Anda di halaman 1dari 36

REFLEKSIKASUS

MANAJEMEN CAIRAN PADA SYOK PERDARAHAN

WAHYU RATNA SARI

PEMBIMBING :
DR. MUHAMMAD NAHIR, SP.AN
Identitas

 Nama : Ny. Kiki Anggraini


 Jenis kelamin : Perempuan
 Umur : 38 tahun
 Berat badan : 53 kg
 Tinggi badan : 156 cm
 Alamat : Parigi
 Pekerjaan : IRT
 Agama : Islam
anamnesis

 Keluhan Utama : Nyeri perut


 Riwayat keluhan sekarang : pasien masuk rumah
sakit dengan keluhan nyeri perut sejak 1 hari yang
lalu, keluhan disertai dengan perdarahan (+),
menggigil (+), nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah
(+), demam (+), BAK (+), BAB (+). Sebelumnya
pasien mempunyai riwayat melakukan kuretase
karena abortus sejak 1 minggu yang lalu.
 Riwayat penyakit sistemik : pasien tidak memiliki
riwayat hipertensi dan diabetes melitus.
Pemeriksaan fisik

 Keadaan Umum : Sakit sedang


 Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)
 TD : 80/ 60 mmHg
 S : 36,60 C
 N : 80 x/m
 R : 18 x/m
Pemeriksaan fisik

 Primary Survey
 B1:RR: 18x/menit, Rhonki-/-, Wheezing -/-, SpO2: 99%
 B2:TD 110/60 mmHg, N 76 x/menit regular, kuat angkat.
 B3:GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor 2,5mm/2,5mm, RC +/
+, suhu Axilla 36,6 °C, NRS 4/10
 B4: urin spontan, produksi sulit dinilai
 B5: Datar, peristaltik (+) kesan normal, timpani.
 B6: Edema (-/-), fraktur (-/-).
  
 Darah Rutin
 WBC :14,20 x 103μL (3,8 – 10,6 x 103μL)
 RBC : 3,32 x 106 μL (4,4 – 5,9 mg/dL)
 Hb: 7,5 g/dl (13,2 – 17,3 g/dl)
 HCT : 23,7 % (40 – 52 %)
 PLT : 341 x 103 μL (150 – 440 x 103 μL)
 HbsAG : non reaktif (non reaktif)
  
PENDAHULUAN
 Pertolongan pertama korban perdarahan adalah
menghentikan perdarahan dengan menekan langsung
sumber perdarahannya (jika mungkin) dan mengangkat
tungkai korban keatas, agar terjadi re-distribusi darah
dari tungkai ke sirkulasi untuk jantung dan otak
 Tindakan berikutnya adalah memberikan infuse cairan.
 Dari sisi pandang epidemiologic, angka nasional tahun
2016 terjadi 105.374 kasus, dengan korban meninggal
25.859, luka berat 22.939, luka ringan 120.913 orang.
 Bagian terbesar pasien perdarahan adalah mereka yang
berusia produktif, sehingga setiap kegagalan terapi
membawa konsekwensi kehilangan tenaga produktif
PERUBAHAN-PERUBAHAN TUBUH
AKIBAT PERDARAHAN
 Shock dan kematian pada perdarahan disebabkan kehilangan
volume darah dan eritrosit
 Estimated Blood Volume (EBV) jumlahnya 65-70 ml/kg BB.
Kehilangan darah yang mencapai 25% EBV akan menyebabkan
pasien jatuh dalam shock
 Korban meninggal jika volume yang hilang > 30% atau eritrosit
yang hilang > 60%
 Transfusi akan serentak mengembalikan volume dan eritrosit.
 Tetapi sebenarnya fungsi hemodinamik SUDAH DAPAT kembali
normal meskipun TANPA tranfusi, jika “volume” saja
dikembalikan dengan cairan (tanpa eritrosit) seperti infuse
Ringer Laktat atau Normal Saline, sebanyak 2-4x volume yang
hilang.
PERUBAHAN-PERUBAHAN TUBUH AKIBAT
PERDARAHAN
 Jika volume sudah normal, Hb yang rendah dapat diatasi
tubuh dengan meningkatkan cardiac output
 Jika volume sudah normal, Hb yang rendah dapat diatasi
tubuh dengan meningkatkan cardiac output.
 Meskipun Hb yang rendah menyebabkan “O2 per unit
volume” yang dibawa darah menurun, tetapi karena CO
(Cardiac Output) meningkat, “O2 per unit time” yang
sampai di jaringan TIDAK menurun.
 Orang normal dapat menaikkan cardiac output 3x normal
dengan cepat, asalkan volume sirkulasi cukup
(normovolemia)
 Hipovolemia mematahkan kompensasi cardiac output.
APAKAH SHOCK ITU?
 Definisi “shock “ yang sesuai untuk kerja klinik McLean :
“Kegagalan perfusi/aliran
darah ke organ vital atau kegagalan penggunaan
oksigen oleh jaringan vital”.
 Perfusi darah membawa oksigen ke jaringan. Dan
jantung adalah pompa
 Jika Cardiac Output baik, perfusi akan baik.
 Jika keadaan ini disertai Tahanan Perifer yang baik,
tekanan darah akan “normal”.
 Jika Co rendah (jelek), perfusi akan jelek.
APAKAH SHOCK ITU?
 Jika Co rendah (jelek), perfusi akan jelek.
 Jika pada saat ini Tahanan perifer tidak meningkat,
tekanan darah akan rendah/hipotensi.
 Tapi jika tahanan perifer meningkat (missal:
pemberian vasopresor) maka tekanan darah dapat
tampak “normal” meski sebenarnya normal semu.
 Tekanan darah TIDAK DAPAT menilai Cardiac-output.
 Hasil pengamatan terhadap perfusi lebih dapat
dipercaya untuk memperkirakan CO
Apakah shock itu?
 Pada shock hipovolemik terjadi hipoksia jaringan.
Metabolisme berjalan anaerobic dengan sisa asam
laktat
 Karena perfusi jelek, asam laktat tertimbun dijaringan
dan menyebabkan acidosis dan gangguan fungsi
organ
 Jika pasien mendapat cairan elektrolit cukup, darah
memang belum cukup membawa O2 (Hb masih
rendah) tetapi karena perfusi baik, asam laktat yang
tertimbun dapat dibilas kehepar dan dimetabolisir
disana
Terapi shock hipovolemik pada perdarahan

 BUKAN memberi O2 agar hipoksia jaringan


teratasi
 BUKAN memberi Na-bicarbonat agar acidosis
teratasi
 TETAPI memberikan volume agar perfusi
segera baik.
 Lalu tranfusi jika Hb < 8 gm%.
DIAGNOSIS SHOCK

 PERFUSI MENURUN
 PENGISIAN NADI MELEMAH
 TEKANAN DARAH MENURUN
PERFUSI MENURUN
Perfusi perifer
 Ujung jari kaki adalah tempat yang terjauh dari jantung dan akan
mengalami gangguan perfusi paling awal jika sirkulasi terganggu
 Dahi dan ujung hidung yang mendapat perfusi dari arteria
carotis, akan paling akhir mengalami gangguan perfusi karena
letaknya lebih dekat ke jantung.
 Jika pada perabaan tempat-tempat tersebut kering, hangat dan
tampak berwarna merah (pink), sirkulasi masih baik.
 Pada waktu shock sulit teraba dingin, basah dan pucat ke-abu-
abuan.
 Tanda perfusi lainnya adalah Capillary Refill Time. Kuku atau
telapak tangan jika ditekan akan menjadi pucat. Jika perfusi
baik, begitu tekanan dilepas segera menjadi merah lagi.
Bandingkan ini dengan tangan pemeriksa sendiri sebagai control
Perfusi ginjal
 Ginjal normal memproduksi urine > 0.5 ml/kg/jam (pada
pasien 50 kg = 25 ml/jam.
 Ginjal, kulit, otot dan viscera adalah organ kelas 2 yang
memakai 80% cardiac output. Pada waktu shock, secara
reflek-toris, perfusi organ kelas 2 ini ditutup.
 Produksi urine berkurang dan urine menjadi pekat.
 Bila shock berlangsung lama, mekanisme hormone ADH
dan Aldosterone menyebabkan aliguri yang kadang-
kadang masih terus berlangsung meskipun shock sudah
diatasi.
 Untuk mengatasi oliguri ini dapat diberikan lasix 1 mg/kg
i.v. diulang kalau perlu dengan dosis lipat dua tiap 30
menit sampai total 1 gram
PENGISIAN NADI MELEMAH

 Pada Shock Berat, nadi radialis sukar atau


tidak teraba.
 Dengan mengikuti perubahan besarnya
pengisian dan desakan nadi ini kita dapat
menilai hasil terapi yang diberikan.
 Selisih systole-diastole akan makin melebar
jika keadaan membaik
TEKANAN DARAH MENURUN

 Pada shock hipovolemik, tekanan darah turun, sering


jauh dibawah 100 mmHg sistolik.
 Sebenarnya tekanan darah bukan indicator shock
yang reliable sebab tekanan sistolik 120 belum tentu
baik (jika pasien semula tekanan sistolik normalnya
180) dan sebaliknya tekanan sistolik 80 belum tentu
shock ( jika pasien semula tekanan normalnya 90).
 Namun perlu dicatat bahwa jika menemukan korban
dengan tekanan darah < 100 mmHg, DIAGNOSE
KERJA adalah SHOCK sampai dapat dibuktikan bahwa
bukan shock
TERAPI

 TRANFUSI DARAH
 KRISTALOID atau
 KOLOID
TRANSFUSI ?
 Untuk membawa cukup O2 ke jaringan hanya
dibutuhkan Hb 8mg% dan jantung yang dapat
berdenyut 2x lebih cepat daripada biasa (nadi 120-140
per menit) jika volume sirkulasi dipertahankan normal.
 Jadi sebenarnya transfusi tidak dapat jika diberikan
sebagai terapi awal pada perdarahan
 Perdarahan adalah kehilangan cairan ECF, Ringer
Laktat NaCl 0.9% komposisinya mirip ECF jadi dapat
dipakai sebagai pengganti darah untuk sementara.
 Cara ini disebut HERMODILUSI.
 Pada dasarnya penggantian itu TIDAK selalu harus
sama dengan yang hilang
TRANFUSI
 Kita dapat memanfaatkan kemampuan kompensasi tubuh
pasien sampai batas-batas tertentu untuk mencapai
kesembuhan, yaitu:
1. kapasitas transport oksigen tidak terganggu jika Hb>/=8gm%
2. tekanan oncotic tidak terlalu rendah : albumin > 2,5 gm%
 tom Shires, Canizzaro dkk melakukan percobaan pada hewan
yang dibuat irreversible shock menurut cara Wiggers. Angka
mortalitas 80% jika dilakukan pengembalian volume darah saja.
 Pemberian transfuse saja hanya mengembalikan plasma
volume, tetapi interstitial volume masih deficit
 Jika selain dikembalikan darahnya ditambahkan extra Ringer
Laktat, angka kematian ternyata turun menjadi tinggal 30%.
Selain mengembalikan plasma volume, Ringer Laktat juga
mengembalikan interstitial volume
KRISTALOID ?

 CAIRAN Ringer meresap keluar vaskuler ke interstitial 30-


60 menit sesudah infuse (plasma half life 20 menit) dan
akan membentuk keseimbangan baru antara
instravaskuler (20%) dan interstitial (80%).
 Expansi ISF ini nampak sebagai interstitial edema yang
sebenarnya tak berbahaya. Adanya edema disini tidak
berarti ada edema diparu-paru.
 Dalam 24-48 jam, edema ini akan dikeluarkan sebagai
urine.
 Jika diperlukan diuresis lebih cepat, berikan lasix.
 Edema di conjuctiva bulbi yang nampak pada batas conea,
identik dengan “excess” cairan 2-3 liter.
 Edema paru-paru hanya mudah terjadi jika pasien
mengalami contusio pulmonum.
KRISTALOID
 Apakah penggunaan Ringer Laktat tidak menambah
buruk acidosis laktat karena shock ? Jawabnya: TIDAK.
 Laktat dirubah hepar menjadi HCO3 yang
menetralkan metabolic acidosis.
 Pemberian volume memperbaiki sirkulasi dan
transport O2 ke jaringan _ metabolisme aerobic
bertambah, asam laktat berkurang.
 Timbunan asam laktat terbawa sirkulasi yang
membaik ke hepar dan dimetabolisir
KOLOID ?
 Ada dua macam koloid yakni derivate plasma protein (albumin,
Plasma Protein Faraction) dan sediaan semi-sintetik Plasma
Subtituse. Derivat plasma protein tidak diuraikan lebih lanjut
karena harganya praktis tidak terjangkau. Seratus ml albumin
25% yang memberikan volume IVF 500 ml harganya Rp.
2.000.000,-
 Cairan plasma substitute atau plasma expander adalah cairan
yang berisi molekul-molekul dengan berat molekul 35.000-
500.000 dan memiliki efek mirip albumin dalam hal
mengembalikan volume plasma (IVF) karena nilai oncotic nya
tinggi, cairan ini tinggal lama dalam IVF.
 Isbister J.P dan Fisher M.M dalam Anesth. Intens.Care: 8, 145-
151, 1980 menyebutkan bahwa dalam waktu 4-12 jam, 90%
volume Dextran dan H.E.S. masih berada intravaskuler. Gelatine
hanya menahan 50% volumenya, sisanya merembes ke ISF
KOLOID
 Dengan plasma substitusi tekanan darah lebih cepat kembali normal .Tetapi
ada hal - hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan Plasma Substitute:
 Plasma Substitute / Expander tidak tepat diberikan sebagai terapi awal
ataupun terapi tunggal pengganti perdarahan. Sebaiknya diberikan HANYA
SETELAH Ringer Laktat /NaCl 0.9% untuk membantu mempercepat
stabilisasi hemodinamik.
 Lakukan cross match dahulu sebelum Dextran diberikan.
 Dextran dapat mengganggu crossmatch golongan darah
 Dextran dapat mengganggu pembekuan darah pada dosis lebih dari 15-20
ml/kg BB atau 1.5gm dextran/kg BB (1000-1500 ml bagi pasien BB 50 kg).
(5,6,7).
 Sebenarnya, dengan Ringer saja, perfusi dapat dipertahankan meski
tekanan darah agak rendah di banding jika diberi Plasma Substitute.
 Reaksi anafilaktoid dapat terjadi pada Plasma Substitute walaupun relative
jarang (0.03-0.08%) dan beberapa berakhir fatal.
 
PROSEDUR PENANGANAN SHOCK

 APAKAH PASIEN SHOCK?


 BERAPA BANYAK DARAH TELAH HILANG?
 POLA KERJA BAGAIMANA?
APAKAH PASIEN SHOCK?

 Lihatlah perfusi, nadi, tekanan darah.


 TIDAK PERLU cara-cara rumit memakai alat
canggih Cardiac Output Computer, Blood Gas
Analyzer dsb
BERAPA BANYAK DARAH TELAH HILANG ?

 yang telah hilang memang tak dapat diukur tetapi dapat diestimasi/diperkirakan
deLakukan estimasi. Darah ngan 2 cara berikut ini:

CARA # 1.
Etimasi loss % EBV Gejala
---------------------------------------------------------------------------------------------------
10 – 15 % Minimal
15 – 25 % Preshook, acral mulai dingin
25 – 35 % Shock, perfusi menurun, T<90, N>120
 35 – 50 % Shock berat, perfusi sangat buruk, Tensi tak terukur, N tak teraba dan gangguan kesadaran.

CARA # 2 TRAUMA STATUS dari Giesecke


---------------------------------------------------------------------------------------------------
T A N D A TS I TS II TS III
Sesak nafas - ringan ++
Tekanan darah N turun tak terukur
N a d i cepat sangat cepat tak teraba
Urine N oliguria anuria
Kesadaran N disorientasi! / coma
------------------------------------------------------------------------------------------
Blood loss sampai 10% sampai 30% lebih 50%
------------------------------------------------------------------------------------------
*) modifikasi : tanpa gas darah ?CVP
POLA KERJA

 PENDERITA DATANG DENGAN


PERDARAHAN
 PASANG INFUS JARUM BESAR AMBIL
SAMPLE DARAH
 CATAT TEKANAN DARAH, NADI dan
PERFUSI, (PRODUKSI URINE)
POLA KERJA
 RINGER LAKTAT ATAU NACl 0.9%
20 ml/kg BB cepat,. Ulangi sampai 2-4x lost volume
(1000-2000 ml dalam 30-60 menit)
 
 
HEMODINAMIK BAIK HEMODINAMIK BURUK?
 Tekanan darah > 100, nadi < 100
 Perfusi hangat, kering TERUSKAN CAIRAN
 Urine > ½ ml/kg/jam 2-4 x estimated loss

HEMODINAMIK BAIK HEMODINAMIK BURUK

A B C

Pada kasus A, infuse dilambatkan. Bisaanya tidak perlu transfuse.

Pada kasus B, jika Hb < 8gm%/hematokrit <25%, transfuse diberikan . Tetapi jika sedang dilakukan pembedahan
untuk menghentikan perdarahan, transfuse dapat ditunda sampai sumber perdarahan terkuasai.

Pada kasus C, transfuse perlu segera diberikan. Jika tak tersedia darah golongan yang sama, dapat diberikan
Packed Red Cel -O-.
 
POLA KERJA
 Dengan menggunakan –O-, resiko salah crossmatch
tidak mungkin terjadi. Hanya akan terjadi reaksi minor
positif yang tidak berbahaya (reaksi major-nya
negative).
 Jika pasien sudah mendapat ganti golongan O > 4 unit
transfuse selanjutnya harus tetap dengam O, kecuali
sudah lewat 14 hari (titer antibody sudah turun lagi).
 Plasma Substitutes amat berguna pada kasus-kasus B
dan C
 Selanjutnya untuk masa pasca bedah/pasca trauma,
bisaanya kadar Hb diupayakan mencapai > 8-10 mg%.
PENYULIT

 Jangan menunda hemodilusi karena takut penyulit


 Lazimnya, selama HB>8, penyulit berikut ini jarang
terjadi
PENYULIT
1. EDEMA PARU-PARU
 Bagi pasien trauma thorax dan contusion pulmonum, tehnik
hemodilusi sebaiknya dihindari.
 Tetapi dalam keadaan mendesak dimana pilihan adalah mati atau
edema paru-paru, resiko edema paru-paru ini harus diambil nanti
sewaktu transfuse, kelebihan cairan dikeluarkan dengan lazix.
 Bisaanya sesak nafas berkurang setelah urine keluar 1000-2000 ml.
Kadang-kadang diperlukan digitalis atau Dupamin drip 5-10
mog/kg/menit.
 Memberikan albumin bukan terapi yang baik. Pemberian yang
terlalu cepat menyebabkan circulatory overload karena 100 ml
albumin 25% menarik 400 ml cairan interstitial masuk IVF. Sesak
nafas menjadi lebih parah.

 
EDEMA PARU
 Shires, Nyhus dan Virgillio, menunjukkan bahwa resiko
edema paru-paru pasca hemodilusi tidaklah berlebihan
(13,16,18).
 
 Akibat pengenceran darah, terjadi hypoalbuminemia
yang diikuti turunnya tekanan onkotik plasma. Tetapi
toh edema paru-paru tak terjadi. Giesecke memberi
batasan kadar albumin terendah yang masih aman
adalah 2.5 gm%
2. GANGGUAN HEMOSTATIS
 Dapat terjadi jika diberikan cairan atau transfuse sampai
jumlah 1.5 x ebv atau > 10 unit darah donor. Peyebab
gangguan ini BUKAN penurunan faktor koagulasi tapi
trombositopenia.
 Untuk hemotatis yang baik diperlukan trombosit 100.000.
jika kadarnya < 50.000/mm3, kemungkinan terjadinya
perdarahan spontan adalah 100%. Jika jumlahnya 50-
75.000/mm3 : 63.6%; jika 75-100.000/mm3
kemungkinannya masih 25.4%.
 Terapi: fresh blood atau platelet rich plasma. Pemakaian
Fresh Frozen Plasma tak berguna karena tak
mengandung thrombocyt sedang kebutuhan faktor V dan
VIII agar hemostatis baik sebenarnya hanya sedikit (cukup
dengan kadar 5-30% normal)
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai