1
I. PENDAHULUAN
Semua benda di alam semesta secara kimia tersusun dari berbagai jenis
senyawa kimia (chemical compound). Senyawa-senyawa tersebut dapat dikembalikan
kepada zat-zat yang secara kimia tak terbagi lagi yang disebut sebagai unsur-unsur
(element). Unsur-unsur tersusun dari atom-atom. Setiap atom tersusun dari inti atom
dan electron yang mengelilingi inti atom tersebut. Elektron bermuatan listrik negative
sedangkan inti atom bermuatan listrik positif. Inti atom tersusun dari proton dan
neutron. Proton bermuatan listrik positif sedangkan neutron tidak bermuatan listrik
(neutral). Karena atom bersifat netral, maka jumlah proton dalam inti atom sama
dengan jumlah elektron.
Sifat-sifat kimia unsur ditentukan oleh struktur elektron atau jumlah elektron.
Dengan demikian, secara tidak langsung sifat-sifat kimia dari unsur ditentukan oleh
jumlah proton dalam inti atom. Inti atom yang tersusun dari proton dan neutron sering
disebut sebagai nuklida. Sedangkan proton dan neutron sering disebut sebagai
nukleon, yaitu partikel yang menyusun inti atom atau partikel yang menyusun
nuklida.
Karakteristik dari nuklida ditentukan oleh bilangan Z, yaitu jumlah proton
yang terdapat dalam nuklida tersebut dan A, yaitu jumlah total nukleon (proton +
neutron) yang terdapat dalam nuklida tersebut. Di samping itu, juga terdapat bilangan
N, yang menyatakan jumlah neutron yang terdapat dalam suatu nuklida. Hubungan
antara ketiga bilangan tersebut dapat dinyatakan sebagai :
A N Z (1.1)
Selanjutnya bilangan Z sering disebut sebagai nomor atom, bilangan A sering disebut
sebagai nomor massa dan bilangan N sering disebut sebagai nomor neutron. Secara
umum, penulisan suatu nuklida tertentu sering dilakukan sebagai berikut :
A
Z X atau sering dituliskan sebagai X-A
59
Dalam hal ini, X menyatakan nama unsur. Sebagai contoh 27 Co adalah nuklida cobalt
59 yang juga sering ditulis sebagai Co-59. Nuklida ini memiliki nilai Z=27, artinya
memiliki 27 proton, yaitu sesuai dengan nomor atom dari unsur cobalt. Nilai A untuk
nuklida tersebut adalah 59, yang berarti jumlah keseluruhan nukleon, proton dan
neutron, dalam nuklida tersebut adalah 59. Bilangan N dalam nuklida tersebut dapat
dihitung sebagai N = A – Z = 59 – 27 = 32. Dengan demikian nuklida Co-59 memiliki
32 neutron.
2
berbeda, yang berarti memiliki jumlah neutron yang berbeda. Contoh dari isotop
59 60
adalah Co-59 atau 27 Co dan Co-60 atau 27 Co . Kedua nuklida tersebut memiliki
nomor atom yang sama (Z=27), yang berarti merupakan unsur yang sama yaitu unsur
cobalt. Akan tetapi Co-59 memiliki 59 nukleon (yaitu 27 proton dan 32 neutron)
sedangkan Co-60 memiliki 60 nukleon (yaitu 27 proton dan 33 neutron).
Isobar adalah nuklida-nuklida berbeda yang memiliki nomor atom yang
berbeda tetapi memiliki nomor massa yang sama, yang berarti memiliki jumlah
nukleon (proton dan neutron) yang sama. Contoh dari isobar adalah Co-60 atau
60 60
27 Co dan Ni-60 atau 28 Ni . Kedua nuklida tersebut memiliki nomor massa yang sama
I.2. Satuan massa atom, pengurangan massa (deffect mass) dan energi ikat
(binding energy)
I.2.1. Satuan massa atom
Satuan massa atom (disingkat sebagai sma) atau atomic mass unit (disingkat
sebagai amu) merupakan satuam massa yang sering digunakan berkaitan dengan
pembahasan tentang partikel-partikel penyusun atom (proton, neutron dan elektron).
Satuan massa atom didefinisikan sebagai :
1
1 sma = 1 amu = × (massa atom C-12) (1.2)
12
1 12(g/mol )
1 sma = 1 amu = 1,66053886 10 27 g (1.3)
12 6,0221415 10 (atom/mol)
23
3
Berdasarkan teory relativitas, terdapat hubungan antara massa diam dan energi
dengan persamaan :
E mc 2 (1.4)
Di mana m adalah massa diam sedangkan c adalah kelajuan cahaya pada ruang hampa
yang besarnya adalah 2,99792458×108 m/s. Dengan kesetaraan tersebut maka :
kg
2
m
1 sma = 1 amu = 1,66053886 1027 (g )×10-3 ×(2,99792458×108)2
g s
Sehingga diperoleh :
1 sma = 1 amu =1,492418×10-10 J (1.5)
Selanjutnya, nilai tersebut dapat dikonversi ke dalam satuan energi yang lebih umum
digunakan dalam pembahasan fisika partikel, yaitu eV atau (MeV), di mana 1 MeV =
106 eV. Dalam hal ini 1 eV adalah energi kinetik dari elektron yang dipercepat oleh
medan listrik dengan beda potensial 1 Volt, yang besarnya adalah 1 eV = 1,602189
×10-19 J. Maka dalam satuan MeV, diperoleh :
Dalam hal ini mP adalah massa diam proton bebas = 1,007277 sma = 938,28 MeV,
mN adalah massa diam neutron bebas = 1,008665 sma = 939,57 MeV, me adalah
massa diam elektron bebas = 5,48593×10-4 sma = 0,51101 MeV, M adalah massa
diam nuklida, Z adalah nomor atom sedangkan A adalah nomor massa. Karena massa
diam elektron bebas sangat kecil, maka nilai deffect mass sering dihitung sebagai :
4
M C 12 Z C 12 m P me ( AC 12 Z C 12 )m N M C 12
6 1,007277 5,48593 10 -4 12 6 1,008665 - 12
0,09894 sma 92,166 MeV
Pengurangan massa ini berkaitan dengan pelepasan energi. Dengan demikian, reaksi
pembentukan nuklida dari konstituennya (nukleon, yaitu proton dan neutron) bersifat
melepaskan energi atau dengan kata lain merupakan reaksi eksotermik. Sebaliknya,
untuk memecah suatu nuklida menjadi proton dan neutron bebas akan memerlukan
energi sesuai dengan nilai deffect mass. Atau dengan kata lain, reaksi semacam ini
bersifat endotermik.
Nilai deffect mass dalam satuan energi (MeV) sering disebut sebagai energi
ikat (binding energy). Dengan demikian, energi ikat (binding energy) dari C-12
adalah 92,166 MeV.
Didefinisikan pula nilai energi ikat (binding energy) per nukleon (yang
disimbulkan dengan m ) yaitu nilai dari energi ikat keseluruhan ( M ) dibagi
dengan jumlah seluruh nukleon dari nuklida yang bersangkutan (dibagi dengan
nomor massa), dengan demikian :
M Z Z
mP me 1 m N
M
m (1.9)
A A A A
M Z Z M
m mP 1 m N (1.10)
A A A A
Nilai m merupakan ukuran apakah suatu reaksi nuklir merupakan reaksi eksotermik
atau reaksi endotermik. Suatu reaksi nuklir akan bersifat eksotermik jika nilai m
mengalami kenaikan, yaitu nilai m keseluruhan dari hasil reaksi lebih tinggi
daripada nilai m keseluruhan dari reaktan. Sebaliknya, reaksi nuklir akan bersifat
endotermik jika m mengalami penurunan, yaitu nilai m keseluruhan dari hasil
reaksi lebih rendah daripada nilai m keseluruhan dari reaktan.
5
atau 11 p atau 11 H atau H-1), deutron (dengan simbol d atau D atau 21 d atau 21 D atau H-
2), triton (dengan simbol T atau 31T atau H-3), helium-3 (dengan simbol 23 He atau He-
3) dan alfa (dengan simbol α atau 42 α atau 42 He atau He-4).
Reaksi nuklir pada umumnya terjadi dari interaksi dua nuklida atau dua
partikel satu nuklida dengan satu partikel dan menghasilkan dua nuklida atau dua
partikel satu nuklida dengan satu partikel. Notasi umum reaksi nuklir adalah sebagai
berikut :
Z1 X1 Z2 X 2 Z3 X 3 Z4 X 4
A1 A2 A3 A4
(1.11)
Dalam hal ini, indeks 1 dan 2 menyatakan reaktan sedangkan indeks 3 dan 4
menyatakan hasil reaksi. X menyatakan nama unsur nuklida, Z menyatakan nomor
atom dan A menyatakan nomor massa. Contoh dari reaksi nuklir adalah sebagai
berikut :
4 Be 2 He 6 C 0 n
9 4 12 1
(1.12)
Atau :
4 Be α 6 C n
9 12
(1.13)
Dalam hal ini, nuklida yang bernomor massa lebih kecil atau yang dianggap sebagai
partikel diletakkan di dalam kurung sedangkan nuklida yang bernomor massa lebih
besar diletakkan di luar kurung. Yang dituliskan di depan di luar kurung adalah
nuklida reaktan (yang bernomor massa lebih besar). Yang dituliskan di belakang di
luar kurung adalah nuklida hasil reaksi (yang bernomor massa lebih besar). Yang
dituliskan di dalam kurung di depan adalah partikel reaktan atau nuklida reaktan
bernomor massa lebih kecil. Yang dituliskan di dalam kurung di belakang adalah
partikel hasil reaksi atau nuklida hasil reaksi bernomor massa lebih kecil.
Nilai kalor yang berkaitan dengan reaksi tersebut sering disebut sebagai nilai
Q (Q-value). Nilai ini merupakan selisih dari massa keseluruhan nuklida-nuklida
reaktan terhadap massa keseluruhan nuklida-nuklida hasil reaksi yang disetarakan
dengan energi. Dengan demikian :
Dalam hal ini M menyatakan massa nuklida yang disetarakan dengan energi. Untuk
reaksi tipikal sebagaimana dituliskan pada persamaan (1.11), maka nilai kalor reaksi
(Q-value) dapat ditulis sebagai :
6
Q M1 M 2 M 3 M 4 (1.16)
Q M 94 Be M 42 He M C M n M
12
6
1
0
9
4
Be M α M C M n (1.17)
12
6
QM 9
4
Be M α M C M n (9,01218 4,00260 12,00000 1,00867) amu
12
6
MeV
0,00611 amu 0,00611 amu 931,5 5,69 MeV 0 (positif)
amu
7
Dalam hal ini ΔM menyatakan energi ikat nuklida. Untuk reaksi tipikal sebagaimana
dituliskan pada persamaan (1.11), maka nilai kalor reaksi (Q-value) dapat ditulis
sebagai :
Q M 3 M 4 M 1 M 2 (1.19)
Q M C M n M
12
6
1
0
9
4
Be M 42 He M C M
12
6
9
4
Be M α
Dalam hal ini, nilai energi ikat (binding energi) untuk neutron bebas adalah nol.
Ditinjau dari aspek perubahan energi ikat, maka reaksi nuklir bersifat
eksotermik (Q bernilai positif) jika terjadi peningkatan energi ikat. Pada reaksi nuklir
eksotermik, energi ikat keseluruhan dari nuklida-nuklida hasil reaksi lebih tinggi
daripada energi ikat keseluruhan dari nuklida-nuklida reaktan. Sebaliknya suatu
reaksi nuklir bersifat endotermik (Q bernilai negatif) jika terjadi pengurangan energi
ikat. Pada reaksi nuklir endotermik, energi ikat keseluruhan dari nuklida-nuklida hasil
reaksi lebih rendah daripada energi ikat keseluruhan dari nuklida-nuklida reaktan.
1.3.3. Distribusi energi pada hasil reaksi untuk reaksi nuklir eksotermik yang
menghasilkan lebih dari satu nuklida atau partikel
Pada reaksi nuklir eksotermik yang menghasilkan lebih dari satu nuklida atau
partikel, energi yang dilepaskan oleh reaksi tersebut berupa energi kinetik dan energi
eksitasi dari nuklida-nuklida hasil reaksi. Dengan demikian, mengacu pada reaksi
yang dituliskan pada persamaan (1.11), jika reaksi tersebut bersitat eksotermik, maka
nilai Q dapat dihitung dengan :
Q E3 E4 E I ,3 E I , 4 E1 E2 (1.20)
Dalam hal ini E menyatakan energi kinetik nuklida, E I menyatakan energi aktivasi
nuklida hasil setelah reaksi. Dengan pendekatan fisika klasik, maka energi kinetik
partikel sebelum dan setelah reaksi masing-masing dapat ditulis sebagai :
1
E1 M 1v12 (1.21)
2
1
E 2 M 2 v22 (1.22)
2
8
1
E3 M 3 v32 (1.23)
2
1
E 4 M 4 v42 (1.24)
2
Dalam hal ini, v3 dan v 4 adalah kecepatan gerak nuklida atau partikel hasil reaksi,
A3 A4
yaitu nuklida-nuklida Z3 X 3 dan Z4 X 4 sedangkan v1 dan v 2 adalah kecepatan gerak
nuklida atau partikel reaktan yaitu nuklida-nuklida AZ11 X1 dan AZ22 X 2 , semuanya
dihitung pada kerangka pusat massa.
Hukum kesetaraan momentum sebelum dan setelah reaksi dihitung pada
kerangka pusat massa dapat ditulis sebagai :
Dalam hal ini P adalah yang dalam pendekatan fisika klasik dirumuskan sebagai
P Mv . Energi kinetik partikel dalam pendekatan fisika klasik adalah dunyatakan
1
sebagai E Mv 2 , sehingga hubungan antara kecepatan gerak partikel dengan
2
2E
energi kinetik partikel adalah v . Dengan demikian, hubungan antara
M
monentum partikel dengan energi kinetik partikel adalah :
2E
PM 2ME (1.26)
M
Dalam kerangka pusat massa, kedua nuklida atau partikel reaktan bergerak
berlawanan arah, demikian juga kedua nuklida atau partikel hasil reaksi juga bergerak
berlawanan arah. Dengan demikian, persamaan (1.25) dapat ditulis menjadi :
P3 P4 P1 P2 0 (1.27)
9
Q E3 E 4 E I , 3 E I , 4 (1.28)
Sementara itu, nilai kecepatan v yang terdapat pada persamaan (1.23) dan persamaan
(1.24) dapat dianggap sebagai nilai kecepatan yang dihitung pada kerangka
laboratorium.
Selanjutnya, untuk nuklida hasil reaksi, persamaan (1.27) dapat ditulis
menjadi :
P3 P4 0 (1.29)
2 M 3 E3 2 M 4 E 4 (1.30)
Sehingga :
E4 M 3
(1.31)
E3 M 4
Dengan demikian, distribusi energi kinetik antara dua nuklida atau partikel hasil
reaksi nuklir eksotermik berbanding terbalik dengan massa kedua partikel atau
nuklida tersebut. Hal ini berarti nuklida dengan massa lebih kecil akan mendapatkan
energi kinetik lebih besar.
Persamaan (1.31) selanjutnya dapat ditulis menjadi :
M3
E4 E3 (1.32)
M4
M3
Q E3 E3 E I , 3 E I , 4 (1.33)
M4
Sehingga :
Q E I ,3 E I , 4
E3 A3
Z3
X3
M
(1.34)
1 3
M4
Atau :
Q E I ,3 E I , 4
E3 M 4 (1.35)
M3 M4
Demikian juga :
10
Q E I ,3 E I , 4
E 4 M 3 (1.36)
M3 M4
Jika nuklida atau partikel hasil reaksi tidak tereksitasi, maka persamaan (1.35) dan
persamaan (1.36) menjadi :
M 4Q
E3 (1.37)
M3 M4
M 3Q
E4 (1.38)
M3 M4
Pada reaksi antara Be-9 dan partikel alfa sebagaimana dicontohkan pada
persamaan (1.12) dengan nilai Q sebesar 5,69 MeV, maka energi kinetik dari neutron
dan C-12 masing-masing adalah :
E n
1 M 12
6 CQ
12,00000 5,69 MeV
5,249 MeV
0 1
M 0n M 6 C
12
1,00867 12,00000
M n Q 1,00867 5,69 MeV
E C
1
12
0,441 MeV
M n M C 1,00867 12,00000
0
6 1 12
0 6
A1
Z1 X1 AZ22 X 2 AZ33 X 3 AZ44 X 4 (1.11)
Q M1 M 2 M 3 M 4 (1.16)
Sesaat setelah terjadi tumbukan antara nuklida-nuklida atau partikel reaktan, akan
terbentuk nuklida majemuk sebelum pada akhirnya nuklida majemuk tersebut pecah
menjadi nuklida-nuklida atau partikel hasil reaksi. Dengan demikian, persamaan
(1.11) secara lebih lengkap dapat ditulis menjadi :
A1
Z1 X1 AZ22 X 2 AZmm X m AZ33 X 3 AZ44 X 4 (1.39)
11
Dalam hal ini, indeks m menyatakan nuklida majemuk. Nomor atom, nomor massa
dam massa dari nuklida majemuk masing-masing adalah Z m Z1 Z 2 dan
Am A1 A2 serta M m M 1 M 2 .
Selanjutnya, akan diaveluasi kesetaraan momentum dan energi kinetik pada
proses pembentukan inti majemuk. Reaksi yang terjadi hingga pembentukan inti
majemuk adalah :
Z1 X1 Z2 X 2 Zm X m
A1 A2 Am
(1.40)
M 1v1 M 2 v2 A1v1 A2 v2
vm (1.42)
M1 M 2 A1 A2
Selisih energi kinetik nuklida reaktan dengan energi kinetik inti majemuk adalah :
2
M v M 2 v2
E E1 E 2 E m E1 E 2 M m v m2 E1 E 2 M 1 M 2 1 1
1 1
2 2 M1 M 2
1 M 12 v12 M 22 v 22 2M 1v1 M 2 v 2
E1 E 2
2 M1 M 2
M E M 2 E 2 M 1v1 M 2 v 2
E E1 E 2 1 1
M1 M 2
M1 M2 MvM v
1 E1 1 E 2 1 1 2 2
M1 M 2 M1 M 2 M1 M 2
M2 M1 MvM v
E E1 E 2 1 1 2 2
M1 M 2 M1 M 2 M1 M 2
A2 A1 MvM v
E1 E 2 1 1 2 2
A1 A2 A1 A2 M1 M 2
2 E1 2E2
Hubungan antara kecepatan dan energi kinetik adalah v1 dan v 2 ,
M1 M2
maka :
12
A2 A1 2M 1 M 2 E1 E 2
E E1 E 2
A1 A2 A1 A2 M1 M 2 M 1M 2
A2 A1 2 M 1 M 2 E1 E 2
E1 E 2
A1 A2 A1 A2 M1 M 2
Sehingga diperoleh :
A2 A1 2 A1 A2 E1 E 2
E E1 E 2 (1.43)
A1 A2 A1 A2 A1 A2
Nilai E ini merupakan energi yang tersedia bagi berlangsungnya reaksi nuklir
endotermik tersebut. Pada nuklida-nuklida reaktan yang keduanya bermuatan listrik,
diperlukan sejumlah energi untuk mengatasi hambatan gaya tolak listrik (gaya tolak
Coulomb). Besarnya energi untuk mengatasi gaya tolak listrik (yang disimbolkan
sebagai EC ) antara dua nuklida reaktan yaitu nuklida-nuklida AZ11 X1 dan AZ22 X 2 , dalam
satuan MeV, dapat dirumuskan sebagai :
Z1 Z 2
EC (1.44)
A A21 3
13
1
E Q EC (1.45)
A2
E E1 (1.46)
A1 A2
13
Dengan demikian, energi kinetik treshold nuklida proyektil ( E1, treshold ) dapat dihitung,
A2
yaitu pada saat E Q EC . Q EC Maka E1, treshold , sehingga
A1 A2
diperoleh nilai energi kinetik treshold nuklida proyektil sebagai berikut :
A A2
E1, treshold 1 Q EC (1.47)
A2
9
4 Be 10 n 84 Be 210 n (1.48)
Atau :
9
4 Be n 84 Be 2n (1.49)
yang sering ditulis menjadi :
Ben,2n 4 Be
9 8
4 (1.50)
Dalam hal ini, diketahui : M 94 Be = 9,012182 amu; M 84 Be = 8,005305 dan
M 10 n = M n = 1,008665 amu. Sehingga, nilai Q pada reaksi tersebut adalah :
QM 9
4
Be M n M 8
4
Be 2M n
(9,012182 1,008665 8,005305 2 1,008665) amu
MeV
0,00179 amu 0,00179 amu 931,5 1,67 MeV 0 (negatif)
amu
Jika reaksi ini disebabkan oleh reaksi antara 94 Be sebagai nuklida target ( A2 9 )
yang semula diam dengan neutron sebagai partikel proyektil ( A1 9 ). Karena
neutron tidak bermuatan listrik, maka pada reaksi ini tidak diperlukan energi untuk
mengatasi gaya tolak Coulomb. Dengan demikian, energi kinetik treshold dari
neutron untuk berlangsungnya reaksi ini adalah :
A A2 1 9 10
E1, treshold 1 Q 1,67 MeV 1,67 MeV 1,86 MeV
A2 9 9
14
A2 A1 2 A1 A2 E1 E 2
E E1 E 2 EC (1.51)
A1 A2 A1 A2 A1 A2
Besarnya energi untuk mengatasi gaya tolak listrik (yang disimbolkan sebagai EC )
A1 A2
antara dua nuklida reaktan yaitu nuklida-nuklida Z1 X1 dan Z2 X 2 , dalam satuan MeV,
telah dirumuskan pada persamaan (1.44) yaitu :
Z1 Z 2
EC (1.44)
A A21 3
13
1
Pada kasus yang lebih khusus, yaitu reaksi nuklir eksotermik yang terjadi
antara nuklida target (diberi indeks 2) yang semula diam dalam kerangka
laboratorium yang ditembak oleh nuklida proyektil (diberi indeks 1) yang bergerak
dalam kerangka laboratorium dengan energi kinetik sebesar E1 , maka persamaan
(1.51) menjadi :
A2
E1 EC (1.52)
A1 A2
Dengan demikian, energi kinetik treshold nuklida proyektil ( E1, treshold ) dapat dihitung,
A2
yaitu pada saat E EC . Maka EC E1, treshold , sehingga diperoleh nilai
A1 A2
energi kinetik treshold nuklida proyektil sebagai berikut :
A A2
E1, treshold 1 EC (1.53)
A2
15
Contoh lain dari reaksi fusi nuklir adalah reaksi sebagai berikut :
2
1 H 13 H 42 He 10 n (1.54)
Atau :
2
1 D 13 T 42 α 10 n (1.55)
Dalam hal ini, diketahui : M 42 He = M α = 4,0026033 amu; M 12 H
= M 12 D = 2,0141018 amu; M 13 H = M 13 T = 3,0160494 amu; dan M 10 n =
M n = 1,0086650 amu. Dengan demikian, nilai Q pada reaksi tersebut adalah :
QM D M T M
2
1
3
1
4
2
He 2M n
1
0
E 10 n
M 42 He Q
4,0026033 5,69 MeV
14,1 MeV
M 0 n M 2 He 1,0086650 4,0026033
1 4
16
BAB II. INTERAKSI NEUTRON DENGAN MATERI
Neutron adalah partikel yang tidak bermuatan listrik sehingga neutron tidak
berinteraksi berdasarkan interaksi medan listrik (interaksi Coulomb). Interaksi
neutron didasarkan pada interaksi gaya kuat (strong force). Gaya kuat bekerja antar
nukleon. Karena elektron tidak memiliki sifat yang berkaitan dengan gaya kuat
(strong force), maka neutron tidak berinteraksi dengan elektron dari atom. Neutron
berinteraksi dengan nukleon lain (baik proton maupun neutron) yang terdapat dalam
inti atom atau nuklida. Dengan kata lain, interaksi neutron dengan materi hanya
terjadi karena adanya interaksi neutron dengan nuklida.
I N I-ΔI
x
17
Adalah cukup rasional untuk menganggap bahwa pengurangan intensitas ini
sebanding dengan ketebalan slab, intensitas berkas neutron semula dan densitas
nuklida di dalam slab. Dengan demikian, dapat dituliskan sebagai berikut :
Setelah mengeliminasikan satuan yang sama antara ruas kiri dan ruas kanan, serta
dengan memberikan konstanta kesebandingan sebesar , maka persamaan (2.1)
dapat ditulis menjadi :
1
I cm 2 N 2 Ix (2.2)
cm
Dapat dilihat pada persamaan (2.2) bahwa satuan konstanta kesebandingan tersebut
haruslah berupa satuan luas, yaitu cm2. Dengan menghilangkan penulisan satuan,
maka persamaan (2.2) dapat ditulis menjadi :
I NIx (2.3)
I Ix (2.4)
Di mana :
N (2.5)
18
lintang interaksi hamburan mikroskopis dinyatakan sebagai s sedangkan tampang
lintang serapan mikroskopis dinyatakan sebagai a . Tampang lintang interaksi
mikroskopis total adalah jumlahan dari tampang lintang interaksi mikroskopis
hamburan dan tampang lintang interaksi mikroskopis serapan. Dengan demikian :
s a (2.6)
19
II.1.2. Interaksi serapan
Pada interaksi serapan, neutron diserap (ditangkap) oleh nuklida yang
berinteraksi dengannya. Dapat dikatakan bahwa neutron “masuk” ke dalam nuklida
tersebut. Interaksi serapan dibedakan menjadi dua macam, yaitu interaksi tangkapan
radiasi (radiative capture) dan interaksi fisi (pembelahan). Tampang lintang
mikroskopis untuk interaksi tangkapan radiasi dinyatakan sebagai c sedangkan
tampang lintang interaksi mikorskopis untuk interaksi fisi (pembelahan) dinyatakan
sebagai f . Tampang lintang mikroskopis untuk interasi secara kesekuruhan adalah
jumlahan dari tampang lintang mikroskopis untuk interaksi tangkapan radiasi dan
tampang lintang interaksi mikorskopis untuk interaksi fisi (pembelahan). Dengan
demikian :
a c f (2.8)
20
II.3. Interaksi hamburan neutron
Karena sebagian besar neutron dalam medium reaktor nuklir bergerak dengan
kecepatan yang kurang dari kecepatan dimana efek relativistik menjadi penting, maka
mekanisme interaksi hamburan neutron dengan materi dapat dijelaskan dengan
pendekatan fisika klasik. Di samping itu, energi neutron cukup tinggi sehingga efek
kuantum dapat diabaikan. Energi neutron dalam medium reaktor nuklir juga cukup
tinggi dibandingkan dengan energi ikat molekul atau atom-atom medium. Dengan
demikian, dalam analisis hamburan neutron, nuklida-nuklida yang berinteraksi
dengan neutron dapat diasumsikan bergerak bebas. Dalam hal ini neutron dianggap
sebagai bola pejal dengan massa m dan nuklida yang berinteraksi dengannya juga
dianggap sebagai bola pejal dengan massa M. Dalam hal ini, berlaku :
M
A (2.10)
m
Hubungan antara kecepatan neutron dan nuklida sebelum tumbukan pada kerangka L
dan kerangka C dapat dirumuskan sebagai :
vC v L v 0 v L
vL
1 Av L v L (2.13)
1 A 1 A
Atau :
Av L
vC (2.14)
1 A
Dan :
21
vL
VC VL v0 0 (2.15)
1 A
Atau :
vL
VC (2.16)
1 A
Kerangka L Kerangka C
vC'
'
v L
vL vC VC
V L' VC'
Gambar 2.2. Interaksi hamburan elastis antara neutron dengan nuklida diam
Av L
vC 1 A
A (2.17)
v0 v L
1 A
22
vL
VC 1 A
1 (2.18)
v0 v L
1 A
Energi kinetik total sebelum tumbukan pada kerangka C (yang disimbulkan sebagai
EC ) serta energi kinetik total setelah tumbukan (yang disimbulkan sebagai E C' )
masing-masing dapat dirumuskan sebagai :
1 2 1
EC mvC MVC2 (2.23)
2 2
1
2 1
EC' m vC' M VC'
2 2
2
(2.24)
Pada tumbukan elastis, konservasi energi kinetik berlaku, maka pada kerangka C, hal
ini berarti :
EC EC' (2.25)
Sehingga :
1 2 1
2
1
2
mvC MVC2 m vC' M VC'
2 2
1
2
2
(2.26)
Atau :
1
2
1
2 1
MVC2 M VC' m vC' mvC2
2 2
2
1
2
(2.27)
23
v
' 2
C vC2
M 2
m
VC VC'
2
(2.28)
v '
C
vC vC' vC
M '
m
VC VC VC' VC (2.29)
v '
C
vC vC' vC M m '
m M
vC vC VC' VC (2.30)
Atau :
vC' vC VC' VC (2.31)
VC' VC (2.36)
Sementara itu, konservasi momentum linier pada kerangka L dapat ditulis sebagai :
24
Energi kinetik total sebelum tumbukan pada kerangka L (yang disimbulkan sebagai
E L ) serta energi kinetik total setelah tumbukan (yang disimbulkan sebagai E L' )
masing-masing dapat dirumuskan sebagai :
1 2 1 1 1 1
EL mvL MVL2 mvL2 M .0 2 mvL2 (2.41)
2 2 2 2 2
Atau :
1 2
EL mvL (2.42)
2
Dan :
E L'
1
2
m v L'
2
1
2
M VL' 2
(2.43)
Pada tumbukan elastis, konservasi energi kinetik terpenuhi. Maka pada kerangka L
berlaku :
E L E L' (2.44)
Sehingga :
1 2 1
2
2
mvL m v L' M VL'
2
1
2
2
(2.45)
Atau :
2
v L' v L2
M ' 2
m
VL (2.46)
' 2
v v
L
2
L
Mm '
m M
vL vL
(2.47)
v L' v L v L' v L
m '
M
v L v L v L' v L
v L' v L
m '
M
vL vL
m m
v L' 1 1 v L
M M
v L M m M mv L
'
Dengan mengambil nilai positif, maka kecepatan neutron setelah tumbukan pada
kerangka L adalah :
25
M m
v L' v L (2.48)
M m
Atau :
A 1
v L' v L (2.49)
A 1
A 1
VL'
m
v L v L
1
A 1 ( A 1)v L (2.50)
M A 1 A A 1
VL'
1
A 1 A 1v L 2v L
A A 1 A A 1
2v L
VL' (2.51)
A A 1
Total energi kinetik pada kerangka C telah diberikan oleh persamaan (2.23).
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.14) dan persamaan (2.15) ke persamaan
(2.23), maka total energi kinetik pada kerangka C dapat dituliskan sebagai :
2 2
1 Av L 1 v
EC m M L (2.52)
2 1 A 2 1 A
A 2 M 1 2 1 2 A 2 1
2
EC mvL A
1 A
m 1 A 2 1 A EL
1 A
A2 A A A 1
EC E
2 L
A 12 E L
1 A
Sehingga diperoleh :
A
EC EL (2.53)
A 1
Dalam hal ini E L adalah total energi kinetik pada kerangka L sebagaimana diberikan
oleh persamaan (2.42). Dengan demikian, total energi kinetik yang dihitung pada
kerangka L lebih besar daripada total energi kinetik yang dihitung pada kerangka C.
26
II.3.2. Penurunan energi kinetik neutron setelah hamburan elastis dihitung pada
kerangka L antara neutron dengan nuklida bergerak
Gambar 2.3. menunjukkan interaksi hamburan elastis antara neutron dengan
nuklida yang sebelumnya bergerak dengan kecepatan VL .
Kerangka L Kerangka C
vC'
v L'
v0
vL VL vC VC
V L' VC'
Gambar 2.3. Interaksi hamburan elastis antara neutron dengan nuklida bergerak
M
vL VL
mvL MVL m
v0 (2.54)
mM M
1
m
27
Atau :
v L AV L
v0 (2.55)
1 A
Hubungan antara kecepatan neutron dan nuklida sebelum tumbukan pada kerangka L
dan kerangka C dapat dirumuskan sebagai :
v L AV L 1 Av L v L AV L Av L AV L
vC v L v 0 v L (2.56)
1 A 1 A 1 A
Atau :
Av L VL
vC (2.57)
1 A
Dan :
vL
VC VL v0 VL (2.58)
1 A
Atau :
VC
1 AVL v L (2.59)
1 A
v C' v L'
28
Berdasarkan Gambar 2.4., diperoleh hubungan :
Kecepatan neutron setelah tumbukan dihitung pada kerangka C telah diberikan pada
persamaan (2.35), yaitu :
vC' vC (2.35)
v L AV L VL
1 A
v0 v0 1 A v AV L vL
L (2.63)
vC vC Av L VL Av L VL
'
V
A1 L
1 A vL
Karena kecepatan gerak nuklida pada jauh lebih kecil daripada kecepatan gerak
neutron, maka persamaan (2.63) dapat didekati menjadi :
v0 1
'
(2.64)
vC A
sin
tan (2.65)
1
cos
A
Selanjutnya hubungan antara v L' dengan vC' dan v 0' dapat dilihat pada diagram
segitiga pada Gambar 2.4. Dalam hal ini :
29
v L' v ' 2
C v02 2vC' v0 cos v
' 2
C v02 2vC' v0 cos
(2.66)
v v 2vC v0 cos
2
C
2
0
Av L VL v L AV L Av L VL v L AV L
2 2
v L' 2 cos (2.67)
1 A 1 A 1 A 1 A
2 2
Av L v L Av L v L
v L' 2 cos (2.68)
1 A 1 A 1 A 1 A
A 2 1 2 A cos
2 2
A 1 A 1
v vL 2 cos v L
'
(2.69)
L
A 1 A 1 1 A 1 A A 12
Persamaan (2.69) dapat ditulis menjadi :
A2 1 2 A cos
v L' v L (2.70)
A 1 2
A 12
Didefinisikan besaran sebagai berikut :
A 1
2
(2.71)
A 1
Sehingga :
A 1 A 1
1
2
A 1 A 1 A 2 2 A 1 A 2 2 A 1
2 2 2
A 1 A 1 A 12 A 12
A2 1 A2 1 A2 1
2
A 12 A 12
30
A 1 A 1
1
2
A 1 A 1
2 2
A2 2 A 1 A2 2 A 1
2
2A
2
A 1 A 1 A 12
A 12
A 12
Dengan demikian, persamaan (2.70) dapat ditulis menjadi :
v L' v L
1
1 1 cos (2.72)
2
v0 vC' cos
cos (2.73)
v L'
v L AV L Av L VL
cos
1 A 1 A
cos (2.74)
A 2 1 2 A cos
vL
A 12
Dengan mengabaikan kecepatan gerak nuklida terhadap kecepatan gerak neutron,
maka persamaan (2.74) dapat disederhanakan menjadi :
v L Av L
cos
1 A 1 A v 1 A cos
cos L
(2.75)
A 2 1 2 A cos v L A 2 1 2 A cos
vL
A 12
1 A cos
cos (2.76)
A 1 2 A cos
2
E L'
1
2
m v L'
2
(2.77)
31
Substitusi persamaan (2.72) untuk nilai v L' ke persamaan (2.77) menghasilkan :
mvL 1 1 cos
1 21
E L' (2.78)
2 2
Atau :
E L 1 1 cos
1
E L' (2.79)
2
1 '
Dalam hal ini E L mvL adalah energi kinetik neutron sebelum tumbukan.
2
Persamaan (2.79) dapat digunakan untuk menghitung energy neutron setelah
tumbukan elastis, yang nilainya tergantung pada sudut tumbukan ( ). Jika 0 atau
cos 1, maka E L' E L . Dengan demikian tumbukan neutron pada 0 tidak
mengurangi energi neutron. Pengurangan energi neutron menjadi maksimum, atau
nilai E L' menjadi minimum ketika atau cos 1. Pada saat , maka
E L' E L . Pada tumbukan antara neutron dengan hidrogen (proton, A = 1), yang
berarti 0 , nilai minimum dari E L' adalah E L' 0 . Hal ini berarti neutron bisa
kehilangan seluruh energi kinetiknya hanya dengan satu kali bertumbukan dengan
hidrogen.
1 2 1
EC mvC MVC2 (2.80)
2 2
Dan :
EC'
1
2
m vC'
2
1
2
M VC'
2
(2.81)
EC EC' E I (2.82)
32
Dalam hal ini, E I adalah energi aktivasi nuklida. Substitusi persamaan (2.81) ke
persamaan (2.82) menghasilkan :
EC
1
2
m vC'
2
1
2
M VC'
2
EI (2.83)
Sementara itu, konservasi momentum linier pada kerangka C dapat ditulis sebagai :
1 2 1 vC2
EC mvC M 2 (2.87)
2 2 A
1 1
EC m1 vC2
2 A
Sehingga diperoleh :
A
vC 2 E C (2.88)
A 1
1
EC m vC'
1
M
2 v
' 2
C
EI (2.89)
2
2 2 A
vC
1 1 ' 2
EC E I m1
2 A
Sehingga diperoleh :
1
m vC'
2 A
EC' EC E I (2.90)
2 A 1
Atau :
33
A
vC' 2EC E I (2.91)
A 1
EC E I E
vC' vC vC 1 I (2.92)
EC EC
E
vC' v L VL
A
1 I (2.93)
1 A EC
Kecepatan gerak neutron setelah tumbukan dapat dihitung dengan persamaan (2.66),
yaitu :
v L' v
' 2
C v02 2vC' v0 cos (2.66)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.55) untuk v 0 dan persamaan (2.93) untuk vC'
pada persamaan (2.66), maka diperoleh :
Av L VL EI v L AV L Av L VL E v AV L
2 2
v
'
1 2 1 I L cos
1 A 1 A 1 A EC 1 A
L
EC
E v
2 2
Av L Av L E v
v L' 1 I L 2 1 I L cos (2.94)
1 A EC 1 A 1 A EC 1 A
Didefinisikan :
EI
A' A 1 (2.95)
EC
34
v L' v L
A ' 2
1 2 A ' cos
(2.96)
A 12
Selanjutnya, hubungan antara sudut hamburan neutron pada kerangka L dan
kerangka C dapat dihitung. Dengan mensubstitusikan persamaan (2.55) untuk v 0 dan
persamaan (2.93) untuk vC' dan (2.69) untuk v L' pada persamaan (2.73), maka
diperoleh :
v L AV L Av L VL E
1 I cos
1 A 1 A EC
cos (2.97)
A 2 1 2 A cos
vL
A 12
Dengan mengabaikan kecepatan gerak nuklida terhadap kecepatan gerak neutron,
maka persamaan (2.74) dapat disederhanakan menjadi :
v L Av L E E
1 I cos 1 A 1 I cos
1 A 1 A EC v EC
cos L (2.98)
A 2 1 2 A cos v L A 2 1 2 A cos
vL
A 12
Atau :
1 A' cos
cos (2.99)
A 2 1 2 A cos
v L AV L
v0 1 A v L AV L
(2.100)
vC Av L VL
'
E E
1 I Av L VL 1 I
1 A EC EC
35
v0 1
(2.101)
vC' E
A 1 I
EC
E L'
1
2
m v L' 2
(2.77)
' 1 A'
E mvL2
2
1 2 A ' cos
(2.104)
L
2
A 12
Atau :
A'
E EL
' 2
1 2 A ' cos
(2.105)
L
A 12
1 '
Dalam hal ini E L mvL adalah energi kinetik neutron sebelum tumbukan.
2
Persamaan (2.105) dapat digunakan untuk menghitung energy neutron setelah
tumbukan inelastis, yang nilainya tergantung pada sudut tumbukan ( ). Jika 0
2
A' 1
atau cos 1, maka E
'
E L . Karena A' A , maka dapat disimpulkan
A 1
L
bahwa energi neutron mengalami pengurangan. Hal ini wajar karena sebagian energi
kinetik neutron dan nuklida sebelum tumbukan digunakan untuk mengeksitasi
36
nuklida setelah tumbukan. Ini merupakan pengurangan energi minimum (yaitu E L'
pada tumbukan inelastis.
Pengurangan energi neutron menjadi maksimum, atau nilai E L' menjadi
2
A' 1
minimum ketika atau cos 1. Pada saat , maka E '
E L .
A 1
L
P E E ' dE ' f d f d (2.106)
Dengan :
cos (2.107)
Dalam hal ini f dan f adalah fungsi densitas probabilitas neutron untuk
terhambur pada sudut antara dan d .
Pada hamburan elastis, hubungan antara energi neutron setelan hamburan
dengan energi neutron sebelum hamburan serta sudut hamburan neutron telah
dirumuskan pada persamaan (2.79) yang dapat ditulis ulang menjadi :
E 1 1 cos
1
E' (2.108)
2
dE ' E 1 d
1
(2.110)
2
37
Pada hamburan inelastis, hubungan antara energi neutron setelan hamburan
dengan energi neutron sebelum hamburan serta sudut hamburan neutron telah
dirumuskan pada persamaan (2.105) yang dapat ditulis ulang menjadi :
A'
E E
' 2
1 2 A ' cos
(2.111)
A 12
Atau :
'
A' 2 1 2 A'
E E (2.112)
A 12
1 2 A' 1 2A E
dE ' E d E 1 I d (2.113)
2 A 12
2 A 12
EC
Atau :
1 EI
dE ' E 1 1 d (2.114)
2 EC
Dalam hal ini :
1 1 1 A 1 2
EC m1 vC2 m vC (2.115)
2 A 2 A
1 A 2 A A
EC m v L EL E (2.116)
2 A 1 A 1 A 1
Maka hubungan antara dE ' dan d pada hamburan inelastis dapat ditulis menjadi :
1 A 1 EI
dE ' E 1 1 d (2.117)
2 A E
Probabilitas hamburan pada semua sudut ruang harus sama dengan satu, maka dari
persamaan (2.106) pada hamburan elastis berlaku :
38
E 1
P E E dE f d f d 1
' '
(2.118)
E 0 1
E
1
P E E dE f d f d 1
' '
(2.119)
E 0 1
2 2
A' 1 A' 1 E A 1 EI
Dengan dan serta A ' A 1 I A 1
A 1 A 1 EC A E
Hamburan isotropis
Pada hamburan isotropis, probabilitas neutron untuk terhambur untuk semua
sudut hamburan antara 0 hingga adalah sama. Probabilitas neutron
terhambur dengan sudut hamburan antara dan d , yaitu f d dapat
dihitung sebagai luas dari pita yang terbentuk oleh garis yang membentuk sudut
dari sumbu acuan dengan lebar sudut d dan diputar pada sumbu acuan pada bola
berjari-jari r satuan terhadap luas keseluruhan dari bola berjari-jari satu satuan
tersebut. Dengan demikian :
d 1 (1)
1 1 1
Dengan demikian, pada hamburan elastis isotropis, nilai dari P E E ' dapat
dihitung dengan mensubstitusikan persamaan (2.110) untuk nilai dE ' dan persamaan
(2.120) ke persamaan (2.106), yaitu :
P E E' 12 E1 d d2 (2.121)
39
Sehingga untuk hamburan elastis isotropis :
P E E' 1
E 1
(2.122)
Dengan cara yang sama, pada hamburan elastis isotropis, nilai dari P E E ' dapat
dihitung dengan mensubstitusikan persamaan (2.117) untuk nilai dE ' dan persamaan
(2.120) ke persamaan (2.106), yaitu :
P E E' 12 E1 A 1 EI
1 d d (2.123)
A E 2
PE E '
1
(2.124)
A 1 EI
E 1 1
A E
Dari persamaan (2.123) dan persamaan (2.124) dapat dilihat bahwa nilai probabilitas
neutron yang semula memiliki energi E dan terhambur sehingga memiliki energi
antara E ' dan E ' dE ' tidak tergantung pada energi neutron setelah tumbukan ( E ' ).
P E E' 12 E1 d f d (2.125)
2 f
P E E' E 1
(2.126)
Untuk hamburan elastis non isotropis, nilai dari P E E ' dapat dihitung dengan
mensubstitusikan persamaan (2.117) untuk nilai dE ' ke persamaan (2.106) yaitu :
40
A 1 EI
P E E' 12 E1 1 d f d
(2.127)
A E
2 f
PE E ' (2.128)
A 1 EI
E 1 1
A E
cos d
s
cos 0
4
(2.129)
d
0
s
Dalam hal ini, adalah sudut hamburan neutron pada kerangka L dan adalah
sudut hamburan neutron pada kerangka C sedangkan adalah sudut ruang
hamburan neutron dalam kerangka C. Besaran s menyatakan tampang lintang
hamburan mikroskopis nuklida yang menghasilkan hamburan dengan sudut .
Hubungan antara d dengan adalah d sin dd . Dengan demikian,
persamaan (2.129) dapat ditulis menjadi :
2
cos 0 0
2
(2.130)
sin dd
0 0
s
2
s sin dd
0 0
s (2.131)
41
2
2
1 A ' cos
s
1
cos sin dd (2.133)
s
A 1 2 A cos
2
0 0
2
1 A ' cos
1
s 0 0
cos d sin d (2.134)
s
A 1 2 A cos
2
Atau :
2
1 A ' cos
cos
s s
sin d
(2.135)
2
0 A 1 2 A cos
Berdasarkan hubungan d sin d (di mana cos dan adalah sudut
hamburan neutron pada kerangka C), maka persamaan (2.125) dapat ditulis menjadi :
2
1 1 A'
cos
s s d
A 2 1 2 A
(2.136)
1
2 s 1 1 A'
cos
s
1 A 2 1 2 A
d (2.137)
42
2 2 2 1
s s sin dd s d sin d s d d
0 0 0 0 0 1
s 2 2 4 s
Atau :
s
s (2.138)
4
2 s 1
1 A'
cos
4 s
1 A 2 1 2 A
d (2.139)
Atau :
1 A'
1
1
cos d (2.140)
2 1 A 2 1 2 A
1
A1
' x A 1 xdx
2 2
cos
2 A1
1 A
2A
xA
(2.141)
A1 A1
1 2 A A ' x 2 A ' A 2 A ' dx
cos
2 A1
1
2
2 A A ' A 2 A ' A ' x 2 dx
2A A 4 A A1
A1
A' 3
1
2 A A ' A 2 A ' x x
4 A2 3 A1
A 1 A 1 A3 A 1 A 1
'
1
cos 2 A A ' A 2 A ' 3 3
4 A2
1
2 A A ' A 2 A ' 2
A'
A3 3 A 2 3 A 1 A3 3 A 2 3 A 1
4 A2 3
43
cos
1
2 A A ' A 2 A ' 2
A'
6 A 2 2
4 A2 3
1 3 A' A2 A' 1 2
2
2 A A ' 2
A A '
2
2 A A'
2A 3 3 2A 3
Maka untuk hamburan isotropis, nilai rerata cosinus sudut hamburan pada kerangka L
(yaitu ) adalah :
1 1 A'
cos (2.142 )
A 3 A2
2
cos (2.143 )
3A
A 1 EI
sedangkan pada hamburan isotropik inelastis, A ' A 1 , sehingga
A E
persamaan (2.142) menjadi :
1 1
cos 1 (2.144 )
A A 1 EI
3 1 A E
Dari persamaan (2.143) dapat dilihat bahwa nilai rerata cosinus sudut hamburan pada
kerangka L (yaitu ) pada hamburan isotropik elastis tidak tergantung pada energi
kinetik mula-mula. Sementara itu, dari persamaan (2.144) dapat dilihat nilai rerata
cosinus sudut hamburan pada kerangka L (yaitu ) pada hamburan isotropik
inelastis tergantung pada energi kinetik mula-mula. Dari persamaan ini, distribusi
angular neutron setelah hamburan inelastis cenderung memuncak ke depan (forward
peaked) pada kerangka L ketika energi neutron semakin berkurang.
A
Z X 10 n ZA1 X (2.145)
44
Selanjutnya, akan diaveluasi kesetaraan momentum dan energi kinetik pada proses
pembentukan inti majemuk. Neraca momentum pada reaksi tangkapan neutron dapat
ditulis sebagai :
MV mv M mVm (2.146)
Dalam hal ini, M menyatakan massa dari nuklida target, m menyatakan massa dari
neutron, V menyatakan kecepatan gerak nuklida target sebelum interaksi, v
menyatakan kecepatan gerak neutron sebelum interaksi dan Vm menyatakan
kecepatan gerak nuklida majemuk setelah interaksi.
Berdasarkan persamaan (2.146), maka kecepatan gerak inti majemuk adalah :
mv MV v AV
Vm (2.147)
mM 1 A
M mVm2 E n E N m M
1 1
E E n E N E m E n E N
2 2 mM
1 m 2 v 2 M 2V 2 2mMvV mEn ME N mMvV
E n E N E n E N
2 mM mM
M m 2 mME1 E 2
En EN
mM mM mM
Dengan demikian, selisih energi kinetik nuklida reaktan plus neutron sebelum
interaksi dengan energi kinetik inti majemuk setelah interaksi dapat dihitung sebagai :
A 1 2 AE n E N
E En EN (2.148)
A 1 A 1 A 1
Dalam hal ini En menyatakan energi kinetik neutron sebelum interaksi sedangkan
E N menyatakan energi kinetik neutron setelah interaksi.
Neutron tidak bermuatan listrik sehingga tidak mengalami gaya tolak
Coulomb ketika mendekati nuklida. Jika reaksi tangkapan atau serapan neutron
bersifat endotermik, nilai selisih energi tersebut diperlukan untuk memungkinkan
terbentuknya energi interaksi sebesar Q. Dengan demikian, supaya reaksi tangkapan
45
atau serapan neutron yang bersifat endotermik dapat berlangsung, persyaratan berikut
ini harus terpenuhi
A 1 2 AE n E N
E En EN Q (2.148)
A 1 A 1 A 1
Pada kebanyakan interaksi antara neutron dengan nuklida, energi kinetik neutron jauh
lebih besar daripada energi kinetik nuklida. Oleh karena itu, nuklida dapat dianggap
diam sebelum terjadinya interaksi sehingga E N 0 . Dengan demikian, persamaan
(2.148) menjadi :
A
En Q (2.149)
A 1
A
Kondisi di mana E n Q memberikan energi neutron minimal supaya reaksi
A 1
tangkapan neutron yang bersifat endotermik dapat berlangsung. Energi neutron
minimal tersebut disebut sebagai energi kinetik treshold (disimbolkan sebagai
En ,treshold ) bagi berlangsungnya reaksi tangkapan neutron endotermik. Berdasarkan
persamaan (2.149), maka nilai energi kinetik treshold untuk reaksi tangkapan neutron
endotermik adalah :
A 1
E n , treshold Q (2.150)
A
Pada interaksi tangkapan yang bersifat eksotermik, tidak diperlukan energi awal
untuk berlangsungnya reaksi tangkapan neutron yang bersifat eksotermik. Dengan
demikian :
En ,treshold 0 (2.151)
Hal ini berarti reaksi tangkapan atau serapan neutron yang bersifat eksotermik dapat
terjadi pada energi neutron berapapun.
Dalam hal ini, R adalah radius dari nuklida yang secara umum dapat dirumuskan
sebagai :
46
e2
R 2
A1 3 (2.153)
2 me c
a E
1 1
(2.154)
E v
Dalam hal ini, E adalah energi neutron sedangkan v adalah kelajuan gerak neutron.
Hubungan antara E dan v mengikuti konsep energi kinetik fisika klasik, yaitu :
mv 2
E (2.155)
2
Hubungan tampang lintang mikroskopis serapan neutron dengan energi neutron yang
dirumuskan dalam persamaan (2.155) sering disebut sebagai hubungan 1/v.
Pada rentang energi epitermal, terdapat nilai-nilai energi tertentu dimana
tamoang lintang hamburan mikroskopik dan tampang lintang serapan mikroskopik
sangat tinggi. Fenomena ini disebut resonansi. Nilai energi yang bersesuaian dengan
nilai maksimal (puncak) dari tampang lintang resonansi disebut sebagai nilai energi
puncak resonansi.
Nilai tampang lintang mikroskopis hamburan neutron di sekitar puncak
resonansi diberikan oleh persamaan :
E1 n 1 2R x
s x s1
1 x 4R 2
2
(2.156)
1 1 x
2
EC
47
Sedangkan nilai tampang lintang mikroskopis total di sekitar puncak resonansi adalah
jumlah dari nilai tampang lintang mikroskopis hamburan neutron di sekitar puncak
resonansi dan nilai tampang lintang mikroskopis serapan neutron di sekitar puncak
resonansi, yaitu : T x s x a x , sehingga :
E1 1 2R x
s x s1
1 x 2 1 x 2 4R
2
(2.158)
EC 1
Dalam hal ini :
n a (2.159)
x EC E1
2
(2.160)
1 1
EC m1 vC2 (2.161)
2 A
1 A 1 Av L VL
2
1 1 A 1
EC m1 vC2 m mv L VL (2.162)
2
2 A 2 A 1 A A 1 2
48
Berdasarkan hubungan antara kecepatan dan energi kinetik pada fisika klasik, maka
persamaan (2.162) dapat ditulis menjadi :
2
A 1 2 E 2E N
EC m (2.163)
A 1 2 m Am
Dalam hal ini E dan E N masing-masing adalah energi kinetik neutron dan energi
kinetik nuklida pada kerangka L. Persamaan (2.163) dapat diuraikan menjadi :
A EE N E N
EC E 2 (2.164)
A 1 A A
Karena energi kinetik nuklida pada rentang epitermal (resonans) lebih kecil daripada
energi kinetik neutron, maka persamaan (2.164) dapat didekati dengani :
AE
EC (2.165)
A 1
Selanjutnya, untuk nuklida moderator dengan A cukup besar, maka dapat dilakukan
pendekatan lebih lanjut, yaitu :
EC E (2.166)
Luas area tampang lintang serapan di sekitar puncak resonansi dapat dihitung sebagai
berikut :
a E1 1
0 a EC dEC a1 0 EC 1 x 2 dEC (2.166)
EC x E1 (2.167)
2
Dan :
dEC dx (2.168)
2
Serta :
EC x
1 (2.169)
Ei 2 E1
49
a 2 E1
a EC dEC a1
1 dx
2 0 1 x
2
2E
(2.170)
0
x 1
Yang hasilnya adalah :
a
E dE
0
a C C a1
(2.171)
235
92 92 U X 1 X 2 0 n E
U 01n236 * 1
(2.172)
Dalam hal ini adalah jumlah rerata neutron yang dihasilkan tiap reaksi fisi, X 1 dan
X 2 adalah nuklida hasil reaksi fisi sedangkan E adalah energi yang dihasilkan tiap
reaksi fisi. Energi yang dihasilkan tiap reaksi fisi sekitar 200 MeV dan tidak terlalu
tergantung pada energi neutron yang menginduksi reaksi fisi. Untuk energi neutron
penginduksi yang rendah, nilai tidak terlalu tergantung pada energi neutron
penginduksi. Sementara itu, untuk energi neutron penginduksi yang tinggi, nilai
meningkat dengan semakin bertambahnya energi neutron.
50
III. TRANSPORT DAN DIFUSI NEUTRON
Neutron dalam medium bergerak secara random dan berinteraksi dengan
nuklida-nuklida medium. Pada dasarnya terdapat dua kelompok interaksi neutron
dengan nuklida-nuklida dalam medium, yaitu interaksi hamburan dan interaksi
serapan. Pada interaksi hamburan, neutron akan mengalami perubahan arah gerak dan
energi. Dengan demikian interaksi hamburan akan menimbulkan fenomena makro
berupa migrasi atau perpindahan neutron.
Sementara itu, interaksi serapan akan menghilangkan neutron dari sistem
karena neutron menjadi bergabung dengan nuklida yang menyerapnya. Serapan
neutron oleh nuklida dapat belah (fissionable) akan melahirkan neutron baru dalam
medium sistem. Neutron baru ini selanjutnya akan mengalami interaksi hamburan
atau serapan berikutnya.
Problema transport neutron menjadi lebih kompleks dengan adanya fakta
bahwa neutron-neutron dalam medium tidak sama energinya. Neutron yang
dilahirkan oleh reaksi fisi pada umumnya memiliki energi tinggi (beberapa MeV).
Ketika neutron menumbuk nuklida dalam medium, energinya berkurang karena
terjadi transfer energi kinetik antara neutron tersebut dengan nuklida medium.
Bab ini akan membahas proses yang terjadi ketika sejumlah besar neutron
hadir dalam suatu medium.
Dalam hal ini i x , i y dan i z masing-masing adalah vektor posisi ke arah sumbu-x,
vektor posisi ke arah sumbu-y dan vektor posisi ke arah sumbu-z. Sedangkan x, y dan
z masing-masing adalah jarak dari proyeksi jarak dari pusat koordinat ke arah
sumbu-x, proyeksi jarak dari pusat koordinat ke arah sumbu-y, dan proyeksi jarak
dari pusat koordinat ke arah sumbu-z.
Arah gerak neutron dalam sistem koordinat Cartesian dapat dinyatakan
sebagai :
51
ix x i y y iz z (3.2)
Dalam hal ini x , y dan z masing-masing adalah komponen sudut arah gerak
neutron ke arah sumbu-x, komponen sudut arah gerak neutron ke arah sumbu-y, dan
komponen sudut arah gerak neutron ke arah sumbu-z
z
dV
y
z
r
x
y
52
elemen volume sebesar dV yang berada pada posisi r , oleh neutron yang memiliki
energi antara E dan E dE , bergerak pada arah sudut ruang antara dan d ,
dan berada pada waktu antara t dan t dt . Indeks j menyatakan tipe reaksi, misalnya
reaksi hamburan, reaksi serapan dan seterusnya.
Secara umum, laju densitas reaksi neutron dapat dihitung dengan :
R'j'' r , E, , t j r , E, , t vE n r , E, , t (3.6)
Dalam hal ini j r , E, , t adalah tampang lintang makroskopis untuk interaksi tipe j
pada posisi r , antara nuklida yang terdapat pada posisi tersebut dengan neutron yang
memiliki energi antara E dan E dE , bergerak pada arah sudut ruang antara dan
d , dan berada pada waktu antara t dan t dt . Sedangkan vE adalah
kelajuan gerak neutron yang memiliki energi E.
Selanjutnya didefinisikan r , E, , t vE n r , E, , t sebagai fluks
angular neutron pada pada posisi r , yang memiliki energi antara E dan E dE ,
bergerak pada arah sudut ruang antara dan d , dan berada pada waktu antara
t dan t dt . Dengan demikian, persamaan (3.6) dapat ditulis sebagai :
R 'j'' r , E, , t j r , E, , t r , E, , t (3.7)
Secara lebih spesifik, densitas laju reaksi serapan total, laju reaksi tangkapan radiatif
dan laju reaksi fisi masing-masing dapat ditulis menjadi :
Ra''' r , E, , t a r , E, , t r , E, , t (3.8)
Rc''' r , E, , t c r , E, , t r , E, , t (3.9)
R 'f'' r , E, , t f r , E, , t r , E, , t (3.10)
Dalam hal ini, untuk reaksi serapan, indeks j diganti dengan indeks a untuk reaksi
serapan total (total absorption), c untuk reaksi tangkapan radiatif (radiative capture)
dan f untuk reaksi fisi (fission).
Reaksi hamburan akan mengubah energi dan arah gerak neutron. Laju
densitas reaksi hamburan pada posisi posisi r pada waktu t dari neutron yang semula
memiliki energi antara E dan E dE dan bergerak pada arah antara dan d
yang setelah terhambur menjadi memiliki energi antara E ' dan E ' dE ' dan menjadi
bergerak pada arah antara ' dan ' d ' (yang disimbolkan sebagai
Rs''' r , E E ' , ' , t dapat dirumuskan sebagai :
53
Rs''' r , E E ' , ' , t s r , E E ' , ' , t r , E, , t (3.11)
Dalam hal ini, s r , E E ' , ' , t tampang lintang makroskopis dari densitas
reaksi hamburan pada posisi posisi r pada waktu t dari neutron yang semula
memiliki energi antara E dan E dE dan bergerak pada arah antara dan d
yang setelah terhambur menjadi memiliki energi antara E ' dan E ' dE ' dan menjadi
bergerak pada arah antara ' dan ' d ' .
Selanjutnya, disusun neraca neutron yang memiliki energi antara E dan
E dE dan bergerak pada arah antara dan d yang terdapat pada element
volume dV pada posisi r dan pada waktu t. Neraca disusun sepanjang arah garis
vektor posisi r . Jika digunakan sistem koordinat Cartesian, maka neraca neutron
tersebut dapat dirumuskan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.2. Komponen-
komponen pada Gambar 3.2. masing-masing dapat dirumuskan sebagai :
Laju perpindahan neutron yang berenergi antara E dan
r, E,
E dE dan bergerak pada arah antara dan d x , t dAx dE
x
yang masuk ke elemen volume dV pada arah sumbu x
Laju perpindahan neutron yang berenergi antara E dan
r, E,
E dE dan bergerak pada arah antara dan d y , t dAy dE
y
yang masuk ke elemen volume dV pada arah sumbu y
Laju perpindahan neutron yang berenergi antara E dan
r, E,
E dE dan bergerak pada arah antara dan d z , t dAz dE
z
yang masuk ke elemen volume dV pada arah sumbu z
Laju perpindahan neutron yang berenergi antara E dan
r, E,
E dE dan bergerak pada arah antara dan d y , t dAy dE
y y
yang keluar dari elemen volume dV pada arah sumbu y
Laju perpindahan neutron yang berenergi antara E dan
r, E,
E dE dan bergerak pada arah antara dan d x , t dAx dE
x x
yang keluar dari elemen volume dV pada arah sumbu x
54
Laju akumulasi Laju perpindahan Laju perpindahan
neutron yang neutron yang berenergi neutron yang berenergi
berenergi antara E antara E dan E dE antara E dan E dE
dan E dE dan dan bergerak pada arah dan bergerak pada arah
bergerak pada arah
= antara dan d - antara dan d
antara dan yang masuk ke elemen yang keluar dari elemen
d dalam volume dV pada arah volume dV pada arah
elemen volume dV sumbu x sumbu x
Gambar 3.2. Neraca neutron yang memiliki energi antara E dan E dE dan
bergerak pada arah antara dan d yang terdapat pada element volume dV
55
Laju perpindahan neutron yang berenergi antara E dan
r, E,
E dE dan bergerak pada arah antara dan d z , t dAz dE
z z
yang keluar dari elemen volume dV pada arah sumbu z
56
n r , E , , t dEdV x r , E , , t dAx dE x r , E , , t dAx dE
t x x x
y r , E , , t dAy dE y r , E , , t dAy dE
y y y
z r , E , , t dAz dE z r , E , , t dAz dE
z z z
4
Rs''' r , E ' E , ' , t d ' dE ' dEdV (3.12)
0
4
Rs''' r , E E ' , ' , t d ' dE ' dEdV
0
4
E , E ' R 'f'' r , E ' , ' , t d ' dE ' dEdV
0
S ''' r , E , , t dEdV Ra''' r , E , , t dEdV
Dengan membagi semua suku pada semua ruas dengan dEdV, serta dari definisi
hubungan antara densitas neutron dan fluks angular neutron (yaitu
r , E, , t vE n r , E, , t ), maka persamaan (3.12) dapat ditulis menjadi :
r , E , , t dAx r , E , , t dAx
1 x x
r , E , , t x x
vE t dV
r , E , , t dAy r , E , , t dAy
y y
y
y
dV
r , E , , t dAz r , E , , t dAz
z z
z z
(3.13)
dV
4
Rs''' r , E ' E , ' , t d ' dE '
0
4
Rs''' r , E E ' , ' , t d ' dE ' Ra''' r , E , , t
0
4
E , E ' R 'f'' r , E ' , ' , t d ' dE ' S ''' r , E , , t
0
57
r , E , , t dAx r , E , , t dAx
x x
r , E , , t x x
dV
r , E , , t dAy r , E , , t dAy
y y
y
y
(3.14)
dV
r , E , , t dAz r , E , , t dAz
z z
z z
dV
1
r , E , , t r , E , , t Ra''' r , E , , t
vE t
4
Rs''' r , E E ' , ' , t d ' dE '
0
4 (3.15)
R r , E ' E , ' , t d ' dE '
'' '
s
0
4
E , E ' R 'f'' r , E ' , ' , t d ' dE ' S ''' r , E , , t
0
1
r , E , , t r , E , , t a r , E , , t r , E , , t
vE t
4
s r , E E ' , ' , t d ' dE ' r , E , , t
0
4
s r , E ' E , ' , t r , E ' , ' , t d ' dE ' (3.16)
0
4
E , E ' f r , E ' , ' , t r ' , E ' , ' , t d ' dE '
0
S ''' r , E , , t
58
Selanjutnya, didefinisikan tampang lintang makroskopik removal angular untuk
neutron yang memiliki energi antara E dan E dE dan bergerak pada arah antara
dan d (yang disimbolkan sebagai T r , E, , t ) sebagai berikut :
4
T r , E , , t a r , E , , t s r , E E ' , ' , t d ' dE ' (3.17)
0
1
r , E , , t r , E , , t T r , E , , t r , E , , t
vE t
4
s r , E ' E , ' , t r , E ' , ' , t d ' dE '
0 (3.18)
4
E , E ' f r , E ' , ' , t r ' , E ' , ' , t d ' dE '
0
S ''' r , E , , t
III.1.2. Persamaan Boltzmann Transport fluks angular neutron dalam bentuk integral
Persamaan Boltzmann Transport fluks angular neutron dapat ditulis sebagai :
1
r , E , , t r , E , , t T r , E , , t r , E , , t
vE t
4
s r , E ' E , ' , t r , E ' , ' , t d ' dE ' (3.19)
0
4
E , E ' f r , E ' , ' , t r ' , E ' , ' , t d ' dE ' S ''' r , E , , t
0
Didefisikan derivatif total ke arah vektor posisi r sebagai berikut :
d 1
(3.20)
dr vE t
59
d
r , E , , t T r , E , , t r , E , , t
dr
4
s r , E ' E , ' , t r , E ' , ' , t d ' dE ' (3.21)
0
4
E , E ' f r , E ' , ' , t r ' , E ' , ' , t d ' dE ' S ''' r , E , , t
0
r
Didefinisikan faktor integrasi yang berbentuk exp T r ' , E , , t dr ' .
0
Dengan mengaplikasikan faktor integrasi tersebut ke semua suku pada
persamaan (3.21), maka persamaan (3.21) menjadi :
r '
d '
r , E , , t exp T r , E , , t dr
dr 0
r
T r , E , , t r , E , , t exp T r ' , E , , t dr '
0
4
' ' ' ' ' '
s
0
r , E E , , t r , E , , t d dE
(3.22)
' ' ' ' ' ' '
4
E,
dE S ''' r , E , , t
'
E f r , E , , t r , E , , t d
0
r
exp T r ' , E , , t dr '
0
Persamaan (3.22) selanjutnya dapat ditulis menjadi :
d r '
'
r , E , , t exp T r , E , , t dr
dr 0
4
0
s r , E ' E , ' , t r , E ' , ' , t d ' dE '
4 (3.23)
E , E ' r, E ' , ' ' ' ' ' '
0
f , t r , E , , t d dE S ''' r , E , , t
r
exp T r ' , E , , t dr '
0
60
r
r , E , , t exp T r ' , E , , t dr '
0
4
' ' ' ' ' ' ' '
0
s r , E E, , t r , E , , t d dE
(3.24)
r
E ,
4
' ' ' ' ' ' ' ' '' ' '
'
0 0
'
E f r , E , , t r , E , , t d dE S r , E , ,t dr
r
'
exp T r '' , E , , t dr ''
0
Dengan demikian, nilau fluks angular neutron yang memiliki energi antara E dan
E dE dan bergerak pada arah antara dan d pada posisi r dapat dihitung
sebagai :
r
r , E , , t exp T r ' , E , , t dr '
0
4
0
s r ' , E ' E , ' , t r ' , E ' , ' , t d ' dE '
(3.25)
r
4
'
0 E, 0 E f r , E , , t r , E , , t d dE S r , E, , t dr
' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' '
'
r
exp T r '' , E , , t dr ''
0
Atau :
r , E , , t
4
0
s r ' , E ' E , ' , t r ' , E ' , ' , t d ' dE '
r
E ,
4
' ' ' ' ' ' ' ' '' ' '
' (3.26)
0 0
'
E f r , E , , t r , E , , t d dE S r , E , ,t dr
r
'
r
exp T r , E , , t dr T r '' , E , , t dr ''
' ' ' '
0
0
Atau :
61
r , E , , t
4
' ' ' ' ' ' ' '
0 s r , E E , , t r , E , , t d dE
4
E , E ' r ' , E ' , ' , t r ' , E ' , ' , t d ' dE ' S ''' r ' , E , , t ' (3.27)
r
0 f dr
0
r'
exp T r '' , E , , t dr ''
r
r , E , , t
4
' ' ' ' ' ' ' '
0 s r , E E , , t r , E , , t d dE
4
E , E ' r ' , E ' , ' , t r ' , E ' , ' , t d ' dE ' S ''' r ' , E , , t dV ' (3.28)
f
4 r ' r 2
0
r'
exp T r '' , E , , t dr ''
r
III.1.3. Persamaan Boltzmann Transport fluks total neutron dalam bentuk integral
Pada sistem yang bersifat isotropis, maka sebagai pengganti fluks angular
neutron, dapat digunakan fluks total neutron. Penggunaan fluks total neutron akan
62
lebih menyederhanakan perhitungan karena pengaruh kebergantungan terhadap arah
gerak neutron tidak lagi diperhitungkan. Fluks total neutron (disimbolkan sebagai
r , E, t ) diperoleh dengan mengintegrasikan fluks angular neutron ( r , E, , t )
terhadap semua arah sudut ruang ( ), yaitu :
4
r , E , t r , E , , t d (3.29)
0
Integrasi terhadap sudut ruang selanjutnya diaplikasikan terhadap semua suku pada
persamaan (3.21), sehingga diperiloleh :
4 4
d
r , E , , t d T r , E , , t r , E , , t d
dr 0 0
4 4
r , E
s
'
E , ' , t r , E ' , ' , t d ' dE ' d (3.30)
0 0
4 4
4
E , E ' f r , E ' , ' , t r ' , E , ' , t d ' dE ' d S ''' r , E , , t d
0 0 0
Integrasi terhadap sudut ruang untuk suku sumber neutron non adalah :
4
S ''' '
r , E , , t d
S ''' r ' , E , t (3.31)
0
Dalam hal ini S ''' r ' , E, t sumber eksternal angular neutron yang memiliki energi
antara E dan E dE .
Untuk suku hamburan, dapat dilakukan integrasi sebagai berikut :
4 4
' ' ' ' ' '
s
0
r , E
0
E , , t r , E , , t d dE d
4 ' 4
' ' '
r , E , , t d r , E , , t d r , E , t (3.32)
0 0
4
r , E
Selanjutnya,
s
'
E , ' , t d ' s r ' , E ' E , t yang disebut sebagai
0
tampang lintang hamburan mikroskopis neutron semua memiliki energi antara E dan
63
E dE menjadi memiliki energi antara E ' dan E ' dE ' untuk seluruh arah gerak
neutron. Dengan demikian, integrasi untuk suku hamburan memberikan hasil :
4 4
r , E
s
'
E , ' , t r , E ' , ' , t d ' dE ' d
0 0 (3.33)
s r ' , E ' E , t r , E ' , t dE '
Untuk suku sumber neutron fisi, dapat dilakukan integrasi terhadap selutuh
sudut ruang sebagai berikut :
4 4 ' '
' ' '
' '
0 E , f
0
r , E , , t r , E , , t d dE d
4
' ' ' ' ' '
4
'
'
E , E f r , E , , t d r , E , , t d dE
0 0
Integrasi terhadap fluks angular telah dijelaskan sebagaimana ditulis pada persamaan
4
(3.32). Integrasi E , E ' f r ' , E ' , ' , t d E E ' f r ' , E ' , t merupakan
0
neutron berenergi antara E dan E dE yang dihasilkan oleh reaksi fisi dari neutron
yang berenergi antara E ' dan E ' dE ' untuk seluruh arah gerak neutron. Dengan
demikian, hasil integrasi untuk sumber neutron dari reaksi fisi adalah :
4 4 ' '
' ' '
' '
0 E , f
0
r , E , , t r , E , , t d dE d
(3.34)
E E ' f r ' , E ' , t r ' , E ' , t dE '
Integrasi suku removal dapat dilakukan sebagai berikut :
4
T
0
r , E , , t r , E , , t d
4 4
' '
'
0
0
'
a r , E , , t s r , E E , , t d dE r , E , , t d
4 4 4
' ' '
'
a r , E , , t r , E , , t d s r , E E , , t d dE r , E , , t d
0 0 0
64
Integrasi suku hamburan telah dihitung dengan hasil sebagaimana yang ditulis pada
persamaan (3.32), hanya saja dalam hal ini E ' diganti dengan E, yaitu :
4 4
r , E E , , t r , E , , t d dE d
'
' '
' ' '
s
0 0 (3.35)
s r ' , E E ' , t dE ' r , E , t
4
r , E, , t r , E, , t d
Sementara itu a tidak lain adalah serapan total
0
yang terjadi pada neutron yang memiliki energi antara E dan E dE untuk semua
sudut ruang. Dengan demikian :
4
r , E, , t r , E, , t d r , E, t r , E, t
a a (3.36)
0
Dalam hal ini a r , E, t adalah tampang lintang makroskopis serapan keseluruhan
pada energi antara E dan E dE untuk semua sudut ruang. Dengan mensubtitusikan
persamaan (3.35) dan persamaan (3.36) ke persamaan integrasi suku removal, maka
diperoleh :
4
T
r , E , , t
r , E , , t d
a r , E , t s r ' , E E ' , t dE ' r , E , t (3.37)
0
dr
r , E , t a r , E , t s r , E E , t dE r , E , t
d ' ' '
65
Dengan menggunakan tampang lintang makroskopik removal total, maka
persamaan (3.38) dapat ditulis menjadi :
d ' '
'
r , E , t T r , E , t r , E , t s r , E E , t r , E , t dE
dr
'
(3.40)
E E ' f r ' , E ' , t r ' , E ' , t dE ' S ''' r ' , E , t
r
Didefinisikan faktor integrasi yang berbentuk exp T r ' , E , t dr ' .
0
Dengan mengaplikasikan faktor integrasi tersebut ke semua suku pada
persamaan (3.40), maka persamaan (3.40) menjadi :
r ' r
d
r , E , t
exp
T
'
r , E ,
t dr
T r
, E , t r
, E , t exp
T r ' , E , t dr '
dr 0 0
s r , E E , t r , E , t dE
' ' ' '
r
'
(3.41)
'
exp T r , E , t dr
E E ' f r ' , E ' , t r ' , E ' , t dE ' S ''' r ' , E , t 0
f
Dengan demikian, nilai fluks total neutron yang memiliki energi antara E dan
E dE pada posisi r dapat dihitung sebagai :
66
r , E , t
s r ' , E ' E , t r ' , E ' , t dE '
exp T r , E , t dr
r
'
' ' ' '
' E E f r , E , t r , E ' , t dE S r , E , t ' (3.44)
r ' ' '' '
dr
0 0
'
r
exp T r '' , E , t dr ''
0
r , E , t
s r
'
, E '
E , t r
' '
, E , t dE '
r
' ' ' '
E E f r , E , t r , E ' , t dE S r , E , t '
' ''' '
(3.45)
0
dr
r
'
exp T r '' , E , t dr '' T r ' , E , t dr '
r
0
0
Atau :
r , E , t
s r , E E, t r , E , t dE
r
' ' ' ' r '
'' ' (3.46)
'
0 E E ' r ' , E ' , t r ' , E ' , t dE ' S ''' r ' , E, t exp r T r , E, t dr dr
''
f
67
r , E , t
s r ' , E ' E , t r ' , E ' , t dE '
r'
' ' ' '
E E f r , E , t r , E ' , t dE
'
exp
r
''
, E , t dr
''
dV ' (3.47)
T
4 r ' r
2
S ''' r ' , E , t r
III.1.4. Persamaan Boltzmann Transport fluks angular 1 kelompok (one group) dalam
bentuk diferensial
Pada pendekatan satu kelompok, fluks neutron angular untuk berbagai energi
neutron diperlakukan sebagai satu kelompok. Dalam hal ini, dilakukan integrasi
terhadap seluruh nilai energi. Jika integrasi tersebut diaplikasikan pada persamaan
(3.16), maka diperoleh :
1
vE t a
r , E , , t dE r , E , , t dE r , E , , t r , E , , t dE
4
s r , E E ' , ' , t d ' dE ' r , E , , t dE
0
4
s r , E ' E , ' , t r , E ' , ' , t d ' dE ' dE (3.48)
0
4
E , E ' f r , E ' , ' , t r ' , E ' , ' , t d ' dE ' dE
0
S ''' r , E , , t dE
Selanjutnya, r , E, , t dE r , , t disebut fluks neutron angular satu
kelompok, S ''' r , E, , t dE S ''' r , , t disebut sumber neutron angular eksternal
satu kelompok. Nilai integrasi untuk suku serapan adalah
a r , E, , t r , E, , t dE = a r , , t r , , t merupakan laju reaksi serapan
neutron satu kelompok. Integrasi untuk suku pembangkitan neutron fisi adalah :
4
' '
' ' '
' '
'
E , E f r , E , , t r , E , , t d dE dE
0
4
f r , ' , t r ' , ' , t d '
0
Sementara itu integrasi untuk suku hamburan masing-masing adalah :
4
4 ' '
'
0 s
s r , ' , t d ' r , , t
'
r , E E , , t d dE r , E , , t dE
0
68
dan
4 4
' ' ' ' ' ' ' ' '
s
0
r , E E , , t r , E , , t d dE dE = s r , , t r , , t d
0
Dengan demikian, setelah aplikasikan integrasi terhadap energi tersebut,
maka persamaan (3.48) menjadi :
1
r , , t r , , t a r , , t r , , t
v t
4 4
' '
s r , , t d r , , t s r , ' , t r , ' , t d ' (3.49)
0 0
4
f r , ' , t r ' , ' , t d ' S ''' r , , t
0
Selanjutnya, didefinisikan tampang lintang makroskopik removal angular satu
kelompok (yang disimbolkan sebagai T r , , t ) sebagai berikut :
4
T r , , t a r , , t r , , t s r , ' , t d ' r , , t (3.50)
0
4
1
r , , t r , , t T r , , t r , , t s r , ' , t r , ' , t d '
v t 0
(3.51)
4
f r , ' , t r ' , ' , t d ' S ''' r , , t
0
Persamaan (3.51) adalah persamaan Boltzmann Transport fluks angular neutron satu
kelompok dalam bentuk diferensial.
III.1.5. Persamaan Boltzmann Transport fluks angular 1 kelompok (one group) dalam
bentuk integral
Untuk mendapatkan Persamaan Boltzmann Transport fluks angular 1
kelompok dalam bentuk integral, persamaan (3.51) terlebih dahulu ditulis menjadi :
d
' '
' '
r , , t T r , , t r , , t s r , , t r , , t d
dr (3.52)
f r , ' , t r ' , ' , t d ' S ''' r , , t
69
r
Didefinisikan faktor integrasi yang berbentuk exp T r ' , , t dr ' .
0
Dengan mengaplikasikan faktor integrasi tersebut ke semua suku pada
persamaan (3.52), maka persamaan (3.52) menjadi :
r ' r '
d
'
'
r , , t exp T r , , t dr T r , , t r , , t exp T r , , t dr
dr 0 0
' ' ' (3.53)
s r , , t r , , t d
r
exp T r , , t dr
' '
'
' '
' '''
f r , , t r , , t d S r , , t 0
r , , t r , , t d
''
0 r ' , ' , t r ' , ' , t d ' S ''' r ' , , t exp 0 T r , , t dr dr
s
'' '
f
Dengan demikian, fluks angular neutron satu kelompok dapat dihitung sebagai :
r , , t
' '
' ' '
s r , , t r , , t d
' ' ' ''' '
' f r , , t r , ' , t dE S r , , t
r
'
'
dr '
r
(3.56)
exp T r , , t dr
0 0
r
'
exp T r '' , , t dr ''
0
70
Atau :
r , , t
' '
' ' '
s r , , t r , , t d
' '
'
'
r ''' '
f r , , t r , ' , t d S r , , t dr '
(3.57)
0 '
r
''
r
''
exp T r , , t dr T r ' , , t dr '
0
0
Atau :
r , , t
' '
' ' '
r r
'' ' (3.58)
'
s r , , t r , , t d ''
0 r ' , ' , t r ' , ' , t d ' S ''' r ' , E, t exp r T r , , t dr dr
f
r , , t
s r ' , ' , t r ' , ' , t d '
r'
' '
'
' dV ' (3.59)
r '' , , t dr ''
f r , , t r , ' , t d exp
r T
4 r ' r
2
''' '
S r , , t
71
III.1.6. Persamaan Boltzmann Transport fluks total neutron satu kelompok (one
group) dalam bentuk integral
Pada pendekatan satu kelompok pada medium isotropis, fluks neutron total
untuk berbagai energi neutron diperlakukan sebagai satu kelompok. Dalam hal ini,
dilakukan integrasi terhadap seluruh nilai energi. Selanjutnya dilakukan integrasi
fluks angular satu kelompok terhadap seluruh arah dalam sudut ruang. Jika integrasi
terhadap energi diaplikasikan pada persamaan (3.38), maka diperoleh :
d
dr
' ' '
r , E , t dE a r , E , t s r , E E , t dE r , E , t dE
E E f r , E , t r , E , t dE dE S r , E, t dE
' ' ' ' ' '''
Atau :
d
dr
'
' '
r , E , t dE a r , E , t r , E , t dE s r , E E , t dE r , E , t dE
s r , E ' E , t r , E ' , t dE ' dE (3.61)
'
' '
'''
E E f r , E , t r , E , t dE dE S r , E, t dE
' '
Selanjutnya, r , E, t dE r , t disebut fluks neutron total satu kelompok,
''' '''
S r , E, t dE S r , t disebut sumber neutron total eksternal satu kelompok.
Nilai integrasi untuk suku serapan adalah a r , E, t r , E, t dE = a r , t r , t
merupakan laju reaksi serapan neutron satu kelompok. Integrasi untuk suku
pembangkitan neutron fisi adalah :
4
E E f r , E , t r , E , t d dE dE f r , t r , t
' ' '
' ' '
0
r , E E , t r , E, t dE dE r , t r , t dan
' '
s s
r , E E, t r , E , t dE dE = r , t r , t
' '
'
s s
72
d
r , t a r , t r , t s r , E , t r , E , t
dr (3.62)
s r , E , t r , E , t f r , t r , t S ''' r , t
Suku hamburan pada kedua ruas pada persamaan (3.62) saling menghilangkan,
sehingga :
d ' ''
r , t a r , t r , t f r , t r , t S r , t (3.63)
dr
r
Didefinisikan faktor integrasi yang berbentuk exp a r ' , t dr ' .
0
Dengan mengaplikasikan faktor integrasi tersebut ke semua suku pada
persamaan (3.40), maka persamaan (3.40) menjadi :
r ' r '
d '
'
r , t exp a r , t dr a r , t r , t exp a r , t dr
dr 0 0
(3.64)
r
f r , t r , t S ''' r , t exp a r ' , t dr '
0
r
' ' ' ''' '
r , t exp a r , t dr f r , t r , t S r , t exp a r '' , t dr '' dr ' (3.67)
0
0 0
Atau :
73
r r
'
r
' ' '' ' '
r , t f r , t r , t S r , t exp a r '' , t dr '' a r ' , t dr ' dr ' (3.68)
0
0
0
Atau :
r
r'
' '
r , t f r , t r , t S ''' r ' , t exp a r '' , t dr '' dr '
r
(3.69)
0
r'
'
'
''' '
r , t f r , t r , t S r , t exp a r '' , t dr '' dV '
(3.70)
r
4 r ' r
2
III.1.7. Sumber neutron non fisi monoenergetik isotropis dalam medium penyerap
neutron homogen yang juga isotropis.
Kasus yang paling sederhana dari proses transport neutron adalah kasus di
mana terdapat sumber neutron non fisi monoenergetik yang bersifat isotropis
(memancarkan neutron dengan kekuatan sama ke segala arah) dengan kekuatan
konstan yang berada di dalam medium homogen yang bersifat penyerap neutron yang
juga bersifat isotropis. Pada medium tersebut tidak terdapat reaksi fisi dan hamburan
neutron. Dalam hal ini, dapat digunakan persamaan (3.70) yang selanjutnya dapat
disederhanakan menjadi :
r
1
S ''' r '
4
r' r 2
exp a r ' r dV ' (3.71)
74
Jika sumber tersebut merupakan sumber monoenergetik tunggal yang bervolume
kecil (sebesar V ' ) yang berada pada posisi r ' dengan kekuatan S ''' neutron/(cm2.s),
maka fluks neutron pada posisi r yang relatif jauh di luar badan sumber dapat
dihitung sebagai :
r
S ''' V '
'
' 2 exp a r r (3.72)
4 r r
Dalam sistem koordinat Cartesian, maka persamaan (3.72) dapat ditulis menjadi :
exp a x ' x y ' y z ' z
2 2 2
Dalam hal ini x ' , y ' , z ' adalah koordinat dari posisi sumber neutron sedangkan
x, y, z adalah koordinat dari posisi di mana fluks neutron yang dihasilkan sumber
tersebut dideteksi.
Jika terdapat banyak sumber neutron monoenergetik dengan energi yang
sama, maka persamaan (3.73) menjadi :
exp a x 'j x y 'j y z 'j z
2 2 2
N
x, y, z S 'j'' V j'
j 1
4 x 'j x y 'j y z 'j z
2 2 2
(3.74)
Dalam hal ini j adalah nomor indeks dari sumber neutron dan N adalah jumlah
keseluruhan sumber neutron.
75
Untuk itu, pada sub bab ini akan dibahas bentuk diferensial fluks total dari persamaan
neraca neutron. Persamaan ini sering disebut sebagai persamaan difusi neutron.
1
r , E , , t r , E , , t a r , E , , t r , E , , t
vE t
4
s r , E E ' , ' , t d ' dE ' r , E , , t
0
4
(3.75)
s r , E ' E , ' , t r , E ' , ' , t d ' dE '
0
4
E , E ' f r , E ' , ' , t r , E ' , ' , t d ' dE ' S ''' r , E , , t
0
Selanjutnya dilakukan integrasi terhadap untuk seluruh arah dalam ruang sebagai
berikut :
4 4 4
1
vE t 0
r , E , , t d 0
r , E , , t d a r , E , , t r , E , , t d
0
4
4
s r , E E ' , ' , t d ' dE ' r , E , , t d
0 0 (3.76)
4 4
s r , E ' E , ' , t r , E ' , ' , t d ' dE ' d
0 0
4 4 4
E , E ' f r , E ' , ' , t r , E ' , ' , t d ' dE ' d S ''' r , E , , t d
0 0 0
4
r , E, , t d r , E, t
Berdasarkan penjelasan pada Sub Bab III.1.3., maka
0
4
adalah fluks neutron total, S ''' r , E , , t d S ''' r , E , t adalah sumber neutron
0
4
r , E, , t r , E, , t d
non fisi tanpa memandang arah neutron dipancarkan, a
0
76
a r , E, t r , E, t adalah serapan neutron tanpa memandang arah gerak neutron.
4
4 ' '
'
0 0 s r , E E , , t d dE r , E, , t d
'
Integrasi suku hamburan
4 4
' ' ' '
s
r , E E '
, t dE '
r
, E , t dan s
'
r , E E , , t r , , , t d dE d
0 0
s r , E E ' , t r , E ' , t dE ' . Selanjutnya integrasi untuk suku neutron fisi adalah
4 4
' '
' '
' '
dE d
'
sebagai berikut E , E f r , E , , t r , E , , t d =
0 0
E E ' f r , E ' , t r , E ' , t dE ' . Dalam hal ini, perlu didefinisikan arus pada
posisi neutron r yang memiliki energi antara E dan E + dE (yang disimbolkan
sebagai J r , E, t ) sebagai berikut :
4
J r , E , t r , E , , t (3.77)
0
1
vE t
r , E , t J r , E , t a r , E , t s r , E E ' , t dE ' r , E , t
(3.78)
'
' '
' '
'
s r , E E , t r , E , t dE E E f r , E , t r , E , t dE S r , E, t
'
' ''
Untuk mendapatkan hubungan antara arus neutron dengan fluks neutron total
semua suku pada persamaan (3.75) dikalikan dengan dan dilakukan integrasi
terhadap untuk seluruh arah dalam ruang sebagai :
4 4 4
1
vE t 0
r , E , , t d 0
r , E , , t d a r , E , , t r , E , , t d
0
4
4
s r , E E ' , ' , t d ' dE ' r , E , , t d
0 0 (3.79)
4 4
s r , E ' E , ' , t r , E ' , ' , t d ' dE ' d
0 0
4 4 4
E , E ' f r , E ' , ' , t r , E ' , ' , t d ' dE ' d S ''' r , E , , t d
0 0 0
77
Sumber neutron baik berupa sumber dari reaksi fisi maupun non fisi pada umumnya
memancarkan neutron secara isotropik, sehingga hasil integrasi sumber pada
persamaan (3.79) adalah nol.
Integrasi suku hamburan pada persamaan (3.79) dapat dihitung sebagai berikut :
4
4 '
' ' ' ' '
s
0
r , E
0
E , , t r , E , , t d dE d
4 4
' ' ' ' ' '
0 0
s r , E E , , t r , E , , t d ddE
r , E ' s r , E ' , t J r , E ' , t
Demikian juga :
4
4 ' '
'
0 0
'
s r , E E , , t d dE r , E , , t d
r , E s r , E , t J r , E , t
Dalam hal ini nilai rerata dari cosinus sudut hamburan pada kerangka laboratorium
4
(kerangaka L). Integrasi suku serapan adalah a r , E , , t r , E , , t d =
0
a r , E, t J r , E, t . Dengan mensubstitusikan hasil dari integrasi tersebut ke
persamaan (3.79), maka diperoleh :
4
1
J r , E , t r , E , , t d
vE t 0 (3.79)
a r , E, t r , E s r , E, t J r , E, t r, E ' s r, E ' , t J r, E ' , t
Didefisinikan tampang lintang makroskopis removal sebagai berikut :
T r , E, t a r , E, t r , E s r , E, t (3.80)
78
4
1
J r , E , t r , E , , t d T r , E , t J r , E , t
vE t 0 (3.81)
'
r, E s r, E' ,t J r, E' ,t
Untuk suatu perubahan yang kecil, suku diferensiasi terhadap waktu pada persamaan
(3.81) diabaikan sehingga diperoleh :
4
r , E , , t d T r , E , t r , E ' s r , E ' , t J r , E ' , t (3.82)
0
Hubungan antara fluks angular dengan fluks total dan arus neutron dapat
didekati dengan :
1 3
r , E, , t r , E, t J r , E, t (3.83)
4 4
4 4
1 3
r , E , , t d r , E , t J r , E , t d
0 0 4 4
4 4
r , E , t d 3 J r , E , t d (3.84)
1
0 4 0
4
1
4
r , E , t d 3 J r , E , t d
4 0 0
4
Nilai dari integrasi sudut ruang adalah sebagai berikut : d 0 ,
0
4 4
0 d 3 . Dengan demikian, persamaan (3.84) menjadi :
4
4 1
1
r , E , , t d r , E , t r , E , t (3.85)
0
4 3 3
r , E, t T r , E, t r , E s r , E, t J r , E, t
1
(3.86)
3
Sehingga hubungan antara arus neutron dengan fluks neutron total adalah :
79
r , E , t
J r, E',t
3 T r , E, t r , E s r , E , t
(3.87)
Didefinisikan koefisien difusi (yang disimbolkan sebagai Dr , E, t ) sebagai berikut :
Dr , E, t
1
(3.88)
3 T r , E, t r , E s r , E, t
Dengan demikian, hubungan antara arus neutron dengan fluks neutron total adalah
dapat ditulis menjadi :
J r , E, t Dr , E, t r , E, t (3.89)
Persamaan (3.89) sering disebut sebagai hukum Fick. Dengan mensubstitusikan arus
neutron yang terdapat pada persamaan (3.89) ke persamaan (3.78), maka diperoleh :
1
vE t
r , E , t Dr , E , t r , E , t a r , E , t s r , E E ' , t dE ' r , E , t
(3.90)
'
'
'
' '
'
s r , E E , t r , E , t dE E E f r , E , t r , E , t dE S r , E , t ' ' ''
1
r , E , t Dr , E , t r , E , t T r , E , t r , E , t
vE t (3.91)
'
'
'
' '
'
s r , E E , t r , E , t dE E E f r , E , t r , E , t dE S r , E, t ' '''
Persamaan (3.91) adalah persamaan difusi neutron dalam term fluks neutron total.
4 2 / 2
J z r , E, t i z r , E, t d J r , E, t sindd (3.92)
1
0
4 cos
0 /2
r , E , t 3
80
Arus neutron parsial ke arah sumbu z positif didefinisikan sebagai :
2 2 / 2
2 2
81
2
cos r , E, t 3 J r , E, t sindd
J z r ' , E ' , t
1
4
0 /2
J x r , E , t sin cos
2
1 r, E , t 3 J r, E , t sin sin sindd
4 0 / 2
cos
y
J r , E , t cos
z
2 2
1
1
r , E , t cos dcos d J x r , E , t 1 cos dcos cos d
3 2 2
1 2
0 0 0 0
4 3
1 2
1 2
2 J y r , E , t 1 cos dcos sin d 3J z r , E , t cos dcos d
2 2 2
0 0 0 0
2 2
2
Integrasi terhadap sudut dihitung terlebih dahulu. d 0 2 ,
0
cos d =
0
2 2
2 2
cos d sin
0
0
sin 2 sin 0 0 dan sin d cos 0 cos 2 cos 0 0 .
0
Dengan demikian :
1
1 1
J z r , E , t r , E , t cos dcos 3J z r , E , t cos 2 dcos
(3.95)
2 1 1
1
0 0
J z r , E , t r , E , t cos dcos 3J z r , E , t cos 2 dcos
(3.96)
2 1 1
1
1 1
J z r , E , t r , E , t cos dcos 3J z r , E , t cos 2 dcos
(3.97)
2 0 0
1
1 1
Selanjutnya, integrasi terhadap sudut dapat dihitung. cos dcos cos 2 0 ,
1
2 1
0 0
1 1 1 1 1
1 cos dcos 2 cos 1 2 cos dcos 2 cos
0
2
dan 2
. Demikian juga
1
0 2
1 0
1 1 2 1 1
cos cos
0
2
dcos cos 3 1 , 2
dcos cos 3 1 dan juga
1
3 3 1
3 3
1
1 1 1
cos dcos cos 3
. Dengan mensubstitusikan hasil-hasil integrasi ini ke
2
0
3 0 3
persamaan (3.95), persamaan (3.96) dan persamaan (3.97), maka diperoleh :
82
1 2
J z r , E, t r , E, t 0 3J z r , E, t -
2 3
1 1 1
J z r , E , t r , E , t - 3J z r , E , t -
2 2 3
1 1
J z r , E , t r , E , t 3J z r , E , t -
1
2 2 3
Sehingga akhirnya diperoleh :
r , E, t J z r , E, t
J z r , E, t (3.98)
4 2
J z r , E, t
r , E , t J
z
r , E, t
(3.99)
4 2
J z r , E, t J z r , E, t J z r , E, t (3.100)
Hal yang sama juga berlaku untuk arus neutron parsial sepanjang sumbu x dan arus
neutron parsial sepanjang sumbu y.
III.2.3. Syarat batas (boundary condition) bagi penyelesaian persamaan difusi neutron
a. Syarat batas maksimum
Pada posisi di mana fluks neutron menjadi maksimum, maka berlaku syarat
batas maksimum, yaitu diferensiasi fluks neutron terhadap variabel posisi ruang
tertentu yang menjadikan fluks tersebut menjadi maksimum adalah nol. Secara
matematika, syarat batas tersebut dapat ditulis sebagai berikut :
r , E , t
0 ; pada posisi r j rA, j (3.101)
r j
Dalam hal ini rA, j adalah posisi pada variabel r j yang memberikan nilai fluks neutron
maksimum.
83
Dalam hal ini N menyatakan arah normal (tegak lurus permukaan) pada bidang batas
permukaan luar medium. Variabel rN menyatakan variabel posisi sepanjang arah N,
sedangkan rA, N adalah posisi pada variabel rN pada bidang batas permukaan luar
medium.
Berdasarkan persamaan (3.99), maka persamaan syarat batas pada posisi
bidang batas permukaan luar medium ( rN rA, N ) dapat ditulis sebagai berikut :
r , E, t J N r , E, t
J r , E, t
N 0 (3.103)
4 2
Didefinisikan jarak ekstrapolasi E, t , yaitu jarak di luar bidang batas permukaan
luar medium di mana fluks neutron menjadi nol. Persamaan (3.104) dapat ditulis
menjadi :
DrN , E, t rN E, t , E, t rN , E, t r , E, t
N (3.105)
2 E , t 4
DrN , E, t 0 rN , E, t r , E, t
N (3.106)
2 E , t 4
Atau :
E, t 2DrN , E, t (3.107)
Persamaan (3.88) untuk posisi bidang batas luar medium dapat ditulis menjadi :
tr rN , E, t
DrN , E, t (3.108)
3 T rN , E, t rN , E s rN , E, t
Dengan :
tr rN , E, t
1
(3.109)
T rN , E, t rN , E s rN , E, t
84
E, t tr rN , E, t 0,6667tr rN , E, t
2
(3.110)
3
Dalam hal ini N menyatakan arah normal (tegak lurus permukaan) pada bidang batas
permukaan antar medium. Variabel rN menyatakan variabel posisi sepanjang arah N,
sedangkan rB , N adalah posisi pada variabel rN pada bidang batas antar medium.
Indeks 1 dan 2 masing-masing menyatakan medium 1 dan medium 2.
Berdasarkan persamaan (3.89), persamaan (3.113) dapat ditulis menjadi :
d1 rN , E , t d r , E, t
D1 rN , E, t D2 rN , E, t 2 N ; pada posisi rN rB, N (3.114)
drN drN
1
r , E , t dE Dr , E , t r , E , t dE a r , E , t r , E , t dE
vE t
s r , E E ' , t dE ' r , E , t dE s r , E E ' , t r , E ' , t dE ' dE (3.115)
E E ' f r , E ' , t r , E ' , t dE ' dE S ''' r , E , t dE
Nilai dari integrasi tersebut adalah : r , E, t dE r , t = fluks neutron total satu
kelompok; S ''' r , E, t dE S ''' r , t = kuat sumber neutron satu kelompok;
85
Dr , E, t r , E, t dE Dr , t r , t = arus neutron satu kelompok;
r , E, t r , E, t dE r , t r , t = laju reaksi serapan satu kelompok. Integrasi
a a
r , E E , t r , E , t dE dE r , t r , t .
r , t r , t
s dan juga s
' ' '
s
Sementara itu, integrasi dari suku pembangkitan neutron oleh reaksi fisi adalah :
E E f r , E , t r , E , t dE dE f r , t r , t .
' ' ' '
1
r , t Dr , t r , t a r , t r , t s r , t r , t
v t (3.116)
s r , t r , t f r , t r , t S ''' r , t
Karena suku hamburan pada ruas kiri dan ruas kanan saling menghilangkan, maka
persamaan (3.116) dapat ditulis menjadi :
1
r , t Dr , t r , t a r , t r , t f r , t r , t S ''' r , t (3.117)
v t
Persamaan (3.117) adalah persamaan difusi neutron satu kelompok. Koefisien difusi
pada persamaan difusi satu kelompok dapat dihitung dengan :
Dr , t
1
(3.118)
3 T r , t r s r , t
1
r , t Dr , t r , t a r , t r , t S ''' r , t (3.119)
v t
Jika medium bersifat homogen dan unifom, maka persamaan (3.119) menjadi :
86
1
r , t Dt 2 r , t a r , t r , t S ''' r , t (3.120)
v t
a. Difusi neutron yang dipancarkan sumber neutron titik dalam medium takhingga
uniform dalam kondisi steady state
Pada kasus ini, diasumsikan terdapat sumber neutron bervolume kecil yang
memancarkan neutron dengan kekuatan S ''' neutron per satuan volume per satuan
waktu. Sember tersebut berada di dalam suatu medium pendifusi yang volumenya
sangat besar. Dalam kasus ini, digunakan system koordinat bola 1 dimensi ke arah
radial (jari-jari bola). Persamaan difusi neutron sesuai dengan kasus ini adalah :
r a r 0
1 d 2 d
D r (3.121)
r 2 dr dr
Atau :
r a r 0
1 d 2 d
2
r (3.122)
r dr dr D
Persamaan ini harus memenuhi syarat batas bahwa untuk r , fluks neutron
menjadi nol karena sangat jauh dari sumber. Sementara itu, arus neutron pada posisi
dekat sumber harus sama dengan laju pemancaran neutron oleh sumber. Dengan
demikian syarat batasnya adalah :
r C1 exp r a C 2 exp r a
1 1
(3.126)
r D r D
Dalam hal ini C1 dan C 2 adalah konstanta integrasi yang nilainya akan ditentukan
dari syarat batas. Berdasarkan syarat batas persamaan (3.125), maka C1 0 karena
fluks hanya bisa menjadi nol saat r sangat besar hanya jika suku eksponensial positif
ditiadakan. Dengan demikian penyelesaian menjadi :
87
r C 2 exp r a
1
(3.127)
r D
1 1 a a
r C 2 2 exp r a
d
exp r
dr r D r D D
(3.128)
1 a a
C 2 2 1 r exp r
r D
D
1 a a S ''' V '
lim 4 r C 2 2 1 r
2
exp r
r 0
r D
D D
a a S ''' V '
4 C 2 lim 1 r exp r
r 0 D D D
S ''' V ' a
r exp r
(3.129)
Dr D
Persamaan (3.129) dapat dibuat lebih bersifat umum. Jika sumber neutron terdapat
pada posisi r ' dari pangkal koordinat, maka fluks neutron yang diukur pada posisi
r dari pangkal koordinat adalah :
S ''' r ' V '
r
' a
' exp r r
(3.130)
Dr r D
88
' a
Gt r ' r 1
' exp r r
(3.131)
Dr r D
Fungsi Green Gt r ' r sering disebut sebagai fungsi nodal difusi (nodal diffusion
function) atau fungsi kernel difusi (kernel diffusion function). Persamaan (3.132)
dapat digunakan baik untuk medium takhingga maupunmedium berhingga.
b. Difusi neutron yang dipancarkan sumber neutron non fisi yang terdistribusi dalam
medium uniform dalam kondisi steady state
Metoda kernel difusi dapat diaplikasikan jika dalam medium terdapat banyak
sumber neutron. Misalkan dalam medium terdapat N sumber neutron, maka fluks
pada posisi r dari pangkal koordinat dapat dihitung dengan :
Dalam hal ini i adalah nomor indeks dari sumber neutron, ri ' adalah posisi sumber
neutron ke-i terhadap pangkal koordinat. Fungsi Green untuk sumber neutron ke-i
adalah :
a
1
Gt ,i ri ' r ' exp ri ' r
D
(3.135)
D ri r
Untuk sumber neutron yang terdistribusi secara kontinyu, maka fluks neutron dapat
dihitung dengan integrasi sebagai berikut :
89
c. Generalisasi metode kernel difusi
Metoda kernel difusi dapat diperluas aplikasinya untuk medium yang di
dalamnya terdapat sumber neutron non fisi dan produksi neutron oleh reaksi fisi.
Untuk medium yang bersifat uniform, maka persamaan (3.137) dapat dimodifikasi
menjadi :
r S ''' r ' f r ' Gt r ' r dV '
(3.138)
Atau :
r
S ''' r ' f r '
exp
' a '
r r dV (3.139)
Dr' r D
Dengan terdapatnya r ' di dalam tanda integrasi, maka persamaan (3.138) dan
persamaan (3.139) harus diselesaikan secara iteratif.
Lebih lanjut, metode kernel difusi dapat lebih digeneralisikan untuk medium
yang tidak uniform dengan cara memodifikasi fungsi Green menjadi :
Sehingga fluks neutron pada posisi r dapat dihitung dengan :
r a r 0
1 d m d
D r (3.142)
r m dr dr
Atau :
90
r a r 0
1 d m d
m
r (3.143)
r dr dr D
Dalam hal ini r menyatakan posisi karekteristik satu dimensi sedangkan m adalah
bilangan bulat yang menyatakan karakteristik bentuk geometri, yaitu m = 0 untuk
bentuk slab yang luas, m = 1 untuk silinder panjang dan m = 2 untuk bola uniform.
Syarat batas untuk penyelesaian dari persamaan (3.143) adalah :
Dalam hal ini L'm1 adalah volume karakteristik geometri dari sumber neutron.
Untuk m = 0, maka 2 sedangkan untuk m = 1 dan m = 2 maka . Posisi r =
a adalah posisi permukaan dalam medium sedangkan r = b adalah posisi permukaan
luar medium. Besaran merupakan jarak ekstrapolasi.
Penyelesaian dari persamaan (3.143) adalah :
a
r C1 1 r C 2 2 r a
(3.147)
D D
a
Fungsi 1 r a dan 2 r adalah fungsi distribusi yang tergantung geometri
D D
medium sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.1. Sedangkan C1 dan C 2 adalah
konstanta integrasi yang nilainya akan ditentukan dari syarat batas.
Berdasarkan syarat batas pada persamaan (3.146), maka :
0 C1 1 b a C 2 2 b a
D D
Atau :
1 b a
D
C 2 C1
2 b a
D
91
Tabel 3.1. Fungsi distribusi
Bentuk geometri a
1 r a 2 r
D D
Slab luas uniform dengan a a
tebal 2a cosh r sinh r
D D
Silinder panjang uniform a
berjari-jari a I0 r
K0 r a
D D
Bola uniform berjari-jari a 1 D a 1 D a
sinh r cosh r
r a D r a D
a
1 b
D
r C1 1 r a r
2
a
(3.148)
D a D
2 b
D
Atau :
a a
r C1' 2 b 1 r
1 b a 2 r a (3.149)
D D
D D
r C1' 2 b a 1! r a 1 b a 2! r a (3.150)
d
dr D D D D
d d
Di mana 1! r a 1 r a dan 2! r a 2 r a . Substitusi
D dr D D dr D
persamaan (3.150) ke persamaan (3.145) menghasilkan :
S '''
lim C1' 2 b a 1! r a 1 b a 2! r a
r 0 D D D D D
Atau :
92
S '''
C1' 2 b a 1! a a 1 b a 2! a a
D D D D D
a a a
2 b a 1 r 1 b
2 r
D
S '' ' D D D
r (3.151)
D a ! a a ! a
1 b 2 a
2 b 1 a
D D
D D
e. Difusi neutron pada medium uniform satu dimensi dalam kondisi transient
Sebuah medium uniform satu dimensi semula dalam kondisi tanpa neutron.
Pada saat t = 0, sebuah sumber neutron non fisi masuk dan terdistribusi dalam
medium dan selanjutnya tetap berada dalam medium tersebut untuk waktu yang lama.
Selanjutnya akan dihitung fluks neutron sebagai fungsi posisi dan waktu sejak
sumber neutron tersebut masuk dan terdistribusi dalam medium. Persamaan difusi
neutron dalam kasus ini adalah :
1 1
r , t D m r m r , t a r , t S ''' r , t (3.152)
v t r r r
Dalam hal ini r menyatakan posisi karekteristik satu dimensi sedangkan m adalah
bilangan bulat yang menyatakan karakteristik bentuk geometri, yaitu m = 0 untuk
bentuk slab yang luas, m = 1 untuk silinder panjang dan m = 2 untuk bola uniform.
Syarat batas untuk penyelesaian dari persamaan (4.148) adalah :
r0 r , t 0 (3.153)
r
r a r, t 0 (3.154)
t 0 r, t 0 (3.155)
Dalam hal ini, r = 0 adalah posisi pusat atau pertengahan medium sedangkan r = a
adalah posisi permukaan luar medium. Besaran merupakan jarak ekstrapolasi.
Penyelesaian persamaan (3.152) dilakukan dengan ekspansi sebagai berikut :
r , t An t Bn r (3.156)
n 1
93
S ''' r , t H n t Bn r (3.157)
n 1
Nilai eigen ( Bn ) dan fungsi eigen ( Bn r ) tergantung pada bentuk geometri medium
sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 3.2.
S r ' , t B r 'r
a
''' ' m
n dr '
H n t 0
(3.158)
B r 'r
a
2 ' m
n dr '
0
Bentuk diferensiasi order 2 terhadap variable ruang dari persamaan (3.152) menjadi :
1 m
D r r , t DBn2 An t Bn r (3.159)
r r
m
r n 1
1
r , t An t Bn r
d
(3.160)
v t n 1 dt
d
An t
B n r DB 2
n nA t
B n r a An t
B n r H n t Bn r (3.161)
n 1 dt n 1 n 1 n 1
94
Berdasarkan sifat orthogonal dari fungsi-fungsi eigen Bn r , maka
persamaan (3.161) menjadi :
An t DBn2 An t a An t H n t
d
(3.162)
dt
Atau :
d
dt
An t DBn2 a An t H n t (3.163)
t
An t exp DB a t exp DBn2 a t ' H n t 'dt '
2
n
0 (3.164)
C n exp DBn2 a t
Berdasarkan syarat batas pada persamaan (3.155), maka saat t 0 , nilai dari
fluks neutron r , t 0 . Hal ini berarti saat t 0 , nilai dari An 0 harus nol. Maka
persamaan (3.164) saat t 0 menjadi :
0
An 0 0 exp DBn2 a 0 exp DBn2 a t ' H n t 'dt '
0 (3.165)
C n exp DBn2 a 0
Hal ini berarti C n 0 . Dengan demikian persamaan (3.164) menjadi :
t
An t exp DB a t exp DBn2 a t ' H n t 'dt '
2
n (3.166)
0
Atau :
95
Dengan mensubstitusikan persamaan (3.158) untuk nilai H n t ' ke persamaan
(3.168), maka diperoleh :
Dengan menggunakan fungsi Green, persamaan (3.169) untuk fluks neutron pada
posisi r dan lethargy t dapat dirumuskan menjadi :
t a
r , t S ''' r ' , t 'Gr ' r , t ' t dr ' dt ' (3.172)
0 0
96
BAB IV. MODERASI ATAU PERLAMBATAN DAN TERMALISASI
NEUTRON
97
IV.1.1. Lethargy
Karena rentang energi neutron selama proses perlambatan sangat lebar, dan
juga dari kenyataan bahwa pengurangan energi neutron setiap tumbukan tidak
bersifat linier melainka bersifat fraksional, maka akan lebih memudahkan jika
digunakan suatu variabel yang mewakili pengurangan energi secara logaritmik.
Variabel ini disebut sebagai lethargu yang disimbulkan sebagai u. Definisi dari
lethargi (u) adalah sebagai berikut :
E
u ln 0 (4.1)
E
Dalam hal ini E adalah energi neutron pada saat tertentu sedangkan E0 adalah energi
referensi. Nilai dari energi referensi harus diambil cukup tinggi sehingga seluruh
neutron dalam medium memiliki letahgy dengan nilai positif. Sebagai contoh, jika
diambil E0 10 MeV, maka neutron dengan energi 1 MeV memiliki nilai lethargy
sebesar 2,3; neutron dengan energi 1 keV memiliki nilai lethargy sebesar 9,2; neutron
dengan energy 1 eV memiliki nilai lethargy sebesar 16,1; demikian seterusnya.
Diferensial dari lethargy dapat dihitung sebagai berikut :
E0
du d ln d ln E0 d ln E d ln E
E
Atau :
dE
du (4.2)
E
Selisih lethargy antara dua tingkat energi (yaitu E dan E ' ), yang disimbolkan sebagai
u E E ' dapat dihitung sebagai berikut :
u E E ' uE u E ' ln
E0
'
E
ln 0 ln E0 ln E ' ln E0 ln E ln E ln E '
E
E
atau :
u E E ' ln E
(4.3)
E'
98
pada sudut hambuaran neutron pada kerangka pusat massa ( ). Pada hamburan
elastis, hubungan antara energi neutron setelah tumbukan ( E ' ) dengan energi neutron
sebelum tumbukan (E) telah diberikan oleh persamaan (2.108), yaitu :
E 1 1 cos
1
E' (2.108)
2
A 1
2
A'
E E
' 2
1 2 A ' cos
(2.111)
A 12
A 1 EI
Dalam hal ini A ' A 1 , di mana E I adalah energi eksitasi nuklida
A E
setelah tumbukan. Dari persamaan (2.108) dan (2.111) energi neutron maksimum
'
setelah tumbukan ( E max ) terjadi saat 0 . Pada hamburan elastis, nilai tersebut
adalah '
Emax E sedangkan pada hamburan inelastis nilai tersebut adalah
2
A' 1
'
E max E . Sementara itu energi neutron minimal setelah tumbukan ( E min
'
)
A 1
terjasi saat . Pada hamburan elastis nilai tersebut adalah Emin'
E sedangkan
2
A' 1
pada hamburan inelastis nilai tersebut adalah E E '
.
A 1
min
E
u min ln '
(4.4)
E max
E
u max ln ' (4.5)
E min
99
u min 0 (4.6)
1
u max ln ln (4.7)
A 1
2
E
u E E ' u E E ' PE E ' dE ' (4.11)
E
2 2
A' 1 A' 1
Dengan dan .
A 1 A 1
100
u E E ' u E E ' PE E ' dE '
E E
1 E
E
E 1 ln E
E
'
dE '
E E E
1 ln E 1
E 1 E
ln E ln E ' dE '
E 1 E
dE '
E 1 E
ln E ' dE '
ln E 1 ' E
E
' E ' E
E E ln E dE '
E 1 E E 1 E
ln E
E'
E 1 E ' ln E ' E E ' E
E 1 E E 1 E E
1 ln E 1E ' E E ' ln E ' E ln E 1E E E ln E E ln E
E 1 E E E 1
E E E ln E E ln E E ln E E ln E E 1 E ln E E
E 1 E 1
Sehingga nilai kenaikan lethargy rerata per tumbukan pada hamburan elastis isotropis
adalah :
ln
1 (4.12)
1
ln E ln E dE
' ' E E
ln E 1E ' E E ' ln E '
E
E
A 1 EI A 1 EI
E 1 1 E 1 1
A E A E
101
ln E 1E E E ln E E ln E ln E 1 ln E ln E
A 1 EI A 1 EI
E 1 1 1 1
A E A E
ln E ln E ln E ln E ln E E ln E E
1 1 A 1 E I 1 A 1 EI
1
A E A E
Sehingga nilai kenaikan lethargy rerata per tumbukan pada hamburan inelastis
isotropis adalah :
1 ln 1 ln
(4.13)
1 1 A 1 I
E
A E
Atau :
A ' 1 A ' 1 A ' 1 A ' 1
2 2 2 2
1 ln 1 ln
A 1 A 1 A 1 A 1
(4.14)
A 1 EI
1 1
A E
Atau :
2 2
A' 1 A' 1
'
4 A A 1 ln
'
2
A 1
A ' 1 ln
2
A 1
(4.15)
A 12 1 1 A 1 E I
A E
A 1 EI
Di mana : A ' A 1 .
A E
Moderation power
Moderator yang baik harus memiliki tampang lintang serapan neutron sangat
kecil dan tampang lintang hamburan neutron sangat besar untuk semua rentang energi
neutron selama proses perlambatan. Di samping itu moderator yang baik harus
memiliki nilai kenaikan lethargy rerata tiap tumbukan ( ). Semua ini dirangkum
dalam sebuah parameter yang disebut sebagai moderation power (disimbolkan
sebagai M) yang dituliskan sebagai berikut :
M s (4.16)
a
102
IV.1.3. Densitas tumbukan dan rapat perlambatan
Didefinisikan besaran F E dE sebagai densitas tumbukan neutron atau
jumlah neutron per satuan volume per satuan waktu yang mengalami tumbukan pada
energi antara E dan E dE . Nilai dari F E dE adalah jumlah dari semua interaksi
neutron yang memiliki energi antara E dan E dE mengingat bahwa semua
interaksi neutron diawali dengan tumbukan antara neutron dengan nuklida-nuklida
medium. Dengan demikian :
Dalam hal ini T E adalah tampang lintang interaksi total makroskopis pada energi
neutron antara E dan E dE sedangkan E adalah fluks neutron yang memiliki
energi antara E dan E dE . Untuk medium yang tidak menyerap neutron,
T E s E sehingga persamaan (4.17) dapat ditulis menjadi :
E0
yang mengalami hamburan tidak langsung adalah dE F E ' P E ' E dE ' . Dengan
E
demikian :
E0
103
E0
E0
Persamaan (4.19) dan persamaan (4.90) berlaku pada rentang energi E0 E E0
Rapat perlambatan pada level energi E, yang disimbolkan sebagai qE
didefinisikan sebagai jummlah neutron per satuan volume per satuan waktu yang
mengalami perlambatan sehingga energinya di bawah E. Untuk rentang energi
E0 E E0 , rapat perlambatan pada level energi E dapat ditulis sebagai berikut :
F E dE
E
q E ' '
(4.21)
E
E
qE S ''' P E0 E ' dE ' F E ' P E ' E dE '' dE ' (4.22)
E E E '
Atau :
E0 E
E
qE S ''' P E0 E ' dE ' s E ' E ' P E ' E dE '' dE ' (4.23)
E E E '
1
P E ' E ' . Dengan demikian persamaan (4.19) menjadi :
E
E0
S ''' dE '
F E F E' (4.24)
E0 E E'
104
dF E d S ''' '
F E
E0
E
'
' dE d 0 ' dE
F E FE
dE
dE E0 E '
E dE E E '
E
Atau :
dF E dE
(4.25)
F E E
F E s E E (4.27)
Jika persamaan (4.27) disubstitusikan ke persamaan (4.26) maka diperoleh nilai fluks
neutron yang memiliki energi antara E dan E dE sebagai berikut :
S '''
E (4.28)
E s E
Karena PE0 E
1
E0
dan P E E ' 1
E
serta 0 , maka persamaan rapat
perlambatan neutron pada level energi E (persamaan 4.23) untuk medium hidrogen
dapat ditulis menjadi :
E
qE S '''
E E
dE ' 0 s E ' E '
dE '' dE ' (4.29)
'
0
E 0 E 0 E
E E E
S ''' 0
dE '' dE '
q E
E0 0 E 0 E ' 2
dE '
S '''
(4.30)
105
Integrasi persamaan pertama dari persamaan (4.30) menghasilkan :
S '''
E0
''' E 0
''' ''' E0
S ''' E S ''' E S ''' E
q E E 0 S ' 2 dE ' S E S E'
E0
E E E0 E E
E0 E0 E
Sehingga diperoleh :
qE S ''' (4.31)
F E
S '''
E0
F E ' dE '
E0 1 E 1 E '
(4.32)
dF E F E
(4.33)
dE E 1
Atau :
dF E dE
(4.34)
F E E 1
ln F E ln C
ln E
(4.35)
1
106
Dari persamaan (4.32), untuk E E0 berlaku :
F E 0
S '''
0E
F E ' dE '
S '''
(4.36)
E0 1 E0 1 E ' E0 1
ln E0 ln E
ln F E ln F E0 (4.39)
1 1
Atau :
F E 1 E
ln ln 0 (4.40)
F E 0 1 E
Atau :
1
E 1
F E F E0 0 (4.41)
E
1
S ''' E0 1
F E (4.42)
E0 1 E
Atau :
S ''' E0 1
F E (4.43)
E 1 E
107
S ''' E0 1
E (4.44)
E s E 1 E
Rapat tumbukan dan rapat perlambatan pada rentang energi asimptotis ( E E0 )
Pada energi neutron yang rendah ( E E0 ), tidak terdapat neutron dari
sumber yang secara langsung terhambur hingga energinya menjadi antara E dan
E dE . Batas maksimum energi neutron yang dapat terhambur hingga energinya
menjadi antara E dan E dE adalah E / . Dengan demikian, persamaan (4.32)
menjadi :
E
F E
F E ' dE ' (4.45)
E
1 E '
Penyeselaian dari persamaan tersebut adalah :
F E
C
(4.46)
E
Dalam hal ini C adalah konstanta yang akan dicari nilainya. Karena energi neutron
pada rentang energi asimptotik jauh lebih rendah daripada energi neutron yang
dipancarkan sumber neutron, maka pada medium dengan A > 1 tidak terdapat neutron
yang dipancarkan sumber neutron yang secara langsung diperlambat sehingga
energinya setara dengan energi neutron pada rentang asimptotik. Batas maksimum
energi neutron yang dapat terhambur hingga energinya menjadi antara E dan E dE
adalah E / . Dengan demikian rapat perlambatan neutron menjadi :
E E
q E F E PE E dE dE
' ' '' '
(4.47)
E E '
Dengan mensubstitusikan P E ' E 1
untuk hamburan isotropis serta
E 1
'
F E'
C
(dari persamaan 4.46) ke persamaan (4.47), maka diperoleh :
E'
E E
dE '' dE '
q E C E 1 (4.48)
' 2
E E'
108
C dE '
E E E E E
dE '' dE ' E E ' dE '
q E C E 1 C E 1 dE ' E E E '
E E
' 2
E
' 2
1 E E ' 2
C 1 E C 1 ln
q E E ln 1 ln C 1 C
1 E E E 1 1
Karena tanpa serapan selama perlambatan, maka qE S ''' . Sehingga diperoleh :
S '''
qE S C . Dengan demikian konstanta C
'''
, dan persamaan (4.46)
menjadi :
S '''
F E (4.49)
E
Jika persamaan (4.49) disubstitusikan ke persamaan (4.26) maka diperoleh nilai fluks
neutron yang memiliki energi antara E dan E dE pada rentang energi asimptotis
untuk moderator dengan A > 1 sebagai berikut :
S '''
E (4.50)
E s E
Perlambatan neutron pada lethargy u dalam elemen volume dV = qr , u dV
109
qr , u du dV
Migrasi netto neutron dengan lethargy antara u dan u+du dalam elemen volume dV
= J r , u dudV
Maka neraca neraca neutron yang terdapat dalam elemen volume dV dari sebuah
medium moderator yang memiliki lethargy antara u dan u du adalah :
qr , u dV qr , u du dV J r , u dudV (4.51)
Atau :
qr , u qr , u du
J r , u (4.52)
du
Atau :
J r , u qr , u (4.53)
u
Berdasarkan penjelasan pada Bab III tentang arus neutron, terdapat hubungan antara
arus neutron dengan fluks total neutron sebagai berikut :
J r , u Dr , u r , u (4.54)
Du 2 r , u qr , u (4.56)
u
u u
'
qr , u F r , u du s r , u ' r , u ' du '
'
(4.57)
u u
Dengan mengasumsikan bahwa fluks neutron dan tampang luntang hamburan neutron
adalah konstan pada rentang lethargi antara u dan u , maka persamaan (4.57)
menjadi :
110
u
qr , u s r , u r , u du ' s r , u r , u (4.58)
u
Dengan demikian, diperoleh hubungan antara fluks neutron dengan rapat perlambatan
sebagai berikut :
qr , u
r , u (4.59)
s r , u
Du 2
qr , u qr , u (4.61)
s u u
Atau :
2 qr , u qr , u (4.62)
Du
u
s u
u
u
D u'
u '
0 s u
'
(4.63)
u Du Du
Sehingga atau u . Dengan menggunakan variabel umur
u s u s u
Fermi. Persamaan (4.62) dapat ditulis menjadi :
2 qr , qr , (4.64)
111
Pada sub bab ini, akan dibahas perlambatan neutron dengan adanya serapan
neutron selama proses perlambatan, terutama yang disebabkan oleh serapan
resonansi. Parameter penting dalam pembahasan ini adalah peluang lolos serapan
resonansi, yaitu peluang neutron dapat diperlambat hingga energinya mencapai energi
di bawah dari energi resonansi. Peluang lolos serapan resonansi di sekitar puncak
resonansi dengan energi E1 disimbolkan sebagai pE1 atau secara lebih ringkas
ditulis sebagai p1 .
E1 a ,1
E E dE
''' ' ' '
R a ,1 a (4.65)
E1 a ,1
Dalam hal ini Ra''',1 adalah jumlah neutron yang terserap oleh puncak resonansi di
sekitar E1 per satuan volume per satuan waktu. Jika sumber neutron memancarkan
neutron sebelum mengalami perlambatan dengan kekuatan S ''' neutron per satuan
volume per satuan waktu, maka jumlah neutron yang berhasil diperlambat jika tidak
terdapat serapan resonansi adalah juga S ''' neutron per satuan volume per satuan
waktu. Dengan adanya serapan resonansi, maka jumlah neutron yang berhasil
diperlambat hingga energinya di bawah energi resonansi adalah S ''' Ra''',1 . Dengan
demikian peluang lolos serapan resonansi di sekitar E1 , yaitu p1 , adalah
perbandingan dari jumlah neutron yang berhasil diperlambat hingga energinya di
bawah energi resonansi dengan adanya serapan resonansi terhadap jumlah neutron
yang berhasil diperlambat hingga energinya di bawah energi resonansi tanpa adanya
serapan resonansi. Sehingga :
S ''' Ra''',1 Ra''',1
p1 1 (4.66)
S ''' S '''
Atau :
E1 a ,1
E E dE
1
p1 1 ''' a
' ' '
(4.67)
S E1 a ,1
E1
Puncak resonansi pada umumnya sempit, yaitu a ,1 1 . Dengan
2
demikian, dapat diasumsikan bahwa tidak terdapat neutron yang mengalami lebih dari
112
satu kali tumbukan pada puncak resonansi tersebut. Pendekatan ini disebut sebagai
pendekatan resonansi sempit (Narrow Resonance = NR approximation). Dengan
pendekatan ini, fluks neutron dianggap konstant terhadap energi pada puncak
resonansi tersebut. Nilai fluks didekati dengan nilai asimptotis, yaitu :
E'
S '''
S '''
(4.68)
E ' E 'T E ' E ' E ' a E ' s E '
E1 a ,1
a E '
dE '
p1 1 '
'
E1 a ,1 a E s E E E
' '
(4.69)
Pada persamaan, digunakan T E ' dalam perhitungan fluks asimptotis, bukan
s E ' sebagaimana dijelaskan pada sub bab sebelumnya (Sub bab IV.1. tentang
perlambatan neutron tanpa serapan). Hal ini karena pada puncak resonansi, interaksi
serapan harus diperhitungkan.
Jika puncak resonansi sangat sempit, maka nilai E ' dapat dianggap
konstant di sekitar puncak resonansi tersebut, yaitu E ' E1 1 . Dengan
demikian, persamaan (4.69) dapat didekati dengan :
1
E1 a ,1
a E ' dE '
1 E1 a ,1 a E ' s E ' E '
p1 1
(4.70)
Untuk medium yang terdiri dari penyerap neutron resonansi dan moderator, maka :
Dalam hal ini indeks A menyatakan absorber (penyerap neutron resonansi) sedangkan
indeks M menyatakan moderator. Besaran N menyatakan densitas nuklida sedangkan
menyatakan tampang lintang mikroskopis. Besaran pA menyatakan tampang
lintang hamburan potensial mikroskopis dari absorber yang dihitung sebagai :
pA 4R A2 (4.72)
113
e2
RA 2
A1A/ 3 (4.73)
2 me c
Dengan e adalah muatan elementer elektron, me adalah massadari elektron, c adalah
kecepatan cahaya sedangkan AA adalah nomor massa nuklida absorber.
Dengan menganggap bahwa fluks neutron pada semua mencapai nilai asimptotis dan
semua puncak resonansi sangat sempit, maka :
1
Ei a , i
a E ' dE '
i Ei a ,i a E ' s E ' E '
pi 1
(4.76)
Sehingga :
n
p 1
1
Ei a , i
a E ' dE '
i
'
'
Ei a , i a E s E E
'
(4.78)
i 1
Dengan mengambil nilai logaritmik pada kedua ruas persamaan (4.78), diperoleh :
114
n
ln p ln 1
1
Ei a , i
a E '
dE '
i E a E ' s E ' E '
i 1
i a ,i
(4.79)
ln p
n
1
Ei a , i
a E ' dE '
'
'
i 1 i Ei a , i a E s E E
'
(4.80)
a E dE
E0
ln p
'
(4.81)
Eth a E s E E E
Dalam hal ini E 0 adalah energi neutron yang dipancarkan oleh sumber neutron
sedangkan Eth adalah batas antara rentang energi neutron termal dengan rentang
energi neutron epitermal (thermal energy treshold).
Peluang lolos serapan resonansi keseluruhan selanjutnya dapat dihitung
sebagai :
E0 a E dE
p exp (4.82)
E a E s E E E
th
Dalam variabel lethargy, peluang lolos serapan resonansi keseluruhan dapat ditulis
sebagai :
u0 a u du
p exp (4.83)
u a u s u u
th
Dalam hal ini u 0 adalah lethargy neutron yang dipancarkan oleh sumber neutron
sedangkan u th adalah batas antara rentang lethargy neutron termal dengan rentang
lethargy neutron epitermal (thermal lethargy treshold).
a E aA E aM E N A aA E N M aM E (4.84)
115
s E sA E sM E N A sA E N M sM E (4.85)
A E N A pA E 1,M N M sM E
E (4.86)
N A pA E N M sM E
Dalam hal ini indeks A menyatakan absorber (penyerap neutron resonansi) sedangkan
indeks M menyatakan moderator. Besaran N menyatakan densitas nuklida sedangkan
menyatakan tampang lintang mikroskopis. Tampang lintang absorber dinyatakan
sebagai berikut :
sA E pA E rA E (4.87)
Ei n,i 1 2R x
rA,i x sA,i
A i 2
(4.88)
1 x i i 1 x i
2
EC i
Dalam hal ini :
xi
2
E C E i (4.89)
i
Besaran i dan sA,i masing-masing adalah lebar puncak resonansi dan tampang
lintang hamburan mikroskopis absorber pada energi puncak resonansi Ei .
Dengan mensubstitusikan persamaan (4.87) ke persamaan (4.85) maka
diperoleh :
s E N A sA E rA E N M sM E (4.90)
116
1 E0 N A aA E N M aM E dE
p exp (4.92)
E N A aA E rA E N A pA N M sM E
th
Didefisikan tampang lintang hamburan potensial (disimbolkan sebagai p ) sebagai
berikut :
p N A pA N M sM (4.93)
Persamaan (4.92) menjadi :
N
aA E M aM E
N
E0
N dE
p exp A E N A
A
p E (4.94)
th 1
aA E rA E
p
N
E0
aA u M aM u
NA
I du (4.96)
N
Eth 1
A
aA u rA u
p
Seringkali, karena nilainya yang sangat kecil, tampang lintang serapan moderator
diabaikan terhadap tampang lintang serapan absorber. Sehingga integral resonansi
dapat didekati dengan :
aA E
E0
dE
I E (4.97)
NA
Eth 1
aA E rA E
p
Atau :
117
aA u
E0
I du (4.98)
NA
Eth 1
aA u rA u
p
N I
p exp A (4.99)
p
mA
EC E vV (4.100)
A 1
Dalam hal ini E adalah energi kinetik neutron, v adalah kecepatan neutron, V adalah
komponen kecepatan nuklida sepanjang garis lurus yang menghubungkan neutron
dan nuklida, m adalah massa neutron dan A adalah nomor massa nuklida absorber.
Akibat efek termal, nuklida absorber bergerak random. Dengan
mengasumsikan bahwa kondisi kesetimbangan termal telah tercapai, komponen
kecepatan gerak nuklida sepanjang garis lurus yang menghubungkan neutron dan
nuklida (yaitu V) dapat dianggap memenuhi distribusi Maxwell, yaitu :
118
MV 2
1/ 2
M
N V dV N exp dV (4.101)
2kT 2 kT
Dalam hal ini M adalah massa nuklida, T adalah suhu medium penyerap resonansi, k
adalah konstanta Boltzmann, N adalah densitas nuklida absorber keseluruhan
sedangkan N V adalah densitas nuklida absorber yang memiliki komponen
kecepatan gerak sepanjang garis lurus yang menghubungkan neutron dan nuklida
antada V dan V+dV.
Hubungan antara kecepatan gerak neutron (v) dan kecepatan gerak nuklida (V)
pada kerangka L dengan kecepatan gerak neutron pada kerangka C (yaitu vC )
diberikan oleh :
Av V
vC (4.102)
1 A
Untuk nuklida dengan nomor massa besar, persamaan (4.102) didekati dengan :
vC v V (4.103)
Nilai efektif dari kecepatan gerak neutron pada kerangka pusat massa selanjutnya
dihitung dengan :
vC v V v VN V dV
1
(4.104)
N
Atau :
1/ 2
MV 2 MV 2
1/ 2
1 M M
N 2kT
vC v VN exp
2kT dV v V exp dV
2kT 2kT
2kT
1/ 2
MV 2 2 MV 2
1/ 2
1 M 1 M
v
2 2kT exp 2kT dV v
2 2kT
exp
M 2kT
Atau :
vC v (4.105)
a E , T v E N V dV
1
C a C (4.106)
vC N
119
Dari persamaan (4.105), maka :
a E , T vC a EC N V dV
1
vN
(4.107)
Energi kinetik pusat massa neutron nuklida telah dirumuskan pada persamaan
(2.161). Untuk nuklida dengan nomor massa besar, persamaan tersebut dapat
disederhanakan menjadi :
1
EC mvC2 (4.109)
2
2 EC 2E
Sehingga vC . Demikian juga v . Dengan demikian, persamaan
m m
(2.107) menjadi :
MV 2
1/ 2 1/ 2 1/ 2
m 1 2 EC M
a E , T a EC N 2kT exp 2kT dV (4.110)
2 E N m
Atau :
1/ 2
MV 2
1/ 2
1 m AE C
a E , T a EC exp dV (4.111)
2 E kT 2kT
Nilai a EC a x diberikan oleh rumus Breit Wagner pada persamaan (2.157).
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.157) ke persamaan (4.111), maka :
1/ 2
E1 a 1 AE C MV 2
1/ 2
1 m
a E , T exp dV (4.112)
2E EC 1 x 2 kT
a1
2 kT
Atau :
1/ 2
MV 2 MV 2
1/ 2 1/ 2
1 m 2kT AE1
a E , T
1
2E
M
a1 a
kT
2 exp 2kT d 2kT
1 x
Atau :
1/ 2
E MV 2 MV 2
a E , T
1 1
a1 a 1
E
2 2kT d 2kT
1 x
exp (4.113)
120
Nilai x diberikan oleh persamaan (2.160), yaitu x
2
EC E1 . Sementara itu dari
mA mA 2E
persamaan (4.100), EC E vV E V E V 2mE . Sehingga :
A 1 A 1 m
2 MV 2 4 EkT
2
2
x E V 2mE E1 E E1 V 2mE E E1
2kT A
4 EkT 4 E1kT
Didefinisikan D , sehingga :
A A
2 MV 2 MV 2 E E1 x
x E E1 D →
2kT
2 kT D
D 2
2
MV 2 dx MV 2 E E1 x
d →
2kT D 2 2kT D D
2
Dengan demikian, persamaan (4.113) menjadi :
E
1/ 2
1 E E x 2
a E , T a1 a 1 exp 1
dx (4.114)
2 E
D
2
1 x
D D 2
Karena x
2
EC E1 2 E E1 , maka persamaan (4.114) ditulis menjadi :
a1 a E1 1
1/ 2 1 2
a E , T exp x y 2
dy (4.115)
2 D E 1 y
2 4 D
a E1
1/ 2
1 1
2
a E ,0 a1 lim exp x y 2 dy
2 E D
D 1 y
2 4 D
a E ,0 a1 a 1
1
(4.116)
E 1 x2
Yang tidak lain adalah rumus Breit Wigner, yaitu nilai tampang lintang serapan
mikroskopis pada saat tidak terjadi efek Doppler.
121
Untuk T besar, maka persamaan (4.115) dapat didekati dengan :
a E E 2
a E , T a1 exp 1
(4.116)
2 D D
Luas area tampang lintang serapan di sekitar puncak resonansi dapat dihitung sebagai
berikut :
a1 a E1 1
1/ 2 1 2
2
0 a
E , T dE 2 4 D
2 D 0 E 1 y
exp x y
dydE (4.117)
Yang tidak lain adalah sama dengan hasil integrasi yang diberikan oleh persamaan
(2.171), yaitu pada saat T = 0 atau saat tidak terjadi efek Doppler. Hal ini juga berarti
luas luas area dibawah kurva tampang lintang serapan di sekitar puncak resonansi
tetap, tidak tergantung suhu medium.
Karena luas area dibawah kurva tampang lintang serapan di sekitar puncak
resonansi tetap, maka dapat disimpulkan bahwa efek Doppler menghasilkan
penurunan nilai tampang lintang serapan resonansi puncak resonansi (pada energi E1 )
tetapi puncak resonansi tersebut melebar.
Pelebaran puncak resonansi menyebabkan distorsi spektrum neutron di
sekitar energi resonansi dibandingkan dengan spektrum asimptotik. Distorsi ini
disebabkan oleh bertambahnya serapan neutron yang berenergi lebih tinggi daripada
energi puncak resonansi. Semakin tinggi suhu, puncak resonansi adan semakin
melebar sehingga serapan neutron neutron yang berenergi lebih tinggi daripada energi
puncak resonansi semakin bertambah. Dengan demikian distorsi spektrum neutron
terhadap spektrum asimptotik akan semakin bertambah.Efek dari distorsi ini adalah
semakin banyaknya neutron yang terserap sehingga peluang serapan resonansi makin
berkurang. Dengan demikian, kenaikan suhu absorber akan mengurangi peluang lolos
serapan resonansi.
Perbandingan densitas nuklida absorber terhadap densitas nuklida moderator
juga berpengaruh terhadap efek Doppler. Jika nilai perbandingan tersebut terlalu kecil
(terlalu sedikit absorber), pengaruh efek Doppler menjadi kecil. Hal ini wajar karena
jumlah neutron yang mengalami serapan resonansi juga kecil. Jika terlalu banyak
absorber, maka efek Doppler juga menjadi kecil karena pengaruh dari spektrum self
shielding. Dalam hal ini, neutron yang terserap saat energinya cukup tinggi
bertambah sehingga mengurangi serapan pada energi yang lebih rendah. Dengan
122
demikian terdapat perbandingan absorber dan moderator tertentu yang memberikan
efek Doppler maksimum, yaitu nilai penurunan peluang lolos serapan resonansi per
derajat kenaikan suhu yang paling besar.
Perlambatan neutron pada lethargy u dalam elemen volume dV = qr , u, t dV
Migrasi netto neutron dengan lethargy antara u dan u+du dalam elemen volume dV
= J r , u, t dudV
Laju serapan neutron dengan lethargy antara u dan u+du dalam elemen volume dV
= a r , u, t r , u, t dudV
Laju produksi neutron dengan lethargy antara u dan u+du dalam elemen volume dV
UN
oleh reaksi fisi = u u ' f r , u ' , t r , u ' , t du 'dudV
0
123
Laju produksi neutron dengan lethargy antara u dan u+du dalam elemen volume dV
oleh sumber neutron non fisi = S ''' r , u, t dudV
Laju akumulasi neutron dengan lethargy antara u dan u+du dalam elemen volume dV
1
= r , u, t dudV
vu t
Maka neraca neraca neutron yang terdapat dalam elemen volume dV dari sebuah
medium moderator yang memiliki lethargy antara u dan u du adalah :
1
r , u, t dudV J r , u, t dudV qr , u, t dV qr , u du, t dV
vu t
a r , u, t r , u, t dudV (4.119)
UN
u u ' f r , u ' , t r , u ' , t du 'dudV S ''' r , u, t dudV
0
Dalam hal ini U N adalah lethargy maksimum neutron dalam medium yang
bersesuaian dengan energi minimum neutron dalam medium. Dengan membagi
semua suku pada persamaan (4.119) dengan dudV , maka diperoleh :
1 qr , u du, t qr , u, t
r , u, t J r , u, t a r , u, t r , u, t
vu t du
UN (4.120)
u u ' f r , u ' , t r , u ' , t du ' S ''' r , u, t
0
Atau :
1
r , u, t J r , u, t qr , u, t a r , u, t r , u, t
vu t u
UN (4.121)
u u ' f r , u ' , t r , u ' , t du ' S ''' r , u, t
0
Berdasarkan penjelasan pada Bab III tentang arus neutron, terdapat hubungan antara
arus neutron dengan fluks total neutron sebagai berikut :
J r , u, t Dr , u, t r , u, t (4.122)
124
1
r , u, t Dr , u, t r , u, t qr , u, t a r , u, t r , u, t
vu t u
UN (4.123)
u u ' f r , u ' , t r , u ' , t du ' S ''' r , u, t
0
Jika koefisien difusi dianggap kostant terhadap posisi dan waktu, maka persamaan
(4.123) dapat disederhanakan menjadi :
1
r , u, t Du 2 r , u, t qr , u, t a r , u, t r , u, t
vu t u
UN (4.124)
u u ' f r , u ' , t r , u ' , t du ' S ''' r , u, t
0
u u
'
qr , u, t F r , u , t du T r , u ' , t r , u ' , t du '
'
(4.125)
u u
Dalam hal ini digunakan T r , u ' , t a r , u ' , t s r , u ' , t karena setapan neutron
Dengan demikian, diperoleh hubungan antara fluks neutron dengan rapat perlambatan
sebagai berikut :
qr , u, t qr , u, t
r , u, t (4.127)
T r , u, t a r , u, t s r , u, t
125
Jika tampang lintang serapan dan tamoang lintang hamburan dan dianggap konstant
terhadap posisi dan waktu, maka :
Du 2 u
qr , u, t qr , u, t qr , u, t a qr , u, t
1
vu T u t T u u T u
(4.129)
UN
f u '
u u ' qr , u ' , t du ' S ''' r , u, t
0
T u '
Atau :
u
qr , u, t 2 qr , u, t qr , u, t a qr , u, t
1
vu Du t Du Du
u
T u (4.130)
T u
UN
f u '
u u ' qr , u ' , t du ' S ''' r , u, t
Du
0
T u '
u
u
D u'
u '
0 T u
'
(4.131)
u Du Du
Sehingga atau u . Dengan menggunakan variabel
u T u T u
umur Fermi. Persamaan (4.131) dapat ditulis menjadi :
qr , , t 2 qr , , t qr , , t a qr , , t
1
v Du t D
(4.132)
f '
UN
T ' qr , ' , t d ' S ''' r , , t
D 0
T '
126
Du 2 u
qr , u qr , u a qr , u
u T u T u
(4.133)
UN
f u '
u u ' qr , u 'du ' S ''' r , u
0
T u '
Pada sub bab ini, akan diselesaikan beberapa kasus sederhana dari perlambatan
neutron, yaitu penyelesaian beberapa kasus sederhana dari persamaan Fermi. Daro
penyelesaian ini, akan diperoleh beberapa aspek penting dari perelambatan neutron.
a. Perlambatan neutron dalam medium takhingga tanpa serapan dan sumber selama
perlambatan
Kasus pertama adalah perlambatan neutron pada medium takhingga tanpa
serapan neutron dan sumber neutron selama perlambatan. Suatu sumber neutron
monoenergetik yang memancarkan neutron pada energy E 0 (berkaitan dengan
lethargy u 0 ) terdistribusi merata dalam medium takhingga dengan kekuatan
S ''' neutron per satuan volume per satuan waktu. Tidak ada serapan neutron selama
perlambatan. Tidak ada sumber neutron lainnya baik dari reaksi fisi ataupun non fisi
yang memancarkan neutron dengan energy di bawah E 0 . Persamaan Fermi untuk
kasus ini adalah :
qu 0
d
(4.134)
du
b. Perlambatan neutron dalam medium takhingga dengan serapan tetapi tanpa sumber
selama perlambatan
Kasus kedua adalah perlambatan neutron pada medium takhingga dengan
serapan neutron tetapi tanpa sumber neutron selama perlambatan. Suatu sumber
127
neutron monoenergetik yang memancarkan neutron pada energy E 0 (berkaitan
dengan lethargy u 0 ) terdistribusi merata dalam medium takhingga dengan
kekuatan S ''' neutron per satuan volume per satuan waktu. Terdapat serapan neutron
selama perlambatan, tetapi tidak ada sumber neutron lainnya baik dari reaksi fisi
ataupun non fisi yang memancarkan neutron dengan energy di bawah E 0 . Persamaan
Fermi untuk kasus ini adalah :
u
qu a qu
d
(4.136)
du T u
Atau :
dqu u
a du (4.137)
qu T u
u u '
qu C exp a du ' (4.138)
0 T u '
Pada saat u 0 , rapat perlambatan harus sama dengan kuat sumber neutron sehingga
q0 C S ''' . Dengan demikian C S ''' . Maka penyelesaian untuk kasus ini adalah :
u u '
qu S ''' exp a du ' (4.139)
0 T u '
Pada sub bab IV.2.1. tetal dirumuskan peluang lolos serapan resonansi pada
persamaan (4.83), yang dapat dituliskan kembali sebagai berikut :
Dalam hal ini pu adalah peluang lolos serapan resonansi dalam perlambatan
neutron hingga mencapai lethargy u. Persamaan (4.139) selanjutnya dapat ditulis
menjadi :
qu S ''' pu (4.141)
128
c. Perlambatan neutron dalam medium takhingga dengan serapan dan sumber selama
perlambatan
Kasus ketiga adalah perlambatan neutron pada medium takhingga dengan
serapan neutron dan sumber neutron selama perlambatan. Suatu sumber neutron
monoenergetik yang memancarkan neutron pada energy E 0 (berkaitan dengan
lethargy u 0 ) terdistribusi merata dalam medium takhingga dengan kekuatan
S ''' neutron per satuan volume per satuan waktu. Terdapat serapan neutron selama
perlambatan. Terdapat juga sumber neutron lainnya baik dari reaksi fisi ataupun non
fisi yang memancarkan neutron dengan energy di bawah E 0 . Persamaan Fermi untuk
kasus ini adalah :
a u
UN
f u '
qu qu u u ' qu 'du ' S ''' u
d
(4.142)
du T u 0
T u '
u a u '
Diaplikasikan faktor integrasi dalam bentuk exp du ' terhadap semua suku
0 T u '
pada persamaan (4.142) sehingga diperoleh :
d u u ' u u u '
qu exp a du ' a qu exp a du '
du 0 T u ' T u 0 T u '
(4.143)
u '
exp a u ' du '
UN
u
u u ' f
0 '''
q u ' du ' S u 0 u '
T u '
T
Atau :
d u a u '
q u exp du '
du 0 T u '
(4.144)
u '
exp a u ' du '
UN
u
u u ' f
0 '''
q u ' du ' S u 0 u '
T u '
T
u u '
qu exp a du '
0 T u '
(4.145)
u ' '
exp a u ' ' du ' ' du 'C
u
UN
u'
u ' u ' ' f
0 0 '''
q u ' ' du ' ' S u '
T u ' '
0 T u ' '
129
Pada saat u 0 , rapat perlambatan harus sama dengan kuat sumber neutron sehingga
q0 C S ''' . Dengan demikian C S ''' . Dengan demikian, penyelesaian untuk
kasus ini adalah :
u u '
qu exp a du '
0 T u '
(4.146)
u
UN
u ' ' u ' u ' '
u ' u ' ' f qu ' 'du ' ' S ''' u ' exp a
0 0 T u ' '
0 T u ' '
du ' ' du ' S '''
qu
u
UN
f u ' ' du '
u ' u ' ' qu ' 'du ' ' S ''' u ' S ''' (4.146)
pu 0
0
T u ' '
p u'
Atau :
u UN
f u ' ' du '
qu pu u ' u ' '
qu ' 'du ' ' S ''' u ' S ''' pu (4.147)
0 0
T u ' ' pu '
d. Perlambatan neutron dalam medium berhingga satu dimensi tanpa serapan dan
sumber selama perlambatan
Kasus pertama adalah perlambatan neutron pada medium berhingga satu
dimensi tanpa serapan neutron dan sumber neutron selama perlambatan. Suatu
sumber neutron monoenergetik yang memancarkan neutron pada energy
E 0 (berkaitan dengan lethargy u 0 ) terdistribusi merata dalam medium berhingga
satu dimensi dengan kekuatan S ''' neutron per satuan volume per satuan waktu. Tidak
ada serapan neutron selama perlambatan. Tidak ada sumber neutron lainnya baik dari
reaksi fisi ataupun non fisi yang memancarkan neutron dengan energy di bawah E 0 .
Persamaan Fermi untuk kasus ini adalah :
Du 1 m
qr , u r qr , u (4.148)
u s u r m r r
Dalam hal ini r menyatakan posisi karekteristik satu dimensi sedangkan m adalah
bilangan bulat yang menyatakan karakteristik bentuk geometri, yaitu m = 0 untuk
bentuk slab yang luas, m = 1 untuk silinder panjang dan m = 2 untuk bola uniform.
Syarat batas untuk penyelesaian dari persamaan (4.148) adalah :
130
r 0 qr , u 0 (4.149)
r
r a qr, u 0 (4.150)
u 0 qr , u S r '''
(4.151)
Dalam hal ini, r = 0 adalah posisi pusat atau pertengahan medium sedangkan r = a
adalah posisi permukaan luar medium. Besaran merupakan jarak ekstrapolasi
sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III tentang difusi neutron.
Penyelesaian persamaan (4.148) adalah :
Du '
u
qr , u C n exp Bn
2
du ' Bn r (4.152)
n 1 0
s u '
Nilai eigen ( Bn ) dan fungsi eigen ( Bn r ) tergantung pada bentuk geometri medium
sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 4.1.
qr ,0 C n Bn r (4.153)
n 1
Dengan menggunakan teori deret Fourier umum, konstanta Cn dapat dihitung sebagai
berikut :
S r ' B r 'r
a
''' ' m
n dr '
Cn 0
(4.154)
B r 'r
a
2 ' m
n dr '
0
131
Dengan demikian, persamaan (4.152) untuk rapat perlambatan pada posisi r dan
lethargy u dapat dirumuskan menjadi :
a ' ''
S r ' Bn r ' r ' dr '
m
Du '
u
qr , u exp Bn2 du ' 0 a Bn r (4.155)
n 1 0 s u '
Bn r ' r dr '
2 ' m
0
Atau :
a
u
B r '
B r r ' m
qr , u S ''' r ' exp Bn2
D u '
du ' a n n
dr ' (4.156)
u ' Bn r 'r dr '
0 n 1 0 s 2 ' m
0
Didefisisikan fungsi Green sebagai berikut :
u
B r '
B r r ' m
G r ' r , u exp Bn2
D u '
du ' a n n
(4.157)
s u '
n 1 0
2
B n r ' r
' m
dr '
0
Dengan menggunakan fungsi Green, persamaan (4.152) untuk rapat perlambatan pada
posisi r dan lethargy u dapat dirumuskan menjadi :
a
qr , u S ''' r 'Gr ' r , u dr ' (4.158)
0
e. Perlambatan neutron dalam medium berhingga satu dimensi dengan serapan dan
sumber neutron non fisi serta reaksi fisi selama perlambatan
Kasus yang lebih umum adalah perlambatan neutron dengan serapan dan
sumber neutron baik dari reaksi fisi maupun sumber non fisi. Dalam kasus ini,
sumber tidak monoenergetik melainkan memancarkan neutron pada berbagai
lethargy. Persamaan perlambatan neutron dalam hal ini adalah :
Du 1 m u
qr , u r qr , u a qr , u
u T u r r r
m
T u
(4.159)
UN
f u '
u u ' qr , u 'du ' S r , u
'''
0
T u '
132
Dalam hal ini r menyatakan posisi karekteristik satu dimensi sedangkan m adalah
bilangan bulat yang menyatakan karakteristik bentuk geometri, yaitu m = 0 untuk
bentuk slab yang luas, m = 1 untuk silinder panjang dan m = 2 untuk bola uniform.
Syarat batas untuk penyelesaian dari persamaan (4.159) adalah :
r 0 qr , u 0 (4.160)
r
r a qr, u 0 (4.161)
u 0 qr , u 0 (4.162)
Dalam hal ini, r = 0 adalah posisi pusat atau pertengahan medium sedangkan r = a
adalah posisi permukaan luar medium. Besaran merupakan jarak ekstrapolasi
sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III tentang difusi neutron.
Persamaan (4.159) selanjutnya ditulis sebagai :
u a u ' a u u a u '
qr , u exp du ' qr , u exp du '
u 0 T u ' T u 0 T u '
Du 1 m u a u '
r qr , u exp du ' (4.164)
T u r r r
m
0 T u '
UN
f u ' u u '
u u ' qr , u 'du ' S ''' r , u exp a du '
0
T u '
0 T u '
Atau :
u a u ' Du 1 m u a u '
qr , u exp
du ' r q r , u exp u '
du '
u 0 T u '
T u r m
r r
0 T
(4.165)
UN
f u ' u
u '
u u ' qr , u 'du ' S ''' r , u exp a du '
0
T u '
0 T u '
u u '
q A r , u qr , u exp a du ' (4.166)
0 T u '
UN
f u ' u u '
S A r , u u u '
''' qr , u 'du ' S ''' r , u exp a du ' (4.167)
0
T u '
0 T u '
133
Du 1 m
q A r , u r q A r , u S A''' r , u (4.168)
u T u r m r r
r 0 q A r , u 0 (4.169)
r
r a q A r, u 0 (4.170)
u 0 qA r , u 0 (4.171)
q A r , u An u Bn r (4.172)
n 1
S A''' r , u H n u Bn r (4.173)
n 1
Nilai eigen ( Bn ) dan fungsi eigen ( Bn r ) tergantung pada bentuk geometri medium
sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 4.1.
Dengan menggunakan teori deret Fourier umum, konstanta H n t dapat
dihitung sebagai berikut :
S r ' , u B r 'r
a
''' ' m
A n dr '
H n u 0
(4.174)
B r 'r
a
2 ' m
n dr '
0
Bentuk diferensiasi order 2 terhadap variable ruang dari persamaan (4.168) menjadi :
1 m
Du 2
D r q r , u Bn An u Bn r (4.175)
r r r n 1 T u
m A
1
q A r , u An u Bn r
d
(4.176)
v u n 1 du
134
Du 2
d
A u
B r B A u
B r H n u Bn r (4.177)
n 1 T u
n n n n n
n 1 du n 1
Du 2
An u B A u H n u
d
(4.178)
du T u n n
Atau :
Du 2
An u B A u H n u
d
(4.179)
du T u n n
Berdasarkan syarat batas pada persamaan (4.171), maka saat u 0 , nilai dari
fluks neutron q A r , u 0 . Hal ini berarti saat u 0 , nilai dari An 0 harus nol. Maka
persamaan (4.180) saat u 0 menjadi :
135
Du ' u u Du ' '
'
u
q A r , u exp Bn2 du ' exp Bn2 du ' ' H n u ' Bn r du ' (4.183)
0
T u ' 0 0 T u ' '
' '' ' m (4.184)
dr '
u 2 Du ' '
u' A n
UN
u ' '
u u ' ' f '''
0 q r , u ' ' du ' ' S r , u
T u ' '
u '
u
a u
u '
u
qr , u exp a du ' exp a du ' du ' dr '
0 T u ' 0 0 0 T u '
exp Bn
u
D u ' '
du ' ' a
B r '
B r r
' m
2 n n
n 1 T u ' '
2 B r 'r ' m dr '
u'
n
0
Atau :
136
UN
u ' ' f u ' 'qr ' , u ' '
u du ' ' S ''' r ' , u '
s u ' ' a u '
0
a u
qr , u du ' dr ' (4.186)
0 0
u
u ' B 2
D u ' '
Bn r ' Bn r r '
m
exp a n
du ' ' a
s u ' ' a u '
n 1 u'
n
2 B r ' r ' m dr '
0
Dengan menggunakan fungsi Green, persamaan (4.152) untuk rapat perlambatan pada
posisi r dan lethargy u dapat dirumuskan menjadi :
a u
UN
u ' ' f u ' 'qr ' , u ' '
qr , u u du ' ' S ''' r ' , u 'Gr ' r , u ' u du ' dr ' (4.188)
0 0
0
s u ' ' a u '
s E E E ' s E ' E dE ' untuk 0 E ETh (4.189)
0
137
Pada saat tercapainya kesetimbangan termal, fluks neutron sebagai fungsi energi
memenuhi distribusi Maxwellian sebagai berikut :
.
2 n
1/ 2
2 E
E E exp (4.191)
kT 3/ 2
m kT
Dengan n adalah densitas neutron, k adalah konstanta Boltzmann dan m adalah massa
neutron.
Jika dalam medium terdapat nuklida penyerap neutron, maka sebagian
neutron telah diserap oleh nuklida tersebut sebelum benar-benar mencapai
kesetimbangan termal dengan medium moderator. Dengan demikian, energi kinetik
rerata neutron menjadi lebih tinggi daripada energi kinetik rerata medium moserator
akibat efek termal. Hal ini menyebabkan neutron menjadi lebih tinggi daripada suhu
medium moderator. Persamaan (4.191) untuk medium yang mengandung penyerap
neutron perlu dimodifikasi menjadi :
2 n E
1/ 2
2
E E exp (4.192)
kTn 3/ 2
m kTn
138
Sehingga kecepatan paling mungkin pada suhu Tn adalah :
2kTn
v m T (4.194)
m
Energi kinetik neutron paling mungkin pada suhu Tn (disimbolkan sebagai E m ) dapat
1 2kTn
dihitung sebagai Em Tn mvm2 Tn m
1
kTn , sehingga :
2 2 m
Em T kT (4.195)
2kT0
v0 (4.196)
m
139
1/ 2
2 n E 2 n 2 E
1/ 2
2
T T E exp dE 0 E exp dE
0 kTn 3 / 2 m kTn kTn 3 / 2 m kTn
2 n kT E exp E E
1/ 2
2 kTn exp
kT
kTn 3 / 2 m n
n 0 0 kTn
2 n kT exp 0 exp 0 kT 2 exp E
1/ 2
2
kT
kTn 3 / 2 m n n
n 0
2 n
1/ 2
2 2kTn
kTn 2 exp exp 0 2
kTn 3/ 2
m m
Sehingga diperoleh :
2kTn
T Tn
2n
(4.198)
m
IV.3.1. Tampang lintang serapan mikroskopis rerata pada rentang energi termal
a. Penyerap 1/v (1/v absorber)
Sebagian besar nuklida penyerap neutron pada rentang energi termal memiliki
tampanglintang serapan mikroskopis yang nilainya berbanding terbalik terhadap akar
kuadrat energi neutron (yaitu : a E
1
). Karena pada pendekatan fisika klasik
E
E v , maka hal ini berarti tampang lintang mikroskopis bagi sebagian besar
nuklida tersebut berbanding terbalik dengan kecepatan gerak neutron (yaitu :
a v ). Nuklida dengan sifat seperti ini disebut sebagai penyerap 1/v (1/v
1
v
absorber). Pada nuklida penyerap 1/v, dapat dirumuskan hubungan sebagai berikut :
E0 v0
a E a E 0 atau a vT a v0 (4.200)
E vT
140
Nilai vT yaitu kecepatan rerata neutron termal pada suhu medium T telah diberikan
oleh persamaan (4.199) sedangkan nilai v0 yaitu kecepatan paling mungkin neutron
termal pada suhu medium T0 telah diberikan oleh persamaan (4.196). Dengan
mensubstitusikan persamaan (4.199) dan persamaan (4.196) ke persamaan (4.200),
maka tampang lintang serapan mikroskopis efektif pada rentang energi termal pada
suhu medium Tn (disimbolkan sebagai a Tn ) untuk penyerap 1/v dapat dihitung
sebagai :
T0
a Tn a T0 (4.201)
2 Tn
b. Penyerap bukan 1/v (non 1/v absorber)
Sebagian nuklida (biasanya nuklida dengan nomor atom, yang berarti juga
nomor massa, besar) memiliki puncak serapan resonansi pada energi neutron rendah
yang masuk dalam rentang energi termal. Dalam hal ini E1 ETh (di mana E1 adalah
energi puncak serapan resonansi sedangkan ETh adalah batas atas rentang energi
termal (thermal energy treshold)). Adanya puncak serapan resonansi pada rentang
energy termal menyebabkan perilaku nuklida menyimpang dari perilaku penyerap
1/v. Nuklida semacam ini disebut sebagai nuklida penyerap bukan 1/v atau non 1/v
absorber. Untuk penyerap bukan 1/v, nilai tampang lintang serapan mikroskopis
efektif pada suhu T dihitung dengan persamaan untuk penyerap 1/v yang telah
dimodifikasi dengan faktor koreksi serapan non 1/v (yang disimbolkan sebagai g a )
yang nilainya tergantung pada suhu neutron Tn . Dengan demikian, untuk nuklida
penyerap bukan 1/v, persamaan (4.201) menjadi :
T0
a Tn g a Tn a T0 (4.202)
2 Tn
IV.3.2. Tampang lintang fisi mikroskopis rerata pada rentang energi termal
Tampang lintang fisi mikroskopis rerata pada rentang energi termal
(disimbolkan sebagai f Tn ) pada suhu neutron Tn dihitung dengan cara yang sama
dengan perhitungan lintang serapan mikroskopis rerata pada rentang energi termal
sebagai berikut :
T0
f Tn g f Tn f T0 (4.203)
2 Tn
Dalam hal ini g f Tn adalah faktor koreksi non 1/v untuk reaksi fisi yang nilainya
tergantung pada suhu neutron Tn .
141
IV.3.3. Tampang lintang hamburan mikroskopis rerata pada rentang energi termal
Pada sebagaian besar nuklida, tampang lintang mikroskopis hamburan
bernilai konstan pada rentang energi termal, dengan demikian lampang lintang
hamburan mikroskopis rerata pada rentang energi termal pada suhu neutron
(disimbolkan sebagai s Tn ) dapat dihitung sebagai :
T0
s Tn g s Tn s T0 (4.203)
2 Tn
Dengan nilai g s Tn dihitung sebagai :
Tn
g s Tn
2
1,128 (4.204)
T0
142
BAB V. KEKRITISAN ATAU MULIPLIKASI NEUTRON
0 0
RF t u u' u' , r , t u' , r , t du' dudV
f (5.1)
V UN UN
0
R A t a u, r , t u, r , t dudV (5.2)
V UN
0
RL t J u, r , t dudA (5.3)
A UN
Dalam hal V , A , r , u , U N , t , , f , a , J , u ' dan u masing-masing
menyatakan volume total medium, luas permukaan total medium, variabel posisi,
lethargy, letargy neutron tertinggi (energi neutron terendah) yang terdapat dalam
medium, waktu, fluks neutron, tampang lintang fisi makroskopik medium, tampang
lintang serapan makroskopik medium, arus neutron, neutron yang dibangkitkan tiap
reaksi fisi yang diinduksi oleh sebuah neutron berlethargy u ' dan fraksi neutron hasil
fisi yang dibangkitkan dengan lethargy u .
Kritikalitas efektif medium reaktor nuklir pada waktu t dapat dirumuskan
sebagai :
143
RF t
k t k eff t (5.4)
R A t RL t
Atau :
0 0
u u ' f u ' , r , t u ' , r , t du ' dudV
k t
V UN UN
(5.5)
0
0
a
u , r , t u , r , t dudV J u
, r , t dudA
V UN A UN
Jika medium reaktor nuklir sangat besar, maka kebocoran neutron menjadi
sangat kecil. Dengan demikian, dapat didefinisikan kritikalitas takhingga atau faktor
multiplikasi takhingga (disimbolkan sebagai k ), yaitu kritikalitas atau faktor
multiplikasi dari medium yang berukuran takhingga yang merupakan perbandingan
antara laju pembangkitan neutron oleh reaksi fisi dengan laju serapan neutron dalam
medium. Dengan demikian, k dari suatu medium reaktor nuklir pada waktu t dapat
dirumuskan sebagai :
R t
k t F (5.6)
R A t
Atau :
0 0
u u' f u' , r , t u' , r , t du' dudV
k t
V UN UN
0
(5.7)
V UN
a u, r , t u, r , t dudV
RF t R t R A t R A t
k t k eff t F k t (5.8)
R A t RL t R A t R A t RL t R A t RL t
Selanjutnya didefinisikan besaran P, yaitu peluang neutron tidak bocor dari medium.
Pada waktu t , nilai dari P dirumuskan sebagai :
R A t
Pt
1
(5.9)
R A t RL t 1 RL t R A t
Atau :
144
1
0
U J u, r , t du dA
Pt 1 0
A N
(5.10)
a u, r , t u, r , t dudV
V U N
Berdasarkan penjelasan pada Bab III tentang difusi neutron, arus neutron dirumuskan
sebagai :
J u, r , t Du, r , t u, r , t (5.11)
1
0
Du, r , t u, r , t du dA
Pt 1 N0
AU
(5.12)
a u , r , t u , r , t dudV
V UN
145
Jika suatu medium atau reaktor nuklir memiliki nilai k 1 , maka laju
penambahan neutron yang dihasilkan dari reaksi fisi lebih banyak daripada laju
pengurangan neutron akibat serapan neutron dan kebocoran neutron. Dalam kondisi
ini, jumlah neutron dalam medium menjadi bertambah. Fluks neutron menjadi
bertambah dan laju reaksi fisi juga bertambah. Hal ini berarti daya yang dihasilkan
dari reaksi fisi pada medium atau reaktor tersebut naik. Kondisi ini disebut sebagai
kondisi superkritis.
Dengan demikian, hubungan antara nilai kritikalitas medium reaktor dan
kondisi reaktor adalah sebagai berikut :
k 1 kondisi subkritis
k 1 kondisi kritis (5.14)
k 1 kondisi superkritis
V.2. Kekritisan reaktor satu daerah (single region) dengan medium homogen
dan uniform menggunakan pendekatan difusi satu kelompok
Pada pendekatan satu kelompok persamaan (5.7) dalam perhitungan nilai
k t dapat didekati dengan :
V f r , t , r , t dV
k t (5.15)
a r , t r , t dV
V
Untuk medium yang bersifat uniform, maka tampang lintang makroskopis interaksi
neutron tidak tergantung pada posisi ruang dalam medium sehingga persamaan (5.15)
dapat ditulis menjadi :
f t , r , t dV
k t V
(5.16)
a t r , t dV
V
Atau :
146
f t
k t (5.17)
a t
Untuk medium yang bersifat uniform, maka tampang lintang makroskopis interaksi
dan koefisien difusi neutron tidak tergantung pada posisi ruang dalam medium
sehingga persamaan (5.18) dapat ditulis menjadi :
1
Dt r, t dA
Pt 1 A
(5.19)
a t r , t dV
V
Karena integrasi pada pembilang dan penyebut yang terdapat pada persamaan (5.19),
maka nilai Pt hanya dapat dihitung jika distribusi fluks neutron dalam medium
diketahui.
V.3. Perhitungan kekritisan reaktor satu daerah (single region) dengan medium
homogen dan uniform satu dimensi menggunakan pendekatan difusi satu
kelompok
Pada sub bab ini, akan dijelaskan perhitungan kekritisan pada reaktor satu
daerah (single region) uniform satu dimensi dengan pendekatan difusi neutron satu
kelompok. Reaktor disebut satu daerah jika secara keseluruhan tersusun dari satu
komposisi medium. Sementara reaktor disebut uniform jika medium penyusunnya
merupakan medium yang memiliki tampang lintang seragam untuk semua jenis
interaksi neutron.
Persamaan difusi neutron satu kelompok tanpa sumber neutron non fisi untuk
medium uniform satu daerah dapat dituliskan sebagai :
1 1
r , t D m r m r , t a r , t f r , t (5.20)
v t r r r
147
Dalam hal ini r menyatakan posisi karekteristik satu dimensi sedangkan m adalah
bilangan bulat yang menyatakan karakteristik bentuk geometri, yaitu m = 0 untuk
bentuk slab yang luas, m = 1 untuk silinder panjang dan m = 2 untuk bola uniform.
Syarat batas untuk penyelesaian dari persamaan (5.20) adalah :
r0 r , t 0 (5.21)
r
r a r, t 0 (5.22)
t 0 r, t 0 (5.23)
Dalam hal ini, r = 0 adalah posisi pusat atau pertengahan medium sedangkan r = a
adalah posisi permukaan luar medium. Besaran merupakan jarak ekstrapolasi.
Persamaan (5.20) dapat ditulis menjadi :
1 1 f
r , t m r m r , t 1 a r , t (5.24)
vD t r r r a D
f
Dari persamaan (5.17), maka k sehingga persamaan (5.24) dapat ditulis
a
menjadi :
1 1
r , t m r m r , t k 1 a r , t (5.25)
vD t r r r D
1 dt 1 1 d m dr
m r k 1 a r (5.25)
vDt dt r r dr dr D
1 d m dr 2
r k 1 a r 0 (5.27)
D
m
r dr dr
148
dr
r0 0 (5.28)
dr
r a r 0 (5.29)
Dan persamaan :
dt
vD 2 dt (5.30)
t
a
Didefinisikan B 2 2 k 1 atau 2 B 2 k 1 a . Dengan demikian,
D D
persamaan (5.27) dan persamaan (5.30) menjadi :
1 d m dr
m
r B 2 r 0 (5.31)
r dr dr
dt
vD B 2 k 1 a dt (5.32)
t D
t C exp vD B 2 k 1 a t (5.33)
D
Dalam hal ini A1 dan A2 adalah konstanta integrasi.Bentuk dari fungsi eigen jenis
pertama ( 1 Bn r ) dan fungsi eigen jenis kedua ( 1 Bn r ) tergantung pada bentuk
geometri medium sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Fungsi eigen jenis pertama dan fungsi eigen jenis kedua
Bentuk geometri Fungsi eigen jenis pertama Fungsi eigen jenis kedua
Slab luas uniform Bn r cosBn r Bn r sinBn r
dengan tebal 2a
Silinder panjang Bn r J 0 Bn r Bn r Y0 Bn r
uniform berjari-jari a
Bola uniform berjari- sin Bn r cos Bn r
jari a Bn r Bn r
Bn r Bn r
149
Fungsi eigen jenis pertama merupakan fungsi simetris yang memenuhi syarat
1 Bn r 0 untuk nilai r 0 . Sementara itu untuk fungsi eigen jenis kedua,
d
dr
2 Bn r 0 untuk nilai r 0 . Dengan demikian syarat batas persamaan (5.28)
d
dr
hanya akan terpenuhi jika fungsi eigen jenis kedua dihilangkan atau dengan kata lain
A2 0 . Dengan demikian, persamaan (5.34) menjadi :
150
Dengan menggunakan teori superposisi, fluks neutron sebagai fungsi posisi dan
waktu dapat dituliskan sebagai :
r , t n r n t (5.40)
n 1
a
r , t A1n Bn r C n exp vD Bn2 k 1 t (5.41)
n 1 D
a
r , t An exp vD Bn2 k 1 t Bn r (5.42)
n 1 D
Atau :
D
r , t An exp v a k 1 Bn2 t Bn r
(5.43)
n 1 a
D
L (5.44)
a
Maka persamaan (5.43) menjadi :
151
r , t An exp k n 11 Bn2 L2 v a t Bn r
(5.47)
n 1
1 t d
t dn
(5.48)
v a 1 Bn L
2 2
v a 1 Bn2 L2
Di mana :
1
t d (5.49)
v a
Karena nilai Bn2 semakin besar untuk n yang semakin besar, maka nilai k n 1 akan
menjadi semakin negatif untuk n. Dengan berjalannya waktu t , untuk semua n 1,
nilai dari exp vDkn 1t Bn r akan semakin mengecil dan menuju ke nilai nol.
Maka yang tersisa adalah suku dengan n 1. Dengan untuk waktu t yang cukup
besar, persamaan (5.50) menjadi :
t
r , t A1 exp k1 1 B1 r (5.51)
t d 1
Dengan
k
k1 (5.52)
1 B12 L2
dan
t d
t d1
1 B12 L2 (5.53)
152
r , t A exp k 1 Br
t
(5.54)
td
k
k (5.55)
1 B 2 L2
t d
td
(5.56)
1 B 2 L2
k k eff k P (5.57)
Pada kondisi kritis ( k 1 ), fluks neutron menjadi konstan terhadap waktu dan
terdistribusi terhadap posisi pada medium dengan persamaan :
r A Br (5.58)
153
geometri dan fungsi distribusi neutron kondisi kritis untuk berbagai geometri reaktor
satu daerah satu dimensi
Tabel 5.3. Buckling geometri dan fungsi distribusi neutron kondisi kritis untuk
berbagai geometri reaktor satu daerah satu dimensi
Konstanta A pada persamaan (5.58) dapat ditentukan berdasarkan daya reaktor. Daya
reaktor dapat dihitung dengan :
W RF EK (5.61)
Dalam hal ini W adalah daya reaktor dalam satuan Watt, E adalah energy rerata yang
dihasilkan tiap reaksi fisi (200 MeV per fisi), K adalah faktor konversi energy
( 1,6021 10 13 J/MeV) sedangkan RF adalah laju reaksi fisi keseluruhan dalam
reaktor dalam satuan fisi per detik. Nilai RF untuk reaktor dengan medium uniform
dapat dihitung dengan:
RF f r dV f r dV (5.62)
V V
Dalam hal ini, V adalah volume teras reaktor, f adalah tampang lintang
makroskopis reaksi fisi pada zona teras reaktor. Untuk geometri satu dimensi, maka :
a
RF 2 l f r r m dr (5.63)
0
Dalam hal ini r menyatakan posisi karekteristik satu dimensi, a adalah jarak
permukaan luar terhadap posat geometri. Nilai l 1 untuk slab serta sllinder dan
l 2 untuk bola. Untuk slab 0 sedangkan untuk silinder dan bola 1 .
Sedangkan m adalah bilangan bulat yang menyatakan karakteristik bentuk geometri,
yaitu m = 0 untuk bentuk slab yang luas, m = 1 untuk silinder panjang dan m = 2
untuk bola uniform.
Dengan mensubstitusikan persamaan (5.58) ke persamaan (5.62), maka :
154
a
RF 2 l f A r m Br dr (5.64)
0
a
W 2 l f AEK r m Br dr (5.65)
0
W
A a
(5.66)
2 f EK r Br dr
l m
k 1
r 1 2 r 0
1 d m d
r (5.67)
k L
m
r dr dr
Dalam hal ini r menyatakan posisi karekteristik satu dimensi sedangkan m adalah
bilangan bulat yang menyatakan karakteristik bentuk geometri, yaitu m = 0 untuk
bentuk slab yang luas, m = 1 untuk silinder panjang dan m = 2 untuk bola uniform.
Besaran k telah dijelaskan pada sub bab V.3, yaitu :
f
k (5.68)
a
Besaran L2 dirumuskan sebagai :
D
L2 (5.69)
a
Sedangkan besaran k adalah factor multiplikasi efektif medium reaktor. Syarat batas
untuk penyelesaian dari persamaan (5.67) adalah :
155
r 0
d
r0 (5.70)
dr
r a r 0 (5.71)
Dalam hal ini, r = 0 adalah posisi pusat atau pertengahan medium sedangkan r = a
adalah posisi permukaan luar medium. Besaran merupakan jarak ekstrapolasi.
Pada kondisi steady state, berlaku :
r B 2 r 0
1 d m d
r (5.72)
r m dr dr
k 1
B 2 r 1 2 r 0 (5.73)
k L
Atau :
k
k (5.74)
1 B 2 L2
Persamaan (5.74) tidak lain adalah persamaan (5.55) yaitu persamaan kritikalitas
efektif reactor berhingga satu daerah dengan medium uniform.
Persamaan (5.74) dapat ditulis menjadi :
k k P (5.75)
Di mana P adalah peluang neutron tidak lolos (bocor) dari medium. Untuk reactor
uniform satu daerah dengan pendekatan difusi satu kelompok, maka nilai P dapat
dihitung dengan :
1
P (5.76)
1 B 2 L2
Distribusi fluks neutron pada kondisi kritis untuk berbagai geometri dapat
diselesaikan dengan menyelesaikan persamaan (5.72). Penyelesaian persamaan (5.72)
untuk berbagai dapat dilihat pada Tabel 5.4 dan Tabel 5.5. Table 5.4. menunjukkan
buckling geometri dan fluks neutron sedangkan Tabel 5.5. menunjukkan rumus untuk
mendapatkan nilai dari konstanta A bagi fungsi distribusi fluks neutron yang terdapat
pada Tabel 5.4.
156
Tabel 5.4. Buckling geometri dan fungsi distribusi neutron kondisi kritis untuk
berbagai geometri reaktor satu daerah
Pada Tabel 5.4, untuk geometri slab x menyatakan variabel posisi ke arah
tebal slab dari bidang tengan slab. Untuk geometri silinder, r menyatakan posisi
radial dari sumbu silinder dan z menyatakan posisi aksial dari bidang tengah aksial
silinder. Untuk geometri bola, r menyatakan posisi radial dari pusat bola. Untuk
geometri balok, x, y dan z masing-masing menyatakan posisi searah ketiga sumbu
balok masing-masing dihitung dari titik tengah balok. Nilai merupakan jarak
ekstrapolasi neutron dihitung tegak lurus dari permukaan medium.
Pada Tabel 5.5, W adalah daya reaktor dalam satuan Watt, E adalah energy
rerata yang dihasilkan tiap reaksi fisi (200 MeV per fisi), K adalah faktor konversi
energy ( 1,6021 10 13 J/MeV).
157
Tabel 5.5. Rumus konstanta A untuk berbagai geometri reaktor satu daerah
158
neutron cepat yang dihasilkan oleh reaksi fisi supaya menjadi neutron termal yang
siap untuk menginduksi reaksi fisi berikutnya.
Dengan demikian, terdapat setidaknya dua kelompok neutron yang terdapat
pada reaktor termal, yaitu kelompok neutron berenergi tinggi yang disebut sebagai
neutron cepat dan kelompok neutron berenergi rendah yang disebut sebagai neutron
termal. Untuk membedakan kedua kelompok neutron tersebut, ditentukan batas
energi termal (thermal energy treshold), yaitu Eth . Neutron yang energinya kurang
dari Eth dimasukkan dalam kelompok neutron termal sedangkan neutron yang
energinya lebih dari Eth dimasukkan sebagai kelompok neutron cepat.
Untuk reaktor termal, dapat disusun suatu siklus neutron, yaitu suatu siklus
yang dimulai dari serapan sejumlah n neutron termal oleh bahan bakar (yang teediri
dari nuklida fisil dan nuklida fertil) dan terjadi reaksi fisi hingga tersedia sejumlah
neutron yang akan diserap oleh bahan bakar untuk reaksi fisi berikutnya. Siklus
neutron pada suatu reaktor termal ditunjukkan pada Gambar 5.1.
Reaksi
f ,T , F fisi terinduksi Lolos dari medium
n PF pPT NEUTRON CEPAT
a ,T , F
oleh neutron cepat sebagai neutron cepat
f ,T , F
nT 1 PF
a ,T , F
Serapan neutron selama
Moderasi moderasi (serapan resonansi)
neutron
f ,T , F f ,T , F
f ,T , F nT
cepat nT PF f ,T , F
a ,T , F nT PF p
n T a ,T , F
a ,T , F
a ,T , F
Siklus neutron dimulai ketika n termal neutron diserap oleh bahan bakar.
Sebagian serapan tidak menghasilkan reaksi fisi dan hanya merupakan serapan
radiatif (radiative capture). Sebagian lagi merupakan serapan yang mengasilkan
159
reaksi fisi. Peluang terjadinya reaksi fisi terhadap serapan total bahan bakar dapat
dirumuskan sebagai rasio dari tampang lintang makroskopis serapan fisi bahan bakar
terhadap tampang lintang makroskopis serapan total bahan bakar. Setiap reaksi fisi
secara rerata menghasilkan T neutron cepat. Dengan demikian dapat didefinisikan
suatu besaran yang menyatakan jumlah rerata neutron cepat yang dihasilkan tiap
serapan satu neutron termal oleh bahan bakar, sebagai berikut :
f ,T , F
T (5.77)
a ,T , F
Dalam hal ini f ,T , F adalah tampang lintang makroskopis reaksi fisi terinduksi
neutron termal efektif dari bahan bakar sedangkan a ,T , F adalah tampang lintang
makroskopis serapan neutron termal efektif dari bahan bakar. Jika bahan bakar terdiri
dari campuran beberapa nuklida fisil dan beberapa nuklida fertile serta beberapa
aktinida minor, maka f ,T , F merupakan gabungan dari tampang lintang makroskopis
reaksi fisi terinduksi neutron termal dari semua nuklida fisil dan a ,T , F merupakan
gabungan dari tampang lintang makroskopis serapan neutron termal dari semua
nuklida fisil, nuklida fertile dan aktinida minor.
f ,T , F j T, j f ,T , j (5.78)
fissile
a,T , F j a ,T , j j a ,T , j j a ,T , j (5.79)
fissile ferite MA
T, j f ,T , j
j
fissile
(5.80)
j a ,T , j j a ,T , j j a ,T , j
fissile ferite MA
Dalam hal ini indeks MA menyatakan aktinida minor, indeks T menyatakan neutron
termal, indeks f menyatakan fisi, indeks a menyatakan serapan neutron sedangkan
indeks j menyatakan jenis nuklida.
Nuklida-nuklida fisil dan fertile pada umumnya dapat berfisi dengan diinduksi
oleh neutron cepat sekalipin tampang lintangnya kecil. Hal ini akan memberikan
kontribusi bagi jumlah neutron cepat yang dihasilkan oleh reaksi fisi. Didefinisikan
factor fisi cepat (disimbolkan sebagai ), yang merupakan rasio dari seluruh reaksi
fisi baik yang diinduksi oleh neutron termal maupun neutron cepat terhadap reaksi
fisi yang diinduksi oleh neutron termal saja.
160
uth
T f ,T , F T u f , F u u du
0
(5.81)
T f ,T , F T
Atau :
uth
u u u du
f ,F
1 0
(5.82)
T f ,T , F T
j j f ,F , j
1
0
(5.83)
j T, j f ,T , j
fissile
Jumlah neutron cepat setelah terjadinya keseluruhan reaksi fisi sejak serapan n
neutron termal (disimbolkan sebagai n f ) menjadi :
n f n (5.84)
Neutron yang tidak bocor akan melanjutkan proses moderasi. Pada saat
mencapai rentang energi (lethargy) epitermal, sebagian neutron mengalami serapan
resonansi. Pada bab IV tentang perlambatan neutron, telah dijelaskan variable p yang
disebut sebagai peluang lolos serapan resonansi, yang merupakan peluang dari
neutron yang tidak bocor dari medium selama proses moderasi untuk selamat dari
serapan selama proses moderasi (serapan resonansi). Dengan demikian, jumlah
neutron cepat yang berhasil dimoderasi hingga menjadi neutron termal (disimbolkan
161
sebagai n p ) adalah neutron cepat yang tidak bocor keluar medium dan selamat dari
serapan resonansi selama proses moderasi, yaitu :
n p PF p n (5.86)
162
Factor multiplikasi neutron termal atau kritikalitas
Selanjutnya didefinisikan factor multiplikasi neutron termal (disimbolkan
sebagai k) sebagai rasio dari jumlah neutron termal yang diserap oleh bahan bakar
pada suatu siklus neutron terhadap jumlah neutron termal yang diserap bahan bakar
pada satu siklus sebelumnya. Nilai dari factor multiplikasi neutron termal dapat
ditulis sebagai :
n PF pPT f n
k 1 (5.91)
n n
Atau :
k p f PF PT (5.92)
Nilai dari factor multiplikasi (k) ini tidak lain merupakan nilai kekritisan (ktirikalitas)
reactor. Jika k 1 , maka reactor dalam kondisi kritis dengan laju reaksi fisi konstan
terhadap waktu, jika k 1 , maka reactor dalam kondisi superkritis dengan laju reaksi
fisi meningkat terhadap waktu dan jika k 1, maka reactor dalam kondisi subkritis
dengan laju reaksi fisi berkurang terhadap waktu.
Jika ukuran geometri reactor sangat besar, maka kebocoran neutron cepat
(selama proses moderasi) dan kebocoran neutron termal penjasi sangat kecil. Dengan
demikian PF 1 dan PT 1 . Selanjutnya, didefinisikan factor multiplikasi neutron
termal takhingga (disimbolkan sebagai k ) sebagai berikut :
k p f (5.93)
Pada medium dengan k 1 , laju serapan neutron selalu lebih besar daripada laju
produksi neutron dari reaksi fisi. Medium dengan k 1 tidak mungkin mencapai
kondisi ktiris pada ukuran berapapun. Sementara itu medium dengan k 1 mampu
menghasilkan neutron hasil reaksi fisi lebih banyak daripada neutron yangh diserap.
Medium semacam ini mampu mencapai kondisi kritis ketika serapan neutron dan
kebocoran neutron dapat diimbangi dengan produksi neutron dari reaksi fisi.
Dengan menggunakan besaran k , persamaan (5.92) dapat ditulis menjadi :
k k PF PT (5.94)
Reaktifitas
Kondisi kritikalitas reactor dapat dinyatakan dalam besaran reaktifitas
(disimbolkan sebagai ) yang dirumuskan sebagai :
k 1
(5.95)
k
163
Dengan menggunakan reaktivitas, kondisi kritis reactor ( k 1 ) bersesuaian dengan
nilai reaktivitas nol ( 0 ); kondisi superkritis reactor ( k 1 ) bersesuaian dengan
nilai reaktifitas positif ( 0 ); kondisi subkritis reactor ( k 1) bersesuaian dengan
nilai reaktifitas positif ( 0 ).
Du 2 u
qr , u qr , u a qr , u
u T u T u
uth (5.96)
u u ' f u ' r , u 'du ' S ''' r , u
0
Dengan mengasumsikan sumber neutron S ''' r , u berasal dari reaksi fisi neutron
termal, maka :
S ''' r , u u T f ,T T r (5.97)
164
Du 2 u
qr , u qr , u a qr , u
u T u T u
(5.98)
uth
u u ' f u ' r , u 'du ' T f ,T T r
0
uth
u' u' r , u'du'
f
1 0
(5.99)
T f ,T T r
Du 2 u
qr , u qr , u a qr , u u T f ,T T r (5.100)
u T u T u
Sementara itu, persamaan difusi neutron termal dalam kondisi steady state adalah :
DT 2T r a,T T r ST r 0 (5.101)
Dalam hal ini, indeks T menyatakan neutron termal. Diasumsikan tidak ada neutron
termal yang dihasilkan langsung dari reaksi fisi. Semua neutron termal berasal dari
perlambatan neutron yang telah mencapat batas lethargy neutron termal, sehingga
sumber neutron termal ST r dapat dirumuskan menjadi :
ST r qr , uth (5.102)
Di mana k adalah eigen value (nilai eigen) yang tidak lain merupakan nilai factor
multiplikasi atau kritikalitas yang akan dihitung.
165
Pada kondisi kritis (steady state), diasumsikan fluks neutron termal dan rapat
perlambatan untuk semua lethargy terdistribusi dalam reactor dengan fungsi distribusi
kritis yaitu :
T r T 0 Br (5.105)
qr , u q0 u Br (5.106)
qr , uth q0 uth Br (5.107)
Dalam hal ini T 0 adalah nilai fluks neutron termal pada pusat medium reactor,
q0 u dan q0 uth masing-masing adalah nilai rapat perlambatan pada lethargy u dan
uth pada pusat medium reactor. Besaran B adalah buckling geometri sedangkan
Br fungsi distribusi fluks neutron pada kondisi kritis. Dalam hal ini, diasumsikan
bahwa distribusi rapat perlambatan untuk semua lethargy mengikuti distribusi fluks
neutron termal.
Besaran B (atau B2) dan fungsi distribusi fluks neutron pada kondisi kritis
untuk berbagai geometri reactor dapat dilihat pada Tabel 5.4. Fungsi distribusi fluks
neutron pada kondisi kritis memenuhi :
2 Br B 2 Br 0 (5.108)
Du 2 u
q0 u B q0 u a q0 u u T f ,T T 0
d
(5.109)
du T u T u
Atau :
Du B 2 u
q0 u q0 u u T f ,T T 0
d
a (5.110)
du T u T u
dan
q0 u th
DT B 2T 0 a ,T T 0 0 (5.111)
k
Atau :
DT 2 q 0 u th
B 1 a ,T T 0 k
(5.112)
a ,T
166
DT
LT (5.113)
a ,T
q0 u th
k
(5.114)
1 B 2 L2T a ,T T 0
Penyelesaian persamaan (5.116) dengan asumsi tidak ada produksi neutron dengan
lethargy terendah ( u 0 ) atau dengan kata lain tidak ada produksi neutron dengan
energi melebihi batas energi tertinggi dalam medium reactor, adalah :
167
Atau :
u
u Du ' 'B 2 u ' '
q0 u T f ,T T 0 u ' exp a du ' ' du ' (5.118)
u ' T u ' ' T u ' '
0
u
u
Du ' ' du ' ' u u ' ' du ' '
q0 u T f ,T T 0 u ' exp B 2 exp a du ' (5.119)
0 u ' '
u' T u ' T u ' '
Rapat perlambatan dari neutron hasil reaksi fisi yang dilahirkan pada lethargy u
hingga mencapai lethargy termal dapat ditulis sebagai berikut :
uth
uth
Du ' du ' uth a u ' du '
q0 u th T f ,T T 0 0 u exp B u T u' exp u T u' du (5.120)
2
Umur Fermi pada proses perlambatan neutron yang dihasilkan oleh reaksi fisi
pada lethargy u hingga mencapai batas lethargy termal u th (yang disimbolkan sebagai
u uth ) dapat dirumuskan sebagai :
uth
168
Diasumsikan neutron hasil fisi dilahirkan pada rentang lethargy 0 u u E , di mana
u E adalah lethargy maksimal (yang bersesuaian dengan energy minimal) dari neutron
yang dihasilkan oleh reaksi fisi. Selanjutnya proses moderasi neutron diasumsikan
terjadi pada rentang lethargy u E u uth . Dengan asumsi ini, persamaan (5.114)
menjadi :
uE uth
Du du uth a u du
q0 u th T f ,T T 0 u du exp B
2
exp (5.124)
0
uE T
u
uE T u
Umur Fermi pada proses perlambatan neutron yang dihasilkan oleh reaksi fisi
hingga mencapai batas lethargy termal u th (yang disimbolkan sebagai T ) dapat
dirumuskan sebagai :
Du du
uth
T (5.125)
uE T
u
uth a u du
p exp (5.126)
u T u
E
Sementara itu, karena neutron hasil fisi dilahirkan pada rentang lethargy
0 u u E , maka :
uE
u du 1
0
(5.127)
q0 uth T f ,T pT 0 exp B 2 T (5.128)
169
T f ,T pT 0 exp B 2 T T f ,T p exp B 2 T
k
1 B L 1 B L
(5.129)
2 2
T a ,T T 0 2 2
T a ,T
Pada persamaan (5.126) nilai tampang lintang serapan termal merupakan gabungan
dari tampang lintang serapan termal dari bahan bakar, moderator, pendingin, srtuktur
dan penyerap neutron lainnya, yaitu :
f ,T f ,T , F (5.131)
f ,T , F
k p T
a ,T , F
exp B 2 T
(5.132)
1 B 2 L2
a ,T , F a ,T T
f ,T , F a ,T , F
Dari persamaan (5.77) dan persamaan (5.88), maka T dan f .
a ,T , F a ,T
Dengan demikian, persamaan (5.132) menjadi :
k p f
exp B 2 T
(5.133)
1 B 2 L2T
170
PF exp B 2 T (5.135)
Dan :
1
PT (5.136)
1 B 2 L2T
exp B 2 T 1
(5.137)
1 B 2 T
k
k
(5.138)
1 B L 1 B 2 T
2 2
T
Atau :
k
k
(5.139)
1 B L T B 4 T L2T
2 2
T
Karena nilai B 2 kecil, maka suku yang mengandung B 4 dapat diabaikan. Dengan
demikian, persamaan (5.139) menjadi :
k
k
(5.140)
1 B L2T T 2
Didefinisikan besaran M 2 yaitu kuadrat dari panjang migrasi neutron rerata sejak
dilahirkan dari reaksi fisi hingga terserap sebagai neutron termal, yang dirumuskan
sebagai berikut :
M 2 L2T T (5.141)
k
k (5.142)
1 B2M 2
Persamaan (5.142) adalah persamaan kekritisan dengan pendekatan teori difusi satu
kelompok yang dimodifikasi. Dalam hal ini :
171
k p f (5.143)
k k P (5.144)
Di mana P adalah peluang neutron tidak bocor dari medium reactor sejak dilahirkan
dari reaksi fisi hingga terserap sebagai neutron termal. Nilai P dalam hal ini adalah :
1
P (5.145)
1 B2M 2
V.7. Perhitungan kekritisan reactor satu dimensi, banyak daerah (multi region)
dengan teori difusi neutron satu kelompok yang dimodifikasi.
Berbagai desain reactor nuklir tersusun dari material yang berbeda dalam
beberapa daerah atau region. Desain yang demikian dibuat untuk berbagai tujuan.
Pada kebanyakan reactor daya, diinginkan distribusi daya yang lebih merata dalam
teras reactor. Hal ini dapat dilakukan dengan melalukan variasi kandungan nuklida
fisil. Daerah yang berkecenderungan menimbulkan fluks neutron yang tinggi
(misalnya di bagian tengah teras reactor) sengaja diberi bahan bakar dengan
kandungan nuklida fisil yang lebih rendah daripada daerah yang berkecenderungan
menimbulkan fluks neutron yang rendah (misalnya di bagian tepi reactor). Dengan
demikian fluks neutron di bagian tengah teras dapat ditekan sedangkan fluks neutron
di bagian tepi teras dapat dinaikkan.
Jika suatu reaktor didesain dengan pada awalnya menggunakan bahan bakar
yang kandungan nuklida fisilnya seragam (single region), maka setelah beberapa
lama beroperasi kandungan nuklida fisilnya menjadi tidak seragam. Hal ini terjadi
karena pada daerah yang fluks neutronnya tinggi, nuklida fisil akan berkurang lebih
cepat daripada daerah yang fluks neutronnya lebih rendah. Dengan demikian reaktor
yang semula satu daerah (single region) setelah beberapa lama beroperasi akan
menjadi reaktor multiregion.
Beberapa desain reaktor dilengkapi dengan material moderator tanpa bahan
bakar yang dipasang di luar (melingkupi) teras reaktor. Daerah (zona) yang terdiri
dari material moderator yang melingkupi teras reaktor ini disebut sebagai zona
(daerah) reflektor. Fungsi dari reflektor adalah untuk memoderasi neutron cepat yang
bocor dari teras reaktor sehingga menjadi neutron termal dan mendifusikan neutron
termal yang bocor keluar reaktor. Neutron termal yang berdifusi dalam moderator ini
berpeluang untuk kembali memasuki teras reaktor disamping untuk bocor keluar dari
medium reflektor. Secara keseluruhan, fungsi reflektor adalah untuk mengurangi
kebocoran neutron keluar dari keseluruhan sistem reaktor (teras dan reflektor)
sehingga kondisi kritis dapat dicapai dengan jumlah nuklida fisil yang lebih rendah.
Selisih dari jumlah nuklida fisil untuk mencapai kondisi kritis dengan adanya
172
reflektor terhadap jumlah nuklida fisil untuk mencapai kondisi kritis tanpa reflektor
disebut sebagai penghematan reflektor (reflector saving).
Berbagai reaktor nuklir lainnya didesain sebagai reaktor pembiak. Pada desain
reaktor pembiak, terdapat daerah (zona) yang dioptimalisasikan untuk terjadinya
reaksi fisi yang mampu mencapai kondisi kritis dengan menghasilkan cukup banyak
neutron serta memiliki permukaan yang memungkinkan cukup banyak kebocoran
neutron. Zona ini disebut sebagai zona teras (core) atau zona seed. Zona teras atau
zona seed ini dilingkupi oleh zona selimut (blanket). Neutron yang bocor dari zona
teras akan memasuki zona blanket. Zona blanket dioptimalisasikan bagi terjadinya
reaksi pembiakan. Neutron yang memasuki zona blanket akan ditangkap oleh nuklida
fertil. Nuklida fertil setelah menangkap neutron akan menjadi nuklida majemuk yang
selanjutnya mengalami satu atau dua kali peluruhan radioaktif (biasanya peluruhan
beta negatif) dan akhirnya menghasilkan nuklida fisil.
V.7.a. Persamaan kritis untuk reaktor satu dimensi dua daerah (teras dan reflektor)
dengan pendekatan teori difusi satu kelompok yang dimodifikasi
Akan dibahas reaktor satu dimensi dua daerah. Daerah di bagian tengah
mengandung nuklida fisil dan disebut sebagai daerah atau zona teras (diberi indeks C)
dan daerah luar terdiri dari material moderator tanpa bahan bakar dan berfungsi
sebagai reflektor (diberi indeks R).
Dengan menggunakan pendekatan teori difusi neutron yang dimodifikasi,
persamaan neraca neutron termal untuk zona teras adalah :
k
TC r 1 aTCTC r 0
1 d m d
DTC r (5.146)
k
m
r dr dr
k C C pC f C (5.147)
Sementara itu, persamaan neraca neutron termal untuk zona reflektor adalah :
TR r aTRTR r 0
1 d m d
DTR r (5.148)
r m dr dr
173
Persamaan (5.148) berlaku untuk a r b . Posisi b adalah posisi tengah
adalah posisi permukaan luar reflektor. Pada persamaan (5.146) dan persamaan
(5.148), r menyatakan posisi karekteristik satu dimensi sedangkan m adalah bilangan
bulat yang menyatakan karakteristik bentuk geometri, yaitu m = 0 untuk bentuk slab
yang luas, m = 1 untuk silinder panjang dan m = 2 untuk bola uniform. Indeks T
menyarakan neutron termal, indeks C menyatakan zona teras (core) dan indeks R
menyatakan zona reflektor.
Syarat batas posisi tengah untuk penyelesaian dari persamaan (5.146) adalah :
TC r 0
d
r 0 (5.149)
dr
Sedangkan syarat batas permukaan luar untuk penyelesaian dari persamaan (5.148)
adalah :
r b TR r 0 (5.150)
Pada bidang batas teras dan reflector, berlaku syarat kontinuitas fluks neutron dan
kontinuitas arus neutron sebagai berikut :
k k
TC r AC1 C1 r 1 aTC AC 2 C 2 r 1 aTC (5.153)
k DTC k DTC
aTR aTR
TR r AR1 R1 r AR 2 R 2 r
(5.154)
DTR DTR
Fungsi distribusi fluks neutron pada zona teras dan zona reflector untuk berbagai
bentuk geometri reactor satu dimensi dapat dilihat pada Tabel 5.6 dan Tabel 5.7.
Fungsi C1 adalah fungsi simetris terhadap posisi tengah reactor dan
memenuhi syarat batas persamaan (5.149) sedangkan fungsi C 2 adalah fungsi
antisimetris terhadap posisi tengah reactor dan tidak memenuhi syarat batas
persamaan (5.149). Dengan demikian, supaya syarat batas persamaan (5.149)
terpenuhi, fungsi C 2 harus dihilangkan dari persamaan (5.153) atau AC 2 0 ,
sehingga distribusi fluks neutron pada zona teras menjadi :
174
k
TC r AC1 C1 r 1 aTC (5.155)
k DTC
Tabel 5.6. Fungsi distribusi fluks neutron pada zona teras pada reactor dua daerah
satu dimensi
Tabel 5.7. Fungsi distribusi fluks neutron pada zona reflektor pada reactor dua daerah
satu dimensi
aTR aTR
sinh r cosh r
Selubung bola D D
uniform dengan R1 TR R2 TR
tebal b - a aTR aTR
r r
DTR DTR
Fungsi C1 adalah fungsi simetris terhadap posisi tengah reactor dan memenuhi
syarat batas persamaan (5.149) sedangkan fungsi C 2 adalah fungsi antisimetris
terhadap posisi tengah reactor dan tidak memenuhi syarat batas persamaan (5.149).
175
Dengan demikian, supaya syarat batas persamaan (5.149) terpenuhi, fungsi C 2 harus
dihilangkan dari persamaan (5.153) atau AC 2 0 , sehingga distribusi fluks neutron
pada zona teras menjadi :
k
TC r AC1 C1 r 1 aTC (5.155)
k D
TC
Syarat batas permukaan luar, yaitu dari persamaan (5.150) harus dipehuni
oleh fluks neutron pada reflector, sehingga :
AR1 R1 b aTR AR 2 R 2 b aTR 0 (5.156)
DTR DTR
Atau :
aTR
R1 b
DTR
AR 2 AR1 (5.157)
R 2 b aTR
DTR
aTR
R1 b
DTR r aTR
TR r AR1 R1 r aTR
R2
(5.158)
DTR b aTR
DTR
R2
DTR
Dengan mengaplikasikan syarat batas kesamaan fluks neutron pada batas antara
medium teras dan reflector, yaitu persamaan (5.151), maka diperoleh :
aTR
R1 b
k
A a aTR DTR
AC1 C1 a 1 aTC R 2 a aTR (5.159)
k DTR aTR D
R1 R1
DTC
R 2 b TR
DTR
Sehingga diperoleh hubungan antara konstanta AR1 dengan AC1 sebagai berikut :
176
k
AC1 C1 a 1 aTC
k DTC
AR1 (5.160)
R1 b aTR
DTR
R1 a aTR R 2 a aTR
DTR DTR
R 2 b aTR
DTR
TC k k
AC1 1 aTC C1 r 1 aTC (5.161)
k DTC
dr k DTC
aTR
R1 b
TR aTR DTR r aTR
AR1 R1 r aTR
R2
(5.162)
dr DTR DTR b aTR
DTR
R2
DTR
Fungsi C1 adalah fungsi diferensiasi distribusi fluks neutron jenis pertama pada zona
teras sedangkan R1 dan R 2 fungsi diferensiasi distribusi fluks neutron jenis
pertama dan jenis kedua pada zona reflector. Fungsi-fungsi tersebut untuk berbagai
bentuk geometri reactor satu dimensi dapat dilihat pada Tabel 5.8 dan Tabel 5.9.
Dengan mensubstitusikan persamaan (5.160) ke persamaan (5.162), maka
diferensiasi fluks neutron pada zona reflektor adalah :
TR aTR k
AC1 C1 a 1 aTC
dr DTR k DTC
aTR aTR aTR aTR
R 2 b R1 r R1 b R 2 r (5.163)
DTR DTR DTR DTR
aTR aTR aTR aTR
R 2 b DTR
R1 r
DTR
R1 b
DTR
R 2 r
DTR
177
Tabel 5.8. Fungsi diferensiasi distribusi fluks neutron pada zona teras pada reactor
dua daerah satu dimensi
Silinder panjang k k
uniform berjari- C1 J 1 r 1 aTC C 2 Y1 r 1 aTC
k DTC k DTC
jari a
k
cos r 1 aTC sin r k 1 aTC
k DTC
Bola uniform
C1 k DTC
berjari-jari a
k k
r 1 aTC r 2 1 aTC
k DTC k DTC
Tabel 5.9. Fungsi diferensiasi distribusi fluks neutron pada zona reflektor pada
reactor dua daerah satu dimensi
178
Dengan mensubstitusikan persamaan (5.161) dan persamaan (5.163) ke
persamaan syarat batas kesamaan arus neutron, yaitu persamaan (5.152) maka
diperoleh :
k k
DTC AC1 1 aTC C1 a 1 aTC
k DTC k DTC
aTR k
DTR AC1 C1 a 1 aTC (5.164)
DTR k DTC
aTR aTR aTR aTR
R 2 b R1 a R1 b R 2 a
DTR DTR DTR DTR
aTR aTR aTR aTR
b R1 a R1 b R 2 a
R 2 DTR DTR DTR DTR
Atau :
k
C1 a 1 aTC
k DTC
DTC k
1 aTC
DTR k DTC k
C1 a 1 aTC
k DTC
aTR aTR
R 2 b R2 a
DTR DTR
(5.165)
aTR aTR aTR
R1 a R1 b R1 a
aTR DTR
DTR
DTR
DTR aTR aTR aTR
R1 a R 2 b R2 a
DTR DTR DTR
b aTR
R1 a
aTR
R1 DTR DTR
179
yang terdapat pada Tabel (5.6), Tabel (5.7), Tabel (5.8) dan Tabel (5.9) untuk
geometri slab sangat luas ke persamaan (5.165), sebagai berikut :
k
sin a 1 aTC
k DTC
DTC k
1 aTC
DTR k DTC k
cos a 1 aTC
k DTC
aTR aTR
sinh b cosh a
DTR DTR
(5.166)
aTR aTR aTR
sinh a cosh b sinh a
aTR
DTR
DTR
DTR
DTR aTR aTR aTR
cosh a sinh b sinh a
DTR DTR
DTR
cosh b aTR
cosh a
aTR
DTR DTR
Atau :
DTC k k
1 aTC tan a 1 aTC
k DTC
DTR k DTC
aTR aTR
tanh b coth a (5.167)
aTR aTR DTR DTR
tanh a
DTR DTR tanh b aTR
tanh a
aTR
DTR DTR
180
k
J1 a 1 aTC
k DTC
DTC k aTR
1 aTC
DTR k DTC k DTR
J0a 1 aTC
k DTC
(5.168)
aTR aTR aTR aTR
K b I1 a I 0 b K1 a
0
DTR DTR DTR DTR
aTR aTR aTR aTR
K 0 b DTR
I 0 a
DTR
I 0 b
DTR
K 0 a
D
TR
Untuk reactor berbentuk bola dengan reflector pada sisi radial, maka persamaan
kritikalitasnya dapat disusun dengan mensubstitusikan fungsi distribusi fluks neutron
dan fungsi diferensiasi fluks neutron yang terdapat pada Tabel (5.6), Tabel (5.7),
Tabel (5.8) dan Tabel (5.9) untuk geometri bola ke persamaan (5.165). Setelah
dilakukan beberapa manipulasi matematika, diperoleh persamaan krtitikalitas untuk
reactor dua daerah berbentuk bola dengan reflector radial dengan pendekatan teori
difusi satu kelompok yang dimodifikasi, sebagai berikut :
DTC k k 1
1 aTC cot a 1 aTC
DTR k DTC k DTC a
aTR 1 aTR 1
coth a aTR coth b aTR coth a aTR (5.169)
DTR DTR a DTR DTR a DTR
coth b aTR coth a aTR
DTR DTR
Konstanta AC1 pada persamaan (5.155) dapat ditentukan berdasarkan daya reaktor.
Reaksi fisi dalam hal ini hanya terjadi pada zona teras, dengan demikian daya reaktor
dapat dihitung dengan :
W RFC EK (5.170)
Dalam hal ini W adalah daya reaktor dalam satuan Watt, E adalah energy rerata yang
dihasilkan tiap reaksi fisi (200 MeV per fisi), K adalah faktor konversi energy
( 1,6021 10 13 J/MeV) sedangkan RFC adalah laju reaksi fisi keseluruhan dalam zona
teras reaktor dalam satuan fisi per detik. Nilai RFC untuk reaktor dengan medium
uniform dapat dihitung dengan :
181
RFC fCTC r dVC fC TC r dVC (5.171)
VC VC
Dalam hal ini, VC adalah volume teras reaktor, fC adalah tampang lintang
makroskopis reaksi fisi pada zona teras reaktor. Untuk geometri satu dimensi, maka :
a
RFC 2 l fC TC r r m dr (5.172)
0
Dalam hal ini r menyatakan posisi karekteristik satu dimensi, a adalah jarak
permukaan luar terhadap posat geometri. Nilai l 1 untuk slab serta sllinder dan
l 2 untuk bola. Untuk slab 0 sedangkan untuk silinder dan bola 1 .
Sedangkan m adalah bilangan bulat yang menyatakan karakteristik bentuk geometri,
yaitu m = 0 untuk bentuk slab yang luas, m = 1 untuk silinder panjang dan m = 2
untuk bola uniform.
Dengan mensubstitusikan persamaan (5.155) ke persamaan (5.172), maka :
a k m
RFC 2 l fC AC1 C1 r 1 aTC r dr (5.173)
k DTC
0
a k m
W AC1 EK 2 l fC C1 r 1 aTC r dr (5.174)
k DTC
0
W
AC1 (5.175)
a k m
EK 2 l fC C1 r 1 aTC r dr
k DTC
0
182
Tabel 5.10. Rumus konstanta AC1 untuk berbagai geometri reaktor satu dimensi
dengan reflektor
k DTC
Tabel 5.11. Rumus konstanta AC1 untuk berbagai geometri reaktor satu dimensi
dengan reflektor
183
Geometri Rumus konstanta AR1
reaktor
aTR k
bola sin a 1 aTC
AC1 k
uniform DTR
DTC
AR1
dengan k aTC
jari-jari a 1 sinh a aTR tanh b aTR cosh a aTR
k DTC DTR D
DTR TR
V.7.b. Persamaan kritis untuk reaktor satu dimensi dua daerah (teras dan blanket)
dengan pendekatan teori difusi satu kelompok yang dimodifikasi
Contoh kasus berikutnya adalah reactor dua daerah di mana terdapat nuklida
fisil pada kedua daerah tersebut. Daerah di bagian tengah mengandung nuklida fisil
serta mampu mencapai kondisi kritis ( k 1 ), sementara daerah tepi mengandung
nuklida fisil tetapi tak mampu mencapai kondisi kritis ( k 1 ). Daerah tengah
disebut sebagai daerah atau zona teras (diberi indeks C) dan daerah tepi disebut
sebagai zona blanket (diberi indeks B).
Dengan menggunakan pendekatan teori difusi neutron yang dimodifikasi,
persamaan neraca neutron termal untuk zona teras adalah :
k
TC r C 1 aTCTC r 0
1 d m d
DTC r (5.176)
k
m
r dr dr
k C C C pC f C (5.177)
Sementara itu, persamaan neraca neutron termal untuk zona reflektor adalah :
k
TB r B 1 aTBTB r 0
1 d m d
DTB r (5.178)
k
m
r dr dr
184
k B B B p B f B (5.179)
TC r 0
d
r 0 (5.180)
dr
Sedangkan syarat batas permukaan luar untuk penyelesaian dari persamaan (5.178)
adalah :
r b TB r 0 (5.181)
Pada bidang batas teras dan blanket, berlaku syarat kontinuitas fluks neutron dan
kontinuitas arus neutron sebagai berikut :
k C k C
TC r AC1 C1 r 1 aTC AC 2 C 2 r 1 aTC (5.184)
k DTC k DTC
k B k B
TB r AB1 B1 r 1 aTB AB 2 B 2 r 1 aTB (5.185)
k DTB k DTB
Fungsi distribusi fluks neutron termal untuk zona teras adalah sama dengan kasus
reaktor dengan reflektor yang telah dibahas pada Sub Bab V.7.a. dan telah
ditunjukkan pada Tabel 5.6. Sementara itu, fungsi distribusi fluks neutron termal pada
zona blanket ditunjukkan pada Tabel 5.12.
185
Tabel 5.12. Fungsi distribusi fluks neutron pada zona blanket pada reactor dua daerah
satu dimensi
Syarat batas permukaan luar, yaitu dari persamaan (5.181) harus dipehuni
oleh fluks neutron pada blanket, sehingga diperoleh :
k B
B1 b 1 aTB
k DTB
AB 2 AB1 (5.187)
k
B 2 b B 1 aTB
k DTB
186
k
B1 r B 1 aTB
k DTB
TB r AB1 B1 b B 1 aTB
k
(5.188)
k DTB k
B 2 r B 1 aTB
k B aTB k DTB
B 2 b 1
k DTB
Dengan mengaplikasikan syarat batas kesamaan fluks neutron pada batas antara
medium teras dan blanket, yaitu persamaan (5.182), maka diperoleh hubungan antara
konstanta AB1 dengan AC1 sebagai berikut :
k
AC1 C1 a C 1 aTC
k DTC
AB1 (5.189)
k
B1 b B 1 aTB
k k DTB k
B1 a B 1 aTB B 2 a B 1 aTB
k DTB b k B 1 aTB k DTB
B2
k DTB
Selanjutnya, untuk mengaplikasikan syarat batas kesamaan arus neutron pada batas
antara medium teras dan reflector, yaitu persamaan (5.183), terlebih dahulu perlu
dilakukan diferensiasi terhadap persamaan (5.155) dan persamaan (5.158) sebagai
berikut :
TC k k
AC1 1 aTC C1 r 1 aTC (5.189)
dr k DTC k D
TC
k
B1 r B 1 aTB
k D
TB
TB k B k
AB1 1 aTB B1 b B 1 aTB (5.190)
dr k DTB k D
TB k
B 2 r B 1 aTB
k B aTB k DTB
B 2 b k 1 D
TB
187
Fungsi C1 adalah fungsi diferensiasi distribusi fluks neutron jenis pertama pada zona
teras sedangkan B1 dan B 2 fungsi diferensiasi distribusi fluks neutron jenis
pertama dan jenis kedua pada zona blanket. Fungsi-fungsi tersebut untuk berbagai
bentuk geometri reactor satu dimensi pada zona teras dapat dilihat pada Tabel 5.8.
Sementara itu, fungsi diferensiasi distribusi fluks neutron jenis pertama dan jenis
kedua pada zona blanket ( B1 dan B 2 ) dapat dilihat pada Tabel 5.13.
Tabel 5.13. Fungsi diferensiasi distribusi fluks neutron pada zona blanket pada
reactor dua daerah satu dimensi
Bentuk geometri Fungsi B1 Fungsi B 2
Slab luas k k
uniform dengan B1 sinh r B 1 aTB B 2 cosh r B 1 aTB
k DTB k DTB
tebal b - a
Selubung
k k
silinder panjang
B1 I 1 r B 1 aTB B 2 K1 r B 1 aTB
uniform dengan k DTB k DTB
tebal b - a
k k
cosh r B 1 aTB sinh r B 1 aTB
k DTB k DTB
B1 B2
k B aTB k
Selubung bola r 1 r B 1 aTB
k DTB k DTB
uniform dengan
tebal b - a k k
sinh r B 1 aTB cosh r B 1 aTB
k DTB k DTB
k k
r 2 B 1 aTB r 2 B 1 aTB
k DTB k DTB
2
DTC BC2 C1 a BC
DTB BB2 C1 a BC2
(5.191)
b B 2 a B 2 b B 2 a B 2
B2 B
B1 B
B1
B
B2 B
B 2 b BB2 B1 a BB2 B1 b BB2 B 2 a BB2
188
Atau :
b BB2 B 2 a B B2
B2
2
B1 a B B2 B1 b BB2 B1 a B B2
DTC BC2 C1 a BC (5.192)
2
DTB B B2 C1 a BC2 B1 a B B B 2 b
2
B B B 2 a
2
BB
B1 b B B B1 a
2 2
BB
Dengan :
k
BC2 C 1 aTC (5.193)
k DTC
Dan
k
BB2 B 1 aTB (5.194)
k DTB
tanh b B 2 coth a B 2
D BC2 (5.195)
tan a BC2 tanh a BB2
B B
TC
DTB tanh b B 2 tanh a B 2
BB2 B B
Persamaan (5.195) adalah persamaan krtitikalitas untuk reactor dua daerah berbentuk
slab sangat luas dengan blanket berketebalan sama pada kedua sisinya dengan
pendekatan teori difusi satu kelompok yang dimodifikasi.
Sedangkan untuk reactor berbentuk silinder sangat panjang dengan blanket
pada sisi radial, maka persamaan kritikalitasnya dapat disusun dengan
mensubstitusikan fungsi distribusi fluks neutron dan fungsi diferensiasi fluks neutron
yang terdapat pada Tabel (5.6), Tabel (5.12), Tabel (5.8) dan Tabel (5.13) untuk
geometri silinder sangat panjang ke persamaan (5.191). Setelah dilakukan beberapa
manipulasi matematika, diperoleh persamaan krtitikalitas untuk reactor dua daerah
189
berbentuk silinder sangat luas dengan blanket radial dengan pendekatan teori difusi
satu kelompok yang dimodifikasi, sebagai berikut :
2
D BC2 J 1 a BC
TC
DTR BB2 J 0 a BC2
(5.196)
K b B 2 I a B 2 I b B 2 K a B 2
0 B
1 B
0 B
1 B
K 0 b BB2 I 0 a BB2 I 0 b BB2 K 0 a BB2
Untuk reactor berbentuk bola dengan blanket pada sisi radial, maka persamaan
kritikalitasnya dapat disusun dengan mensubstitusikan fungsi distribusi fluks neutron
dan fungsi diferensiasi fluks neutron yang terdapat pada Tabel (5.6), Tabel (5.12),
Tabel (5.8) dan Tabel (5.13) untuk geometri bola ke persamaan (5.165). Setelah
dilakukan beberapa manipulasi matematika, diperoleh persamaan krtitikalitas untuk
reactor dua daerah berbentuk bola dengan blanket radial dengan pendekatan teori
difusi satu kelompok yang dimodifikasi, sebagai berikut :
DTC 1
BC cot a BC
2 2
DTR a
1
B B coth a BB coth b B B BB coth a B B (5.197)
2 2 2 2 1 2
a a
coth b BB2 coth a B B2
Untuk menentukan konstanta fluks neutron, persamaan (5.188) terlebih dahulu ditulis
menjadi :
B1 b BB2
TB r AC1G B B1 r BB
2
B 2 r BB
2
(5.198)
b B 2
B2
B
Dengan :
AC1 C1 a BC2
GB (5.199)
B1 b BB2
B1 a BB2 a B2
B
b B 2 B 2
B2
B
190
Konstanta AC1 pada persamaan (5.186) dan persamaan (5.198) dapat ditentukan
berdasarkan daya reaktor. Reaksi fisi dalam hal ini terjadi pada zona teras dan zona
blanket, dengan demikian daya reaktor dapat dihitung dengan :
Dalam hal ini W adalah daya reaktor dalam satuan Watt, E adalah energy rerata yang
dihasilkan tiap reaksi fisi (200 MeV per fisi), K adalah faktor konversi energy
( 1,6021 10 13 J/MeV) sedangkan RFC dan RFB adalah laju reaksi fisi keseluruhan
dalam zona teras dan zona blanket dalam satuan fisi per detik. Nilai RFC untuk
reaktor dengan medium uniform dapat dihitung dengan:
RFC RFB fC TC r dVC fB TB r dVB (5.201)
VC VB
Dalam hal ini, VC dan V B masing-masing adalah volume teras dan volume blanket,
fC dan fC masing-masing adalah tampang lintang makroskopis reaksi fisi pada
zona teras dan blanket. Untuk geometri satu dimensi, maka :
a b
RFC RFB 2 fC TC r r dr fB TB r r m dr
l
m
(5.202)
0 a
Dalam hal ini r menyatakan posisi karekteristik satu dimensi, a adalah jarak
permukaan luar terhadap posat geometri. Nilai l 1 untuk slab serta sllinder dan
l 2 untuk bola. Untuk slab 0 sedangkan untuk silinder dan bola 1 .
Sedangkan m adalah bilangan bulat yang menyatakan karakteristik bentuk geometri,
yaitu m = 0 untuk bentuk slab yang luas, m = 1 untuk silinder panjang dan m = 2
untuk bola uniform.
Dengan mensubstitusikan persamaan (5.186) dan pesamaan (5.198) ke
persamaan (5.202), maka :
a
fC C1 r BC2 r m dr
0
R FC R FB 2 l AC1 b
B1 b B B2 (5.203)
G r B 2 B 2 r B B r dr
fB B B1
2 m
B 2 b B B2
B
a
191
Substitusi persamaan (5.173) ke persamaan (5.170) menghasilkan :
a
fC C1 r BC2 r m dr
0
W AC1 EK 2 l b
B1 b B B2 (5.204)
G r B B 2 r B B r dr
fB B B1
2 2 m
B
2
a B 2 b B B
W
AC1 (5.205)
a
fC C1 r BC2 r m dr
0
EK 2 l b
B1 b BB2
G r B 2 r B 2 r m dr
fB B B1
B
B
b B 2 B 2
B2 B
a
192