Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interior


dalam batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma
ekspander) secara intravena. Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk
mengganti defisit pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah diamana saluran
pencernaan belum berfungsi secara optimal disamping untuk pemenuhan kebutuhan
normal harian. Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-
tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan berupa edema
paru dan gagal nafas.1,2
Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang
kadang-kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai penyakit
primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang
mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan. Pada periode pasca
bedah kadang-kadang perdarahan dan atau kehilangan cairan (dehidrasi) masih
berlangsung, yang tentu saja memerlukan perhatian khusus. Puasa pra-bedah selama
12 jam atau lebih dapat menimbulkan defisit cairan (air dan elektrolit) sebanyak 1
liter pada pasien orang dewasa.1,3,4
Gejala dari defisit cairan ini belum dapat dideskripsikan, tetapi termasuk di
dalamnya adalah rasa haus, perasaan mengantuk, dan pusing kepala.1,5 Gejala
dehidrasi ringan ini dapat memberikan kontribusi terhadap memanjangnya waktu
perawatan di rumah sakit yang terlihat dari penelitian 17638 pasien dengan hasil
bahwa rasa kantuk dan pusing kepala pasca bedah merupakan faktor prediktor yang
berdiri sendiri terhadap bertambah lamanya waktu perawatan pasca bedah.6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Cairan Tubuh


Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat
berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang.
Pada saat bayi lahir sekitar 75% berat badan, usia 1 bulan 65%, dewasa pria
60% dan wanita 50% , sisanya ialah zat padat seperti protein, lemak,
karbohidrat dan lain – lainnya. Air didalam tubuh di berada di beberapa
ruangan intraseluler 40%, ekstraseluler 20%. Ekstraseluler dibagi lagi menjadi
antarsel(interstitial) 15% dan plasma 5%. Cairan antarsel khusus disebut
cairan transeluler misalnya cairan serebrospinal, cairan persendian, cairan
peritoneum dan lain – lainnya. 9

Variasi terkait umur terhadap jumlah cairan dalam tubuh.13


Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun
perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan
tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah,
maka resiko penderita menjadi lebih besar.1
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular
dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi
menjadi cairan intravaskular dan intersisial.5

Cairan intraselluler dan ekstraselluler14


1. Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada
orang dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di
intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat
badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat
badannya merupakan cairan intraselular.5
2. Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif
cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir,
sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia
1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari
volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan
berat rata-rata 70kg.5
Cairan ekstraselular dibagi menjadi: 5
a. Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial,
sekitar 11- 12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam
volume interstitial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah
sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa. 5
b. Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah
(contohnya volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar
5-6L dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah
merah, sel darah putih dan platelet.5
c. Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu
seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan
sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan
transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat
masuk dan keluar dari ruang transeluler.5
Cairan Tubuh13

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan
non elektrolit.5
a. Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan
arus listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion
negatif (anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama
(diukur dalam miliekuivalen).5
 Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+),
sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium
(K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang
memompa keluar sodium dan potassium ini.
 Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan
bikarbonat (HCO3 -), sedangkan anion utama dalam cairan
intraselular adalah ion fosfat (PO4 3-). Karena kandungan elektrolit
dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama maka nilai
elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler
tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.5
1. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan
paling berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar
natrium plasma: 135-145mEq/liter.Kadar natrium dalam plasma
diatur lewat beberapa mekanisme:
- Left atrial stretch reseptor
- Central baroreseptor
- Renal afferent baroreseptor
- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
- Atrial natriuretic factor
- Sistem renin angiotensin
- Sekresi ADH
- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body
Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau
40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine
100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter.
Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl). Natrium
dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial
maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak
mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan
terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan
natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti
dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan
cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan
apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah
kegagalan sirkulasi.7
2. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan
ekstraseluler berperan penting di dalam terapi gangguan
keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh
sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan
yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan
protein didalam sel. 7
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari
1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan
dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine
60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter. 7
3. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-
90% dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah
pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan
endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-
kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, dan hipofisis. Sebagian
besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan
ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.7
4. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan untuk
pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces. 7
5. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai
salah satu hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat
dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang akan
dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan
sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa. 7
b. Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi
dalam cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan
bilirubin.5

Komposisi cairan intraselluler dan ekstraselluler.13

Proses Pergerakan Cairan Tubuh


Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh
melibatkan mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif
tidak membutuhkan energi sedangkan mekanisme transpor aktif
membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor
pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa
Na-K yang memerlukan ATP. 5,7,8
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat
berlangsung secara:
a. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui
membran semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar
lebih rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya
sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeabel terhadap air,
sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama.
Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air
(pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.5,7,8
Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan
dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%,
Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih
rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut
hipertonik. 7,8
b. Difus
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan
akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi
rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air
masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung
kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.5,7,8
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang
memompa ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat
bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari
pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar
di dalam sel. 5,7,8
Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan
normal
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal
dapat berubah oleh stres akibat operasi, kontrol hormon yang
abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru, kulit atau
traktus gastrointestinal.9 Pada keadaan normal, seseorang
mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam
bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan
ratarata 250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml
kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit
dan paru-paru.
Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari
metabolisme oksidatif dari karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar
250-300 ml per hari, cairan yang diminum setiap hari sekitar 1100-
1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat sekitar 800-100 ml tiap
hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata
1500 ml tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg
untuk pediatrik), kulit (insensible loss sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24
jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume kehilangan
bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu
tubuh 1 derajat celcius pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan
sensible loss yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis
aktivitas yang dilakukan), paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari
insensible loss), traktus gastointestinal (100-200 ml tiap hari yang
dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit di
traktus gastrointestinal), third-space loses.5
Dasar-Dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif2,13,14
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan
pemberian cairan perioperatif, yaitu :
1. Kebutuhan Normal Cairan Dan Elektrolit Harian
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35
ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+=
1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan
yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal,
keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan
insensible water losses. Cairan yang hilang ini pada umumnya bersifat
hipotonus (air lebih banyak dibandingkan elektrolit).
2. Defisit Cairan Dan Elektrolit Pra Bedah
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama
pada penderita bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan
abnormal yang seringkali menyertai penyakit bedahnya (perdarahan,
muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita
dengan trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water loss
akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak. Sebaiknya
kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum
dilakukan pembedahan.
3. Kehilangan Cairan Saat Pembedahan
a. Perdarahan
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :
 Botol penampung darah yang disambung dengan pipa
penghisap darah (suction pump).
 Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan
setelah pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4
cm) mengandung 10 ml darah, sedangkan tampon besar
(laparatomy pads) dapat menyerap darah 100-10 ml.
Dalam praktek jumlah perdarahan selama pembedahan
hanya bisa ditentukan berdasarkan kepada taksiran (perlu
pengalaman banyak) dan keadaan klinis penderita yang kadang-
kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan
hematokrit berulang- ulang (serial). Pemeriksaan kadar
hemoglobin dan hematokrit lebih menunjukkan rasio plasma
terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan
penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi digunakan
cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai
kain penutup, meja operasi dan lantai kamar bedah.
b. Kehilangan Cairan Lainnya
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan
yang lebih menonjol dibandingkan perdarahan sebagai akibat
adanya evaporasi dan translokasi cairan internal. Kehilangan
cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada
pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan lama.
Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah
perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi secara masif dapat
berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler. Jaringan yang
mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat mengakibatkan
sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan ke
ruangan serosa (ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah
cairan ion fungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat.
Pergeseran cairan yang terjadi tidak dapat dicegah dengan cara
membatasi cairan dan dapat merugikan secara fungsional cairan
dalam kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan
fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler.
4. Gangguan Fungsi Ginjal
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:
 Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate)
menurun.
 Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan
oleh meningkatnya kadar aldosteron.
 Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan
terjadinya retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes
(collecting tubules) meningkat.
 Ginjal tidak mampu mengekskresikan ‘free water´ atau untuk
menghasilkan urin Hipotonis
Penatalaksanaan Terapi
1. Cairan Pra Bedah
Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi
anestesi untuk mengurangi perubahan kardiovaskuler dekompensasi akut.
Penilaian status cairan ini didapat dari :
 Anamnesa : Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus. Kencing
terakhir, jumlah dan warnya.
 Pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik ini didapat tanda-tanda
obyektif dari status cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan,
kulit, abdomen, mata dan mukosa.
 Laboratorium meliputi pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit,
hemoglobin dan protein.
Defisit cairan dapat diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang
terjadi.
 Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya
meningkat sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya
secara serius. Dehidrasi pada fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira
2% BB (1500 ml air).
 Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi
cepat dan lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.
 Fase lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda shock
cardiosirkulasi, terjadi pada kehilangan cairan 7-15 % BB.
Kegagalan penggantian cairan dan elektrolit biasanya menyebabkan
kematian jika kehilangan cairan 15 % BB atau lebih.
Cairan preoperatif diberikan dalam bentuk cairan pemeliharaan, pada
dewasa 2 ml/kgBB/jam. Atau 60 ml ditambah 1 ml/kgBB untuk berat
badan lebih dari 20 kg. Pada anak-anak 4 ml/kg pada 10 kg BB I,
ditambah 2 ml/kg untuk 10 kgBB II, dan ditambah 1 ml/kg untuk berat
badan sisanya. Kecuali penilaian terhadap keadaan umum dan
kardiovaskuler, tanda rehidrasi tercapai ialah dengan adanya produksi
urine 0,5-1 ml/kgBB.

2. Cairan Selama Pembedahan9,10


Terapi cairan selama operasi meliputi kebutuhan dasar cairan dan
penggantian sisa defisit pra operasi ditambah cairan yang hilang selama
operasi. Berdasarkan beratnya trauma pembedahan dikenal pemberian
cairan pada trauma ringan, sedang dan berat. Pembedahan akan
menyebabkan cairan pindah keruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke luar
tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan. 6 – 8
ml/kg untuk bedah besar, 2 – 4 ml/kg untuk bedah sedang, dan 2 – 4 ml/kg
untuk bedah kecil.9,10
Pada perdarahan untuk mempertahankan volume intravena dapat
diberikan kristaloid atau koloid sampai tahap timbulnya bahaya karena
anemia. Pada keadaan ini perdarahan selanjutnya diganti dengan transfusi
sel darah merah untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin ataupun
hematokrit pada level aman, yaitu Hb 7 – 10 g/dl atau Hct 21 – 30%. 20 –
25% pada individu sehat atau anemia kronis. 10
Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah berdasarkan
nilai hematokrit dan EBV. EBV pada neonatus prematur 95 ml/kgBB,
fullterm 85 ml/kgBB, bayi 80 ml/kgBB dan pada dewasa laki-laki 75
ml/kgBB, perempuan 65 ml/kgBB. 10
Untuk menentukan jumlah perdarahan yang diperlukan agar Hct
menjadi 30% dapat dihitung sebagai berikut : 10
 EBV
 Estimasi volume sel darah merah pada Hct prabedah (RBCV preop)
 Estimasi volume sel darah merah pada Hct 30% prabedah (RBCV%)
 Volume sel darah merah yang hilang, RBCV lost = RBCV preop –
RBVC 30%)
 Jumlah darah yang boleh hilang = RBCV lost x 3
Transfusi dilakukan jika perdarahan melebihi nilai RBCV lost x 3.

Klasifikasi Syok Akibat Perdarahan : 11


Memperkirakan kehilangan darah ini diperumit oleh beberapa faktor,
termasuk kehilangan kencing dan perkembangan edema jaringan. Untuk
membantu memandu penggantian volume, perdarahan dapat dibagi menjadi
empat kelas. Kelas I adalah keadaan tidak syok, seperti terjadi saat
menyumbangkan satu unit darah, sedangkan kelas IV adalah keadaan syok
yang memerlukan terapi segera. Pendarahan massal dapat didefinisikan
sebagai hilangnya EBV total dalam periode 24 jam, atau kehilangan
setengah dari EBV dalam periode 3 jam. 11
1. Cairan Paska Bedah10
Terapi cairan paska bedah ditujukan untuk :
 Memenuhi kebutuhan air, elektrolit dan nutrisi.
 Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan lambung,
febris).
 Melanjutkan penggantian defisit prabedah dan selama pembedahan.
 Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan.
Nutrisi parenteral bertujuan menyediakan nutrisi lengkap, yaitu
kalori, protein dan lemak termasuk unsur penunjang nutrisi elektrolit,
vitamin dan trace element. Pemberian kalori sampai 40 – 50 Kcal/kg
dengan protein 0,2 – 0,24 N/kg. Nutrisi parenteral ini penting, karena
pada penderita paska bedah yang tidak mendapat nutrisi sama sekali
akan kehilangan protein 75 – 125 gr/hari. Hipoalbuminemia
menyebabkan edema jaringan, infeksi dan dehisensi luka operasi,
terjadi penurunan enzym pencernaan yang menyulitkan proses
realimentasi.10
Macam-macam Cairan yang Dapat Digunakan dalam Terapi Cairan2
1. Cairan Kristaloid 2,10
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES =
CEF). Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia
dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross
match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan
sederhana dan dapat disimpan lama. 2
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan
koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk
mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di
ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit. Beberapa penelitian
mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan kristaloid
akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru
serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan
luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian lain
menunjukkan pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan
timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid
berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya
tekanan intra kranial. 2,10
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana
kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan
dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit
cairan di ruang interstitiel. Larutan Ringer Laktat merupakan cairan
kristaloid yang paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau
agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan
intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan
mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid
lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan
berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional
hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma
akibat peningkatan klorida. 10
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
plasma substitute´ atau plasma expander´. Di dalam cairan koloid
terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan
aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak
lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu
koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama
pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan
hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka
bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan
gangguan pada cross match.
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid: 10
a. Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia (
5 dan 2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta
60°C selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus
lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%)
juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.Prekallikrein
activators (Hageman’s factor fragments) seringkali terdapat dalam
fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu
pemberian infuse dengan fraksi protein plasma seringkali
menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler. 10
b. Koloid Sintesis yaitu:
 Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan
Dextran 70(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000
diproduksi oleh bakteri Leuconostocmesenteroides B yang
tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan
volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran
40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat
sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas)
darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang
dapat mengurangiplatelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor
VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah.
Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat
mengganggucro match, waktu perdarahan memanjang (Dextran
40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan
Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.10
 Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 ±
1.000.000, rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan
tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini
pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam
waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan
koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat
meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang).Low
molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip
Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5
kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam.
Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar
dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi
maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan
pada penderita gawat. 10
 Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat
molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.
Ada 3 macam gelatin, yaitu:10
- Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin ,merupakan plasma expanders dan banyak
digunakan pada penderita gawat. Walaupun dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari
golonganurea linked gelatin
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas pasien
Nama : Ny. Kiki Anggraini
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 38 tahun
Berat badan : 53 kg
Tinggi badan : 156 cm
Alamat : Parigi
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Tanggal operasi :-

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama : Nyeri perut
2. Riwayat keluhan sekarang : pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri
perut sejak 1 hari yang lalu, keluhan disertai dengan perdarahan (+),
menggigil (+), nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (+), demam (+), BAK (+),
BAB (+). Sebelumnya pasien mempunyai riwayat melakukan kuretase karena
abortus sejak 1 minggu yang lalu.
3. Riwayat penyakit sistemik : pasien tidak memiliki riwayat hipertensi dan
diabetes melitus.
4. Tanda-tanda vital:
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)
TD : 100/ 60 mmHg
S : 36,60 C
N : 80 x/m
R : 18 x/m

C. Pemeriksaan fisik
 Primary Survey
 B1:RR: 18x/menit, Rhonki-/-, Wheezing -/-, SpO2: 99%
 B2:TD 110/60 mmHg, N 76 x/menit regular, kuat angkat.
 B3:GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor ∅2,5mm/2,5mm, RC +/+, suhu
Axilla 36,6 °C, NRS 4/10
 B4: urin spontan, produksi sulit dinilai
 B5: Datar, peristaltik (+) kesan normal, timpani.
 B6: Edema (-/-), fraktur (-/-).

 Secondary survey
 Kepala dan leher : anemis (-/-), ikterik (-/-), pembesaran KGB (-),
deviasi trachea (-)
 Thorax
o Paru :
 Inspeksi : Pergerakan dada simetris, D=S
 Palpasi : Fremitus raba simetiris, D=S
 Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
 Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler, rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
o Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V MCL (S)
 Perkusi :
 Batas jantung kanan : ICS III PSL (D)
 Batas jantung kiri : ICS V MCL (S)
 Auskultasi : S1/S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
o Inspeksi : tampak benjolan di region iliaca dextra
o Palpasi : tampak normal
o Perkusi : timpani
o Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
 Ekstremitas : fraktur (-), edema (-)

D. Pemeriksaan penunjang
Darah Rutin
 WBC : 14,20 x 103μL (3,8 – 10,6 x 103μL)
 RBC : 3,32 x 106 μL (4,4 – 5,9 mg/dL)
 Hb : 7,5 g/dl (13,2 – 17,3 g/dl)
 HCT : 23,7 % (40 – 52 %)
 PLT : 341 x 103 μL (150 – 440 x 103 μL)
 HbsAG : non reaktif (non reaktif)
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien perempuan 38 tahun masuk Rumah Sakit Anuntaloko Parigi dengan


keluhan nyeri perut yang disertai perdarahan setelah kuretase akibat dari abortus sejak
1 minggu yang lalu. Kadang-kadang disertai nyeri. BAK sering frekuensi sedikit.
Riwayat alergi obat/makanan tidak ada. Riwayat hipertensi tidak ada. Riwayat
diabetes mellitus dan penyakit jantung tidak ada. Riwayat berobat sebelumnya tidak
ada. Riwayat operasi sebelumnya ada.

Keadaan pasien keadaan umum sakit sedang dengan GCS 15 (E4M6V5),


dengan tekanan darah 110/60 mmHg, Nadi 80x/menit dan suhu 36,6⁰C, saturasi
oksigen 99% dan pernapasan pasien dengan pernafasan 18x/menit. Pada pemeriksaan
primary survey dalam batas normal.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium, didapatkan hasil darah rutin yaitu


leukosit 14,20 x 103μL (meningkat), Hb: 7,5 g/dl (menurun) , Hct: 23,7 % (menurun),
eritrosit: 3,32 x 106 μL (menurun)

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, maka pasien tersebut didiagnosa


Sepsis + anemia e.c perdarahan dan pasien masuk dalam kategori ASA kelas 2.
Untuk evakuasi perdarahan yang dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak
saat operasi berlangsung. Maka telah terhitung MABL (maximum allowable blood
loss) berdasarkan:

Kalkulasi MABL: Hi= inisial hematokrit


EBV : Berat Badan (kg) x Rata-rata volume darah (ml/kg) Hf= final hematokrit

EBV : 53 kg x 65 ml/kg = 3445 ml EBV=Estimated Blood Volume


Kebutuhan cairan : (BB: 53kg)
Perempuan : BB x 35 ml/24 jam = 53 x 35 ml/24 jam
1.855 ml/24 jam = 77 ml/jam
Menggunakan transfusi set : 77/ 3  25 tetes per menit

Pergantian kehilangan cairan intraoperatif :


8ml/kg x 53 kg = 424 ml/jam
Maintenance cairan + 424 ml/jam = 77 + 424 ml/jam = 501 ml/jam

Pada pasien ini estimasi jumlah maksimum darah yang dibenarkan hilang
selama operasi sebanyak 1/608 ml tanpa memerlukan transfusi darah dan hanya
cukup dengan gantian cairan kristaloid atau koloid.

Pada pasien ini dilakukan laparascopy operatif, pergantian kehilangan cairan


akibat operasi ditambah dengan 8 ml/kg (operasi berat) maka ditambah cairan
sebanyak 501 ml selama operasi berlansung (1 jam 20 menit)

Pada pasien ini estimasi output perdarahan adalah 200 ml maka diganti dengan
cairan kristaloid 600 ml selama operasi berlansung.

Urine output pada pasien ini adalah 100 ml selama operasi berlansung, sudah
melebihi minimal urine output yaitu 0.5 – 1 ml/kgbb/jam.
BAB V

KESIMPULAN
1. Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interiur
dalam batas-batas fisiologis.
2. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum
terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,
perioperatif dan postoperatif.
3. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit
utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.
4. Selama pembedahan dapat terjadi kehilangan cairan melalui perdarahan dan
kehilangan cairan lainnya, seperti translokasi internal dan evaporasi.
5. Terapi cairan perioperatif meliputi pemberian cairan prabedah, selama bedah dan
pasca bedah.
6. Cairan yang dapat digunakan yaitu kristaloid (tanpa tekanan onkotik), koloid
(memiliki tekanan onkotik) dan darah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. IndianJ.Anaesh.2003;


47(5):380-387.
2. Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for preoperative
dehydrationdoesit improve outcome. Acta Anaesthesiol Scand. 2002; 46: 1089-
93
3. Keane PW, Murray PF. Intravenous fluids in minor surgery. Their effect on
recovery from anaesthesia. 1986; 41: 635-7.
4. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed.
Missouri:Elsevier-mosby; 2005.p3-227
5. Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed. Pennsylvania:
W.B.saunders company; 1997: 375-393
6. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed.
Pennsylvania: Springhouse; 2002:3-189.
7. Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New
york:McGraw-Hill; 1999:53-70.
8. Silbernagl F, Lang F. Color atlas of pathophysiology. Stuttgart: Thieme; 2000:
122-3.
9. Said A., Kartini S., M. Ruswan D. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif; 2010:133 – 140
10. John. F. B, David. M.C, John. D. W. Clinical Anesthesiology.Fifth Edition;
2013; 1161 – 1169
11. Guillermo G., David R., Marian E. Clinical Review ; Hemorrhagic shock ; 2004
from (https://ccforum.biomedcentral.com/articles/10.1186/cc2851)
12. Anesthesia UK, Body fluid compartments; 2012
(http://www.frca.co.uk/article.aspx?articleid=289)
13. Miller R., Conhen L., Errikson L., Miller’s Anesthesia; Eight Edition; 2015 ;
1767-1785
Penstate Elberly College of Science University ; Body Fluid Compartments;
2017 (https://online.science.psu.edu/bisc004_activeup002/node/5421

Anda mungkin juga menyukai