Proposal Tuna-Kisar Case01 PDF
Proposal Tuna-Kisar Case01 PDF
III. STATISTIK UTAMA LINGKUNGAN STRATEGI MALUKU DAN INDONESIA TIMUR PADA UMUMNYA
DAN SEKILAS KINERJA EKSPOR INDONESIA
III.1. Geografis Maluku …………................................................................................................ ..........................20
III.2. Potensi Perikanan Laut………………………................................................................................................21
III.3. Landed Area Dan Fishing Ground ...................................................................................... ...........................21
III.4. Potensi Pasar Lokal dan Sekilas Kinerja Ekspor Indonesia..... ......................................................................22-25
III.5. Kesimpulan......................................................................................................................................................26
III.6. Beberapa Isu Terakhir………………………………………………………………………………………..26
III.7. Analisa SWOT……………………………………………………………………………………………….27
2
INVESTMENT SUMMARY
Business Concept
Empowerment mission
Using suitable economize latest environmentally friendly Technology
Focusing on Producing high value added of local sea commodities. In penetrating Global Market Network
Project Title
Fish Proccesing Mini Plant Development. Using Technology Super Rapid Freezer Container - 60 C
Business Plan
Pilot Project Location : Sub Districk Kisar -MBD
Line of Business : Production and Marketing of sea commodities
Investment/Loan Size : IDR 29.339.730.6700 (JPY 109.532.800;USD 180.000;Rp12.328.466.670)
Exchange rate assumptions : Rp130/JPY and IDR 14.000/USD
Investment Horizon/Tenor : Roughly estimated to be 10 years or so
Production Assumption
Main Products Target : Yellowfin Sashimi Grade Tuna
Monthly Production : 30 MT
Average Selling Price : JPY 1.000/kg
Raw material source : local fishermen
Marketing (prime market) : Japan
Human resources : local
Financing Strategy : All Equity Financing
Benefits to Investor/Creditor
Attractive investment alternative
Strong capacity for debt servicing
3
BAB I
PROFIL UMUM
PT WAISITY INDONESIA
I.1. Legalitas
Perusahaan didirikan melalui akta pendirian No 13 Tgl 12 April dihadapan Notaris Rudy Fitriadi,
SH,SpN. Akta tersebut kemudian memperoleh pengesahan Menteri Kehakiman Republik Indonesia
pada tgl 26 Juni 2006 dan Perubahan Akta Pendirian Perusahaan dihadapan Notaris Endang SP,SH
Nomor 02 tanggal 03 Oktober 2016, Secara lengkap legalitas identitas perusahaan adalah sebagai
berikut:
4
I.5. Konsep Usaha
Sesuai dengan visi dan misinya dalam menjalankan kegiatannya perusahaan berorientasi pada
pengembangan usaha hasil laut dan pemberdayaan nelayan dengan memanfaatkan tehnologi dan
jaringan pasar global guna menghasilkan produk olahan hasil laut yang bernilai tambah tinggi
Pilot Project
Maluku Maluku Utara Papua dan Papua Barat Sulut Sultra NTT
5
BAB II
OVERVIEW- PASAR TUNA DUNIA
PENANGKAPAN,PERDAGANGAN,PASAR JEPANG DAN PELUANG SMALL SCALE HARVESTING
6
global secara luas diperkirakan telah nearly,fully atau bahkan over fishing,tekanan kenaikan harga
minyak pada biaya operasi penangkapan,krisis keuangan global saat ini dan juga upaya budi daya
tuna yang terus meningkat jumlahnya sebagai substitute tuna liar.Termasuk juga berbagai restriksi
penangkapan oleh sejumlah regulator badan regional tuna dan penurunan quota.
Namun demikian potensi pertumbuhan untuk species seperti skipjack masih
dimungkinkan.Seperti terlihat dari table 8 dibawah.Skipjack terus membukukan tingkat pertumbuhan
positif disusul yellowfin sementara 3 jenis lainnya tumbuh flat bahkan cenderung negatif. Indikasinya
skipjack statusnya antara under/nearly fully exploited,yellowfin fully exploited,spesies yang lain masuk
kategori overexploited.
Sumber penangkapan utama adalah dari lautan pacific 65% (sebagian besar dari nelayan pacific
barat),lautan india 21% dan lautan atlantik 14%. Saat ini diperkirakan sekitar 2,5 juta MT tuna
diproduksi oleh lautan pacific.65% dari jumlah itu ditangkap oleh kapal pure sein,kurang dari 14%
melalui pole and line dan 10% lebih ditangkap melalui kapal long line selebihnya dengan alat-alat
lainnya.
sumber:globefish
Species penyumbang produksi tuna dunia kedua adalah yellowfin sekitar 30%.Hampir sama
dengan skipjack,yellowfin juga terdistribusi merata namun terbatas dilaut tropis.Hidupnya lebih lama
dan sizenya lebih besar dari skipjack.Sebagian besar juga diperuntukan sebagai ikan kaleng.Jenis
ketiga adalah tuna bermata besar (sekitar10%),penampilan fisik luarnya mirip dengan
7
yellowfin.Diperuntukan sebagai bahan sashimi sehingga mahal harganya.Produksi saat ini sekitar 475
MT.
Kontributor terkecil dalam hal volume adalah albacore dan bluefin sekitar 5%.Permintaan
albacore tinggi karena berdaging putih sehingga disebut juga “chicken of the sea”namun supplainya
terbatas produksinya tak lebih dari 260.000 MT.Tren produksi tidak akan banyak berubah. Sementara
Bluefin adalah jenis tuna termahal.Terdapat dua jenis bluefin yaitu bluefin selatan dan
utara.produksinya sekitar 65.000 MT dan diperkirakan juga tidak akan banyak berubah.
Sumber:globefish
III.I.2. PERDAGANGAN
Ekspor
Grafik 3
sumber:Globefish
Grafik diatas menunjukan pertumbuhan volume tangkap dan nilai ekspor tuna dalam periode
1986-2004.Seperti terlihat nilai ekspor meningkat lebih tinggi dari volume tangkap yang
merefleksikan kenaikan harga fresh dan frozen tuna selama periode tersebut.
8
Grafik 4. Ekspor Tuna Segar/Beku (1996-2004)
sumber:Globefish
Eksportir utama dunia untuk tuna beku adalah Taiwan,Spanyol,Perancis dan Korea Selatan.
Sementara Indonesia adalah eksportir utama dunia untuk tuna segar dan dingin.
Total Nilai ekspor dunia untuk tuna fresh dan frozen tahun 2004 melonjak membukukan rekor
baru sepanjang sejarah sebesar USD3.389juta.Padahal ditahun sebelumnya 2003 nilainya sekitar
USD2.800 juta yang disebabkan rendahnya harga tuna dan berkurangnya penggunaan tuna utuh.
(angka ini belum termasuk nilai ekspor loin).Menarik untuk dicatat peningkatan nilai total ekspor
terjadi pada saat kuantitas tuna fresh dan frozen utuh mengalami penurunan dari 1.574 juta MT
ditahun 2003 menjadi 1,5 juta MT ditahun 2004.
Grafik 5
sumber:Globefish
Thailand adalah pengimpor tuna no 1 dunia dari sisi volume.Dengan nilai impor sekitar
500.000 ton ditahun2004 meningkat menjadi 609.600 ton pada tahun 2008.Dengan spesies utama
9
yang diimpor adalah skipjack beku untuk kebutuhan industri ikan kalengnya. Sementara Jepang
pengimpor tuna dunia no1 dari sisi nilai impor dan ke2 dari sisi volume.Jenis tuna segar dan dingin
yang diimpor umumnya yang berharga mahal untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sashimi.Seperti
bluefin,bigeye dan yellowfin yang berkualitas tinggi. Sementara volume impor tuna bekunya 328.000
ton ditahun 2004 dan untuk tuna segar dan dingin 56.500 ton.Berbeda dengan Thailand yang terus
meningkat volume impornya.Seperti yang terlihat nanti,impor Jepang mengalami penurunan setiap
tahun hingga volume impor tuna bekunya menjadi 95.600 atau sekitar ton untuk semester I
2008.Sementara untuk periode yang sama impor tuna segarnya menjadi 18.000 ton atau sekitar
36.000 ton kalau disetahunkan.
Kinerja Harga
Sumber:Globefish
Grafik 6. menunjukan trend harga skipjack beku di Thailand dari Jan 93-Jan 09. Pada Juli 2008
mencatat harga tertinggi USD 2000/ton dan merosot dibawah USD 1.000/ton dalam waktu 6 bulan
sampai Jan 09. Kemudian bergerak naik sampai pada tingkat USD 1.425/ton di akhir Juli 2009.Harga
di Bangkok juga berfungsi sebagai indicator harga cakalang dunia.
10
Harga Tuna di Jepang
Grafik 7
Tren pergerakan harga rata-rata tuna (segar dan beku) bluefin,bigeye,yellowfin dan skipjack di
Jepang selama bulan Januari –Agustus 08.
Tuna bluefin segar merupakan jenis termahal, harga tertinggi mencapai sekitar
USD70.000/ton dan terendah USD 10.000/ton.Sedangkan untuk yang beku berkisar USD 20.000/ton-
USD 40.000/ton.
Tuna bigeye segar bergerak dalam kisaran USD6.000-USD13.000/ton,dan USD6.500-
USD10.000/ton.
Selanjutnya yellowfin segar ada direntang sekitar USD4.500-USD11.000/ton yellowfin beku
USD4.500-USD7.000/ton.Skipjack beku kurang lebih flat di sekitar USD2.000/ton,dan antara
USD2.000-USD6.000/ton untuk yang segar.
Terlihat kisaran pergerakan harga tuna segar lebih lebar dari pada tuna beku untuk semua
jenis tuna.
Harga tuna beku untuk ke4 jenis tuna lebih stabil pergerakannya dibandingkan yang segar.
Terdapat perbedaan harga skipjack beku antar pasar Jepang (stabil pada harga usd
2000/ton)dan Thailand.
11
Harga Tuna kualitas Sashimi
Grafik 8. Harga bulanan (Jan,Mei,Sept) Yellowfin segar dan dingin grade sashimi yang berasal dari
Indonesia di pasar lelang Tsukiji Jepang (1990-2003).
Grafik 9 Harga Tahunan Yellowfin segar dan dingin untuk grade sashimi di pasar lelang Tsukiji
Jepang (1990-2003)
Grafik 8 dan 9 diatas memperbandingkan kinerja harga (Yen/kg) yellowfin segar dan dingin
untuk sashimi grade (1990-2003).
Untuk kategori high prices dan low prices yang berasal dari Indonesia dan dari tempat lainnya.
Yellowfin sashimi grade yang berasal dari Indonesia baik untuk kategori high/low price
memiliki rentang harga yang lebih lebar dari rentang harga yellowfin yang berasal dari sumber
lain.Yellowfin Indonesia untuk kategori high price berada pada rentang sekitar JPY 900/kg-JPY
3.700/kg. Sementara kategori low price,harga tertinggi JPY 1.500/kg dan terendah sekitar JPY 200/kg.
12
Berbeda dengan yellowfin sumber lain,untuk kategori high price memiliki rentang
JPY1.500/kg-JPY 2.700/kg.Sedangkan kategori low price bergerak disekitar JPY200/kg-JPY800/kg.
Pergerakan harga sashimi di Jepang khususnya sangat fluktuatif yang juga mencerminkan sifat
permintaan Sashimi yang musiman . Umumnya puncak permintaan terjadi pada acara Cherry
Blossom in April, the Golden Week in May and, Obon festival in August,New year festive.
Sumber:infofish
Tabel 3. Impor Jepang Tuna Segar/Dingin per Jenis/ton
Jenis 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008*
Yellowfin 32.02 27.85 24.05 21.40 19.00 16,90 8.000
5 2 9 0 0 0
Bigeye 21.99 18.54 18.90 16.80 15.80 14.50 7.500
0 2 1 0 0 0
Bluefin 6.102 10.58 9.966 9.900 7.400 5.100 1.900
8
S.Bluefin 2.153 3.037 3.057 2.500 1.800 1.200 500
Skipjack 314 78 87 0 0 100 0
Albacore 746 393 411 200 300 300 100
Total 63.33 60.49 56.48 50.90 44.30 38.10 18.00
0 0 1 0 0 0 0
Sumber:diolah dari infofish
Secara keseluruhan pasokan ikan tuna liar ke pasar Jepang berasal dari hasil tangkapan
nelayan lokal di inland water yang merupakan porsi terkecil. Porsi yang terbesar berasal dari
pendaratan (landed) yang dihasilkan oleh distant water fishing nya yang beroperasi di high sea dan
ZEE negara asing. Kalau hasilnya masih kurang dari kebutuhan pasar barulah diimpor.
13
Tabel 4
Sumber:infofish
Import Jepang atas tuna segar dan beku mengalami trend pertumbuhan negatif sepanjang 5
tahun terakhir. Secara luas dikuatirkan penyebabnya adalah: menurunnya pasokan tuna global.
Diperkirakan sudah 70% fishing ground dunia saat ini berstatus fully dan over fishing.Sisanya 30%
masuk kategori nearly fully fishing.
Kondisi ini diperburuk dengan meroketnya fuel price dunia yang membuat operasi
penangkapan dan perdagangan tuna liar menjadi tidak menguntungkan. Sehingga memaksa
perusahaan penangkap menghentikan sementara operasinya. Asosiasi Koperasi Tuna Jepang
misalnya memutuskan untuk menghentikan sementara operasi seluruh kapal penangkapan mereka
yang berjumlah 233 unit sebagai respon atas kenaikan harga minyak dunia. Seperti yang dilaporkan
infotuna edisi Sept 2008. Bahkan bukan hanya sekedar menghentikan sementara operasi
penangkapan yang bersifat taktis jangka pendek. Langkah strategis jangka panjang pun terutama
oleh perusahaan berukuran raksasa telah diambil mengantisipasi eksistensi mereka di industri tuna
liar. Seperti yang dilaporkan infofish edisi Juni 2007, raksasa tuna jepang Maruha mulai mencoba
mengembangkan proyek tuna farming berskala besar di Jepang.
Dari sisi regulator regional pun dilaporkan bahwa IATCC (Intern Americal Tuna Tropical
Commision ) memotong kuota penangkapan Taiwan di lautan Atlantic dari 16.500 ton menjadi 4.600
ton. Implikasinya pasokan tuna beku Taiwan sebagai leading exporter ke Jepang juga merosot.
Tidak hanya itu dilaporkan juga bahwa 8 negara kecil pacific telah melarang penangkapan
bigeye dan yellowfin di wilayah perairan mereka.Sekalipun seluruh larangan atau pembatasan ini
bersifat sementara namun sekali lagi keputusan itu mengekspresikan kecemasan terancamnya stock
tuna khususnya tuna ekor kuning dan mata besar diwilayah mereka.
Desakan yang semakin intens dari berbagai pihak kepada ke 5 regional body yang ada – The
Intern America Tuna Tropical Convention (IATTC),ICCAT (The International Commision for the
Conservation of Atlantic Tunas),CCSBT (Commision for the Conservation of Southern Bluefin Tunas),
CSBT ,the Western and Central Pacific Fisheries Commision (WCPFC) dan Indian Ocean Tuna
Commision (IOCT) - untuk meninjau ulang berbagai hal menyangkut sistim manajemen tuna liar
14
dunia.Karena sistim dan mekanisme yang ada dianggap gagal mencegah terjadinya global supply
shortage yang disebabkan oleh apa yang dikenal sebagai the Twin Problems yaitu overfishing dan
overcapacity.
Sebut saja sebagai contoh desakan review atas mekanisme alokasi tuna dengan rekomendasi
pembatasan penangkapan dan pembatasan kapasitas kapal penangkap tuna. Kemudian desakan
melakukan review atas fishing accsess agreement antara coastal states dan distant water fishing
countries. Sebagai dasar hukum beroperasi di wilayah ZEE sebuah Negara. Isi perjanjian-perjanjian
yang ada selama ini juga dinilai bertanggung jawab atas terjadinya masalah the twin problems yang
dihadapi tuna saat ini.
Kesimpulannya dari sisi supply, impor tuna liar jepang yang menurun secara konsisten selama
5-6 tahun terkahir ini terjadi karena stock tuna dunia yang memang menurun dan kegiatan
penangkapan tuna dunia yang juga menurun.
Dalam kondisi tuna yang sedang mengalami tekanan kekurangan pasokan terjadilah resesi
ekonomi global yang berawal dari krisis keuangan di AS. Kontraksi ekonomi Jepang disusul kejatuhan
nilai tukar mata uang yen langsung menurunkan permintaan efektif konsumen tuna Jepang baik
karena menurunnya pendapatan maupun karena diperlukan yen yang lebih banyak untuk mengimpor
tuna sebagai akibat depresiasi yen. Sehingga jelas dapat disimpulkan kombinasi menurunnya pasokan
global, melemahnya daya beli dan harga impor tuna yang tiba-tiba menjadi mahal merupakan
penyebab menurunnya kinerja impor Jepang selama beberapa tahun belakangan ini.
Outlook
Pertanyaannya apakah kecenderungan tersebut diatas merupakan gejala jangka pendek atau
jangka panjang?.
Dari sisi supply, kecenderungan yang terjadi menunjukan bahwa eksploitasi tuna liar besar-
besaran besar kemungkinan akan sulit terjadi lagi. Karena stock memang menurun, resistansi dalam
15
berbagai bentuk terhadap pola manajemen tuna global yang ada selama ini terus dilakukan.
Termasuk kritik dan koreksi oleh seluruh stake holder industri tuna dunia. Action plan berbagai
rekomendasi, diskursus mengenai manajemen tuna global yang menjamin sustainability dan
keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup menjadi semakin intens dilakukan.
Apalagi ditambah merebaknya fenomena pemanasan global juga lanina,elnino yang
menyangkut iklim dan pengaruhnya pada biota laut termasuk pola migrasi dan pola penangkapan
tuna, memaksa seluruh pihak terkait duduk kembali untuk menata sistim manajeman tuna global
yang lebih efektif menjamin sustainability tuna khususnya.Hal ini berarti secara singkat karena
masalahnya adalah overfishing dan overcapacity maka arah solusinya adalah mengurangi fishing dan
mengurangi kapasitas.
Implikasinya dalam jangka pendek kecenderungan pertumbuhan supply tuna liar dunia
diperkirakan akan sangat terbatas (mendekati zero growth bahkan bisa negatif).sementara dalam
jangka menengah panjang supply tuna liar dunia akan menurun pada level yang dapat mendukung
kelangsungan hidup species tersebut dan keseimbangan lingkungan.Angka yang disebut-sebut adalah
produksi tahun 2001,sekitar 3,7 jt ton per tahun.
Dasar usulan ini tidak hanya berpijak pada argumentasi sustainabilitas dan atau keseimbangan
lingkungan. Usulan ini juga memiliki alasan ekonomis. Justru dengan menurunkan volume
penangkapan, margin keuntungan akan lebih tinggi karena tambahan biaya (marginal cost) dari
menambah 1 unit penangkapan lebih tinggi dari tambahan penerimaannya (Marginal Revenue). Atau
Marginal cost > Marginal Revenue. Artinya penurunan biaya akan lebih besar dari penurunan
penerimaan sebagai akibat penurunan produksi sehingga margin keuntungan akan lebih besar.Tom
Kompas dan Tuong Nu Che (Universitas Nasional Australia) dalam Pacific Economic Bulletin Nov 2006
melaporkan hasil studinya mengenai ”Economic Profit and Optimal Effort in Western and Central
Pacific Tuna” Fisheries merekomendasikan 68% penurunan dari level penangkapan tahun 2004 (3,9
jt ton) selama 50 tahun kedepan untuk kapal tangkap jenis pure seine juga untuk fresh dan frozen
long liners. Penurunan ini akan menghasilkan tambahan keuntungan 30% per tahun terus
menerus.Hal ini dikarenakan penurunan jumlah penangkapan akan memulihakan jumlah stock
sehingga per unit cost akan turun.
Dipihak lain disisi permintaan trendnya justru terbalik sama sekali. Diperkirakan secara luas
bahwa permintaan dan konsumsi produk ikan dunia (tuna adalah tiga/empat besar komoditi ikan
dunia) akan tetap terus tumbuh. FAO memproyeksikan konsumsi ikan perkapita akan terus meningkat
dari 13,5 kg/perorang tahun 1990 menjadi 19,1 di tahun 2015. Sementara laju tingkat penangkapan
ikan dunia plus produksi aquaculture tidak akan mencukupi laju pertumbuhan permintaan. Artinya
supply gap akan terus terjadi.
Apalagi dalam konteks Jepang, ikan umumnya dan khususnya tuna telah menjadi makanan
pokok bahkan budaya dan identitas bagi bangsa Jepang. Sehingga Supply-Demand gap akan eksis
menganga dan sekalipun secara bertahap sedang,telah dan akan diisi oleh tuna farming yang terus
berkembang belakangan ini. Namun tuna farming bukanlah perfect substitute bagi tuna liar dalam arti
rasa dan kualitas yang tidak akan sama. Karenanya dalam jangka menengah panjang ada jaminan
bahwa permintaan tuna liar akan terus tetap tumbuh bahkan melampaui pasokan sehingga harga
diperkirakan akan tetap kompetitif baik untuk produksi maupun konsumsi.
16
Kesimpulannya pergerakan harga tuna dijepang dalam jangka pendek ini akan sangat
dipengaruhi isu supply shortage yang akan membatasi kejatuhan harga lebih dalam lagi.Sementara
ekspektasi terjadinya pemulihan ekonomi Jepang yang secara bertahap sudah mulai nampak
(tercermin dari pulihnya bursa saham lokal dan menguatnya Yen) akan menjadi isu yang mendikte
pola kenaikan harga.Tarik menarik disekitar kedua isu fundamental tersebut termasuk faktor-faktor
turunannya seperti larangan,pembatasan penangkapan jenis tuna,jenis kapal yang dipakai dsb serta
juga perubahan indikator utama makro ekonomi Jepang,trend harga minyak, fluktuasi permintaan
musiman dst akan mempengaruhi apa yang disebut dalam bahasa analisa teknis sebagai secondary
trend movement of tuna price. Secara umum pasar tuna saat ini primary trendnya sedang memasuki
tahap konsolidasi.
17
III.3. PELUANG USAHA PENANGKAPAN SKALA KECIL (SMALL HARVESTING)
Perubahan lingkungan strategis Industri tuna global seperti dikemukakan diatas pada satu
pihak mengancam keberadaan industri berskala besar.Namun dipihak lain sebenarnya memberi
peluang bagi berkembangnya industri tuna berskala kecil. Kelangkaan pasokan akibat
overfishing,overcapacity, krisis minyak dunia dan gelombang kritik,koreksi atas manajemen tuna
dunia selama ini yang kurang menjamin ketersediaan stock dalam jangka panjang merupakan
kekuatan pendorong perubahan lingkungan tsb.
Pasar tuna liar dunia saat ini berada pada kondisi disekuilibrium dan sedang berproses menuju
titik ekuilibrium yang baru. Dalam perjalanannya pasar menuntut penyesuaian dari semua pelaku dan
atau menghukum pelaku yang gagal menyesuaikan diri dan sekaligus juga memberi peluang bagi
pelaku baru.
Penyesuaian bukan hanya harus dilakukan oleh lembaga regulator dan manajer regional
dalam bentuk revisi mekanisme dsb tapi juga oleh pelaku usaha global (sisi pemasok). Terutama
kelompok berskala besar. Baik melalui diversifikasi usaha seperti yang dilakukan Maruha.Atau
mengurangi jumlah,jenis armada yang beroperasi dsb.Seperti yang sudah terjadi belakangan ini di
Jepang. Penyesuaian juga akan terjadi pada sistim distribusi dan pemasaran bahkan sampai ke tingkat
konsumen.Sehingga akan terjadi penyesuaian di industri tuna mulai dari hulu sampai hilir.Fenomena
mendasar yang sedang terjadi adalah struktur pasar global tuna liar sedang memperlihatkan gejala
dan kecenderungan untuk bergeser dari pasar pembeli (buyer’s market) kembali menjadi pasar
penjual (seller’s market). Jumlah pemasok berkurang sementara jumlah pembeli cenderung terus
bertambah.
Dalam pasar yang berstruktur pasar penjual dimana pembeli lebih banyak dari penjual maka
jelas tidak banyak diperlukan usaha pemasaran dan perantara yang diperlukan karena pembelilah
yang mencari penjual. Gejala ini sudah mulai nampak di pasar Jepang. Tingkat harga yang berfluktuasi
dan tidak banyak berubah bahkan cenderung melemah akibat lemahnya daya beli sementara biaya
operasi industri tuna yang terus meningkat karena ketergantungan yang tinggi pada rising fuel oil
mengakibatkan margin keuntungan yang tersedia semakin kecil untuk dibagikan pada banyak
perantara. Sangat logis jumlah usaha pedagang perantara akan berkurang dan terseleksi secara
alamiah.
Penyesuaian juga sudah dan sedang terjadi di level konsumen akhir terkait pada perubahan
atau pergeseran temporer maupun permanen atas pola konsumsi dan hasrat mengkonsumsi tuna
liar.Sebagai contoh saat ini karena mahalnya sashimi bluefin dan big eye yang semakin berkurang
pasokan dan hasil penangkapannya maka para peminatnya mulai bergeser pada sashimi yellowfin dan
skipjack.
Mengingat trend permintaan tuna dunia yang terus meningkat.Khusunya bagi bangsa Jepang
baik sekarang dan diwaktu mendatang.Maka kedepan pasar tuna liar domestik Jepang akan semakin
tergantung pada pasokan impor. Yang bersumber dari small size harvesting sektor.Karena bisa
dipastikan pasokan dari distant water fishing vesselnya (main supplier) akan berkurang signifikan.
18
Demikian pula pasokan dari big player diluar Jepang –Taiwan,Spanyol,Korea mestinya juga akan
berkurang.
Secara keseluruhan trend volume penangkapan dunia untuk tuna liar bisa dipastikan akan
menurun baik karena alasan ekonomis, kelangkaan supply maupun alasan lingkungan hidup dan
keberlanjutan spesies tersebut.Juga melalui kerja Regional Fisheries Manajemen (RFMO) yang
diharapkan lebih efektif diwaktu mendatang. Seperti Indonesia yang semakin serius menangani
persoalan tuna ini dengan menjadi anggota Indian Ocean Tuna Commision dan membentuk Komisi
Tuna Indonesia.
Menurunnya peran big size harvesting industry dalam kegiatan perdagangan tuna global jelas
memberikan peluang bagi small size harvesting sector. Dalam konteks Indonesia artinya terbuka
peluang bagi nelayan tradisionil untuk memanfaatkan peluang mengisi porsi yang ditinggalkan big
player terutama untuk porsi ekspor sebagai antisipasi pulihnya ekonomi Jepang dan negara-negara
tujuan ekspor lainnya.
Pola dan operasi penangkapan nelayan tradisional dianggap lebih sesuai dan menjamin
keberlajutan dalam konteks trend tuntutan lingkungan ekologi,ekonomi dan hukum dimasa yang
akan datang. Persoalannya memang pertama bagaimana menyiapkan dan memampukan para
nelayan untuk memanfaatkan momentum ini. Kedua sebaliknya pula bagaimana membantu pasar
terutama pasar ekspor memanfaatkan potensi pasokan dari para nelayan ini.
Dalam hal inilah PT Waisity Indonesia mencoba mengambil peran tersebut dengan
mengajukan konsep usaha yang viable untuk mengintegrasikan potensi pasokan nelayan lokal dengan
potensi pasar global khususnya Jepang. Melalui pemanfaatan tehnologi pembekuan Super Freezer
Container -60 dan technical know how pengelolaan tuna bersama akses jaringan pasar global.
Seperti yang nanti dipaparkan tekhnologi terbaru ini sangat tepat beroperasi di coastal district,tempat
dimana sentra-sentra nelayan berlokasi. Akhirnya kehadiran tehnologi container -60 yang relatif baru
ini sendiri antara lain merupakan salah satu bukti adanya penyesuaian karena tuntutan perubahan
lingkungan di industri hulu menggantikan tehnologi cold storage konvensional.
19
BAB III
STATISTIK UTAMA
LINGKUNGAN STRATEGIS
MALUKU DAN INDONESIA TIMUR PADA UMUMNYA
DAN SEKILAS KINERJA EKSPOR INDONESIA
20
Secara tradisionil area pendaratan utama ikan tuna Indonesia adalah: Bali yang terbesar kemudian
Bitung,Jakarta,Ambon dsb.
Kedepan harus dimulai dibangun landed area berskala kecil di fishing ground terdekat.
III.4. Sekilas Potensi Pasar Lokal dan Kinerja Ekspor Tuna Indonesia
sumber:infofish
Porsi 20 20 20 20 200
21
Indonesia 01 02 03 04 5*
%tase 22, 27, 23, 26, 27,
1 9 5 0 1
*sampai sept 2005
Tabel 8.
Sumber:infofish
22
Porsi 19 19 20 20 20 20 20 20 20 200
Indonesia 98 99 00 01 02 03 04 05 06 7*
%tase 1,1 1,8 2,8 5,5 12, 14, 28, 35, 30, 33,3
8 5 1 2 0
*5 bulan pertama 2007
Tabel 9.
Sumber:Infofish
Porsi 1 1 2 2 2 2 2 2 2
Indones 9 9 0 0 0 0 0 0 0
ia 9 9 0 0 0 0 0 0 0
8 9 0 1 2 3 4 5 6
%tase 1 1 9, 1 9, 1 1 1 1
1, 1, 4 1, 2 0, 0 0, 0,
5 4 4 0 6 7
23
Porsi 200 200 200 200 200 200
Indonesia 3 4 5 6 7 8
%tase 2,9 4,1 8,3 6,9 7,1 8,4
Pasar Eropa
Jerman (Tabel 10)
˚ Trend 2003-2008 total impor jerman untuk canned tuna juga masih belum sepenuhnya pulih.
˚ Indonesia juga termasuk 4 besar Negara pemasok ikan tuna untuk produksi ikan kaleng di
Jerman.
˚ Porsi Indonesia mengalami peningkatan secara konsisten dari 2,9% di tahun2003 menjadi
8,4% di tahun 2008.
Besar kemungkinan di 2008 juga turun dibawah level 2007.Karena sampai 9 bulan pertama baru
mencapai 1.000 ton.Lebih rendah dari 9 bulan pertama 2007 (1.300 ton).
Konsisten dengan penurunan volume,share ekspor Indonesia juga tidak bertumbuh bahkan terus
menurun seiiring dengan penurunan volume impor canned tuna UK.
Tabel 11.
Porsi 20 20 20 20 200
Indonesia 04 05 06 07 8*
%tase 2,3 2,1 0,6 1,3 0,9
*sampai sept 2008
24
III.V. Kesimpulan
Kinerja industri tuna di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini lebih memperlihatkan
dampak buruk kenaikan BBM dan resesi ekonomi ketimbang gejala overfishing dan overcapacity.
Demikian pula kinerja ekspor Indonesia banyak dipengaruhi oleh kondisi internal pasar tujuan ekspor
yang memang menunjukan trend yang menurun. Buktinya dibeberapa pasar Indonesia justru dapat
meningkatkan porsinya secara konsisten.
FAO melaporkan di tahun 2009 sepanjang periode 1998-2006 produksi tuna nasional tumbuh
4,74 per tahun .
Sementara volume ekspor ikan tuna nasional dalam kurun waktu 1989-2007 mengalami
pertumbuhan sebesar 5,21 persen per tahun.(kecuali pasar Jepang dan UK) dengan total volume
ekspor ikan tuna tahun 2006 sebesar 35.459,96 ton.
Dampak negatif kenaikan BBM terlihat dari dihentikannya operasi beberapa pabrik
pengalengan ikan tuna di Indonesia karena kekurangan bahan baku. Padahal Industri pengalengan
ikan tuna Indonesia setiap hari memerlukan bahan baku tuna 80 ton ikan tuna.Gejala ini menunjukan
bahwa akibat tekanan kenaikan biaya penangkapan,tranportasi dan produksi tuna diduga terjadi
pergeseran penggunaan tuna didalam negeri dari semula terfokus pada bahan baku ikan kaleng
bergeser pada penggunaan lain sebagai akibat berkembangnya upaya pengembangan produk yang
harganya lebih tinggi.
˚ Indonesia telah menjadi anggota ke 27 Indian Ocean Tuna Commision pada Juni 2007.Artinya
Indonesia secara aktif ikut mengelola perikanan tuna di Samudra Hindia dan mendukung pengelolaan
dan konservasi perikanan tuna secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.Salah satu upaya yang
dilakukan adalah pengendalian izin tangkap.
˚ KOMISI TUNA INDONESIA telah dibentuk pada tahun 2008 melalui SK Menteri Kelautan dan
Perikanan RI.No Kep. 63/MEN/2008
˚ Dampak negatif kenaikan harga BBM pada industri tuna Indonesia merupakan permasalahan
paling serius yang dihadapi pelaku usaha dalam beberapa tahun terakhir.
25
III.VII. ANALISA SWOT
Kekuatan
Potensi masih melimpah
Kualitas Dasar sangat tinggi
Kelemahan
Potensi belum diolah secara optimal
Keterbatasan Sarana-prasarana produksi
Kualitas SDM pengelola yang rendah
Belum banyak pengusaha yang fokus pada usaha tsb
Peluang
Menjadi komoditi ekspor yang bernilai tinggi
Menciptakan lapangan kerja
Peningkatan Investasi dan PAD
Ancaman
Adanya illegal fishing di tengah laut maupun di dalam teluk
Hengkangnya eksportir keluar daerah maluku
Keterbatasan kewenangan
Regulasi pemerintah pusat yg merugikan daerah
Keterbatasan modal usaha
Sumber:Diolah dari data Klaster Ind Timur dab Maluku
Permasalahan Pokok
• Rendahnya mutu,karena ketiadaan es dan cold storage
• Panjangnya mata rantai penjualan ke end users
• Rendahnya ketrampilan teknis produksi
• Kurangnya armada penangkapan nelayan
• Tingginya angka pengangguran tenaga terdidik di bidang perikanan.
26
BAB IV
TEKNOLOGI DIGITAL DAN PASAR EXPORT IKAN OLAHAN
SUPER RAPID BLAST FREEZER CONTAINER -60’C TYPE CBU 30 & REFER CONTAINER MODEL NMF 371
-60’C
Sebagai salah satu alternatif solusi, mengatasi permasalahan rendahnya tingkat utilisasi
potensi hasil laut. Khususnya ikan di wilayah Maluku dan / atau Indonesia Timur umumnya, adalah
dengan mengadopsi tehnologi SRFC -60 C ini bersama-sama dengan seluruh paket penawaran usaha
yang ada didalamnya.
Keistimewaan utama SFC -60 C yang juga berfungsi sebagai moveable mini cold storage adalah:
Kesegaran dan warna ikan atau produk lainnya tidak berubah,tidak berair sehingga rasa tetap terjaga
sebagaimana mestinya.
Hal ini dikarenakan bakteri pembusuk dalam ikan akan mati pada suhu -60 tsb karena air dalam
tubuh ikan membeku secara total tanpa bahan kimia.
Pengiriman hasil penyimpanan di freezer ini tidak perlu menggunakan air cargo tetapi cukup
dengan ocean container yaitu Refer Container -60’C model NMF 371 yang jauh lebih murah biayanya.
Demikian pula karena kesegaran dan rasa tetap terpelihara maka harga jual produk jelas lebih tinggi
atau sama dengan fresh shipment products. Bahkan dalam menghadapi fluktuasi permintaan maupun
penawaran produk, kemampuan stocking yang dimiliki SRFC -60 ini untuk jangka waktu yang lama
tanpa merubah rasa dan kesegaran, jelas sangat membantu dalam pengelolaan resiko usaha
pengolahan dan perdagangan hasil laut khususnya ikan.
Karena seperti kita ketahui, proses pembentukan harga dalam pasar komoditas khususnya
ikan dalam hal ini, dapat dikatakan tidak mungkin ditentukan, dikendalikan oleh suatu ”tangan yang
nampak” (kontrak,kebijakan perusahaan atau peraturan pemerintah misalnya). Harga sepenuhnya
ditentukan oleh pasar (mekanisme permintaan dan penawaran). Karenanya ancaman oversupply
yang menekan harga kebawah. Atau potensi overdemand yang melambungkan harga keatas
senantiasa akan membayangi bisnis komoditi ini. Yang selanjutnya dapat menyebabkan terjadinya
fluktuasi harga yang sebenarnya merupakan karakter dasar yang disadari dan harus dihadapi setiap
pelaku dalam usaha ini.
Misalnya seperti kejatuhan harga ikan yang baru terjadi di akhir Desember 2008 akibat
oversupply di pasar lelang Tsukiji Jepang sebagai pasar yang menjadi benchmark harga ikan di Asia.
Dalam hal pengelolaan ancaman resiko oversupply dan pemanfaatan peluang overdemand inilah.
Maka kemampuan stocking dari SRFC -60 tentu memiliki nilai plus yang begitu strategis dalam
menentukan keberhasilan usaha ini. Dengan kata lain dari sisi manajemen resiko, Freezer ini
memiliki fungsi yang built in sebagai alat hedging (lindung nilai),yang dapat meminimalisir downside
risk akibat excess supply tanpa menutup peluang pemanfaatan upside potential bisnis ini akibat
terjadinya excess demand misalnya.
27
Kelebihan lainnya dari mini cold strorage ini adalah karena sifatnya yang dapat dipindah-
pindahkan. Sehingga memungkinkannya untuk ditempatkan didaerah-daerah terisolir. Sentra-sentra
nelayan misalnya, yang selama ini tidak terjangkau oleh pelayanan warehouse cold storage. Tentu
saja sejauh terdapat dukungan infrastruktur minimal didaerah tersebut. Seperti misalnya dermaga
perintis untuk delivery container ke pelabuhan ekspor di kabupaten atau provinsi.
Dibandingkan dengan menggunakan tehnologi pembekuan -25 C, -40C (yang lebih cocok
untuk pembuatan ikan kaleng dsb) atau bahkan jika dibandingkan dengan cold storage konvensional
(warehouse cold storage -60 C) sekalipun. Proses dan hasil pembekuan tehnologi SRFC -60C ternyata
tetap lebih superior dari semuanya. Terutama dalam tiga hal strategis yang mendasar dalam
merancang suatu usaha atau investasi. Pertama bukan hanya soal kualitas hasil pembekuan (kadar
air,rasa,kesegaran,warna dsb).Tetapi juga yang kedua adalah dalam hal pengaruh pada lingkungan
hidup.Tehnologi SRFC -60 ini sangat ramah lingkungan. Karena seluruh proses pembekuannya tidak
menggunakan nitrogen, dll sebagaimana umumnya cold storage konvensional, Sehingga praktis tidak
memerlukan hasil Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam studi kelayakannya yang cenderung
menghabiskan waktu dan biaya. Hal lain yang ketiga,yang tidak kalah pentingnya tentu saja soal
efisiensi biaya investasi dan operasi. Membeli dan mengoperasionalkan SRFC -60C jelas jauh lebih
ekonomis, ketimbang membangun dan menjalankan sebuah warehouse cold storage -60 dalam
pemberdayaan Nelayan di Pulau-pulau kecil dan Pulau perbatasan Negara dengan bantuan Top Down
program yang sebagian besar mangkrak di daerah karena hanya sebatas proyek pengadaan barang
dan jasa yang berdampak buruk pada pendapatan Nelayan Pulau di daerah fishing ground
dibandingkan dengan Industry pengolahan yang bahan bakunya dari Pulau-Pulau di Fishing ground.
Fasilitas lainnya yang juga sangat menarik, yang ditawarkan oleh freezer ini adalah jaminan
pasar/pembeli yang disediakan. Melalui kontrak jangka panjang yang dilengkapi kehadiran grader
dan loin supervisor dilokasi produksi. Guna memastikan kualitas bahan baku, proses produksi dan
hasil olahan tuna loin sesuai dengan mutu dan spesifikasi teknis yang dipersyaratkan pembeli.
Demikian pula untuk membantu memberikan pelayanan supervisi. Baik pada waktu
instalasi,pemasangan juga dalam maintenance services dan pelayanan pasokan suku cadang, serta
pelayanan lainnya yang diperlukan customer di Indonesia maka di harapkan Klinge Corporation
membuka Assembling di Indonesia selain untuk Perikanan, Buah-buahan dan persiapan untuk
Industry Gas Blok Masela yad, sehingga Nelayan Pulau-Pulau kecil di berdayakan sedini mungkin
untuk persiapan memasok ikan pada catering Industry Gas Masela di Maluku.
Di dunia Gas dan Oil serta Militer, Kesehatan, produk Klinge Corporation tidak asing dalam
kwalitas dan maintenance service di seluruh dunia, termasuk Thermo Kings yang membeli design
Klinge Corporation di era 20 tahun yang lalu kemudian di kembangkan di China sampai saat ini, begitu
pula Mitsubishi, Daiwoo.
28
BAB V
RENCANA USAHA
MEMBANGUN FISH PROCESSING MINI PLANT -60’C
UNTUK EKSPOR TUNA BEKU & TUNA LOIN BEKU -60’C
Kecamatan KISAR – Kabupaten Maluku Barat Daya
V.1. MANFAAT
INVESTOR/CREDITOR
o Alternatif investasi yang sangat attraktif (feasible)
Expected return proyek melebihi resiko yang harus ditanggung investor terbukti dengan NPV
proyek yang positif dan IRR yang lebih besar dari discount rate atau cost of capitall/equity
usaha/proyek dimaksud.
o Bagi kreditur diukur dari nilai investasi yang dibiayai dan resiko serta kapasitas arus kas yang
dihasilkan proyek untuk mengembalikannya seperti yang nanti terlihat juga sangat
menjanjikan.
29
11. Invest Biaya-Biaya Pra Operasi (Start up cost)
12. Bersama-sama WI merencanakan,melaksanakan dan mengawasi operasi dan produksi
13. Total Investasi yang diusulkan Rp 29.339.730.670.
PT Waisity Indonesia
Menyediakan SRFC -60 type CBU -30, Refer Container -60’C model NMF 371 dan tuna
cutting machines untuk produksi dan pemasaran ikan Tuna & cakalang.
Menjamin pembelian/pemasaran ikan Tuna beku -60, Tuna Loin -60’c dan cakalang
yang diproses dalam SRFC tersebut dengan kontrak jangka panjang.
Melakukan training dan supervisi operasi dan perawatan container dan proses
pembuatan loin di site .
Bertanggung jawab menyediakan bahan baku dengan fixed Price untuk proses produksi (ikan
tuna,)
Bertanggung jawab mengangsur kredit kapal dan mesin (syarat dan ketentuan diatur
kemudian)
30
V.3.BUSINESS PLAN
Total Investasi 29.339.730.670
31
V.4. KEBIJAKAN OPERASI/PRODUKSI
Time Table Pemesanan SFC sampai Operasi Reguler
1. Penandatangan kontrak pembelian Super Freezer Container -60,Storage
Container,Tuna Cutting Machines dan kontrak pendahuluan pembelian ikan
dilakukan bersamaan pada saat yang sama.
2. Pabrikasi pembuatan selama 4 bulan
3. Delivery time sampai pemasangan dan test running dilokasi dijadwalkan
berlangsung 1 bulan
4. Supervisi dan training pengolahan tuna loin dengan mesin potong dilokasi
dijadwalkan satu bulan
5. Pengiriman sample melalui udara
6. Buyer melakukan Inspeksi final untuk memastikan proses produksi,kapasitas
produksi,hygienis,dsb
7. Kontrak final Jangka Panjang dengan fixed price sesuai dengan kualitas tuna loin
hasil olahan SRFC -60
8. Start reguler business dibawah pengawasan grader dan loin supervisor
9. Keseluruhan proses diatas dijadwalkan akan berlangsung 6 bulan.Artinya bulan
ke 7 sejak penandatanganan kontrak pembelian SFC operasi regular
dijadwalkan baru akan dimulai
Proses Produksi
Bahan Baku (Nelayan) - Grader -Processing (Loin Supervisor)-SRFC (8jam-12 jam)-Storage
Container – Pelabuhan Ekspor.
32
karena sumber bahan baku sepenuhnya bertumpu pada hasil tangkapan nelayan lokal. Sehingga
untuk memperlancar dan mempercepat pengiriman hasil tangkapan tersebut ke lokasi freezer maka
kalau memang diperlukan jasa kapal pengumpul akan dimanfaatkan dalam operasinya.
Jumlah jam operasi juga direncanakan 24 jam yang terbagi dalam 3 shift menyesuaikan
dengan waktu dan pola kerja nelayan.
Dalam rangka Corporate Social Responsibility juga akan menyisihkan sebagian hasil usaha
untuk program-progran community development lokal, berupa bantuan ke masyarakat
adat,masyarakat agama,pemerintahan desa dan sebagainya.Sehingga usaha ini akan mendapat
dukungan penuh dari segenap lapisan masyarakat dan pemerintah setempat sebagai prasyarat yang
menjamin kelangsungan hidup dan pertumbuhan usaha.
Rencana Pemasaran
Sesuai dengan paket penawaran SRFC -60 yang memang menyertakan calon pembeli ikan tuna
yang diproses melalui container ini dan ditujukan terutama untuk memproduksi sashimi grade
tuna.Maka pasar sasaran utama adalah Jepang sebagai konsumen utama,kemudian china
daratan,beberapa negara Eropa seperti Perancis,UK dan Jerman. Yang sementara ini juga mengalami
perkembangan dalam segmen sashimi.
33
Training : On the Job
Komposisi dan Jumlah SDM
Kualifikasi : Berpengalaman
Status Karyawan : Kontrak/kecuali karyawan kantor
Sistim Kompensasi : Upah borongan,insentif dan gaji tetap (net)
Anggaran Gaji & Upah: Rp 167.000.000/bulan
34
o Sentralisasi vs Desentralisasi
Kebijakan Pembagian Sisa Keuntungan (Dividen)
o Deviden interim
o Deviden Final
SKEDUL PENCAIRAN
Tahap Pertama : Dana Pra Operasi
Tahap Kedua : Dana Investasi Aktiva Tetap
Tahap Ketiga : Dana Modal Kerja
V.7.1.Asumsi
Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
ASUMSI-BASE CASE
MAKRO
Kurs 1JPY=Rp 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130
Kurs 1USD=Rp 14.000 14.000 14.000 14.000 14.000 14.000 14.000 14.000 14.000 14.000
Inflasi rata2/Thn 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5%
MIKRO
Produksi per bulan/kg
(gross) 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000
Produksi per bulan/kg
(nett) 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000
Harga beli Tuna/kg/Rp 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000
OPERASI
-Pendapatan
Harga Jual
Tuna/Kg/JPY 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
-Biaya operasi
Biaya U. & Adm/bln -
dlm jt Rp 10 11 11 12 13 14 15 16 17 18
B B Solar/ltr/Rp 12.000 12840 13.739 14.701 15.730 16.831 18.009 19.269 20.618 22.062
Ocean F n
Trucking/Kg/Rp 3.000 3150 3307,5 3473 3646,52 3829 4020,29 4221 4432,37 4654
Upah dan Gaji (dlm jt
Rp) 167 175 184 193 203 213 224 235 247 259
Jasa Lab (HPI) 14.200 14910 15655,5 16438 17260,2 18123 19029,4 19981 20979,9 22029
Sewa Tanah
-Tuna/Kg/Rp 8.800 9416 10.075 10.780 11.535 12.342 13.206 14.131 15.120 16.178
Sewa Ktr & Gudang
(dlm jt Rp) 15 15,75 17 18 19 20 22 23 25 27
Perawatan/bln (dlm jt
Rp) 8 8,4 8,82 9,261 9,72405 10,21 10,7208 11,26 11,8196 12,41
Asuransi 0,0020 0,0021 0,0022 0,0023 0,0024 0,0026 0,0027 0,0028 0,0030 0,0032
Penyusutan/bln (dlm jt) 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200
35
V.7.2. Proyeksi R/L
(Dlm Juta Rupiah)
Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Av.
Pendapatan 25.740 38.610 38.610 38.610 38.610 38.610 38.610 38.610 38.610 38.610 100%
Harga Pokok Penjualan 10.500 15.750 15.750 15.750 15.750 15.750 15.750 15.750 15.750 15.750 41%
Laba Kotor 15.240 22.860 22.860 22.860 22.860 22.860 22.860 22.860 22.860 22.860 59%
Biaya Operasi
Umum dan
Administrasi 60 64 69 74 79 84 90 96 103 110 0%
Ocean Freight
&Trucking 540 756 794 833 875 919 965 1.013 1.064 1.117 2%
Bahan Bakar 1.400 2.995 3.205 3.429 3.669 3.926 4.201 4.495 4.810 5.147 10%
Gajidan Upah 501 2.104 2.209 2.320 2.436 2.558 2.686 2.820 2.961 3.109 6%
Retribusi 515 772 772 772 772 772 772 772 772 772 2%
Laboratorium 40 64 68 73 78 83 89 95 102 109 0%
Sewa Kantor dan
Gudang 180 189 198 212 227 243 260 278 298 319 1%
Asuransi 21 32 32 32 32 32 32 32 32 32 0%
Pemeliharaan 48 101 106 111 117 123 142 135 142 149 0%
Depresiasi dan
Amortisasi 2.430 2.430 2.430 2.430 2.430 2.430 2.430 2.430 2.430 2.430 7%
Total 5.734 9.507 9.883 10.286 10.714 11.169 11.666 12.167 12.713 13.293 28%
Laba Sblm Bunga dan
Pajak 9.506 13.353 12.977 12.574 12.146 11.691 11.194 10.693 10.147 9.567 31%
Laba Sebelum Pajak 9.506 13.353 12.977 12.574 12.146 11.691 11.194 10.693 10.147 9.567
Pajak 30% -2.852 -4.006 -3.893 -3.772 -3.644 -3.507 -3.358 -3.208 -3.044 -2.870 -9%
Laba Bersih 6.654 9.347 9.084 8.802 8.502 8.183 7.836 7.485 7.103 6.697 22%
V.7.3.
Proyeksi Arus Kas
Equity Investor
(FCFE)
(in mio)
Year Year Year Year Year Year Year Year Year Year Year
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
36
Net Income 6.654 9.347 9.084 8.802 8.502 8.183 7.836 7.485 7.103 6.697
Depreciation &
Amortization 2.430 2.430 2.430 2.430 2.430 2.430 2.430 2.430 2.430 2.430
Operating Cash Flow 0 9.084 11.777 11.514 11.232 10.932 10.613 10.265 9.915 9.533 9.127
Initial Net Working
Capital -5.392
Addition to NWC -8.412 -9.023 -376 -403 -428 -455 -497 -501 -546 -580
Recovery 26.613
-
Capital Spending 23.948
Residual Value
-
FCFE 29.340 672 2.755 11.138 10.828 10.503 10.158 9.769 9.414 8.987 35.160
- - - -
Cumulative Cash Flow 29.340 28.668 25.914 14.776 -3.947 6.556 16.714 26.483 35.897 44.884 80.044
Harta
Kas 672 3.426 14.564 25.392 35.896 46.054 55.823 65.237 74.224 82.771
Modal Kerja 5.392 13.804 22.827 23.203 23.606 24.035 24.490 24.986 25.487 26.033 26.613
Harta Tetap 23.948 23.948 23.948 23.948 23.948 23.948 23.948 23.948 23.948 23.948 23.948
- - - -
Akkum. Penyusutan -2.395 -4.790 -7.184 -9.579 11.974 14.369 16.764 19.158 -21.553 -23.948
Net 21.553 19.158 16.764 14.369 11.974 9.579 7.184 4.790 2.395 0
Harta Lain-Lain 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350
Amortisasi -35 -70 -105 -140 -175 -210 -245 -280 -315 -350
Net 315 280 245 210 175 140 105 70 35 0
TOTAL HARTA 29.690 36.344 45.691 54.776 63.577 72.079 80.263 88.098 95.584 102.687 109.384
Modal Sendiri 29.340 29.340 29.340 29.340 29.340 29.340 29.340 29.340 29.340 29.340 29.340
Laba Ditahan 6.654 16.002 25.086 33.888 42.390 50.573 58.409 65.894 72.997 79.694
˚ Resiko terganggunya kontinuitas pasokan ikan karena ketergantungan pada kelompok nelayan
tertentu diminimalisir dengan mengembangkan kerjasama dengan banyak kelompok nelayan lainnya.
Diimbangi dengan pengembangan strategi harga beli premium diatas pesaing.Selain itu membina
kemitraan dengan nelayan melalui penawaran kredit kapal dan mesin kepada nelayan dengan S&K
yang akan ditentukan kemudian.
˚ Resiko buruknya kondisi alam, cuaca laut yang mengganggu kegiatan penangkapan oleh
nelayan. Antara lain diantisipasi dengan mengasumsikan operasi normal tahunan hanya selama 9
bulan.
˚ Resiko perubahan nilai tukar Yen dan ketergantungan pada pasar Jepang sementara ini
diantisipasi dengan usaha untuk melakukan diversifikasi ke pasar lain:Taiwan,China mainland dan AS.
˚ Secara umum,sebagian besar resiko usaha dapat dikelola dengan baik karena kelebihan yang
dimiliki oleh tehnologi SFC -60 C ini. Antara lain karena kemampuan memiliki fungsi sebagai built in
hedger.
38
BAB VI
KESIMPULAN
Dengan menggunakan SFC -60 dgn jaringan pasar sampai ke end user khusus memungkinkan
diperolehnya tingkat harga jual ekspor diatas rata-rata, melalui kontrak jangka panjang yang juga
mengurangi ketidak pastian harga dan pasar.
Karena sifatnya yang moveable (container 40 feet atau 20 feet) maka dengan lebih mudah dan murah
dapat ditempatkan pada sentra-sentra produksi yang selama ini kesulitan es batu di musim barat atau
musim timur.
Kehadiran Pelatihan cara tangkap, cara bunuh, cara olah awal dan loin supervisor serta grader dari
fish buyer memastikan kualitas ikan terpelihara sesuai mutu yang dipersyaratkan fish buyer sekaligus
menjawab persoalan rendahnya ketrampilan teknis dan mutu,bahkan lebih dari itu terjadi alih
ketrampilan, sehingga meski dengan jumlah olahan sedikit tetapi peroleh nilai jual tinggi.
Dampak fluktuasi musiman permintaan terhadap harga dan volume juga dapat diminimalisir dengan
menyimpannya karena hasil olahan melalui pembekuan -60’C, -40, -30, -20’C, 0’C oleh type CBU 30
dan penyimpanan di -60’C Refer container NMF 371 atau Storage room yang menggunakan mesin
NMF 371 dengan Genset sendiri tanpa Container sebagai penyimpan hasil pembekuan oleh CBU 30
tidak menimbulkan Es pada dinding / tembok/Container sehingga kesegaran ikan tetap terjaga
selama berbulan-bulan karena tekstur daging ikan tidak pecah dan tidak ber-rongga dan
penyimpanan ikan dengan mesin NMF 371 dapat diatur penyimpanan -20, -30 atau -40’C dan CBU 30
dapat digunakan untuk produksi Es batu pada 0’C untuk kebutuhan Nelayan sebelum nelayan melaut
dari pada Es batu rumah tangga atau Es batu dari Kapal pengumpul yang berlabuh di pantai untuk
hindari biaya sandar.
Depresiasi Yen & upward trend harga komoditi dunia saat ini menjadi momentum yang tepat untuk
memulai & meraup wind fall profit dari usaha ini.
Struktur biaya usaha ini juga cukup lentur dalam mengimbangi fluktuasi volume sehingga resiko
usaha terjaga.
Ancaman kenaikan harga BBM, biaya transportasi dan inflasi pada umumnya terhadap kemungkinan
membengkaknya biaya operasi juga dapat di netralisir sejauh kualitas dapat dipelihara sehingga terus
diperoleh harga jual produk yang tinggi.
Akhirnya, industry pengolahan dengan teknology ini jelas lebih praktis dan feasible dilihat dari
semua indikator keuangan dan investasi dari pada Cold storage conventional untuk supply bahan
baku industry pengolahan ikan di luar pulau potensi bahan baku, Bahkan juga dari sisi community
development dan pendapatan Pemda jauh lebih produktif. Sehingga ini tidak hanya sekedar menjadi
solusi yang memangkas mata rantai yang merugikan nelayan dan daerah di Era Digital Disruption
dengan market On Line, tapi justru menjadi solusi yang sangat menguntungkan bagi permasalahan
rendahnya tingkat utilisasi potensi perikanan yang dihadapi, khususnya di wilayah provinsi Maluku
39
yang di beri spanduk Lumbung Ikan Nasional tapi tidak dikenal sebagai Provinsi Exportir Ikan di Pasar
Global dan Indonesia Timur umumnya seperti di Pasung dengan kebijakan sistimatik seolah-olah
wajib supply kebutuhan Industry pengolahan Ikan di Indonesia Barat saja, yang semestinya
Industrynya yang di dorong ke sumber bahan baku.
Contoh : Bila Industry Pengolahan Ikan di Muara baru bisa peroleh Laba bersih sedangkan bahan
bakunya dari perairan Indonesia Timur maka apabila Teknology Mini Plant ini di tempatkan di
Pulau- Pulau Kecil di Indonesia Timur dengan pasar export langsung di Era Digital dengan kekuatan
Nelayan Pulau di Fishing ground area maka biaya kesulitan infrastruktur lokal jauh lebih murah
diatasi dari pada biaya operasional bahan baku ke Muara baru, sehingga bantuan pengadaan Mesin
dari Top down dan Bottom up program lebih tepat sasaran dari pada mangkrak lalu menyalahkan
pemerintah daerah mengapa tidak mengolah bantuan Top down tersebut, sehingga selalu
dicari kambing hitam sedangkan kambing tidak mungkin bisa bicara.
Dengan kemajuan cepat Teknology dan IT maka kebijakanpun akan berubah sesuai Era Digital, karena
suka atau tidak suka apalagi dalam menghadapi pasar bebas Asean maka kwalitas produk Nelayan
dan kesejahteraannya perlu di angkat dengan bantuan yang tepat sasaran dengan pendampingan tak
terbatas, sehingga memacu percepatan pertumbuhan ekonomi lokal sesuai tuntutan Bappenas
sampai tahun 2019 untuk membangun Indonesia dari pinggiran, termasuk Pulau-pulau Perbatasan
NKRI yang rata-rata Tertinggal di Fishing ground area.
40