hasikeh), akhirnya memaafkan mereka karena bisa pulang dengan membawa
cerita yang menarik buat dipamer dibagikan ke kawan-kawan. Karena kami baik hati, siapatahu kami
tidak dapat menjumpaimu secara langsung untuk berbagi cerita, maka akan kami bagikan di tulisan ini;
Beberapa alasan mengapa rasa kesal kami akhirnya terbayar—dan pada akhirnya kami senang sekali
sebab diberi kesempatan datang ke SIPACARITA#4 itu.
1. Batal Kesal karena Bertemu ‘Si-Kipas-Angin’
Jadi, klean yang penasaran dengan Rahmat Zulfikar akan terbayar (aamiin) setelah membaca ini.
Beberapa bulan yang lalu—tepatnya di akhir tahun 2018, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sul-
sel bekerja sama dengan beberapa pihak seperti BPPD Sulsel serta Desain(er) Grafis Indonesia
mengadakan loka rancang untuk re-branding ikon pariwisata tanah daeng itu. Rahmat Zulfikar
keluar sebagai pemenang dan melahirkan karya yang sangat luar biasa jeniusnya. Sudah hensem
boy, smart boy pulak. Mana mau ibu saya tolak kriteria menantu macam ini TT-TT
#lha #salfok
Saya menamainya si-kipas-angin sebab bawaannya adem kalau lihat doski. Taufik sama Yahya
mah, b aja—tapi mereka juga kagum kok sama karya-karyanya.

2. Batal Kesal karena dianggap ‘Tamu Eksklusif’


Kami bangga sekali sebab pada diskusi ini, Rahmat Zulfikar sebagai fasilitator utama
mendeskripsikan bagaimana proses doski dalam merancang brand pariwisata Sulawesi Selatan
itu selama dua bulan. Mulai dari proses risetnya yang merepresentasikan Sulawesi Selatan dari
berbagai kata kunci, memaknai “Sulappa Eppa”*(1) untuk branding-nya, hingga bagaimana ia
mengeksplorasi hal-hal fisik maupun non-fisik pada budaya Sulawesi Selatan itu sebagai
gambaran utamanya dalam merancang ‘wajah’ baru.

Logo baru pariwisata Sulawesi Selatan yang dibuat oleh tangan Rahmat Zulfikar. Mantap toh?

Setelah keluar sebagai pemenang, ia mendesain kembali bagaimana brand yang ia ciptakan bisa
diaplikasikan lebih lanjut. Dalam presentasinya, ada 120 halaman yang doski kerjakan selama 2
hari untuk dipresentasikan secara eksklusif pada diskusi SIPACARITA#4 hari itu. Padahal, bisa saja
Rahmat Zulfikar membuat seminar berbayar atau semacamnya untuk meluncurkan karyanya di
hadapan pipel-pipel. Kan, setotal itu doski demi memberi inspirasi pada kami-kami yang
hanyalah manusia biasa ((( dan penuh dosa ))) :’)

3. Batal Kesal karena dapat ‘Mencuri’


Walau kali ini tyda bisa mencuri anu enak macam makanan/minuman di KopiAlps alias tyda ada
konsumsi gratis, kami tetap oke karena punya hal yang lebih berarti untuk dibawa pulang. Selain
materi-materi tentang desain yang buat kami—terutama saya dan Yahya sangat excited (bicos
desayn is our favorite thing in this world), mulai dari arti warna pada logo pariwisata Sulsel itu,
bagaimana pemaknaannya, hingga tipografi Sulawesi Selatan yang lugas pada logo tersebut pun
dijabarkan maknanya satu-persatu. Nah, yang paling enak lagi, kami, secara cuma-cuma bisa
mendapatkan materi presentasi tersebut—bahkan file mentahnya sekalipun (asalkan memahami
kode etik dalam dunia desain grafis). Hadu tyda menyesal lah kami datang kesini!

(Karena kami anak yang baik hati, sesuai pesan kak Rahmat Zulfikar pada diskusinya kemarin; In
case kamu butuh file branding yang sangat beautiful itu untuk keperluan belajar dan bedah
desain bersama, atau bahkan diskusi tentang desain grafis, kamu bisa hubungi Yahya
(@yahya98mc). Tapi sekali lagi, jangan lupa kode etik, ya!)
4. Batal Kesal karena bisa ‘Tour Keliling Sulsel’ Gratis
Hahaha, bagi kami, ikut berbincang-bincang di SIPACARITA#4 serasa sedang wisata keliling
Sulawesi Selatan. Kami disuguhi pelbagai foto-foto yang menunjukkan berbagai destinasi wisata
di Sulsel—dimana warna-warna dalam foto tersebut dilihat sebagai representasi dari logo itu
sendiri—dan juga mampu menggambarkan karakteristik masyarakat Sulawesi Selatan. Melalui
tagline “Colorful Experience” yang dibuat Rahmat Zulfikar dalam branding-nya, ia berharap
mampu memberikan gambaran keseluruhan Sulawesi Selatan yang penuh warna dan cerita.

5. Batal Kesal karena Diingatkan Banyak Hal #cie~


Yha ini menjadi bagian favorit saya (dengan Yahya, karena Taufik mah kurang suka mendesayn
dia sukanya writing poems ehe tapi doski tetap senang ikut diskusi ini kok) sebab kami punya
beberapa kutipan yang, semoga bisa (pula) kamu maknai. (jadi kayak ala-ala Tambler)

Kutipan #1:
“Ketika sebuah desain itu selesai, ia harus punya karakter seperti robot—dalam hal ini ia harus
mandiri. Mampu menyampaikan maknanya sendiri, entah dari bentuk, warna, atau apapun itu
tanpa butuh penjelasan dari si pembuatnya.”

Kutipan #2:
“Bagi orang-orang yang menggeluti dunia desain grafis, membuat suatu karya yang bagus
adalah sebuah kewajiban. Ketika seseorang memuji desainmu, sudah menjadi kodrat sebab
begitulah tugasmu, membuat sesuatu yang menarik.”

Di akhir acara, kami juga punya poin tambahan—beberapa orang di dalam ruangan mengira Rahmat
Zulfikar bukanlah putra asli Sulawesi Selatan lantaran logatnya yang sedikit berbeda. Tapi, pada akhirnya,
dengan tawanya yang lepas—juga tampak sangat bangga ia menjelaskan kedua orang tuanya yang
berasal dari Pangkep dan Bulukumba. “Tapi, karena saya selalu pindah-pindah, saya jadi seperti ini.
Namun hal ini menjadikan saya memandang pulau Sulsel tidak dari dalam, tapi dari perspektif orang luar
—pun saya seperti itu. Dan, saya rasa, kita memang perlu melihat segala hal dari luar untuk tahu
bagaimana besarnya hal itu di mata kita, juga mata orang lain,” tutupnya.

\
*(1) Sulappa Eppa’ : Falsafah hidup orang Bugis Makassar yang dalam hal ini, digambarkan sebagai lambang kehormatan.

Anda mungkin juga menyukai