Anda di halaman 1dari 5

 ASAL USUL AKSARA JAWA

Aksara Jawa Hanacaraka merupakan salah satu aksara yang digunakan di Tanah Jawa
dan sekitarnya, sering disebut aksara Jawa. Aksara Hancaraka sebenarnya diambil dari lima
aksara pertama dalam aksara Jawa: “hana caraka”. Aksara Jawa sendiri berjumlah dua puluh
aksara, yaitu:

Dahulu kala, di sebuah kerajaan Medhangkamulan, bertahtalah seorang raja bernama


Dewata Cengkar. Atau terkenal dengan nama Prabu Dewata Cengkar. Seorang raja yang sangat
rakus, bengis, tamak, dan suka memakan daging manusia. Karena kegemarannya memakan
daging manusia, maka secara bergilir rakyatnya pun dipaksa menyetor upeti berwujud manusia.
Mendengar kebengisan Prabu Dewata Cengkar, seorang pengembara bernama Aji Saka
bermaksud menghentikan kebiasaan sang raja. Aji Saka mempunyai 2 orang abdi yang sangat
setia bernama Dora dan Sembada. Dalam perjalanannya ke kerajaan Medhangkamulan, Aji Saka
mengajak Dora, sedangkan Sembada tetap ditempat karena harus menjaga sebuah pusaka sakti
milik Aji Saka. Aji Saka berpesan kepada Sembada, agar jangan sampai pusaka itu diberikan
kepada siapapun kecuali aku (Aji Saka).
Setelah beberapa waktu, sampailah Aji Saka di kerajaan Medhangkamulan yang sepi.
Rakyat di kerajaan itu takut keluar rumah, karena takut menjadi santapan lezat sang raja yang
bengis. Aji Saka segera menuju istana dan menjumpai sang patih. Dia berkata kalau dirinya
sanggup dan siap dijadikan santapan Prabu Dewata Cengkar.
Tibalah pada hari dimana Aji Saka akan dimakan oleh Prabu Dewata Cengkar. Sebelum
dimakan, sang prabu selalu mengabulkan 1 permintaan dari calon korban. Dan Aji Saka dengan
tenang meminta tanah seluas syurban kepalanya. Mendengar permintaan Aji Saka, Prabu Dewata
Cengkar hanya tertawa terbahak-bahak, dan langsung menyetujuinya. Maka dibukalah kain
syurban penutup kepala Aji Saka.
Aji Saka memegang salah satu ujung syurban, sedangkan yang lain dipegang oleh Prabu
Dewata Cengkar. Aneh, ternyata syurban itu seperti mengembang sehingga Dewata Cengkar
harus berjalan mundur, mundur, dan mundur hingga sampai di tepi pantai selatan. Begitu Dewata
Cengkar sampai di tepi pantai selatan, Aji Saka dengan cepat mengibaskan syurbannya sehingga
membungkus badan Dewata Cengkar, dan menendangnya hingga terjebur di laut selatan. Tiba-
tiba saja tubuh Dewata Cengkar berubah menjadi buaya putih. “Karena engkau suka memakan
daging manusia, maka engkau pantas menjadi buaya, dan tempat yang tepat untuk seekor buaya
adalah di laut” demikian kata Aji Saka.
Sejak saat itu, Kerajaan Medhangkamulan dipimpin oleh Aji Saka. Seorng raja yang arif
dan bijaksana. Tiba-tiba Aji Saka teringat akan pusaka saktinya, dan menyuruh Dora untuk
mengambilnya. Namun Sembada tidak mau memberikan pusaka itu, karena teringat pesan Aji
Saka. Maka terjadilah pertarungan yang hebar diantara Dora dan Sembada. Karena memiliki
ilmu dan kesaktian yang seimbang, maka meninggallah Dora dan Sembada secara bersamaan.
Aji Saka yang teringat akan pesannya kepada Sembada, segera menyusul. Namun
terlambat, karena sesampai di sana, kedua abdinya yang sangat setia itu sudah meninggal dunia.
Untuk mengenang keduanya, maka Aji Saka mengabadikannya dalam sebuah Aksara /
huruf yang bunyi dan tulisannya :
Makna aksara jawa :
Ha Na Ca Ra Ka (ono utusan = ada utusan)
Da Ta Sa Wa La (padha kekerengan = saling berkelahi)
Pa Da Ja Ya Nya (padha digdayane = sama-sama saktinya)
Ma Ga Ba Tha Nga (padha nyunggi bathange = saling berpangku saat meninggal)

 AKSARA JAWA – Huruf Jawa


Gunane : kanggo nulis jawa.

 PASANGAN AKSARA
Gunane : kanggo nyigeg wada (saliyane paten h,ng, lan r) ing tengah tembung lan ing
tengahe aksara.
 SANDANGAN
Gunane : - Sandhangan payigeg,nambahi sawijining aksara.

-Sandhangan wyajana,kanggo nggabungake uni sawntara aksara


 ANGKA JAWA
Gunane :

Anda mungkin juga menyukai