Anda di halaman 1dari 192

FISIKA REAKTOR NUKLIR

ANDANG WIDI HARTO

JURUSAN TEKNIK FISIKA


FAKULTAS TEKNIK UGM

1
I. PENDAHULUAN

Semua benda di alam semesta secara kimia tersusun dari berbagai jenis
senyawa kimia (chemical compound). Senyawa-senyawa tersebut dapat dikembalikan
kepada zat-zat yang secara kimia tak terbagi lagi yang disebut sebagai unsur-unsur
(element). Unsur-unsur tersusun dari atom-atom. Setiap atom tersusun dari inti atom
dan electron yang mengelilingi inti atom tersebut. Elektron bermuatan listrik negative
sedangkan inti atom bermuatan listrik positif. Inti atom tersusun dari proton dan
neutron. Proton bermuatan listrik positif sedangkan neutron tidak bermuatan listrik
(neutral). Karena atom bersifat netral, maka jumlah proton dalam inti atom sama
dengan jumlah elektron.
Sifat-sifat kimia unsur ditentukan oleh struktur elektron atau jumlah elektron.
Dengan demikian, secara tidak langsung sifat-sifat kimia dari unsur ditentukan oleh
jumlah proton dalam inti atom. Inti atom yang tersusun dari proton dan neutron sering
disebut sebagai nuklida. Sedangkan proton dan neutron sering disebut sebagai
nukleon, yaitu partikel yang menyusun inti atom atau partikel yang menyusun
nuklida.
Karakteristik dari nuklida ditentukan oleh bilangan Z, yaitu jumlah proton
yang terdapat dalam nuklida tersebut dan A, yaitu jumlah total nukleon (proton +
neutron) yang terdapat dalam nuklida tersebut. Di samping itu, juga terdapat bilangan
N, yang menyatakan jumlah neutron yang terdapat dalam suatu nuklida. Hubungan
antara ketiga bilangan tersebut dapat dinyatakan sebagai :

A N Z (1.1)

Selanjutnya bilangan Z sering disebut sebagai nomor atom, bilangan A sering disebut
sebagai nomor massa dan bilangan N sering disebut sebagai nomor neutron. Secara
umum, penulisan suatu nuklida tertentu sering dilakukan sebagai berikut :

A
Z X atau sering dituliskan sebagai X-A

59
Dalam hal ini, X menyatakan nama unsur. Sebagai contoh 27 Co adalah nuklida cobalt
59 yang juga sering ditulis sebagai Co-59. Nuklida ini memiliki nilai Z=27, artinya
memiliki 27 proton, yaitu sesuai dengan nomor atom dari unsur cobalt. Nilai A untuk
nuklida tersebut adalah 59, yang berarti jumlah keseluruhan nukleon, proton dan
neutron, dalam nuklida tersebut adalah 59. Bilangan N dalam nuklida tersebut dapat
dihitung sebagai N = A – Z = 59 – 27 = 32. Dengan demikian nuklida Co-59 memiliki
32 neutron.

I.1. Isotop, isobar dan isoton


Isotop adalah nuklida-nuklida berbeda yang memiliki nomor atom yang sama
(yang berarti merupakan unsur yang sama) tetapi memiliki nomor massa yang

2
berbeda, yang berarti memiliki jumlah neutron yang berbeda. Contoh dari isotop
59 60
adalah Co-59 atau 27 Co dan Co-60 atau 27 Co . Kedua nuklida tersebut memiliki
nomor atom yang sama (Z=27), yang berarti merupakan unsur yang sama yaitu unsur
cobalt. Akan tetapi Co-59 memiliki 59 nukleon (yaitu 27 proton dan 32 neutron)
sedangkan Co-60 memiliki 60 nukleon (yaitu 27 proton dan 33 neutron).
Isobar adalah nuklida-nuklida berbeda yang memiliki nomor atom yang
berbeda tetapi memiliki nomor massa yang sama, yang berarti memiliki jumlah
nukleon (proton dan neutron) yang sama. Contoh dari isobar adalah Co-60 atau
60 60
27 Co dan Ni-60 atau 28 Ni . Kedua nuklida tersebut memiliki nomor massa yang sama

(A=60). Akan tetapi Co-60 memiliki 27 proton dan 60 – 27 = 33 neutron sedangkan


Ni-60 memiliki 28 proton dan 60 – 28 = 32 neutron.
Isoton adalah nuklida-nuklida berbeda yang memiliki nomor neutron yang
yang sama, yang berarti memiliki jumlah neutron yang sama. Contoh dari isobar
59
adalah Co-59 atau 27 Co dan Ni-60 atau 60
28 Ni . Nuklida Co-59 memiliki 27 proton dan

59 – 27 = 32 neutron sedangkan Ni-60 memiliki 28 proton dan 60 – 28 = 32 neutron.


Dengan demikian Co-59 dan Ni-60 keduanya memiliki jumlah neutron yang sama
yaitu 32.

I.2. Satuan massa atom, pengurangan massa (deffect mass) dan energi ikat
(binding energy)
I.2.1. Satuan massa atom
Satuan massa atom (disingkat sebagai sma) atau atomic mass unit (disingkat
sebagai amu) merupakan satuam massa yang sering digunakan berkaitan dengan
pembahasan tentang partikel-partikel penyusun atom (proton, neutron dan elektron).
Satuan massa atom didefinisikan sebagai :

1
1 sma = 1 amu = × (massa atom C-12) (1.2)
12

Selanjutnya, perlu diingat bahwa bilangan Avogadro ( N A ) didefinisikan sebagai


jumlah dari atom C-12 yang terdapat dalam 12 gram C-12. Sementara itu, perlu
diingat pula definisi dari konsep mol, yaitu bahwa 1 mol = 1 gmol adalah jumlah
atom atau molekul yang sama dengan jumlah atom C-12 yang dalam 12 gram C-12.
Maka diperoleh nilai N A  6,0221415  10 23 atom/mol. Berdasarkan nilai ini, dapat
dihitung bahwa :

1 12(g/mol )
1 sma = 1 amu =   1,66053886  10 27 g (1.3)
12 6,0221415  10 (atom/mol)
23

3
Berdasarkan teory relativitas, terdapat hubungan antara massa diam dan energi
dengan persamaan :
E  mc 2 (1.4)

Di mana m adalah massa diam sedangkan c adalah kelajuan cahaya pada ruang hampa
yang besarnya adalah 2,99792458×108 m/s. Dengan kesetaraan tersebut maka :

 kg 
2
m
1 sma = 1 amu = 1,66053886 1027 (g )×10-3   ×(2,99792458×108)2  
 g  s

Sehingga diperoleh :
1 sma = 1 amu =1,492418×10-10 J (1.5)

Selanjutnya, nilai tersebut dapat dikonversi ke dalam satuan energi yang lebih umum
digunakan dalam pembahasan fisika partikel, yaitu eV atau (MeV), di mana 1 MeV =
106 eV. Dalam hal ini 1 eV adalah energi kinetik dari elektron yang dipercepat oleh
medan listrik dengan beda potensial 1 Volt, yang besarnya adalah 1 eV = 1,602189
×10-19 J. Maka dalam satuan MeV, diperoleh :

1 sma = 1 amu =931,5 MeV (1.6)

I.2.2. Pengurangan massa (deffect mass)


Berdasarkan pengukuran, diketahui bahwa massa diam suatu nuklida selalu
lebih kecil daripada massa diam keseluruhan nukleon dalam kondisi bebas. Dengan
demikian, pengurangan massa (deffect mass, yang disimbolkan sebagai M ) dapat
dihitung sebagai berikut :

M  Z mP  me    A  Z mN  M (1.7)

Dalam hal ini mP adalah massa diam proton bebas = 1,007277 sma = 938,28 MeV,
mN adalah massa diam neutron bebas = 1,008665 sma = 939,57 MeV, me adalah
massa diam elektron bebas = 5,48593×10-4 sma = 0,51101 MeV, M adalah massa
diam nuklida, Z adalah nomor atom sedangkan A adalah nomor massa. Karena massa
diam elektron bebas sangat kecil, maka nilai deffect mass sering dihitung sebagai :

M  ZmP   A  Z mN  M (1.8)

Sebagai contoh, pada C-12, diketahui M = 12 sma, Z = 6 dan A = 12, maka :

4
M C 12  Z C 12 m P  me   ( AC 12  Z C 12 )m N  M C 12
 
 6  1,007277  5,48593  10 -4  12  6  1,008665 - 12
 0,09894 sma  92,166 MeV

Pengurangan massa ini berkaitan dengan pelepasan energi. Dengan demikian, reaksi
pembentukan nuklida dari konstituennya (nukleon, yaitu proton dan neutron) bersifat
melepaskan energi atau dengan kata lain merupakan reaksi eksotermik. Sebaliknya,
untuk memecah suatu nuklida menjadi proton dan neutron bebas akan memerlukan
energi sesuai dengan nilai deffect mass. Atau dengan kata lain, reaksi semacam ini
bersifat endotermik.
Nilai deffect mass dalam satuan energi (MeV) sering disebut sebagai energi
ikat (binding energy). Dengan demikian, energi ikat (binding energy) dari C-12
adalah 92,166 MeV.
Didefinisikan pula nilai energi ikat (binding energy) per nukleon (yang
disimbulkan dengan m ) yaitu nilai dari energi ikat keseluruhan ( M ) dibagi
dengan jumlah seluruh nukleon dari nuklida yang bersangkutan (dibagi dengan
nomor massa), dengan demikian :

M Z  Z
 mP  me   1  m N 
M
m  (1.9)
A A  A A

Atau dalam bentuk yang lebih sederhana :

M Z  Z M
m   mP  1  m N  (1.10)
A A  A A

Nilai m merupakan ukuran apakah suatu reaksi nuklir merupakan reaksi eksotermik
atau reaksi endotermik. Suatu reaksi nuklir akan bersifat eksotermik jika nilai m
mengalami kenaikan, yaitu nilai m keseluruhan dari hasil reaksi lebih tinggi
daripada nilai m keseluruhan dari reaktan. Sebaliknya, reaksi nuklir akan bersifat
endotermik jika m mengalami penurunan, yaitu nilai m keseluruhan dari hasil
reaksi lebih rendah daripada nilai m keseluruhan dari reaktan.

I.3. Reaksi nuklir dan Q value


1.3.1. Pengertian Q value
Secara umum, reaksi nuklir didefinisikan sebagai reaksi antara nuklida dengan
nuklida atau nuklida dengan partikel reaktan dan menghasilkan nuklida atau partikel
lainnya. Yang dimaksudkan dengan nuklida adalah susunan dari nukleon (proton dan
neutron) sedangkan partikel adalah nukleon atau nuklida yang berukuran kecil. Dapal
hal ini partikel meliputi neutron (dengan simbol n atau 01 n ), proton (dengan simbol p

5
atau 11 p atau 11 H atau H-1), deutron (dengan simbol d atau D atau 21 d atau 21 D atau H-
2), triton (dengan simbol T atau 31T atau H-3), helium-3 (dengan simbol 23 He atau He-
3) dan alfa (dengan simbol α atau 42 α atau 42 He atau He-4).
Reaksi nuklir pada umumnya terjadi dari interaksi dua nuklida atau dua
partikel satu nuklida dengan satu partikel dan menghasilkan dua nuklida atau dua
partikel satu nuklida dengan satu partikel. Notasi umum reaksi nuklir adalah sebagai
berikut :
Z1 X1  Z2 X 2  Z3 X 3  Z4 X 4
A1 A2 A3 A4
(1.11)

Dalam hal ini, indeks 1 dan 2 menyatakan reaktan sedangkan indeks 3 dan 4
menyatakan hasil reaksi. X menyatakan nama unsur nuklida, Z menyatakan nomor
atom dan A menyatakan nomor massa. Contoh dari reaksi nuklir adalah sebagai
berikut :
4 Be  2 He 6 C  0 n
9 4 12 1
(1.12)
Atau :
4 Be  α 6 C  n
9 12
(1.13)

Reaksi ini sering ditulis menjadi :


Beα, n 6 C
9 12
4 (1.14)

Dalam hal ini, nuklida yang bernomor massa lebih kecil atau yang dianggap sebagai
partikel diletakkan di dalam kurung sedangkan nuklida yang bernomor massa lebih
besar diletakkan di luar kurung. Yang dituliskan di depan di luar kurung adalah
nuklida reaktan (yang bernomor massa lebih besar). Yang dituliskan di belakang di
luar kurung adalah nuklida hasil reaksi (yang bernomor massa lebih besar). Yang
dituliskan di dalam kurung di depan adalah partikel reaktan atau nuklida reaktan
bernomor massa lebih kecil. Yang dituliskan di dalam kurung di belakang adalah
partikel hasil reaksi atau nuklida hasil reaksi bernomor massa lebih kecil.
Nilai kalor yang berkaitan dengan reaksi tersebut sering disebut sebagai nilai
Q (Q-value). Nilai ini merupakan selisih dari massa keseluruhan nuklida-nuklida
reaktan terhadap massa keseluruhan nuklida-nuklida hasil reaksi yang disetarakan
dengan energi. Dengan demikian :

Q   M Nuklida reaktan   M Nuklida hasil reaksi (1.15)

Dalam hal ini M menyatakan massa nuklida yang disetarakan dengan energi. Untuk
reaksi tipikal sebagaimana dituliskan pada persamaan (1.11), maka nilai kalor reaksi
(Q-value) dapat ditulis sebagai :

6
Q  M1  M 2  M 3  M 4 (1.16)

Dalam hal ini, M 1 , M 2 , M 3 dan M 4 masing-masing menyatakan massa dari nuklida –


nuklida AZ11 X1 , AZ22 X 2 , AZ33 X 3 dan AZ44 X 4 .
Nilai kalor untuk reaksi antara Be-9 dan partikel alfa sebagaimana
dicontohkan pada persamaan (1.12) adalah :

  
Q  M 94 Be  M 42 He  M   C  M  n   M 
12
6
1
0
9
4 
Be  M α  M  C  M n  (1.17)
12
6

1.3.2. Reaksi nuklir eksotermik dan reaksi nuklir endotermik


Reaksi nuklir yang memiliki nilai Q positif adalah reaksi nuklir yang bersifat
eksotermik (melepaskan energi atau kalor). Hal ini karena pada reaksi ini terjadi
pengurangan massa, yaitu massa keseluruhan nuklida-nuklida hasil reaksi lebih kecil
daripada massa keseluruhan nuklida-nuklida reaktan. Pengurangan massa ini setara
dengan energi yang dilepaskan oleh reaksi tersebut.
Reaksi nuklir yang memiliki nilai Q negatif adalah reaksi nuklir yang bersifat
endotermik (memerlukan energi atau kalor). Hal ini karena pada reaksi ini terjadi
peningkatan massa yaitu massa keseluruhan nuklida-nuklida hasil reaksi lebih
kecilbesar daripada massa keseluruhan nuklida-nuklida reaktan. Peningkatan massa
ini setara dengan energi yang diperlukan untuk berlangsungnya reaksi tersebut.
Nilai Q pada reaksi antara Be-9 dan partikel alfa sebagaimana dicontohkan
pada persamaan (1.12), dapat dihitung berdasarkan data-data massa dari nuklida-
nuklida reaktan dan nuklida-nuklida hasil reaksi. Dalam hal ini, diketahui : M 94 Be  
 
= 9,01218 amu; M 42 He = M α  = 4,00260 amu; M 12   1
6 C = 12,00000 dan M 0 n =  
M n  = 1,00867 amu. Dengan demikian, nilai Q pada reaksi antara Be-9 dan partikel
alfa adalah :

QM  9
4 
Be  M α   M  C  M n   (9,01218  4,00260  12,00000  1,00867) amu
12
6

 MeV 
 0,00611 amu  0,00611 amu    931,5   5,69 MeV  0 (positif)
 amu 

Dengan demikian, reaksi antara Be-9 dan partikel alfa sebagaimana


dicontohkan pada persamaan (1.12) merupakan reaksi nuklir yang bersifat eksotermik
(melepaskan kalor).
Nilai Q juga dapat dihitung sebagai selisih energi ikat (binding energi) antara
nukida-nuklida hasil reaksi dan energi ikat nuklida-nuklida reaktan. Dengan demikian
persamaan (1.15) dapat ditulis sebagai :

Q   M Nuklida hasil reaksi   M Nuklida reaktan (1.18)

7
Dalam hal ini ΔM menyatakan energi ikat nuklida. Untuk reaksi tipikal sebagaimana
dituliskan pada persamaan (1.11), maka nilai kalor reaksi (Q-value) dapat ditulis
sebagai :
Q  M 3  M 4  M 1  M 2 (1.19)

Dalam hal ini, indeks 1,2,3 dan 4 masing-masing menyatakan nuklida-nuklida


A1 A2 A3 A4
Z1 X1 , Z2 X 2 , Z3 X 3 dan Z4 X 4 . Dengan demikian, nilai kalor untuk reaksi antara Be-9

dan partikel alfa sebagaimana dicontohkan pada persamaan (1.12) adalah :

Q  M  C  M  n   M 
12
6
1
0
9
4   
Be  M 42 He  M  C  M 
12
6
9
4 
Be  M α

Dalam hal ini, nilai energi ikat (binding energi) untuk neutron bebas adalah nol.
Ditinjau dari aspek perubahan energi ikat, maka reaksi nuklir bersifat
eksotermik (Q bernilai positif) jika terjadi peningkatan energi ikat. Pada reaksi nuklir
eksotermik, energi ikat keseluruhan dari nuklida-nuklida hasil reaksi lebih tinggi
daripada energi ikat keseluruhan dari nuklida-nuklida reaktan. Sebaliknya suatu
reaksi nuklir bersifat endotermik (Q bernilai negatif) jika terjadi pengurangan energi
ikat. Pada reaksi nuklir endotermik, energi ikat keseluruhan dari nuklida-nuklida hasil
reaksi lebih rendah daripada energi ikat keseluruhan dari nuklida-nuklida reaktan.

1.3.3. Distribusi energi pada hasil reaksi untuk reaksi nuklir eksotermik yang
menghasilkan lebih dari satu nuklida atau partikel
Pada reaksi nuklir eksotermik yang menghasilkan lebih dari satu nuklida atau
partikel, energi yang dilepaskan oleh reaksi tersebut berupa energi kinetik dan energi
eksitasi dari nuklida-nuklida hasil reaksi. Dengan demikian, mengacu pada reaksi
yang dituliskan pada persamaan (1.11), jika reaksi tersebut bersitat eksotermik, maka
nilai Q dapat dihitung dengan :

Q  E3  E4  E I ,3  E I , 4  E1  E2 (1.20)

Dalam hal ini E menyatakan energi kinetik nuklida, E I menyatakan energi aktivasi
nuklida hasil setelah reaksi. Dengan pendekatan fisika klasik, maka energi kinetik
partikel sebelum dan setelah reaksi masing-masing dapat ditulis sebagai :

1
E1  M 1v12 (1.21)
2
1
E 2  M 2 v22 (1.22)
2

8
1
E3  M 3 v32 (1.23)
2
1
E 4  M 4 v42 (1.24)
2

Dalam hal ini, v3 dan v 4 adalah kecepatan gerak nuklida atau partikel hasil reaksi,
A3 A4
yaitu nuklida-nuklida Z3 X 3 dan Z4 X 4 sedangkan v1 dan v 2 adalah kecepatan gerak
nuklida atau partikel reaktan yaitu nuklida-nuklida AZ11 X1 dan AZ22 X 2 , semuanya
dihitung pada kerangka pusat massa.
Hukum kesetaraan momentum sebelum dan setelah reaksi dihitung pada
kerangka pusat massa dapat ditulis sebagai :

PSetelah reaksi  PSebelum reaksi  0 (1.25)

Dalam hal ini P adalah yang dalam pendekatan fisika klasik dirumuskan sebagai
P  Mv . Energi kinetik partikel dalam pendekatan fisika klasik adalah dunyatakan
1
sebagai E  Mv 2 , sehingga hubungan antara kecepatan gerak partikel dengan
2
2E
energi kinetik partikel adalah v  . Dengan demikian, hubungan antara
M
monentum partikel dengan energi kinetik partikel adalah :

2E
PM  2ME (1.26)
M

Dalam kerangka pusat massa, kedua nuklida atau partikel reaktan bergerak
berlawanan arah, demikian juga kedua nuklida atau partikel hasil reaksi juga bergerak
berlawanan arah. Dengan demikian, persamaan (1.25) dapat ditulis menjadi :

P3  P4  P1  P2  0 (1.27)

Pada kebanyakan reaksi nuklir eksotermik, energi kinetik nuklida-nuklida atau


partikel reaktan sangat kecil dibandingkan dengan nilai Q. Hal ini juga berarti energi
kinetik nuklida-nuklida atau partikel reaktan sangat kecil dibandingkan dengan
dengan energi kinetik nuklida-nuklida atau partikel hasil reaksi. Hal ini membuat
nilai energi kinetik yang dihitung pada kerangka pusat massa menjadi sangat
mendekati nilai kinetik yang dihitung pada kerangka laboratorium. Dengan
pendekatan ini, persamaan (1.20) untuk kerangka laboratorium dapat dituliskan
sebagai :

9
Q  E3  E 4  E I , 3  E I , 4 (1.28)

Sementara itu, nilai kecepatan v yang terdapat pada persamaan (1.23) dan persamaan
(1.24) dapat dianggap sebagai nilai kecepatan yang dihitung pada kerangka
laboratorium.
Selanjutnya, untuk nuklida hasil reaksi, persamaan (1.27) dapat ditulis
menjadi :
P3  P4  0 (1.29)

Berdasarkan persamaan (1.26), maka persamaan (1.29) menjadi :

2 M 3 E3  2 M 4 E 4 (1.30)
Sehingga :
E4 M 3
 (1.31)
E3 M 4

Dengan demikian, distribusi energi kinetik antara dua nuklida atau partikel hasil
reaksi nuklir eksotermik berbanding terbalik dengan massa kedua partikel atau
nuklida tersebut. Hal ini berarti nuklida dengan massa lebih kecil akan mendapatkan
energi kinetik lebih besar.
Persamaan (1.31) selanjutnya dapat ditulis menjadi :

M3
E4  E3 (1.32)
M4

Dengan mensubstitusikan persamaan (1.32) ke persamaan (1.28), maka :

M3
Q  E3  E3  E I , 3  E I , 4 (1.33)
M4
Sehingga :
Q  E I ,3  E I , 4
E3  A3
Z3 
X3 
M
(1.34)
1 3
M4
Atau :
 Q  E I ,3  E I , 4 
E3  M 4   (1.35)
 M3  M4 
Demikian juga :

10
 Q  E I ,3  E I , 4 
E 4  M 3   (1.36)
 M3  M4 

Jika nuklida atau partikel hasil reaksi tidak tereksitasi, maka persamaan (1.35) dan
persamaan (1.36) menjadi :
M 4Q
E3  (1.37)
M3  M4
M 3Q
E4  (1.38)
M3  M4

Pada reaksi antara Be-9 dan partikel alfa sebagaimana dicontohkan pada
persamaan (1.12) dengan nilai Q sebesar 5,69 MeV, maka energi kinetik dari neutron
dan C-12 masing-masing adalah :

 
E n 
1 M 12  
6 CQ

12,00000  5,69 MeV
 5,249 MeV
0 1
   
M 0n  M 6 C
12
1,00867  12,00000
M  n Q 1,00867  5,69 MeV
E  C 
1
12
  0,441 MeV
M  n   M  C 1,00867  12,00000
0
6 1 12
0 6

1.3.4. Energi treshold untuk reaksi nuklir endotermik


Reaksi nuklir endotermik memerlukan energi untuk dapat berlangsung. Energi
ini harus berasal dari energi kinetik nuklida-nuklida atau partikel reaktan sesaat
sebelum reaksi terjadi. Misalkan reaksi berikut ini adalah reaksi nuklir endotermik :

A1
Z1 X1  AZ22 X 2 AZ33 X 3  AZ44 X 4 (1.11)

Dengan nilai Q berikut ini bernilai negatif :

Q  M1  M 2  M 3  M 4 (1.16)

Sesaat setelah terjadi tumbukan antara nuklida-nuklida atau partikel reaktan, akan
terbentuk nuklida majemuk sebelum pada akhirnya nuklida majemuk tersebut pecah
menjadi nuklida-nuklida atau partikel hasil reaksi. Dengan demikian, persamaan
(1.11) secara lebih lengkap dapat ditulis menjadi :

A1
Z1 X1  AZ22 X 2 AZmm X m AZ33 X 3  AZ44 X 4 (1.39)

11
Dalam hal ini, indeks m menyatakan nuklida majemuk. Nomor atom, nomor massa
dam massa dari nuklida majemuk masing-masing adalah Z m  Z1  Z 2 dan
Am  A1  A2 serta M m  M 1  M 2 .
Selanjutnya, akan diaveluasi kesetaraan momentum dan energi kinetik pada
proses pembentukan inti majemuk. Reaksi yang terjadi hingga pembentukan inti
majemuk adalah :
Z1 X1  Z2 X 2  Zm X m
A1 A2 Am
(1.40)

Neraca momentum pada reaksi pembentukan inti majemuk adalah :

M 1v1  M 2 v2  M m vm  M 1  M 2 vm (1.41)

Dengan demikian, kecepatan gerak inti majemuk adalah :

M 1v1  M 2 v2 A1v1  A2 v2
vm   (1.42)
M1  M 2 A1  A2

Selisih energi kinetik nuklida reaktan dengan energi kinetik inti majemuk adalah :
2
 M v  M 2 v2 
E  E1  E 2  E m  E1  E 2  M m v m2  E1  E 2  M 1  M 2  1 1
1 1

2 2  M1  M 2 
1  M 12 v12  M 22 v 22  2M 1v1 M 2 v 2 
 E1  E 2   
2 M1  M 2 
 M E  M 2 E 2  M 1v1 M 2 v 2 
E  E1  E 2   1 1 
 M1  M 2 
 M1   M2  MvM v
 1   E1  1   E 2  1 1 2 2
 M1  M 2   M1  M 2  M1  M 2
 M2   M1  MvM v
E    E1    E 2  1 1 2 2
 M1  M 2   M1  M 2  M1  M 2
 A2   A1  MvM v
   E1    E 2  1 1 2 2
 A1  A2   A1  A2  M1  M 2
2 E1 2E2
Hubungan antara kecepatan dan energi kinetik adalah v1  dan v 2  ,
M1 M2
maka :

12
 A2   A1  2M 1 M 2 E1 E 2
E    E1    E 2 
 A1  A2   A1  A2  M1  M 2 M 1M 2
 A2   A1  2 M 1 M 2 E1 E 2
   E1    E 2 
 A1  A2   A1  A2  M1  M 2

Sehingga diperoleh :
 A2   A1  2 A1 A2 E1 E 2
E    E1    E 2  (1.43)
 A1  A2   A1  A2  A1  A2

Nilai E ini merupakan energi yang tersedia bagi berlangsungnya reaksi nuklir
endotermik tersebut. Pada nuklida-nuklida reaktan yang keduanya bermuatan listrik,
diperlukan sejumlah energi untuk mengatasi hambatan gaya tolak listrik (gaya tolak
Coulomb). Besarnya energi untuk mengatasi gaya tolak listrik (yang disimbolkan
sebagai EC ) antara dua nuklida reaktan yaitu nuklida-nuklida AZ11 X1 dan AZ22 X 2 , dalam
satuan MeV, dapat dirumuskan sebagai :

Z1 Z 2
EC  (1.44)
A  A21 3
13
1

Dengan demikian, supaya reaksi nuklir endotermik dapat berlangsung maka :

E  Q  EC (1.45)

Maka nilai E  Q  EC merupakan nilai minimal dari E untuk dapat


berlangsungnya suatu reaksi nuklir endotermik. Oleh karena itu, nilai E  Q  EC
sering disebut sebagai energi treshold bagi berlangsungnya reaksi nuklir endotermik.
Kasus yang lebih khusus dari suatu reaksi nuklir endotermik adalah reaksi
yang terjadi antara nuklida target (diberi indeks 2) yang semula diam dalam kerangka
laboratorium yang ditembak oleh nuklida proyektil (diberi indeks 1) yang bergerak
dalam kerangka laboratorium dengan energi kinetik sebesar E1 . Dalam hal ini
E2  0 . Nilai E dalam hal ini adalah :

 A2 
E    E1 (1.46)
 A1  A2 

13
Dengan demikian, energi kinetik treshold nuklida proyektil ( E1, treshold ) dapat dihitung,
 A2 
yaitu pada saat E  Q  EC . Q  EC   Maka  E1, treshold , sehingga
 A1  A2 
diperoleh nilai energi kinetik treshold nuklida proyektil sebagai berikut :

 A  A2 
E1, treshold   1  Q  EC  (1.47)
 A2 

Contoh reaksi nuklir endotermik adalah reaksi sebagai berikut :

9
4 Be 10 n 84 Be  210 n (1.48)
Atau :
9
4 Be  n 84 Be  2n (1.49)
yang sering ditulis menjadi :
Ben,2n 4 Be
9 8
4 (1.50)

 
Dalam hal ini, diketahui : M 94 Be = 9,012182 amu; M 84 Be = 8,005305 dan  
 
M 10 n = M n  = 1,008665 amu. Sehingga, nilai Q pada reaksi tersebut adalah :

QM  9
4 
Be  M n   M  8
4 
Be  2M n 
 (9,012182  1,008665  8,005305  2  1,008665) amu
 MeV 
 0,00179 amu   0,00179 amu    931,5   1,67 MeV  0 (negatif)
 amu 
Jika reaksi ini disebabkan oleh reaksi antara 94 Be sebagai nuklida target ( A2  9 )
yang semula diam dengan neutron sebagai partikel proyektil ( A1  9 ). Karena
neutron tidak bermuatan listrik, maka pada reaksi ini tidak diperlukan energi untuk
mengatasi gaya tolak Coulomb. Dengan demikian, energi kinetik treshold dari
neutron untuk berlangsungnya reaksi ini adalah :

 A  A2  1  9  10
E1, treshold   1  Q      1,67 MeV   1,67 MeV  1,86 MeV
 A2   9  9

1.3.5. Energi treshold untuk reaksi nuklir eksotermik


Pada reaksi nuklir eksotermik antara dua nuklida yang bermuatan listrik, maka
hanya diperlukan sejumlah energi untuk mengatasi gaya tolak Coulomb, dengan
demikian

14
 A2   A1  2 A1 A2 E1 E 2
E    E1    E 2   EC (1.51)
 A1  A2   A1  A2  A1  A2

Besarnya energi untuk mengatasi gaya tolak listrik (yang disimbolkan sebagai EC )
A1 A2
antara dua nuklida reaktan yaitu nuklida-nuklida Z1 X1 dan Z2 X 2 , dalam satuan MeV,
telah dirumuskan pada persamaan (1.44) yaitu :

Z1 Z 2
EC  (1.44)
A  A21 3
13
1

Pada kasus yang lebih khusus, yaitu reaksi nuklir eksotermik yang terjadi
antara nuklida target (diberi indeks 2) yang semula diam dalam kerangka
laboratorium yang ditembak oleh nuklida proyektil (diberi indeks 1) yang bergerak
dalam kerangka laboratorium dengan energi kinetik sebesar E1 , maka persamaan
(1.51) menjadi :
 A2 
  E1  EC (1.52)
 A1  A2 

Dengan demikian, energi kinetik treshold nuklida proyektil ( E1, treshold ) dapat dihitung,
 A2 
yaitu pada saat E  EC . Maka EC    E1, treshold , sehingga diperoleh nilai
 A1  A2 
energi kinetik treshold nuklida proyektil sebagai berikut :

 A  A2 
E1, treshold   1  EC (1.53)
 A2 

I.4. Reaksi fusi nuklir dan reaksi fisi nuklir


1.4.1. Reaksi fusi nuklir (reaksi penggabungan inti / nuklida)
Reaksi fusi nuklir adalah reaksi penggabungan dua nuklida menjadi nuklida
yang memiliki massa atau nomor massa yang lebih besar. Pada umumnya reaksi
nuklir yang menghasilkan nuklida hasil reaksi yang memiliki massa atau nomor
massa lebih besar dari nuklida-nuklida atau partikel reaktan dapat disebut sebagai
reaksi fusi nuklir. Dengan demikian, reaksi antara Be-9 dan partikel alfa sebagaimana
dicontohkan pada persamaan (1.12) merupakan reaksi fusi nuklir yang bersifat
eksotermik (melepaskan kalor). Hal ini karena reaksi tersebut menghasilkan nuklida
12
6 C yang memiliki nomor massa yang lebih besar daripana nomor massa nuklida atau

partikel reaktan, yaitu 94 Be dan partikel α .

15
Contoh lain dari reaksi fusi nuklir adalah reaksi sebagai berikut :

2
1 H 13 H 42 He 10 n (1.54)
Atau :
2
1 D 13 T 42 α 10 n (1.55)

 
Dalam hal ini, diketahui : M 42 He = M α  = 4,0026033 amu; M 12 H  
     
= M 12 D = 2,0141018 amu; M 13 H = M 13 T = 3,0160494 amu; dan M 10 n  =
M n  = 1,0086650 amu. Dengan demikian, nilai Q pada reaksi tersebut adalah :

QM  D  M  T   M 
2
1
3
1
4
2 
He  2M  n
1
0

 (2,0141018  3,0160494  4,0026033  2  1,0086650) amu


 MeV 
 0,0188828 amu   0,0188828 amu    931,5   17,6 MeV  0 (positif)
 amu 
Energi kinetik dari neutron dan partikel alfa masing-masing adalah :

 
E 10 n 
 
M 42 He Q

4,0026033  5,69 MeV
 14,1 MeV
   
M 0 n  M 2 He 1,0086650  4,0026033
1 4

M  n Q 1,0086650  5,69 MeV


E  He 
1
4
  3,5 MeV
M  n   M  He 1,0086650  4,00260330
0
2 1 4
0 2

1.4.2. Reaksi fisi nuklir (reaksi pembelahan inti / nuklida)


Reaksi fisi nuklir adalah reaksi pembelahan sebuah nuklida menjadi dua atau
lebih nuklida lain. Pada umumnya reaksi nuklir yang menghasilkan nuklida-nuklida
hasil reaksi yang memiliki massa atau nomor massa lebih kecil dari nuklida atau
reaktan dapat disebut sebagai reaksi fisi nuklir. Reaksi fisi nuklir secara lebih detail
akan dibahas pada Bab 2.

16
BAB II. INTERAKSI NEUTRON DENGAN MATERI

Neutron adalah partikel yang tidak bermuatan listrik sehingga neutron tidak
berinteraksi berdasarkan interaksi medan listrik (interaksi Coulomb). Interaksi
neutron didasarkan pada interaksi gaya kuat (strong force). Gaya kuat bekerja antar
nukleon. Karena elektron tidak memiliki sifat yang berkaitan dengan gaya kuat
(strong force), maka neutron tidak berinteraksi dengan elektron dari atom. Neutron
berinteraksi dengan nukleon lain (baik proton maupun neutron) yang terdapat dalam
inti atom atau nuklida. Dengan kata lain, interaksi neutron dengan materi hanya
terjadi karena adanya interaksi neutron dengan nuklida.

II.1. Tampang lintang interaksi


Untuk mendapatkan gambaran secara makro tentang interaksi neutron dengan
materi, maka dimisalkan suatu berkas neutron koheren dan searah dengan intensitas I
(neutron/(cm2.s)) melewati suatu materi yang berbentuk slab dengan tebal x (cm)
secara tegak lurus sebagaimana pada Gambar II.1. Diasumsikan materi tersebut
mengandung satu jenis nuklida dengan kerapatan nuklida sebesar N (nuklida/cm3).
Interaksi neutron dengan nuklida yang terdapat dalam slab tersebut akan
menyebabkan neutron dibelokkan atau diserap. Dengan kata lain neutron yang
berhasil keluar dari slab dengan arah yang tidak berubah adalah neutron yang tidak
berinteraksi dalam slab tersebut.
Karena sebagian neutron berinteraksi, maka neutron yang selamat dari
interaksi (yaitu yang berhasil keluar dari slab dengan arah tetap) menjadi lebih
sedikit. Intensitas neutron yang selamat dari interaksi menjadi sebesar I – ΔI
(neutron/(cm2.s)). Dengan demikian terjadi pengurangan intensitas sebesar ΔI
(neutron/(cm2.s)).

I N I-ΔI

x

Gambar 2.1. Berkas neutron koheren menembus material berbentuk slab

17
Adalah cukup rasional untuk menganggap bahwa pengurangan intensitas ini
sebanding dengan ketebalan slab, intensitas berkas neutron semula dan densitas
nuklida di dalam slab. Dengan demikian, dapat dituliskan sebagai berikut :

 neutron   nuklida   neutron 


 I    N I  xcm  (2.1)
 cm .s   cm   cm .s 
2 3 2

Setelah mengeliminasikan satuan yang sama antara ruas kiri dan ruas kanan, serta
dengan memberikan konstanta kesebandingan sebesar  , maka persamaan (2.1)
dapat ditulis menjadi :
 
 1 
 I   cm 2 N  2  Ix (2.2)
 cm 

Dapat dilihat pada persamaan (2.2) bahwa satuan konstanta kesebandingan tersebut
haruslah berupa satuan luas, yaitu cm2. Dengan menghilangkan penulisan satuan,
maka persamaan (2.2) dapat ditulis menjadi :

 I  NIx (2.3)

Konstanta kesebandingan (  ) ini selanjutnya disebut sebagai tampang lintang


interaksi mikroskopis yang menyatakan peluang neutron untuk berinteraksi dengan
materi. Semakin besar nilai  berarti semakin mudah neutron berinteraksi dengan
materi. Nilai  menunjukkan tampang lintang interaksi individual tiap nuklida yang
nilainya tergantung pada jenis nuklida, energi neutron dan tipe interaksi. Dalam
satuan cm2 nilai  ini sangat kecil. Oleh karena itu, sering digunakan satuan barn,
dimana 1 barn = 10-24 cm2.
Persamaan (2.3) sering ditulis sebagai :

 I  Ix (2.4)
Di mana :
  N (2.5)

Besaran  sering disebut sebagai tampang lintang interaksi makroskopis yang


satuannya adalah cm-1.

II.2. Tipe interaksi neutron


Parameter  merupakan tampang lintang interaksi mikroskopis total, yaitu
tampang lintang interaksi keseluruhan antara neutron dengan nuklida tanpa melihat
tipe interaksi. Dalam kenyataannya, terdapat beberapa tipe interaksi antara neutron
dengan nuklida. Interaksi neutron dengan nuklida pada dasarnya dapat dibedakan
dalam dua kelompok besar, yaitu interaksi hamburan dan interaksi serapan. Tampang

18
lintang interaksi hamburan mikroskopis dinyatakan sebagai  s sedangkan tampang
lintang serapan mikroskopis dinyatakan sebagai  a . Tampang lintang interaksi
mikroskopis total adalah jumlahan dari tampang lintang interaksi mikroskopis
hamburan dan tampang lintang interaksi mikroskopis serapan. Dengan demikian :

  s a (2.6)

II.1.1. Interaksi hamburan


Pada interaksi hamburan, neutron yang mendekati suatu nuklida “tidak
masuk” ke dalam nuklida tersebut. Neutron seakan-akan menumbuk nuklida dan
terpental dari nuklida tersebut. Nuklida yang ditumbuk juga akan terpental ke arah
lain. Efek dari interaksi hamburan adalah pengurangan energi kinetik neutron dan
perubahan arah gerak neutron. Interaksi hamburan neutron secara pasti akan
memenuhi hukum konservasi momentum linier. Dengan kata lain jumlah momentum
linier dari neutron dan nuklida sebelum tumbukan akan sama dengan jumlah
momentum linier dari neutron dan nuklida setelah tumbukan.
Interaksi hamburan dibedakan menjadi dua macam, yaitu interaksi hamburan
elastis dan interaksi hamburan inelastis. Tampang lintang interaksi hamburan elastis
mikroskopis dinyatakan sebagai  e sedangkan tampang lintang interaksi hamburan
inelastis mikroskopis dinyatakan sebagai  i . Tampang lintang hamburan miroskopis
keseluruhan adalah jumlahan dari tampang lintang interaksi hamburan elastis
mikroskopis dan tampang lintang interaksi hamburan inelastis mikroskopis. Dengan
demikian :
s  e i (2.7)

II.1.1.a. Interaksi hamburan elastis


Interaksi hamburan elasis terjadi jika energi kinetik neutron semula rendah
hingga mencapai energi treshold tertentu. Jika energi kinetik neutron mencapai energi
treshold ini, maka hamburan inelastis mulai terjadi. Nilai energi treshlod untuk
memulai terjadinya hamburan inelastis tergantung dari jenis nuklida. Pada hamburan
elastis, jumlah energi kinetik dari neutron dan nuklida sebelum tumbukan akan sama
dengan jumlah energi kinetik dari neutron dan nuklida setelah tumbukan.

II.1.1.b. Interaksi hamburan inelastis


Interaksi hamburan inelastis terjadi jika energi kinetik neutron melebihi energi
treshold untuk memulai hamburan inelastis pada nuklida yang berinteraksi dengan
neutron. Pada hamburan inelastis, jumlah energi kinetik dari neutron dan nuklida
setelah tumbukan akan kurang dari jumlah energi kinetik dari neutron dan nuklida
sebelum tumbukan. Selisih energi kinetik ini digunakan untuk mengsitasi nuklida
yang ditumbuk oleh neutron. Nuklida tersebut akhirnya kembali ke keadaan dasar
(ground state) dengan memancarkan radiasi gamma.

19
II.1.2. Interaksi serapan
Pada interaksi serapan, neutron diserap (ditangkap) oleh nuklida yang
berinteraksi dengannya. Dapat dikatakan bahwa neutron “masuk” ke dalam nuklida
tersebut. Interaksi serapan dibedakan menjadi dua macam, yaitu interaksi tangkapan
radiasi (radiative capture) dan interaksi fisi (pembelahan). Tampang lintang
mikroskopis untuk interaksi tangkapan radiasi dinyatakan sebagai  c sedangkan
tampang lintang interaksi mikorskopis untuk interaksi fisi (pembelahan) dinyatakan
sebagai  f . Tampang lintang mikroskopis untuk interasi secara kesekuruhan adalah
jumlahan dari tampang lintang mikroskopis untuk interaksi tangkapan radiasi dan
tampang lintang interaksi mikorskopis untuk interaksi fisi (pembelahan). Dengan
demikian :
a  c  f (2.8)

Dengan demikian tampang lintang interaksi mikroskopis keseluruhan pada persamaan


(2.6) dapat ditulis menjadi :

  s a  e i c  f (2.9)

II.1.2.a. Interaksi tangkapan radiatif (radiative capture)


Suatu nuklida setelah menangkap neutron akan menjadi inti majemuk
(compound nucleus). Pada umumnya, inti majemuk ini dalam kondisi tereksitasi dan
akan berusaha untuk kembali ke keadaan dasarnya (ground state) dengan
memancarkan radiasi. Sebagian nuklida majemuk dapat kembali ke keadaan dasarnya
yang stabil dengan hanya memancarkan radiasi gamma. Sebagian nuklida lainnya
setelah memancarkan radiasi gamma menghasilkan keadaan dasar yang tidak stabil
(radioaktif) dan selanjutnya akan melakukan peluruhan radioaktif dengan
memancarkan partikel. Partikel yang sering dipancarkan dalam hal ini adalah   .
Sebagian nuklida dengan nomor massa besar memancarkan partikel  setelah
menangkap neutron. Untuk energi neutron yang cukup tinggi, beberapa nuklida
setelan nenyerap satu neutron akan memancarkan proton, deuteron, dua neutron, tiga
neutron dan beberapa tipe peluruhan lainnya.

II.1.2.b. Interaksi pembelahan (fission)


Berbagai jenis nuklida yang memiliki nomor atom tinggi (Z > 89) setelah
menangkap neutron menjadi inti majemuk yang sangat tereksitasi. Energi eksitasi ini
cukup besar untuk menjadikan nuklida tersebut membelah menjkadi dua nuklida yang
nomor massanya hampir sama. Proses semacam ini disebut sebagai reaksi
pembelahan (fission reaction) yang diinduksi oleh neutron. Reaksi pembelahan pada
berbagai nuklida yang dimaksud (dengan Z > 89) bersifat eksotermik.

20
II.3. Interaksi hamburan neutron
Karena sebagian besar neutron dalam medium reaktor nuklir bergerak dengan
kecepatan yang kurang dari kecepatan dimana efek relativistik menjadi penting, maka
mekanisme interaksi hamburan neutron dengan materi dapat dijelaskan dengan
pendekatan fisika klasik. Di samping itu, energi neutron cukup tinggi sehingga efek
kuantum dapat diabaikan. Energi neutron dalam medium reaktor nuklir juga cukup
tinggi dibandingkan dengan energi ikat molekul atau atom-atom medium. Dengan
demikian, dalam analisis hamburan neutron, nuklida-nuklida yang berinteraksi
dengan neutron dapat diasumsikan bergerak bebas. Dalam hal ini neutron dianggap
sebagai bola pejal dengan massa m dan nuklida yang berinteraksi dengannya juga
dianggap sebagai bola pejal dengan massa M. Dalam hal ini, berlaku :

M
A (2.10)
m

Di mana A adalah nomor massa dari nuklida yang bersangkutan.

II.3.1. Mekanisme hamburan elastis antara neutron dengan nuklida diam


Pada interaksi hamburan elastis antara neutron dengan nuklida, hukum
konservasi momentum linier dan hukum konservasi energi kinetik keduanya
terpenuhi. Pada Gambar 2.2., diilustrasikan interaksi hamburan elastis tersebut pada
kerangka laboratorium (kerangka L) dan kerangka pusat massa (kerangka C). Arti
dari simbol besaran-besaran juga dijelaskan pada Gambar 2.2. Kecepatan pusat massa
neutron-nuklida sebelum tumbukan (yang disimbolkan sebagai v 0 ) dapat dirumuskan
sebagai berikut :
mvL  M .0 mvL vL
v0    (2.11)
mM m  M 1 M
m
Atau :
v
v0  L (2.12)
1 A

Hubungan antara kecepatan neutron dan nuklida sebelum tumbukan pada kerangka L
dan kerangka C dapat dirumuskan sebagai :

vC  v L  v 0  v L 
vL

1  Av L  v L (2.13)
1 A 1 A
Atau :
Av L
vC  (2.14)
1 A
Dan :

21
vL
VC  VL  v0  0  (2.15)
1 A
Atau :
 vL
VC  (2.16)
1 A

Kerangka L Kerangka C
vC'
'
v L

 
vL vC VC

V L' VC'

vL : Kecepatan neutron sebelum tumbukan pada kerangka laboratorium

v L' : Kecepatan neutron setelah tumbukan pada kerangka laboratorium

V L' : Kecepatan nuklida setelah tumbukan pada kerangka laboratorium


 : Sudut hamburan neutron pada kerangka laboratorium
vC : Kecepatan neutron sebelum tumbukan pada kerangka pusat massa

vC' : Kecepatan neutron setelah tumbukan pada kerangka pusat massa

VC : Kecepatan nuklida sebelum tumbukan pada kerangka pusat massa

VC' : Kecepatan nuklida setelah tumbukan pada kerangka pusat massa

 : Sudut hamburan neutron pada kerangka pusat massa

Gambar 2.2. Interaksi hamburan elastis antara neutron dengan nuklida diam

Diperoleh pula hubungan sebagai berikut :

 Av L 
 
vC  1  A 
 A (2.17)
v0  v L 
 
1 A 

22
  vL 
 
VC  1  A 
  1 (2.18)
v0  v L 
 
1 A 

Pada interaksi hamburan neutron, hukum konservasi momentum linier terpenuhi.


Dalam kerangka C, hal ini dapat dirumuskan sebagai :

mvC  MVC  mVC'  MvC'  0 (2.19)


Atau :
VC'  VC  
M

m '
vC  vC  (2.20)
Serta :
m
VC  vC (2.21)
M
Dan :
m '
VC'  vC (2.22)
M

Energi kinetik total sebelum tumbukan pada kerangka C (yang disimbulkan sebagai
EC ) serta energi kinetik total setelah tumbukan (yang disimbulkan sebagai E C' )
masing-masing dapat dirumuskan sebagai :

1 2 1
EC  mvC  MVC2 (2.23)
2 2
1
 
2 1
EC'  m vC'  M VC'
2 2
  2
(2.24)

Pada tumbukan elastis, konservasi energi kinetik berlaku, maka pada kerangka C, hal
ini berarti :
EC  EC' (2.25)
Sehingga :
1 2 1
2
1
 
2
mvC  MVC2  m vC'  M VC'
2 2
1
2
2
  (2.26)
Atau :
1
2
1
  2 1
MVC2  M VC'  m vC'  mvC2
2 2
2
 1
2
(2.27)

23
v 
' 2
C  vC2 
M 2
m

VC  VC' 
2
(2.28)

v '
C 
 vC vC'  vC  
M '
m
 
VC  VC VC'  VC  (2.29)

Dengan mensubstitusikan persamaan (2.20) ke persamaan (2.29), maka diperoleh :

v '
C 
 vC vC'  vC   M m '
m M

vC  vC VC'  VC   (2.30)
Atau :
vC'  vC  VC'  VC (2.31)

Dengan mensubstitusi persamaan (2.21) dan persamaan (2.22) ke persamaan (2.31),


maka :
m ' m
vC'  vC  vC vC (2.33)
M M
 m  m
vC' 1    1  vC (2.34)
 M  M
Hal ini berarti :
vC'  vC (2.35)

Dan berdasarkan persamaan (2.21) dan persamaan (2.22), maka ;

VC'  VC (2.36)

Dengan mensubstitusikan persamaan (2.13) dan persamaan (2.15) ke persamaan


(2.19), maka diperoleh :
mMvL mMvL
mvC  MVC   0 (2.37)
mM mM
Sehingga :
m
VC  vC (2.38)
M

Sementara itu, konservasi momentum linier pada kerangka L dapat ditulis sebagai :

mvL  mvL'  MVL' (2.39)


Sehingga :
 VL' 
m '
M

vL  vL  (2.40)

24
Energi kinetik total sebelum tumbukan pada kerangka L (yang disimbulkan sebagai
E L ) serta energi kinetik total setelah tumbukan (yang disimbulkan sebagai E L' )
masing-masing dapat dirumuskan sebagai :

1 2 1 1 1 1
EL  mvL  MVL2  mvL2  M .0 2  mvL2 (2.41)
2 2 2 2 2
Atau :
1 2
EL  mvL (2.42)
2
Dan :
E L' 
1
2
 
m v L'
2

1
2
M VL'  2
(2.43)

Pada tumbukan elastis, konservasi energi kinetik terpenuhi. Maka pada kerangka L
berlaku :
E L  E L' (2.44)
Sehingga :
1 2 1
2
2
 
mvL  m v L'  M VL'
2
1
2
2
  (2.45)
Atau :
 2
v L'  v L2  
M ' 2
m
VL   (2.46)

Substitusi persamaan (2.40) ke persamaan (2.46) menghasilkan :

 ' 2
v v   
L
2
L
Mm '
m M

vL  vL 

 (2.47)

  
v L'  v L v L'  v L  
m '
M

v L  v L v L'  v L 
v L'  v L  
m '
M
vL  vL 
 m  m
v L' 1    1  v L
 M  M
v L M  m  M  mv L
'

Dengan mengambil nilai positif, maka kecepatan neutron setelah tumbukan pada
kerangka L adalah :

25
M m
v L'   v L (2.48)
M m
Atau :
 A 1
v L'   v L (2.49)
 A 1

Dengan mensubstitusikan persamaan (2.49) ke persamaan (2.40), maka :

 A 1 
 VL' 
m
  v L  v L  
1
 A  1  ( A  1)v L (2.50)
M  A  1  A A  1
 VL' 
1
 A  1  A  1v L   2v L
A A  1 A A  1

Sehingga, kecepatan nuklida setelah tumbukan pada kerangka L adalah :

2v L
VL'  (2.51)
A A  1

Total energi kinetik pada kerangka C telah diberikan oleh persamaan (2.23).
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.14) dan persamaan (2.15) ke persamaan
(2.23), maka total energi kinetik pada kerangka C dapat dituliskan sebagai :

2 2
1  Av L  1  v 
EC  m   M L  (2.52)
2 1 A  2 1 A 
 A 2 M  1 2  1 2  A 2  1  
2

EC      mvL    A
  1  A  
m  1  A   2   1  A   EL
 1  A  
 
 A2  A   A A  1 
EC   E  
2  L

  A  12  E L
 1  A    
Sehingga diperoleh :
 A 
EC   EL (2.53)
 A 1

Dalam hal ini E L adalah total energi kinetik pada kerangka L sebagaimana diberikan
oleh persamaan (2.42). Dengan demikian, total energi kinetik yang dihitung pada
kerangka L lebih besar daripada total energi kinetik yang dihitung pada kerangka C.

26
II.3.2. Penurunan energi kinetik neutron setelah hamburan elastis dihitung pada
kerangka L antara neutron dengan nuklida bergerak
Gambar 2.3. menunjukkan interaksi hamburan elastis antara neutron dengan
nuklida yang sebelumnya bergerak dengan kecepatan VL .

Kerangka L Kerangka C
vC'
v L'

v0  
vL VL vC VC

V L' VC'

vL : Kecepatan neutron sebelum tumbukan pada kerangka laboratorium

v L' : Kecepatan neutron setelah tumbukan pada kerangka laboratorium


v0 : Kecepatan pusat massa dihitung pada kerangka L
VL : Kecepatan nuklida sebelum tumbukan pada kerangka laboratorium

V L' : Kecepatan nuklida setelah tumbukan pada kerangka laboratorium


 : Sudut hamburan neutron pada kerangka laboratorium
vC : Kecepatan neutron sebelum tumbukan pada kerangka pusat massa

vC' : Kecepatan neutron setelah tumbukan pada kerangka pusat massa

VC : Kecepatan nuklida sebelum tumbukan pada kerangka pusat massa

VC' : Kecepatan nuklida setelah tumbukan pada kerangka pusat massa

 : Sudut hamburan neutron pada kerangka pusat massa

Gambar 2.3. Interaksi hamburan elastis antara neutron dengan nuklida bergerak

Dalam hal ini, kecepatan pusat massa neutron-nuklida adalah :

M
vL  VL
mvL  MVL m
v0   (2.54)
mM M
1
m

27
Atau :
v L  AV L
v0  (2.55)
1 A

Hubungan antara kecepatan neutron dan nuklida sebelum tumbukan pada kerangka L
dan kerangka C dapat dirumuskan sebagai :

v L  AV L 1  Av L  v L  AV L Av L  AV L
vC  v L  v 0  v L    (2.56)
1 A 1 A 1 A
Atau :
Av L  VL 
vC  (2.57)
1 A
Dan :
vL
VC  VL  v0  VL  (2.58)
1 A
Atau :
VC 
1  AVL  v L (2.59)
1 A

Selanjutnya, dapat digambarkan diagram sudut kecepatan pada kerangka L dan


kerangka C sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2.4.
v0
 

v C' v L'

vC' cos  v L' cos 

Gambar 2.4. diagram sudut hambutan neutron

28
Berdasarkan Gambar 2.4., diperoleh hubungan :

vC' sin   v L' sin  (2.60)


v0  v cos   v cos 
'
C
'
L (2.61)
Dengan demikian :
v L' sin  vC' sin 

v L' cos  v0  vC' cos 
sin 
tan   (2.62)
v0
 cos 
vC'

Kecepatan neutron setelah tumbukan dihitung pada kerangka C telah diberikan pada
persamaan (2.35), yaitu :
vC'  vC (2.35)

Nilai vC diberikan oleh persamaan (2.57) sedangkan nilai diberikan v0 oleh


persamaan (2.55). Dengan demikian :

 v L  AV L  VL
  1 A
v0 v0  1 A  v  AV L vL
   L  (2.63)
vC vC  Av L  VL   Av L  VL 
'
 V 
  A1  L 
 1 A   vL 

Karena kecepatan gerak nuklida pada jauh lebih kecil daripada kecepatan gerak
neutron, maka persamaan (2.63) dapat didekati menjadi :

v0 1
'
 (2.64)
vC A

Dengan mensubstitusikan persamaan (2.64) ke persamaan (2.62), maka diperoleh :

sin 
tan   (2.65)
1
 cos 
A

Selanjutnya hubungan antara v L' dengan vC' dan v 0' dapat dilihat pada diagram
segitiga pada Gambar 2.4. Dalam hal ini :

29
v L'  v  ' 2
C  v02  2vC' v0 cos     v 
' 2
C  v02  2vC' v0 cos 
(2.66)
 v  v  2vC v0 cos 
2
C
2
0

Dengan mensubstitusikan persamaan (2.55) untuk v 0 dan persamaan (2.57) untuk vC


pada persamaan (2.66), maka diperoleh :

 Av L  VL    v L  AV L   Av L  VL   v L  AV L
2 2

v L'       2   cos  (2.67)
 1 A   1 A   1  A  1  A 

Dengan mengabaikan nilai kecepatan gerak nuklida terhadap kecepatan gerak


neutron, maka persamaan (2.67) dapat disederhanakan menjadi :

2 2
 Av L   v L   Av L  v L 
v L'       2   cos  (2.68)
1 A  1 A   1  A  1  A 
A 2  1  2 A cos 
2 2
 A   1   A  1 
v  vL      2   cos   v L
'
(2.69)
L
 A  1  A  1  1  A  1  A   A  12
Persamaan (2.69) dapat ditulis menjadi :

A2  1 2 A cos 
v L'  v L  (2.70)
 A  1 2
 A  12
Didefinisikan besaran  sebagai berikut :

 A 1
2

   (2.71)
 A 1
Sehingga :

 A  1  A 1
1  
2
 A  1   A  1  A 2  2 A  1  A 2  2 A  1
2 2 2

   
 A  1  A  1  A  12  A  12
A2  1  A2  1 A2  1
 2
 A  12  A  12

30
 A 1  A 1
1  
2
 A  1   A  1
2 2
A2  2 A  1  A2  2 A  1
2
2A
     2
 A 1  A 1  A  12
 A  12
 A  12
Dengan demikian, persamaan (2.70) dapat ditulis menjadi :

v L'  v L
1
1    1   cos   (2.72)
2

Dari persamaan (2.61), diperoleh hubungan :

v0  vC' cos 
cos   (2.73)
v L'

Dengan mensubstitusikan persamaan (2.55) untuk v 0 dan persamaan (2.57) untuk vC


dan (2.69) untuk v L' pada persamaan (2.73), maka diperoleh :

 v L  AV L   Av L  VL  
   cos 
 1 A   1 A 
cos   (2.74)
A 2  1  2 A cos 
vL
 A  12
Dengan mengabaikan kecepatan gerak nuklida terhadap kecepatan gerak neutron,
maka persamaan (2.74) dapat disederhanakan menjadi :

 v L   Av L 
   cos 
 1 A  1 A  v  1  A cos  
cos    L  
 (2.75)
A 2  1  2 A cos  v L  A 2  1  2 A cos  
vL
 A  12
1  A cos 
cos   (2.76)
A  1  2 A cos 
2

Energi kinetik neutron setelah tumbukan dengan nuklida dirumuskan dengan :

E L' 
1
2
 
m v L'
2
(2.77)

31
Substitusi persamaan (2.72) untuk nilai v L' ke persamaan (2.77) menghasilkan :

mvL 1    1    cos  
1 21
E L'  (2.78)
2 2
Atau :
E L 1    1    cos  
1
E L'  (2.79)
2
1 '
Dalam hal ini E L  mvL adalah energi kinetik neutron sebelum tumbukan.
2
Persamaan (2.79) dapat digunakan untuk menghitung energy neutron setelah
tumbukan elastis, yang nilainya tergantung pada sudut tumbukan (  ). Jika   0 atau
cos   1, maka E L'  E L . Dengan demikian tumbukan neutron pada   0 tidak
mengurangi energi neutron. Pengurangan energi neutron menjadi maksimum, atau
nilai E L' menjadi minimum ketika    atau cos   1. Pada saat    , maka
E L'  E L . Pada tumbukan antara neutron dengan hidrogen (proton, A = 1), yang
berarti   0 , nilai minimum dari E L' adalah E L'  0 . Hal ini berarti neutron bisa
kehilangan seluruh energi kinetiknya hanya dengan satu kali bertumbukan dengan
hidrogen.

II.3.3. Hamburan inelastis


Pada hamburan inelastis, hukum konservasi momentum total terpenuhi tetapi
hukum konservasi energi kinetik total tidak terpenuhi. Hal ini karena sebagian energi
kinetik digunakan untuk eksitasi nuklida. Energi kinetik total sebelum dan sesudah
tumbukan pada kerangka C masing-masing adalah :

1 2 1
EC  mvC  MVC2 (2.80)
2 2
Dan :
EC' 
1
2
 
m vC'
2

1
2
 
M VC'
2
(2.81)

Simbol-simbol besaran yang digunakan adalah sama dengan simbol-simbol besaran


yang digunakan pada penjelasan tentang hamburan elastis.
Karena terdapat pengurangan energi kinetik total setelah terjadi tumbukan,
maka neraca energi kinetik untuk hamburan inelastik menjadi :

EC  EC'  E I (2.82)

32
Dalam hal ini, E I adalah energi aktivasi nuklida. Substitusi persamaan (2.81) ke
persamaan (2.82) menghasilkan :

EC 
1
2
 
m vC'
2

1
2
 
M VC'
2
 EI (2.83)

Sementara itu, konservasi momentum linier pada kerangka C dapat ditulis sebagai :

mvC  MVC  mvC'  MVC'  0 (2.84)


Sehingga :
m v
VC  vC  C (2.85)
M A
Dan :
m ' v'
VC'  vC  C (2.86)
M A

Substitusi persamaan (2.85) ke persamaan (2.80)

1 2 1 vC2
EC  mvC  M 2 (2.87)
2 2 A
1  1
EC  m1  vC2
2  A
Sehingga diperoleh :
 A 
vC  2 E C   (2.88)
 A 1

Substitusi persamaan (2.86) ke persamaan (2.83) memberikan :

1
EC  m vC'  
1
 M
2 v 
' 2
C
 EI (2.89)
2
2 2 A
vC 
1  1 ' 2
EC  E I  m1 
2  A
Sehingga diperoleh :
1
 
m vC'
2  A 
 EC'  EC  E I   (2.90)
2  A  1
Atau :

33
 A 
vC'  2EC  E I   (2.91)
 A  1

Dari persamaan (2.88) dan persamaan (2.91), maka diperoleh :

EC  E I E
vC'  vC  vC 1  I (2.92)
EC EC

Substirusi persamaan (2.57) ke persamaan (2.92) menghasilkan :

E
vC'  v L  VL 
A
1 I (2.93)
1 A EC

Kecepatan gerak neutron setelah tumbukan dapat dihitung dengan persamaan (2.66),
yaitu :
v L'  v 
' 2
C  v02  2vC' v0 cos  (2.66)

Dengan mensubstitusikan persamaan (2.55) untuk v 0 dan persamaan (2.93) untuk vC'
pada persamaan (2.66), maka diperoleh :

 Av L  VL    EI   v L  AV L   Av L  VL   E  v  AV L 
2 2

v  
'
 1       2  1 I  L  cos 
 1 A    1 A   1 A  EC  1  A 
L
 EC

Dengan mengabaikan nilai kecepatan gerak nuklida terhadap kecepatan gerak


neutron, maka persamaan ini dapat disederhanakan menjadi :

 E   v 
2 2
 Av L   Av L  E  v 
v L'    1  I    L   2  1  I  L  cos  (2.94)
1 A   EC   1  A  1 A  EC  1  A 

Didefinisikan :
EI
A'  A 1  (2.95)
EC

Sehingga kecepatan neutron setelah tumbukan inelastis dapat dihitung dengan :

34
v L'  v L
A ' 2
 1  2 A ' cos 
(2.96)
 A  12
Selanjutnya, hubungan antara sudut hamburan neutron pada kerangka L dan
kerangka C dapat dihitung. Dengan mensubstitusikan persamaan (2.55) untuk v 0 dan
persamaan (2.93) untuk vC' dan (2.69) untuk v L' pada persamaan (2.73), maka
diperoleh :

 v L  AV L   Av L  VL   E
   1  I cos 
 1 A   1 A  EC
cos   (2.97)
A 2  1  2 A cos 
vL
 A  12
Dengan mengabaikan kecepatan gerak nuklida terhadap kecepatan gerak neutron,
maka persamaan (2.74) dapat disederhanakan menjadi :

 v L   Av L  E  E 
   1  I cos   1  A 1  I cos  
1 A  1 A  EC v  EC 
cos    L  (2.98)
A 2  1  2 A cos  v L  A 2  1  2 A cos  
vL  
 A  12  
Atau :
1  A' cos 
cos   (2.99)
A 2  1  2 A cos 

Nilai vC diberikan oleh persamaan (2.93) sedangkan nilai diberikan v0 oleh


persamaan (2.55). Dengan demikian :

 v L  AV L 
 
v0  1 A  v L  AV L
  (2.100)
vC  Av L  VL  
'
E E
  1 I Av L  VL  1  I
 1 A  EC EC

Dengan mengabaikan kecepatan gerak nuklida terhadap kecepatan gerak neutron,


maka persamaan (2.100) dapat disederhanakan menjadi :

35
v0 1
 (2.101)
vC' E
A 1 I
EC

Dengan mensubsitusikan persamaan (2.101) ke persamaan (2.62), maka, hubungan


antara sudut hamburan neutron pada kerangka L dan kerangka C dapat dihitung
dengan :
sin 
tan   (2.102)
1
 cos 
EI
A 1
EC
Atau :
sin 
tan   (2.103)
1
 cos 
A'

Energi kinetik neutron setelah tumbukan inelastis dengan nuklida adalah :

E L' 
1
2
m v L'  2
(2.77)

Substitusi persamaan (2.96) untuk nilai v L' ke persamaan (2.77) menghasilkan :

' 1  A'
E  mvL2 
  2
 1  2 A ' cos  
(2.104)
L
2 
  A  12 

Atau :
 A'
E  EL 
'   2
 1  2 A ' cos  
(2.105)
L

  A  12 

1 '
Dalam hal ini E L  mvL adalah energi kinetik neutron sebelum tumbukan.
2
Persamaan (2.105) dapat digunakan untuk menghitung energy neutron setelah
tumbukan inelastis, yang nilainya tergantung pada sudut tumbukan (  ). Jika   0
2
 A'  1 
atau cos   1, maka E  
'
 E L . Karena A'  A , maka dapat disimpulkan
 A 1 
L

bahwa energi neutron mengalami pengurangan. Hal ini wajar karena sebagian energi
kinetik neutron dan nuklida sebelum tumbukan digunakan untuk mengeksitasi

36
nuklida setelah tumbukan. Ini merupakan pengurangan energi minimum (yaitu E L'
pada tumbukan inelastis.
Pengurangan energi neutron menjadi maksimum, atau nilai E L' menjadi
2
 A'  1 
minimum ketika    atau cos   1. Pada saat    , maka E   '
 E L .
 A 1 
L

II.3.4. Probabilitas pengurangan energi kinetik neutron setelah hamburan.


Neutron yang semula memiliki energi kinetik E  E L setelah terhambur oleh
suatu nuklida akan berkurang energinya menjadi E '  E L' . Pengurangan energi
tersebut tergantung pada sudut hamburan neutron (  ) sebagaimana dirumuskan pada
persamaan (2.79) untuk hamburan elastis dan persamaan (2.80) untuk hamburan
inelastis. Dengan demikian, probabilitas neutron yang semula memiliki energi E dan
terhambur sehingga memiliki energi antara E ' dan E '  dE ' (yang disimbolkan
 
P E  E ' ) sebagai tergantung dari probabilitas neutron terhambur pada sudut
hamburan antara  dan   d . Hubungan tersebut dapat dirumuskan sebagai :

 
P E  E ' dE '   f  d  f  d (2.106)
Dengan :
  cos  (2.107)

Dalam hal ini f   dan f   adalah fungsi densitas probabilitas neutron untuk
terhambur pada sudut antara  dan   d .
Pada hamburan elastis, hubungan antara energi neutron setelan hamburan
dengan energi neutron sebelum hamburan serta sudut hamburan neutron telah
dirumuskan pada persamaan (2.79) yang dapat ditulis ulang menjadi :

E 1    1    cos  
1
E'  (2.108)
2

Dengan definisi  sebagaimana pada persamaan (2.107), maka persamaan (2.108)


dapat ditulis menjadi :
E '  E 1    1    
1
(2.109)
2

Dengan melakukan diferensiasi pada persamaan (2.109), maka diperoleh hubungan


antara dE ' dan d sebagai berikut :

dE '  E 1   d
1
(2.110)
2

37
Pada hamburan inelastis, hubungan antara energi neutron setelan hamburan
dengan energi neutron sebelum hamburan serta sudut hamburan neutron telah
dirumuskan pada persamaan (2.105) yang dapat ditulis ulang menjadi :

 A'
E  E
'   2
 1  2 A ' cos  
(2.111)

  A  12 

Atau :
'  
 A' 2  1  2 A'  
E  E  (2.112)

  A  12 

Dengan melakukan diferensiasi pada persamaan (2.112), maka diperoleh hubungan


antara dE ' dan d sebagai berikut :

1 2 A' 1  2A E 
dE '  E d  E  1  I d (2.113)
2  A  12
2   A  12
EC 
Atau :
1  EI 
dE '  E 1    1  d (2.114)
2  EC 
Dalam hal ini :
1  1 1  A 1 2
EC  m1  vC2  m vC (2.115)
2  A 2  A 

Substitusi persamaan (2.14) ke persamaan (2.115) menghasilkan :

1  A  2  A   A 
EC  m v L   EL   E (2.116)
2  A 1  A 1  A  1

Maka hubungan antara dE ' dan d pada hamburan inelastis dapat ditulis menjadi :

1   A  1  EI 
dE '  E 1    1    d (2.117)
2   A  E 

Probabilitas hamburan pada semua sudut ruang harus sama dengan satu, maka dari
persamaan (2.106) pada hamburan elastis berlaku :

38

 
E 1

 P E  E dE   f  d   f  d  1
' '
(2.118)
E 0 1

Sedangkan untuk hamburan inelastis berlaku :

E 
 
1

 P E  E dE   f  d   f  d  1
' '
(2.119)
E 0 1

2 2
 A'  1   A'  1  E  A  1  EI
Dengan     dan     serta A '  A 1  I  A 1   
 A 1   A 1  EC  A  E

Hamburan isotropis
Pada hamburan isotropis, probabilitas neutron untuk terhambur untuk semua
sudut hamburan antara   0 hingga    adalah sama. Probabilitas neutron
terhambur dengan sudut hamburan antara  dan   d , yaitu f  d dapat
dihitung sebagai luas dari pita yang terbentuk oleh garis yang membentuk sudut 
dari sumbu acuan dengan lebar sudut d dan diputar pada sumbu acuan pada bola
berjari-jari r satuan terhadap luas keseluruhan dari bola berjari-jari satu satuan
tersebut. Dengan demikian :

2r sin   rd sin d d cos  d


f  d    
4r 2
2 2 2
Sehingga :
d
 f  d  f  d  (2.120)
2

Dapat dilakukan pengecekan sebagai berikut :


d  1  (1)
1 1 1

  f  d   f  d  1 2  2  1


0 1 1 2

Dengan demikian, pada hamburan elastis isotropis, nilai dari P E  E ' dapat  
dihitung dengan mensubstitusikan persamaan (2.110) untuk nilai dE ' dan persamaan
(2.120) ke persamaan (2.106), yaitu :


P E  E'  12 E1   d  d2 (2.121)

39
Sehingga untuk hamburan elastis isotropis :


P E  E'   1
E 1   
(2.122)


Dengan cara yang sama, pada hamburan elastis isotropis, nilai dari P E  E ' dapat 
dihitung dengan mensubstitusikan persamaan (2.117) untuk nilai dE ' dan persamaan
(2.120) ke persamaan (2.106), yaitu :

 

P E  E'  12  E1     A  1  EI
1   d  d (2.123)
 A  E  2
 

Sehingga untuk hamburan inelastis isotropis :

PE  E '  
1
(2.124)
 A  1  EI
E 1    1   
 A  E

Dari persamaan (2.123) dan persamaan (2.124) dapat dilihat bahwa nilai probabilitas
neutron yang semula memiliki energi E dan terhambur sehingga memiliki energi
antara E ' dan E '  dE ' tidak tergantung pada energi neutron setelah tumbukan ( E ' ).

Hamburan non isotropis


Pada hamburan non isotropis, nilai f   atau f   bervariasi terhadap sudut
 . Untuk hamburan elastis non isotropis, nilai dari PE  E '  dapat dihitung dengan
mensubstitusikan persamaan (2.110) untuk nilai dE ' ke persamaan (2.106) yaitu :


P E  E'  12 E1   d  f  d (2.125)

Sehingga untuk hamburan elastis non isotropis :

2 f  

P E  E'   E 1   
(2.126)

 
Untuk hamburan elastis non isotropis, nilai dari P E  E ' dapat dihitung dengan
mensubstitusikan persamaan (2.117) untuk nilai dE ' ke persamaan (2.106) yaitu :

40
  A  1  EI 

P E  E'  12  E1    1   d  f  d

(2.127)
  A  E 

Sehingga untuk hamburan elastis non isotropis :

2 f  
PE  E '   (2.128)
 A  1  EI
E 1    1   
 A  E

II.3.5. Rerata cosinus sudut hamburan pada kerangka L.


Rerata cosinus sudut hamburan pada kerangka L (yang disimbolkan sebagai
 ) dapat dihitung dari rumus berikut :
4

   cos d
s

  cos   0
4
(2.129)
   d
0
s

Dalam hal ini,  adalah sudut hamburan neutron pada kerangka L dan  adalah
sudut hamburan neutron pada kerangka C sedangkan  adalah sudut ruang
hamburan neutron dalam kerangka C. Besaran  s   menyatakan tampang lintang
hamburan mikroskopis nuklida yang menghasilkan hamburan dengan sudut  .
Hubungan antara d dengan  adalah d  sin dd . Dengan demikian,
persamaan (2.129) dapat ditulis menjadi :

2 

    cos  sin dd


s

  cos   0 0
2 
(2.130)
    sin dd
0 0
s

Tampang lintang hamburan mikroskopis total (  s ) didefinisikan sebagai :

2 
s      sin dd
0 0
s (2.131)

Dengan demikian, persamaan (2.130) dapat ditulis menjadi :

41
2 

    cos  sin dd


1
  cos   (2.132)
s
s
0 0

Hubungan antara  dengan  diberikan oleh persamaan (2.99), dengan demikian,


nilai rerata cosinus sudut hamburan pada kerangka L (  )

2 
 
1  A ' cos 
   s  
1
  cos    sin dd (2.133)
s 
 A  1  2 A cos  
2
0 0

Pada hamburan elastis, A'  A sedangkan pada hamburan inelastis,


 A  1  EI
A'  A 1    . Karena  dan  adalah besaran yang saling bebas, maka
 A  E
persamaan (2.133) dapat ditulis menjadi :

2

1  A ' cos  
1
 
 s 0 0
  cos   d     sin d (2.134)
s  
 A  1  2 A cos  
2

Atau :
2

 
1  A ' cos 
  cos  
s   s     
 sin d
 (2.135)
 
2
0 A 1 2 A cos

Berdasarkan hubungan d  sin d (di mana   cos  dan  adalah sudut
hamburan neutron pada kerangka C), maka persamaan (2.125) dapat ditulis menjadi :

2
1  1  A'  
  cos  
s   s   d
 A 2  1  2 A 
(2.136)
1  

Rerata cosinus sudut hamburan pada kerangka L untuk hamburan isotropis


Pada hamburan isotropis  s     s   bernilai konstant terhadap sudut
hamburan pada kerangka C (  ), dengan demikian persamaan (2.136) dapat
disederhanakan menjadi :

2 s   1 1  A' 
  cos  
s 
1 A 2  1  2 A
d (2.137)

Demikian juga persamaan (2.131) menjadi :

42
2  2  2 1
 s   s     sin dd   s    d  sin d   s    d  d
0 0 0 0 0 1

  s    2  2  4 s  
Atau :
s
 s    (2.138)
4

Dengan mensubstitusikan persamaan (2.138) ke persamaan (2.137), maka diperoleh :

2 s 1
1  A' 
  cos  
4 s 
1 A 2  1  2 A
d (2.139)

Atau :
1  A' 
1
1
  cos    d (2.140)
2 1 A 2  1  2 A

Untuk menghitung integrasipada persamaan (2.140), dimisalkan x 2  A2  1  2 A


x 2  A2  1 xdx
atau   . Dengan demikian : 2 xdx  2 Ad , atau d  . Jika nilai
2A A
  1 , maka nilai x  A2  1  2 A  A2  1  2 A  A  1 . Jika nilai   1 ,
maka nilai x  A2  1  2 A  A2  1  2 A  A  1 . Dengan demikian, persamaan
(2.140) selanjutnya dapat ditulis menjadi :

1  
A1
'  x  A  1  xdx
2 2
  cos  
2 A1 

1  A 

 2A
 

  xA
(2.141)

A1 A1
1  2 A  A ' x 2  A ' A 2  A '  dx
  cos    
2 A1 
 
1
2 

2 A  A ' A 2  A '  A ' x 2 dx  
2A  A 4 A A1
A1
 A' 3 

1
 
 2 A  A ' A 2  A ' x  x 
4 A2  3  A1

  A  1   A  1  A3  A  1   A  1 
'
1
  cos    2 A  A ' A 2  A ' 3 3

4 A2  


1
 
 2 A  A ' A 2  A ' 2 
A'
  
A3  3 A 2  3 A  1  A3  3 A 2  3 A  1 
4 A2  3 

43
 
  cos  
1
 
 2 A  A ' A 2  A ' 2 
A'
 
6 A 2  2 
4 A2  3 
1  3 A' A2 A'  1  2 
 
2 
2 A  A ' 2
A  A '
    2 
2 A  A' 
2A  3 3  2A  3 

Maka untuk hamburan isotropis, nilai rerata cosinus sudut hamburan pada kerangka L
(yaitu  ) adalah :
1 1 A'
  cos    (2.142 )
A 3 A2

Pada hamburan isotropik elastis, A'  A , sehingga persamaan (2.142) menjadi :

2
  cos   (2.143 )
3A
 A  1  EI
sedangkan pada hamburan isotropik inelastis, A '  A 1    , sehingga
 A  E
persamaan (2.142) menjadi :
 
 
1 1 
  cos   1   (2.144 )
A  A  1  EI 
 3 1   A  E 
 

Dari persamaan (2.143) dapat dilihat bahwa nilai rerata cosinus sudut hamburan pada
kerangka L (yaitu  ) pada hamburan isotropik elastis tidak tergantung pada energi
kinetik mula-mula. Sementara itu, dari persamaan (2.144) dapat dilihat nilai rerata
cosinus sudut hamburan pada kerangka L (yaitu  ) pada hamburan isotropik
inelastis tergantung pada energi kinetik mula-mula. Dari persamaan ini, distribusi
angular neutron setelah hamburan inelastis cenderung memuncak ke depan (forward
peaked) pada kerangka L ketika energi neutron semakin berkurang.

II.4. Interaksi serapan atau tangkapan neutron


Interaksi serapan atau tangkapan neutron adalah interakasi antara neutron
dengan nuklida di mana neutron ditangkap atau diserap sehingga menjadi bergabung
dengan nuklida tadi dan membentuk nuklida majemuk. Secara umum, reaksi
tangkapan neutron dapat dituliskan sebagai berikut :

A
Z X 10 n  ZA1 X (2.145)

44
Selanjutnya, akan diaveluasi kesetaraan momentum dan energi kinetik pada proses
pembentukan inti majemuk. Neraca momentum pada reaksi tangkapan neutron dapat
ditulis sebagai :
MV  mv  M  mVm (2.146)

Dalam hal ini, M menyatakan massa dari nuklida target, m menyatakan massa dari
neutron, V menyatakan kecepatan gerak nuklida target sebelum interaksi, v
menyatakan kecepatan gerak neutron sebelum interaksi dan Vm menyatakan
kecepatan gerak nuklida majemuk setelah interaksi.
Berdasarkan persamaan (2.146), maka kecepatan gerak inti majemuk adalah :

mv  MV v  AV
Vm   (2.147)
mM 1 A

Di mana A adalah nomor massa nuklida target.


Selisih energi kinetik nuklida reaktan plus neutron sebelum interaksi dengan
energi kinetik inti majemuk setelah interaksi adalah :
 v  AV 
2

M mVm2  E n  E N  m  M 
1 1
E  E n  E N  E m  E n  E N  
2 2  mM 
1  m 2 v 2  M 2V 2  2mMvV   mEn  ME N  mMvV 
 E n  E N     E n  E N   
2 mM   mM 
 M   m  2 mME1 E 2
 En   EN 
mM  mM  mM

Dengan demikian, selisih energi kinetik nuklida reaktan plus neutron sebelum
interaksi dengan energi kinetik inti majemuk setelah interaksi dapat dihitung sebagai :

 A   1  2 AE n E N
E    En   EN  (2.148)
 A 1  A 1 A 1

Dalam hal ini En menyatakan energi kinetik neutron sebelum interaksi sedangkan
E N menyatakan energi kinetik neutron setelah interaksi.
Neutron tidak bermuatan listrik sehingga tidak mengalami gaya tolak
Coulomb ketika mendekati nuklida. Jika reaksi tangkapan atau serapan neutron
bersifat endotermik, nilai selisih energi tersebut diperlukan untuk memungkinkan
terbentuknya energi interaksi sebesar Q. Dengan demikian, supaya reaksi tangkapan

45
atau serapan neutron yang bersifat endotermik dapat berlangsung, persyaratan berikut
ini harus terpenuhi
 A   1  2 AE n E N
E    En   EN  Q (2.148)
 A  1  A  1 A 1

Pada kebanyakan interaksi antara neutron dengan nuklida, energi kinetik neutron jauh
lebih besar daripada energi kinetik nuklida. Oleh karena itu, nuklida dapat dianggap
diam sebelum terjadinya interaksi sehingga E N  0 . Dengan demikian, persamaan
(2.148) menjadi :
 A 
  En  Q (2.149)
 A 1
 A 
Kondisi di mana   E n  Q memberikan energi neutron minimal supaya reaksi
 A 1
tangkapan neutron yang bersifat endotermik dapat berlangsung. Energi neutron
minimal tersebut disebut sebagai energi kinetik treshold (disimbolkan sebagai
En ,treshold ) bagi berlangsungnya reaksi tangkapan neutron endotermik. Berdasarkan
persamaan (2.149), maka nilai energi kinetik treshold untuk reaksi tangkapan neutron
endotermik adalah :
 A  1
E n , treshold   Q (2.150)
 A 

Pada interaksi tangkapan yang bersifat eksotermik, tidak diperlukan energi awal
untuk berlangsungnya reaksi tangkapan neutron yang bersifat eksotermik. Dengan
demikian :
En ,treshold  0 (2.151)

Hal ini berarti reaksi tangkapan atau serapan neutron yang bersifat eksotermik dapat
terjadi pada energi neutron berapapun.

II.4. Tampang lintang interaksi mikroskopis


Pada energi neutron yang rendah, tampang lintang mikroskopis interaksi
hamburan neutron pada berbagai nuklida pada umumnya konstant, tidak tergantung
pada energi neutron. Nilai tampang lintang mikroskopis hamburan neutron dalam hal
ini adalah :
 s E   4R 2 (2.152)

Dalam hal ini, R adalah radius dari nuklida yang secara umum dapat dirumuskan
sebagai :

46
e2
R 2
A1 3 (2.153)
2 me c

Dengan e adalah muatan elementer elektron, me adalah massadari elektron, c adalah


kecepatan cahaya sedangkan A adalah nomor massa nuklida.
Sementara itu, tampang lintang mikroskopis interaksi serapan neutron dari
berbagai nuklida pada energi neutron yang rendah pada umumnya berkurang dengan
semakin bertambahnya energi neutron. Pada sebagian besar nuklida, hubungan antara
tampang lintang mikroskopis serapan neutron dengan energi neutron untuk energi
neutron yang rendah dirumuskan sebagai :

 a E  
1 1
 (2.154)
E v

Dalam hal ini, E adalah energi neutron sedangkan v adalah kelajuan gerak neutron.
Hubungan antara E dan v mengikuti konsep energi kinetik fisika klasik, yaitu :

mv 2
E (2.155)
2

Hubungan tampang lintang mikroskopis serapan neutron dengan energi neutron yang
dirumuskan dalam persamaan (2.155) sering disebut sebagai hubungan 1/v.
Pada rentang energi epitermal, terdapat nilai-nilai energi tertentu dimana
tamoang lintang hamburan mikroskopik dan tampang lintang serapan mikroskopik
sangat tinggi. Fenomena ini disebut resonansi. Nilai energi yang bersesuaian dengan
nilai maksimal (puncak) dari tampang lintang resonansi disebut sebagai nilai energi
puncak resonansi.
Nilai tampang lintang mikroskopis hamburan neutron di sekitar puncak
resonansi diberikan oleh persamaan :

E1   n  1  2R  x 
 s x    s1  
  1  x      4R 2
2 
(2.156)
 1  1  x 
2
EC 

Sedangkan nilai tampang lintang mikroskopis serapan neutron di sekitar puncak


resonansi diberikan oleh persamaan :
E1  a  1
 a x    a1   (2.157)
EC    1  x 2

47
Sedangkan nilai tampang lintang mikroskopis total di sekitar puncak resonansi adalah
jumlah dari nilai tampang lintang mikroskopis hamburan neutron di sekitar puncak
resonansi dan nilai tampang lintang mikroskopis serapan neutron di sekitar puncak
resonansi, yaitu :  T x    s x    a x  , sehingga :

E1  1  2R  x 
 s x    s1    
 1  x 2     1  x 2   4R
2
(2.158)
EC   1  
Dalam hal ini :
  n  a (2.159)

x  EC  E1 
2
(2.160)

Pada persamaan (2.156), persamaan (2.157) dan persamaan (2.158), besaran E1


adalah energi puncak resonansi, EC adalah energi pusat massa neutron nuklida
sedangkan  adalah lebar puncak resonansi, yaitu selisih energi di mana nilai dari
tampang lintang mikroskopis serapan neutron di sekitar puncak resonansi lebih besar
daripada 4R 2 . Besaran n dan a masing-masing menyatakan lebar puncak
resonansi untuk interaksi hamburan dan serapan neutron. Besaran  s1 dan  s1
masing-masing adalah tampang lintang mikroskopik hamburan dan serapan pada
energi puncak resonansi E1 . Persamaan (2.157) sering disebut sebagai rumus Breit
Wigner.
Energi pusat massa neutron nukida telah dirumuskan pada persamaan (2.87)
yang dapat ditulis kembali sebagai :

1  1
EC  m1  vC2 (2.161)
2  A

Dengan vC adalah kecepatan neutron pada kerangka C. Hubungan antara kecepatan


gerak neutron dalam kerangka pusat C dengan kecepatan gerak neutron dan nuklida
dalam kerangka L (kerangka laboratorium) telah diberikan oleh persamaan (2.57),
Av L  VL 
yaitu vC  , dengan vL dan VL masing-masing adalah kecepatan gerak
1 A
neutron dalam kerangka L serta A adalah nomor massa nuklida.
(2.57). Dengan mensubstitusikan persamaan (2.57) ke persamaan (2.161), maka :

1  A  1  Av L  VL  
2
1  1  A 1
EC  m1  vC2  m     mv L  VL  (2.162)
2

2  A 2  A  1  A   A  1  2

48
Berdasarkan hubungan antara kecepatan dan energi kinetik pada fisika klasik, maka
persamaan (2.162) dapat ditulis menjadi :
2
 A  1  2 E 2E N 

EC    m  (2.163)
 A  1 2  m Am 

Dalam hal ini E dan E N masing-masing adalah energi kinetik neutron dan energi
kinetik nuklida pada kerangka L. Persamaan (2.163) dapat diuraikan menjadi :

 A  EE N E N 

EC    E  2  (2.164)
 A  1  A A 

Karena energi kinetik nuklida pada rentang epitermal (resonans) lebih kecil daripada
energi kinetik neutron, maka persamaan (2.164) dapat didekati dengani :

AE
EC  (2.165)
A 1

Selanjutnya, untuk nuklida moderator dengan A cukup besar, maka dapat dilakukan
pendekatan lebih lanjut, yaitu :
EC  E (2.166)

Luas area tampang lintang serapan di sekitar puncak resonansi dapat dihitung sebagai
berikut :
 
 a  E1 1
0  a EC dEC   a1   0 EC 1  x 2 dEC (2.166)

Berdasarkan persamaan (2.160), maka :


EC  x  E1 (2.167)
2
Dan :

dEC  dx (2.168)
2
Serta :
EC  x
 1 (2.169)
Ei 2 E1

Sehingga persamaan (2.166) menjadi :

49
 
 a  2 E1
  a EC dEC   a1 
1 dx
 
 2   0 1 x
2
2E
(2.170)
0
x 1

Yang hasilnya adalah :

a
  E dE
0
a C C   a1

(2.171)

II.5. Reaksi fisi


Reaksi fisi adalah reaksi pembelahan dari suatu nuklida menjadi dua
nuklida lain yang mempunyai nomor massa lebih kecil. Reaksi fisi yang terkenal
adalah reaksi fisi yang diinduksi neutron dari nuklida-nuklida fisil tertentu. Sebagai
contohnya adalah reaksi fisi yang terjadi setelah U-235 menyerap neutron.

235
92 92 U  X 1  X 2   0 n  E
U  01n236 * 1
  (2.172)

Dalam hal ini  adalah jumlah rerata neutron yang dihasilkan tiap reaksi fisi, X 1 dan
X 2 adalah nuklida hasil reaksi fisi sedangkan E adalah energi yang dihasilkan tiap
reaksi fisi. Energi yang dihasilkan tiap reaksi fisi sekitar 200 MeV dan tidak terlalu
tergantung pada energi neutron yang menginduksi reaksi fisi. Untuk energi neutron
penginduksi yang rendah, nilai  tidak terlalu tergantung pada energi neutron
penginduksi. Sementara itu, untuk energi neutron penginduksi yang tinggi, nilai 
meningkat dengan semakin bertambahnya energi neutron.

50
III. TRANSPORT DAN DIFUSI NEUTRON
Neutron dalam medium bergerak secara random dan berinteraksi dengan
nuklida-nuklida medium. Pada dasarnya terdapat dua kelompok interaksi neutron
dengan nuklida-nuklida dalam medium, yaitu interaksi hamburan dan interaksi
serapan. Pada interaksi hamburan, neutron akan mengalami perubahan arah gerak dan
energi. Dengan demikian interaksi hamburan akan menimbulkan fenomena makro
berupa migrasi atau perpindahan neutron.
Sementara itu, interaksi serapan akan menghilangkan neutron dari sistem
karena neutron menjadi bergabung dengan nuklida yang menyerapnya. Serapan
neutron oleh nuklida dapat belah (fissionable) akan melahirkan neutron baru dalam
medium sistem. Neutron baru ini selanjutnya akan mengalami interaksi hamburan
atau serapan berikutnya.
Problema transport neutron menjadi lebih kompleks dengan adanya fakta
bahwa neutron-neutron dalam medium tidak sama energinya. Neutron yang
dilahirkan oleh reaksi fisi pada umumnya memiliki energi tinggi (beberapa MeV).
Ketika neutron menumbuk nuklida dalam medium, energinya berkurang karena
terjadi transfer energi kinetik antara neutron tersebut dengan nuklida medium.
Bab ini akan membahas proses yang terjadi ketika sejumlah besar neutron
hadir dalam suatu medium.

III.1. Persamaan Boltzmann Transport


III.1.1. Perumusan persamaan Boltzmann Transport fluks angular neutron
Keberadaan neutron dalam suatu medium dispesifikasikan berdasarkan
beberapa variabel, yaitu posisi neutron, energi kinetik neutron (kelajuan gerak
neutron), arah gerak neutron dan waktu keberadaan neutron. Dalam hal ini,
 
 
didefinisikan suatu besaran n r , E, , t sebagai densitas atau jumlah neutron
persatuan volume yang berada di dalam elemen volume sebesar dV yang berada pada

posisi r , memiliki energi antara E dan E  dE , bergerak pada arah sudut ruang
  
antara  dan   d , dan berada pada waktu antara t dan t  dt . Pengertian dari
 
vektor posisi r dan sudut ruang  dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Vektor posisi r pada Gambar 3.1. dapam sistem koordinat Cartesian dapat
dinyatakan sebagai :

r  ix x  i y y  iz z (3.1)

Dalam hal ini i x , i y dan i z masing-masing adalah vektor posisi ke arah sumbu-x,
vektor posisi ke arah sumbu-y dan vektor posisi ke arah sumbu-z. Sedangkan x, y dan
z masing-masing adalah jarak dari proyeksi jarak dari pusat koordinat ke arah
sumbu-x, proyeksi jarak dari pusat koordinat ke arah sumbu-y, dan proyeksi jarak
dari pusat koordinat ke arah sumbu-z.
Arah gerak neutron dalam sistem koordinat Cartesian dapat dinyatakan
sebagai :

51

  ix  x  i y  y  iz  z (3.2)

Dalam hal ini  x ,  y dan  z masing-masing adalah komponen sudut arah gerak
neutron ke arah sumbu-x, komponen sudut arah gerak neutron ke arah sumbu-y, dan
komponen sudut arah gerak neutron ke arah sumbu-z

z



dV

y
z
 
r

x
y

Gambar 3.1. Elemen volume dV, posisi dan arah gerak

Berdasarkan Gambar 3.1. komponen sudut arah gerak untuk masing-masing


sumbu dapat dihitung sebagai :
 x  sin  cos  (3.3)
 y  sin  sin  (3.4)
 z  cos  (3.5)

Di mana  adalah sudut polar dari vektor  sedangkan  adalah sudut azimuth dari

vektor  .
 
 
Berikutnya didefinisikan R 'j'' r , E, , t sebagai densitas laju reaksi (laju
reaksi neutron per satuan volume per satuan waktu) tipe j yang berada di dalam

52

elemen volume sebesar dV yang berada pada posisi r , oleh neutron yang memiliki
  
energi antara E dan E  dE , bergerak pada arah sudut ruang antara  dan   d ,
dan berada pada waktu antara t dan t  dt . Indeks j menyatakan tipe reaksi, misalnya
reaksi hamburan, reaksi serapan dan seterusnya.
Secara umum, laju densitas reaksi neutron dapat dihitung dengan :

     
     
R'j'' r , E, , t   j r , E, , t vE n r , E, , t (3.6)

 
 
Dalam hal ini  j r , E, , t adalah tampang lintang makroskopis untuk interaksi tipe j

pada posisi r , antara nuklida yang terdapat pada posisi tersebut dengan neutron yang

memiliki energi antara E dan E  dE , bergerak pada arah sudut ruang antara  dan
 
  d , dan berada pada waktu antara t dan t  dt . Sedangkan vE  adalah
kelajuan gerak neutron yang memiliki energi E.
   
   
Selanjutnya didefinisikan  r , E, , t  vE n r , E, , t sebagai fluks

angular neutron pada pada posisi r , yang memiliki energi antara E dan E  dE ,
  
bergerak pada arah sudut ruang antara  dan   d , dan berada pada waktu antara
t dan t  dt . Dengan demikian, persamaan (3.6) dapat ditulis sebagai :

    
     
R 'j'' r , E, , t   j r , E, , t  r , E, , t (3.7)

Secara lebih spesifik, densitas laju reaksi serapan total, laju reaksi tangkapan radiatif
dan laju reaksi fisi masing-masing dapat ditulis menjadi :

    
     
Ra''' r , E, , t   a r , E, , t  r , E, , t (3.8)
    
     
Rc''' r , E, , t   c r , E, , t  r , E, , t (3.9)
    
     
R 'f'' r , E, , t   f r , E, , t  r , E, , t (3.10)

Dalam hal ini, untuk reaksi serapan, indeks j diganti dengan indeks a untuk reaksi
serapan total (total absorption), c untuk reaksi tangkapan radiatif (radiative capture)
dan f untuk reaksi fisi (fission).
Reaksi hamburan akan mengubah energi dan arah gerak neutron. Laju

densitas reaksi hamburan pada posisi posisi r pada waktu t dari neutron yang semula
  
memiliki energi antara E dan E  dE dan bergerak pada arah antara  dan   d
yang setelah terhambur menjadi memiliki energi antara E ' dan E '  dE ' dan menjadi
  
bergerak pada arah antara  ' dan  '  d ' (yang disimbolkan sebagai
 
  
Rs''' r , E  E ' ,    ' , t dapat dirumuskan sebagai :

53
    
       
Rs''' r , E  E ' ,    ' , t   s r , E  E ' ,    ' , t  r , E, , t (3.11)

 
  
Dalam hal ini,  s r , E  E ' ,   ' , t tampang lintang makroskopis dari densitas

reaksi hamburan pada posisi posisi r pada waktu t dari neutron yang semula
  
memiliki energi antara E dan E  dE dan bergerak pada arah antara  dan   d
yang setelah terhambur menjadi memiliki energi antara E ' dan E '  dE ' dan menjadi
  
bergerak pada arah antara  ' dan  '  d ' .
Selanjutnya, disusun neraca neutron yang memiliki energi antara E dan
  
E  dE dan bergerak pada arah antara  dan   d yang terdapat pada element

volume dV pada posisi r dan pada waktu t. Neraca disusun sepanjang arah garis

vektor posisi r . Jika digunakan sistem koordinat Cartesian, maka neraca neutron
tersebut dapat dirumuskan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.2. Komponen-
komponen pada Gambar 3.2. masing-masing dapat dirumuskan sebagai :

Laju akumulasi neutron yang berenergi antara E dan


  
E  dE dan bergerak pada arah antara  dan   d 
 
t

n r , E , , t dEdV  
dalam elemen volume dV

 
Laju perpindahan neutron yang berenergi antara E dan
  
    r, E, 
E  dE dan bergerak pada arah antara  dan   d x , t dAx dE
x
yang masuk ke elemen volume dV pada arah sumbu x

 
Laju perpindahan neutron yang berenergi antara E dan
  
    r, E, 
E  dE dan bergerak pada arah antara  dan   d y , t dAy dE
y
yang masuk ke elemen volume dV pada arah sumbu y

 
Laju perpindahan neutron yang berenergi antara E dan
  
    r, E, 
E  dE dan bergerak pada arah antara  dan   d z , t dAz dE
z
yang masuk ke elemen volume dV pada arah sumbu z

 
Laju perpindahan neutron yang berenergi antara E dan
  
    r, E, 
E  dE dan bergerak pada arah antara  dan   d y , t dAy dE
y  y
yang keluar dari elemen volume dV pada arah sumbu y

 
Laju perpindahan neutron yang berenergi antara E dan
  
    r, E, 
E  dE dan bergerak pada arah antara  dan   d x , t dAx dE
x  x
yang keluar dari elemen volume dV pada arah sumbu x

54
Laju akumulasi Laju perpindahan Laju perpindahan
neutron yang neutron yang berenergi neutron yang berenergi
berenergi antara E antara E dan E  dE antara E dan E  dE
dan E  dE dan dan bergerak pada arah dan bergerak pada arah
bergerak pada arah      
 = antara  dan   d - antara  dan   d
antara  dan yang masuk ke elemen yang keluar dari elemen
 
  d dalam volume dV pada arah volume dV pada arah
elemen volume dV sumbu x sumbu x

Laju perpindahan Laju perpindahan


neutron yang berenergi neutron yang berenergi
antara E dan E  dE antara E dan E  dE
dan bergerak pada arah dan bergerak pada arah
+    -
  
antara  dan   d antara  dan   d
yang masuk ke elemen yang keluar dari elemen
volume dV pada arah volume dV pada arah
sumbu y sumbu y

Laju perpindahan Laju perpindahan


neutron yang berenergi neutron yang berenergi
antara E dan E  dE antara E dan E  dE
dan bergerak pada arah dan bergerak pada arah
     
+ antara  dan   d - antara  dan   d
yang masuk ke elemen yang keluar dari elemen
volume dV pada arah volume dV pada arah
sumbu z sumbu z

Laju serapan Laju hamburan neutron Laju hamburan dari


neutron yang dengan energi dan arah neutron berenergi antara
berenergi antara lain yang menghasilkan E dan E  dE dan
E dan E  dE neutron berenergi antara bergerak pada arah
dan bergerak pada E dan E  dE dan   
-  + - antara  dan   d
arah antara  bergerak pada arah
     yang menghasilkan
dan   d pada antara  dan   d neutron dengan energi
elemen volume pada elemen volume dV dan arah lainnya pada
dV elemen vomule dV

Laju produksi neutron Laju produksi neutron


berenergi antara E dan berenergi antara E dan
E  dE dan bergerak E  dE dan bergerak
 
pada arah antara  dan pada arah antara  dan
   
+   d yang dihasilkan +   d yang dihasilkan
oleh reaksi fisi dari oleh sumber neutron
neutron dengan berbagai selain reaksi fisi pada
energi dan arah pada elemen volume dV
elemen volume dV

Gambar 3.2. Neraca neutron yang memiliki energi antara E dan E  dE dan
  
bergerak pada arah antara  dan   d yang terdapat pada element volume dV

55
 
Laju perpindahan neutron yang berenergi antara E dan
  
    r, E, 
E  dE dan bergerak pada arah antara  dan   d z , t dAz dE
z  z
yang keluar dari elemen volume dV pada arah sumbu z

Laju akumulasi neutron yang berenergi antara E dan E  dE


  
dan bergerak pada arah antara  dan   d dalam elemen   

 Ra''' r , E, , t dEdV
volume dV
Laju hamburan neutron dengan energi dan arah lain yang menghasilkan neutron
  
berenergi antara E dan E  dE dan bergerak pada arah antara  dan   d pada
elemen volume dV
 4 '''  ' 
 
  
    Rs r , E  E ,  '  , t d ' dE ' dEdV
 0 
Laju hamburan dari neutron berenergi antara E dan E  dE dan bergerak pada arah
  
antara  dan   d yang menghasilkan neutron dengan energi dan arah lainnya pada
elemen vomule dV
 4 '''  
 
  
    Rs r , E  E ' ,    ' , t d ' dE ' dEdV
 0 
Laju produksi neutron berenergi antara E dan E  dE dan bergerak pada arah antara
  
 dan   d yang dihasilkan oleh reaksi fisi dari neutron dengan berbagai energi
dan arah pada elemen volume dV
  4 
     
  
  E ,     E ' R 'f'' r , E ' ,  ' , t d ' dE ' dEdV
 0 
Laju produksi neutron berenergi antara E dan E  dE dan bergerak pada arah antara
  
 dan   d yang dihasilkan oleh sumber neutron selain reaksi fisi pada elemen
volume dV
 
 
 S ''' r , E, , t dEdV
 

Dalam hal ini  E,  adalah fraksi neutron hasil keseluruhan reaksi fisi yang
  
memiliki energi antara E dan E  dE dan bergerak pada arah antara  dan   d
 
 
sedangkan S ''' r , E, , t adalah densitas laju produksi neutron (produksi neutron per
satuan volume per satuan waktu) neutron yang memiliki energi antara E dan E  dE
  
dan bergerak pada arah antara  dan   d oleh sumber neutron selain reaksi fisi
yang sering disebut sebagai kuat sumber eksternal angular. Dengan demikian, neraca
neutron pada Gambar 3.2. dapat dirumuskan sebagai berikut :

56
     
      
n r , E , , t dEdV   x r , E , , t dAx dE   x r , E , , t dAx dE
t x x  x

   
   
  y r , E , , t dAy dE   y r , E , , t dAy dE
y y  y

   
   
  z  r , E , , t dAz dE   z  r , E , , t dAz dE
z z  z
4
 
 
   
    Rs''' r , E '  E ,  '  , t d ' dE ' dEdV (3.12)
 0 
 4 
 
   
    Rs''' r , E  E ' ,    ' , t d ' dE ' dEdV
 0 
  4 
     
  
  E ,      E ' R 'f'' r , E ' ,  ' , t d ' dE ' dEdV
 0 
   
   
 S ''' r , E , , t dEdV  Ra''' r , E , , t dEdV

Dengan membagi semua suku pada semua ruas dengan dEdV, serta dari definisi
hubungan antara densitas neutron dan fluks angular neutron (yaitu
   
   
 r , E, , t  vE n r , E, , t ), maka persamaan (3.12) dapat ditulis menjadi :

   
  
 r , E , , t dAx   r , E , , t dAx
 
1    x  x
 r , E , , t   x x

vE  t dV
   
   
 r , E , , t dAy   r , E , , t dAy
y  y
 y
y

dV
   
   
 r , E , , t dAz   r , E , , t dAz
z  z
 z z
(3.13)
dV
4
 
   
   Rs''' r , E '  E ,  '  , t d ' dE '
0
4
   
     
   Rs''' r , E  E ' ,    ' , t d ' dE '  Ra''' r , E , , t
0

 4
       
    
  E ,     E ' R 'f'' r , E ' ,  ' , t d ' dE '  S ''' r , E , , t
0

Dengan menggunakan notasi diferensiasi vektor, maka :

57
   
   
 r , E ,  , t dAx   r , E , , t dAx
 
   x  x
   r , E , , t   x x

dV
   
  
 r , E , , t dAy   r , E , , t dAy
y  y
 y
y
(3.14)
dV
   
  
 r , E , , t dAz   r , E , , t dAz
z  z
 z z

dV

Sehingga persamaan (3.13) dapat ditulis menjadi :

     
1        
 r , E , , t     r , E , , t  Ra''' r , E , , t
vE  t
4
 
   
   Rs''' r , E  E ' ,    ' , t d ' dE '
0
4 (3.15)
 
   
   R r , E '  E ,  '  , t d ' dE '
'' '
s
0

  4 
       
    
  E ,      E ' R 'f'' r , E ' ,  ' , t d ' dE '   S ''' r , E , , t
 0 

Dengan mensbustitusikan persamaan (3.8), persamaan (3.9), persamaan (3.10) dan


persamaan (3.11) untuk masing-masing laju reaksi ke persamaan (3.15), maka
diperoleh :

      
1          
 r , E , , t     r , E , , t   a r , E , , t  r , E , , t
vE  t
 4   
   
   
     s r , E  E ' ,    ' , t d ' dE '  r , E , , t
 0 
4
  
     
    s r , E '  E ,  '  , t  r , E ' ,  ' , t d ' dE ' (3.16)
0

 4
      
    
  E ,     E '  f r , E ' ,  ' , t  r ' , E ' ,  ' , t d ' dE '
0

 
 
 S ''' r , E , , t

58
Selanjutnya, didefinisikan tampang lintang makroskopik removal angular untuk
neutron yang memiliki energi antara E dan E  dE dan bergerak pada arah antara
 
    
 dan   d (yang disimbolkan sebagai T r , E, , t ) sebagai berikut :

4
     
       
 T r , E , , t   a r , E , , t     s r , E  E ' ,    ' , t d ' dE ' (3.17)
0

Dengan demikian, maka persamaan (3.16) dapat ditulis menjadi :

      
1          
 r , E , , t     r , E , , t   T r , E , , t  r , E , , t
vE  t
4
  
     
    s r , E '  E ,  '  , t  r , E ' ,  ' , t d ' dE '
0 (3.18)
4
      
     
  E ,     E '  f r , E ' ,  ' , t  r ' , E ' ,  ' , t d ' dE '
0

 
 
 S ''' r , E , , t

Persamaan (3.18) sering disebut sebagai persamaan Boltzmann Transport fluks


angular neutron dalam bentuk diferensial.

III.1.2. Persamaan Boltzmann Transport fluks angular neutron dalam bentuk integral
Persamaan Boltzmann Transport fluks angular neutron dapat ditulis sebagai :

      
1          
 r , E , , t     r , E , , t   T r , E , , t  r , E , , t
vE  t
4
  
     
    s r , E '  E ,  '  , t  r , E ' ,  ' , t d ' dE ' (3.19)
0

 4
      
   
  E ,     E '  f r , E ' ,  ' , t  r ' , E ' ,  ' , t d ' dE '  S ''' r , E , , t
  
0


Didefisikan derivatif total ke arah vektor posisi r sebagai berikut :

d 1  
   (3.20)
dr vE  t

Dengan menggunakan derivatif total, maka persamaan (3.19) menjadi :

59
    
d      
  r , E , , t   T r , E , , t  r , E , , t
dr
4
  
     
    s r , E '  E ,  '  , t  r , E ' ,  ' , t d ' dE ' (3.21)
0

 4
      
   
  E ,     E '  f r , E ' ,  ' , t  r ' , E ' ,  ' , t d ' dE '  S ''' r , E , , t
  
0

r  
 
 
Didefinisikan faktor integrasi yang berbentuk exp    T r ' , E , , t dr '  .
0 
Dengan mengaplikasikan faktor integrasi tersebut ke semua suku pada
persamaan (3.21), maka persamaan (3.21) menjadi :

r ' 
   
 d    ' 
   r , E , , t  exp    T r , E , , t dr 
 dr  0 

  
    
    r
 
  T r , E , , t  r , E , , t exp    T r ' , E , , t dr '  
0 
4
 
  
 ' '   ' ' ' '

  s
0
 r , E  E ,    , t  r , E ,  , t d  dE  

(3.22)
  
      
  ' ' ' '  ' ' '  
 
4
  E,  
        dE  S ''' r , E , , t 
'
 E f r , E , , t r , E , , t d
 0 

r  
 
 
 exp    T r ' , E , , t dr ' 
0 
Persamaan (3.22) selanjutnya dapat ditulis menjadi :

d   r ' 
   
 ' 
   r , E , , t exp    T r , E , , t dr   
dr  0 
4
 
  
     

  0
 s r , E '  E ,  '  , t  r , E ' ,  ' , t d ' dE '  

 4  (3.23)
      

  E ,   E '  r, E ' ,  ' ' '  ' ' '   


 
0
f , t  r , E ,  , t d dE  S ''' r , E , , t 


r  
 
 
 exp    T r ' , E , , t dr ' 
0 

Integrasi dari persamaan (3.23) menghasilkan :

60

r  
   
   
 r , E , , t exp    T r ' , E , , t dr '  
0 
 4

  
' ' '  ' '  ' ' '

 0
   s r , E  E,   , t  r , E ,  , t d dE  

    (3.24)
        
r 
  E , 
4
' '  ' ' '  ' ' ' '' '  '
   '
0   0        
'
E f r , E , , t r , E , , t d dE S r , E , ,t  dr
 
 r
'

 
 
 
  exp   T r '' , E , , t dr '' 
 
 0  
   

Dengan demikian, nilau fluks angular neutron yang memiliki energi antara E dan
   
E  dE dan bergerak pada arah antara  dan   d pada posisi r dapat dihitung
sebagai :

 r  
   
   
 r , E , , t  exp     T r ' , E , , t dr '  
 0 
 4

  
     



  0
 s r ' , E '  E ,  '  , t  r ' , E ' ,  ' , t d ' dE '  

    (3.25)
        
r
  4
         '
0   E,   0  E  f r , E ,  , t  r , E ,  , t d dE  S r , E, , t  dr
' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' '

 
 
'

 
 
r
 
  exp    T r '' , E , , t dr ''  
 0  
   
Atau :
 
 
 r , E , , t 
 4

  
     


  0
 s r ' , E '  E ,  '  , t  r ' , E ' ,  ' , t d ' dE '  

   
        
r 
  E , 
4
' '  ' ' '  ' ' ' '' '  '
   ' (3.26)
0   0        
'
E f r , E , , t r , E , , t d dE S r , E , ,t  dr
 
 r
' 

 
   
  
r
 
  exp   T r , E , , t dr    T r '' , E , , t dr '' 
 ' ' ' ' 
 0  
  0  
Atau :

61
 

 r , E , , t 
 4

  
' ' '  ' '  ' ' '


  0  s r , E  E ,    , t  r , E ,  , t d dE  

  
 4
        
   
  E ,   E '  r ' , E ' ,  ' , t  r ' , E ' ,  ' , t d ' dE '  S ''' r ' , E , , t   ' (3.27)
r

0    f  dr

 0

  r'


 
 
 
  exp     T r '' , E , , t dr ''  
  r  
   

Persamaan (3.27) sering disebut sebagai persamaan Boltzmann Transport fluks



 r'  
 
 
angular neutron dalam bentuk integral. Faktor exp     T r '' , E , , t dr ''  tidak lain
 r 
 

merupakan faktor atenuasi fluks angular neutron yang berasal dari posisi r ' ketika

mencapai posisi r .

Untuk aplikasi yang lebih praktis, dr ' pada integrasi utama diganti dengan
dV ' ' '
 '  2 . Dalam hal ini dV adalah elemen volume pada posisi r yang

4 r  r  
memberikan kontribusi terhadap fluks angular neutron pada posisi r . Faktor
1
 '  2 diambil berdasarkan kenyataan bahwa berkas neutron akan mengalami

4 r  r 

penyebaran dengan front berupa permukaan bola pada saat bergerak dari posisi r ' ke

posisi r . Dengan demikian, persamaan (3.27) dapat ditulis menjadi :

 
 
 r , E , , t 
 4

  
' ' '  ' '  ' ' '


  0  s r , E  E ,    , t  r , E ,  , t d dE  

  4

        
   
  E ,   E '  r ' , E ' ,  ' , t  r ' , E ' ,  ' , t d ' dE '  S ''' r ' , E , , t  dV ' (3.28)
    
 
f
 
 4 r '  r 2
 0

  r'


 
 
 
  exp     T r '' , E , , t dr ''  
  r  
   

III.1.3. Persamaan Boltzmann Transport fluks total neutron dalam bentuk integral
Pada sistem yang bersifat isotropis, maka sebagai pengganti fluks angular
neutron, dapat digunakan fluks total neutron. Penggunaan fluks total neutron akan

62
lebih menyederhanakan perhitungan karena pengaruh kebergantungan terhadap arah
gerak neutron tidak lagi diperhitungkan. Fluks total neutron (disimbolkan sebagai
 
  
 r , E, t  ) diperoleh dengan mengintegrasikan fluks angular neutron (  r , E, , t )

terhadap semua arah sudut ruang (  ), yaitu :

4
 
   
 r , E , t     r , E , , t d (3.29)
0

Integrasi terhadap sudut ruang selanjutnya diaplikasikan terhadap semua suku pada
persamaan (3.21), sehingga diperiloleh :

4  4
    
d       
   r , E , , t d    T r , E , , t  r , E , , t d
dr 0 0
4 4

    r , E  
      
 s
'
 E ,  '  , t  r , E ' ,  ' , t d ' dE ' d (3.30)
0 0
4 4
    4 
        
      
   E ,      E '  f r , E ' ,  ' , t  r ' , E ,  ' , t d ' dE ' d   S ''' r , E , , t d
0  0  0

Integrasi terhadap sudut ruang untuk suku sumber neutron non adalah :

4
 
 
 S '''  '
r , E ,  , t d

 S ''' r ' , E , t   (3.31)
0

 
Dalam hal ini S ''' r ' , E, t sumber eksternal angular neutron yang memiliki energi
antara E dan E  dE .
Untuk suku hamburan, dapat dilakukan integrasi sebagai berikut :
4 4
  
 ' '   ' ' ' ' 
  s 
0
r , E 
0
E ,    , t  r , E ,  , t d dE d 

4  ' 4  ' '  '


   
 ' '  ' '
  s
0
 r , E  E ,    , t d   r , E ,  , t d dE 0
Berdasarkan definisi dari fluks neutron total, maka :

4  ' 4 

' '  '
  
  
  r , E ,  , t d    r , E ,  , t d   r , E , t  (3.32)
0 0
4

  r , E 
  
Selanjutnya,

s
' 

 E ,  '  , t d '  s r ' , E '  E , t yang disebut sebagai 
0
tampang lintang hamburan mikroskopis neutron semua memiliki energi antara E dan

63
E  dE menjadi memiliki energi antara E ' dan E '  dE ' untuk seluruh arah gerak
neutron. Dengan demikian, integrasi untuk suku hamburan memberikan hasil :

4 4

    r , E  
      
s
'
 E ,  '  , t  r , E ' ,  ' , t d ' dE ' d
0 0 (3.33)

 

   s r ' , E '  E , t  r , E ' , t dE ' 
Untuk suku sumber neutron fisi, dapat dilakukan integrasi terhadap selutuh
sudut ruang sebagai berikut :

4   4 ' '
  ' '  '
  
' '
0  E ,    f

 0
 r , E ,  , t  r , E ,  , t d  dE d 

4 
     
 ' '  ' ' ' '
 
4
'
          
'
E , E f r , E , , t d r , E , , t d dE
0 0
Integrasi terhadap fluks angular telah dijelaskan sebagaimana ditulis pada persamaan
4
    
 
 
(3.32). Integrasi   E ,   E '  f r ' , E ' ,  ' , t d   E  E '  f r ' , E ' , t merupakan    
0

neutron berenergi antara E dan E  dE yang dihasilkan oleh reaksi fisi dari neutron
yang berenergi antara E ' dan E '  dE ' untuk seluruh arah gerak neutron. Dengan
demikian, hasil integrasi untuk sumber neutron dari reaksi fisi adalah :

4   4 ' '
 
' '  '
  
' '
0  E ,    f

 0
 r , E ,  , t  r , E ,  , t d dE d
 (3.34)

  

  E   E '  f r ' , E ' , t  r ' , E ' , t dE '  
Integrasi suku removal dapat dilakukan sebagai berikut :

4
  
    
 T
0
 r , E ,  , t  r , E ,  , t d 

4 4
 ' ' 
     
    '  
0 
     0           
'
a r , E , , t s r , E E , , t d dE  r , E , , t d

4  4  4 
      
     ' ' '   
                 
'
a r , E , , t r , E , , t d s r , E E , , t d dE r , E , , t d
0 0 0

64
Integrasi suku hamburan telah dihitung dengan hasil sebagaimana yang ditulis pada
persamaan (3.32), hanya saja dalam hal ini E ' diganti dengan E, yaitu :

4 4

    r , E  E ,    , t  r , E ,  , t  d dE d
 '

 ' '
' ' '

s
0 0 (3.35)
 
 
 
   s r ' , E  E ' , t dE '  r , E , t 

4

  r , E, , t  r , E, , t  d
    
Sementara itu a tidak lain adalah serapan total
0

yang terjadi pada neutron yang memiliki energi antara E dan E  dE untuk semua
sudut ruang. Dengan demikian :

4

  r , E, , t  r , E, , t  d   r , E, t  r , E, t 
     
a a (3.36)
0


Dalam hal ini  a r , E, t  adalah tampang lintang makroskopis serapan keseluruhan
pada energi antara E dan E  dE untuk semua sudut ruang. Dengan mensubtitusikan
persamaan (3.35) dan persamaan (3.36) ke persamaan integrasi suku removal, maka
diperoleh :

  
4
  
  
  T

r , E ,  , t 

r , E ,  , t d
 
 
  a r , E , t     s r ' , E  E ' , t dE '  r , E , t  (3.37)
0

Selanjutnya, persamaan (3.29), persamaan (3.39), persamaan (3.33) dan


persamaan (3.37) disubstitusikan ke persamaan (3.30). hasilnya adalah :

dr

  r , E , t    a r , E , t     s r , E  E , t  dE  r , E , t 
d   ' ' '

   s r ' , E '  E , t  r , E ' , t  dE ' 


 
(3.38)

 E   E '  f r ' , E ' , t  r ' , E ' , t  dE '  S ''' r ' , E , t 


  

Selanjutnya, didefinisikan tampang lintang makroskopik removal total untuk neutron



yang memiliki energi antara E dan E  dE (yang disimbolkan sebagai T r , E, t  )
sebagai berikut :

T r , E, t    a r , E, t     s r ' , E  E ' , t  dE '


  
(3.39)

65
Dengan menggunakan tampang lintang makroskopik removal total, maka
persamaan (3.38) dapat ditulis menjadi :

d    ' '
  '
  r , E , t    T r , E , t  r , E , t     s r , E  E , t  r , E , t dE
dr
'
 
(3.40)
    
 

  E   E '  f r ' , E ' , t  r ' , E ' , t dE '  S ''' r ' , E , t  

  
 
r

Didefinisikan faktor integrasi yang berbentuk exp    T r ' , E , t dr '  .
0 
Dengan mengaplikasikan faktor integrasi tersebut ke semua suku pada
persamaan (3.40), maka persamaan (3.40) menjadi :
 
r '  r  
d 
   r , E , t  
 exp 
   
T
'
r , E , 
t dr 
   T r

, E , t  r

, E , t  exp 


   T r ' , E , t dr ' 
 
 dr  0  0 

 

 
 s r , E  E , t  r , E , t dE 
' ' ' '
  r 
' 
(3.41)

   '
exp   T r , E , t dr   

   
 
 

  E   E '  f r ' , E ' , t  r ' , E ' , t dE '  S ''' r ' , E , t   0

 

Selanjutnya, persamaan (3.41) dapat ditulis menjadi :



d   r  
  r , E , t  exp 


   T r ' , E , t dr '  
 
dr  0 



 

 s r ' , E '  E , t  r , E ' , t dE '    r

' 
(3.42)


 '
exp    T r , E , t dr   

    
 
  E   E '  f r ' , E ' , t  r ' , E ' , t dE '  S ''' r ' , E , t 


0  

Integrasi dari persamaan (3.42) menghasilkan :



r  
 

 r , E , t  exp    T r ' , E , t dr '   
0 
r 
 
 

  s r , E  E, t  r , E , t dE 
' ' ' '
 '   r '   (3.43)
   

0   E   E '  r ' , E ' , t  r ' , E ' , t dE '  S ''' r ' , E, t  exp  0  T r , E, t dr  dr


     
'' '' '

  f  
 
 

Dengan demikian, nilai fluks total neutron yang memiliki energi antara E dan

E  dE pada posisi r dapat dihitung sebagai :

66

 r , E , t  
 s r ' , E '  E , t  r ' , E ' , t  dE ' 
   
   

exp     T r , E , t  dr  

r
'


 ' ' ' '

 '    E    E  f r , E , t  r , E ' , t  dE  S r , E , t   ' (3.44)
r  ' ' ''  ' 
 dr
 0 0 

'
r  
 exp    T r '' , E , t  dr '' 
 
 
 0  
 

 r , E , t  

    s r
 '
, E '
 E , t  r
' '
, E , t  dE '  

r 

 ' ' ' '

  E    E  f r , E , t  r , E ' , t  dE  S r , E , t   '
' '''  ' 
(3.45)
0   
 dr
 r
'
  
 exp    T r '' , E , t  dr ''    T r ' , E , t  dr ' 
r
  
 
 0  
 0 
Atau :

 r , E , t  

  s r , E  E, t  r , E , t  dE 
r 
 ' ' ' '   r ' 
 ''   ' (3.46)
'

0   E   E '  r ' , E ' , t  r ' , E ' , t  dE '  S ''' r ' , E, t  exp   r  T r , E, t  dr  dr
    ''
   f    

Persamaan (3.46) sering disebut sebagai persamaan Boltzmann Transport



 r'  

fluks total neutron dalam bentuk integral. Faktor exp    T r '' , E , t dr ''  tidak lain

 r 
 
 

merupakan faktor atenuasi fluks total neutron yang berasal dari posisi r ' ketika

mencapai posisi r .

Untuk aplikasi yang lebih praktis, dr ' pada integrasi utama diganti dengan
dV ' ' '
 '  2 . Dalam hal ini dV adalah elemen volume pada posisi r yang

4 r  r  
memberikan kontribusi terhadap fluks total neutron pada posisi r . Faktor
1
 '  2 diambil berdasarkan kenyataan bahwa berkas neutron akan mengalami

4 r  r 

penyebaran dengan front berupa permukaan bola pada saat bergerak dari posisi r ' ke

posisi r . Dengan demikian, persamaan (3.46) dapat ditulis menjadi :

67

 r , E , t  

 
 
  s r ' , E '  E , t  r ' , E ' , t dE '   




 
     
r'
 ' ' ' '

   E    E  f r , E , t  r , E ' , t dE
'
exp
      r 
 ''
, E , t dr
 ''
  dV ' (3.47)

T 
 
 4 r '  r

2





 S ''' r ' , E , t    r

 

III.1.4. Persamaan Boltzmann Transport fluks angular 1 kelompok (one group) dalam
bentuk diferensial
Pada pendekatan satu kelompok, fluks neutron angular untuk berbagai energi
neutron diperlakukan sebagai satu kelompok. Dalam hal ini, dilakukan integrasi
terhadap seluruh nilai energi. Jika integrasi tersebut diaplikasikan pada persamaan
(3.16), maka diperoleh :
      
1          
vE  t    a
 r , E ,  , t dE       r , E ,  , t dE   r , E ,  , t  r , E ,  , t dE

 4   
   
   
      s r , E  E ' ,    ' , t d ' dE '  r , E , , t dE
 0 
4
  
     
     s r , E '  E ,  '  , t  r , E ' ,  ' , t d ' dE ' dE (3.48)
0

 4
      
    
   E ,     E '  f r , E ' ,  ' , t  r ' , E ' ,  ' , t d ' dE ' dE
0

 
 
  S ''' r , E , , t dE
   
   
Selanjutnya,   r , E, , t dE   r , , t disebut fluks neutron angular satu
   
   
kelompok,  S ''' r , E, , t dE  S ''' r , , t disebut sumber neutron angular eksternal
satu kelompok. Nilai integrasi untuk suku serapan adalah

 

 

   
 
  a r , E, , t  r , E, , t dE =  a r , , t  r , , t merupakan laju reaksi serapan 
neutron satu kelompok. Integrasi untuk suku pembangkitan neutron fisi adalah :
 4
  ' '
  
' '  '
 
' '
         
'
E , E f r , E , , t r , E , , t d dE dE
0

 4
 
   
  

     f r ,  ' , t  r ' ,  ' , t d '
0
Sementara itu integrasi untuk suku hamburan masing-masing adalah :
4
 4  ' ' 
   
     
 '     
   0 s
            s r ,    ' , t d ' r , , t
'
r , E E , , t d dE  r , E , , t dE
 0

68
dan
4 4
     
 ' '   ' ' ' '  '   ' '
  s

0
r , E  E ,    , t  r , E ,  , t d dE dE =  s r ,    , t  r ,  , t d
0
Dengan demikian, setelah aplikasikan integrasi terhadap energi tersebut,
maka persamaan (3.48) menjadi :

1   
      
      
 r , , t     r , , t   a r , , t  r , , t
v t
4 4
 
    
' '       
   s r ,    , t d  r , , t     s r ,  '  , t  r ,  ' , t d ' (3.49)
0 0

 4
     
    
  
     f r ,  ' , t  r ' ,  ' , t d '  S ''' r , , t
0
Selanjutnya, didefinisikan tampang lintang makroskopik removal angular satu
 
kelompok (yang disimbolkan sebagai  T r , , t ) sebagai berikut :  
4

 

   
  
     
   
 T r , , t   a r , , t  r , , t    s r ,    ' , t d ' r , , t (3.50)
0

Maka persamaan (3.49) dapat ditulis menjadi :

4
1  
         
            
 r , , t     r , , t   T r , , t  r , , t    s r ,  '  , t  r ,  ' , t d '
v t 0
(3.51)
 4
    
    
  
     f r ,  ' , t  r ' ,  ' , t d '  S ''' r , , t
0

Persamaan (3.51) adalah persamaan Boltzmann Transport fluks angular neutron satu
kelompok dalam bentuk diferensial.

III.1.5. Persamaan Boltzmann Transport fluks angular 1 kelompok (one group) dalam
bentuk integral
Untuk mendapatkan Persamaan Boltzmann Transport fluks angular 1
kelompok dalam bentuk integral, persamaan (3.51) terlebih dahulu ditulis menjadi :

d  
  
  
 '  '
    
  ' '
  r , , t   T r , , t  r , , t    s r ,   , t  r ,  , t d
dr (3.52)
      
       
     f r ,  ' , t  r ' ,  ' , t d '  S ''' r , , t

69

r  
 
Didefinisikan faktor integrasi yang berbentuk exp    T r ' , , t dr '  .  
0 
Dengan mengaplikasikan faktor integrasi tersebut ke semua suku pada
persamaan (3.52), maka persamaan (3.52) menjadi :
 
r '  r ' 
d   
  ' 
     
 ' 

   r , , t  exp    T r , , t dr    T r , , t  r , , t exp    T r , , t dr    
 dr  0  0 
  
 '   ' ' (3.53)
 
        

 
 
 s r , , t r , , t d 
r
  
    exp    T r , , t dr 
' '

   '
 '  '
   
' ''' 
     f r ,  , t  r ,  , t d  S r , , t  0 
 

Selanjutnya, persamaan (3.53) dapat ditulis menjadi :



d    r  ' 
  ' 
   r , , t exp    T r , , t dr     
dr  0 
  
' '   '  (3.54)
 
  s r ,   , t  r ,  , t d 
' 
r ' 
 

 
' 
   
      
  ' ' ' '     exp r , , t dr 
'''  '
    f r ,  , t  r ,  , t d  S r , , t   0
T

'

Integrasi dari persamaan (3.54) menghasilkan :



r  
 
   
 r , , t exp    T r ' , , t dr '    
0 
  
      (3.55)
r    r ' 
        


' ' ' ' '

 
 r , , t r , , t d 
   ''  
0     r ' ,  ' , t  r ' ,  ' , t d '  S ''' r ' ,  , t  exp  0  T r , , t dr  dr
s

   
'' '

  f    
  

Dengan demikian, fluks angular neutron satu kelompok dapat dihitung sebagai :
 
 r , , t   
'  '
  
 '  ' '
 
  
 s r ,    , t  r ,  , t d   
       
  ' ' '  '''  '
 
 '       f r ,  , t  r , ' , t dE  S r , , t

 r

' 

'
 dr '
r
(3.56)
exp     T r , , t dr   
 0 0 

r   
 
'
 
  exp   T r '' , , t dr '' 
 
 0  
 

70
Atau :
 

 r , , t 
'  '
  
 '  ' '
 
    s r ,    , t  r ,  , t d  
  '  '
 ' 
    
' 
r  '''  ' 

     f r ,  , t  r , ' , t d  S r , , t  dr '
(3.57)
0  ' 
 r   
 '' 
   
 
r
 ''
  exp   T r , , t dr    T r ' , , t dr ' 
 
 0  
 0 
Atau :
 

 r , , t  

'  '
 
 '  ' '
r    r 
        

 ''   ' (3.58)
 
'
 s r , , t r , , t d    '' 
0     r ' ,  ' , t  r ' ,  ' , t d '  S ''' r ' , E, t  exp   r  T r , , t dr  dr
     
  f   

Persamaan (3.58) sering disebut sebagai persamaan Boltzmann Transport


fluks neutron angular satu kelompok dalam bentuk integral. Faktor

 r'  

 
exp     T r '' , E , t dr ''  tidak lain merupakan faktor atenuasi fluks neutron angular
 r 
 
 
satu kelompok yang berasal dari posisi r ' ketika mencapai posisi r .

Untuk aplikasi yang lebih praktis, dr ' pada integrasi utama diganti dengan
dV ' ' '
 '  2 . Dalam hal ini dV adalah elemen volume pada posisi r yang

4 r  r  
memberikan kontribusi terhadap fluks total neutron pada posisi r . Faktor
1
 '  2 diambil berdasarkan kenyataan bahwa berkas neutron akan mengalami

4 r  r 

penyebaran dengan front berupa permukaan bola pada saat bergerak dari posisi r ' ke

posisi r . Dengan demikian, persamaan (3.58) dapat ditulis menjadi :

 

 r , , t 
  
   
  s r ' ,  '  , t  r ' ,  ' , t d '   
    
 r' 
  '  '
 ' 
    
 '   dV ' (3.59)
   r '' , , t dr '' 
 
      f r ,  , t  r ,  ' , t d  exp
 r T
 4 r '  r
 
2
 
 
'''  '
  
  S r , , t 
 
 

71
III.1.6. Persamaan Boltzmann Transport fluks total neutron satu kelompok (one
group) dalam bentuk integral
Pada pendekatan satu kelompok pada medium isotropis, fluks neutron total
untuk berbagai energi neutron diperlakukan sebagai satu kelompok. Dalam hal ini,
dilakukan integrasi terhadap seluruh nilai energi. Selanjutnya dilakukan integrasi
fluks angular satu kelompok terhadap seluruh arah dalam sudut ruang. Jika integrasi
terhadap energi diaplikasikan pada persamaan (3.38), maka diperoleh :

d
dr
 ' ' ' 

   r , E , t  dE    a r , E , t     s r , E  E , t  dE  r , E , t dE
 

    s r , E '  E , t  r , E ' , t  dE ' dE 


 
(3.60)

  E  E  f r , E , t  r , E , t  dE dE   S r , E, t  dE
'  ' ' ' ' ''' 

Atau :
d
dr
   '
 ' '


   r , E , t  dE    a r , E , t  r , E , t dE     s r , E  E , t dE  r , E , t dE

 
 

    s r , E '  E , t  r , E ' , t dE ' dE  (3.61)

    '
 ' '
 ''' 
  E  E  f r , E , t  r , E , t dE dE   S r , E, t  dE
' '

 
Selanjutnya,   r , E, t  dE   r , t  disebut fluks neutron total satu kelompok,
'''  ''' 
 S r , E, t  dE  S r , t  disebut sumber neutron total eksternal satu kelompok.
   
Nilai integrasi untuk suku serapan adalah   a r , E, t  r , E, t  dE =  a r , t  r , t 
merupakan laju reaksi serapan neutron satu kelompok. Integrasi untuk suku
pembangkitan neutron fisi adalah :

4 
  E   E  f r , E , t  r , E , t  d dE dE   f r , t  r , t 
' ' ' 
' ' '  
0

Sementara itu integrasi untuk suku hamburan masing-masing adalah :

   r , E  E , t  r , E, t  dE dE   r , t  r , t  dan
 '  '  
s s

   r , E  E, t  r , E , t  dE dE =  r , t  r , t 
 '  ' 
' 
s s

Dengan demikian, setelah aplikasikan integrasi terhadap energi tersebut,


maka persamaan (3.60) menjadi :

72
d     
  r , t    a r , t  r , t    s r , E , t  r , E , t  
dr (3.62)
    
 s r , E , t  r , E , t    f r , t  r , t   S ''' r , t 

Suku hamburan pada kedua ruas pada persamaan (3.62) saling menghilangkan,
sehingga :
d      ' '' 
  r , t    a r , t  r , t    f r , t  r , t   S r , t  (3.63)
dr

r  
Didefinisikan faktor integrasi yang berbentuk exp    a r ' , t dr '  .

 
0 
Dengan mengaplikasikan faktor integrasi tersebut ke semua suku pada
persamaan (3.40), maka persamaan (3.40) menjadi :
 
r '  r ' 
d   '
    '
 
   r , t  exp    a r , t dr    a r , t  r , t  exp    a r , t dr 
 dr  0  0 
 (3.64)
r  
   
  

  f r , t  r , t   S ''' r , t  exp    a r ' , t dr ' 
0 

Selanjutnya, persamaan (3.64) dapat ditulis menjadi :


 
d  r  r 
 dr         
   r , t  exp   a r ' , t dr '     f r, t  r, t   S ''' r, t  exp   a r ' , t dr '  (3.65)

 0  0 

Integrasi dari persamaan (3.65) menghasilkan :


  
r 
r '  r   
'

  ' 
   
' ' '''  '
  
 
 r , t  exp    a r , t dr      f r , t  r , t  S r , t exp   a r '' , t dr ''  dr ' (3.66)

0 
0  0   

Dengan demikian, nilai fluks total neutron satu kelompok posisi r dapat dihitung
sebagai :
  
 r  '   r   
'

         
r
 ' ' ' '''  ' 
 r , t   exp     a r , t dr    f r , t  r , t  S r , t exp   a r '' , t dr ''  dr ' (3.67)
  
0 
 0  0   
Atau :

73
  
r  r   
'



        
r
 ' ' '' '  '   
 r , t      f r , t  r , t  S r , t exp   a r '' , t dr ''    a r ' , t dr '  dr ' (3.68)

0
0 
  0 
Atau :
r 
 
 
 r'
 
   
' '
 

 
  
 r , t      f r , t  r , t  S ''' r ' , t exp     a r '' , t dr ''  dr '
 r 
(3.69)
0  

Persamaan (3.69) adalah persamaan Boltzmann Transport fluks total neutron



 r'  

 r

satu kelompok dalam bentuk integral. Faktor exp    a r '' , t dr ''  tidak lain

 
 
merupakan faktor atenuasi fluks total neutron satu kelompok yang berasal dari posisi
 
r ' ketika mencapai posisi r .

Untuk aplikasi yang lebih praktis, dr ' pada integrasi utama diganti dengan
dV ' ' '
 '  2 . Dalam hal ini dV adalah elemen volume pada posisi r yang

4 r  r  
memberikan kontribusi terhadap fluks total neutron pada posisi r . Faktor
1
 '  2 diambil berdasarkan kenyataan bahwa berkas neutron akan mengalami

4 r  r 

penyebaran dengan front berupa permukaan bola pada saat bergerak dari posisi r ' ke

posisi r . Dengan demikian, persamaan (3.69) dapat ditulis menjadi :

  r'



 '
  
'
 
'''  ' 
 

 r , t      f r , t  r , t  S r , t exp     a r '' , t dr ''  dV '
(3.70)
 
 r

 
 4 r '  r 
2

III.1.7. Sumber neutron non fisi monoenergetik isotropis dalam medium penyerap
neutron homogen yang juga isotropis.
Kasus yang paling sederhana dari proses transport neutron adalah kasus di
mana terdapat sumber neutron non fisi monoenergetik yang bersifat isotropis
(memancarkan neutron dengan kekuatan sama ke segala arah) dengan kekuatan
konstan yang berada di dalam medium homogen yang bersifat penyerap neutron yang
juga bersifat isotropis. Pada medium tersebut tidak terdapat reaksi fisi dan hamburan
neutron. Dalam hal ini, dapat digunakan persamaan (3.70) yang selanjutnya dapat
disederhanakan menjadi :


 r  
1  

S ''' r '
  

4 
 
r' r  2
exp   a r '  r dV ' (3.71)

74
Jika sumber tersebut merupakan sumber monoenergetik tunggal yang bervolume

kecil (sebesar V ' ) yang berada pada posisi r ' dengan kekuatan S ''' neutron/(cm2.s),

maka fluks neutron pada posisi r yang relatif jauh di luar badan sumber dapat
dihitung sebagai :

 r  
S ''' V '

' 
 '  2 exp   a r  r  (3.72)

4 r  r 
Dalam sistem koordinat Cartesian, maka persamaan (3.72) dapat ditulis menjadi :

     
exp    a x '  x  y '  y  z '  z 
2 2 2

 x, y, z   S ''' V '  


 ' 2
  '
  
4 x  x  y  y  z  z
2 ' 2
(3.73)

 
Dalam hal ini x ' , y ' , z ' adalah koordinat dari posisi sumber neutron sedangkan
x, y, z  adalah koordinat dari posisi di mana fluks neutron yang dihasilkan sumber
tersebut dideteksi.
Jika terdapat banyak sumber neutron monoenergetik dengan energi yang
sama, maka persamaan (3.73) menjadi :


      
exp    a x 'j  x  y 'j  y  z 'j  z
2 2 2 

 
N
 x, y, z     S 'j'' V j'
j 1 

     
4 x 'j  x  y 'j  y  z 'j  z
2 2 2


(3.74)

 

Dalam hal ini j adalah nomor indeks dari sumber neutron dan N adalah jumlah
keseluruhan sumber neutron.

III.2. Persamaan difusi neutron


Persamaan Bolztmann transport cukup rumit untuk diselesaikan (untuk
mendapatkan distribusi fluks neutron angular) karena memperhitungkan
ketergantungan terhadap arah gerak neutron. Untuk sumber neutron, maupun medium
penghambur neutron yang bersifat isotropis, kebergantungan terhadap arah gerak
neutron dapat dihindari dengan menghitung fluks neutron total. Dalam kasus ini,
persamaan Bolzmann transport fluks total dalam bentuk integral dapat digunakan.
Penyelesaian persamaan integral ini harus dilakukan secara iteratif. Secara komputasi
penyelesaian persamaan integral secara numerik lebih rumit serta lebih memakan
waktu dibandingkan dengan penyelesaian persamaan diferensial secara numerik.

75
Untuk itu, pada sub bab ini akan dibahas bentuk diferensial fluks total dari persamaan
neraca neutron. Persamaan ini sering disebut sebagai persamaan difusi neutron.

III.2.1. Penurunan persamaan difusi


Untuk itu, persamaan Bolzmann transport dari fluks angular neutron dalam bentuk
diferensial (persamaan 3.16) dapat ditulis ulang sebagai berikut :

      
1          
 r , E , , t     r , E , , t   a r , E , , t  r , E , , t
vE  t
 4   
   
   
     s r , E  E ' ,    ' , t d ' dE '  r , E , , t 
 0 
4
(3.75)
  
     
    s r , E '  E ,  '  , t  r , E ' ,  ' , t d ' dE '
0

 4
        
      
  E ,     E '  f r , E ' ,  ' , t  r , E ' ,  ' , t d ' dE '  S ''' r , E , , t
0


Selanjutnya dilakukan integrasi terhadap  untuk seluruh arah dalam ruang sebagai
berikut :

4 4   4
      
1           

vE  t 0
 r , E ,  , t d    0
  r , E ,  , t d    a r , E , , t  r , E , , t d
0
4
 4   
   
    
      s r , E  E ' ,    ' , t d ' dE '  r , E , , t d 
0 0  (3.76)
4 4 
  
      
     s r , E '  E ,  '  , t  r , E ' ,  ' , t d ' dE ' d
0 0
4  4  4
        
       
   E ,     E '  f r , E ' ,  ' , t  r , E ' ,  ' , t d ' dE ' d   S ''' r , E , , t d
0 0 0

4

  r , E, , t  d   r , E, t 
   
Berdasarkan penjelasan pada Sub Bab III.1.3., maka
0
4
 
   
adalah fluks neutron total,  S ''' r , E , , t d  S ''' r , E , t  adalah sumber neutron
0
4

  r , E, , t  r , E, , t  d
    
non fisi tanpa memandang arah neutron dipancarkan, a
0

76
 
  a r , E, t  r , E, t  adalah serapan neutron tanpa memandang arah gerak neutron.
4
 4  ' ' 
   
 '  
0   0  s r , E  E ,    , t d dE  r , E, , t d 
'
Integrasi suku hamburan

 
4 4
  
'   ' ' ' 
 s
 
r , E  E '
, t  dE '
 r

, E , t  dan   s 
 '
r , E  E ,    , t  r , ,  , t d dE d
0 0

   s r , E  E ' , t  r , E ' , t  dE ' . Selanjutnya integrasi untuk suku neutron fisi adalah
 
4  4
   ' '
   ' '
 
' ' 
          dE d
'
sebagai berikut E , E f r , E , , t r , E , , t d =
0 0

 E   E '  f r , E ' , t  r , E ' , t  dE ' . Dalam hal ini, perlu didefinisikan arus pada
 

posisi neutron r yang memiliki energi antara E dan E + dE (yang disimbolkan
 
sebagai J r , E, t  ) sebagai berikut :
4 
 
   
J r , E , t     r , E , , t (3.77)
0

Dengan mensubstitusikan semua hasil integrasi serta persamaan (3.76) ke persamaan


(3.75), maka diperoleh :

1  
vE  t
 
  

 r , E , t     J r , E , t    a r , E , t     s r , E  E ' , t dE '  r , E , t    
(3.78)
 '
 ' '
 '  '
  
 '
  s r , E  E , t  r , E , t dE   E   E  f r , E , t  r , E , t dE  S r , E, t 
'

' '' 

Untuk mendapatkan hubungan antara arus neutron dengan fluks neutron total

semua suku pada persamaan (3.75) dikalikan dengan  dan dilakukan integrasi

terhadap  untuk seluruh arah dalam ruang sebagai :

4 4    4 
1   
       
        

vE  t 0
 r , E ,  , t d    0
  r , E ,  , t d    a r , E , , t  r , E , , t d
0
4 
 4   
   
    
      s r , E  E ' ,    ' , t d ' dE '  r , E , , t d 
0  0  (3.79)
4  4 
  
      
      s r , E '  E ,  '  , t  r , E ' ,  ' , t d ' dE ' d
0 0
4   4  4  
        
      
   E ,     E '  f r , E ' ,  ' , t  r , E ' ,  ' , t d ' dE ' d   S ''' r , E , , t d
0 0 0

77
Sumber neutron baik berupa sumber dari reaksi fisi maupun non fisi pada umumnya
memancarkan neutron secara isotropik, sehingga hasil integrasi sumber pada
persamaan (3.79) adalah nol.

4  4  ' '  4  ''' 


        
  ' '  ' '  
           dE d   S r , E , , t d  0
'
E , E f r , E , , t r , E , , t d
0 0 0

Integrasi suku hamburan pada persamaan (3.79) dapat dihitung sebagai berikut :

4
 4  '
  
'   ' ' ' ' 
  s
0
  r , E 
0
E ,    , t  r , E ,  , t d dE d 

4 4 
  
  ' '   ' ' '  '
 
0 0
  s r , E  E ,    , t  r , E ,  , t d ddE 

 r , E '  s r , E ' , t J r , E ' , t 
 

Demikian juga :
4 
 4  ' ' 
   
 '  
0   0
           
'
s r , E E , , t d dE  r , E , , t d

   
 r , E  s r , E , t J r , E , t 

Dalam hal ini  nilai rerata dari cosinus sudut hamburan pada kerangka laboratorium
4
   
     
(kerangaka L). Integrasi suku serapan adalah   a r , E , , t  r , E , , t d =
0
  
 a r , E, t J r , E, t  . Dengan mensubstitusikan hasil dari integrasi tersebut ke
persamaan (3.79), maka diperoleh :

4  
1  
 
  
J r , E , t       r , E , , t d 
vE  t 0 (3.79)
 
  
 a r , E, t    r , E  s r , E, t J r , E, t    r, E '  s r, E ' , t J r, E ' , t
  
 
Didefisinikan tampang lintang makroskopis removal sebagai berikut :
   
T r , E, t    a r , E, t    r , E  s r , E, t  (3.80)

Dengan mensubstitusikan persamaan (3.80), maka persamaan (3.79) menjadi :

78
4  
1   
 
     
J r , E , t       r , E , , t d   T r , E , t J r , E , t 
vE  t 0 (3.81)

 '


  
  r, E s r, E' ,t J r, E' ,t 
Untuk suatu perubahan yang kecil, suku diferensiasi terhadap waktu pada persamaan
(3.81) diabaikan sehingga diperoleh :

4 
 
 
 


 

  
    r , E , , t d    T r , E , t    r , E '  s r , E ' , t J r , E ' , t (3.82)
0
Hubungan antara fluks angular dengan fluks total dan arus neutron dapat
didekati dengan :
 
  1  3   
 r , E, , t   r , E, t     J r , E, t  (3.83)
4 4

Maka, suku ruans kiri dari persamaan (3.82) menjadi :

4   4  
 
    1  3     
    r , E , , t d       r , E , t     J r , E , t  d
0 0  4 4 
 4     4      
     r , E , t d  3      J r , E , t d  (3.84)
1
  
0 4 0 
4   
1        
4

   r , E , t     d  3  J r , E , t     d 
4  0 0


4    
Nilai dari integrasi sudut ruang adalah sebagai berikut :    d  0 ,
0
4   4
0   d  3 . Dengan demikian, persamaan (3.84) menjadi :

4
  4  1
    1   
    r , E , , t d    r , E , t     r , E , t  (3.85)
0
4  3  3

Substitusi persamaan (3.85) ke persamaan (3.82) menghasilkan :

     
 r , E, t   T r , E, t    r , E  s r , E, t J r , E, t 
1
(3.86)
3

Sehingga hubungan antara arus neutron dengan fluks neutron total adalah :

79

  r , E , t 

J r, E',t      
3 T r , E, t    r , E  s r , E , t 
(3.87)


Didefinisikan koefisien difusi (yang disimbolkan sebagai Dr , E, t  ) sebagai berikut :

Dr , E, t  
1
   (3.88)
3 T r , E, t    r , E  s r , E, t 

Dengan demikian, hubungan antara arus neutron dengan fluks neutron total adalah
dapat ditulis menjadi :
   
J r , E, t    Dr , E, t  r , E, t  (3.89)

Persamaan (3.89) sering disebut sebagai hukum Fick. Dengan mensubstitusikan arus
neutron yang terdapat pada persamaan (3.89) ke persamaan (3.78), maka diperoleh :

1  
vE  t
 
 
 
  
 r , E , t     Dr , E , t  r , E , t    a r , E , t     s r , E  E ' , t dE '  r , E , t 
(3.90)

 '
  '
 '
  '  '
  '

   s r , E  E , t  r , E , t dE   E   E  f r , E , t  r , E , t dE  S r , E , t ' ' '' 

Dengan menggunakan tampang lintang makroskopis removal total sebagaimana telah


dirumuskan pada persamaan (3.39), maka persamaan (3.90) dapat ditulis menjadi :

1      
 r , E , t     Dr , E , t  r , E , t    T r , E , t  r , E , t  
vE  t (3.91)

 '

 '
 '
  
'  '

 '
  s r , E  E , t  r , E , t dE   E   E  f r , E , t  r , E , t dE  S r , E, t  ' ''' 

Persamaan (3.91) adalah persamaan difusi neutron dalam term fluks neutron total.

III.2.2. Arus neutron parsial


Arus neutron parsial adalah arus neutron ke satu arah. Misalnya pada arah
sumbu z, maka J z adalah arus neutron total sepanjang arah sumbu z. Sedangkan J z
adalah arus neutron ke arah z positif dan J z adalah aras neutron ke arah sumbu z
negatif.
Arus neutron total ke arah sumbu z, yaitu J z didefinisikan sebagai :

4 2  / 2
 
      
J z r , E, t    i z   r , E, t  d     J r , E, t  sindd (3.92)
1
0
4   cos
0  /2
  r , E , t  3

80
Arus neutron parsial ke arah sumbu z positif didefinisikan sebagai :

2  2 / 2

  cos   r , E, t   3  J r , E, t  sindd (3.93)


      
J z r , E, t   0 iz   r , E, t  d  4
1
0 0

Sedangkan arus neutron parsial ke arah sumbu z negatif didefinisikan sebagai :

2  2

  cos   r , E, t   3  J r , E, t  sindd (3.94)


    0
  
J z r , Et   0 i z   r , E, t  d  4
1
0  /2

Perhitungan selengkapnya untuk J z , J z dan J z masing-masing adalah


sebagai berikut :
2 
 
  


J z r ' , E ' ,t  
1
4 0 0
cos    
r , E , t   3  J r , E , t  sindd
 
  J x r , E , t sin  cos    
2    
1   r, E , t   3 J r, E , t sin  sin     sindd 
4 0 0
 cos 
  
y

  J r , E , t  cos  
  z 
2 2
  1

1

  r , E , t  cos dcos  d  J x r , E , t  1  cos 2  dcos 2  cos d 
3

1  2 

1 0 1 0
 
4  3 
1 2

1 2

2 y J  r , E , t   1  cos 2
 d cos 2
  sin  d   3 J z r , E , t   cos 2
dcos   d 
 1 0 1 0 
2  / 2
 
 


J z r ' , E ' , t   1

4 0 0 
 
cos   r , E , t   3  J r , E , t  sindd
 
  J x r , E , t sin  cos    
2  / 2   
 
cos   r , E , t   3 J y r , E , t sin  sin     sindd 
1  
4 0 0

   
  J r , E , t  cos  
  z 
2 2
  0

0

  r , E , t  cos dcos  d  J x r , E , t  1  cos 2  dcos 2  cos d 
3

1  2 

1 0 1 0
 
4  3 
0 2

0 2

2 y J r , E , t 1 1  cos 2
 dcos 2
 0 sin d  3 J z r , E , t 1 cos 2
dcos  0 d 
 

81
2 

  cos   r , E, t   3  J r , E, t sindd
  


J z r ' , E ' , t 
1
4

0 /2
 
  J x r , E , t sin  cos    
2    
1   r, E , t   3 J r, E , t sin  sin     sindd 
4 0 / 2
 cos 
  
y

  J r , E , t  cos  
  z 
2 2
  1

1

  r , E , t  cos dcos  d  J x r , E , t  1  cos  dcos   cos d 
3 2 2

1  2 

0 0 0 0
 
4  3 
1 2

1 2

 2 J y r , E , t  1  cos  dcos   sin d  3J z r , E , t  cos dcos  d
2 2 2

 0 0 0 0 
2 2
2
Integrasi terhadap sudut  dihitung terlebih dahulu.  d   0  2 ,
0
 cos d =
0
2 2
2 2
 cos d  sin 
0
0
 sin 2  sin 0  0 dan  sin d  cos  0   cos 2  cos 0  0 .
0
Dengan demikian :

1  
1 1
 
J z r , E , t      r , E , t  cos dcos  3J z r , E , t  cos 2 dcos 
 (3.95)
2 1 1 
1  
0 0
 
J z r , E , t      r , E , t  cos dcos  3J z r , E , t  cos 2 dcos 
 (3.96)
2 1 1 
1  
1 1
 
J z r , E , t      r , E , t  cos dcos  3J z r , E , t  cos 2 dcos 
 (3.97)
2 0 0 

1
1 1
Selanjutnya, integrasi terhadap sudut  dapat dihitung.  cos dcos  cos 2   0 ,
1
2 1

0 0
1 1 1 1 1
1 cos dcos  2 cos  1   2  cos dcos  2 cos
0
2
dan 2
  . Demikian juga
1
0 2
1 0
1 1 2 1 1
 cos  cos
0
2
dcos  cos 3  1   , 2
dcos  cos 3  1   dan juga
1
3 3 1
3 3
1
1 1 1
 cos dcos  cos 3 
  . Dengan mensubstitusikan hasil-hasil integrasi ini ke
2

0
3 0 3
persamaan (3.95), persamaan (3.96) dan persamaan (3.97), maka diperoleh :

82
 1    2 
J z r , E, t      r , E, t   0  3J z r , E, t    -  
2  3 
 1   1   1 
J z r , E , t     r , E , t    -   3J z r , E , t    -  
2  2  3 
 1    1 
J z r , E , t     r , E , t    3J z r , E , t    -  
1
2 2  3 
Sehingga akhirnya diperoleh :
 
   r , E, t  J z r , E, t 
J z r , E, t    (3.98)
4 2
 

J z r , E, t   
 r , E , t  J
 z
r , E, t 
(3.99)
4 2
    
J z r , E, t   J z r , E, t   J z r , E, t  (3.100)

Hal yang sama juga berlaku untuk arus neutron parsial sepanjang sumbu x dan arus
neutron parsial sepanjang sumbu y.

III.2.3. Syarat batas (boundary condition) bagi penyelesaian persamaan difusi neutron
a. Syarat batas maksimum
Pada posisi di mana fluks neutron menjadi maksimum, maka berlaku syarat
batas maksimum, yaitu diferensiasi fluks neutron terhadap variabel posisi ruang
tertentu yang menjadikan fluks tersebut menjadi maksimum adalah nol. Secara
matematika, syarat batas tersebut dapat ditulis sebagai berikut :

 r , E , t 
 0 ; pada posisi r j  rA, j (3.101)
r j

Dalam hal ini rA, j adalah posisi pada variabel r j yang memberikan nilai fluks neutron
maksimum.

b. Syarat batas permukaan luar medium


Pada permukaan luar medium penghambur, neutron yang lolos ke luar dari
medium tersebut akan lepas selamanya dari medium tersebut. Neutron tidak akan
kembali masuk ke dalam medium karena tidak ada hamburan di luar medium yang
dapat mengembalikan ke dalam medium tersebut. Dengan demikian, pada permukaan
luar medium, arus neutron parsial yang mengarah masuk (kembali) ke medium adalah
nol. Secara matematik, syarat batas ini dapat ditulis menjadi :

J N r , E, t   0 ; pada posisi rN  rA, N (3.102)

83
Dalam hal ini N menyatakan arah normal (tegak lurus permukaan) pada bidang batas
permukaan luar medium. Variabel rN menyatakan variabel posisi sepanjang arah N,
sedangkan rA, N adalah posisi pada variabel rN pada bidang batas permukaan luar
medium.
Berdasarkan persamaan (3.99), maka persamaan syarat batas pada posisi
bidang batas permukaan luar medium ( rN  rA, N ) dapat ditulis sebagai berikut :

 
  r , E, t  J N r , E, t 
J r , E, t   

N  0 (3.103)
4 2

Berdasarkan persamaan (3.89), maka persamaan (3.103) dapat ditulis menjadi :

 rN , E, t  DrN , E , t  d rN , E, t 


  0 (3.104)
4 2 drN

Didefinisikan jarak ekstrapolasi  E, t  , yaitu jarak di luar bidang batas permukaan
luar medium di mana fluks neutron menjadi nol. Persamaan (3.104) dapat ditulis
menjadi :
DrN , E, t    rN   E, t , E, t    rN , E, t    r , E, t 
    N (3.105)
2   E , t   4

Dalam hal ini,  rN   E, t , E, t   0 , maka persamaan (3.105) menjadi :

DrN , E, t   0   rN , E, t    r , E, t 
    N (3.106)
2   E , t   4
Atau :
 E, t   2DrN , E, t  (3.107)

Persamaan (3.88) untuk posisi bidang batas luar medium dapat ditulis menjadi :

 tr rN , E, t 
DrN , E, t   (3.108)
3 T rN , E, t    rN , E  s rN , E, t 
Dengan :
 tr rN , E, t  
1
(3.109)
 T rN , E, t    rN , E  s rN , E, t 

Dengan demikian, jarak ekstrapolasi dapat dihitung sebagai :

84
 E, t   tr rN , E, t   0,6667tr rN , E, t 
2
(3.110)
3

Perhitungan yang lebih akurat memberikan :

 E, t   0,7104tr rN , E, t  (3.111)

c. Syarat batas permukaan batas antar medium


Dalam kondisi tertentu, terdapat dua medium pendifusi neutron, yaitu
medium 1 dan medium 2. Pada permukaan batas medium, harus terpenuhi kontinuitas
fluks neutron dan kontinuitas arus neutron. Hal ini berarti :

1 rN , E, t   2 rN , E, t  ; pada posisi rN  rB, N (3.112)


J N ,1 rN , E, t   J N , 2 rN , E, t  ; pada posisi rN  rB, N (3.113)

Dalam hal ini N menyatakan arah normal (tegak lurus permukaan) pada bidang batas
permukaan antar medium. Variabel rN menyatakan variabel posisi sepanjang arah N,
sedangkan rB , N adalah posisi pada variabel rN pada bidang batas antar medium.
Indeks 1 dan 2 masing-masing menyatakan medium 1 dan medium 2.
Berdasarkan persamaan (3.89), persamaan (3.113) dapat ditulis menjadi :

d1 rN , E , t  d r , E, t 
D1 rN , E, t   D2 rN , E, t  2 N ; pada posisi rN  rB, N (3.114)
drN drN

III.2.4. Persamaan difusi neutron satu kelompok (one group)


Pada pendekatan satu kelompok, fluks total neutron pada berbagai energy
dianggap sebagai satu kesatuan. Persamaan difusi satu kelompok diperoleh dengan
mengintegralkan fluks neutron total terhadap seluruh energy neutron. Jika integrasi
tersebut dilakukan pada semua suku pada persamaan (3.90), maka diperoleh :

1      
  r , E , t dE     Dr , E , t  r , E , t dE    a r , E , t  r , E , t dE
vE  t

  
 
 

    s r , E  E ' , t dE ' r , E , t dE     s r , E  E ' , t  r , E ' , t dE ' dE (3.115)
   
 
 
   E   E '  f r , E ' , t  r , E ' , t dE ' dE   S ''' r , E , t dE

 
Nilai dari integrasi tersebut adalah :   r , E, t dE   r , t  = fluks neutron total satu
 
kelompok;  S ''' r , E, t dE  S ''' r , t  = kuat sumber neutron satu kelompok;

85
   
 Dr , E, t  r , E, t dE  Dr , t  r , t  = arus neutron satu kelompok;
   
  r , E, t  r , E, t dE   r , t  r , t  = laju reaksi serapan satu kelompok. Integrasi
a a

dari suku hamburan masing-masing adalah :    r , E  E , t  dE  r , E, t dE =


  ' '
s

   r , E  E , t  r , E , t  dE dE   r , t  r , t  .
     
 r , t  r , t 
s dan juga s
' ' '
s

Sementara itu, integrasi dari suku pembangkitan neutron oleh reaksi fisi adalah :
  E  E  f r , E , t  r , E , t  dE dE   f r , t  r , t  .
'  '  ' '  

Dengan mensubstitusikan nilai-nilai integral tersebut ke persamaan (3.115),


maka diperoleh :

1       
 r , t     Dr , t  r , t    a r , t  r , t    s r , t  r , t 
v t (3.116)
    
  s r , t  r , t    f r , t  r , t   S ''' r , t 

Karena suku hamburan pada ruas kiri dan ruas kanan saling menghilangkan, maka
persamaan (3.116) dapat ditulis menjadi :

1        
 r , t     Dr , t  r , t    a r , t  r , t    f r , t  r , t   S ''' r , t  (3.117)
v t

Persamaan (3.117) adalah persamaan difusi neutron satu kelompok. Koefisien difusi
pada persamaan difusi satu kelompok dapat dihitung dengan :


Dr , t  
1
   (3.118)
3 T r , t    r  s r , t 

III.2.5. Problema difusi neutron satu kelompok


Pada sub bab ini, akan dibahas beberapa problema dari difusi neutron satu
kelompok tanpa reaksi fisi. Terdapat sumber neutron yang terdistribusi dengan kuat

sumber S ''' r , t  neutron per satuan volume per satuan waktu. Persamaan difusi
neutron dalam hal ini adalah :

1       
 r , t     Dr , t  r , t    a r , t  r , t   S ''' r , t  (3.119)
v t

Jika medium bersifat homogen dan unifom, maka persamaan (3.119) menjadi :

86
1      
 r , t   Dt  2 r , t    a r , t  r , t   S ''' r , t  (3.120)
v t

a. Difusi neutron yang dipancarkan sumber neutron titik dalam medium takhingga
uniform dalam kondisi steady state
Pada kasus ini, diasumsikan terdapat sumber neutron bervolume kecil yang
memancarkan neutron dengan kekuatan S ''' neutron per satuan volume per satuan
waktu. Sember tersebut berada di dalam suatu medium pendifusi yang volumenya
sangat besar. Dalam kasus ini, digunakan system koordinat bola 1 dimensi ke arah
radial (jari-jari bola). Persamaan difusi neutron sesuai dengan kasus ini adalah :

 r    a r   0
1 d 2 d
D r (3.121)
r 2 dr dr
Atau :

 r   a  r   0
1 d 2 d
2
r (3.122)
r dr dr D

Persamaan ini harus memenuhi syarat batas bahwa untuk r   , fluks neutron
menjadi nol karena sangat jauh dari sumber. Sementara itu, arus neutron pada posisi
dekat sumber harus sama dengan laju pemancaran neutron oleh sumber. Dengan
demikian syarat batasnya adalah :

r  0  lim 4r 2 J r r   S ''' V ' (3.123)


r 0
Atau :
S ''' V '
 r   
d
r  0  lim 4r 2 (3.124)
r 0 dr D
dan
r     r   0 (3.125)

Dalam hal ini V ' adalah volume dari sumber neutron.


Penyelesaian umum dari persamaan (3.123) adalah :

     
 r   C1 exp  r a   C 2 exp   r a 
1 1
(3.126)
r  D  r  D 

Dalam hal ini C1 dan C 2 adalah konstanta integrasi yang nilainya akan ditentukan
dari syarat batas. Berdasarkan syarat batas persamaan (3.125), maka C1  0 karena
fluks hanya bisa menjadi nol saat r sangat besar hanya jika suku eksponensial positif
ditiadakan. Dengan demikian penyelesaian menjadi :

87
  
 r   C 2 exp   r a 
1
(3.127)
r  D 

Diferensiasi dari persamaan (3.127) adalah :

 1    1 a   a  
 r   C 2  2 exp   r a  
d
exp   r 
dr r D r D  D 
    
(3.128)
1  a   a 
 C 2 2 1  r  exp   r 
r  D  
 D 

Dengan mensubstitusikan persamaan (3.128) ke persamaan (3.124), maka diperoleh :

 1  a    a   S ''' V '

lim 4 r  C 2 2 1  r
2  
exp  r  
r 0 
 r  D  
 D   D
 a    a  S ''' V '
4 C 2 lim 1  r  exp   r 
r 0  D   D  D
   

S ''' V ' S ''' V '


Sehingga 4 C 2  , atau C 2  . Dengan demikian, fluks neutron yang
D 4D
dihasilkan sumber titik (sumber neutron dengan volume kecil) pada posisi r di dalam
medium pendifusi yang sangat besar adalah :

S ''' V '  a 
 r   exp   r



(3.129)
Dr  D 

Persamaan (3.129) dapat dibuat lebih bersifat umum. Jika sumber neutron terdapat

pada posisi r ' dari pangkal koordinat, maka fluks neutron yang diukur pada posisi

r dari pangkal koordinat adalah :

 

 S ''' r ' V '
 r  
 '  a 
 '  exp   r  r 
 (3.130)
Dr r  D 

Didefinisikan fungsi Green sumber titik sebagai berikut :

88
 '  a 
 
Gt r '  r   1
 '  exp   r  r 

(3.131)
Dr r  D 

Maka persamaan (1.129) dapat ditulis menjadi :

 r   S ''' r ' V 'Gt r '  r 


   
(3.132)

Fungsi Green Gt r '  r  sering disebut sebagai fungsi nodal difusi (nodal diffusion
 

function) atau fungsi kernel difusi (kernel diffusion function). Persamaan (3.132)
dapat digunakan baik untuk medium takhingga maupunmedium berhingga.

b. Difusi neutron yang dipancarkan sumber neutron non fisi yang terdistribusi dalam
medium uniform dalam kondisi steady state
Metoda kernel difusi dapat diaplikasikan jika dalam medium terdapat banyak
sumber neutron. Misalkan dalam medium terdapat N sumber neutron, maka fluks

pada posisi r dari pangkal koordinat dapat dihitung dengan :

 r    S i''' ri ' Vi ' Gt ,i ri '  r 


 N
  
(3.133)
i 1
Atau :

 r   
N 
 
S i''' ri ' Vi '  '  a 
 '  exp   ri  r 
 (3.134)
i 1 D ri  r  D 


Dalam hal ini i adalah nomor indeks dari sumber neutron, ri ' adalah posisi sumber
neutron ke-i terhadap pangkal koordinat. Fungsi Green untuk sumber neutron ke-i
adalah :
   a 
  
1
Gt ,i ri '  r   '  exp   ri '  r


D 
(3.135)
D ri  r 

Untuk sumber neutron yang terdistribusi secara kontinyu, maka fluks neutron dapat
dihitung dengan integrasi sebagai berikut :

 r    S ''' r ' Gt r '  r dV '


   
(3.136)
Atau :


S ''' r '  
   a  '
 r     '  exp   r '  r dV (3.137)
Dr r D 
 

89
c. Generalisasi metode kernel difusi
Metoda kernel difusi dapat diperluas aplikasinya untuk medium yang di
dalamnya terdapat sumber neutron non fisi dan produksi neutron oleh reaksi fisi.
Untuk medium yang bersifat uniform, maka persamaan (3.137) dapat dimodifikasi
menjadi :
 r    S ''' r '    f  r ' Gt r '  r dV '
    
(3.138)
Atau :

 r   

  
S ''' r '   f  r '  
exp
 '  a  '
 r  r dV (3.139)
   
Dr' r  D 


 
Dengan terdapatnya  r ' di dalam tanda integrasi, maka persamaan (3.138) dan
persamaan (3.139) harus diselesaikan secara iteratif.
Lebih lanjut, metode kernel difusi dapat lebih digeneralisikan untuk medium
yang tidak uniform dengan cara memodifikasi fungsi Green menjadi :

 r'   r ''    '' 


Gt r '  r    
  1
r  Dr ''  dr
a
exp (3.140)
r'  
 D r 
 ''  ''
d r    
r


Sehingga fluks neutron pada posisi r dapat dihitung dengan :

S ''' r '    f  r '    r ''    ''


   r' 
 r    exp   r  Dr ''  dr
a dV ' (3.141)
r'  
 Dr dr
 ''  ''    
r

Persamaan (3.141) juga harus diselesaikan secara iteratif dengan adanya  r ' di  
dalam tanda integrasi.

d. Alternatif penyelesaian persamaan difusi dalam medium uniform berhingga satu


dimensi dalam kondisi steady state tanpa reaksi fisi dengan sumber neutron non
fisi berada di pusat medium
Untuk medium uniform berhingga satu dimensi, persamaan difusi neutron
satu kelompok tanpa reaksi fisi adalah :

 r    a r   0
1 d m d
D r (3.142)
r m dr dr
Atau :

90

 r   a  r   0
1 d m d
m
r (3.143)
r dr dr D

Dalam hal ini r menyatakan posisi karekteristik satu dimensi sedangkan m adalah
bilangan bulat yang menyatakan karakteristik bentuk geometri, yaitu m = 0 untuk
bentuk slab yang luas, m = 1 untuk silinder panjang dan m = 2 untuk bola uniform.
Syarat batas untuk penyelesaian dari persamaan (3.143) adalah :

r  a   lim 2 m  r m J r r   S ''' L'm1 (3.144)


r a
Atau :
S ''' 2 m  r m
 r   
d
r  a   lim 2 m  r m (3.145)
r a dr D
dan
r  b    r   0 (3.146)

Dalam hal ini L'm1 adalah volume karakteristik geometri dari sumber neutron.
Untuk m = 0, maka   2 sedangkan untuk m = 1 dan m = 2 maka    . Posisi r =
a adalah posisi permukaan dalam medium sedangkan r = b adalah posisi permukaan
luar medium. Besaran  merupakan jarak ekstrapolasi.
Penyelesaian dari persamaan (3.143) adalah :

 a    
 r   C1 1  r   C 2 2  r a 
 
(3.147)
 D   D 

    a 
Fungsi  1  r a  dan  2  r  adalah fungsi distribusi yang tergantung geometri
D   D 
  
medium sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.1. Sedangkan C1 dan C 2 adalah
konstanta integrasi yang nilainya akan ditentukan dari syarat batas.
Berdasarkan syarat batas pada persamaan (3.146), maka :
     
0  C1 1  b    a   C 2 2  b    a 
 D   D 
 
Atau :
  
 1  b    a 
D 
C 2  C1 
  
 2  b    a 
 D 

91
Tabel 3.1. Fungsi distribusi
Bentuk geometri     a
 1  r a   2  r 

 D   D
Slab luas uniform dengan  a   a 
tebal 2a cosh r  sinh  r 
 D   D 
   
Silinder panjang uniform  a    
berjari-jari a I0 r



K0 r a 
D  D 
  
Bola uniform berjari-jari a 1 D  a  1 D  a 
sinh  r  cosh r 
r a  D  r a  D 
   

Dengan demikian, persamaan (3.147) menjadi :

  a  
  1  b    
   

    D
 r   C1  1  r a     r
2
a 
 (3.148)
  D   a   D  
  2  b     
  D  
Atau :
  a   a       
 r   C1'  2  b     1  r
 
   1  b    a  2  r a   (3.149)

  D   D  
 D   D  

Diferensiasi dari persamaan (3.149) adalah :

            
 r   C1'  2  b    a  1!  r a    1  b    a  2!  r a   (3.150)
d
dr  D   D  D   D  
  

   d       d   
Di mana  1!  r a    1  r a  dan  2!  r a    2  r a  . Substitusi
 D  dr  D   D  dr  D 
 
persamaan (3.150) ke persamaan (3.145) menghasilkan :

             S '''
lim C1'  2  b    a  1!  r a    1  b    a  2!  r a    
r 0   D   D   D   D   D
  
Atau :

92
             S '''
C1'  2  b    a  1!  a    a    1  b    a  2!  a    a    
  D   D   D   D   D
  

Sehingga penyelesaiannya adalah :

     a   a   a  
  2  b    a  1  r    1  b   
 
 2  r
  D 
 
S '' '   D   D   D    
 r     (3.151)
D  a  !  a   a  ! a  
  1  b     2  a   
 
   2  b     1  a    
  D   D  
 D   D  

e. Difusi neutron pada medium uniform satu dimensi dalam kondisi transient
Sebuah medium uniform satu dimensi semula dalam kondisi tanpa neutron.
Pada saat t = 0, sebuah sumber neutron non fisi masuk dan terdistribusi dalam
medium dan selanjutnya tetap berada dalam medium tersebut untuk waktu yang lama.
Selanjutnya akan dihitung fluks neutron sebagai fungsi posisi dan waktu sejak
sumber neutron tersebut masuk dan terdistribusi dalam medium. Persamaan difusi
neutron dalam kasus ini adalah :

1  1  
 r , t   D m r m  r , t    a r , t   S ''' r , t  (3.152)
v t r r r

Dalam hal ini r menyatakan posisi karekteristik satu dimensi sedangkan m adalah
bilangan bulat yang menyatakan karakteristik bentuk geometri, yaitu m = 0 untuk
bentuk slab yang luas, m = 1 untuk silinder panjang dan m = 2 untuk bola uniform.
Syarat batas untuk penyelesaian dari persamaan (4.148) adalah :


r0   r , t   0 (3.153)
r
r  a     r, t   0 (3.154)
t  0   r, t   0 (3.155)

Dalam hal ini, r = 0 adalah posisi pusat atau pertengahan medium sedangkan r = a
adalah posisi permukaan luar medium. Besaran  merupakan jarak ekstrapolasi.
Penyelesaian persamaan (3.152) dilakukan dengan ekspansi sebagai berikut :


 r , t    An t  Bn r  (3.156)
n 1

93

S ''' r , t    H n t  Bn r  (3.157)
n 1

Nilai eigen ( Bn ) dan fungsi eigen ( Bn r  ) tergantung pada bentuk geometri medium
sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Nilai eigen dan fungsi eigen


Bentuk geometri Nilai eigen Fungsi eigen
Slab luas uniform dengan   2n  1   Bn r   cosBn r 
tebal 2a B   
2  a  
n

Silinder panjang uniform w  Bn r   J 0 Bn r 


berjari-jari a Bn  n
a 
Bola uniform berjari-jari a n sin Bn r 
Bn    Bn r  
a  Bn r

Dengan menggunakan teori deret Fourier umum, konstanta H n t  dapat dihitung


sebagai berikut :

 S r ' , t  B r 'r 
a
''' ' m
n dr '
H n t   0
(3.158)
 B r 'r 
a
2 ' m
n dr '
0

Bentuk diferensiasi order 2 terhadap variable ruang dari persamaan (3.152) menjadi :

1  m  
D r  r , t     DBn2 An t  Bn r  (3.159)
r r
m
r n 1

Sedangkan bentuk diferensiasi terhadap waktu dari persamaan (4.152) menjadi :

1  
 r , t    An t  Bn r 
d
(3.160)
v t n 1 dt

Substitusi dari persamaan (3.156), persamaan (3.157), persamaan (3.159) dan


persamaan (3.160) ke persamaan (3.152) menghasilkan :

   


d
An t 
  B n r     DB 2
n nA t 
  B n r     a An t 
  B n r    H n t  Bn r  (3.161)
n 1 dt n 1 n 1 n 1

94
Berdasarkan sifat orthogonal dari fungsi-fungsi eigen  Bn r  , maka
persamaan (3.161) menjadi :

An t    DBn2 An t    a An t   H n t 
d
(3.162)
dt
Atau :
d
dt
 
An t   DBn2   a An t   H n t  (3.163)

Penyelesaian dari persamaan (3.163) adalah :

    
t
An t   exp  DB   a t  exp DBn2   a t ' H n t 'dt '
2
n
0 (3.164)
 
C n exp  DBn2   a t 
Berdasarkan syarat batas pada persamaan (3.155), maka saat t  0 , nilai dari
fluks neutron  r , t   0 . Hal ini berarti saat t  0 , nilai dari An 0 harus nol. Maka
persamaan (3.164) saat t  0 menjadi :

    
0
An 0  0  exp  DBn2   a 0  exp DBn2   a t ' H n t 'dt '
0 (3.165)
 
C n exp  DBn2   a 0 
Hal ini berarti C n  0 . Dengan demikian persamaan (3.164) menjadi :

    
t
An t   exp  DB   a t  exp DBn2   a t ' H n t 'dt '
2
n (3.166)
0
Atau :

   t  t 'H t 'dt '


t
An t    exp  DBn2   a n (3.167)
0

Dengan mensubstitusikan persamaan (3.166) ke persamaan (3.156), maka distribusi


fluks neutron sebagai fungsi posisi dan waktu dapat dihitung dengan :

 r , t     exp  DBn2   a  t  t 'H n t ' Bn r dt '


 t
(3.168)
n 1 0

95
Dengan mensubstitusikan persamaan (3.158) untuk nilai H n t ' ke persamaan
(3.168), maka diperoleh :

 S r ' , t ' B r 'r 


a
''' ' m
n dr '
 r , t     exp  DB   a  t  t ' 0
 t
2
n  Bn r dt ' (3.169)
 B r 'r 
a
n 1 0 2 ' m
n dr '
0
Atau :
  
  
   Bn r ' Bn r r '  
m

 r , t     S r ' , t '  exp  DBn   a  t  t ' a


t a 
''' 2
 dr ' dt ' (3.170)
 n 1   2 Bn r 'r ' m dr ' 
 
0 0
 
  0 

Didefisisikan fungsi Green sebagai berikut :


 
 

    Bn r ' Bn r  r '
G r '  r , t '  t    exp  DBn   a  t  t '  a
2
 
m
  
 (3.171)
n 1
  2 Bn r ' r ' m dr '
    

 0 

Dengan menggunakan fungsi Green, persamaan (3.169) untuk fluks neutron pada
posisi r dan lethargy t dapat dirumuskan menjadi :

t a
 r , t     S ''' r ' , t 'Gr '  r , t '  t dr ' dt ' (3.172)
0 0

96
BAB IV. MODERASI ATAU PERLAMBATAN DAN TERMALISASI
NEUTRON

Kebanyakan sumber neutron non fisi memancarkan neutron dengan energi


tinggi yang sering disebut sebagai neutron cepat. Neutron yang dihasilkan oleh reaksi
fisi hampir seluruhnya juga merupakan neutron energi tinggi (neutron cepat). Neutron
selanjutnya mengalami hamburan akibat bertumbukan dengan nuklida-nuklida
medium. Pada saat tumbukan, neutron mentransfer energi kinetiknya kepada nuklida-
nuklida medium.
Pada saat energi neutron masih tinggi, energi neutron (dalam order MeV,
keV atau beberapa eV) selalu lebih tinggi dari pada energi kinetik nuklida-nuklida
medium (dalam order puluhan hingga ratusan meV). Pada saat ini, dalam setiap
tumbukan dengan nuklida-nuklida medium energi kinetik neutron selalu berkurang.
Dengan berkurangnya energi neutron, kecepatan gerak neutron juga berkurang.
Peristiwa ini disebut sebagai moderasi atau perlambatan neutron.
Ketika energi neutron telah berkurang sehingga menjadi sebanding dengan
energi kinetik nuklida-nuklida medium, maka neutron mengalami kemungkinan
pengurangan atau penambahan energi ketika bertumbukan dengan nuklida-nuklida
medium. Neutron akhirnya mengalami kesetimbangan termal dengan nuklida-nuklida
medium. Peristiwa ini disebut sebagai termalisasi.
Neutron-neutron dalam medium sejak dilahirkan oleh reaksi fisi atau
dipancarkan oleh sumber neutron non fisi hingga mengalami termalisasi memiliki
rentang energi sangat lebar, dari beberapa MeV (Mega elektron Volt, 1 MeV = 106
eV) hingga beberapa meV (mili elektron Volt, 1 meV = 10-3 eV). Energi sebesar 1 eV
adalah energi dari sebuah elektron yang dipercepat oleh medan listrik dengan beda
potensial listrik sebesar 1 Volt. Neutron berenergi tinggi (dalam order keV hingga
MeV) disebut secagai neutron cepat. Neutron berenergi menengah (dalam order eV)
disebut sebagai neutron epitermal sedangkan neutron berenergi rendah disebut
sebagai neutron termal.
Dengan demikian, proses moderasi atau perlambatan neutron terjadi pada
neutron cepat dan neutron epitermal sedangpan proses termalisasi terjadi pada
neutron termal.

IV.1. Perlambatan neutron tanpa serapan


Medium yang terdiri dari nuklida-nuklida yang bersifat mengurangi energi
neutron akibat tumbukan neutron oleh nuklida-nuklida tersebut disebut sebagai
medium moderator. Pembahasan tentang perlambatan neutron diawali dengan
mengasumsikan bahwa nuklida-nuklida dalam medium moderator sama sekali tidak
menyerap neutron selama proses perlambatan tersebut. Dengan kata lain, tampang
lintang serapan medium untuk seluruh rentang energi neutron selama perlambatan
adalah nol. Mediun hanya bersifat menghamburkan neutron, yang berakibat pada
pengurangan energi neutron.

97
IV.1.1. Lethargy
Karena rentang energi neutron selama proses perlambatan sangat lebar, dan
juga dari kenyataan bahwa pengurangan energi neutron setiap tumbukan tidak
bersifat linier melainka bersifat fraksional, maka akan lebih memudahkan jika
digunakan suatu variabel yang mewakili pengurangan energi secara logaritmik.
Variabel ini disebut sebagai lethargu yang disimbulkan sebagai u. Definisi dari
lethargi (u) adalah sebagai berikut :
E
u  ln 0 (4.1)
E

Dalam hal ini E adalah energi neutron pada saat tertentu sedangkan E0 adalah energi
referensi. Nilai dari energi referensi harus diambil cukup tinggi sehingga seluruh
neutron dalam medium memiliki letahgy dengan nilai positif. Sebagai contoh, jika
diambil E0  10 MeV, maka neutron dengan energi 1 MeV memiliki nilai lethargy
sebesar 2,3; neutron dengan energi 1 keV memiliki nilai lethargy sebesar 9,2; neutron
dengan energy 1 eV memiliki nilai lethargy sebesar 16,1; demikian seterusnya.
Diferensial dari lethargy dapat dihitung sebagai berikut :

E0
du  d ln  d ln E0  d ln E  d ln E
E
Atau :
dE
du   (4.2)
E

Selisih lethargy antara dua tingkat energi (yaitu E dan E ' ), yang disimbolkan sebagai
 
u E  E ' dapat dihitung sebagai berikut :

   
u E  E '  uE   u E '  ln
E0
'
E
 
 ln 0  ln E0  ln E '  ln E0  ln E   ln E  ln E '
E
E
atau :

u E  E '  ln  E
(4.3)
E'

IV.1.2. Parameter-parameter penentu moderator


Moderator yang baik harus memiliki tampang lintang serapan neutron
sekecil mungkin dan tampang lintang hamburan sebesar mungkin. Di samping itu,
moderator yang baik harus memiliki kemampuan memperlambat neutron dengan
jumlah tumbukan sesedikit mungkin. Dengan kata lain, nilai selisih lethargy ( u )
tiap tumbukan antara neutron dengan nuklida moderator harus sebesar mungkin.
Pengurangan energi (kenaikan lethargy) neutron pada suatu tumbukan tergantung

98
pada sudut hambuaran neutron pada kerangka pusat massa (  ). Pada hamburan
elastis, hubungan antara energi neutron setelah tumbukan ( E ' ) dengan energi neutron
sebelum tumbukan (E) telah diberikan oleh persamaan (2.108), yaitu :

E 1    1    cos  
1
E'  (2.108)
2

 A 1
2

Dalam hal ini     , di mana A adalah nomor massa nuklida yang


 A 1
bertumbukan dengan neutron. Sedangkan pada hamburan inelastis hubungan antara
energi neutron setelah tumbukan ( E ' ) dengan energi neutron sebelum tumbukan (E)
telah diberikan oleh persamaan (2.111), yaitu:

 A'
E  E
'   2
 1  2 A ' cos  
(2.111)

  A  12 

 A  1  EI
Dalam hal ini A '  A 1    , di mana E I adalah energi eksitasi nuklida
 A  E
setelah tumbukan. Dari persamaan (2.108) dan (2.111) energi neutron maksimum
'
setelah tumbukan ( E max ) terjadi saat   0 . Pada hamburan elastis, nilai tersebut
adalah '
Emax E sedangkan pada hamburan inelastis nilai tersebut adalah
2
 A'  1 
'
E max  E   . Sementara itu energi neutron minimal setelah tumbukan ( E min
'
)
 A 1 
terjasi saat    . Pada hamburan elastis nilai tersebut adalah Emin'
 E sedangkan
2
 A'  1 
pada hamburan inelastis nilai tersebut adalah E  E '
 .
 A 1 
min

Selisih lethargi minimum berkaitan dengan energi neutron maksimum setelah


hamburan sedangkan selisih lethargi maksimum berkaitan dengan energi neutron
maksimum setelah hamburan. Dengan demikian :

E
u min  ln '
(4.4)
E max
E
u max  ln ' (4.5)
E min

Pada hamburan elastis, dapat dengan medah ditunjukkan bahwa :

99
u min  0 (4.6)
1
u max  ln   ln  (4.7)

Sedangkan pada hamburan inelastis, juga dapat ditunjukkan bahwa :

 A 1 
2

u min  ln  '  (4.8)


 A 1
 A 1 
2

u max  ln  '  (4.9)


 A 1

Parameter penting lainnya dalam penentuan moderator adalah penurunan


lethargy rerata tiap tumbukan, yang disimbulkan sebagai  . Nilai  dihitung sebagai
integrasi dari selisih lethargy dikalikan dengan probabilitas hamburan yang
mennghasilkan selisih lethargy tersebut untuk semua energi neutron setelah
tumbukan yang mungkin . Pada hamburan elastis, nilai  dihitung sebagai :

  u E  E    u E  E ' PE  E ' dE '


E
'
(4.10)
E

Sedangkan pada hamburan inelastis, nilai  dihitung sebagai :

E
  u E  E '    u E  E ' PE  E ' dE ' (4.11)
E

2 2
 A'  1   A'  1 
Dengan     dan     .
 A 1   A 1 

Nilai  pada hamburan elastis isotropik :


 
Pada hamburan isotropis elastis, nilai dari P E  E ' telah diberikan oleh
persamaan (2.122), yaitu :
P E  E'  1

E 1   
(2.122)

Dengan mensubstitusikan persamaan (4.3) dan persamaan (2.122) ke persamaan


(4.10), maka dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut :

100
  u E  E '    u E  E ' PE  E ' dE ' 
E E
1 E
E
 E 1    ln E
E
'
dE '

 
E E E
1 ln E 1
 
E 1    E
ln E  ln E ' dE '  
E 1    E
dE ' 
E 1    E
ln E ' dE '

ln E 1  ' E

E 
' E ' E
 E   E ln E  dE '

E 1    E E 1     E


ln E
E' 
E 1  E ' ln E ' E  E ' E 
E 1     E E 1     E E 


1  ln E  1E ' E  E ' ln E ' E   ln E  1E  E   E ln E  E ln E
E 1     E E  E 1   
E  E  E ln E  E ln E  E ln E  E ln E E 1     E ln E E 
 
E 1    E 1   

Sehingga nilai kenaikan lethargy rerata per tumbukan pada hamburan elastis isotropis
adalah :
 ln 
  1 (4.12)
1

Nilai  pada hamburan inelastis isotropik :


Pada hamburan isotropis elastis, nilai dari P E  E ' telah diberikan oleh 
persamaan (2.124), yaitu :
P E  E'   1
 (2.124)
 A  1  EI
E 1    1   
 A  E
Dengan mensubstitusikan persamaan (4.3) dan persamaan (2.124) ke persamaan
(4.11), maka dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut :
'
E
E E ln ' dE
  
  u E  E '   u E  E ' P E  E ' dE '    
E
 A  1  EI
E 1    1  
E E

 A  E
E

 ln E  ln E dE
' ' E E


ln E  1E ' E  E ' ln E '
E
 E

 A  1  EI  A  1  EI
E 1    1    E 1    1   
 A  E  A  E

101

ln E  1E  E   E ln E  E ln E  ln E  1      ln E   ln E
 A  1  EI  A  1  EI
E 1    1    1    1  
 A  E  A  E
     ln E   ln E   ln E   ln E      ln E E    ln E E 
 
1    1   A  1  E I 1     A  1  EI
1  
 A  E  A  E

Sehingga nilai kenaikan lethargy rerata per tumbukan pada hamburan inelastis
isotropis adalah :
 1  ln     1  ln  
 (4.13)

1    1   A 1  I

E
 A  E
Atau :
 A '  1    A '  1    A '  1    A '  1  
2 2 2 2

  1  ln      1  ln  
 A  1    A  1    A  1    A  1  
 (4.14)
 A  1  EI
1    1   
 A  E
Atau :
2 2
 A'  1   A'  1 
'

4 A  A  1 ln 
'
2

A 1 

  A '  1 ln 
2
 
A  1 
   (4.15)
 A  12 1    1   A  1  E I
 A  E
 A  1  EI
Di mana : A '  A 1    .
 A  E

Moderation power
Moderator yang baik harus memiliki tampang lintang serapan neutron sangat
kecil dan tampang lintang hamburan neutron sangat besar untuk semua rentang energi
neutron selama proses perlambatan. Di samping itu moderator yang baik harus
memiliki nilai kenaikan lethargy rerata tiap tumbukan (  ). Semua ini dirangkum
dalam sebuah parameter yang disebut sebagai moderation power (disimbolkan
sebagai M) yang dituliskan sebagai berikut :

M  s (4.16)
a

102
IV.1.3. Densitas tumbukan dan rapat perlambatan
Didefinisikan besaran F E dE sebagai densitas tumbukan neutron atau
jumlah neutron per satuan volume per satuan waktu yang mengalami tumbukan pada
energi antara E dan E  dE . Nilai dari F E dE adalah jumlah dari semua interaksi
neutron yang memiliki energi antara E dan E  dE mengingat bahwa semua
interaksi neutron diawali dengan tumbukan antara neutron dengan nuklida-nuklida
medium. Dengan demikian :

F E dE  T E  E dE (4.17)

Dalam hal ini T E  adalah tampang lintang interaksi total makroskopis pada energi
neutron antara E dan E  dE sedangkan  E  adalah fluks neutron yang memiliki
energi antara E dan E  dE . Untuk medium yang tidak menyerap neutron,
T E    s E  sehingga persamaan (4.17) dapat ditulis menjadi :

F E dE   s E  E dE (4.18)

Di mana  s E  adalah tampang lintang interaksi hamburan makroskopis pada energi


neutron antara E dan E  dE .
Dimisalkan pada medium moderator terdapat sumber neutron non fisi yang
tersebar secara homogen dan memancarkan neutron monoenergetik dengan energi
sebesar E 0 dengan kekuatan S ''' neutron per satuan volume per satuan waktu.
Medium tersebut tidak menyerap neutron selama neutron mengalami perlambatan.
Densitas tumbukan neutron pada energi antara E dan E  dE , yaitu F E dE dapat
dihitung sebagai jumlah neutron dari sumber neutron yang secara langsung
dihamburkan oleh medium hingga energinya menjadi antara E dan E  dE ,
ditambah dengan jumlah neutron yang sebelumnya telah terhambur sehingga
energinya menjadi antara E ' dan E '  dE ' dan selanjutnya terhambur lagi sehingga
energinya menjadi antara E dan E  dE .
Jumlah neutron dari sumber yang terhambur langsung hingga energinya
menjadi antara E dan E  dE adalah S ''' PE0  E dE , sedangkan jumlah neutron

  
E0

yang mengalami hamburan tidak langsung adalah dE  F E ' P E '  E dE ' . Dengan
E
demikian :

  
E0

F E dE  S PE0  E dE  dE  F E ' P E '  E dE '


'''
(4.18)
E

Dengan menghilangkan dE pada semua ruas, maka diperoleh :

103
  
E0

F E   S ''' PE0  E    F E ' P E '  E dE ' (4.19)


E
Atau :

    
E0

F E   S PE0  E     s E '  E ' P E '  E dE '


'''
(4.20)
E

Persamaan (4.19) dan persamaan (4.90) berlaku pada rentang energi E0  E  E0
Rapat perlambatan pada level energi E, yang disimbolkan sebagai qE 
didefinisikan sebagai jummlah neutron per satuan volume per satuan waktu yang
mengalami perlambatan sehingga energinya di bawah E. Untuk rentang energi
E0  E  E0 , rapat perlambatan pada level energi E dapat ditulis sebagai berikut :

 F E dE
E
q E   ' '
(4.21)
E

Substitusi persamaan (4.19) serta persamaan (4.20) ke persamaan (4.21), maka


diperoleh :
E0 E

    
E
qE   S '''  P E0  E ' dE '   F E ' P E '  E dE '' dE ' (4.22)
E E E '
Atau :
E0 E

      
E
qE   S '''  P E0  E ' dE '    s E '  E ' P E '  E dE '' dE ' (4.23)
E E E '

a. Hamburan elastis isotropis pada hidrogen


Berdasarkan persamaan (2.122), untuk hamburan isotropis elastis berlaku
P E 0  E  
1
E0 1   

dan P E '  E  '
1
 . Untuk hamburan elastis
E 1   

isotropis antara neutron dengan hidrogen (A = 1,   0 ), maka PE0  E  


1
dan
E0

  1
P E '  E  ' . Dengan demikian persamaan (4.19) menjadi :
E

 
E0
S ''' dE '
F E     F E' (4.24)
E0 E E'

Diferensiasi dari persamaan (4.21) terhadap E menghasilkan :

104
dF E  d  S ''' ' 
F E 
E0

 
E

 
'
' dE  d 0 ' dE
  F E   FE 
dE 
dE  E0 E ' 
E  dE E E '
E
Atau :
dF E  dE
 (4.25)
F E  E

Integrasi persamaan (4.25) menghasilkan : ln F E   ln C  ln E atau F E  


C
.
E
E0

Dari persamaan (4.24), untuk E  E0 berlaku F E0  


S '''
E0 E0
  F E' '
 
dE ' S '''

E0 E0
C
.
E
Dengan demikian, C  S ''' . Maka densitas tumbukan pada energi antara E dan
E  dE adalah :
S '''
F E   (4.26)
E

Selanjutnya, persamaan (4.18) memberikan :

F E    s E  E  (4.27)

Jika persamaan (4.27) disubstitusikan ke persamaan (4.26) maka diperoleh nilai fluks
neutron yang memiliki energi antara E dan E  dE sebagai berikut :

S '''
 E   (4.28)
E s E 

Karena PE0  E  
1
E0

dan P E  E '  1
E
serta   0 , maka persamaan rapat

perlambatan neutron pada level energi E (persamaan 4.23) untuk medium hidrogen
dapat ditulis menjadi :
E
qE   S ''' 
E E

 
  
dE ' 0  s E '  E '
dE '' dE ' (4.29)
'
0
E 0 E 0 E

Dengan mensubstitusikan persamaan (4.28) ke persamaan (4.29), maka diperoleh :

E E E
S ''' 0
dE '' dE '
q E  
E0 0 E 0 E ' 2
dE '
 S '''
(4.30)
 

105
Integrasi persamaan pertama dari persamaan (4.30) menghasilkan :

S '''
E0
 
'''  E  0 
''' ''' E0
S ''' E S ''' E S ''' E
q E   E  0  S   ' 2 dE '  S E  S E'   
E0  
E E  E0 E E
E0 E0 E

Sehingga diperoleh :
qE   S ''' (4.31)

Hasil perhitungan ini sudah seharusnya demikian karena sebelumnya telah


diasumsikan bahwa tidak ada serapan neutron selama perlambatan. Dengan
demikian, nilai rapat perlambatan neutron untuk level energi berapapu di bawah
energi sumber neutron adalah nol.

b. Hamburan elastis isotropis pada moderator dengan A > 1


Rapat tumbukan pada rentang energi E0  E  E0
Pada moderator dengan A > 1, untuk energi E yang lebih besar daripada
E0 , persamaan (4.19) berlaku. Hal ini karena masih dimungkinkan neutron dari
sumber terhambur langsung sehingga energinya menjadi antara E dan E  dE .
Berdasarkan persamaan (2.122), untuk hamburan isotropis elastis berlaku
P E 0  E  
1
E0 1   

dan P E '  E  ' 1
. Dengan demikian, persamaan
E 1   
(4.19) dapat ditulis menjadi :

F E  
S '''
E0
 
F E ' dE '
E0 1    E 1    E '
 (4.32)

Diferensiasi dari persamaan (4.32) terhadap E memberikan :

dF E  F E 
 (4.33)
dE E 1   
Atau :
dF E  dE
 (4.34)
F E  E 1   

Integrasi dari persamaan (4.34) menghasilkan :

ln F E   ln C 
ln E
(4.35)
1

106
Dari persamaan (4.32), untuk E  E0 berlaku :

F E 0  
S '''

0E
 
F E ' dE '

S '''
(4.36)
E0 1    E0 1    E ' E0 1   

Pada E  E0 maka persamaan (4.35) menjadi :


ln E0
ln F E0   ln C  (4.37)
1
Atau :
ln E0
ln C  ln F E0   (4.38)
1

Substitusi persamaan (4.38) ke persamaan (4.35) memberikan :

ln E0 ln E
ln F E   ln F E0    (4.39)
1 1
Atau :
F E  1 E
ln  ln 0 (4.40)
F E 0  1   E
Atau :
1
 E  1
F E   F E0  0  (4.41)
 E 

Dengan mensubstitusikan persamaan (4.36) ke persamaan (4.41), maka diperoleh :

1
S '''  E0  1
F E     (4.42)
E0 1     E 
Atau :

S '''  E0  1
F E     (4.43)
E 1     E 

Dengan mensubstitusikan persamaan (4.29) ke persamaan (4.28) maka diperoleh nilai


fluks neutron yang memiliki energi antara E dan E  dE sebagai berikut :

107

S '''  E0  1
 E     (4.44)
E s E 1     E 

Rapat tumbukan dan rapat perlambatan pada rentang energi asimptotis ( E  E0 )
Pada energi neutron yang rendah ( E  E0 ), tidak terdapat neutron dari
sumber yang secara langsung terhambur hingga energinya menjadi antara E dan
E  dE . Batas maksimum energi neutron yang dapat terhambur hingga energinya
menjadi antara E dan E  dE adalah E /  . Dengan demikian, persamaan (4.32)
menjadi :
E

F E   
F E ' dE '   (4.45)
E
1    E '
Penyeselaian dari persamaan tersebut adalah :

F E  
C
(4.46)
E

Dalam hal ini C adalah konstanta yang akan dicari nilainya. Karena energi neutron
pada rentang energi asimptotik jauh lebih rendah daripada energi neutron yang
dipancarkan sumber neutron, maka pada medium dengan A > 1 tidak terdapat neutron
yang dipancarkan sumber neutron yang secara langsung diperlambat sehingga
energinya setara dengan energi neutron pada rentang asimptotik. Batas maksimum
energi neutron yang dapat terhambur hingga energinya menjadi antara E dan E  dE
adalah E /  . Dengan demikian rapat perlambatan neutron menjadi :

E E

q E     F E PE  E dE dE
' ' '' '
(4.47)
E E '


Dengan mensubstitusikan P E '  E   1
untuk hamburan isotropis serta
E 1   
'

 
F E' 
C
(dari persamaan 4.46) ke persamaan (4.47), maka diperoleh :
E'
E E
dE '' dE '
q E   C   E  1    (4.48)
' 2
E  E'

Integrasi dari persamaan (4.48) menghasilkan :

108
C  dE ' 
E E E E E
dE '' dE ' E  E ' dE '
q E   C   E  1    C  E  1    dE '  E   E E ' 
E E
' 2
E
' 2
 
1    E E ' 2 
C  1   E   C  1   ln  
q E    E      ln     1     ln   C 1    C
1   E E   E  1      1 
Karena tanpa serapan selama perlambatan, maka qE   S ''' . Sehingga diperoleh :
S '''
qE   S  C . Dengan demikian konstanta C 
'''
, dan persamaan (4.46)

menjadi :
S '''
F E   (4.49)
E

Jika persamaan (4.49) disubstitusikan ke persamaan (4.26) maka diperoleh nilai fluks
neutron yang memiliki energi antara E dan E  dE pada rentang energi asimptotis
untuk moderator dengan A > 1 sebagai berikut :

S '''
 E   (4.50)
E s E 

IV.1.4. Persamaan Fermi tanpa serapan neutron


Akan disusun neraca neutron yang terdapat dalam elemen volume dV yang

berada pada posisi r dari sebuah medium moderator yang memiliki lethargy antara
u dan u  du . Diasumsikan tidak ada serapan neutron dan juga tidak terdapat sumber
neutron yang memancarkan neutron pada rentang energi tersebut dalam medium.
Diasumsikan pula neraca neutron dalam medium tersebut sudah mencapai kondisi
steady state (tunak).
Dengan demikian, neraca neutron dalam hal ini dapat dirumuskan sebagai :

Perlambatan Perlambatan Migrasi netto


neutron pada neutron pada neutron dengan
lethargy u dalam - lethargy u+du = lethargy antara u
elemen volume dalam elemen dan u+du dalam
dV volume dV elemen volume dV


Perlambatan neutron pada lethargy u dalam elemen volume dV = qr , u dV

Perlambatan neutron pada lethargy u+du dalam elemen volume dV =

109

qr , u  du dV

Migrasi netto neutron dengan lethargy antara u dan u+du dalam elemen volume dV
 
=   J r , u dudV
Maka neraca neraca neutron yang terdapat dalam elemen volume dV dari sebuah
medium moderator yang memiliki lethargy antara u dan u  du adalah :
  
qr , u dV  qr , u  du dV    J r , u dudV (4.51)
Atau :
 
qr , u   qr , u  du   
   J r , u  (4.52)
du
Atau :
   
   J r , u   qr , u  (4.53)
u

Berdasarkan penjelasan pada Bab III tentang arus neutron, terdapat hubungan antara
arus neutron dengan fluks total neutron sebagai berikut :
   
J r , u    Dr , u  r , u  (4.54)

Maka persamaan (4.53) menjadi :


   
  Dr , u  r , u   qr , u  (4.55)
u

Jika koefisien difusi dianggap kostan terhadap posisi, maka :

  
Du  2 r , u   qr , u  (4.56)
u

Dengan mengasumsikan energi neutron telah mencapai rentang energi asimptotis,


maka peningkatan lethargy neutron tiap tumbukan dianggap sama sebesar  . Dengan
demikian :

    
u u
  '  
qr , u    F r , u du    s r , u '  r , u ' du '
'
(4.57)
u  u 

Dengan mengasumsikan bahwa fluks neutron dan tampang luntang hamburan neutron
adalah konstan pada rentang lethargi antara u   dan u , maka persamaan (4.57)
menjadi :

110
u
    
qr , u    s r , u  r , u   du '   s r , u  r , u  (4.58)
u 

Dengan demikian, diperoleh hubungan antara fluks neutron dengan rapat perlambatan
sebagai berikut :

 qr , u 
 r , u    (4.59)
 s r , u 

Substitusi persamaan (4.59) ke persamaan persamaan (4.56) menghasilkan :



qr , u   
Du  2
  qr , u  (4.60)
 s r , u  u

Jika tampang lintang hamburan dianggap konstant terhadap posisi, maka :

Du  2   
 qr , u   qr , u  (4.61)
 s u  u
Atau :
  
 2 qr , u   qr , u  (4.62)
Du 
u
 s u 

Didefinisikan umur Fermi  u  sebagai berikut :

 u   
u
D u'  
u '
0  s u
'
  (4.63)

 u  Du  Du 
Sehingga  atau   u . Dengan menggunakan variabel umur
u  s u   s u 
Fermi. Persamaan (4.62) dapat ditulis menjadi :

  
 2 qr ,   qr ,  (4.64)


Persamaan (4,60), persamaan (4.61), atau persamaan (4.64) disebut sebagai


persamaan Fermi untuk perlambatan neutron tanpa serapan neutron.

IV.2. Perlambatan neutron dengan serapan

111
Pada sub bab ini, akan dibahas perlambatan neutron dengan adanya serapan
neutron selama proses perlambatan, terutama yang disebabkan oleh serapan
resonansi. Parameter penting dalam pembahasan ini adalah peluang lolos serapan
resonansi, yaitu peluang neutron dapat diperlambat hingga energinya mencapai energi
di bawah dari energi resonansi. Peluang lolos serapan resonansi di sekitar puncak
resonansi dengan energi E1 disimbolkan sebagai pE1  atau secara lebih ringkas
ditulis sebagai p1 .

IV.2.1. Peluang lolos serapan resonansi oleh satu puncak resonansi


Tanpa serapan resonansi, semua neutron yang berasal dari sumber akan
berhasil diperlambat hingga energi berapapun. Dengan adanya serapan reonansi,
sebagian neutron akan diserap. Jumlah neutron yang terserap oleh sebuah puncak
resonansi di sekitar E1 dengan lebar praktis a ,1 dapat dirumuskan sebagai :

E1  a ,1

   E  E dE
''' ' ' '
R a ,1 a (4.65)
E1  a ,1

Dalam hal ini Ra''',1 adalah jumlah neutron yang terserap oleh puncak resonansi di
sekitar E1 per satuan volume per satuan waktu. Jika sumber neutron memancarkan
neutron sebelum mengalami perlambatan dengan kekuatan S ''' neutron per satuan
volume per satuan waktu, maka jumlah neutron yang berhasil diperlambat jika tidak
terdapat serapan resonansi adalah juga S ''' neutron per satuan volume per satuan
waktu. Dengan adanya serapan resonansi, maka jumlah neutron yang berhasil
diperlambat hingga energinya di bawah energi resonansi adalah S '''  Ra''',1 . Dengan
demikian peluang lolos serapan resonansi di sekitar E1 , yaitu p1 , adalah
perbandingan dari jumlah neutron yang berhasil diperlambat hingga energinya di
bawah energi resonansi dengan adanya serapan resonansi terhadap jumlah neutron
yang berhasil diperlambat hingga energinya di bawah energi resonansi tanpa adanya
serapan resonansi. Sehingga :
S '''  Ra''',1 Ra''',1
p1   1  (4.66)
S ''' S '''
Atau :
E1 a ,1

  E  E dE
1
p1  1  ''' a
' ' '
(4.67)
S E1 a ,1

E1
Puncak resonansi pada umumnya sempit, yaitu a ,1  1    . Dengan
2
demikian, dapat diasumsikan bahwa tidak terdapat neutron yang mengalami lebih dari

112
satu kali tumbukan pada puncak resonansi tersebut. Pendekatan ini disebut sebagai
pendekatan resonansi sempit (Narrow Resonance = NR approximation). Dengan
pendekatan ini, fluks neutron dianggap konstant terhadap energi pada puncak
resonansi tersebut. Nilai fluks didekati dengan nilai asimptotis, yaitu :

   
 E' 
S '''

 
S '''
       (4.68)
 E ' E 'T E '  E ' E '  a E '   s E '

Dengan mensubstitusikan persamaan (4.68) ke persamaan (4.67), maka peluang lolos


serapan resonansi di sekitar E1 dapat dihitung dengan :

E1 a ,1
 a E '  
 dE '
p1  1     '
 

' 
   
E1 a ,1   a E   s E   E E
' '
(4.69)

 
Pada persamaan, digunakan T E ' dalam perhitungan fluks asimptotis, bukan
 
 s E ' sebagaimana dijelaskan pada sub bab sebelumnya (Sub bab IV.1. tentang
perlambatan neutron tanpa serapan). Hal ini karena pada puncak resonansi, interaksi
serapan harus diperhitungkan.
Jika puncak resonansi sangat sempit, maka nilai  E ' dapat dianggap  
 
konstant di sekitar puncak resonansi tersebut, yaitu  E '   E1   1 . Dengan
demikian, persamaan (4.69) dapat didekati dengan :

1
E1 a ,1
 a E '    dE '
1 E1 a ,1   a E '   s E '  E '
p1  1   
    (4.70)

Untuk medium yang terdiri dari penyerap neutron resonansi dan moderator, maka :

1, A  pA  1,M  sM 1, A N A pA  1,M N M  sM


1   (4.71)
 pA   sM N A pA  N M  sM

Dalam hal ini indeks A menyatakan absorber (penyerap neutron resonansi) sedangkan
indeks M menyatakan moderator. Besaran N menyatakan densitas nuklida sedangkan
 menyatakan tampang lintang mikroskopis. Besaran  pA menyatakan tampang
lintang hamburan potensial mikroskopis dari absorber yang dihitung sebagai :

 pA  4R A2 (4.72)

Di mana R A adalah radius nuklida absorber yang dihitung dengan :

113
e2
RA  2
A1A/ 3 (4.73)
2 me c
Dengan e adalah muatan elementer elektron, me adalah massadari elektron, c adalah
kecepatan cahaya sedangkan AA adalah nomor massa nuklida absorber.

IV.2.2. Peluang lolos serapan resonansi oleh banyak puncak resonansi


Kebanyakan nuklida penyerap neutron memiliki banyak puncak resonansi
pada tingkat-tingkat energi berurutan, yaitu E1 , E 2 , ..., E i , ..., E n . Masing-masing
puncak resonansi memiliki lebar a ,1 , a , 2 , ..., a,i , ..., a,n sesuai dengan urutan
tingkat energinya. Dalam hal ini indeks i menyatakan urutan puncak resonansi
sedangkan n adalah jumlah puncak resonansi. Puncak-puncak resonansi dikatakan
terpisah (resolved) jika lebar puncak resonansi pada energi yang dimaksud kurang
dari selisih energi dari puncak tersebut dengan energi dari puncak sebelumnya dan
setelahnya, yaitu :
a ,i  Ei 1  Ei dan a ,i  Ei  Ei 1 (4.74)

Pada rentang energi epitermal, sebagian besar penyerap neutron memiliki


banyak puncak resonansi yang terpisah. Peluang lolos serapan resonansi keseluruhan
dari n puncak resonansi yang terpisah (resolved) disimbolkan sebagai p. Untuk
puncak-puncah resonansi yang terpisah, nilai p dapat dihitung sebagai perkalian dari
peluang lolos serapan resonansi dari puncak-puncak resonansi individual. Dengan
demikian :
n
p  p1 p 2 ... pi ... p n   pi (4.75)
i 1

Dengan menganggap bahwa fluks neutron pada semua mencapai nilai asimptotis dan
semua puncak resonansi sangat sempit, maka :

1
Ei a , i
  
a E '  dE '
 i Ei a ,i   a E '   s E '  E '
pi  1   
    (4.76)

Sehingga :
n 
p   1 
1
Ei a , i
  
a E '  dE ' 
 i   
 
 '
 
' 
Ei a , i   a E   s E  E 
' 
(4.78)
i 1

Dengan mengambil nilai logaritmik pada kedua ruas persamaan (4.78), diperoleh :

114
n

ln p   ln 1 
1
Ei a , i
 a E '  
 dE ' 
  i E    a E '   s E '  E ' 
 
i 1
 i a ,i
  
  (4.79)

Dalam teori matematika, untuk nilai x yang kecil, berlaku hubungan ln 1  x   x .


Dengan demikian, persamaan (4.79) dapat didekati dengan :

ln p  
n
1
Ei a , i
 a E '   dE '
   
 '
' 
i 1  i Ei a , i   a E   s E  E
'
  (4.80)

Persamaan (4.80) digeneralisasikan untuk deretan puncak-puncak resonansi baik yang


terpisah maupun yang tak terpisah sebagai berikut :

  a E   dE
E0

ln p     
 
' 
(4.81)

Eth  a  E    s E   E E

Dalam hal ini E 0 adalah energi neutron yang dipancarkan oleh sumber neutron
sedangkan Eth adalah batas antara rentang energi neutron termal dengan rentang
energi neutron epitermal (thermal energy treshold).
Peluang lolos serapan resonansi keseluruhan selanjutnya dapat dihitung
sebagai :
 E0   a E   dE 
p  exp      (4.82)
 E   a E    s E    E E 
 th 

Dalam variabel lethargy, peluang lolos serapan resonansi keseluruhan dapat ditulis
sebagai :
 u0   a u   du 
p  exp      (4.83)
 u   a u    s u    u  
 th 

Dalam hal ini u 0 adalah lethargy neutron yang dipancarkan oleh sumber neutron
sedangkan u th adalah batas antara rentang lethargy neutron termal dengan rentang
lethargy neutron epitermal (thermal lethargy treshold).

IV.2.3. Integral resonansi (resonance integral)


Pada medium yang terdiri dari campuran moderator dengan penyerap
neutron resonansi (resonance absorber), maka :

 a E    aA E    aM E   N A aA E   N M  aM E  (4.84)

115
 s E    sA E    sM E   N A sA E   N M  sM E  (4.85)
 A E N A pA E   1,M N M  sM E 
 E   (4.86)
N A pA E   N M  sM E 

Dalam hal ini indeks A menyatakan absorber (penyerap neutron resonansi) sedangkan
indeks M menyatakan moderator. Besaran N menyatakan densitas nuklida sedangkan
 menyatakan tampang lintang mikroskopis. Tampang lintang absorber dinyatakan
sebagai berikut :
 sA E    pA E    rA E  (4.87)

Besaran  pA menyatakan tampang lintang hamburan potensial mikroskopis dari


absorber yang telah dijelaskan pada persamaan (4.72) dan persamaan (4.73).
Sedangkan  rA E  adalah tampang lintang hamburan resonansi dari absorber yang
untuk energi puncak resonansi pada energi dihitung Ei sebagai :

Ei   n,i  1  2R  x 
 rA,i x    sA,i 
 
   A  i 2 
 (4.88)
 1  x i  i  1  x i
2
EC  i 
Dalam hal ini :
xi 
2
E C  E i  (4.89)
i

Besaran i dan  sA,i masing-masing adalah lebar puncak resonansi dan tampang
lintang hamburan mikroskopis absorber pada energi puncak resonansi Ei .
Dengan mensubstitusikan persamaan (4.87) ke persamaan (4.85) maka
diperoleh :
 s E   N A  sA E    rA E   N M  sM E  (4.90)

Substitusi dari persamaan (4.84) dan persamaan (4.90) ke persamaan (4.82)


menghasilkan :
 E0  N A aA E   N M  aM E   dE 
p  exp      
 E  N A  aA E    pA E    rA E   N M  sM E    E E 
(4.91)
 th   

Selanjutnya, jika  ,  sM dan  pA dianggap konstan terhadap energi, maka


persamaan (4.91) menjadi :

116
 1 E0  N A aA E   N M  aM E   dE 
p  exp       (4.92)
  E  N A  aA E    rA E   N A pA  N M  sM  E 
 th   
Didefisikan tampang lintang hamburan potensial (disimbolkan sebagai  p ) sebagai
berikut :
 p  N A pA  N M  sM (4.93)
Persamaan (4.92) menjadi :

  N  
   aA E   M  aM E   
 N 
E0
 N  dE
p  exp   A E  N A
A

 p  E  (4.94)


th  1 

 aA E    rA E   
   p  

Besaran integral resonansi (resonance integral), yang disimbolkan sebagai I


didefinisikan sebagai :
 N 
E0
  aA E   M  aM E  
 NA  dE
I    E (4.95)
NA
Eth  1 

 aA E    rA E  
 p 

Dalam variabel lethargy, integral resonansi ditulis sebagai :

 N 
E0
  aA u   M  aM u  
 NA 
I   du (4.96)
N
Eth  1 

A
 aA u    rA u  
  p 

Seringkali, karena nilainya yang sangat kecil, tampang lintang serapan moderator
diabaikan terhadap tampang lintang serapan absorber. Sehingga integral resonansi
dapat didekati dengan :
 
 
 aA E 
E0
  dE
I    E (4.97)
NA
Eth  1 

 aA E    rA E  
 p 
Atau :

117
 
 
 aA u 
E0
 
I   du (4.98)
NA
Eth  1 

 aA u    rA u  
 p 

Dengan menggunakan integral resonansi, peluang lolos serapan resonansi


keseluruhan dapat dihitung sebagai berikut :

 N I
p  exp   A  (4.99)
  
 p 

IV.2.3. Efek Doppler


Serapan resonansi dalam kenyataannya dipengaruhi oleh suhu medium
penyerap. Semakin tinggi suhu medium penyerap, serapan resonansi semakin
bertambah sehingga peluang lolos serapan resonansi (p) semakin berkurang.
Fenomena ini disebut sebagai efek Doppler. Efek ini terjadi sebagai akibat perubahan
energi pusat massa neutron nuklida ketika nuklida bergerak random sebagai akibat
dari efek termal.
Efek Doppler dari satu puncak resonansi akan dijelaskan pada sub bab ini.
Tampang lintang mikroskopis di sekitar energi puncak resonansi E1 diberikan oleh
rumus Breit Wigner pada persamaan (2.157). Nilai tampang lintang serapan
mikroskopis di sekitar puncak resonansi tergantung pada energi pusat massa neturon
nuklida, yaitu EC yang telah dirumuskan pada persamaan (2.164).
Nuklida penyerap neutron resonansi pada umumnya memiliki nomor massa
A
yang besar sehingga  1 . Di samping itu, energi kinetik nuklida jauh lebih kecil
A 1
dibandingkan dengan energi kinetik neutron pada rentang energi epitermal
( E N  E ). Dengan demikian, persamaan (2.164) dapat disederhanakan menjadi :

 mA 
EC   E  vV  (4.100)
 A 1 

Dalam hal ini E adalah energi kinetik neutron, v adalah kecepatan neutron, V adalah
komponen kecepatan nuklida sepanjang garis lurus yang menghubungkan neutron
dan nuklida, m adalah massa neutron dan A adalah nomor massa nuklida absorber.
Akibat efek termal, nuklida absorber bergerak random. Dengan
mengasumsikan bahwa kondisi kesetimbangan termal telah tercapai, komponen
kecepatan gerak nuklida sepanjang garis lurus yang menghubungkan neutron dan
nuklida (yaitu V) dapat dianggap memenuhi distribusi Maxwell, yaitu :

118
 MV 2 
1/ 2
 M 
N V dV  N   exp   dV (4.101)
 2kT   2 kT 

Dalam hal ini M adalah massa nuklida, T adalah suhu medium penyerap resonansi, k
adalah konstanta Boltzmann, N adalah densitas nuklida absorber keseluruhan
sedangkan N V  adalah densitas nuklida absorber yang memiliki komponen
kecepatan gerak sepanjang garis lurus yang menghubungkan neutron dan nuklida
antada V dan V+dV.
Hubungan antara kecepatan gerak neutron (v) dan kecepatan gerak nuklida (V)
pada kerangka L dengan kecepatan gerak neutron pada kerangka C (yaitu vC )
diberikan oleh :
Av  V 
vC  (4.102)
1 A

Untuk nuklida dengan nomor massa besar, persamaan (4.102) didekati dengan :

vC  v  V (4.103)

Nilai efektif dari kecepatan gerak neutron pada kerangka pusat massa selanjutnya
dihitung dengan :

vC  v  V  v   VN V dV
1
(4.104)
N 
Atau :
 1/ 2 
 MV 2   MV 2 
1/ 2
1  M   M 
N   2kT  
vC  v  VN   exp  
 2kT   dV  v    V exp   dV
   2kT    2kT 

 2kT  
1/ 2 
 MV 2  2  MV 2
1/ 2
1 M  1 M 
v  
2  2kT   exp   2kT dV  v  


2  2kT 
   exp  
 M   2kT
 

 

Atau :
vC  v (4.105)

Tampang lintang mikroskopis efektif di sekitar puncak resonansi E1 pada


suhu T dihitung sebagai rerata terhadap distribusi kecepatan nuklida, yaitu :


 a E , T    v  E N V dV
1
C a C (4.106)
vC N 

119
Dari persamaan (4.105), maka :

 a E , T   vC  a EC N V dV
1
vN 
(4.107)

Dengan mensubstitusikan persamaan (4.101) ke persamaan (4.107), maka diperoleh :



 MV 2 
1/ 2
 M 
 a E , T    
1
vN 
v  E N   exp   dV (4.108)
 2kT 
C a C
 2kT 

Energi kinetik pusat massa neutron nuklida telah dirumuskan pada persamaan
(2.161). Untuk nuklida dengan nomor massa besar, persamaan tersebut dapat
disederhanakan menjadi :
1
EC  mvC2 (4.109)
2
2 EC 2E
Sehingga vC  . Demikian juga v  . Dengan demikian, persamaan
m m
(2.107) menjadi :

 MV 2 
1/ 2 1/ 2 1/ 2
 m  1  2 EC   M 
 a E , T         a EC N  2kT  exp   2kT dV (4.110)
 2 E  N  m 
Atau :
1/ 2 
 MV 2 
1/ 2
1  m  AE C 
 a E , T       a EC   exp   dV (4.111)
  2 E    kT   2kT 

Nilai  a EC    a x  diberikan oleh rumus Breit Wagner pada persamaan (2.157).
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.157) ke persamaan (4.111), maka :

1/ 2 
E1  a  1  AE C   MV 2 
1/ 2
1  m
 a E , T          exp   dV (4.112)
  2E  EC    1  x 2  kT 
a1
  2 kT 
Atau :
1/ 2 
  MV 2  MV 2
1/ 2 1/ 2
1  m  2kT   AE1 
 a E , T  
1
 
  2E 

 M 
  a1  a


 kT 
  2 exp   2kT d 2kT
1  x
Atau :
1/ 2 
   E   MV 2  MV 2
 a E , T  
1 1

 a1  a  1 
   E 
 2   2kT d 2kT
1  x
exp (4.113)

120
Nilai x diberikan oleh persamaan (2.160), yaitu x 
2
EC  E1  . Sementara itu dari

mA mA 2E
persamaan (4.100), EC  E  vV  E  V  E  V 2mE . Sehingga :
A 1 A 1 m
2 MV 2 4 EkT 
2
  2

x  E  V 2mE  E1  E  E1  V 2mE   E  E1 
   
 2kT A 
4 EkT 4 E1kT
Didefinisikan D   , sehingga :
A A
2  MV 2  MV 2 E  E1    x
x E  E1  D →    
  2kT 
 2 kT D 
 D 2
2
MV 2    dx MV 2  E  E1    x
d    →     
2kT  D  2 2kT  D  D

 2
Dengan demikian, persamaan (4.113) menjadi :

    E 
1/ 2
   1   E  E    x 2 
 a E , T   a1  a  1     exp    1
    dx (4.114)
 
2     E  
 D   
2
 1 x
  D  D  2 

Karena x 
2
EC  E1   2 E  E1  , maka persamaan (4.114) ditulis menjadi :
 
 a1  a  E1   1
1/ 2  1   2 
 a E , T       exp     x  y  2
dy (4.115)
2   D  E  1  y
2  4  D  
 

Jika T = 0, yang berarti D   , maka :

  a  E1 
1/ 2
   1  1  
2

 a E ,0  a1    lim    exp    x  y 2 dy
2     E  D  
 D 1  y
2  4  D  
 

Dan hasilnya adalah :


   E 
1/ 2

 a E ,0   a1  a  1 
1
(4.116)
   E  1 x2

Yang tidak lain adalah rumus Breit Wigner, yaitu nilai tampang lintang serapan
mikroskopis pada saat tidak terjadi efek Doppler.

121
Untuk T besar, maka persamaan (4.115) dapat didekati dengan :

  a    E  E 2 
 a E , T    a1   exp    1
  (4.116)
2  D    D  
 

Luas area tampang lintang serapan di sekitar puncak resonansi dapat dihitung sebagai
berikut :

 a1  a   E1   1
1/ 2  1   2 
      2
0 a
 E , T dE        2  4  D 
2   D  0  E  1  y
exp  x  y

dydE (4.117)
 

Dan hasilnya adalah :



a
  E, T dE  
0
a a1

(4.118)

Yang tidak lain adalah sama dengan hasil integrasi yang diberikan oleh persamaan
(2.171), yaitu pada saat T = 0 atau saat tidak terjadi efek Doppler. Hal ini juga berarti
luas luas area dibawah kurva tampang lintang serapan di sekitar puncak resonansi
tetap, tidak tergantung suhu medium.
Karena luas area dibawah kurva tampang lintang serapan di sekitar puncak
resonansi tetap, maka dapat disimpulkan bahwa efek Doppler menghasilkan
penurunan nilai tampang lintang serapan resonansi puncak resonansi (pada energi E1 )
tetapi puncak resonansi tersebut melebar.
Pelebaran puncak resonansi menyebabkan distorsi spektrum neutron di
sekitar energi resonansi dibandingkan dengan spektrum asimptotik. Distorsi ini
disebabkan oleh bertambahnya serapan neutron yang berenergi lebih tinggi daripada
energi puncak resonansi. Semakin tinggi suhu, puncak resonansi adan semakin
melebar sehingga serapan neutron neutron yang berenergi lebih tinggi daripada energi
puncak resonansi semakin bertambah. Dengan demikian distorsi spektrum neutron
terhadap spektrum asimptotik akan semakin bertambah.Efek dari distorsi ini adalah
semakin banyaknya neutron yang terserap sehingga peluang serapan resonansi makin
berkurang. Dengan demikian, kenaikan suhu absorber akan mengurangi peluang lolos
serapan resonansi.
Perbandingan densitas nuklida absorber terhadap densitas nuklida moderator
juga berpengaruh terhadap efek Doppler. Jika nilai perbandingan tersebut terlalu kecil
(terlalu sedikit absorber), pengaruh efek Doppler menjadi kecil. Hal ini wajar karena
jumlah neutron yang mengalami serapan resonansi juga kecil. Jika terlalu banyak
absorber, maka efek Doppler juga menjadi kecil karena pengaruh dari spektrum self
shielding. Dalam hal ini, neutron yang terserap saat energinya cukup tinggi
bertambah sehingga mengurangi serapan pada energi yang lebih rendah. Dengan

122
demikian terdapat perbandingan absorber dan moderator tertentu yang memberikan
efek Doppler maksimum, yaitu nilai penurunan peluang lolos serapan resonansi per
derajat kenaikan suhu yang paling besar.

IV.2.4. Persamaan Fermi tergeneralisasi (generalized Fermi equation)


Pada sub bab ini, akan disusun neraca neutron yang terdapat dalam elemen

volume dV yang berada pada posisi r dari sebuah medium moderator yang memiliki
lethargy antara u dan u  du . Dalam sub bab ini, serapan neutron selama
perlambatan dan adanya neutron yang dipancarkan oleh sumber neutron dengan
energi yang berada dalam rentang energi perlambatan diperhitungkan.
Dengan demikian, neraca neutron dalam hal ini dapat dirumuskan sebagai :

Laju akumulasi Migrasi netto Perlambatan Perlambatan


neutron dengan neutron dengan neutron pada neutron pada
lethargy antara lethargy antara lethargy u lethargy u+du
= - + -
u dan u+du u dan u+du dalam elemen dalam elemen
dalam elemen dalam elemen volume dV volume dV
volume dV volume dV

Laju produksi Laju produksi


Laju serapan neutron dengan neutron dengan
neutron dengan lethargy antara lethargy antara
- lethargy antara + u dan u+du + u dan u+du
u dan u+du dalam elemen dalam elemen
dalam elemen volume dV volume dV oleh
volume dV oleh reaksi fisi sumber neutron
non fisi


Perlambatan neutron pada lethargy u dalam elemen volume dV = qr , u, t dV

Perlambatan neutron pada lethargy u+du dalam elemen volume dV =



qr , u  du, t dV

Migrasi netto neutron dengan lethargy antara u dan u+du dalam elemen volume dV
 
=   J r , u, t dudV

Laju serapan neutron dengan lethargy antara u dan u+du dalam elemen volume dV
 
=  a r , u, t  r , u, t dudV

Laju produksi neutron dengan lethargy antara u dan u+du dalam elemen volume dV
UN
 
oleh reaksi fisi =  u    u ' f r , u ' , t  r , u ' , t du 'dudV
0

123
Laju produksi neutron dengan lethargy antara u dan u+du dalam elemen volume dV

oleh sumber neutron non fisi = S ''' r , u, t dudV

Laju akumulasi neutron dengan lethargy antara u dan u+du dalam elemen volume dV
1  
=  r , u, t dudV
vu  t
Maka neraca neraca neutron yang terdapat dalam elemen volume dV dari sebuah
medium moderator yang memiliki lethargy antara u dan u  du adalah :

1      
 r , u, t dudV    J r , u, t dudV  qr , u, t dV  qr , u  du, t dV
vu  t
 
  a r , u, t  r , u, t dudV (4.119)
UN
  
  u    u ' f r , u ' , t  r , u ' , t du 'dudV  S ''' r , u, t dudV
0

Dalam hal ini U N adalah lethargy maksimum neutron dalam medium yang
bersesuaian dengan energi minimum neutron dalam medium. Dengan membagi
semua suku pada persamaan (4.119) dengan dudV , maka diperoleh :
 
1     qr , u  du, t   qr , u, t   
 r , u, t     J r , u, t     a r , u, t  r , u, t 
vu  t du
UN (4.120)
  
  u    u ' f r , u ' , t  r , u ' , t du '  S ''' r , u, t 
0
Atau :

1        
 r , u, t     J r , u, t   qr , u, t    a r , u, t  r , u, t 
vu  t u
UN (4.121)
  
  u    u ' f r , u ' , t  r , u ' , t du '  S ''' r , u, t 
0

Berdasarkan penjelasan pada Bab III tentang arus neutron, terdapat hubungan antara
arus neutron dengan fluks total neutron sebagai berikut :
   
J r , u, t    Dr , u, t  r , u, t  (4.122)

Maka persamaan (4.121) menjadi :

124
1        
 r , u, t     Dr , u, t  r , u, t   qr , u, t    a r , u, t  r , u, t 
vu  t u
UN (4.123)
  
  u    u ' f r , u ' , t  r , u ' , t du '  S ''' r , u, t 
0

Jika koefisien difusi dianggap kostant terhadap posisi dan waktu, maka persamaan
(4.123) dapat disederhanakan menjadi :

1       
 r , u, t   Du  2 r , u, t   qr , u, t    a r , u, t  r , u, t 
vu  t u
UN (4.124)
  
  u    u ' f r , u ' , t  r , u ' , t du '  S ''' r , u, t 
0

Dengan mengasumsikan energi neutron telah mencapai rentang energi asimptotis,


maka peningkatan lethargy neutron tiap tumbukan dianggap sama sebesar  . Dengan
demikian :

    
u u
  '  
qr , u, t    F r , u , t du    T r , u ' , t  r , u ' , t du '
'
(4.125)
u  u 

Dalam hal ini digunakan T r , u ' , t    a r , u ' , t    s r , u ' , t  karena setapan neutron
  

selama perlambatan diperhitungkan. Dengan mengasumsikan bahwa fluks neutron


dan tampang luntang hamburan neutron adalah konstan pada rentang lethargi antara
u   dan u , maka persamaan (4.57) menjadi :
u
    
qr , u, t    s r , u, t  r , u, t   du '   T r , u, t  r , u, t  (4.126)
u 

Dengan demikian, diperoleh hubungan antara fluks neutron dengan rapat perlambatan
sebagai berikut :
 
 qr , u, t  qr , u, t 
 r , u, t       (4.127)
 T r , u, t    a r , u, t    s r , u, t 

Substitusi persamaan (4.127) ke persamaan persamaan (4.124) menghasilkan :


   
1  qr , u, t  qr , u, t     a r , u, t qr , u, t 
  D u  2
  q r , u , t   
vu  t  T r , u, t   T r , u, t  u  T r , u, t 
  (4.128)
UN
 f r , u ' , t qr , u ' , t  
  u    u '  du '  S ''' r , u, t 
0
 T r , u ' , t 

125
Jika tampang lintang serapan dan tamoang lintang hamburan dan dianggap konstant
terhadap posisi dan waktu, maka :

  Du  2     u  
qr , u, t    qr , u, t   qr , u, t   a qr , u, t 
1
vu  T u  t  T u  u  T u 
(4.129)
UN
 f u '  
  u    u ' qr , u ' , t du '  S ''' r , u, t 
0
 T u '
Atau :
      u  
qr , u, t    2 qr , u, t   qr , u, t   a qr , u, t 
1
vu Du  t Du  Du 
u
 T u  (4.130)
 T u  
UN
 f u '   
  u    u ' qr , u ' , t du '  S ''' r , u, t 
Du   
0
 T u ' 

Didefinisikan umur Fermi  u  sebagai berikut :

 u   
u
 
D u'
u '
 
0  T u
'
(4.131)

 u  Du  Du 
Sehingga  atau   u . Dengan menggunakan variabel
u  T u   T u 
umur Fermi. Persamaan (4.131) dapat ditulis menjadi :

        
qr , , t    2 qr , , t   qr , , t   a qr , , t 
1
v Du  t  D 
(4.132)
     f  ' 
UN
 
 T        ' qr , ' , t d '  S ''' r , , t 
D   0
 T  ' 

Persamaan (4.128), persamaan (4.129) atau persamaan (4.132) disebut sebagai


persamaan Fermi umum untuk perlambatan neutron.

IV.2.5. Persamaan Fermi pada kondisi steady state


Persamaan Fermi dalam kondisi steady state adalah sebagai berikut :

126
  Du  2   u  
qr , u    qr , u   a qr , u 
u  T u   T u 
(4.133)
UN
 f u '  
  u    u ' qr , u 'du '  S ''' r , u 
0
 T u '

Pada sub bab ini, akan diselesaikan beberapa kasus sederhana dari perlambatan
neutron, yaitu penyelesaian beberapa kasus sederhana dari persamaan Fermi. Daro
penyelesaian ini, akan diperoleh beberapa aspek penting dari perelambatan neutron.

a. Perlambatan neutron dalam medium takhingga tanpa serapan dan sumber selama
perlambatan
Kasus pertama adalah perlambatan neutron pada medium takhingga tanpa
serapan neutron dan sumber neutron selama perlambatan. Suatu sumber neutron
monoenergetik yang memancarkan neutron pada energy E 0 (berkaitan dengan
lethargy u  0 ) terdistribusi merata dalam medium takhingga dengan kekuatan
S ''' neutron per satuan volume per satuan waktu. Tidak ada serapan neutron selama
perlambatan. Tidak ada sumber neutron lainnya baik dari reaksi fisi ataupun non fisi
yang memancarkan neutron dengan energy di bawah E 0 . Persamaan Fermi untuk
kasus ini adalah :
qu   0
d
(4.134)
du

Sehingga penyelesaian umumnya adalah qu   C . Pada saat u  0 , rapat


perlambatan harus sama dengan kuat sumber neutron sehingga q0  C  S ''' .
Dengan demikian C  S ''' . Maka penyelesaian untuk kasus ini adalah :

qu   S ''' (4.135)

Penyelesaian ini memang sudah sewajarnya demikian. Dengan medium yang


takhingga, maka tidak ada neutron yang lolos keluar medium selama perlambatan.
Demikian juga karena medium tidak menyerap neutron, maka tidak ada neutron yang
hilang karena serapan selama perlambatan. Dengan tiadanya neutron yang hilang dari
medium karena lolos keluar medium dan terserap, maka rapat perlambatan untuk
semua lethargy sudah seharusnya sama dengan kuat sumber neutron.

b. Perlambatan neutron dalam medium takhingga dengan serapan tetapi tanpa sumber
selama perlambatan
Kasus kedua adalah perlambatan neutron pada medium takhingga dengan
serapan neutron tetapi tanpa sumber neutron selama perlambatan. Suatu sumber

127
neutron monoenergetik yang memancarkan neutron pada energy E 0 (berkaitan
dengan lethargy u  0 ) terdistribusi merata dalam medium takhingga dengan
kekuatan S ''' neutron per satuan volume per satuan waktu. Terdapat serapan neutron
selama perlambatan, tetapi tidak ada sumber neutron lainnya baik dari reaksi fisi
ataupun non fisi yang memancarkan neutron dengan energy di bawah E 0 . Persamaan
Fermi untuk kasus ini adalah :
 u 
qu    a qu 
d
(4.136)
du  T u 
Atau :
dqu   u 
 a du (4.137)
qu   T u 

Sehingga penyelesaiannya umumnya adalah :

 u  u ' 
qu   C exp    a du '  (4.138)
 0  T u ' 

Pada saat u  0 , rapat perlambatan harus sama dengan kuat sumber neutron sehingga
q0  C  S ''' . Dengan demikian C  S ''' . Maka penyelesaian untuk kasus ini adalah :

 u  u ' 
qu   S ''' exp    a du '  (4.139)
 0  T u ' 

Pada sub bab IV.2.1. tetal dirumuskan peluang lolos serapan resonansi pada
persamaan (4.83), yang dapat dituliskan kembali sebagai berikut :

 u  a u '  du '   u  a u ' du ' 


pu   exp     
   u '  u ' 
  exp    (4.140)
 0   a u '   s u '   u ' 

 0 T 

Dalam hal ini pu  adalah peluang lolos serapan resonansi dalam perlambatan
neutron hingga mencapai lethargy u. Persamaan (4.139) selanjutnya dapat ditulis
menjadi :
qu   S ''' pu  (4.141)

Dengan demikian, rapat perlambatan neutron menjadi berkurang dengan peningkatan


lethargy akibat adanya serapan resonansi.

128
c. Perlambatan neutron dalam medium takhingga dengan serapan dan sumber selama
perlambatan
Kasus ketiga adalah perlambatan neutron pada medium takhingga dengan
serapan neutron dan sumber neutron selama perlambatan. Suatu sumber neutron
monoenergetik yang memancarkan neutron pada energy E 0 (berkaitan dengan
lethargy u  0 ) terdistribusi merata dalam medium takhingga dengan kekuatan
S ''' neutron per satuan volume per satuan waktu. Terdapat serapan neutron selama
perlambatan. Terdapat juga sumber neutron lainnya baik dari reaksi fisi ataupun non
fisi yang memancarkan neutron dengan energy di bawah E 0 . Persamaan Fermi untuk
kasus ini adalah :
 a u 
UN
 f u '
qu   qu    u    u ' qu 'du '  S ''' u 
d
(4.142)
du  T u  0
 T u '

 u  a u ' 
Diaplikasikan faktor integrasi dalam bentuk exp   du '  terhadap semua suku
 0  T u ' 
pada persamaan (4.142) sehingga diperoleh :

 d   u  u '   u   u  u ' 
 qu  exp   a du '   a qu  exp   a du '  
 du   0  T u '   T u   0  T u ' 
(4.143)
 u '
 exp    a u ' du ' 
 UN
 u 
  u   u ' f    
0  '''
q u ' du ' S u  0  u ' 

  T u ' 
  T 
Atau :
d   u  a u ' 
q u  exp   du '   
du   0  T u '  

(4.144)
 u '
 exp    a u ' du ' 
 UN
 u 
  u   u ' f    
0  '''
q u ' du ' S u  0  u ' 

  T u ' 
  T 

Penyelesaian umum dari persamaan (4.144) adalah :

 u  u ' 
qu  exp   a du '  
 0  T u ' 
(4.145)
 u ' '
 exp    a u ' ' du ' ' du 'C
u
 UN
  u' 
  u '  u ' ' f    
0  0  '''
q u ' ' du ' ' S u '  
  T u ' ' 
  0  T u ' ' 

129
Pada saat u  0 , rapat perlambatan harus sama dengan kuat sumber neutron sehingga
q0  C  S ''' . Dengan demikian C  S ''' . Dengan demikian, penyelesaian untuk
kasus ini adalah :

 u  u ' 
qu  exp   a du '  
 0  T u ' 
(4.146)
u
 UN
 u ' '   u '  u ' ' 
  u '  u ' ' f qu ' 'du ' '  S ''' u ' exp   a
0  0  T u ' ' 
 0  T u ' '
du ' ' du ' S '''

 

Dengan menggunakan peluang lolos serapan resonansi pu  sebagaimana


dirumuskan pada persamaan (4.140), maka persamaan (4.146) dapat ditulis menjadi :

qu 
u
 UN
 f u ' '  du '
    u '   u ' ' qu ' 'du ' '  S ''' u '  S ''' (4.146)

pu  0

0

 T u ' '   
 p u' 
Atau :
u UN
 f u ' '  du '
qu   pu   u '   u ' '
 qu ' 'du ' '  S ''' u '  S ''' pu  (4.147)

0 0
 T u ' '  pu '

d. Perlambatan neutron dalam medium berhingga satu dimensi tanpa serapan dan
sumber selama perlambatan
Kasus pertama adalah perlambatan neutron pada medium berhingga satu
dimensi tanpa serapan neutron dan sumber neutron selama perlambatan. Suatu
sumber neutron monoenergetik yang memancarkan neutron pada energy
E 0 (berkaitan dengan lethargy u  0 ) terdistribusi merata dalam medium berhingga
satu dimensi dengan kekuatan S ''' neutron per satuan volume per satuan waktu. Tidak
ada serapan neutron selama perlambatan. Tidak ada sumber neutron lainnya baik dari
reaksi fisi ataupun non fisi yang memancarkan neutron dengan energy di bawah E 0 .
Persamaan Fermi untuk kasus ini adalah :

 Du  1  m 
qr , u   r qr , u  (4.148)
u  s u  r m r r

Dalam hal ini r menyatakan posisi karekteristik satu dimensi sedangkan m adalah
bilangan bulat yang menyatakan karakteristik bentuk geometri, yaitu m = 0 untuk
bentuk slab yang luas, m = 1 untuk silinder panjang dan m = 2 untuk bola uniform.
Syarat batas untuk penyelesaian dari persamaan (4.148) adalah :

130

r 0  qr , u   0 (4.149)
r
r  a   qr, u   0 (4.150)
u  0  qr , u   S r  '''
(4.151)

Dalam hal ini, r = 0 adalah posisi pusat atau pertengahan medium sedangkan r = a
adalah posisi permukaan luar medium. Besaran  merupakan jarak ekstrapolasi
sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III tentang difusi neutron.
Penyelesaian persamaan (4.148) adalah :

  Du ' 
u
qr , u    C n exp   Bn 
2
du '  Bn r  (4.152)
n 1  0
 s u ' 

Nilai eigen ( Bn ) dan fungsi eigen ( Bn r  ) tergantung pada bentuk geometri medium
sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Nilai eigen dan fungsi eigen


Bentuk geometri Nilai eigen Fungsi eigen
Slab luas uniform dengan   2n  1   Bn r   cosBn r 
tebal 2a Bn   
2  a  
Silinder panjang uniform w  Bn r   J 0 Bn r 
berjari-jari a Bn  n
a 
Bola uniform berjari-jari a n sin Bn r 
Bn    Bn r  
a  Bn r

Berdasarkan syarat batas (2.151), maka pada u = 0, persamaan (4.152) menjadi :


qr ,0   C n Bn r  (4.153)
n 1

Dengan menggunakan teori deret Fourier umum, konstanta Cn dapat dihitung sebagai
berikut :

 S r ' B r 'r 
a
''' ' m
n dr '
Cn  0
(4.154)
 B r 'r 
a
2 ' m
n dr '
0

131
Dengan demikian, persamaan (4.152) untuk rapat perlambatan pada posisi r dan
lethargy u dapat dirumuskan menjadi :

 a ' '' 
  S r ' Bn r ' r ' dr ' 
m
 
  Du '  
u
qr , u    exp   Bn2  du '  0 a  Bn r  (4.155)
  
n 1  0 s u ' 
  Bn r ' r dr ' 
2 ' m
 
 0 
Atau :
  
  
a
   u
     B r ' 
  B r  r ' m

qr , u    S ''' r '  exp   Bn2 
D u '
du '  a n n
 dr ' (4.156)
   u '    Bn r 'r  dr '  
 
0 n 1 0 s 2 ' m

 
  0 
Didefisisikan fungsi Green sebagai berikut :
 
 
  u
     B r ' 
  B r  r ' m

G r '  r , u    exp   Bn2 
D u '
du '  a n n
 (4.157)
 s u ' 
n 1  0
   2
 B n r ' r 
' m
dr ' 

 0 

Dengan menggunakan fungsi Green, persamaan (4.152) untuk rapat perlambatan pada
posisi r dan lethargy u dapat dirumuskan menjadi :
a
qr , u    S ''' r 'Gr '  r , u dr ' (4.158)
0

e. Perlambatan neutron dalam medium berhingga satu dimensi dengan serapan dan
sumber neutron non fisi serta reaksi fisi selama perlambatan
Kasus yang lebih umum adalah perlambatan neutron dengan serapan dan
sumber neutron baik dari reaksi fisi maupun sumber non fisi. Dalam kasus ini,
sumber tidak monoenergetik melainkan memancarkan neutron pada berbagai
lethargy. Persamaan perlambatan neutron dalam hal ini adalah :

 Du  1  m   u 
qr , u   r qr , u   a qr , u 
u  T u  r r r
m
 T u 
(4.159)
UN
 f u '
  u    u ' qr , u 'du '  S r , u 
'''

0
 T u '

132
Dalam hal ini r menyatakan posisi karekteristik satu dimensi sedangkan m adalah
bilangan bulat yang menyatakan karakteristik bentuk geometri, yaitu m = 0 untuk
bentuk slab yang luas, m = 1 untuk silinder panjang dan m = 2 untuk bola uniform.
Syarat batas untuk penyelesaian dari persamaan (4.159) adalah :


r 0  qr , u   0 (4.160)
r
r  a    qr, u   0 (4.161)
u  0  qr , u   0 (4.162)

Dalam hal ini, r = 0 adalah posisi pusat atau pertengahan medium sedangkan r = a
adalah posisi permukaan luar medium. Besaran  merupakan jarak ekstrapolasi
sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III tentang difusi neutron.
Persamaan (4.159) selanjutnya ditulis sebagai :

    u  a u '   a u   u  a u ' 
 qr , u  exp   du '   qr , u  exp   du ' 
 u   0  T u '   T u   0  T u ' 
Du  1  m   u  a u ' 
 r qr , u  exp   du '  (4.164)
 T u  r r r
m
 0  T u ' 
 UN
 f u '   u  u ' 
   u    u ' qr , u 'du '  S ''' r , u  exp   a du ' 

 0
 T u ' 
  0  T u ' 
Atau :
   u  a u '  Du  1  m    u  a u ' 
qr , u  exp  
  
du '   r q r , u  exp    u '  
 du ' 
u  0 T  u '  
  T u  r m
 r  r 
 0 T 
(4.165)
 UN
 f u '   u
 u '  
   u    u ' qr , u 'du '  S ''' r , u  exp   a du ' 

 0
  T u '  
 0   T u '  

Didenifisikan variabel q A r , u  dan S A''' r , u  sebagai berikut :

 u  u ' 
q A r , u   qr , u  exp   a du '  (4.166)
 0  T u ' 
 UN
 f u '   u  u ' 
S A r , u    u    u '
'''  qr , u 'du '  S ''' r , u  exp   a du '  (4.167)

 0
 T u ' 
  0  T u ' 

Maka persamaan (4.165) menjadi :

133
 Du  1  m 
q A r , u   r q A r , u   S A''' r , u  (4.168)
u  T u  r m r r

Syarat batas untuk penyelesaian dari persamaan (4.168) adalah :


r 0  q A r , u   0 (4.169)
r
r  a    q A r, u   0 (4.170)
u  0  qA r , u   0 (4.171)


q A r , u    An u  Bn r  (4.172)
n 1

S A''' r , u    H n u  Bn r  (4.173)
n 1

Nilai eigen ( Bn ) dan fungsi eigen ( Bn r  ) tergantung pada bentuk geometri medium
sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 4.1.
Dengan menggunakan teori deret Fourier umum, konstanta H n t  dapat
dihitung sebagai berikut :

 S r ' , u  B r 'r 
a
''' ' m
A n dr '
H n u   0
(4.174)
 B r 'r 
a
2 ' m
n dr '
0

Bentuk diferensiasi order 2 terhadap variable ruang dari persamaan (4.168) menjadi :

1  m  
Du  2
D r q r , u     Bn An u  Bn r  (4.175)
r r r n 1  T u 
m A

Sedangkan bentuk diferensiasi terhadap lethargy dari persamaan (4.168) menjadi :

1  
q A r , u    An u  Bn r 
d
(4.176)
v u n 1 du

Substitusi dari persamaan (4.172), persamaan (4.173), persamaan (4.175) dan


persamaan (4.176) ke persamaan (4.168) menghasilkan :

134
 
Du  2 


d
A u 
  B r     B A u 
  B r    H n u  Bn r  (4.177)
n 1  T u 
n n n n n
n 1 du n 1

Berdasarkan sifat orthogonal dari fungsi-fungsi eigen  Bn r  , maka


persamaan (4.177) menjadi :

Du  2
An u    B A u   H n u 
d
(4.178)
du  T u  n n
Atau :
Du  2
An u   B A u   H n u 
d
(4.179)
du  T u  n n

Penyelesaian dari persamaan (4.179) adalah :

 Du ' u  u Du ' ' 


'
u
An u   exp   Bn2  du '   exp  Bn2  du ' '  H n u 'du '
 0
 T u '  0  0  T u ' '


 (4.180)
 Du ' 
u
C n exp   Bn2  du ' 
 0
 T u ' 

Berdasarkan syarat batas pada persamaan (4.171), maka saat u  0 , nilai dari
fluks neutron q A r , u   0 . Hal ini berarti saat u  0 , nilai dari An 0 harus nol. Maka
persamaan (4.180) saat u  0 menjadi :

 Du ' 0  2 u Du ' ' 


'
0
An 0  0  exp   Bn 
2
du '   exp  Bn  du ' '  H n u 'du '
 0
 T u '  0  0  T u ' '


 (4.181)
 Du ' 
0
C n exp   Bn2  du ' 
 0
 T u ' 

Hal ini berarti C n  0 . Dengan demikian persamaan (4.180) menjadi :

 Du ' u  2 u Du ' ' 


'
u
An u   exp   Bn 
 2
du '  exp  Bn 
 du ' '  H n u 'du ' (4.182)
 0
 T u '  0  0  T u ' '


Dengan mensubstitusikan persamaan (4.181) ke persamaan (4.172), maka distribusi


fluks neutron sebagai fungsi posisi dan waktu dapat dihitung dengan :

135
 Du ' u  u Du ' ' 
'
u
q A r , u   exp   Bn2  du '  exp  Bn2  du ' '  H n u ' Bn r du ' (4.183)
 0
 T u '  0  0  T u ' '


Dengan memasukkan persamaan (4.174) untuk nilai H n u ' ke persamaan (4.183)


maka diperoleh :
 Du ' 
u
q A r , u   exp   Bn2  du '  
 0
 T u ' 

S r ' , u ' B r 'r 


a


' '' ' m (4.184)
dr '
u  2 Du ' '
u' A n

0 exp  Bn 0  T u' ' du' ' 


0
 Bn r du '
 B r 'r 
a
  2 ' m
dr '
n
0
Atau :
 
 
a u  
q A r , u     S A r ' , u ' exp   Bn 
''' 2 D u
u ' '    Bn r ' Bn r  r ' m
du ' '  a
  
     du ' dr ' (4.185)
0 0 n 1  u' T u ' '   2 B r ' r ' m dr '
  n   

 0 

Dengan mensubstitusikan persamaan (4.166) untuk nilai q A r , u  dan persamaan



(4.167) untuk nilai S A''' r , u  ke persamaan (4.185), maka :

 
 
 
  UN
 u ' '   
   u   u ' ' f ''' 
0 q  r , u ' ' du ' '  S  r , u   
   T u ' ' 
 
 
  u '
u
 a u
   u '
u
 
qr , u  exp   a du '       exp   a du '   du ' dr '
 0  T u '  0 0   0  T u '  
 
  
 
  
  exp   Bn 
u
D u ' '   
du ' '  a
  B r ' 
  B r  r 
' m


2 n n

 n 1   T u ' ' 
  2 B r 'r ' m dr ' 
 
u'
 n 
  0 
Atau :

136
  UN
 u ' ' f u ' 'qr ' , u ' '  
   u  du ' '  S ''' r ' , u '  
     s u ' '   a u '  
  0  
 
a u

qr , u        du ' dr ' (4.186)
0 0
  u
 u '   B 2
D u ' '    
  Bn r ' Bn r  r '
m



exp   a n 
du ' '  a 
   s u ' '   a u ' 


n 1  u'
  n  
  2 B r ' r ' m dr ' 

  0 

Didefisisikan fungsi Green sebagai berikut :


 
 
 
G r '  r , u '  u    exp  
u
 a u '  Bn2 Du ' '   Bn r ' Bn r  r ' m  
 u '   s u' '   a u' du' '  a 2  (4.187)
n 1 
  n  
  B r ' r ' m dr ' 

 0 

Dengan menggunakan fungsi Green, persamaan (4.152) untuk rapat perlambatan pada
posisi r dan lethargy u dapat dirumuskan menjadi :

a u
 UN
 u ' ' f u ' 'qr ' , u ' ' 
qr , u       u   du ' '  S ''' r ' , u 'Gr '  r , u '  u du ' dr ' (4.188)
0 0

0
  s u ' '   a u ' 

IV.3. Termalisasi neutron


Setelah neutron mengalami perlambatan dan energinya menjadi di bawah
nilai batas atas energi neutron termal (thermal energy treshold, yang disimbolkan
sebagai ETh ), maka fenomena yang terjadi adalah termalisasi neutron. Dalam kondisi
ini, energi kinetik dari gerakan termal nuklida-nuklida medium moderator hampir
sama dengan energi kinetik neutron. Pada saat bertumbukan dengan nuklida-nuklida
medium, neutron tidak selalu mengalami penurunan energi kinetik. Terdapat
kemungkinan neutron memperoleh kenaikan energi kinetik saat bertumbukan dengan
nuklida-nuklida medium moderator.
Persamaan kesetimbangan tumbukan neutron dalam medium takhingga
adalah :
ETh

  
 s E  E     E '  s E '  E dE '  untuk 0  E  ETh (4.189)
0

Pada saat kesetimbangan termal telah tercapai, akan terpenuhi :

 E '  s E '  E    E  s E  E '  (4.190)

137
Pada saat tercapainya kesetimbangan termal, fluks neutron sebagai fungsi energi
memenuhi distribusi Maxwellian sebagai berikut :
.
2 n
1/ 2
2  E 
 E     E exp    (4.191)
 kT 3/ 2
m  kT 

Dengan n adalah densitas neutron, k adalah konstanta Boltzmann dan m adalah massa
neutron.
Jika dalam medium terdapat nuklida penyerap neutron, maka sebagian
neutron telah diserap oleh nuklida tersebut sebelum benar-benar mencapai
kesetimbangan termal dengan medium moderator. Dengan demikian, energi kinetik
rerata neutron menjadi lebih tinggi daripada energi kinetik rerata medium moserator
akibat efek termal. Hal ini menyebabkan neutron menjadi lebih tinggi daripada suhu
medium moderator. Persamaan (4.191) untuk medium yang mengandung penyerap
neutron perlu dimodifikasi menjadi :

2 n  E 
1/ 2
2
 E     E exp    (4.192)
 kTn  3/ 2
m  kTn 

Di mana Tn adalah neutron yang lebih tinggi daripada suhu medium.


Dalam pendekatan fisika klasik, hubungan antara energi kinetik dan kecepatan
1
neutron dirumuskan sebagai E  mv 2 , sehingga persamaan (4.191) dapat ditulis
2
menjadi :
 n 2m 2  mv 2 
 E   v exp    (4.193)
 kTn 3 / 2  2kTn 

Kecepatan paling mungkin (disimbolkan sebagai v m ) dapat dihitung dengan


membuat nilai diferensiasi dari persamaan (4.193) terhadap v menjadi nol. Dengan
demikian :
d  n 2m 2  mv 2   n 2m d 2  mv 2 
 E   0 
d
v exp    
 2kT   kT 3 / 2 dv v exp   
dv dv  kTn 3 / 2  n  n  2 kTn 
d 2  mv 2   mv 2  mv 2  mv 2 
v exp     0  2v exp     exp   2v
dv  2kTn   2kTn  2kTn  2kTn 
 mv 2   mv 2  mv 2 mv 2 2kT
0  1   exp     1   1  v2 
 2kTn   2kTn  2kTn 2kTn m

138
Sehingga kecepatan paling mungkin pada suhu Tn adalah :

2kTn
v m T   (4.194)
m

Energi kinetik neutron paling mungkin pada suhu Tn (disimbolkan sebagai E m ) dapat
1 2kTn
dihitung sebagai Em Tn   mvm2 Tn   m
1
 kTn , sehingga :
2 2 m
Em T   kT (4.195)

Sebagian besar data tampang lintang mikroskopis diberikan untuk T  T0  20,46ºC


= 293,61 K; yang ini bersesuaian dengan energi E  E0  kT0 = 0,0253 eV.
Kecepatan paling mungkin pada suhu T  T0  20,46ºC (  E  ) adalah :

2kT0
v0  (4.196)
m

Pada suhu T  T0  20,46ºC, nilai v 0 adalah 2200 m/s.


Fluks neutron termal ( T ) sebagai fungsi suhu neutron Tn dapat dihitung
sebagai integrasi dari fluks fungsi energi untuk keseluruhan rentang energi termal,
sebagai berikut :
Eth 
T Tn     E dE    E dE (4.197)
0 0

Dengan mensubstitusikan persamaan (4.192) ke persamaan (4.197), maka fluks


neutron termal pada suhu neutron Tn dapat dihitung sebagai berikut :

139
 1/ 2 
2 n  E  2 n  2   E 
1/ 2
2
T T      E exp   dE    0 E exp   dE
0  kTn 3 / 2 m  kTn   kTn 3 / 2  m   kTn 
 

 
2 n   kT E exp   E   E
1/ 2
2   kTn  exp   
    kT
 kTn 3 / 2 m  n 
  n 0 0  kTn 
 

2 n  kT   exp     0 exp 0  kT 2 exp   E 
1/ 2
2  
    kT
 kTn 3 / 2 m  n n 
  n 0 
2 n
1/ 2
2 2kTn
   kTn 2 exp     exp 0  2
 kTn  3/ 2
m  m

Sehingga diperoleh :
2kTn
T Tn  
2n
(4.198)
 m

Kecepatan neutron termal rerata pada suhu neutron Tn (disimbolkan sebagai vT )


dapat dihitung dengan membagi fluks neutron termal pada suhu neutron Tn (yaitu
T Tn  yang terdapat pada persamaan (4.198)) dengan densitas neutron (n), sehingga
diperoleh :
2 2kTn
vT  (4.199)
 m

IV.3.1. Tampang lintang serapan mikroskopis rerata pada rentang energi termal
a. Penyerap 1/v (1/v absorber)
Sebagian besar nuklida penyerap neutron pada rentang energi termal memiliki
tampanglintang serapan mikroskopis yang nilainya berbanding terbalik terhadap akar
kuadrat energi neutron (yaitu :  a E  
1
). Karena pada pendekatan fisika klasik
E
E  v , maka hal ini berarti tampang lintang mikroskopis bagi sebagian besar
nuklida tersebut berbanding terbalik dengan kecepatan gerak neutron (yaitu :
 a v   ). Nuklida dengan sifat seperti ini disebut sebagai penyerap 1/v (1/v
1
v
absorber). Pada nuklida penyerap 1/v, dapat dirumuskan hubungan sebagai berikut :

E0 v0
 a E    a E 0  atau  a vT    a v0  (4.200)
E vT

140
Nilai vT yaitu kecepatan rerata neutron termal pada suhu medium T telah diberikan
oleh persamaan (4.199) sedangkan nilai v0 yaitu kecepatan paling mungkin neutron
termal pada suhu medium T0 telah diberikan oleh persamaan (4.196). Dengan
mensubstitusikan persamaan (4.199) dan persamaan (4.196) ke persamaan (4.200),
maka tampang lintang serapan mikroskopis efektif pada rentang energi termal pada
suhu medium Tn (disimbolkan sebagai  a Tn  ) untuk penyerap 1/v dapat dihitung
sebagai :
 T0
 a Tn    a T0  (4.201)
2 Tn
b. Penyerap bukan 1/v (non 1/v absorber)
Sebagian nuklida (biasanya nuklida dengan nomor atom, yang berarti juga
nomor massa, besar) memiliki puncak serapan resonansi pada energi neutron rendah
yang masuk dalam rentang energi termal. Dalam hal ini E1  ETh (di mana E1 adalah
energi puncak serapan resonansi sedangkan ETh adalah batas atas rentang energi
termal (thermal energy treshold)). Adanya puncak serapan resonansi pada rentang
energy termal menyebabkan perilaku nuklida menyimpang dari perilaku penyerap
1/v. Nuklida semacam ini disebut sebagai nuklida penyerap bukan 1/v atau non 1/v
absorber. Untuk penyerap bukan 1/v, nilai tampang lintang serapan mikroskopis
efektif pada suhu T dihitung dengan persamaan untuk penyerap 1/v yang telah
dimodifikasi dengan faktor koreksi serapan non 1/v (yang disimbolkan sebagai g a )
yang nilainya tergantung pada suhu neutron Tn . Dengan demikian, untuk nuklida
penyerap bukan 1/v, persamaan (4.201) menjadi :

 T0
 a Tn   g a Tn  a T0  (4.202)
2 Tn

IV.3.2. Tampang lintang fisi mikroskopis rerata pada rentang energi termal
Tampang lintang fisi mikroskopis rerata pada rentang energi termal
(disimbolkan sebagai  f Tn  ) pada suhu neutron Tn dihitung dengan cara yang sama
dengan perhitungan lintang serapan mikroskopis rerata pada rentang energi termal
sebagai berikut :
 T0
 f Tn   g f Tn  f T0  (4.203)
2 Tn

Dalam hal ini g f Tn  adalah faktor koreksi non 1/v untuk reaksi fisi yang nilainya
tergantung pada suhu neutron Tn .

141
IV.3.3. Tampang lintang hamburan mikroskopis rerata pada rentang energi termal
Pada sebagaian besar nuklida, tampang lintang mikroskopis hamburan
bernilai konstan pada rentang energi termal, dengan demikian lampang lintang
hamburan mikroskopis rerata pada rentang energi termal pada suhu neutron
(disimbolkan sebagai  s Tn  ) dapat dihitung sebagai :

 s Tn    s T0  (4.204)


Atau dihitung dengan rumus :

 T0
 s Tn   g s Tn  s T0  (4.203)
2 Tn
Dengan nilai g s Tn  dihitung sebagai :
Tn
g s Tn  
2
 1,128 (4.204)
 T0

142
BAB V. KEKRITISAN ATAU MULIPLIKASI NEUTRON

V.1. Pengertian kritikalitas atau multiplukasi neutron


Dalam suatu medium yang mengandung bahan bakar nuklir dapat belah atau
fissionable (nuklida yang memiliki kemampuan untuk bereaksi fisi setelah nenyerap
neutron). Maka pada setiap penyerapan neutron dalam medium tersebut akan
dibangkitkan sejumlah neutron. Setiap reaksi fisi secara rerata menghasilkan dua atau
tiga neutron. Di samping pembangkitan neutron, neutron dapat berkurang dari
medium reaktor nuklir karena serapan neutron oleh nuklida-nuklida penyerap neutron
dan kebocoran neutron dari medium melalui permukaan medium. Kritikalitas atau
faktor multiplikasi merupakan ukuran dari kemampuan medium untuk dapat
melangsungkan reaksi fisi berantai secara sustainabel dengan semata-mata
menggunakan neutron yang dihasilkan dari reaksi fisi tanpa sumber neutron non fisi.
Kritikalitas atau sering disebut sebagai kritikalitas efektif atau faktor
multiplikasi efektif (disimbolkan sebagai k  k eff ) merupakan perbandingan dari laju
pembangkitan neutron pada medium dari reaksi fisi dengan laju pengurangan neutron
akibat serapan neutron dan akibat kebocoran neutron melalui permukaan medium
reaktor nuklir. Laju pembangkitan neutron akibat reaksi fisi keseluruhan
(disimbolkan sebagai RF ), laju serapan neutron keseluruhan (disimbolkan sebagai
R A ) dan laju kebocoran neutron secara keseluruhan (disimbolkan sebagai R L ) dari
suatu medium berhingga, masing-masing dinyatakan dalam satuan neutron per detik,
dapat dirumuskan sebagai berikut :

0 0
 
RF t      u   u' u' , r , t  u' , r , t du' dudV
f (5.1)
V UN UN
0
 
R A t      a u, r , t  u, r , t dudV (5.2)
V UN
0 
 
RL t     J u, r , t   dudA (5.3)

A UN

  
Dalam hal V , A , r , u , U N , t ,  ,  f ,  a , J ,  u ' dan  u  masing-masing
menyatakan volume total medium, luas permukaan total medium, variabel posisi,
lethargy, letargy neutron tertinggi (energi neutron terendah) yang terdapat dalam
medium, waktu, fluks neutron, tampang lintang fisi makroskopik medium, tampang
lintang serapan makroskopik medium, arus neutron, neutron yang dibangkitkan tiap
reaksi fisi yang diinduksi oleh sebuah neutron berlethargy u ' dan fraksi neutron hasil
fisi yang dibangkitkan dengan lethargy u .
Kritikalitas efektif medium reaktor nuklir pada waktu t dapat dirumuskan
sebagai :

143
RF t 
k t   k eff t   (5.4)
R A t   RL t 
Atau :
0 0
 
  u    u ' f u ' , r , t  u ' , r , t du ' dudV
k t  
V UN UN
(5.5)
0
 
0 
 
  a
 u , r , t  u , r , t dudV   J u

, r , t   dudA
V UN A UN

Jika medium reaktor nuklir sangat besar, maka kebocoran neutron menjadi
sangat kecil. Dengan demikian, dapat didefinisikan kritikalitas takhingga atau faktor
multiplikasi takhingga (disimbolkan sebagai k  ), yaitu kritikalitas atau faktor
multiplikasi dari medium yang berukuran takhingga yang merupakan perbandingan
antara laju pembangkitan neutron oleh reaksi fisi dengan laju serapan neutron dalam
medium. Dengan demikian, k  dari suatu medium reaktor nuklir pada waktu t dapat
dirumuskan sebagai :
R t 
k  t   F (5.6)
R A t 
Atau :
0 0
 
   u   u' f u' , r , t  u' , r , t du' dudV
k  t  
V UN UN
0
(5.7)
 

V UN
  a u, r , t  u, r , t dudV

Hubungan antara faktor multiplikasi efektif (kritikalitas efektif) dengan faktor


multiplikasi takhingga (kritikalitas takhingga) dapat dirumuskan sebagai berikut :

RF t  R t   R A t    R A t  
k t   k eff t    F    k  t   (5.8)
R A t   RL t  R A t   R A t   RL t    R A t   RL t  

Selanjutnya didefinisikan besaran P, yaitu peluang neutron tidak bocor dari medium.
Pada waktu t , nilai dari P dirumuskan sebagai :

R A t 
Pt  
1
 (5.9)
R A t   RL t  1  RL t  R A t 
Atau :

144
1
 0 
  
  U J u, r , t du  dA 
Pt   1  0 
A N
 (5.10)
 
    a u, r , t  u, r , t dudV 
 V U N 

Berdasarkan penjelasan pada Bab III tentang difusi neutron, arus neutron dirumuskan
sebagai :
   
J u, r , t    Du, r , t  u, r , t  (5.11)

Di mana D adalah koefisien difusi neutron dalam medium. Dengan mensubstitusikan


persamaan (5.11) ke persamaan (5.10), maka nilai peluang neutron tidak bocor dari
medium dapat dihitung dengan :

1
 0
  
   Du, r , t  u, r , t du  dA 
Pt   1  N0 
AU
 (5.12)
 
  a  u , r , t  u , r , t dudV 
 V UN 

Sehingga hubungan antara faktor multiplikasi efektif (kritikalitas efektif)


dengan faktor multiplikasi takhingga (kritikalitas takhingga) dapat dirumuskan
sebagai :
k t   k eff t   k  t Pt  (5.13)

Kritikalitas merupakan ukuran kemampuan medium untuk melangsungkan


reaksi fisi berantai secara sustainabel dengan neutron hasil reaksi fisi semata.
Jika suatu medium atau reaktor nuklir memiliki nilai k  1 dan mampu
mempertahankan nilai tersebut untuk waktu cukup lama, maka terjadi kesetimbangan
antara penambahan neutron dan pengurangan neutron tersebut. Dalam kondisi ini,
jumlah neutron dalam medium menjadi konstan selama waktu tersebut. Fluks neutron
menjadi konstan dan laju reaksi fisi juga konstan. Hal ini berarti daya yang dihasilkan
dari reaksi fisi pada medium atau reaktor tersebut konstan. Kondisi ini disebut
sebagai kondisi kritis.
Jika suatu medium atau reaktor nuklir memiliki nilai k  1 , maka laju
penambahan neutron yang dihasilkan dari reaksi fisi kurang dari laju pengurangan
neutron akibat serapan neutron dan kebocoran neutron. Dalam kondisi ini, jumlah
neutron dalam medium menjadi berkurang. Fluks neutron menjadi berkurang dan laju
reaksi fisi juga berkurang. Hal ini berarti daya yang dihasilkan dari reaksi fisi pada
medium atau reaktor tersebut menurun. Kondisi ini disebut sebagai kondisi subkritis.

145
Jika suatu medium atau reaktor nuklir memiliki nilai k  1 , maka laju
penambahan neutron yang dihasilkan dari reaksi fisi lebih banyak daripada laju
pengurangan neutron akibat serapan neutron dan kebocoran neutron. Dalam kondisi
ini, jumlah neutron dalam medium menjadi bertambah. Fluks neutron menjadi
bertambah dan laju reaksi fisi juga bertambah. Hal ini berarti daya yang dihasilkan
dari reaksi fisi pada medium atau reaktor tersebut naik. Kondisi ini disebut sebagai
kondisi superkritis.
Dengan demikian, hubungan antara nilai kritikalitas medium reaktor dan
kondisi reaktor adalah sebagai berikut :

k  1  kondisi subkritis
k 1  kondisi kritis (5.14)
k  1  kondisi superkritis

Karena nilai Pt   1 maka nilai k t   k  t  . Pada medium dengan k   1 , laju


serapan neutron selalu lebih besar daripada laju produksi neutron dari reaksi fisi.
Medium dengan k   1 tidak mungkin mencapai kondisi ktiris pada ukuran
berapapun. Sementara itu medium dengan k   1 mampu menghasilkan neutron hasil
reaksi fisi lebih banyak daripada neutron yangh diserap. Medium semacam ini
mampu mencapai kondisi kritis ketika serapan neutron dan kebocoran neutron dapat
diimbangi dengan produksi neutron dari reaksi fisi.

V.2. Kekritisan reaktor satu daerah (single region) dengan medium homogen
dan uniform menggunakan pendekatan difusi satu kelompok
Pada pendekatan satu kelompok persamaan (5.7) dalam perhitungan nilai
k t  dapat didekati dengan :
 
V  f r , t  , r , t dV
k  t     (5.15)
  a r , t  r , t dV
V

Untuk medium yang bersifat uniform, maka tampang lintang makroskopis interaksi
neutron tidak tergantung pada posisi ruang dalam medium sehingga persamaan (5.15)
dapat ditulis menjadi :

 f t   , r , t dV
k  t   V
 (5.16)
 a t   r , t dV
V
Atau :

146
 f t 
k  t   (5.17)
 a t 

Dengan demikian, faktor multiplikasi takhingga pada reaktor dengan medium


uniform tidak tergantung distribusi fluks neutron dalam medium.
Peluang neutron tidak bocor dari medium (persamaan (5.12)) pada pendekatan
satu kelompok menjadi :
   1
     
 A
D r , t   r , t  dA

Pt   1     (5.18)
  a
  r , t  r , t dV 
 V 

Untuk medium yang bersifat uniform, maka tampang lintang makroskopis interaksi
dan koefisien difusi neutron tidak tergantung pada posisi ruang dalam medium
sehingga persamaan (5.18) dapat ditulis menjadi :

 1
 Dt   r, t   dA 
  
Pt   1  A
  (5.19)
  a t   r , t dV 
 V 

Karena integrasi pada pembilang dan penyebut yang terdapat pada persamaan (5.19),
maka nilai Pt  hanya dapat dihitung jika distribusi fluks neutron dalam medium
diketahui.

V.3. Perhitungan kekritisan reaktor satu daerah (single region) dengan medium
homogen dan uniform satu dimensi menggunakan pendekatan difusi satu
kelompok
Pada sub bab ini, akan dijelaskan perhitungan kekritisan pada reaktor satu
daerah (single region) uniform satu dimensi dengan pendekatan difusi neutron satu
kelompok. Reaktor disebut satu daerah jika secara keseluruhan tersusun dari satu
komposisi medium. Sementara reaktor disebut uniform jika medium penyusunnya
merupakan medium yang memiliki tampang lintang seragam untuk semua jenis
interaksi neutron.
Persamaan difusi neutron satu kelompok tanpa sumber neutron non fisi untuk
medium uniform satu daerah dapat dituliskan sebagai :

1  1  
 r , t   D m r m  r , t    a r , t    f  r , t  (5.20)
v t r r r

147
Dalam hal ini r menyatakan posisi karekteristik satu dimensi sedangkan m adalah
bilangan bulat yang menyatakan karakteristik bentuk geometri, yaitu m = 0 untuk
bentuk slab yang luas, m = 1 untuk silinder panjang dan m = 2 untuk bola uniform.
Syarat batas untuk penyelesaian dari persamaan (5.20) adalah :


r0   r , t   0 (5.21)
r
r  a     r, t   0 (5.22)
t  0   r, t   0 (5.23)

Dalam hal ini, r = 0 adalah posisi pusat atau pertengahan medium sedangkan r = a
adalah posisi permukaan luar medium. Besaran  merupakan jarak ekstrapolasi.
Persamaan (5.20) dapat ditulis menjadi :

1  1     f 
 r , t   m r m  r , t     1 a  r , t  (5.24)
vD t r r r  a  D
 f
Dari persamaan (5.17), maka  k  sehingga persamaan (5.24) dapat ditulis
a
menjadi :
1  1   
 r , t   m r m  r , t   k   1 a  r , t  (5.25)
vD t r r r D

Fluks neutron diasumsikan memenuhi bentuk :

 r, t   r t  (5.26)

Substitusi persamaan (5.26) ke persamaan (5.25) menghasilkan :

1 dt  1  1 d m dr   
  m r  k   1 a r  (5.25)
vDt  dt r   r dr dr D 

Dengan menggunakan faktor separasi   2 diperoleh 2 persamaan, yaitu :

1 d m dr   2  
r     k   1 a r   0 (5.27)
 D
m
r dr dr

Yang syarat batasnya adalah :

148
dr 
r0  0 (5.28)
dr
r  a   r   0 (5.29)
Dan persamaan :
dt 
 vD 2 dt (5.30)
t 

a 
Didefinisikan B 2   2  k   1 atau  2  B 2  k   1 a . Dengan demikian,
D D
persamaan (5.27) dan persamaan (5.30) menjadi :

1 d m dr 
m
r  B 2 r   0 (5.31)
r dr dr
dt    
 vD B 2  k   1 a dt (5.32)
t   D

Penyelesaian persamaan (5.32) adalah :

    
t   C exp   vD B 2  k   1 a t  (5.33)
  D  

Dengan C adalah konstanta integrasi. Sedangkan penyelesaian dari persamaan (5.31)


adalah :
r   A1 1 Bn r   A2 2 Bn r  (5.34)

Dalam hal ini A1 dan A2 adalah konstanta integrasi.Bentuk dari fungsi eigen jenis
pertama ( 1 Bn r  ) dan fungsi eigen jenis kedua ( 1 Bn r  ) tergantung pada bentuk
geometri medium sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Fungsi eigen jenis pertama dan fungsi eigen jenis kedua

Bentuk geometri Fungsi eigen jenis pertama Fungsi eigen jenis kedua
Slab luas uniform  Bn r   cosBn r   Bn r   sinBn r 
dengan tebal 2a
Silinder panjang  Bn r   J 0 Bn r   Bn r   Y0 Bn r 
uniform berjari-jari a
Bola uniform berjari- sin Bn r  cos Bn r 
jari a   Bn r     Bn r  
Bn r Bn r

149
Fungsi eigen jenis pertama merupakan fungsi simetris yang memenuhi syarat
 1 Bn r   0 untuk nilai r  0 . Sementara itu untuk fungsi eigen jenis kedua,
d
dr
 2 Bn r   0 untuk nilai r  0 . Dengan demikian syarat batas persamaan (5.28)
d
dr
hanya akan terpenuhi jika fungsi eigen jenis kedua dihilangkan atau dengan kata lain
A2  0 . Dengan demikian, persamaan (5.34) menjadi :

r   A1 1 Bn r  (5.35)

Aplikasikan syarat batas persamaan (5.29) pada persamaan (5.34), menghasilkan :

A1 1 Bn r   0 (5.36)

Konstanta integrasi A1 tidak boleh bernilai nol untuk menghindari penyelesaian


trivial, maka :
 1 Bn r   0 (5.37)

Penyelesaian dari persamaan (5.37) menghasilkan nilai eigen sebagaimana dapat


dilihat pada Tabel 5.2. Indeks 1 untuk fungsi eigen jenis pertama pada Tabel 5.2.
menjadi tidak perlu dituliskan karena fungsi eigen jenis kedua sudah dihilangkan.

Tabel 5.2. Nilai eigen dan fungsi eigen jenis pertama

Bentuk geometri Nilai eigen Fungsi eigen jenis pertama


Slab luas uniform   2n  1   Bn r   cosBn r 
dengan tebal 2a Bn   
2  a  
Silinder panjang w  Bn r   J 0 Bn r 
uniform berjari-jari a Bn  n
a 
Bola uniform berjari- n sin Bn r 
Bn   Bn r  
jari a a  Bn r

Dengan demikian, untuk masing-masing niliai eigen, terdapat fungsi-fungsi sebagai


berikut :
    
n t   C n exp   vD Bn2  k   1 a t  (5.38)
  D 
Dan :
 n r   A1n Bn r  (5.39)

150
Dengan menggunakan teori superposisi, fluks neutron sebagai fungsi posisi dan
waktu dapat dituliskan sebagai :

 r , t     n r n t  (5.40)
n 1

Dengan mensubstitusikan persamaan (5.38) dan persamaan (5.39) ke persamaan


(5.40), maka diperoleh :


  a  
 r , t    A1n Bn r C n exp   vD Bn2  k   1 t  (5.41)
n 1   D  

Selanjutnya konstanta integrasi A1n dan Cn dapat disatukan menjadi An  A1n Cn .


Dengan demikian, persamaan (5.41) dapat ditulis menjadi :


  a  
 r , t    An exp   vD Bn2  k   1 t  Bn r  (5.42)
n 1   D  
Atau :
    D  
 r , t    An exp  v a  k   1  Bn2  t  Bn r 
 (5.43)
     
n 1   a

Didefinisikan besaran jarak migrasi neutron (L) sebagai berikut :

D
L (5.44)
a
Maka persamaan (5.43) menjadi :

 r , t    An exp v a k   1  Bn2 L2 t  Bn r 



(5.45)
n 1

Didefinisikan besaran k n sebagai berikut :


k
kn  (5.46)
1  Bn2 L2

Dengan demikian k   1  Bn2 L2   k n 1  Bn2 L2   1  Bn2 L2   k n  11  Bn2 L2 .


Sehingga persamaan (5.45) menjadi :

151
 r , t    An exp k n  11  Bn2 L2 v a t  Bn r 

(5.47)
n 1

Didefinisikan besaran t dn sebagai berikut :

1 t d
t dn  
   
(5.48)
v a 1  Bn L
2 2
v a 1  Bn2 L2

Di mana :
1
t d  (5.49)
v a

Besaran t d selanjutnya disebut sebagai umur generasi neutron untuk reactor


takhingga. Dengan mensubstitusikan persamaan (5.48) ke persamaan (5.47), maka
diperoleh :

 t 
 r , t    An exp  k n  1  Bn r  (5.50)
n 1  t dn 

Karena nilai Bn2 semakin besar untuk n yang semakin besar, maka nilai k n  1 akan
menjadi semakin negatif untuk n. Dengan berjalannya waktu t , untuk semua n  1,
nilai dari exp vDkn  1t  Bn r  akan semakin mengecil dan menuju ke nilai nol.
Maka yang tersisa adalah suku dengan n  1. Dengan untuk waktu t yang cukup
besar, persamaan (5.50) menjadi :

 t 
 r , t   A1 exp  k1  1  B1 r  (5.51)
 t d 1 
Dengan
k
k1  (5.52)
1  B12 L2
dan
t d
t d1 

1  B12 L2  (5.53)

Indeks 1 selanjutnya dapat dihilangkan dari penulisan; yaitu A1 ditulis sebagai A, B1


ditulis sebagai B, t d 1 ditulis sebagai t d dan k1 ditulis sebagai k. Maka persamaan
(5.41) dapat ditulis menjadi :

152
 
 r , t   A exp  k  1  Br 
t
(5.54)
 td 

Persamaan (5.52) dan persamaan (5.53) dapat ditulis menjadi :

k
k (5.55)
1  B 2 L2
t d
td 
 
(5.56)
1  B 2 L2

Besaran t d disebut sebagai waktu generasi neutron efektif sedangkan besaran


k meupakan factor multiplikasi neutron efektif.
Jika nilai k  1, maka argumen dari faktor exponensial pada persamaan
(5.50) menjadi negatif sehingga nilai fluks neutron menjadi semakin berkurang
terhadap waktu. Hal ini berarti reaktor dalam kondisi subkritis. Jika nilai k  1 ,
maka argumen dari faktor exponensial pada persamaan (5.50) menjadi positif
sehingga nilai fluks neutron menjadi semakin bertambah terhadap waktu. Hal ini
berarti reaktor dalam kondisi superkritis. Sedangkan jika Jika nilai k  1 , maka
argumen dari faktor exponensial pada persamaan (5.50) menjadi nol sehingga nilai
fluks neutron menjadi konstan terhadap waktu. Hal ini berarti reaktor dalam kondisi
kritis. Dengan demikian k pada persamaan (5.51) tidak lain adalah faktor multiplikasi
efektif ( keff ). Persamaan (5.13) dapat ditulis ulang menjadi :

k  k eff  k  P (5.57)

Dengan membandingkan persamaan (5.51) dan persamaan (5.52), maka


peluang neutron tidak bocor dari medium reaktor (yaitu P) pada reaktor satu daerah
dengan medium uniform dengan menggunakan pendekatan teori difusi neutron satu
kelompok adalah :
1
P (5.58)
1  B 2 L2

Pada kondisi kritis ( k  1 ), fluks neutron menjadi konstan terhadap waktu dan
terdistribusi terhadap posisi pada medium dengan persamaan :

 r   A Br  (5.58)

Besaran B selanjutnya disebut sebagai buckling geometri sedangkan  Br  adalah


fungsi distribusi fluks neutron dalam kondisi kritis. Tabel 5.3. menunjukkan buckling

153
geometri dan fungsi distribusi neutron kondisi kritis untuk berbagai geometri reaktor
satu daerah satu dimensi

Tabel 5.3. Buckling geometri dan fungsi distribusi neutron kondisi kritis untuk
berbagai geometri reaktor satu daerah satu dimensi

Bentuk geometri Buckling geometri Fungsi eigen jenis pertama


Slab luas uniform   Br   cosBr 
B
dengan tebal 2a 2a   
Silinder panjang 2,4048  Br   J 0 Br 
B
uniform berjari-jari a a 
Bola uniform berjari-  sin Br 
B  Br  
jari a a  Br

Konstanta A pada persamaan (5.58) dapat ditentukan berdasarkan daya reaktor. Daya
reaktor dapat dihitung dengan :
W  RF EK (5.61)

Dalam hal ini W adalah daya reaktor dalam satuan Watt, E adalah energy rerata yang
dihasilkan tiap reaksi fisi (200 MeV per fisi), K adalah faktor konversi energy
( 1,6021 10 13 J/MeV) sedangkan RF adalah laju reaksi fisi keseluruhan dalam
reaktor dalam satuan fisi per detik. Nilai RF untuk reaktor dengan medium uniform
dapat dihitung dengan:
 
RF    f  r dV   f   r dV (5.62)
V V

Dalam hal ini, V adalah volume teras reaktor,  f adalah tampang lintang
makroskopis reaksi fisi pada zona teras reaktor. Untuk geometri satu dimensi, maka :

a
RF  2 l    f   r r m dr (5.63)
0

Dalam hal ini r menyatakan posisi karekteristik satu dimensi, a adalah jarak
permukaan luar terhadap posat geometri. Nilai l  1 untuk slab serta sllinder dan
l  2 untuk bola. Untuk slab   0 sedangkan untuk silinder dan bola   1 .
Sedangkan m adalah bilangan bulat yang menyatakan karakteristik bentuk geometri,
yaitu m = 0 untuk bentuk slab yang luas, m = 1 untuk silinder panjang dan m = 2
untuk bola uniform.
Dengan mensubstitusikan persamaan (5.58) ke persamaan (5.62), maka :

154
a
RF  2 l    f A r m Br dr (5.64)
0

Substitusi persamaan (5.64) ke persamaan (5.61) menghasilkan :

a
W  2 l    f AEK  r m Br dr (5.65)
0

Dengan demikian, konstanta A dapat dihitung sebagai :

W
A a
(5.66)
2   f EK  r  Br dr
l  m

V.4. Alternatif perhitungan kekritisan reaktor satu daerah (single region)


dengan medium homogen dan uniform dengan pendekatan difusi satu kelompok
Pada sub bab ini akan dibahas cara yang lebih sederhana untuk mendapatkan
persamaan ktitikalitas dan distribusi fluks neutron dalam kondisi kritis. Perhitungan
pana sub bab ini dilakukan dengan menyelesaikan persamaan difusi neutron satu
kelompok pada kondisi steady state sebagai berikut :

k  1
 r      1 2  r   0
1 d m d
r (5.67)
 k L
m
r dr dr

Dalam hal ini r menyatakan posisi karekteristik satu dimensi sedangkan m adalah
bilangan bulat yang menyatakan karakteristik bentuk geometri, yaitu m = 0 untuk
bentuk slab yang luas, m = 1 untuk silinder panjang dan m = 2 untuk bola uniform.
Besaran k  telah dijelaskan pada sub bab V.3, yaitu :

 f
k  (5.68)
a
Besaran L2 dirumuskan sebagai :
D
L2  (5.69)
a

Sedangkan besaran k adalah factor multiplikasi efektif medium reaktor. Syarat batas
untuk penyelesaian dari persamaan (5.67) adalah :

155
 r   0
d
r0  (5.70)
dr
r  a    r   0 (5.71)

Dalam hal ini, r = 0 adalah posisi pusat atau pertengahan medium sedangkan r = a
adalah posisi permukaan luar medium. Besaran  merupakan jarak ekstrapolasi.
Pada kondisi steady state, berlaku :

 r   B 2 r   0
1 d m d
r (5.72)
r m dr dr

Dalam hal ini B adalah buckling geometri. Dengan menubstitusikan persamaan


(5.72) ke persamaan (5.67), maka diperoleh :

k  1
 B 2 r      1 2  r   0 (5.73)
 k L
Atau :
k
k (5.74)
1  B 2 L2

Persamaan (5.74) tidak lain adalah persamaan (5.55) yaitu persamaan kritikalitas
efektif reactor berhingga satu daerah dengan medium uniform.
Persamaan (5.74) dapat ditulis menjadi :

k  k P (5.75)

Di mana P adalah peluang neutron tidak lolos (bocor) dari medium. Untuk reactor
uniform satu daerah dengan pendekatan difusi satu kelompok, maka nilai P dapat
dihitung dengan :
1
P (5.76)
1  B 2 L2

Distribusi fluks neutron pada kondisi kritis untuk berbagai geometri dapat
diselesaikan dengan menyelesaikan persamaan (5.72). Penyelesaian persamaan (5.72)
untuk berbagai dapat dilihat pada Tabel 5.4 dan Tabel 5.5. Table 5.4. menunjukkan
buckling geometri dan fluks neutron sedangkan Tabel 5.5. menunjukkan rumus untuk
mendapatkan nilai dari konstanta A bagi fungsi distribusi fluks neutron yang terdapat
pada Tabel 5.4.

156
Tabel 5.4. Buckling geometri dan fungsi distribusi neutron kondisi kritis untuk
berbagai geometri reaktor satu daerah

Geometri Buckling geometri Distribusi fluks neutron


reaktor
slab luas
2  x 
uniform
B2   x   A cos 
dengan a  2 2  a  2 
tebal a
silinder
panjang 2,4048 2  2,4048 r 
uniform B 
2
 r   AJ 0  
dengan R    2
 R  
jari-jari R
bola  r 
 r  
A
uniform 2 sin  
B   r   R  
2
dengan R   2  
jari-jari R  R  
silinder
pendek
uniform 2,4048 2 2  2,4048 r    z 
dengan B2    r , z   AJ 0   cos 
jari-jari R R   2
H  2  2
 R     H  2 
dan tinggi
H
balok
2 2  x    y 
uniform B2    x, y, z   A cos  cos 
dengan a  2 2 b  2 2  a  2   b  2 
panjang 2  z 
  cos 
sisi-sisi a,
b dan c
c  2 2  c  2 

Pada Tabel 5.4, untuk geometri slab x menyatakan variabel posisi ke arah
tebal slab dari bidang tengan slab. Untuk geometri silinder, r menyatakan posisi
radial dari sumbu silinder dan z menyatakan posisi aksial dari bidang tengah aksial
silinder. Untuk geometri bola, r menyatakan posisi radial dari pusat bola. Untuk
geometri balok, x, y dan z masing-masing menyatakan posisi searah ketiga sumbu
balok masing-masing dihitung dari titik tengah balok. Nilai  merupakan jarak
ekstrapolasi neutron dihitung tegak lurus dari permukaan medium.
Pada Tabel 5.5, W adalah daya reaktor dalam satuan Watt, E adalah energy
rerata yang dihasilkan tiap reaksi fisi (200 MeV per fisi), K adalah faktor konversi
energy ( 1,6021 10 13 J/MeV).

157
Tabel 5.5. Rumus konstanta A untuk berbagai geometri reaktor satu daerah

Geometri reaktor Rumus konstanta A


W
slab luas uniform A
 x 
a/2
dengan tebal a 2 f EK  cos dx
0  a  2 
W
silinder panjang A
 2,4048 r 
R
uniform dengan jari-
2 f EK  rJ 0  dr
jari R 0  R  
W
A
 r 
R 2
bola uniform dengan r
4 f EK  sin  dr
jari-jari R   r   R   
0
 
 R  
W
silinder pendek A
 2,4048 r   z 
R H
uniform dengan jari-
4 f EK  rJ 0  dr  cos dz
jari R dan tinggi H 0  R   0  H  2 
W
balok uniform A
 x    y   z 
a b c
dengan panjang sisi-
8 f EK  cos dx  cos dy  cos dz
sisi a, b dan c 0  a  2  0  b  2  0  c  2 

V.5. Siklus neutron pada reaktor termal


Sebagaimana telah diuraikan pada Bab II tentang reaksi fisi, tampang lintang
233 235 239
mikroskopis reaksi fisi pada nuklida-nuklida fisil (seperti 92 U , 92 U , 94 Pu dan
241
94 Pu ) bernilai tinggi (hingga ratusan barn) pada energi neutron rendah,
dibandingkan dengan nilai yang hanya beberapa barn pada energi neutron tinggi.
Dengan demikian, reaksi fisi lebih mudah terjadi jika diinduksi oleh neutron
berenergi rendah (neutron termal) dibandingkan dengan jika diinduksi oleh neutron
berenergi tinggi (neutron cepat).
Dengan alasan semacam ini, sebagian besar reaktor nuklir baik untuk
keperlean pembangkitan daya maupun untuk keperluan penelitian didesain dengan
menggunakan neutron energi rendah (neutron termal) untuk menginduksi sebagaian
besar reaksi fisi dalam reaktor tersebut. Reaktor nuklir yang demikian ini disebut
sebagai reaktor termal. Sementara itu, neutron yang dihasilkan oleh reaksi fisi, baik
dengan induksi neutron termal ataupun neutron cepat, selalu merupakan neutron
berenergi tinggi (neutron cepat). Dengan demikian, pada desain reaktor termal
diperlukan moderator yang berfungsi untuk memperlambat (menurunkan energi) dari

158
neutron cepat yang dihasilkan oleh reaksi fisi supaya menjadi neutron termal yang
siap untuk menginduksi reaksi fisi berikutnya.
Dengan demikian, terdapat setidaknya dua kelompok neutron yang terdapat
pada reaktor termal, yaitu kelompok neutron berenergi tinggi yang disebut sebagai
neutron cepat dan kelompok neutron berenergi rendah yang disebut sebagai neutron
termal. Untuk membedakan kedua kelompok neutron tersebut, ditentukan batas
energi termal (thermal energy treshold), yaitu Eth . Neutron yang energinya kurang
dari Eth dimasukkan dalam kelompok neutron termal sedangkan neutron yang
energinya lebih dari Eth dimasukkan sebagai kelompok neutron cepat.
Untuk reaktor termal, dapat disusun suatu siklus neutron, yaitu suatu siklus
yang dimulai dari serapan sejumlah n neutron termal oleh bahan bakar (yang teediri
dari nuklida fisil dan nuklida fertil) dan terjadi reaksi fisi hingga tersedia sejumlah
neutron yang akan diserap oleh bahan bakar untuk reaksi fisi berikutnya. Siklus
neutron pada suatu reaktor termal ditunjukkan pada Gambar 5.1.

 Reaksi 
 f ,T , F fisi terinduksi Lolos dari medium
n PF pPT  NEUTRON CEPAT
  a ,T , F
oleh neutron cepat sebagai neutron cepat

  f ,T , F 
nT  1  PF 
  a ,T , F 
Serapan neutron selama
Moderasi moderasi (serapan resonansi)
neutron
  f ,T , F    f ,T , F 
  f ,T , F  nT  
cepat nT PF    f ,T , F 
  a ,T , F nT PF p 
n T    a ,T , F  
  a ,T , F

   a ,T , F 

Reaksi fisi terinduksi


  f ,T , F    f ,T , F 
oleh neutron termal
NEUTRON TERMAL
nT PF pPT  nT PF p1  PT 
  a ,T , F    a ,T , F 
  f ,T , F 
n 
 n Serapan
Difusi
Lolos
  a ,T , F
Serapan
 neutron
neutron
dari
neutron termal oleh medium
termal oleh termal sebagai
medium
  f ,T , F  bahan bakar   f ,T , F   neutron
n1  
 nT PF pPT a ,T , F 
reaktor
  a ,T , F    a ,T , F  a ,T 

termal
Serapan neutron
termal non fisi oleh Serapan neutron termal
bahan bakar oleh bahan selain bakar

Gambar 5.1. Siklus neutron pada reaktor termal

Siklus neutron dimulai ketika n termal neutron diserap oleh bahan bakar.
Sebagian serapan tidak menghasilkan reaksi fisi dan hanya merupakan serapan
radiatif (radiative capture). Sebagian lagi merupakan serapan yang mengasilkan

159
reaksi fisi. Peluang terjadinya reaksi fisi terhadap serapan total bahan bakar dapat
dirumuskan sebagai rasio dari tampang lintang makroskopis serapan fisi bahan bakar
terhadap tampang lintang makroskopis serapan total bahan bakar. Setiap reaksi fisi
secara rerata menghasilkan  T neutron cepat. Dengan demikian dapat didefinisikan
suatu besaran  yang menyatakan jumlah rerata neutron cepat yang dihasilkan tiap
serapan satu neutron termal oleh bahan bakar, sebagai berikut :

 f ,T , F
  T (5.77)
 a ,T , F

Dalam hal ini  f ,T , F adalah tampang lintang makroskopis reaksi fisi terinduksi
neutron termal efektif dari bahan bakar sedangkan  a ,T , F adalah tampang lintang
makroskopis serapan neutron termal efektif dari bahan bakar. Jika bahan bakar terdiri
dari campuran beberapa nuklida fisil dan beberapa nuklida fertile serta beberapa
aktinida minor, maka  f ,T , F merupakan gabungan dari tampang lintang makroskopis
reaksi fisi terinduksi neutron termal dari semua nuklida fisil dan  a ,T , F merupakan
gabungan dari tampang lintang makroskopis serapan neutron termal dari semua
nuklida fisil, nuklida fertile dan aktinida minor.

 f ,T , F      j T, j f ,T , j (5.78)
         
fissile

 a,T , F  j a ,T , j j a ,T , j  j a ,T , j (5.79)
fissile ferite MA

Dengan demikian, nilai  dapat dirumuskan sebagai :

    T, j f ,T , j

         
j

fissile
(5.80)
j a ,T , j j a ,T , j  j a ,T , j
fissile ferite MA

Dalam hal ini indeks MA menyatakan aktinida minor, indeks T menyatakan neutron
termal, indeks f menyatakan fisi, indeks a menyatakan serapan neutron sedangkan
indeks j menyatakan jenis nuklida.
Nuklida-nuklida fisil dan fertile pada umumnya dapat berfisi dengan diinduksi
oleh neutron cepat sekalipin tampang lintangnya kecil. Hal ini akan memberikan
kontribusi bagi jumlah neutron cepat yang dihasilkan oleh reaksi fisi. Didefinisikan
factor fisi cepat (disimbolkan sebagai  ), yang merupakan rasio dari seluruh reaksi
fisi baik yang diinduksi oleh neutron termal maupun neutron cepat terhadap reaksi
fisi yang diinduksi oleh neutron termal saja.

160
uth

T  f ,T , F T    u  f , F u  u du
 0
(5.81)
T  f ,T , F T
Atau :
uth

 u  u  u du
f ,F

  1 0
(5.82)
T  f ,T , F T

Besaran u th merupakan batas lethargy termal (thermal lethargy threshold). Jika


bahan bakar terdiri dari campunan berbagai nuklida fisil dan nuklida fertile, maka
persamaan (5.82) dapat ditulis menjadi :

    u  u fissile   j  j u  f , F , j u fertile  u du


uth

j j f ,F , j

  1
  
0
(5.83)
j T, j  f ,T , j
fissile

Jumlah neutron cepat setelah terjadinya keseluruhan reaksi fisi sejak serapan n
neutron termal (disimbolkan sebagai n f ) menjadi :

n f   n (5.84)

Sejumlah n f neutron cepat ini selanjutnya mengalami proses moderasi akibat


bertumbukan dengan nuklida-nuklida moderator. Selama proses moderasi, sebagian
neutron cepat mencapai permukaan medium reactor dan lolos (bocor) dari medium
reactor. Didefinisikan besaran PF sebagai peluang neutron tidak lolos keluar medium
selama proses moderasi. Dengan demikian, neutron cepat yang tersisa dalam medium
reactor setelah memperhitungkan kebocoran selama proses moderasi (disimbolkan
sebagai n F ) adalah :
n F  PF n (5.85)

Neutron yang tidak bocor akan melanjutkan proses moderasi. Pada saat
mencapai rentang energi (lethargy) epitermal, sebagian neutron mengalami serapan
resonansi. Pada bab IV tentang perlambatan neutron, telah dijelaskan variable p yang
disebut sebagai peluang lolos serapan resonansi, yang merupakan peluang dari
neutron yang tidak bocor dari medium selama proses moderasi untuk selamat dari
serapan selama proses moderasi (serapan resonansi). Dengan demikian, jumlah
neutron cepat yang berhasil dimoderasi hingga menjadi neutron termal (disimbolkan

161
sebagai n p ) adalah neutron cepat yang tidak bocor keluar medium dan selamat dari
serapan resonansi selama proses moderasi, yaitu :

n p  PF p n (5.86)

Sejumlah n p neutron termal ini selanjutnya mengalami difusi dalam medium


reactor. Beberapa neutron termal mampu mencapai permukaan luar medium dan lolos
dari medium (bocor) sebagai neutron termal. Didefinisikan besaran PT sebagai
peluang neutron termal tidak lolos keluar medium selama proses difusi. Dengan
demikian, neutron termal yang tersisa dalam medium reactor setelah
memperhitungkan kebocoran selama proses difusi (disimbolkan sebagai n T ) adalah :

nT  PF pPT n (5.87)

Sejumlah n T yang tersisa dari kebocoran neutron termal melanjutkan proses


moderasi dan akhirnya terserap oleh medium. Selanjutnya didefinisikan besaran
factor penggunaan termal (thermal utilization factor, yang disimbolkan sebagai f)
sebagai rasio dari serapan neutron termal oleh bahan bakar terhadap serapan neutron
termal keseluruhan oleh moderator, pendingin, struktur maupun material penyerap
neutron untuk pengendalian reactor. Nilai dari factor penggunaan termal dapat
dirumuskan sebagai berikut :
 a ,T , F
f  (5.88)
 a ,T , F   a ,T , M   a ,T ,C   a ,T , S   a ,T , P

Dalam hal ini indeks F, M, C, S, P masing-masing menyatakan bahan bakar,


moderator, pendingin, struktur dan penyerap neutron lainnya; indeks T menyatakan
neutron termal dan indeks a menyatakan serapan neutron. Jika bahan bakar terdiri ,
dari campuran nuklida fisil, nuklida fertile dan aktinida minor maka persamaan (5.88)
menjadi :
     
 j  a,T , j fissile   j  a,T , j fertile   j  a,T , j MA
f 
     
 j  a,T , j   j  a,T , j   j  a,T , j   a,T ,M   a,T ,C   a,T ,S   a,T ,P
fissile fertile MA
(5.89)

Dengan memperhitungan factor penggunaan termal, maka jumlah neutron termal


yang diserap oleh bahan bakar setelah satu siklus neutron (disimbolkan sebagai n1 )
adalah :
n1  PF pPT f n (5.90)

162
Factor multiplikasi neutron termal atau kritikalitas
Selanjutnya didefinisikan factor multiplikasi neutron termal (disimbolkan
sebagai k) sebagai rasio dari jumlah neutron termal yang diserap oleh bahan bakar
pada suatu siklus neutron terhadap jumlah neutron termal yang diserap bahan bakar
pada satu siklus sebelumnya. Nilai dari factor multiplikasi neutron termal dapat
ditulis sebagai :
n PF pPT f n
k 1  (5.91)
n n
Atau :
k   p f PF PT (5.92)

Nilai dari factor multiplikasi (k) ini tidak lain merupakan nilai kekritisan (ktirikalitas)
reactor. Jika k  1 , maka reactor dalam kondisi kritis dengan laju reaksi fisi konstan
terhadap waktu, jika k  1 , maka reactor dalam kondisi superkritis dengan laju reaksi
fisi meningkat terhadap waktu dan jika k  1, maka reactor dalam kondisi subkritis
dengan laju reaksi fisi berkurang terhadap waktu.
Jika ukuran geometri reactor sangat besar, maka kebocoran neutron cepat
(selama proses moderasi) dan kebocoran neutron termal penjasi sangat kecil. Dengan
demikian PF  1 dan PT  1 . Selanjutnya, didefinisikan factor multiplikasi neutron
termal takhingga (disimbolkan sebagai k  ) sebagai berikut :

k    p f (5.93)

Pada medium dengan k   1 , laju serapan neutron selalu lebih besar daripada laju
produksi neutron dari reaksi fisi. Medium dengan k   1 tidak mungkin mencapai
kondisi ktiris pada ukuran berapapun. Sementara itu medium dengan k   1 mampu
menghasilkan neutron hasil reaksi fisi lebih banyak daripada neutron yangh diserap.
Medium semacam ini mampu mencapai kondisi kritis ketika serapan neutron dan
kebocoran neutron dapat diimbangi dengan produksi neutron dari reaksi fisi.
Dengan menggunakan besaran k  , persamaan (5.92) dapat ditulis menjadi :

k  k  PF PT (5.94)

Reaktifitas
Kondisi kritikalitas reactor dapat dinyatakan dalam besaran reaktifitas
(disimbolkan sebagai  ) yang dirumuskan sebagai :

k 1
 (5.95)
k

163
Dengan menggunakan reaktivitas, kondisi kritis reactor ( k  1 ) bersesuaian dengan
nilai reaktivitas nol (  0 ); kondisi superkritis reactor ( k  1 ) bersesuaian dengan
nilai reaktifitas positif (  0 ); kondisi subkritis reactor ( k  1) bersesuaian dengan
nilai reaktifitas positif (  0 ).

V.6. Aplikasi teori perlambatan Fermi pada perhitungan kritikalitas reactor


termal
Pada perhitungan kritikalitas reactor dengan teori difusi satu kelompok
sebagaimana telah diuraikan pada Sub Bab V.4, tidak dilakukan pembedaan neutron
termal dan neutron cepat. Semua parameter neutronik yang berkaitan dengan
kritikalitas seperti serapan neutron, kebocoran neutron dan produksi neutron dari
reaksi fisi dihitung sebagai nilai rerata dari untuk seluruh neutron yang terdapat
dalam reactor tanpa membedakan energi neutron.
Untuk mendapatkan perhitungan yang lebih akurat dalam penentuan
kritikalitas reactor termal, perlu dilakukan pembedaan antara neutron cepat dan
neutron termal. Aspek karakteristik dari neutron cepat adalah proses moderasi serta
serapan neutron cepat dan kebocoran neutron cepat selama proses moderasi serta
produksi neutron cepat dari reaksi fisi. Sementara itu, aspek karakteristik dari
neutron termal adalah difusi neutron termal serta serapan neutron termal dan
kebocoran neutron termal.
Pada sub bab ini, teori perlambatan Fermi akan diaplikasikan untuk
memperhitungkan perlambatan neutron cepat hingga mencapai batas lethargy neutron
termal (thermal lethargy threshold). Sementara itu, teori difusi neutron diaplikasikan
untuk melakukan perhitungan perilaku neutron cepat.
Persamaan perlambatan Fermi dalam kondisi steady state hingga mencapai
batas lethargy termal ( u th ) telah dirumuskan pada persamaan (4.133). Persamaan
tersebut perlu sedikit dimodifikasi berkaitan dengan batas lethargi dan penulisan suku
pembentukan neutron dari reaksi fisi, menjadi :

  Du  2   u  
qr , u    qr , u   a qr , u 
u  T u   T u 
uth (5.96)
 
  u    u ' f u ' r , u 'du '  S ''' r , u 
0


Dengan mengasumsikan sumber neutron S ''' r , u  berasal dari reaksi fisi neutron
termal, maka :
 
S ''' r , u    u T  f ,T T r  (5.97)

Dengan demikian, persamaan (5.96) menjadi :

164
  Du  2   u  
qr , u    qr , u   a qr , u 
u  T u   T u 
(5.98)
 uth   
  u    u ' f u ' r , u 'du '  T  f ,T T r 
  
0 

Selanjutnya, didefinisikan factor fisi cepat (  ) sebagai berikut :

uth

 u' u' r , u'du'
f

  1 0
 (5.99)
T  f ,T T r 

Maka persamaan (5.98) dapat ditulis menjadi :

  Du  2   u   
qr , u    qr , u   a qr , u    u  T  f ,T T r  (5.100)
u  T u   T u 

Sementara itu, persamaan difusi neutron termal dalam kondisi steady state adalah :
  
DT  2T r    a,T T r   ST r   0 (5.101)

Dalam hal ini, indeks T menyatakan neutron termal. Diasumsikan tidak ada neutron
termal yang dihasilkan langsung dari reaksi fisi. Semua neutron termal berasal dari
perlambatan neutron yang telah mencapat batas lethargy neutron termal, sehingga

sumber neutron termal ST r  dapat dirumuskan menjadi :
 
ST r   qr , uth  (5.102)

Dengan demikian, persamaan (5.101) menjadi :


  
DT  2T r    a,T T r   qr , uth   0 (5.103)

Untuk menghitung kritikalitas, persamaan (5.105) perlu dimodifikasi menjadi :



  qr , u th 
DT  T r    a ,T T r  
2
0 (5.104)
k

Di mana k adalah eigen value (nilai eigen) yang tidak lain merupakan nilai factor
multiplikasi atau kritikalitas yang akan dihitung.

165
Pada kondisi kritis (steady state), diasumsikan fluks neutron termal dan rapat
perlambatan untuk semua lethargy terdistribusi dalam reactor dengan fungsi distribusi
kritis yaitu :
 
T r   T 0 Br  (5.105)
 
qr , u   q0 u  Br  (5.106)
 
qr , uth   q0 uth  Br  (5.107)

Dalam hal ini T 0 adalah nilai fluks neutron termal pada pusat medium reactor,
q0 u  dan q0 uth  masing-masing adalah nilai rapat perlambatan pada lethargy u dan
uth pada pusat medium reactor. Besaran B adalah buckling geometri sedangkan

 Br  fungsi distribusi fluks neutron pada kondisi kritis. Dalam hal ini, diasumsikan
bahwa distribusi rapat perlambatan untuk semua lethargy mengikuti distribusi fluks
neutron termal.
Besaran B (atau B2) dan fungsi distribusi fluks neutron pada kondisi kritis
untuk berbagai geometri reactor dapat dilihat pada Tabel 5.4. Fungsi distribusi fluks
neutron pada kondisi kritis memenuhi :
 
 2 Br   B 2 Br   0 (5.108)

Substitusi dari persamaan (5.105), persamaan (5.106), persamaan (5.107) dan


persamaan (5.108) ke persamaan (5.100) dan persamaan (5.104) menghasilkan :

Du  2  u 
q0 u    B q0 u   a q0 u    u  T  f ,T T 0
d
(5.109)
du  T u   T u 
Atau :
 Du B 2  u  
q0 u    q0 u    u  T  f ,T T 0
d
 a (5.110)
du   T u   T u  
dan
q0 u th 
 DT B 2T 0   a ,T T 0  0 (5.111)
k
Atau :
 DT 2  q 0 u th 
 
  B  1 a ,T T 0  k
(5.112)
 a ,T 

Dedefinisikan besaran panjang migrasi neutron termal (disimbolkan sebagai LT )


sebagai berikut:

166
DT
LT  (5.113)
 a ,T

Maka persamaan (5.112) dapat ditulis menjadi :

q0 u th 
k
 
(5.114)
1  B 2 L2T  a ,T T 0

 u  Du 'B 2  a u '  


Didefinisikan factor integrasi exp     du '  dan diaplikasikan pada
 0   T u '  T u '  

persamaan (5.110) sehingga menjadi :

 d   u  Du 'B 2  u '  


 q 0 u  exp     a du '  
 0   T u '  T u '  
 du  

 Du B 2  u    u  Du 'B 2  u '  


  a q 0 u  exp     a du '  (5.115)
  T u   T u    0   T u '  T u '  
 

 u  Du 'B 2  u '  


  u  T  f ,T T 0 exp     a du ' 
 0   T u '  T u '  

Persamaan (5.115) dapat ditulis menjadi :

d   u  Du 'B 2  u '   


q 0 u  exp     a du ' 
du  0  T u '   T u '    

(5.116)
 u  Du 'B 2  u '  
  u  T  f ,T T 0 exp     a du ' 
0  T u '   T u '   

Penyelesaian persamaan (5.116) dengan asumsi tidak ada produksi neutron dengan
lethargy terendah ( u  0 ) atau dengan kata lain tidak ada produksi neutron dengan
energi melebihi batas energi tertinggi dalam medium reactor, adalah :

 u  Du 'B 2  u '  


q 0 u  exp     a du ' 
0  T u '   T u '   

(5.117)
u
 u '  Du ' 'B 2  u ' '  
  T  f ,T T 0   u ' exp     a du ' ' du '
 0   T u ' '  T u ' ' 

0 

167
Atau :
u
 u  Du ' 'B 2  u ' '  
q0 u    T  f ,T T 0   u ' exp      a du ' ' du ' (5.118)
 u '   T u ' '  T u ' ' 

0 

Persamaan (5.118) dapat ditulis menjadi :

u
 u
Du ' ' du ' '   u  u ' ' du ' ' 
q0 u    T  f ,T T 0   u ' exp   B 2   exp    a du ' (5.119)
0   u ' '  
u' T  u '  T u ' '  
 

Rapat perlambatan dari neutron hasil reaksi fisi yang dilahirkan pada lethargy u
hingga mencapai lethargy termal dapat ditulis sebagai berikut :

uth
 uth
Du ' du '   uth  a u ' du ' 
q0 u th    T  f ,T T 0 0  u exp   B u T u'   exp   u T u'  du (5.120)
 2

   

Umur Fermi pada proses perlambatan neutron yang dihasilkan oleh reaksi fisi
pada lethargy u hingga mencapai batas lethargy termal u th (yang disimbolkan sebagai
 u  uth  ) dapat dirumuskan sebagai :

Du ' du '


uth

 u  uth     u' (5.121)


u T 

Sedangkan peluang lolos serapan resonansi pada proses perlambatan neutron


yang dihasilkan oleh reaksi fisi pada lethargy u hingga mencapai batas lethargy
termal u th (yang disimbolkan sebagai pu  uth  ) dapat dirumuskan sebagai :

 uth  a u ' du ' 


pu  u th   exp     (5.122)

 u T  u '   

Dengan mensubstitusikan persamaan (5.121) dan persamaan (5.122) ke persamaan


(5.120), maka rapat perlambatan dari neutron hasil reaksi fisi yang dilahirkan pada
lethargy u hingga mencapai lethargy termal dapat ditulis menjadi :

 
uth

q0 u th    T  f ,T T 0   u  exp  B 2 u  u th  pu  u th du (5.123)


0

168
Diasumsikan neutron hasil fisi dilahirkan pada rentang lethargy 0  u  u E , di mana
u E adalah lethargy maksimal (yang bersesuaian dengan energy minimal) dari neutron
yang dihasilkan oleh reaksi fisi. Selanjutnya proses moderasi neutron diasumsikan
terjadi pada rentang lethargy u E  u  uth . Dengan asumsi ini, persamaan (5.114)
menjadi :
 uE   uth
Du  du   uth  a u  du 
q0 u th    T  f ,T T 0   u du exp  B 
   2
exp     (5.124)

0



 uE T
 u   


 uE T u   

Umur Fermi pada proses perlambatan neutron yang dihasilkan oleh reaksi fisi
hingga mencapai batas lethargy termal u th (yang disimbolkan sebagai  T ) dapat
dirumuskan sebagai :
Du  du
uth

T   (5.125)
uE T
 u  

Sedangkan peluang lolos serapan resonansi pada proses perlambatan neutron


yang dihasilkan oleh reaksi fisi hingga mencapai batas lethargy termal u th (yang
disimbolkan sebagai p ) dapat dirumuskan sebagai :

 uth  a u  du 
p  exp     (5.126)
 u  T u   
 E 

Sementara itu, karena neutron hasil fisi dilahirkan pada rentang lethargy
0  u  u E , maka :
uE

  u du  1
0
(5.127)

Dengan mensubstitusikan persamaan (5.125), persamaan (5.126) dan persamaan


(5.127) ke persamaan (5.124), maka rapat perlambatan dari neutron hasil reaksi fisi
hingga mencapai lethargy termal dapat ditulis menjadi :


q0 uth    T  f ,T pT 0 exp  B 2 T  (5.128)

Selanjutnya, dengan mensubstitusikan persamaan (5.128) ke persamaan


(5.114), maka nilai k dapat dihitung dengan :

169
 T  f ,T pT 0 exp  B 2 T   T  f ,T p exp  B 2 T 
k 
1  B L  1  B L 
(5.129)
2 2
T a ,T T 0 2 2
T a ,T

Pada persamaan (5.126) nilai tampang lintang serapan termal merupakan gabungan
dari tampang lintang serapan termal dari bahan bakar, moderator, pendingin, srtuktur
dan penyerap neutron lainnya, yaitu :

 a,T   a,T , F   a,T ,M   a,T ,C   a,T ,S   a,T , P (5.130)

Dalam hal ini indeks F, M, C, S, P masing-masing menyatakan bahan bakar,


moderator, pendingin, struktur dan penyerap neutron lainnya; indeks T menyatakan
neutron termal dan indeks a menyatakan serapan neutron. Sementara itu tampang
lintang fisi termal hany terdiri dari tampang lintang fisi termal bahan bakar, yaitu :

 f ,T   f ,T , F (5.131)

Persamaan (5.129) dapat ditulis menjadi :

  f ,T , F
k  p T
  a ,T , F


 exp  B 2 T


 
(5.132)
   1  B 2 L2
  a ,T , F  a ,T  T

 f ,T , F  a ,T , F
Dari persamaan (5.77) dan persamaan (5.88), maka T   dan  f .
 a ,T , F  a ,T
Dengan demikian, persamaan (5.132) menjadi :

k   p f

exp  B 2 T 
 
(5.133)
1  B 2 L2T

Dengan mensubsitusikan persamaan (5.93) ke persamaan (5.133), maka nilai k dapat


dihitung sebagai :
exp  B 2 T 
k  k
1  B 2 L2T 
(5.134)

Jika persamaan (5.134) dibandingkan dengan persamaan (5.94), maka peluang


neutron cepat tidak bocor dari medium reactor selama proses moderasi ( PF ) dan
peluang neutron termal tidak bocor dari medium reactor selama proses difusi ( PT )
masing-masing adalah :

170
PF  exp  B 2 T   (5.135)
Dan :
1
PT  (5.136)
1  B 2 L2T

Teori difusi satu kelompok yang dimodifikasi


Jika nilai B 2 T kecil, maka dapat dilakukan pendekatan sebagai berikut :


exp  B 2 T   1
(5.137)
1  B 2 T

Dengan demikian, persamaan (5.134) menjadi :

k
k
  
(5.138)
1  B L 1  B 2 T
2 2
T
Atau :
k
k
 
(5.139)
1  B L   T  B 4 T L2T
2 2
T

Karena nilai B 2 kecil, maka suku yang mengandung B 4 dapat diabaikan. Dengan
demikian, persamaan (5.139) menjadi :

k
k
 
(5.140)
1  B L2T   T 2

Didefinisikan besaran M 2 yaitu kuadrat dari panjang migrasi neutron rerata sejak
dilahirkan dari reaksi fisi hingga terserap sebagai neutron termal, yang dirumuskan
sebagai berikut :
M 2  L2T   T (5.141)

Selanjutnya, persamaan (5.140) menjadi :

k
k (5.142)
1 B2M 2

Persamaan (5.142) adalah persamaan kekritisan dengan pendekatan teori difusi satu
kelompok yang dimodifikasi. Dalam hal ini :

171
k    p f (5.143)

Persamaan (5.142) dapat ditulis sebagai :

k  k P (5.144)

Di mana P adalah peluang neutron tidak bocor dari medium reactor sejak dilahirkan
dari reaksi fisi hingga terserap sebagai neutron termal. Nilai P dalam hal ini adalah :

1
P (5.145)
1 B2M 2

V.7. Perhitungan kekritisan reactor satu dimensi, banyak daerah (multi region)
dengan teori difusi neutron satu kelompok yang dimodifikasi.
Berbagai desain reactor nuklir tersusun dari material yang berbeda dalam
beberapa daerah atau region. Desain yang demikian dibuat untuk berbagai tujuan.
Pada kebanyakan reactor daya, diinginkan distribusi daya yang lebih merata dalam
teras reactor. Hal ini dapat dilakukan dengan melalukan variasi kandungan nuklida
fisil. Daerah yang berkecenderungan menimbulkan fluks neutron yang tinggi
(misalnya di bagian tengah teras reactor) sengaja diberi bahan bakar dengan
kandungan nuklida fisil yang lebih rendah daripada daerah yang berkecenderungan
menimbulkan fluks neutron yang rendah (misalnya di bagian tepi reactor). Dengan
demikian fluks neutron di bagian tengah teras dapat ditekan sedangkan fluks neutron
di bagian tepi teras dapat dinaikkan.
Jika suatu reaktor didesain dengan pada awalnya menggunakan bahan bakar
yang kandungan nuklida fisilnya seragam (single region), maka setelah beberapa
lama beroperasi kandungan nuklida fisilnya menjadi tidak seragam. Hal ini terjadi
karena pada daerah yang fluks neutronnya tinggi, nuklida fisil akan berkurang lebih
cepat daripada daerah yang fluks neutronnya lebih rendah. Dengan demikian reaktor
yang semula satu daerah (single region) setelah beberapa lama beroperasi akan
menjadi reaktor multiregion.
Beberapa desain reaktor dilengkapi dengan material moderator tanpa bahan
bakar yang dipasang di luar (melingkupi) teras reaktor. Daerah (zona) yang terdiri
dari material moderator yang melingkupi teras reaktor ini disebut sebagai zona
(daerah) reflektor. Fungsi dari reflektor adalah untuk memoderasi neutron cepat yang
bocor dari teras reaktor sehingga menjadi neutron termal dan mendifusikan neutron
termal yang bocor keluar reaktor. Neutron termal yang berdifusi dalam moderator ini
berpeluang untuk kembali memasuki teras reaktor disamping untuk bocor keluar dari
medium reflektor. Secara keseluruhan, fungsi reflektor adalah untuk mengurangi
kebocoran neutron keluar dari keseluruhan sistem reaktor (teras dan reflektor)
sehingga kondisi kritis dapat dicapai dengan jumlah nuklida fisil yang lebih rendah.
Selisih dari jumlah nuklida fisil untuk mencapai kondisi kritis dengan adanya

172
reflektor terhadap jumlah nuklida fisil untuk mencapai kondisi kritis tanpa reflektor
disebut sebagai penghematan reflektor (reflector saving).
Berbagai reaktor nuklir lainnya didesain sebagai reaktor pembiak. Pada desain
reaktor pembiak, terdapat daerah (zona) yang dioptimalisasikan untuk terjadinya
reaksi fisi yang mampu mencapai kondisi kritis dengan menghasilkan cukup banyak
neutron serta memiliki permukaan yang memungkinkan cukup banyak kebocoran
neutron. Zona ini disebut sebagai zona teras (core) atau zona seed. Zona teras atau
zona seed ini dilingkupi oleh zona selimut (blanket). Neutron yang bocor dari zona
teras akan memasuki zona blanket. Zona blanket dioptimalisasikan bagi terjadinya
reaksi pembiakan. Neutron yang memasuki zona blanket akan ditangkap oleh nuklida
fertil. Nuklida fertil setelah menangkap neutron akan menjadi nuklida majemuk yang
selanjutnya mengalami satu atau dua kali peluruhan radioaktif (biasanya peluruhan
beta negatif) dan akhirnya menghasilkan nuklida fisil.

V.7.a. Persamaan kritis untuk reaktor satu dimensi dua daerah (teras dan reflektor)
dengan pendekatan teori difusi satu kelompok yang dimodifikasi
Akan dibahas reaktor satu dimensi dua daerah. Daerah di bagian tengah
mengandung nuklida fisil dan disebut sebagai daerah atau zona teras (diberi indeks C)
dan daerah luar terdiri dari material moderator tanpa bahan bakar dan berfungsi
sebagai reflektor (diberi indeks R).
Dengan menggunakan pendekatan teori difusi neutron yang dimodifikasi,
persamaan neraca neutron termal untuk zona teras adalah :

k 
TC r      1 aTCTC r   0
1 d m d
DTC r (5.146)
 k 
m
r dr dr

Persamaan (5.146) berlaku untuk 0  r  a . Posisi 0 adalah posisi tengah


reaktor, yaitu bidang tengah untuk teras reaktor slab uniform sangat luas, sumbu
pusat untuk teras reaktor silinder uniform sangat panjang dan titik pusat untuk teras
reaktor bola uniform. Posisi a adalah posisi permukaan luar zona teras dihitung dari
posisi tengah, yaitu setengah tebal untuk teras reaktor slab uniform sangat luas, jari-
jari untuk teras reaktor silinder uniform sangat panjang dan teras reaktor bola
uniform. Besaran k adalah eigen value yang merupakan kritikalitas. Besaran k  telah
dirumuskan pada persamaan (5.143), yang dapat ditulis kembali sebagai :

k    C  C pC f C (5.147)

Sementara itu, persamaan neraca neutron termal untuk zona reflektor adalah :

TR r    aTRTR r   0
1 d m d
DTR r (5.148)
r m dr dr

173
Persamaan (5.148) berlaku untuk a  r  b . Posisi b adalah posisi tengah
adalah posisi permukaan luar reflektor. Pada persamaan (5.146) dan persamaan
(5.148), r menyatakan posisi karekteristik satu dimensi sedangkan m adalah bilangan
bulat yang menyatakan karakteristik bentuk geometri, yaitu m = 0 untuk bentuk slab
yang luas, m = 1 untuk silinder panjang dan m = 2 untuk bola uniform. Indeks T
menyarakan neutron termal, indeks C menyatakan zona teras (core) dan indeks R
menyatakan zona reflektor.
Syarat batas posisi tengah untuk penyelesaian dari persamaan (5.146) adalah :

TC r   0
d
r 0  (5.149)
dr

Sedangkan syarat batas permukaan luar untuk penyelesaian dari persamaan (5.148)
adalah :
r  b    TR r   0 (5.150)

Pada bidang batas teras dan reflector, berlaku syarat kontinuitas fluks neutron dan
kontinuitas arus neutron sebagai berikut :

r  a  TC r   TR r  (5.151)

r  a  DTC TC r   DTR TR r 


d d
(5.152)
dr dr

Penyelesaian dari persamaan (5.146) dan persamaan (5.148) adalah :

  k     k  
TC r   AC1 C1  r   1 aTC   AC 2 C 2  r   1 aTC  (5.153)
  k  DTC    k  DTC 
   
  aTR    aTR 
TR r   AR1 R1  r   AR 2 R 2  r
 


(5.154)
 DTR   DTR 

Fungsi distribusi fluks neutron pada zona teras dan zona reflector untuk berbagai
bentuk geometri reactor satu dimensi dapat dilihat pada Tabel 5.6 dan Tabel 5.7.
Fungsi  C1 adalah fungsi simetris terhadap posisi tengah reactor dan
memenuhi syarat batas persamaan (5.149) sedangkan fungsi  C 2 adalah fungsi
antisimetris terhadap posisi tengah reactor dan tidak memenuhi syarat batas
persamaan (5.149). Dengan demikian, supaya syarat batas persamaan (5.149)
terpenuhi, fungsi  C 2 harus dihilangkan dari persamaan (5.153) atau AC 2  0 ,
sehingga distribusi fluks neutron pada zona teras menjadi :

174
  k  
TC r   AC1 C1  r   1 aTC  (5.155)
  k  DTC 
 

Tabel 5.6. Fungsi distribusi fluks neutron pada zona teras pada reactor dua daerah
satu dimensi

Bentuk geometri Fungsi distribusi  C1 Fungsi distribusi  C 2


  k     k  
Slab luas uniform  C1  cos r   1 aTC   C 2  sin r   1 aTC
dengan tebal 2a   k  DTC    k  DTC
   
Silinder panjang   k    k  
uniform berjari-  C1  J 0  r   1 aTC   C 2  Y0  r    1 aTC 
  k  DTC    k  DTC 
jari a   
  k    k  
sin  r   1 aTC  cos r    1 aTC 
  k  DTC    k  DTC 
Bola uniform  C1     C2  
berjari-jari a k  k 
r    1 aTC r    1 aTC
 k  DTC  k  DTC

Tabel 5.7. Fungsi distribusi fluks neutron pada zona reflektor pada reactor dua daerah
satu dimensi

Bentuk geometri Fungsi distribusi  R1 Fungsi distribusi  R 2


Slab luas uniform   aTR    aTR 
 R1  cosh r 

 R 2  sinh  r 

dengan tebal b - a  DTR   DTR 
Selubung silinder   aTR    aTR 
panjang uniform  R1  I 0  r 

 R2  K0  r
 D


 DTR   
dengan tebal b - a TR

  aTR    aTR 
sinh  r  cosh r 
Selubung bola  D   D 
uniform dengan  R1   TR   R2   TR 
tebal b - a  aTR  aTR
r r
DTR DTR

Fungsi  C1 adalah fungsi simetris terhadap posisi tengah reactor dan memenuhi
syarat batas persamaan (5.149) sedangkan fungsi  C 2 adalah fungsi antisimetris
terhadap posisi tengah reactor dan tidak memenuhi syarat batas persamaan (5.149).

175
Dengan demikian, supaya syarat batas persamaan (5.149) terpenuhi, fungsi  C 2 harus
dihilangkan dari persamaan (5.153) atau AC 2  0 , sehingga distribusi fluks neutron
pada zona teras menjadi :
 k  
TC r   AC1 C1  r    1 aTC  (5.155)
  k  D 
 TC 

Syarat batas permukaan luar, yaitu dari persamaan (5.150) harus dipehuni
oleh fluks neutron pada reflector, sehingga :

     
AR1 R1  b    aTR   AR 2 R 2  b    aTR 0 (5.156)
 DTR   DTR 
   
Atau :
  aTR 
 R1  b    

 DTR 
AR 2   AR1 (5.157)
  
 R 2  b    aTR 

 DTR 

Sehingga distribusi fluks neutron pada reflector menjadi :

   aTR  
  R1  b    


     DTR    r  aTR 
TR r   AR1  R1  r aTR 
 R2 


(5.158)
  DTR    b     aTR 
  DTR 
 R2 
DTR  
   

Dengan mengaplikasikan syarat batas kesamaan fluks neutron pada batas antara
medium teras dan reflector, yaitu persamaan (5.151), maka diperoleh :

   aTR  
  R1  b     
 k         
   A   a  aTR  DTR 
AC1 C1  a    1 aTC   R 2  a aTR   (5.159)
  k    DTR    aTR   D 
R1 R1
  DTC    
 R 2  b     TR
  
  DTR  

Sehingga diperoleh hubungan antara konstanta AR1 dengan AC1 sebagai berikut :

176
 k  
AC1 C1  a    1 aTC 
  k  DTC 
AR1   (5.160)
  
 R1  b    aTR 
    DTR    
 R1  a aTR    R 2  a aTR 

 DTR      DTR 
 R 2  b    aTR 
 DTR 

Selanjutnya, untuk mengaplikasikan syarat batas kesamaan arus neutron


pada batas antara medium teras dan reflector, yaitu persamaan (5.152), terlebih
dahulu perlu dilakukan diferensiasi terhadap persamaan (5.155) dan persamaan
(5.158) sebagai berikut :

TC k   k  
 AC1    1 aTC  C1  r    1 aTC  (5.161)
 k  DTC  
dr   k  DTC 
   aTR  
  R1  b    


TR  aTR      DTR    r  aTR 
 AR1   R1  r aTR 
 R2 


(5.162)
dr DTR   DTR    b     aTR 
  DTR 
 R2 
DTR  
   

Fungsi C1 adalah fungsi diferensiasi distribusi fluks neutron jenis pertama pada zona
teras sedangkan  R1 dan  R 2 fungsi diferensiasi distribusi fluks neutron jenis
pertama dan jenis kedua pada zona reflector. Fungsi-fungsi tersebut untuk berbagai
bentuk geometri reactor satu dimensi dapat dilihat pada Tabel 5.8 dan Tabel 5.9.
Dengan mensubstitusikan persamaan (5.160) ke persamaan (5.162), maka
diferensiasi fluks neutron pada zona reflektor adalah :

TR  aTR  k  
 AC1  C1  a    1 aTC 
 
dr DTR   k  DTC 
   aTR    aTR    aTR    aTR 
  R 2  b     R1  r    R1  b     R 2  r   (5.163)
  DTR   DTR   DTR   DTR 
       
 
   aTR    aTR    aTR    aTR 
  R 2  b    DTR
 R1  r
  DTR
   R1  b   
  DTR
 R 2  r
  DTR


        

177
Tabel 5.8. Fungsi diferensiasi distribusi fluks neutron pada zona teras pada reactor
dua daerah satu dimensi

Bentuk geometri Fungsi  C1 Fungsi  C 2


    
Slab luas uniform C1   sin r 
 k
 1 aTC  C 2  cos r  k   1  aTC 
  k  DTC    k  DTC 
dengan tebal 2a    

Silinder panjang   k     k  
uniform berjari-  C1   J 1  r   1 aTC  C 2  Y1  r   1 aTC 
  k  DTC    k  DTC 
jari a    
 k    
cos r    1 aTC  sin  r  k   1  aTC 
  k  DTC   
Bola uniform
 C1      k  DTC 
berjari-jari a
k  k 
r    1 aTC r 2    1 aTC
 k  DTC  k  DTC

Tabel 5.9. Fungsi diferensiasi distribusi fluks neutron pada zona reflektor pada
reactor dua daerah satu dimensi

Bentuk geometri Fungsi  R1 Fungsi  R 2


Slab luas uniform   aTR    aTR 
 R1  sinh r 

 R 2  cosh r 

dengan tebal b - a  DTR   DTR 
Selubung silinder      
panjang uniform  R1   I 1  r aTR  R2   K1  r aTR 
 D   D 
dengan tebal b - a  TR   TR 
  aTR    aTR 
cosh  r  sinh  r 
 D   D 
 R1   TR  R2   TR 
 aTR  aTR
Selubung bola r r
DTR DTR
uniform dengan
tebal b - a   aTR    aTR 
sinh  r  cosh r 
 D   D 
  TR    TR 
 
r 2 aTR r 2 aTR
DTR DTR

178
Dengan mensubstitusikan persamaan (5.161) dan persamaan (5.163) ke
persamaan syarat batas kesamaan arus neutron, yaitu persamaan (5.152) maka
diperoleh :
k   k  
DTC AC1    1 aTC  C1  a    1 aTC  
 k  DTC   k  DTC 

 aTR  k  
DTR AC1  C1  a    1 aTC  (5.164)
DTR   k  DTC 
 
   aTR    aTR    aTR    aTR 
  R 2  b     R1  a    R1  b     R 2  a 
  DTR   DTR   DTR   DTR 
       
 
   aTR    aTR    aTR    aTR 
   b     R1  a    R1  b     R 2  a 
R 2  DTR   DTR   DTR   DTR 
        

Atau :
  k  
 C1  a   1 aTC 
  k  DTC 
DTC  k   
  1 aTC
DTR  k  DTC  k  
 C1  a    1 aTC 
  k  DTC 
 
   aTR    aTR 
  R 2  b     R2  a 
  DTR   DTR 
   
  (5.165)
  aTR    aTR    aTR  
 R1  a    R1  b      R1  a 
 aTR  DTR 


 DTR 


 DTR  

DTR   aTR    aTR    aTR 

 R1  a    R 2  b      R2  a 
DTR   DTR   DTR  
    
 
   b     aTR  
  R1  a
 aTR  

 R1  DTR   DTR  
   

Persamaan (5.164) atau persamaan (5.165) adalah persamaan kritikalitas untuk


reactor dua daerah (teras dan reflector) satu dimensi dengan pendekatan teori difusi
satu kelompok yang dimodifikasi.
Untuk reactor berbentuk slab sangat luas dengan reflector berketebalan sama
pada kedua sisinya, maka persamaan kritikalitasnya dapat disusun dengan
mensubstitusikan fungsi distribusi fluks neutron dan fungsi diferensiasi fluks neutron

179
yang terdapat pada Tabel (5.6), Tabel (5.7), Tabel (5.8) dan Tabel (5.9) untuk
geometri slab sangat luas ke persamaan (5.165), sebagai berikut :

  k  
 sin  a   1 aTC 
  k  DTC 
DTC  k   
  1 aTC
DTR  k  DTC   k  
cos a   1 aTC 
  k  DTC 
 
   aTR    aTR 
 sinh  b     cosh a 
  DTR   DTR 
   
  (5.166)
  aTR     aTR    aTR  
sinh  a   cosh b     sinh  a 
 aTR 
 DTR  
 DTR  
 DTR  
 
DTR   aTR     aTR    aTR 

cosh a   sinh  b     sinh  a 
   DTR   DTR  
 DTR    
  
 cosh b     aTR  
 cosh a
 aTR  

  DTR   DTR  
  
Atau :
DTC  k   k  
   1 aTC tan a    1 aTC 
 k  DTC  
DTR   k  DTC 
   aTR    aTR 
 tanh b      coth a  (5.167)
 aTR   aTR   DTR   DTR 
tanh a     
  
DTR  DTR  tanh b     aTR  
  tanh a
 aTR 

  DTR   DTR 
    

Persamaan (5.167) adalah persamaan krtitikalitas untuk reactor dua daerah


berbentuk slab sangat luas dengan reflector berketebalan sama pada kedua sisinya
dengan pendekatan teori difusi satu kelompok yang dimodifikasi.
Sedangkan untuk reactor berbentuk silinder sangat panjang dengan reflector
pada sisi radial, maka persamaan kritikalitasnya dapat disusun dengan
mensubstitusikan fungsi distribusi fluks neutron dan fungsi diferensiasi fluks neutron
yang terdapat pada Tabel (5.6), Tabel (5.7), Tabel (5.8) dan Tabel (5.9) untuk
geometri silinder sangat panjang ke persamaan (5.164). Setelah dilakukan beberapa
manipulasi matematika, diperoleh persamaan krtitikalitas untuk reactor dua daerah
berbentuk silinder sangat luas dengan reflector radial dengan pendekatan teori difusi
satu kelompok yang dimodifikasi, sebagai berikut :

180
  k  
J1  a   1 aTC 
  k  DTC 
DTC  k      aTR
   1 aTC 
DTR  k  DTC   k   DTR
J0a   1 aTC 
  k  DTC 
  (5.168)
   aTR    aTR    aTR    aTR  
 K  b    I1  a   I 0  b     K1  a 
0       
  DTR   DTR   DTR   DTR 
 
   aTR    aTR    aTR    aTR  
 K 0  b    DTR
I 0  a
  DTR
  I 0  b   
  DTR
K 0  a
  D


        TR  

Untuk reactor berbentuk bola dengan reflector pada sisi radial, maka persamaan
kritikalitasnya dapat disusun dengan mensubstitusikan fungsi distribusi fluks neutron
dan fungsi diferensiasi fluks neutron yang terdapat pada Tabel (5.6), Tabel (5.7),
Tabel (5.8) dan Tabel (5.9) untuk geometri bola ke persamaan (5.165). Setelah
dilakukan beberapa manipulasi matematika, diperoleh persamaan krtitikalitas untuk
reactor dua daerah berbentuk bola dengan reflector radial dengan pendekatan teori
difusi satu kelompok yang dimodifikasi, sebagai berikut :

DTC   k    k   1
  1 aTC cot  a    1 aTC    
DTR   k  DTC   k  DTC  a 
 
  aTR    1     aTR 1   
 coth a aTR    coth b    aTR    coth a aTR  (5.169)
 DTR  DTR  a   DTR  DTR a  DTR 
    
     
coth b    aTR   coth a aTR 
 DTR   DTR 
 

Konstanta AC1 pada persamaan (5.155) dapat ditentukan berdasarkan daya reaktor.
Reaksi fisi dalam hal ini hanya terjadi pada zona teras, dengan demikian daya reaktor
dapat dihitung dengan :
W  RFC EK (5.170)

Dalam hal ini W adalah daya reaktor dalam satuan Watt, E adalah energy rerata yang
dihasilkan tiap reaksi fisi (200 MeV per fisi), K adalah faktor konversi energy
( 1,6021 10 13 J/MeV) sedangkan RFC adalah laju reaksi fisi keseluruhan dalam zona
teras reaktor dalam satuan fisi per detik. Nilai RFC untuk reaktor dengan medium
uniform dapat dihitung dengan :

181
 
RFC    fCTC r dVC   fC  TC r dVC (5.171)
VC VC

Dalam hal ini, VC adalah volume teras reaktor,  fC adalah tampang lintang
makroskopis reaksi fisi pada zona teras reaktor. Untuk geometri satu dimensi, maka :

a
RFC  2 l    fC  TC r r m dr (5.172)
0

Dalam hal ini r menyatakan posisi karekteristik satu dimensi, a adalah jarak
permukaan luar terhadap posat geometri. Nilai l  1 untuk slab serta sllinder dan
l  2 untuk bola. Untuk slab   0 sedangkan untuk silinder dan bola   1 .
Sedangkan m adalah bilangan bulat yang menyatakan karakteristik bentuk geometri,
yaitu m = 0 untuk bentuk slab yang luas, m = 1 untuk silinder panjang dan m = 2
untuk bola uniform.
Dengan mensubstitusikan persamaan (5.155) ke persamaan (5.172), maka :

a  k   m
RFC  2 l    fC AC1  C1  r    1 aTC r dr (5.173)
  k  DTC 
0  

Substitusi persamaan (5.173) ke persamaan (5.170) menghasilkan :

a  k   m
W  AC1 EK 2 l    fC  C1  r    1 aTC r dr (5.174)
  k  DTC 
0  

Dengan demikian, konstanta AC1 dapat dihitung sebagai :

W
AC1  (5.175)
a  k   m
EK 2 l    fC  C1  r    1 aTC r dr
  k  DTC 
0  

Setelah konstanta AC1 ditentukan dengan menggunakan persamaan (5.175), maka


konstanta AR1 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (5.160). Rumus
konstanta AC1 dan AR1 untuk reaktor satu dimensi dengan reflektor dapat dilihat pada
Tabel 5.10 dan Tabel 5.11. Selanjutnya, distribusi fluks neutron pada zona teras dan
reflektor dapat dihitung dengan persamaan (5.155) dan persamaan (5.158).

182
Tabel 5.10. Rumus konstanta AC1 untuk berbagai geometri reaktor satu dimensi
dengan reflektor

Geometri reaktor Rumus konstanta AC1


W
AC1 
slab luas uniform dengan tebal a  k  
2a 2 fC EK  cos r    1 aTC dx
  k  DTC 
0 
W
AC1 
silinder panjang uniform R  k  
dengan jari-jari a 2 fC EK  J 0  r    1 aTC rdr
  k  DTC 
0 
W
AC1 
 k  
sin  r    1 aTC 
R   k  DTC  2
bola uniform dengan jari-jari a
4 fC EK   r dr
 k   aTC
r   1
0

 k  DTC

Tabel 5.11. Rumus konstanta AC1 untuk berbagai geometri reaktor satu dimensi
dengan reflektor

Geometri Rumus konstanta AR1


reaktor
 k  
slab luas AC1 cos a    1 aTC 
  k  DTC 
uniform
AR1  
dengan         
tebal 2a cosh a aTR   tanh b    aTR  sinh  a aTR 
 DTR   DTR   DTR 
   
 k  
AC1 J 0  a    1 aTC 
  k  DTC 
silinder
AR1  
panjang   
uniform I 0  b    aTR 
    DTR    
I 0  a aTR   
dengan K 0  a aTR 
jari-jari a  DTR      DTR 
 K 0  b    aTR  
 DTR 

183
Geometri Rumus konstanta AR1
reaktor
 aTR   k   
bola  sin a    1 aTC  
AC1   k
uniform DTR 
  DTC  
AR1   
dengan  k    aTC          
jari-jari a   1  sinh a aTR   tanh b    aTR  cosh a aTR 
 k  DTC    DTR   D 
  DTR    TR 

V.7.b. Persamaan kritis untuk reaktor satu dimensi dua daerah (teras dan blanket)
dengan pendekatan teori difusi satu kelompok yang dimodifikasi
Contoh kasus berikutnya adalah reactor dua daerah di mana terdapat nuklida
fisil pada kedua daerah tersebut. Daerah di bagian tengah mengandung nuklida fisil
serta mampu mencapai kondisi kritis ( k   1 ), sementara daerah tepi mengandung
nuklida fisil tetapi tak mampu mencapai kondisi kritis ( k   1 ). Daerah tengah
disebut sebagai daerah atau zona teras (diberi indeks C) dan daerah tepi disebut
sebagai zona blanket (diberi indeks B).
Dengan menggunakan pendekatan teori difusi neutron yang dimodifikasi,
persamaan neraca neutron termal untuk zona teras adalah :

k 
TC r    C  1 aTCTC r   0
1 d m d
DTC r (5.176)
 k 
m
r dr dr

Persamaan (5.176) berlaku untuk 0  r  a . Posisi 0 adalah posisi tengah


reaktor, yaitu bidang tengah untuk teras reaktor slab uniform sangat luas, sumbu
pusat untuk teras reaktor silinder uniform sangat panjang dan titik pusat untuk teras
reaktor bola uniform. Posisi a adalah posisi permukaan luar zona teras dihitung dari
posisi tengah, yaitu setengah tebal untuk teras reaktor slab uniform sangat luas, jari-
jari untuk teras reaktor silinder uniform sangat panjang dan teras reaktor bola
uniform. Besaran k adalah eigen value yang merupakan kritikalitas. Besaran k C telah
dirumuskan pada persamaan (5.143), yang dapat ditulis kembali sebagai :

k C   C  C pC f C (5.177)

Sementara itu, persamaan neraca neutron termal untuk zona reflektor adalah :

k 
TB r    B  1 aTBTB r   0
1 d m d
DTB r (5.178)
 k 
m
r dr dr

Besaran k B dapat dirumuskan sebagai :

184
k B   B  B p B f B (5.179)

Persamaan (5.178) berlaku untuk a  r  b . Posisi b adalah posisi tengah


adalah posisi permukaan luar reflektor. Pada persamaan (5.176) dan persamaan
(5.178), r menyatakan posisi karekteristik satu dimensi sedangkan m adalah bilangan
bulat yang menyatakan karakteristik bentuk geometri, yaitu m = 0 untuk bentuk slab
yang luas, m = 1 untuk silinder panjang dan m = 2 untuk bola uniform. Indeks T
menyarakan neutron termal, indeks C menyatakan zona teras (core) dan indeks B
menyatakan zona blanket.
Syarat batas posisi tengah untuk penyelesaian dari persamaan (5.176) adalah :

TC r   0
d
r 0  (5.180)
dr

Sedangkan syarat batas permukaan luar untuk penyelesaian dari persamaan (5.178)
adalah :
r  b    TB r   0 (5.181)

Pada bidang batas teras dan blanket, berlaku syarat kontinuitas fluks neutron dan
kontinuitas arus neutron sebagai berikut :

r  a  TC r   TB r  (5.182)

r  a  DTC TC r   DTB TB r 


d d
(5.183)
dr dr

Penyelesaian dari persamaan (5.176) dan persamaan (5.178) adalah :

  k C     k C  
TC r   AC1 C1  r   1 aTC   AC 2 C 2  r   1 aTC  (5.184)
  k  DTC    k  DTC 
   
 k B    k B  
TB r   AB1 B1  r  1 aTB   AB 2 B 2  r  1 aTB  (5.185)
 k DTB   k DTB 
   

Fungsi distribusi fluks neutron termal untuk zona teras adalah sama dengan kasus
reaktor dengan reflektor yang telah dibahas pada Sub Bab V.7.a. dan telah
ditunjukkan pada Tabel 5.6. Sementara itu, fungsi distribusi fluks neutron termal pada
zona blanket ditunjukkan pada Tabel 5.12.

185
Tabel 5.12. Fungsi distribusi fluks neutron pada zona blanket pada reactor dua daerah
satu dimensi

Bentuk geometri Fungsi distribusi  B1 Fungsi distribusi  B 2


Slab luas  k B    k  
uniform dengan  B1  cosh r  1 aTB   B 2  sinh r B  1 aTB 
 k DTB   k DTB 
tebal b - a    
Selubung
 k B    k B  
silinder panjang
 B1  I 0  r  1 aTB   B2  K 0  r  1 aTB 
uniform dengan  k DTB   k DTB 
   
tebal b - a
 k    k  
sinh  r B  1 aTB  cosh r B  1 aTB 
Selubung bola  k DTB   k DTB 
   
uniform dengan  B1   B2 
tebal b - a k  k 
r B  1 aTB r B  1 aTB
k DTB k DTB

Supaya syarat batas persamaan (5.180) terpenuhi, fungsi  C 2 harus


dihilangkan dari persamaan (5.184) atau AC 2  0 , sehingga distribusi fluks neutron
pada zona teras menjadi :
 k  
TC r   AC1 C1  r    1 aTC  (5.186)
  k  D 
 TC 

Syarat batas permukaan luar, yaitu dari persamaan (5.181) harus dipehuni
oleh fluks neutron pada blanket, sehingga diperoleh :

 k B  
 B1  b     1 aTB 
 k DTB 
AB 2   AB1   (5.187)
 k  
 B 2  b    B  1 aTB 
 k DTB 
 

Sehingga distribusi fluks neutron pada blanket menjadi :

186
  k   
  B1  r B  1 aTB   
  k DTB  
  
    
TB r   AB1   B1  b    B  1 aTB 
k
 (5.188)
  k DTB   k  
  B 2  r B  1 aTB 
  
  k B  aTB   k DTB 
 
 B 2  b     1 
 k DTB 
 

Dengan mengaplikasikan syarat batas kesamaan fluks neutron pada batas antara
medium teras dan blanket, yaitu persamaan (5.182), maka diperoleh hubungan antara
konstanta AB1 dengan AC1 sebagai berikut :

 k  
AC1 C1  a  C  1 aTC 
  k  DTC 
AB1   (5.189)
 k  
 B1  b    B  1 aTB 
 k    k DTB   k  
 B1  a B  1 aTB    B 2  a B  1 aTB 
   
 k DTB    b    k B  1  aTB   k DTB 
B2
 k DTB 

Selanjutnya, untuk mengaplikasikan syarat batas kesamaan arus neutron pada batas
antara medium teras dan reflector, yaitu persamaan (5.183), terlebih dahulu perlu
dilakukan diferensiasi terhadap persamaan (5.155) dan persamaan (5.158) sebagai
berikut :
TC k   k  
 AC1    1 aTC  C1  r    1 aTC  (5.189)
dr  k  DTC   k  D 
 TC 
  k   
  B1  r B  1 aTB   
  k D  
  TB 

TB k B    k   
 AB1  1 aTB   B1  b    B  1 aTB   (5.190)
dr k DTB   k D     
 TB  k
 B 2  r B  1 aTB  
 
  k B  aTB   k DTB  
  B 2  b    k  1 D 


  TB  

187
Fungsi C1 adalah fungsi diferensiasi distribusi fluks neutron jenis pertama pada zona
teras sedangkan  B1 dan  B 2 fungsi diferensiasi distribusi fluks neutron jenis
pertama dan jenis kedua pada zona blanket. Fungsi-fungsi tersebut untuk berbagai
bentuk geometri reactor satu dimensi pada zona teras dapat dilihat pada Tabel 5.8.
Sementara itu, fungsi diferensiasi distribusi fluks neutron jenis pertama dan jenis
kedua pada zona blanket (  B1 dan  B 2 ) dapat dilihat pada Tabel 5.13.

Tabel 5.13. Fungsi diferensiasi distribusi fluks neutron pada zona blanket pada
reactor dua daerah satu dimensi
Bentuk geometri Fungsi  B1 Fungsi  B 2
Slab luas  k    k  
uniform dengan  B1  sinh r B  1 aTB   B 2  cosh r B  1 aTB 
 k DTB   k DTB 
tebal b - a  
Selubung
 k    k  
silinder panjang
 B1   I 1  r B  1 aTB   B 2   K1  r B  1 aTB 
uniform dengan  k DTB   k DTB 
 
tebal b - a
 k    k  
cosh r B  1 aTB  sinh  r B  1 aTB 
 k DTB   k DTB 
 B1    B2  
k B  aTB k 
Selubung bola r 1 r B  1 aTB
k DTB k DTB
uniform dengan
tebal b - a  k    k  
sinh  r B  1 aTB  cosh r B  1 aTB 
 k DTB   k DTB 
   
k  k 
r 2 B  1 aTB r 2 B  1 aTB
k DTB k DTB

Dengan mensubstitusikan persamaan (5.189) dan persamaan (5.190) ke persamaan


syarat batas kesamaan arus neutron, yaitu persamaan (5.183) maka diperoleh :

 2 
DTC BC2  C1  a BC 

DTB BB2  C1  a BC2 
 
(5.191)
   b    B 2   a B 2     b    B 2   a B 2  
 B2  B
 B1  B
 B1
 B
 B2  B
 

  B 2  b    BB2  B1  a BB2    B1  b    BB2  B 2  a BB2  
        

188
Atau :
   b    BB2   B 2  a B B2  
 B2    

 2 
 B1  a B B2    B1  b    BB2   B1  a B B2  
DTC BC2  C1  a BC         (5.192)

 2  
DTB B B2  C1  a BC2   B1  a B B    B 2  b   
2
B B   B 2  a
2 
BB  
       
 
  B1  b    B B   B1  a
2  2  
BB 
    
Dengan :
k 
BC2   C  1 aTC (5.193)
 k  DTC
Dan
k 
BB2   B  1 aTB (5.194)
 k  DTB

Persamaan (5.191) atau persamaan (5.192) adalah persamaan kritikalitas untuk


reactor dua daerah (teras dan blanket) satu dimensi dengan pendekatan teori difusi
satu kelompok yang dimodifikasi.
Untuk reactor berbentuk slab sangat luas dengan blanket berketebalan sama
pada kedua sisinya, maka persamaan kritikalitasnya dapat disusun dengan
mensubstitusikan fungsi distribusi fluks neutron dan fungsi diferensiasi fluks neutron
yang terdapat pada Tabel (5.6), Tabel (5.12), Tabel (5.8) dan Tabel (5.13) untuk
geometri slab sangat luas ke persamaan (5.192), sehingga diperoleh persamaan
sebagai berikut :

 tanh b    B 2   coth a B 2  
D BC2       (5.195)
tan a BC2   tanh a BB2 
B B
 TC
DTB     tanh b    B 2   tanh a B 2  
BB2   B   B 
    

Persamaan (5.195) adalah persamaan krtitikalitas untuk reactor dua daerah berbentuk
slab sangat luas dengan blanket berketebalan sama pada kedua sisinya dengan
pendekatan teori difusi satu kelompok yang dimodifikasi.
Sedangkan untuk reactor berbentuk silinder sangat panjang dengan blanket
pada sisi radial, maka persamaan kritikalitasnya dapat disusun dengan
mensubstitusikan fungsi distribusi fluks neutron dan fungsi diferensiasi fluks neutron
yang terdapat pada Tabel (5.6), Tabel (5.12), Tabel (5.8) dan Tabel (5.13) untuk
geometri silinder sangat panjang ke persamaan (5.191). Setelah dilakukan beberapa
manipulasi matematika, diperoleh persamaan krtitikalitas untuk reactor dua daerah

189
berbentuk silinder sangat luas dengan blanket radial dengan pendekatan teori difusi
satu kelompok yang dimodifikasi, sebagai berikut :

 2 
D BC2 J 1  a BC 
 TC 
DTR BB2 J 0  a BC2 
 
(5.196)
 K  b    B 2  I  a B 2   I  b    B 2  K  a B 2  
 0 B
 1 B
 0 B
 1 B
 

 K 0  b    BB2  I 0  a BB2   I 0  b    BB2  K 0  a BB2  
        

Untuk reactor berbentuk bola dengan blanket pada sisi radial, maka persamaan
kritikalitasnya dapat disusun dengan mensubstitusikan fungsi distribusi fluks neutron
dan fungsi diferensiasi fluks neutron yang terdapat pada Tabel (5.6), Tabel (5.12),
Tabel (5.8) dan Tabel (5.13) untuk geometri bola ke persamaan (5.165). Setelah
dilakukan beberapa manipulasi matematika, diperoleh persamaan krtitikalitas untuk
reactor dua daerah berbentuk bola dengan blanket radial dengan pendekatan teori
difusi satu kelompok yang dimodifikasi, sebagai berikut :

DTC  1
 BC cot  a BC    
2 2

DTR    a
 1
 B B coth a BB    coth b    B B   BB  coth a B B  (5.197)
2 2 2 2 1 2

   a   a  
coth b    BB2   coth a B B2 
   

Untuk menentukan konstanta fluks neutron, persamaan (5.188) terlebih dahulu ditulis
menjadi :
  B1  b    BB2  
   
TB r   AC1G B  B1  r BB  
2
 B 2  r BB  
2
(5.198)
     b    B 2   
  

B2
 B
 
Dengan :
AC1 C1  a BC2 
GB    (5.199)
 B1  b    BB2 
 B1  a BB2     a B2 
 B 
    b    B 2  B 2  
 
B2
 B

190
Konstanta AC1 pada persamaan (5.186) dan persamaan (5.198) dapat ditentukan
berdasarkan daya reaktor. Reaksi fisi dalam hal ini terjadi pada zona teras dan zona
blanket, dengan demikian daya reaktor dapat dihitung dengan :

W  RFC  RFB EK (5.200)

Dalam hal ini W adalah daya reaktor dalam satuan Watt, E adalah energy rerata yang
dihasilkan tiap reaksi fisi (200 MeV per fisi), K adalah faktor konversi energy
( 1,6021 10 13 J/MeV) sedangkan RFC dan RFB adalah laju reaksi fisi keseluruhan
dalam zona teras dan zona blanket dalam satuan fisi per detik. Nilai RFC untuk
reaktor dengan medium uniform dapat dihitung dengan:
 
RFC  RFB   fC  TC r dVC  fB  TB r dVB (5.201)
VC VB

Dalam hal ini, VC dan V B masing-masing adalah volume teras dan volume blanket,
 fC dan  fC masing-masing adalah tampang lintang makroskopis reaksi fisi pada
zona teras dan blanket. Untuk geometri satu dimensi, maka :

 a b

RFC  RFB  2    fC  TC r r dr   fB  TB r r m dr 
l
  m
(5.202)
 0 a 

Dalam hal ini r menyatakan posisi karekteristik satu dimensi, a adalah jarak
permukaan luar terhadap posat geometri. Nilai l  1 untuk slab serta sllinder dan
l  2 untuk bola. Untuk slab   0 sedangkan untuk silinder dan bola   1 .
Sedangkan m adalah bilangan bulat yang menyatakan karakteristik bentuk geometri,
yaitu m = 0 untuk bentuk slab yang luas, m = 1 untuk silinder panjang dan m = 2
untuk bola uniform.
Dengan mensubstitusikan persamaan (5.186) dan pesamaan (5.198) ke
persamaan (5.202), maka :

 a

  fC  C1  r BC2 r m dr  
 0
  
 
R FC  R FB  2 l   AC1  b
  B1  b    B B2    (5.203)
  
  G   r B 2    B 2  r B B  r dr 
 fB B   B1 
2 m
   
 B 2  b    B B2 
B
a 
   
   

191
Substitusi persamaan (5.173) ke persamaan (5.170) menghasilkan :

 a

  fC  C1  r BC2 r m dr  
 0
  
 
W  AC1 EK 2 l    b
  B1  b    B B2    (5.204)
  
  G   r B    B 2  r B B  r dr 
 fB B   B1 
2 2 m
B
  2    
 a  B 2  b    B B   
     

Dengan demikian, konstanta AC1 dapat dihitung sebagai :

W
AC1  (5.205)
 a

  fC  C1  r BC2 r m dr  
 0
  
 
EK 2 l    b
  B1  b    BB2   
  G   r B 2       r B 2  r m dr 
 fB B   B1 
 B 
B
   b    B 2  B 2   
B2  B 
a 
   
   

Setelah konstanta AC1 ditentukan dengan menggunakan persamaan (5.205), maka


konstanta G B dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (5.199). Selanjutnya,
distribusi fluks neutron pada zona teras dan blanket dapat dihitung dengan persamaan
(5.186) dan persamaan (5.198).

192

Anda mungkin juga menyukai