Anda di halaman 1dari 6

TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Definisi

Ulkus Kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat
supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi
dari epitel sampai stroma.

Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian


jaringan kornea. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat
uuntuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti desmetokel,
perforasi, endoftalmitis.

III.2 Etiologi

Penyakit kornea adalah penyakit mata yang serius karena menyebabkan gangguan
tajam penglihatan, bahkan dapat menyebabkan kebutaan. Ulkus kornea merupakan
hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea.

Ulkus biasanya terbentuk akibat; infeksi oleh bakteri (misalnya stafilokokus,


pseudomonas, atau pneumokokus), jamur virus (misalnya herpes) atau protozoa
akantamuba, selain itu ulkus kornea disebabkan reaksi toksik, degenerasi, alergi dan
penyakit kolagen vaskuler. Kekurangan vitamin A atau protein, mata kering (karena
kelopak mata tidak menutup secara sempurna dan melembabkan kornea).

Faktor resiko terbentuknya antara lain adalah cedera mata, ada benda asing di mata,
dan iritasi akibat lensa kontak.

III.3 Patofisiologi

Bila pertahanan normal pada mata seperti epitel kornea mengalami gangguan,
resiko terjadinya infeksi sangat tinggi. Penyebab yang mungkin seperti trauma
langsung pada kornea, penyakit alis mata yang kronis, abnormalitas tear film yang
mengganggu keseimbangan permukaan bola mata dan trauma hipoksia akibat
pemakaian lensa kontak.

Koloni bakteri patologi pada lapisan kornea bersifat antigen dan akan melepaskan enzim
dan toksin. Hal ini akan mengaktifkan reaksi antigen antibodi yang mengawali proses
inflamasi. Sel-sel PMN pada kornea akan membentuk infiltrat. PMN berfungsi
memfagosit bakteri. Lapisan kolagen stroma dihancurkan oleh bakteri dan enzim
leukosit dan proses degradasi berlanjut meliputi nekrosis dan penipisan. Karena
penipisan lapisan ini, dapat terjadi perforasi menyebabkan endoftalmitis. Bila kornea
telah sembuh, dapat timbul jaringan sikatrik yang menyebabkan penurunan tajam
penglihatan. Bakteri gram positif lebih banyak menjadi penyebab infeksi bakterialis di
dunia bagian selatan. Psaeudomonas aeruginosa paling banyak ditemukan pada ulkus
kornea dan keratitis karena lensa kontak.

Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditentukan oleh adanya kolagenase
yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Dikenal ada 2 bentuk tukak pada
kornea, yaitu sentral dan marginal/perifer.

Tukak kornea sentral disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, dan virus. Sedangkan
perifer umumnya disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun, dan infeksi. Infeksi
pada kornea perifer biasanya disebabkan oleh kuman Stafilokok aureus, H. influenza,
dan M. lacunata.

III.4 Jenis

III.4.1 Ulkus Kornea Sentral

Ulkus kornea sentral dapat disebabkan oleh pseudomonas, streptococcus, pneumonia,


virus, jamur, dan alergi. Pengobatan ulkus kornea secara umum adalah dengan
pemberian antibiotika yang sesuai dan sikloplegik. Pembentukan parut akibat ulserasi
kornea adalah penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia.
Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis
penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai. Ulserasi supuratif
sentral dahulu hanya disebabkan oleh S pneumonia. Tetapi akhir-akhir ini sebagai akibat
luasnya penggunaan obat-obat sistemik dan lokal (sekurang-kurangnya di negara-
negara maju), bakteri, fungi, dan virus opurtunistik cenderung lebih banyak menjadi
penyebab ulkus kornea daripada S pneumonia.

Ulkus kornea sentral dengan hipopion

Ulkus sentral biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan pada epitel. Lesi
terletek di sentral, jauh dari limbus vaskuler. Hipopion biasanya (tidak selalu) menyertai
ulkus. Hipopion adalah pengumpulan sel-sel radang yang tampak sebagai lapis pucat di
bagian bawah kamera anterior dan khas untuk ulkus sentral kornea bakteri dan fungi.
Meskipun hipopion itu steril pada ulkus kornea bakteri, kecuali terjadi robekan pada
membran descemet, pada ulkus fungi lesi ini mungkin mengandung unsur fungi.

Ulkus Kornea Bakterialis

Ulkus kornea yang khas biasanya terjadi pada orang dewasa yang bekerja di bidang
konstruksi, industri, atau pertanian yang memungkinkan terjadinya cedera mata.
Terjadinya ulkus biasanya karena benda asing yang masuk ke mata, atau karena erosi
epitel kornea. Dengan adanya defek epitel, dapat terjadi ulkus kornea yang disebabkan
oleh mikroorganisme patogen yang terdapat pada konjungtiva atau di dalam kantong
lakrimal. Banyak jenis ulkus kornea bakteri mirip satu sama lain dan hanya bervariasi
dalam beratnya penyakit. Ini terutama berlaku untuk ulkus yang disebabkan bakteri
oportunitik (misalnya Streptococcus alfa-hemolyticus, Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, Nocardia, dan M fortuitum-chelonei), yang menimbulkan
ulkus indolen yang cenderung menyebar perlahan dan superficial.

Ulkus sentral yang disebabkan Streptococcus beta-hemolyticus tidak memiliki ciri khas.
Stroma kornea disekitarnya sering menunjukkan infiltrat dan sembab, dan biasanya
terdapat hipopion yang berukuran sedang. Kerokan memperlihatkan kokus gram (+)
dalam bentuk rantai. Obat-obat yang disarankan untuk pengobatan adalah Cefazolin,
Penisillin G, Vancomysin dan Ceftazidime.

Ulkus kornea sentral yang disebabkan Staphylococcus aureus, Staphylococcus


epidermidis, dan Streptococcus alfa-hemolyticus kini lebih sering dijumpai daripada
sebelumnya, banyak diantaranya pada kornea yang telah terbiasa terkena kortikosteroid
topikal. Ulkusnya sering indolen namun dapat disertai hipopion dan sedikit infiltrat pada
kornea sekitar. Ulkus ini sering superficial, dan dasar ulkus teraba padat saat dilakukan
kerokan. Kerokan mengandung kokus gram (+) satu-satu, berpasangan, atau dalam
bentuk rantai. Keratopati kristalina infeksiosa telah ditemukan pada pasien yang
menggunakan kortikosteroid topikal jangka panjang, penyebab umumnya adalah
Streptococcus alfa-hemolyticus.

Ulkus Kornea Fungi

Ulkus kornea fungi, yang pernah banyak dijumpai pada pekerja pertanian, kini makin
banyak diantara penduduk perkotaan, dengan dipakainya obat kortikosteroid dalam
pengobatan mata. Sebelum era kortikosteroid, ulkus kornea fungi hanya timbul bila
stroma kornea kemasukan sangat banyak mikroorganisme. Mata yang belum
terpengaruhi kortikosteroid masih dapat mengatasi masukkan mikroorganisme sedikit-
sedikit.

Ulkus kornea akibat jamur (fungi)

Ulkus fungi itu indolen, dengan infiltrate kelabu, sering dengan hipopion, peradangan
nyata pada bola mata, ulserasi superficial, dan lesi-lesi satelit (umumnya infiltrat, di
tempat-tempat yang jauh dari daerah utama laserasi). Lesi utama merupakan plak
endotel dengan tepian tidak teratur dibawah lesi kornea utama, disertai dengan reaksi
kamera anterior yang hebat dan abses kornea.

Kebanyakan ulkus fungi disebabkan organisme oportunistik seperti Candida, Fusarium,


Aspergillus, Penicillium, Cephalosporium, dan lain-lain. Tidak ada ciri khas yang
membedakan macam-macam ulkus fungi ini.
Kerokan dari ulkus kornea fungi, kecuali yang disebabkan Candida umumnya
mengandung unsur-unsur hifa; kerokan dari ulkus Candida umumnya mengandung
pseudohifa atau bentuk ragi, yang menampakkan kuncup-kuncup khas.

Ulkus Kornea Virus

A. Keratitis Herpes Simpleks

Keratitis herpes simpleks ada dua bentuk yaitu primer dan rekurens. Keratitis ini adalah
penyebab ulkus kornea paling umum dan penyebab kebutaan kornea paling umum di
Amerika. Bentuk epitelialnya adalah padanan dari herpes labialis yang memiliki ciri-ciri
imunologik dan patologik sama juga perjalanan penyakitnya. Perbedaan satu-satunya
adalah bahwa perjalanan klinik keratitis dapat berlangsung lama karena stroma kurang
vaskuler sehingga menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke tempat lesi. Penyakit
stroma dan endotel tadinya diduga hanyalah respons imunologik terhadap partikel virus
atau perubahan seluler akibat virus, namun sekarang makin banyak bukti yang
menunjukkan bahwa infeksi virus aktif dapat timbul di dalam stroma dan mungkin juga
sel-sel endotel selain di jaringan lain dalam segmen anterior seperti iris dan endotel
trabekel. Kortikosteroid topikal dapat mengendalikan respons peradangan yang
merusak namun memberi peluang terjadinya replikasi virus. Jadi setiap kali
menggunakan kortikosteroid topikal harus ditambahkan obat anti virus.

Temuan Klinis

Herpes simpleks primer pada mata jarang ditemukan dan bermanifestasi sebagai
blefarokonjungtivitis vesikuler kadang-kadang mengenai kornea dan umumnya terdapat
pada anak-anak muda. Terapi anti virus topikal dapat dipakai untuk profilaksis agar
kornea tidak terkena dan sebagai terapi untuk penyakit kornea.

Gejala pertama umumnya iritasi, fotofobia dan berair-air. Bila kornea bagian pusat
terkena terjadi sedikit gangguan penglihatan. Lesi paling khas adalah ulus dendritik. Ini
terjadi pada epitel kornea, memiliki bulbus terminalis pada ujungnya. Ulkus geografik
adalah sebentuk penyakit dendritik menahun yang lesi dendritiknya berbentuk lebih
lebar. Tepian ulkus tidak kabur. Sensasi kornea menurun. Lesi epitelial kornea lain yang
dapat ditimbulkan HSV adalah keratitis epitelial “blotchy”, keratitis stelata dan keratitis
filamentosa.

Terapi

Terapi keratitis HSV hendaknya bertujuan menghentikan replikasi virus didalam kornea
sambil memperkecil efek merusak respons radang.

 Debridement

Cara efektif mengobati keratitis adalah debridement epitelial karena virus berlokasi di
dalam epitel. Debridement juga mengurangi beban antigenik virus pada stroma kornea.
Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus. Obat siklopegik seperti
atropin 1% diteteskan ke dalam sakus konjungtiva dan ditutup sedikit dengan tekanan.
Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya
sembuh umumnya dalam 72 jam. Pengobatan tambahan dengan anti virus topikal
mempercepat pemulihan epitel.

 Terapi Obat

Agen anti virus topikal yang dipakai pada keratitis herpes adalah idoxuridine, trifluridine,
vidarabine dan acyclovir. Replikasi virus dalam pasien imunokompeten khususnya bila
terbatas pada epitel kornea umumnya sembuh sendiri dan pembentukan parut minimal.
Dalam hal ini penggunaan kortikosteroid topikal tidak perlu bahkan berpotensi sangat
merusak. Penting sekali ditambahkan obat anti virus secukupnya untuk mengendalikan
replikasi virus

 Terapi Bedah

Keratoplasi penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan pasien yang


mempunyai parut kornea berat namun hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah
penyakit herpes non aktif. Pasca bedah infeksi herpes rekurens dapat timbul karena
trauma bedah dan kortikosteroid topikal yang diperlukan untuk mencegah penolakan
transplantasi kornea. Lensa kontak lunak untuk terapi atau tarsorafi mungkin diperlukan
untuk pemulihan defek epitel yang terdapat pada keratitis herpes simpleks.

B. Keratitis Virus Varicella-Zoster

Infeksi virus varicella-zoster (VZV) terjadi dalam dua bentuk yaitu primer (varicella) dan
rekurens (zoster). Manifestasi pada mata jarang terjadi pada varicella namun sering
pada zoster oftalmik. Berbeda dari keratitis HVS rekurens yang umumnya hanya
mengenai epitel, keratitis VZV mengenai stroma dan uvea anterior pada awalnya. Lesi
epitelnya keruh dan amorf kecuali kadang-kadang ada pseudodendritlinier yang sedikit
mirip dendrit pada keratitis HSV. Kekeruhan stroma disebabkan oleh edema dan sedikit
infiltrat sel yang awalnya hanya subepitel. Kehilangan sensasi kornea selalu merupakan
ciri mencolok dan sering berlangsung berbulan-bulan setelah lesi kornea tampak
sembuh. Acyclovir intravena dan oral telah dipakai dengan hasil baik untuk mengobati
herpes zoster oftalmik. Kortikosteroidtopikal mungkin diperlukan untuk mengobati
untuk mengobati keratitis berat, uveitis dan glaukoma sekunder.

III.4.2 Ulkus Kornea Perifer

Ulkus Dan Infiltrat Marginal

Kebanyakan ulkus kornea marginal bersifat jinak namun sangat sakit. Ulkus ini timbul
akibat konjungtivitis bakteri akut atau menahun khususnya blefarokonjungtivitis
stafilokokus. Ulkus timbul akibat sensitisasi terhadap produk bakteri, antibodi dari
pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang telah berdifusi melalui epitel kornea.
Infiltrat dan ulkus marginal mulai berupa infiltrat linier atau lonjong terpisah dari limbus
oleh interval bening dan hanya pada akhirnya menjadi ulkus dan mengalami
vaskularisasi. Proses ini sembuh sendiri umumnya setelah 7 sampai 10 hari. Terapi
terhadap blefaritis umumnya dapat mengatasi masalah ini, untuk beberapa kasus
diperlukan kortikosteroid topikal untuk mempersingkat perjalanan penyakit dan
mengurangi gejala. Sebelum mamekai kortikosteroid perlu dibedakan keadaan ini yang
dulunya dikenal sebagai ulserasi kornea catarrhal dari keratitis marginal.

Ulkus Mooren

Penyebab ulkus mooren belum diketahui namun diduga autoimun. Ulkus ini termasuk
ulkus marginal. Pada 60-80 kasus unilateral dan ditandai ekstravasi limbus dan kornea
perifer yang sakit dan progresif dan sering berakibat kerusakan mata. Ulkus mooren
paling sering terdapat pada usia tua namun agaknya tidak berhubungan dengan
penyakit sistemik yang sering diderita orang tua. Ulkus ini tidak responsif terhadap
antibiotik maupun kortikosteroid. Belakangan ini telah dilakukan eksisi konjungtiva
limbus melalui bedah dalam usaha untuk menghilangkan substansi perangsang.
Keratoplasi tektonik lamelar telah dipakai dengan hasil baik pada kasus tertentu. Terapi
imunosupresif sistemik ada manfaatnya untuk penyakit yang telah lanjut.

II.5 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata. Pemeriksaan


diagnosis yang biasa dilakukan adalah:

 Ketajaman penglihatan

 Tes refraksi

 Pemeriksaan slit-lamp

 Keratometri (pengukuran kornea)

 Respon refleks pupil

 Goresan ulkus untuk analisis atau kultur

 Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi


II.6 Pengobatan

Pengobatan pada ulkus korne bertujuan untuk menghalangi hidupnya bakteri dengan
antibiotik dan mengurangi reaksi radang dengan steroid. Ulkus korne adalah keadaan
darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang
lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus tergantung kepada penyebabnya,
diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, antivirus atau anti jamur. Untuk
mengurangi peradangan bisa diberikan tetes mata kortikosteroid.

Yang harus diperhatikan dalam terapi ulkus kornea adalah bahwa ulkus kornea tidak
boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga berfungsi sebagai inkubator,
selain itu debridement juga sangat membantu dalam keberhasilan penyembuhan.
Pengobatan ulkus dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan mata terlihat tengan
kecuali bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah 1-2
minggu. Pada ulkus kornea dilakukan keratoplasti atau pembedahan apabila dengan
terapi medikamentosa tidak sembuh, terjadi jaringan parut yang menganggu
penglihatan, penurunan visus yang menganggu pekerjaan penderita, kelainan kornea
yang tidak disertai kelainan ambliopia.

IV. ANALISIS KASUS

Seorang perempuan berumur 32 tahun, bekerja sebagai petani karet dengan tempat
tinggal di luar kota. Datang ke RSMH dengan keluhan utama nyeri pada mata kiri sejak
4 hari SMRS. Penderita juga mengeluhkan penglihatan mata kirinya semakin kabur,
disertai dengan mata yang memerah.

Berdasarkan keluhan utama dari penderita, yaitu adanya penurunan penglihatan disertai
dengan nyeri dan mata merah, maka dapat dipikirkan kemungkinan adanya ulkus
kornea, keratitis, glaukoma akut, uveitis anterior, endofthalmitis, dan panofthalmitis.

Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, terdapat riwayat trauma pada mata dan mata
penderita yang mengalami trauma tersebut menjadi kabur, merah, nyeri, berair-air.
Penderita juga mengeluh adanya bintik putih pada mata yang mengalami trauma dua
hari kemudian. Diagnosa yang sangat memungkinkan pada kasus ini adalah ulkus
kornea dan keratitis.

Kemungkinan diagnosa glaukoma akut dapat disingkirkan karena pada penderita ini
tidak ada riwayat penurunan penglihatan dengan tiba-tiba dan nyeri kepala hebat yang
menyertainya, ataupun keluhan adanya penglihatan pelangi atau halo ketika melihat
lampu. Selain itu, glaukoma akut biasanya terjadi pada usia lebih dari 40 tahun.

Kemungkinan uveitis anterior sebagai diagnosa utama pada pasien ini juga dapat
disingkirkan karena pada penderita ini ditemukan adanya infiltrat dan gambaran tukak
di kornea yang menunjukkan bahwa ini adalah bukan suatu murni uveitis anterior.
Kelainan pada kornea seperti ini menunjukkan adanya suatu inflamasi dan infeksi pada
kornea. Kemungkinan uveitis anterior sebagai komplikasi diagnosa utama dapat
dipertimbangkan karena infeksi pada kornea dapat menyebar ke uvea anterior. Adanya
hipopion pada mata kiri penderita ini menunjukkan terjadi peradangan pada uvea
anterior yaitu badan silier dan iris.

Kemungkinan terjadinya endofthalmitis dapat dipertimbangkan karena terdapat faktor


penyebab yaitu tukak pada kornea, akan tetapi menjadikan endofthalmitis sebagai
diagnosa utama dan pasti tidak dapat dilakukan karena segmen posterior tidak dapat
dinilai. Selain itu, biasanya endofthalmitis ditandai dengan demam.

Kemungkinan diagnosa panofthalmitis juga dapat disingkirkan karena pada penderita ini
tidak ditemukan gejala-gejala panothalmitis seperti nyeri pada pergerakan bola mata,
bola mata yang menonjol (eksoftalmos), dan penderita yang kelihatan sakit, menggigil,
demam, ataupun sakit kepala berat. Selain itu, diagnosa pasti panofthalmitis tidak dapat
ditegakkan karena segmen posterior tidak dapat dinilai.

Diagnosa yang sangat memungkinkan pada kasus ini adalah ulkus kornea dan keratitis.
Diagnosa keratitis dapat disingkirkan karena pada penderita ini bukan hanya terdapat
infiltrasi sel radang pada kornea yang ditandai oleh kekeruhan pada kornea akan tetapi
terdapat juga gambaran tukak pada kornea.

Diagnosa ulkus kornea ini dapat ditegakkan karena ditemukan adanya penurunan visus
disertai dengan mata yang merah, silau, berair, dan adanya secret. Adanya riwayat
trauma sebelumnya, semakin memperjelas kemungkinan suatu ulkus. Pada
pemeriksaan oftalmologis, ditemukan adanya mix injeksi serta ulkus ukuran diameter
10 mm.

Untuk menentukan penyebab dari ulkus, maka dapat dilihat dari pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan fisik, letak ulkus yang sentral
mengandung sekret kental dengan dasar yang keruh, memberikan kemungkinan
penyebabnya adalah proses infeksi oleh bakteri atau jamur. Karena itu dilakukan
pemeriksaan mikroskopik dari kerokan kornea dengan cara screeping dan dengan KOH
10%.

Pada waktu hasil screeping belum keluarpun, telah diberikan antifungi Natamisin.
Pemberian antifungi ini untuk mengobati dan mencegah terjadinya infeksi yang lebih
luas. Karena kemungkinan terjadinya ulkus yang disebabkan jamur yang menyebabkan
kerusakan yang hebat dan cepat pada mata dapat saja terjadi. Pemberian antibakteri
spektrum luas juga dilakukan karena mungkin saja infeksi disebabkan oleh bakteri.
Gentamisin lebih ditujukan untuk bakteri gram negatif dan Cefotaksim lebih ditujukan
untuk bakteri gram positif. Pengobatan dengan antibiotik atau antifungi selanjutnya
sesuai dengan hasil kultur.

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah irigasi dengan RL dan Povidon Iodine 0,5%
dengan tujuan untuk membersihkan mata dari sekret dan kotoran mata dan benda
asing. Obat lain yang diberikan adalah natamisin sebagai antifungi, gentamisin dan
cefotaksim sebagai antibakteri dan asam mefenamat untuk mengurangi rasa nyeri.
Sulfas Atropin 1% dimaksudkan untuk menekan peradangan dan untuk melepaskan dan
mencegah terjadinya sinekia anterior, karena sulfas atropin memiliki efek sikloplegik
yang menyebabkan pupil midriasis, sehingga mencegah perlengkatan iris pada kornea.
Cen fresh diberikan sebagai air mata buatan agar terjadi penyerapan obat tetes mata
dengan baik. Vitamin C diberikan untuk reepitelisasi kornea. USG dilakukan untuk
mengetahui keadaan corpus vitreus karena funduskopi tidak dapat dilakukan akibat
kekeruhan pada kornea. Kekeruhan korpus vitreus berupa abses menunjukkan telah
terjadi endothalmitis atau panofthalmitis. Keratoplasti dilakukan setelah kornea steril
dan tanda-tanda inflamasi menghilang.

Prognosis penderita ini, quo ad vitam bonam, karena tanda-tanda vitalnya masih dalam
batas normal, sedangkan quo ad functionam dubia ad malam karena walaupun dengan
pengobatan yang tepat dan teratur ulkusnya dapat sembuh, namun meninggalkan bekas
berupa sikatrik yang dapat menimbulkan gangguan tajam penglihatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section 11. San
Fransisco: MD Association, 2005-2006

2. Ilyas, S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2002.

3. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FK UI,
Jakarta;2005.

4. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika, 2000.

5. Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 1983.
Iklan

Anda mungkin juga menyukai