Anda di halaman 1dari 25

AKUNTANSI FORENSIK

FRAUD DETECTION

Disusun oleh :

1. Veranita Tarigan (12030118410039)


2. Istiqlala Nur Alia (12030118410007)
3. Siti Syahada (12030118410034)

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan
anugerah-Nya kepada kita semua. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan mata
kuliah Akuntansi Forensik ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam juga tidak lupa
tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.

Laporan ini akan membahas salah satu pokok bahasan dalam akuntansi forensik yaitu
kasus proyek Hambalang. Tujuan laporan ini disusun adalah mahasiswa mampu
mendeskripsikan kasus fraud, mampu menjelaskan motif terjadinya kejahatan, mampu
mengidentifikasi pelaku kejahatan, mampu mengidentifikasi kerugian yang muncul, dan
mampu mendesain metode pencegahan fraud.

Kami sebagai penyusun memohan maaf apabila dalam penyusunan laporan ini
terdapat kesalahan. Kami juga menyadari bahwa laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, kami membuka saran dan kritiknya dari berbagai pihak demi sempurnanya laporan
ini. Kami sangat menghargai saran dan kritik yang dapat membangun dalam penyusunan buku
laporan untuk selanjutnya yang lebih baik. Semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak
dan dapat berguna di kemudian hari. Atas perhatian dan masukannya kami ucapkan terima
kasih.

Semarang, 25 Oktober 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE, 2000), fraud adalah tindakan
penipuan atau kekeliruan yang dibuat oleh seseorang atau badan yang mengetahui bahwa
kekeliruan tersebut dapat mengakibatkan beberapa manfaat yang tidak baik kepada individu
atau entitas. Penelitian yang dilakukan oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE,
2000) menemukan bahwa 83% kasus fraud yang terjadi dilakukan oleh pemilik perusahaan
atau dewan direksi. Selain itu, Ernst & Young (2009) juga menemukan bahwa lebih dari
setengah pelaku fraud adalah manajemen. Jika financial statement fraud memang sebuah
masalah yang signifikan, auditor sebagai pihak yang bertanggungjawab harus dapat mendeteksi
aktivitas kecurangan sebelum akhirnya berkembang menjadi skandal akuntansi yang sangat
merugikan.
BAB II
FRAUD DETECTION

A. FRAUD DETECTION AXIOMS


Kunci dalam mendeteksi fraud yang harus diingat adalah fraud dapat terjadi
disebabkan karena tidak adanya kontrol internal. Lemahnya kontrol internal lebih baik dari
pada tidak ada sama sekali kontrol internal dalam suatu entitas. Selanjutnya, kecurangan
(fraud) sering kali terdeteksi oleh intuisi, kecurigaan para penyelidik, dan manajer. Namun,
dalam bab ini akan mendeteksi kecurangan (fraud) dalam bentuk metode data pada
mendeteksi bukti fraud.
Ada beberapa aksioma mengenai deteksi fraud yang penting untuk diingat ketika
merancang program atau kegiatan antifraud. Kunci deteksi fraud adalah untuk mengingat
bahwa fraud lebih sering dikaitkan dengan ketiadaan kontrol daripada kontrol yang lemah;
yaitu, kontrol yang lemah umumnya lebih baik daripada tidak ada. Mereka juga lebih
sering terdeteksi oleh langkah-langkah reaktif daripada proaktif satu; sehingga ada banyak
ruang untuk perbaikan. Ada ketergantungan yang berlebihan pada audit eksternal untuk
mendeteksi fraud. Terakhir, fraud sering dideteksi oleh intuisi, kecurigaan penyidik,
manajer, auditor, atau pengecualian (anomali) yang terdeteksi di catatan akuntansi.
Namun, fraud paling sering terdeteksi oleh deteksi terbukti metode.
B. COMMON DETECTION METHODS

Secara berkala, Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mengkaji


tentang fraud yang diselesaikan dalam waktu 12 hingga 18 bulan sebelumnya dan
melaporkan statistik kepada publik dalam bentuk laporan berjudul Report to The Nation
(RTTN). ACFE telah mengeluarkan RTTN pada tahun 1996, 2002, 2004, 2006, dan 2008.
Di setiap RTTN, statistik menunjukkan metode deteksi yang lebih umum. Di semua tahun,
paling banyak metode deteksi umum telah menjadi petunjuk. Dalam beberapa tahun,
petunjuk diperhitungkan dua kali lebih banyak dalam persentase deteksi sebagai metode
apapun yang menempati peringkat kedua. Di sepanjang tahun, metode pendeteksian yang
paling tidak efektif, selain penegakan hukum, adalah audit eksternal.

Oleh karena itu tidak logis untuk mengandalkan terutama pada audit eksternal
untuk suatu metode deteksi entitas namun itulah pada kebanyakan entitas yang mengalami
fraud sedang dilakukan; RTTN 2008 menunjukkan audit eksternal sebagai kontrol yang
paling popular yang digunakan oleh entitas korban (hampir 70 persen dari entitas adalah
menggunakan audit eksternal, 61,5 persen kode etik, 55,8 persen audit internal).
Khususnya, kontrol yang paling jarang digunakan oleh para korban penipuan adalah yang
terdaftar sebagai yang paling efektif; yaitu, para korban penipuan memiliki kendali mereka
terbalik. Informasi kontrol adalah sumber pengetahuan yang berharga dalam mendeteksi
fraud. Tampilan 7.1 menunjukkan hasil dari RTTN 2008.
1) Metode Umum Efektifitas
RTTN ACFE mengklasifikasikan kontrol fraud dengan efisiensi untuk
mendeteksi atau mencegah fraud. Secara khusus, RTTN 2008 meminta responden
untuk mengidentifikasi fraud yang mana tindakan penanggulangan dilakukan ketika
kecurangan yang dilaporkan ditemukan, serta jumlah kerugiannya. Kemudian rasio
sederhana yang menggambarkan pengurangan kerugian fraud dihitung pada setiap
tindakan balasan, kontrol antifraud, berdasarkan apakah kontrol itu sudah ada (“ya”)
atau tidak (“tidak”), dan kerugian rata-rata untuk masing-masing dari dua kelompok.

Berdasarkan tabel 7.1 dapat dilihat bahwa perbandingan antara 2018 dengan
2016 berdasarkan efektifitas hasilnya yaitu posisi pertama TIP sebesar memiliki
efektifitas metode dalam mendeteksi fraud yang baik yaitu sebesar 46,2% di tahun
2018 dan 34,2% di tahun 2016, posisi kedua by accident yaitu sebesar 20,0% di tahun
2018 dan 25,4% di tahun 2016, posisi ketiga internal audit yaitu sebesar 19,4% di
tahun 2018 dan 20,2% di tahun 2016, posisi keempat internal kontrol yaitu sebesar
23,3% di tahun 2018 dan 19,2% di tahun 2016, posisi kelima audit eksternal 9,1% di
tahun 2018 dan 12,0% di tahun 2016, dan posisi yang keenam pemberitahuan polisi
3,2% di tahun 2018 dan 3,8% di tahun 2016.
Bagan 7.2 menggambarkan analisis kontrol bersama dengan rasio, yang
menunjukkan audit mendadak sebagai kontrol anti penipuan yang paling efektif, jika
diukur dalam kemampuan untuk mengurangi jumlah kerugian yang terjadi. Ini diikuti
dengan rotasi pekerjaan/ liburan wajib, hotline anonim (tips dan keluhan), karyawan
mendukung program, pelatihan penipuan untuk manajer dan eksekutif, audit internal
atau departemen pemeriksaan penipuan, dan pelatihan penipuan untuk karyawan.
Setiap kontrol ini mengurangi kerugian setidaknya 50 persen. Banyak dari metode ini
akan dianggap sebagai kontrol detektif, dan akan berguna dalam penggelaran kontrol
antifraud yang dapat memberikan deteksi dini.
2) Metode Umum Lainnya
Metode dapat dikembangkan untuk fraud secara umum, atau kelompok fraud
tertentu (misalnya, kategori), atau bahkan skema individual. Beberapa metode yang
bisa digunakan untuk deteksi umum, terlepas dari skemanya, adalah
a. Fungsi audit internal aktif terlibat dalam kegiatan antifraud proaktif.
b. Sarbanes-Oxley Act (SOX) bagian 404 hasil dapat menyebabkan identifikasi
kelemahan dalam kontrol internal yang dapat menyebabkan risiko fraud yang lebih
tinggi di area itu atau proses bisnis.
c. Analisis horizontal dan vertikal dari laporan keuangan, terutama ketika
perbandingan dibuat antara unit bisnis dan datanya.
d. Analisis rasio, khususnya tren selama beberapa tahun, dan oleh unit bisnis
dibandingkan dengan unit lain dan entitas secara keseluruhan.
e. Audit kejutan dan/ atau penghitungan uang tunai.
f. Kiat dan sistem keluhan anonim kepada karyawan, vendor, dan pelanggan memiliki
akses; nyaman, nyaman, mudah digunakan.
g. Penambangan data untuk bendera merah yang berlaku menggunakan Computer-
Assisted Auditing Tools (CAAT).
C. SPECIFIC DETECTION METHODS

Bagian ini menjelaskan beberapa metode deteksi yang dirancang untuk mendeteksi
skema atau kelompok skema fraud secara umum.
a Skema Laporan Keuangan
 Aplikasi auditor keuangan SAS No. 99.
 Analisis horizontal dan vertikal dari laporan keuangan.
 Analisis rasio, khususnya tren selama beberapa tahun.
 Lima Rasio manipulasi laba Beneish.
 Pemeriksaan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (GAAP) tarif pajak versus
tingkat pajak tunai.
 Rasio harga-ke-penghasilan irasional: patokan adalah 20 hingga 25, S & P rata-rata
adalah sekitar 36.
 Komite audit yang memenuhi persyaratan SOX dan secara aktif terlibat dalam
program antifraud, terutama dalam meminta pertanggungjawaban eksekutif.
 Menjalankan pemeriksaan latar belakang pada eksekutif.
 Auditor eksternal mempertahankan profesional skeptisisme pada setiap klien.
b Skema Penyalahgunaan Aset
 Mengirimkan pernyataan bank kepada seseorang dalam entitas yang terpisah dari
hutang dagang dan personel pemeriksaan apa pun, dan meminta orang tersebut
meninjau pernyataan dan membatalkan cek, kemudian meneruskannya kepada
orang yang bertanggung jawab atas rekonsiliasi bank.
 Memutar tugas atau memberi mandat untuk karyawan utama.
 Memeriksa semua jenis transaksi yang memiliki tingkat ulasan/ persetujuan,
mengekstraksi semua transaksi tepat di bawah tingkat tersebut, dan
mengelompokkan mereka menurut karyawan, vendor, dan pelanggan.
 Merekonsiliasi inventaris dan mengonfirmasi piutang secara teratur.
Pencurian Kas
- Investigasi kekurangan dalam laci uang tunai, deposito, register.
- Investigasi catatan penjualan yang hilang atau berubah.
- Memiliki dua orang yang independen untuk memverifikasi deposito pada laporan
bank untuk posting di buku besar umum.
- Mempertahankan dan meninjau jumlah ketersediaan kas harian.
- Setoran diserahkan ke bank di bawah kendali ganda.
- Diam-diam menentukan setoran sebelum pengirimannya ke bank dan kemudian
secara independen mengkonfirmasi dengan bank jumlah setoran
- Melakukan penghitungan uang tunai kejutan.
- Meninjau uang tunai dan memeriksa rasio deposito bank harian (bagi mereka
yang hanya mencuri uang tunai
Skema Penagihan
Perusahaan Shell
- Menyortir pembayaran menurut vendor, jumlah, dan nomor faktur.
- Biaya melebihi anggaran, terutama jika persis dua kali lipat (mis., Mungkin
menghasilkan dua cek, satu untuk vendor yang sah, dan satu untuk fraudster).
- Memeriksa tagihan dalam akun pengeluaran terbesar, karena fraudster sering
menagih ke akun terbesar dalam upaya menyembunyikan kejahatan.
- Analisis horizontal.
- Memverifikasi faktur vendor layanan saja.
- Menggunakan alat perangkat lunak CAAT untuk merujuk silang alamat
karyawan dengan alamat vendor.
- Pengujian untuk waktu penyelesaian dari penerimaan faktur ke pembayaran.
- Memverifikasi bahwa vendor itu sah.
- Meninjau cek yang dibatalkan.
- Tidak membayar faktur / vendor yang mencurigakan dan melihat orang yang
menindaklanjuti pembayaran.
- Mengambil tindakan pencegahan khusus dengan karyawan yang dapat
menambahkan vendor ke daftar yang berwenang.
- Penggalian data sebanyak mungkin untuk mengetahui red flags.
- Memverifikasi keabsahan setiap vendor yang menggunakan faktur yang
dihasilkan Excel.
- Mencetak daftar vendor secara alfabet dan mencari dua vendor dengan nama
dan data yang hampir identik.

Pass-Through Vendor
- Memeriksa semua fakturyang telah disetujui, disortir oleh vendor atau
karyawan yang menyetujui faktur.
- Membandingkan harga pasar dengan harga pada faktur, menggunakan CAAT
dan beberapa penelitian.
- Meninjau faktur untuk apa yang dibeli dan harganya.

Nonaccomplice Vendor
- Menyortir faktur oleh vendor dan mencari nomor faktur yang tidak biasa.
- Mengklasifikasi vendor dengan jumlah faktur dan mencari jumlah yang tidak
biasa.
- Memverifikasi faktur yang menyebabkan pengembalian dana vendor.
- Meminta agar bank memberi tahu orang yang tepat jika seseorang menggunakan
cap ''Hanya Untuk Setoran”.
Pembelian Pribadi
- Pengecekan spot-checking pada kartu kredit, mencari vendor yang tidak biasa
atau barang yang dibeli.
- Audit mendadak pada karyawan yang diberi wewenang untuk menggunakan
kartu kredit atau menandatangani cek.
- Memeriksa saldo yang tidak menguntungkan pada laporan kinerja. o Analisis
kecenderungan pembayaran vendor.
- Ekstraksi semua pembelian tanpa pesanan pembelian, diringkas oleh vendor
dan karyawan.
- Ekstraksi semua pembelian tepat di bawah batas review/ persetujuan,
dirangkum oleh vendor dan karyawan.

Skema Penggajian
Pegawai Hantu (ghost employee)
- Jika memungkinkan, rekonsiliasi karyawan dalam database penggajian dengan
karyawan dalam database sumber daya manusia (SDM).
- Mendapatkan salinan file Nomor Jaminan Sosial (Social Sequrity Number) dan,
setidaknya setahun sekali, merekonsiliasi file tersebut dengan SSN karyawan
Anda.
- Mendistribusikan cek secara manual, membutuhkan ID untuk mengambil cek
secara berkala dan tanpa pemberitahuan.
- Investigasi cek penggajian dengan dukungan ganda (tanda bahwa karyawan
pembantu bekerja dengan orang sungguhan).
- Memutar tugas yang menangani pembayaran yang dicetak, atau membutuhkan
waktu liburan dengan penerbitan gaji (gaji harian).
- Data penggajian data mining untuk mencari red flags:
 Kotak pos ke alamat fisik.
 Alamat fisik cocok dengan karyawan lain (yaitu, “duplikat”).
 Nomor rekening deposito langsung yang cocok dengan karyawan lain.
 Nomor telepon tidak ada, atau nomor telepon yang cocok dengan
karyawan lain atau telepon kantor.
 Tanggal pembayaran dibandingan dengan tanggal di pecat (karyawan
dibayar setelah dipecat dan digunakan sebagai hantu oleh karyawan yang
ada).
 Karyawan yang tidak pernah cuti atau cuti sakit. o Karyawan yang
tidak memiliki potongan gaji.
 Karyawan tanpa SSN, SSN tidak valid, atau duplikat SSN

Komisi
- Periksa secara acak semua transaksi yang terlibat dalam komisi penjualan untuk
periode pembayaran atau tenaga penjualan.
- Investigasi tingkat pengembalian atau kredit yang lebih tinggi untuk penjual.
- Membuat dan meninjau korelasi linear antara penjualan dan komisi yang
dibayar, oleh karyawan.
- Melacak penjualan yang tidak dikumpulkan oleh karyawan.
- Membuat laporan pengecualian untuk karyawan yang kompensasinya telah
meningkat selama tahun lalu.
- Memiliki pejabat yang ditunjuk dan independen untuk memverifikasi semua
perubahan dalam tarif komisi.

Pemalsuan upah
- Data mining untuk semua transaksi dengan jumlah jam lembur tertentu (mis.,
Lebih dari 20 jam per minggu).
- Membuat laporan pengecualian untuk karyawan yang kompensasinya telah
meningkat selama tahun lalu.
- Memverifikasi tingkat pembayaran secara acak pada saat periode pembayaran
karyawan.
- Memiliki pejabat yang ditunjuk dan independen untuk memverifikasi semua
perubahan dalam tarif pembayaran.

Penggelapan cek
- Memutar personil yang menangani dan memeriksa kode secara berkala.
- Membutuhkan tanda tangan ganda untuk pemeriksaan di atas ambang batas
yang ditentukanMenggunakan sistem pembayaran positif di bank entitas.
- Tinjau pernyataan dan cek yang dibatalkan, meskipun itu online, sebelum
menyampaikan pernyataan kepada orang yang akan melakukan rekonsiliasi
bank.
Skimming
Skimming terjadi sebelum entri pemesanan dibuat. Karena ini adalah penipuan
off-the-book, jenis penipuan ini adalah salah satu yang paling sulit dideteksi.
Salah satu metodologi untuk mendeteksi skimming adalah dengan melakukan
invigilation. Metode yang disarankan untuk digunakan untuk jenis skema ini
adalah:
- Pengawasan karyawan di tempat penjualan.
- Penemuan “penanda” didekat daftar .
- Meneyelidiki celah dalam tanda terima yang diberi nomor.
- Memeriksa register untuk transaksi tanpa penjualan yang berlebihan, yang
tidak sah, atau pengembalian uang.
- Memposting tanda di daftar atau dalam pandangan biasa pelanggan.
- Menggunakan pembelanja rahasia terlatih untuk mencari tanda-tanda
penipuan.
- Menggunakan invigilation untuk perkiraan hilangnya uang, atau untuk
menentukan apakah skimming sedang terjadi.
- Mengukur varians dalam pendapatan oleh karyawan dan dengan shift.
- Membuat pernyataan pendapatan pro forma, menggunakan harga pokok
penjualan dan markup standar untuk memastikan tingkat penjualan yang
seharusnya ada, kemudian membandingkannya dengan yang sebenarnya
untuk perkiraan uang yang hilang.
- Melakukan audit mendadak atau jumlah uang tunai hanya setelah menutup
shift.

Lapping
- Melakukan panggilan telepon layanan pelanggan: menindaklanjuti keluhan
- pelanggan atas keterlambatan pengiriman cek independen dari personel-
personel akun piutang (AR).
- Menggunakan analisis tren jumlah hari dalam piutang, oleh unit bisnis atau
petugas AR — menindaklanjuti mereka di atas standar atau organisasi rata-
rata.
- Mendapatkan konfirmasi independen dari saldo AR.
- Melakukan audit mendadak dan / atau penghitungan uang tunai.
- Mengklasifikasikan penghapusan dan memo kredit oleh karyawan, dan
menyelidiki setiap penyimpangan (yaitu, transaksi yang tidak terdistribusi
secara acak).
- Melakukan survei kepuasan pelanggan secara acak dan tanpa pemberitahuan.
- Mengawasi karyawan yang menghabiskan banyak waktu setelah jam kerja
- Melakukan kejutan „„serangan meja‟‟, mencari kumpulan buku kedua
(sistem memangkas) yang disimpan di meja.
- Memverifikasi bahwa nama pada cek cocok dengan postingan.
- Membandingkan tanggal pengeposan AR hingga tanggal pemeriksaan atau
pembayaran tanggal dikirimkan.

c. Skema Korupsi
 Mengklasifikasi transaksi oleh vendor dan memeriksa volume yang tidak biasa.
 Investigasi acak semua vendor, termasuk pemilik, pemegang saham utama, dan
hubungan apa pun dengan karyawan.
 Meninjau kontrak dan persetujuan faktur secara berkala, meskipun hanya sampel
selama setiap audit.
 Memverifikasi keaslian vendor sebagai bagian dari audit internal, meskipun hanya
sampel.
 Mencari transaksi dengan pihak terkait di mana hubungan telah disembunyikan.
 Meninjau persetujuan untuk transaksi dengan pihak terkait setiap tahun.

d. Suap dan Pemerasan Ekonomi


 Memutar tugas yang menyetujui kontrak dan/ atau vendor, dan yang menawar
tanggung jawab.
 Memisahkan tugas antara yang menyetujui vendor dan yang memberikan kontrak
atau menyetujui faktur.

D. BENEISH’S RATIOS
Definisi Beneish Ratio Index Beneish Ratio Index adalah suatu teknik analisis laporan
keuangan yang dapat digunakan untuk menganalisis sebuah laporan keuangan untuk
mendeteksi ada atau tidaknya kecurangan pada laporan keuangan tersebut. Pernyataan ini
telah dijawab oleh Messod D.Beneish (1999), seorang profesor di Indiana University yang
melakukan penelitian atas perbedaan kuantitatif antara perusahaan yang teridentifikasi
melakukan manipulasi laba dan perusahaan yang teridentifikasi tidak melakukan
manipulasi laba.

Beneish menggunakan data keuangan perusahaan lalu menghitung rasio keuangan


perusahaan tersebut untuk mengetahui apakah terdapat kondisi yang dapat mendorong
adanya manipulasi atau tidak. Beneish mengungkapkan bahwa pada umumnya manipulasi
laba ditunjukkan dengan peningkatan atas pendapatan atau penurunan atas beban
perusahaan secara signifikan dari satu tahun (t) ke tahun sebelumnya (t-1). Beneish
menteorikan bahwa ada beberapa prediktor dari manipulasi laporan keuangan yang dapat
digunakan. Beneish Ratio Index yang digunakan untuk mendeteksi adanya manipulasi
dalam laporan keuangan tersebut antara lain:

1. Days Sales in Receivable Index (DSRI).


DSRI adalah rasio dari penjualan harian dalam bentuk piutang pada suatu tahun (t)
terhadap tahun sebelumnya (t-1). Kenaikan yang besar pada days sales in receivable
merupakan hasil dari perubahan dalam kebijakan kredit untuk meningkatkan penjualan
dalam menghadapi persaingan, tetapi ketidakseimbangan peningkatan pada piutang
secara relatif terhadap penjualan dapat mengindikasikan adanya lonjakan pendapatan.
Sehingga kenaikan yang besar pada dayssales in receivable memiliki keterkaitan
dengan kemungkinan pencatatan penjualan dan pendapatan yang terlalu besar.

2. Gross Margin Index (GMI)


Gross Margin Index (GMI) adalah rasio yang membandingkan perubahan laba kotor
yang dihasilkan perusahaan pada tahun sebelumnya (t-1) terhadap suatu tahun (t).
Beneish (1999) menyatakan jika gross margin memburuk merupakan suatu pertanda
yang negatif terhadap prosfek perusahaan. Jadi, jika perusahaan dengan prospek yang
buruk, maka akan lebih banyak terdapat manipulasi.

3. Asset Quality Index (AQI)


Asset Quality Index (AQI) digunakan untuk mengukur kualitas aset perusahaan dengan
mengukur rasio aset tetap, selain aset tetap Property, Plant and Equipment (PPE)
terhadap total aset. Menurut Beneish (1999) semakin tinggi rasio, maka diyakini
perusahaan melakukan peningkatan biaya tangguhan atau meningkatkan aset tidak
berwujud dan memanipulasi pendapatan.
4. Sales Growth Index (SGI)
Sales Growth Index (SGI) adalah rasio yang membandingkan penjualan pada suatu
tahun (t) dan tahun sebelumnya (t-1). Jika hasilnya lebih besar dari 1 mengindikasikan
bahwa penjualan meningkat dari tahun sebelumnya.

5. Depreciation Index (DEPI)


Depreciation Index (DEPI) merupakan rasio yang membandingkan beban depresiasi
terhadap aktiva tetap sebelum depresiasi pada suatu tahun (t) dan tahun sebelumnya (t-
1). Jika DEPI>1 mengindikasikan bahwa aset yang telah disusutkan telah melambat dan
meningkatkan kemungkinan bahwa perusahaan telah merevisi ke perkiraan masa
manfaat aset tetap atau telah mengadopsi metode baru yang menaikkan pendapatan.

6. Sales, General and Administrative Expenses Index (SGAI)


Sales, General and Administrative Expenses Index (SGAI) adalah rasio yang
membandingkan beban penjualan, umum, dan administrasi terhadap penjualan pada
suatu tahun (t) dan tahun sebelumnya (t-1).

7. Leverage Index (LVGI)


Leverage Index (LVGI) merupakan rasio yang membandingkan jumlah hutang terhadap
total aktiva pada suatu tahun (t) dan tahun sebelumnya (t-1). LVGI menunjukan
kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban yang dimilikinya. Jika LVGI>1
mengindikasikan kenaikan pada leverage, oleh karena itu

8. Total Accruals to Total Assets (TATA)


Total Accruals to Total Assets (TATA) merupakan rasio untuk memperkirakan sejauh
mana cash mendasari pendapatan yang dilaporkan, dan juga memperkirakan accruals
positif yang lebih tinggi dikaitkan dengan kemungkinan manipulasi pendapatan yang
lebih tinggi.

Berdasarkan rasio-rasio di atas, Beneish mengembangkan suatu rasio terkait


dengan perubahan aset dan pertumbuhan penjualan yang dirumuskan dalam M- Score
yaitu skor yang merefleksikan terjadinya manipulasi laba. Berikut formula Beneish M-
Score: Beneish M-Score = -4,840 + 0,920 DSRI + 0,528 GMI + 0,404 AQI + 0,892 SGI
+ 0,115 DEPI – 0,172 SGAI – 0,327 LVGI + 4,697 TATA. Angkah -4.84 merupakan
konstanta dan delapan rasio keuangan dikalikan dengan masing-masing konstanta. Jika
Beneish M-Score lebih besar dari -2.22 (yaitu kurang dari negatif) mengindikasikan
bahwa laporan keuangan telah dimanipulasi
E. KASUS TOSHIBA

Toshiba Corp pertama kali didirikan adalah pada tahun 1939 yang bertempatkan di
Tokyo, Jepang. Toshiba Corp ini awalnya adalah perusahaan hasil merger antara dua
perusahaan yaitu Tokyo Denki dan Shibaura Seisakusho. Tokyo Denki ini sendiri
merupakan perusahan yang bergerak dibidang consumer goods, sedangkan Shibaura
Seisakusho adalah perusahaan mesin. Perusahaan hasil merger kedua perusahaan tersebut
kemudian pada tahun 1984 resmi berubah nama menjadi Toshiba Corp, dengan “TO” yang
mewakili perusahaan Tokyo Denki, dan “SHIBA” yang mewakili perusahaan

Shibaura Seisakusho. Pertumbuhan internal dan terjadinya akuisisi perusahaan


rekayasa alat berat dan perusahaan industry primer pada tahun 1940-an dan 1950-an inilah
yang membuat grup ini semakin kuat. Kemudian pada 1970-an dan seterusnya, anak
perusahaan mulai didirikan, yaitu: grup Toshiba Lighting & Teknologi (1989), Toshiba
Carrier Corporation (1999), Toshiba Elevator & Building System Corp (2001), Toshiba
Solutions Corp (2003), Toshiba Medical Systems Corp (2003) dan Toshiba Materials Co
Ltd (2003).

Toshiba Corp adalah perusahaan yang memproduksi dan memasaarkan berbagai


peralatan elektronik dan produk elektronik canggih. Pabrik ini didirikan untuk memenuhi
permintaan dari pemerintah Jepang yang saat itu sedang membawa Jepang masuk ke era
modernisasi. Selama perjalanan sejarahnya termasuk melalui Perang Dunia ke-2 dan
beberapa kali krisis ekonomi di Jepang, Toshiba secara pasti meningkat di dalam
penjualannya dan mengembangkan produk-produk yang inovatif hingga dikenal di seluruh
dunia. Sebagai salah satu merek ternama di Jepang, Toshiba telah menerima berbagai
penghargaan karena menjadi pionir dalam menemukan pembuat chip, radar, oven
microwave, sistem MRI, laptop, dan DVD. Pada tahun 2015, Toshiba telah
mengoperasikan seluruh bisnisnya dalam skala golbal di berbagai industri, termasuk
semikonduktor, elektronik, infrastruktur, peralatan rumah tangga dan alat-alat kesehatan
dengan penjualan yang mencapai lebih dari 63 milyar dolar Amerika dan telah
mempekerjakan lebih dari 200.000 karyawan di seluruh dunia.Kualitas seluruh produk
maupun jasa yang ditawarkan oleh Toshiba menempatkan perusahaan tersebut dalam 10
perusahaan terbesar di Jepang.
Selama 140 tahun sudah Toshiba Corp berkiprah dalam industri teknologi di dunia,
yang mana telah mampu mencuri hati masyarakat di seluruh dunia dengan produk-produk
ciptaannya yang berkualitas, dengan brand image yang tangguh dan pelayanan pelanggan
yang baik. Pendapatan Toshiba Corp sekitar ¥6,381 miliar dan laba bersih ¥-19.7 miliar
pada tahun fiscal berakhir 31 Maret 2010. Toshiba memiliki reputasi yang sangat baik
dimata masyarakat dunia. Namun reputasi dan nilai Thosiba Corp dimata dunia mulai
runtuh ketika diketahui terdapat kecurangan keuangan yang terdapat di Toshiba Corp pada
tahun 2015.

Latar Belakang Kasus Toshiba


Awal mula mulai ditemukannya kecurangan yang terjadi dalam Toshiba Corp
adalah ketika terdapat inisiatif dari masa Pemerintahan Perdana Menteri Abe yang
mendorong adanya transparasi yang lebih besar di perusahaan-perusahaan Jepang. Hal ini
didasari atas keinginan Perdana Menteri Abe untuk menarik lebih banyak investasi asing
yang masuk ke Jepang. Atas himbauan tersebut kemudian Toshiba Corp merekrut komite
investigasi independen atau pihak ke 3 yang didalamnya melibatkan para akuntan dan
pengacara untuk menyelidiki ada atau tidaknya masalah transparansi di Perusahaan besar
tersebut.

Namun tanpa disangka, dari hasil penyelidikan yang dilakukan oleh komite
investigasi tersebut ditemukan bukti yang menyebutkan bahwa Toshiba Corp telah
melakukan kecurangan dan dianggap telah mengkhianati kepercayaan pihak investor, dan
publik. Hal ini dikarenakan diketahui bahwa Toshiba Corp telah melakukan pemalsuan
dalam laporan keuangannya dengan melakukan penggelembungan keuntungan
perusahaan. Berita tersebut sangat tidak disangka karena Toshiba telah menjadi lambang
perusahaan Jepang yang sangat kuat. Setelah diinvestigasi secara menyeluruh,
diketahuilah bahwa Toshiba telah kesulitan mencapai target keuntungan bisnis sejak tahun
2008 di mana pada saat tengah terjadi krisis global. Krisis tersebut juga melanda usaha
Toshiba hingga akhirnya Toshiba melakukan suatu kecurangan melalui fraudulent
statement. Tindakan ini dilakukan dengan berbagai upaya sehingga menghasilkan laba
yang tidak sesuai dengan realita agar memperlihatkan kesan bahwa target bisnis yang
ditetapkan tercapai. Kecurangan yang dilakukan pun tidaklah sedikit jumlahnya, dan
dilakukan tidak hanya dalam kurun waktu setahun atau dua tahun, melainkan sejak tahun
2008, penggelembungan dana yang dilakukan sekitar ¥151,8 miliar atau setara dengan Rp
15,85 triliun.
Direksi Toshiba Corp mengatakan bahwa eksekutif perusahaan telah menekan unit
bisnis perusahaan, mulai dari unit personal computer sampai ke unit semikonduktor dan
reaktor nuklir untuk mencapai target laba yang tidak realistis. Adanya target bisnis yang
under atau over tidaklah baik, karena target bisnis yang baik adalah target yang tidak
terlalu mudah untuk dicapai dan tidak mustahil untuk dicapai, sehingga dapat secara
efektif memicu atau mendorong kinerja entitas perusahaan. Tingginya target bisnis yang
ditetapkan oleh eksekutif dapat memberikan tekanan bagi bawahan. Laporan itu juga
mengatakan bahwa penyalahgunaan prosedur akuntansi secara terus-menerus dilakukan
sebagai kebijakan resmi dari manajemen, dan tidak mungkin bagi siapa pun untuk
melawannya, sesuai dengan budaya perusahaan Toshiba. Toshiba Corp sendiri memiliki
budaya perusahaan yang didalamnya dituntut untuk patuh terhadap atasan, yang dalam
kasus ini menjadi factor penting dalam menghasilkan praktek manipulasi laporan
keuangan. Sehingga bawahan bahkan tidak bias memberikan masukan ataupun kritik
kepada atasan atas overoptimistic target yang ditetapkan oleh atasan, dan itulah yang
mendorong mereka untuk melakukan apapun agar target tersebut tercapai.

Pada kasus yang terkuak pada tahun 2015 ini, diketahui bahwa tiga direksi Toshiba
Corp telah terlibat dalam kecurangan tersebut, mereka adalah CEO Toshiba Corp yaitu
Hisao Tanaka, beserta wakil direktur Nario Sasaki, dan juga penasihat Atsutoshi Nishida
pada 21 Juli 2015. Sejak isu kecurangan akuntansi ini terungkap dipublik pada awal April
2015, saham Toshiba mengalami penurunan sebesar 20%. Nilai pasar perusahaan ini
hilang sekitar ¥ 1,67 triliun (setara dengan RP174 triliun). Badan Pengawas Pasar Modal
Jepang kemungkinan akan memberikan hukuman pada Toshiba atas penyimpangan
akuntansi tersebut dalam waktu dekat ini.

Kecurangan yang terjadi didalam Toshiba Corp sangatlah material sifatnya dan
kompleks, hal ini dapat dilihat dari besarnya angka yang digelembungkan dalam waktu
yang cukup lama serta melibatkan beberapa pihak Top Management. Kecurangan yang
dilakukan secara bersama-sama, sistematis dan cerdas ini bahkan dapat lolos dari system
control yang ada didalam perusahaan mulai dari divisi akuntansi, keuangan, internal audit,
tidak berfungsi sama sekali. Fungsi control internal menjadi lemah karena dalam
melancarkan aksinya, para staff senior dan atasan yang sudah memahami betul jalannya
operasi perusahaan ikut terlibat. Bahkan Seiya Shimaoka, seorang internal auditor,
mencurigai kecurangan dan berusaha melaporkan tapi malah dianggap angin lalu oleh
atasannya sendiri seperti yang dilansir jurnalis Financial Times. Sedemikian rapi dan
cerdasnya hingga tim auditor eksternal sekelas Ernst & Young (EY) tak mampu mencium
aroma busuk dari laporan keuangan Toshiba.

Analisis Kasus
1. Taksonomi Fraud

Berdasarkan taksonomi ACFE penggolongan kecurangan dapat dilihat dari beberapa


katagori yaitu dari pelaku, ukuran, motivasi, materialitas, pihak yang diuntungkan,
dan ukuran perusahaan. Jika berdasarkan karakteristik tersebut dan disesuikan dengan
kasus enron, maka dapat katagori sebagai kecurangan laporan keuangan. Karena :

 Pelaku
Eksekutif manajemen yaitu Hisao Tanaka (CEO), Nario Sasaki (Wakil Direktur
sekaligus mantan CEO), Atsutoshi Nishida (Penasihat) Hal ini sesuai dengan
ACFE yang menyebukan bahwa pelaku kecurangan adalah eksekutif
manajemen.

 Ukuran kecurangan
Kecurangan yang dilakukan bersekala besar karena melibatkan (Rp 15,85
triliun).

 Motivasi
Motivasi toshiba dalam melakukan kecurangan adalah kenaikan harga saham
dan bonus yang dperoleh jika target tercapai, yang sesuai dengan yang
disebutkan oleh ACFE untuk kecurangan laporan keuangan yaitu ada kenaikan
saham dan bonus.

 Materialitas
Dapat dikatakan bahwa kerugian atau kecurangan yang dilakukan dapat
dikatagorikan material.

 Yang diuntungkan
Dari adanya tidakan kecurangan pihak yang diuntungkan adalah perusahaan dan
pelaku yang terlibat dalam kecurangan toshiba yaitu CEO Thosiba, Wakil
Direktur, penasihat Toshiba.

 Ukuran Perusahaan
besar (masuk kedalam 10 perusahan terbesar di Jepang yang memilki lebih
dari 200.000 karyawan).
2. Segitiga Fraud

Menurut Donald R. Cressey, ada 3 hal yang mendorong terjadinya sebuah upaya
fraud, yaitu tekanan (pressure), rasionalisasi (rationalization), dan kesempatan
(opportunity). Berdasarkan konsep ini, kasus Malinda Dee dapat dianalisis sebagai
berikut:

 Tekanan (Pressure)

Top executive Toshiba memberikan target kepada perusahaan secara overtmistic/
berlebihan, sehingga top manajemen berusaha memenuhi target yang ditetapkan
secara tidak rasional dengan berbagai cara, termasuk salah satunya manipulasi
laporan keuangan. Selain itu sistem kompensasi/ bonus karyawan dihitung
berdasarkan kinerja keuangan, sehingga karyawan berusaha memuhi target
dengan ikut melakukan kecurangan baik itu dengan suka rela atau terpaksa.
Lingkungan perusahaan yang kaku, yaitu karyawan harus patuh pada atasan.

 Rasionalisasi (Rationalization)

Pelaku utama dalam kasus ini adalah para top manajemen, mereka merasa bahwa
apa yang mereka lakukan adalah untuk kepentingan perusahaan yaitu untuk
meningkatkan laba sehingga harga saham mereka naik. Alasan lainnya
berhubungan target yang ditetapkan, sehingga para top manajemen dan karyawan
merasa tidak malah mereka melakukan kecurangan karna hal itu agar target yang
ditetapkan perusahaan dapat terpenuhi dan mereka tidak melakukannya sendiri
dan direncanakan dan dijalankan secara sistematis. Alasan ketiga yaitu selama ini
perusahaan tidak benar-benar melakukan aktivitas antifraud, dan terkesan
mengabaikan kecurangan yang dilakukan.
 Kesempatan (Opportunity)

Para pelaku telah bekerja untuk toshiba dalam kurun waktu yang lama, dimana
Hisao Tanaka (CEO), Nario Sasaki (Wakil Direktur sekaligus mantan CEO) telah
bekerja sejak tahun 1970-an, sehingga mereka tahu betul seluk beluk dan celah
internal kontrol perusahaan untuk tidak terdeteksi kecurangan yang dilakukan.
Mereka juga memiliki kemampuan dan kedudukan yang membuat mereka merasa
leluasa untuk melakukan kecurangan.

3. Red Flags

Jika dihubungkan dengan red flags secara umum, kasus ini dapat diklasifikasikan
kedalam kecurangan laporan keuangan. Dimana beberapa pertimbangan red flags
umum seperti:

• Anomali Akuntasi
Toshiba melakukan Penundaan pencatatan, dan itu jelas berdampak pada laporan
keuangan dimana seharusnya dibukukan pada bulan ini tapi perusahaan menunda
pencatatan sehingga bulan terjadinya transakti tidak nyata karena ada transaksi
yang tidak terecord

• Profit yang Tidak Biasa


Toshiba melakukan menggelembungan laba sejak tahun 2008 sehingga profit
yang yang diakui tidak menyatakan keadaan perusahaan yang sesungguhnya.

• Kelemahan Pengendalian Internal


Kecurangan yang dilakukan top manajemen toshiba dengan beralasan untuk
memenuhi target yang telah ditetapkan perusahaan. Karena pelaku adalah top
manajemen dan didukung oleh budaya perusahaan yang takut terhadap atasan,
maka pengendalian internal perusahaan tidak memiliki kekuatan untuk
mengungkap kecurangan tersebut. Karena para auditor internal ddibawah
kekuasaan top manajemen. Selain itu budaya / lingkungan berusahaan sama
sekali tidak mencerminkan atau mengabaikan gerakan antifraud, bahkan
sebenarnya banyak keluhan anonim dari karyawan memalui sistem yang telah
dibuat oleh toshiba, tetapi itu hanya menjadi angin lalu karna tidak ada tindakan
untuk meninaklanjuti keluhan tersebut.
• Obsesi dengan Harga Saham
Toshiba sangat terobsesi dengan kenaikan harga saham, maka dari itu perusahaan
menetapkan target yang tidak masuk akal untuk dicapai, dan hal ini sebenarnya dapat
menjadi sinyal bahwa sebenarnya terjadi kecurangan di perusahaan tersebut, karena
tuntutan dan tekanan agar memenuhi target, maka para top manajemen dan karyawan
akan berusaha berbagai cara ( salah satunya memanipulasi laporan keuangan) agar
target dapat terpenuhi dan mereka tidak dikeluarkan dar perusahaan. Sehingga
berdasarkan red flags dan keadaan toshiba maka kecurangan ini dapat dikatagorikan
sebagai kecurangan laporan keuangan pada bagian pengungkapan yang tidak tepat.

4. Deteksi Fraud

Dalam mendeteksi fraud yang terjadi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Seperti apa
yang sudah dibahas sebelumnya dan dapat disimpulkan bahwa fraud yang terjadi dalam
kasus Toshiba ini termsuk ke dalam katagori kecurangan laporan keuangan, maka penulis
hanya akan menyampaikan deteksi untuk skema fraud laporan keuangan. Deteksi yang
dapat dilakukan untuk skema fraud laporan keuangan adalah sebagai berikut:

a. Surprise Audit
Karena pada masa Pemerintahan Perdana Menteri Abe yang mendorong adanya
transparasi yang lebih besar di perusahaan-perusahaan Jepang. Hal ini didasari atas
keinginan Perdana Menteri Abe untuk menarik lebih banyak investasi asing yang
masuk ke Jepang. Atas himbauan tersebut kemudian Toshiba Corp merekrut komite
investigasi independen atau pihak ke 3 yang didalamnya melibatkan para akuntan dan
pengacara untuk menyelidiki ada atau tidaknya masalah transparansi di Perusahaan
besar tersebut.

Sehingga dapat diartikan bahwa toshiba malakukan surprise audit dan hal ini berhasil
mendeteksi fraud yang ada di perusahaan tersebut yang telah berlangsung sejak tahun
2008.

b. Internal Control

Pada kasus ini, toshiba dapat digolongkan menjadi perusahaan yang memiliki internal
kontrol yang buruk, dimana seharusnya internal kontrol merupakan periasai utama
untuk mencegah dan meminimalisir fraud. Dimana lingkungan pencegahan
perusahaan sangatlah buruk, baik dalam tatakelola perusahaan yang belum dapat
menerapkan good corporate governance. Budaya Tone at the top yang sangat buruk,
dimana top manajemenlah yang melakukan fraud, sehingga karyawan yang berada
dibawahnya melakukan fraud juga baik secara sukarela ataupun paksaan. Dan juga
kebijakan dan prosedur anti fraud tidak berjalan dengan baik, dimana toshiba hanya
sebatas membuat tanpa mengawasi dan menindaklanjuti jika ada pelanggaran. Dan
beberapa hal lain yang sebenarnya dapat dilakukan internal kontrol dalam upaya
mendeteksi fraud.

c. Audit Internal / Fraud Examination Department/ Audit Investigatif

Fraud dilakukan secara bersama sama, sistematis dan cerdas, sehingga dapat lolos
dari system control yang ada didalam perusahaan mulai dari divisi akuntansi,
keuangan, internal audit, tidak berfungsi sama sekali, bahkan tim auditor eksternal
sekelas Ernst & Young (EY) tak mampu mencium aroma busuk dari laporan
keuangan Toshiba.

Maka ketika internal ataupun eksternal audit tidak mampu mendeteksi kecurangan,
maka perusahaan harus sesekali malakukan audit investigativ, supaya mampu
mendeteksi kecurangan-kecurangan yang tidak mampu dideteksi oleh internal
ataupun eksternal audit.

d. Hotline/ Tip

Toshiba sebenarnya telah menerapkan hotline/ anynomous tip. Mereka hanya


menyediakan medianya tanpa menindaklanjuti aduan yang ada sehingga tip ini dapat
berjalan secara efektif untuk mendeteksi fraud. Bahkan toshiba terkesan menutup
mata atas aduan yang dberikan.
Jika cara ini diterapkan dengan sebagaimana mestinya, hal ini sangat membantu
mendeteksi kecurangan secara dini, sehingga mempermudah internal auditor dalam
menjalankan tugasnya.
e. Analisis vertikal dan Horizontal
f. Analisis Rasio (Beneish’s Ratios)
g. Menjalankan pemeriksaan latar belakang pada eksekutif
BAB III
PENU|TUP

fraud biasanya melibatkan beberapa orang, baik internal maupun eksternal, sehingga
aktivitasnya dapat menyebar ke segala arah. Terkadang rencana yang mereka pikirkan tidak dapat
diperkirakan. Mereka mampu berpikir sangat radiant (menyebar) dan liar, sehingga terkadang di
luar apa yang biasa kita pikirkan. Bagi mereka, hal yang tidak mungkin untuk kita akan sangat
mungkin bagi mereka.

Untuk melakukan pendeteksian dini terhadap fraud kita pun harus memiliki kemampuan
berpikir yang sama dengan mereka. Kita harus bisa membayangkan dan memperkirakan apa yang
akan mereka lakukan. Intinya adalah pola berpikir kita harus sama dengan mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Singleton, TM and Singleton, AJ, 2010, Fraud Auditing and Forensic Accounting, 4th ed., New
Jersey : John Wiley & Sons, Inc.

Anda mungkin juga menyukai