Anda di halaman 1dari 4

Patofisiologi gejala

1. PENURUNAN KESADARAN
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer
serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika terjadi kelainan pada
kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan
mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan. Ascending
Reticular Activating System merupakan suatu rangkaian atau network system yang
dari kaudal berasal dari medulla spinalis menuju rostral yaitu diensefalon melalui brain
stem sehingga kelainan yang mengenai lintasan ARAS tersebut berada diantara
medulla, pons, mesencephalon menuju ke subthalamus, hipothalamus, thalamus dan
akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran. Neurotransmiter yang berperan pada
ARAS antara lain neurotransmiter kolinergik, monoaminergik dan gamma
aminobutyric acid (GABA).
Kesadaran ditentukan oleh interaksi kontinu antara fungsi korteks serebri termasuk
ingatan, berbahasa dan kepintaran (kualitas), dengan ascending reticular activating
system (ARAS) (kuantitas) yang terletak mulai dari pertengahan bagian atas pons.
ARAS menerima serabut-serabut saraf kolateral dari jaras-jaras sensoris dan melalui
thalamic relay nuclei dipancarkan secara difus ke kedua korteks serebri. ARAS
bertindak sebagai suatu off-on switch, untuk menjaga korteks serebri tetap sadar
(awake).
Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan yang
berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon primitif yang merupakan manifestasi
rangkaian inti-inti di batang otak dan serabut-serabut saraf pada susunan saraf. Korteks
serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat di mana kedua korteks
ini berperan dalam kesadaran akan diri terhadap lingkungan atau input-input
rangsangan sensoris, hal ini disebut juga sebagai awareness.
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh
misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS
di batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun
mesensefalon.
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan derajat
(kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness,
alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi ARAS dengan
korteks serebri, apakah lesi supratentorial, subtentorial dan metabolik akan
mengakibatkan menurunnya kesadaran.
Gambar 1. Patofisiologi penurunan kesadaran
Sumber : MT WAHYUDI - 2016. Penurunan kesadaran. Jurnal e-prints
2. NYERI KEPALA
Sensitisasi nyeri kepala terdapat di nosiseptor meningeal dan neuron trigeminal sentral.
Sebagian besar pembuluh darah intrakranial mendapatkan inervasi sensoris dari ganglion
trigeminal, dan menghasilkan neuropeptida yang akan mengaktivasi nosiseptor – nosiseptor.
Neuropeptida yang dihasilkan seperti CGRP (Calcitonin Gene Related Peptide) yang paling
besar dan diikuti oleh SP (substance P), NKA (Neurokinin A), PACAP (Pituitary Adenylate
Cyclase Activating Peptide, nitricoxide (NO), molekul prostaglandin E2 (PGEJ2), bradikinin,
serotonin (5-HT) dan adenosin triphosphat (ATP).
Batang otak merupakan organ yang memiliki peranan penting dalam transmisi dan modulasi
nyeri baik secara ascending maupun descending. Periaquaductal grey matter, locus coeruleus,
nucleus raphe magnus dan reticular formation yang berada di batang otak akan mengatur
integrasi nyeri, emosi dan respons otonomik. Sehingga dapat dikatakan batang otak merupakan
generator dan modulator sefalgi.
1) Rangsangan yang menganggu diterima oleh nosiseptor (reseptor nyeri) polimodal dan
mekanoreseptor di meninges dan neuron ganglion trigeminal
2) Pada innervasi sensoris pembuluh darah intrakranial (sebagian besar berasal dari
ganglion trigeminal) di dalamnya mengandung neuropeptida seperti CGRP / Calcitonin
Gene Related Peptide, Substance P, Nitric oxide, bradikinin, serotonin yang semakin
mengaktivasi / mensensitisasi nosiseptor
3) Rangsangan di bawa menuju cornu dorsalis cervical atas
4) Transmisi dan modulasi nyeri terletak pada batang otak ( periaquaductal grey matter,
nucleus raphe magnus, formasio retikularis)
5) Hipotalamus dan sistem limbik memberikan respon perilaku dan emosional terhadap
nyeri
6) Pada talamus hanya terjadi persepsi nyeri
7) Dan terakhir pada korteks somatosensorik dapat mengetahui lokasi dan derajat
intensitas nyeri
Sumber :jurnal MEKANISME TERJADINYA NYERI KEPALA PRIMER Jimmy
Hadi Widjaja Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

3. MUAL
Merupakan sensasi psikis akibat rangsangan pada organ viseral,
labirinth dan emosi, tidak selalu berlanjut dengan retching dan
ekspulsi. Keadaan ini ditandai dengan keinginan untuk muntah yang
dirasakan di tenggorokan atau perut, seringkali disertai gejala
hipersalivasi, pucat. berkeringat, takhikardia daii anoreksia. Selama
periode nausea, terjadi penurunan tonus kurvatura mayor, korpus dan
fundus. Antrum dan duodenum berkontraksi berulang-ulang.
sedangkan bulbus duodeni relaksasi sehingga terjadi refluks cairan
duodenum ke dalam lambung. Pada fase nausea ini belum terjadi
peristaltik aktif. Muntah yang disebabkan oleh peningkatan tekanan
inrrakranial dan obstruksi saluran gastrointestinal tidak didahului oleh
fase nausea.
4. MUNTAH
Muntah dipicu oleh adanya impuls afferent yang menuju pusat muntah, yang terletak
di medulla otak. Impuls tersebut diterima dari pusat sensori seperti chemoreceptor
trigger zone (CTZ), korteks serebral, serta visceral afferent dari faring dan saluran
cerna.Impuls afferent yang sudah terintegrasi dengan pusat muntah, akan menghasilkan
impuls efferent menuju pusat salivasi, pusat pernafasan, daerah saluran cerna, faring,
dan otot otot perut yang semuanya bersinergi memicu proses muntah. Nah dari sini
terlihat alasan ketika muntah terjadi nafas tidak beraturan, terengah engah, keringat,
kontraksi perut, ataupun keluar saliva/air liur.
Penyebab dan proses terjadinya muntah dapat dilihat pada gambar berikut:
CTZ merupakan daerah kemosensori utama pada proses emesis/muntah dan sering
dipicu oleh senyawa senyawa kimia. Obat obat sitotoksik pun memicu emesis melalui
mekanisme berinteraksi dengan CTZ. Beberapa neurotransmiter dan reseptor terdapat
di pusat muntah, CTZ, dan saluran cerna, meliputi kolinergik, histaminik,
dopaminergik, opiat, serotonergik, neurokinin, serta benzodiazepin. Nah dari sini juga
terlihat bahwa adanya stimulasi pada satu ataupun beberapa reseptor ini akan memicu
muntah. Itulah sebabnya, mekanisme kerja obat antiemetik akan berkutat dalam
menghambat ataupun mengantagonis reseptor emetogenik tersebut seperti terlihat pada
gambar berikut

5. PUSING
6. DEMAM

Anda mungkin juga menyukai