Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH LEASING DAN

PERUBAHAN AKUNTANSI

Kelompok 6

Anisa Rabania (1811070133)


Anisa Nur Rahmawati (1811070148)
Nurcholis Hidayanto (1811070155)
Andreas Ade Surya Pratama (1811070156)
Definisi, Unsur, dan Klasifikasi Leasing

Leasing diartikan sebagai suatu kegiatan pembiayaan dalam penyediaan barang-barang


modal atau aktiva yang disusutkan lainnya (depreciable assets) dan tidak selalu berakhir dengan
pemilikan barang oleh si penyewa (hak pilih/opsi) dan adanya pembayaran secara berkala.
Namun demikian dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan nomor
1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988, jenis kegiatan sewa guna usaha telah
diperluaskan sebagai mana tersirat dalam pasal 1 keputusan tersebut yang menampung definisi-
definisi sebagai berikut :

1. Perusahaan Sewa Guna Usaha (leasing company) adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Finance Lease
maupun Operating Lease untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha selama jangka waktu
tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
2. Finance Lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha, dimana Penyewa Guna Usaha pada
akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan
nilai sisa yang disepakati bersama.
3. Operating Lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha dimana Penyewa Guna Usaha tidak
mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha.
4. Penyewa Guna Usaha (lessee) adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan
barang modal dengan pembiayaan dari pihak Perusahaan Sewa Guna Usaha (lessor).

Berdasarkan definisi tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa unsur yang harus
terdapat dalam leasing yaitu :

 Lessor yaitu pihak yang menyewakan aktiva atau barang-barang modal antara lain
perusahaan-perusahaan yang mendapat izin dari Kementerian Keuangan.
 Lessee yaitu pihak penyewa aktiva atau pihak-pihak yang membutuhkan/memakai barang-
barang modal.
 Objek leasing yaitu barang-barang yang menjadi objek perjanjian leasing yang meliputi
segala macam barang modal mulai dari yang berteknologi tinggi hingga teknologi menengah
ataupun keperluan kantor.
 Pembayaran uang sewa yaitu secara berkala dalam jangka waktu tertentu yang bisa
dilakukan setiap bulan, setiap kuartal, atau setiap setengah tahun sekali. Pembayaran sewa
leasing dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: payment in advance (pembayaran di muka)
dan payment in arrears (pembayaran di belakang).
 Nilai sisa yang ditentukan sebelum kontrak dimulai.
 Adanya hak opsi bagi lessee pada akhir masa leasing dimana lessee mempunyai hak untuk
menentukan apakah ia ingin membeli barang tersebut dengan harga sebesar nilai sisa atau
mengembalikan pada lessor.
 Lease Term adalah suatu periode kontak sewa.
Klasifikasi Leasing

Secara garis besar Financial Accounting Standard Board (FASB) membagi leasing atas
dua jenis yaitu Capital lease dan Operating lease. Sedangkan International Accounting Standard
Committee membagi leasing atas dua jenis juga tetapi dengan istilah berbeda yaitu Financial
lease dan Operating lease, perbedaanya hanya pada istilah saja.

Financial Accounting Standard Board (FASB) dalam Statement No. 13 pada “Acounting for
Leases” membagi lease dalam dua grup yaitu :

Dari Sudut Lessee:


A. Capital Lease
yaitu lease yang memenuhi satu atau lebih dari syarat-syarat berikut ini :
1. Lessor mentransfer kepemilikan properti kepada leasee pada akhir periode sewa
2. Perjanjian sewa mempunyai opsi untuk membeli aset tersebut
3. Lama perjanjian sewa sama atau lebih dari 75% dari masa manfaat aset yang disewa
4. Nilai masa sekarang atas pembayaran sewa dikurangi pembayaran dengan biaya
eksekusi seperti asuransi, perbaikan, dan pajak sama atau lebih besar 90% dari nilai
pasar atas aset yang disewa

Dari kriteria -kriteria yang diberikan oleh FASB tersebut diatas, terdapat istilah yang perlu
dijelaskan lebih lanjut, yaitu :
a. Lease term : Jangka waktu yang tetap dan tidak dapat dibatalkan, termasuk:
 Periode yang mencakup hak opsi untuk memperbaharui kontrak lease;
 Periode yang mencakup digunakannya hak opsi untuk membeli aktiva yang dilease;
 Periode yaitu lessor mempunyai hak untuk memperbaharui atau memperpanjang
masa lease;
 Periode yaitu denda dikenakan bagi lessee atas kegagalannya untuk memperbaharui
lease dan jumlah denda tersebut dijamin pada permulaan lease;
 Periode yang mencakup hak opsi pembaharuan yang biasa yaitu diberikan jaminan
oleh lessee atas hutang lessor yang mungkin terjadi.
b. Bargian Purchase Option: Hak opsi yang diberikan kepada lessee untuk membeli atau
menolak "lease asset" setelah habis masa kontrak, yang biasanya dinilai sebesar residu.
c. Executory Cost: biaya yang terjadi pada lessor selama masa lease, misalnya biaya
pemeliharaan, biaya asuransi dan pajak. Umumnya executory cost ini ditanggung lessee
dibayar kepada lessor secara periodik bersamaan dengan pembayaran berkala,
merupakan "Periode Cost".
d. Bargian Renewal Option: Hak pilih (opsi) yang diberikan kepada lessee untuk
memperbaharui lease dengan pembayaran sewa yang lebih rendah daripada sewa wajar
yang ditaksir untuk biaya yang bersangkutan pada saat hak pilih tersebut digunakan dan
penggunaan hak pilih tersebut dijamin secara layak permulaan masa lease.
e. Estimated Residual Value of Leased Property: Taksiran nilai wajar aktiva yang dilease
pada akhir masa lease, biasanya sebesar sepuluh persen dari harga pembelian.
f. Fair Value of Lease Property: Taksiran nilai wajar aktiva yang dapat dijual atas dasar
transaksi yang normal diantara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa (arms
length transaction).
g. Estimated Economic Life of Leased Property: Taksiran umur ekonomis dari barang yang
dapat digunakan oleh satu atau lebih pemakai (user) dengan pemeliharaan/perbaikan
dan dengan tujuan perggunaan sebagai mana ditentukan pada tanggal
penandatanganan kontrak leasing.

B. Operating Lease
adalah seperti transaksi sewa menyewa biasa dan jangka waktu sewanya lebih pendek dari
pada umur ekonomis propertinya. Lessee biasanya tidak mempunyai hak membeli pada
waktu kontrak lease berakhir sehingga tidak terjadi perpindahan hak milik barang. Kontrak
sewa ini bersifat cancelable yaitu dapat diputuskan pihak lessee sewaktu-waktu atau
sebelum masa kontrak berakhir. Untuk lebih jelas, apabila jenis lease yang tidak dapat
memenuhi salah satu kriteria yang tersebut diatas pada financial lease digolongkan sebagai
operating lease.

Dari Sudut Lessor:


Terdapat beberapa jenis leasing yang disesuaikan dengan kebutuhan dan luas bidang lease,
yang antara lain adalah:

1. Sales Type Leases


Sales type leases merupakan finacial lease, tetapi dalam hal ini leased property pada saat
permulaan lease mempunyai nilai yang berbeda dengan biaya yang ditanggung lessor.
Lessor dalam hal ini bisa mempakan suatu fabrikan atau dealer yang memakai metode
leasing sebagai salah satu jalur pemasarannya.

2. Direct Financing Leases


Direct Financing leases adalah salah satu bentuk financial leasing yang dibiayai langsung
oleh lessor. Ditinjau mengenai tarifnya, tiap pembayaran lease terdiri dari bagian
pengembalian investasi lessor dalam lease, terdiri dari bagian pengambilan investasi lessor
dalam leased property tersebut ditambah dengan komponen income (keuntungan) yang
diharapkan. Metode ini sering disebut full payout leasing, yaitu menunjukkan bahwa lessor
membiayai sepenuhnya (100%) dari lease peroperty yang bersangkutan.

Baik Sales Type maupun Direct Financial Lease harus memenuhi syarat yang tersebut pada
persyaratan-persyaratan capital lease, ditambah dengan kedua syarat yang tercantum
dibawah ini:
a. Kolektibilitas pembayaran lease yang minimum dapat diramalkan secara wajar
(reasonable).
b. Tidak ada faktor ketidakpastian yang besar yang mempengaruhi jumlah unreimbursable
cost, yang harus dibayar oleh lessor sehubungan dengan lease yang bersangkutan.

3. Leverage Leases
Leverage leases adalah financial lease dalam bentuk yang lebih kompleks sebab melibatkan
sekurangnya tiga pihak yng berdiri sendiri. Jadi disamping lessor dan lessee ada pula credit
provider atau debt perticipant yang membiayai sebagaian besar leased property. Dalam hal
leverage leases, lessee mempunyai equipment dan melakukan penawaran harga; sama
halnya dengan non leverage leases. Tetapi dalam hal ini lessor hanya menanggung
sebagian kecil saja dari pembiayaan leased property (sekitar 20% - 40%) sedangkan sisanya
ditanggung oleh pihak ketiga (debt participant). Biasanya metode ini dipergunakan untuk
pembelian/pembiayaan barang modal yang nilainya sangat besar, sehingga tidak mungkin
dipikul sendiri oleh lessor.
4. Operating Lease
Operating lease adalah suatu kontrak dimana barang leasenya tidak diamortisasi sampai
habis selama primary leade period dan lessor tidak mengharapkan profit semata-mata dari
rental lease tersebut tetapi mengharapkan adanya pemulihan dari hasil penjualan barang
atau dengan menyewakan kembali barang itu kepada pihak berikutnya.

Untuk memahami klasifikasi lease, berikut ini disajikan flow chart klasifikasi lease yang ditinjau
dari segi lessee dan segi lessor:

Selain klasifikasi lease yang diuraikan sebelumnya masih ada lagi jenis lease lainnya yang perlu
diketahui yaitu :

a. Penjualan dan Lease Kembali (Sales and Leaseback)


Sesuai dengan namanya, dalam transaksi ini lessee menjual barang yang dimilikinya kepada
lessor. Atas barang yang sama ini kemudian dilakukan suatu kontrak antara lessee dan
lessor. Transaksi ini biasanya timbul karena lessee membutuhkan kas untuk modal kerja
atau keperluan lainnya.
b. Sub Leases
Sub leases adalah sewa guna usaha dimana aktiva yang disewa oleh lessee disewakan
kembali kepada pihak ketiga. Transaksi sub lease ada dua macam yaitu:
 Aktiva yang disewa oleh lessee pertama disewakan kepada lessee yang baru dimana
perjanjian leasing antara lessee pertama dengan lessor masih tetap berlaku.
 Lessee yang baru menggantikan kedudukan lessee yang pertama dalam perjanjian
leasing. Lessee yang baru menjadi penanggung jawab pertama dalam perjanjian leasing
dan lessee yang lama bisa menjadi penanggung jawab kedua atau tidak bertanggung
jawab sama sekali.
c. Cross Border Leases
Jenis ini leasing ini merupakan lease yang dilakukan antar negara. Adanya suatu transaksi
cross border murni untuk Indonesia saat ini belum diperbolehkan. Dengan melakukan
international leasing maka dapat memberikan tambahan keuntungan bagi negara dalam
rangka memungkinkan investor lokal untuk melakukan investasi dalam peralatan milik asing
untuk memperoduksi barang dengan kualitas yang lebih tinggi untuk memenuhi permintaan
lokal maupun ekspor. Biasanya suatu perusahaan leasing melakukan transaksi leasing di
luar negaranya melalui perusahaan yang dimiliki oleh suatu group yang sama.
d. Sewa Guna Usaha Sindikasi (Syndicated Lease)
Jenis leasing ini melibatkan beberapa perusahaan sewa guna usaha secara bersamaan
melakukan transaksi sewa guna usaha dengan satu penyewa guna usaha, biasanya
dilakukan karena nilai transaksi yang terlampau besar atau karena faktor lain. Salah satu
perusahaan sewa guna usaha ditunjuk sebagai koordinator sehingga penyewa guna usaha
cukup berkomunikasi dengan perushaan ini, untuk melaksanakan segala sesuatu yang
menyangkut transaksi sewa guna usaha. Pelaksanaan transaksi ini dapat dilakukan baik
melalui sewa guna usaha langsung maupun penjualan dan penyewaaan kembali.

-masukin materi ttg perubahan akuntansi yang ditablet


andreas-
Perubahan Akuntansi pada
PT. Saratoga Investama Sedaya Tbk.

Perusahaan investasi PT. Saratoga Investama Sedaya Tbk. (SRTG) berhasil


membukukan rekor tertinggi pendapatan dividen sebesar Rp 622 miliar di tahun 2016. Jumlah itu
melonjak tajam dari pendapatan dividen Rp 191 miliar di tahun 2015. Rekor pendapatan dividen
ini mencerminkan kinerja yang solid dari perusahaan-perusahaan investasi Saratoga, yang
didukung oleh kedisiplinan Saratoga dalam menerapkan strategi investasi secara keseluruhan
yang mencakup investasi-tumbuh-monetisasi.
Kinerja Saratoga sepanjang 2016 juga didorong oleh penerapan standar akuntansi baru
dan pendapatan dividen dari perusahaan-perusahaan investasi. Dengan penerapan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 65 mulai tahun 2016, maka Saratoga menerapkan standar
akuntansi nilai wajar pada aset investasinya. Pada tahun 2016, dengan standar akuntansi yang
baru, Saratoga berhasil membukukan pendapatan investasi sebesar Rp 6,34 triliun, dimana Rp
3,39 triliun diperoleh melalui one-off adjustments (penyesuaian sekali waktu), yang menandai
transisi dari akuntansi ekuitas menjadi nilai wajar. Sebagai bagian dari perubahan standar
akuntansi, Saratoga mencatatkan laba bersih sebesar Rp 5,67 triliun dengan total aset Rp 25,1
triliun, naik 51 persen dibandingkan tahun 2015 senilai Rp16,7 triliun.
Saratoga adalah perusahaan publik pertama yang menerapkan standar akuntansi PSAK
65 di Indonesia. Pencapaian laba bersih pada tahun 2016 tidak dapat menjadi acuan kinerja
perusahaan di masa depan, karena pendapatan investasi ini berasal dari one-off adjustments
yaitu ketika perusahaan menerapkan standar akuntansi PSAK 65. Mulai semester I tahun 2016,
Saratoga telah menerapkan “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 65: Pengecualian
Konsolidasi” dalam pelaporan kinerja keuangan Perseroan. PSAK 65 baru tersebut
memungkinkan Saratoga untuk menerapkan nilai wajar atas aset-aset investasinya. Karena
perubahan ini diterapkan secara prospektif (berlaku ke depan), laporan kinerja keuangan
perseroan di 2016 tidak dapat dibandingkan dengan laporan keuangan konsolidasi tahun 2015.
Metodologi penilaian wajar tersebut memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap kinerja
Saratoga sebagai perusahaan investasi aktif.
Perubahan dalam penyajian laporan keuangan ini dilakukan atas dasar pertimbangan
yang matang untuk dapat menyajikan laporan keuangan yang lebih jelas dan akurat. Hal ini
diharapkan akan memudahkan para pemegang saham, kreditur dan para pelaku pasar modal
untuk dapat mengambil keputusan investasi yang tepat.
Berikut materi mengenai perubahan penyajian laporan keuangan PT. Saratoga Investama
Sedaya Tbk. dalam Paparan Publik tanggal 26 April 2017.
Latar Belakang Perubahan Penyajian Laporan Keuangan:
 Sebagai perusahaan investasi aktif, manajemen Perusahaan menyadari bahwa
laporan keuangan konsolidasian kurang mencerminkan model bisnis dan kinerja
Perusahaan.
 Dengan diberlakukannya PSAK 65 secara efektif pada 1 Januari 2015, manajemen
Perusahaan mulai menimbang untuk mengubah laporan keuangan konsolidasian
menjadi laporan keuangan induk dengan melaporkan nilai wajar investasi.
 Perusahaan mulai mengimplementasikan laporan keuangan induk pada pertengahan
tahun 2016 setelah berdiskusi dengan pihak berwenang yang mengerucut pada
keputusan Direksi untuk mengadopsi standar akuntansi pengecualian konsolidasi.
Tujuan Perubahan Penyajian Laporan Keuangan:
 Manajemen Perusahaan memandang penerapan PSAK 65 – Pengecualian
Konsolidasi (adopsi dari IFRS 10) adalah sesuai dengan model bisnis Perusahaan
yang dapat membantu pemegang saham, kreditur, dan pemain pasar modal lainnya
dalam menilai kinerja Perusahaan.
PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. memenuhi kriteria penerapan Pengecualian
Konsolidasi:
Sesuai dengan PSAK 65, pengecualian konsolidasi wajib diterapkan oleh entitas yang
memenuhi kriteria sebagai “Entitas Investasi”.
Entitas Investasi yang dimaksud adalah entitas yang:
a) memperoleh dana dari satu atau lebih investor dengan tujuan memberikan investor
tersebut jasa manajemen investasi;
b) menyatakan komitmen kepada investor bahwa tujuan bisnisnya adalah untuk
menginvestasikan dana yang semata-mata untuk memperoleh imbal hasil dari
kenaikan nilai modal, penghasilan investasi, atau keduanya; dan
c) mengukur dan mengevaluasi kinerja dari seluruh investasinya yang substansial
berdasarkan pada nilai wajar.
PSAK 65 paragraf 27 memberikan pedoman lebih lanjut mengenai karakteristik dari
Entitas Investasi sebagai berikut:
a) memiliki lebih dari satu investasi,
b) memiliki lebih dari satu investor,
c) memiliki investor yang bukan merupakan pihak-pihak berelasi dari entitas, dan
d) memiliki bagian kepemilikan dalam bentuk kepentingan ekuitas atau kepentingan
serupa.
Implikasi Penerapan PSAK 65 - Pengecualian Konsolidasi
1. Pada saat perubahan status dari konsolidasi menjadi tidak konsolidasi, Perusahaan
mencatat dampak perubahan nilai pada entitas anak sama seperti apabila Perusahaan
kehilangan pengendalian atas entitas anak, yang mana Perusahaan mencatat nilai
entitas anak dengan menggunakan nilai wajar. Perbedaan antara nilai tercatat dan nilai
wajar entitas anak pada tanggal perubahan status diakui dalam Laporan Laba-Rugi.
2. Perusahaan mencatat investasi entitas asosiasi dan ventura bersama sebagai aset
keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui Laporan Laba-Rugi berdasarkan PSAK
55 – Instrumen Keuangan. Perbedaan antara nilai tercatat entitas asosiasi dan ventura
bersama dengan nilai wajarnya pada tanggal perubahan status diakui dalam Laporan
Laba-Rugi.
3. Perubahan ini bersifat prospektif dimana laporan keuangan sebelum perubahan tidak
akan diubah, sehingga Laporan Keuangan 31 Desember 2015 tetap disajikan dalam
laporan konsolidasian. Dengan demikian, Perusahaan akan menambahkan
pengungkapan di catatan laporan keuangan bahwa Tahun 2016 merupakan tahun
transisi perubahan penyajian, sehingga laporan keuangan 2015 dan 2016 tidak dapat
dibandingkan.

Anda mungkin juga menyukai