Anda di halaman 1dari 38

BAB 2

STRUKTUR INTI DAN SIFAT-SIFAT INTI SECARA UMUM

1. Pendahuluan
Setelah membahas tentang model inti atom, selanjutnya yaitu membahas
mengenai karakteristik umum inti atom pada keadaan dasarnya. Inti atom merupakan
sistem kuantum terikat dan karenanya maka terdapat berbagai keadaan kuantum yang
ditandai oleh energinya, momentum sudut dan lain-lain. Keadaan energi terendah dikenal
sebagai keadaan dasar dan inti biasanya ada dalam keadaan ini. Sifat-sifat inti yang akan
dibahas dalam bab ini sesuai dengan keadaan dasarnya yang disebut sebagai sifat-sifat
statis yang berbeda dengan sifat-sifat dinamik inti yang ditunjukkan dalam proses reaksi
inti, eksitasi inti, dan peluruhan inti. Sifat-sifat statis penting dari inti meliputi muatan
listrik, massa, energi ikat, ukuran, bentuk, momentum sudut, momen dipol magnetik,
momen quadrupole listrik, statistic, paritas, dan iso-spin.

2. Massa Inti dan Energi Ikat


Inti atom terdiri dari dua jenis partikel elementer yaitu proton dan neutron. Proton
tidak lain adalah inti dari atom hydrogen, sebuah atom hydrogen dimana orbital electron
tunggal diabaikan. Proton membawa satu elektron unit bermuatan positif (+e ) dan
memiliki massa sekitar 1836 kali massa elektron (m e ). Neutron bersifat netral secara
listrik dan memiliki massa sedikit lebih berat dari proton (lihat Tabel 2.1). Proton dan
neutron disatukan di dalam inti oleh gaya tarik yang sangat kuat. Gaya tersebut berbeda
dari gaya yang lebih dikenal seperti gaya gravitasi atau gaya listrik dan membentuk
sebuah interaksi yang disebut interaksi inti. Neutron dan proton secara bersama-sama
dikenal sebagai nucleon.
Penjumlahan dari jumlah neutron (N) dan proton (Z) di dalam inti dikenal sebagai
nomor massa (A), sehingga A = N + Z. Jelas bahwa A adalah bilangan bulat seperti N
dan Z, sedangkan Z sama dengan nomor atom unsur dalam tabel periodik.
Inti atom X dengan nomor atom Z dan nomor massa A dapat dituliskan sebagai
A
Z X . Sebagai contoh 42He menunjukkan bahwa inti dari atom helium dengan nomor atom
2 dan nomor massa 4. Dan ini sebenarnya adalah partikel alfa (α-partikel). Penulisan di
sebelah kiri symbol atom yang menunjukkan nomor atom sering dihilangkan karena

1
symbol kimia menentukan secara unik jumlah elemen atom sehingga kita dapat
menuliskan AX, sebagai contoh 1H, 4He, 7Li, dan lain-lain.
Inti dengan Z yang sama tetapi dengan A yang berbeda dapat disebut Isotop.
Unsur tertentu dengan Z yang diberikan mungkin memiliki isotop dengan nomor massa
yang berbeda. Inti mereka memiliki jumlah proton yang sama tetapi berbeda jumlah
neutronnya. Sebagai contoh, atom lithium (Z = 3) memiliki dua isotop, 6Li dan 7Li.
Jumlah proton dari inti atom Z = 3. Pada 6Li, jumlah neutron N = 3 sedangkan pada 7Li,
N = 4.
Isotop pertama kali ditemukan di antara unsur-unsur radioaktif alami. J. J.
Thomson saat menjelajahi sifat-sifat sinar positif dengan metode parabola, yaitu orang
pertama yang menemukan isotop neon yang stabil (Z = 10). Banyak unsur yang saat ini
diketahui memiliki lebih dari satu isotop yang stabil meskipun beberapa hanya memiliki
satu isotop stabil. Dengan demikian sodium (Z = 11) memiliki satu isotop stabil begitu
juga 23Na dengan N = 12. Unsur-unsur yang memiliki lebih dari satu isotop stabil dalam
keadaan stabil merupakan penggabungan dari isotop-isotop ini dalam proporsi tetap
disebut kelimpahan isotop, yang kurang lebih tetap sama, terlepas darimana mereka
berasal. Dengan demikian lithium alami merupakan penggabungan dari dua isotop stabil
6
Li dan 7Li dengan kelimpahan isotop 7,4% dan 92,6% secara khusus.
Hidrogen memiliki dua isotop stabil 1H (99,99%), 2H (0,01%). Isotop 2H dari
hidrogen disebut deuterium dan intinya yang disebut deuteron. Isotop tidak stabil lainnya
dari hidrogen dengan A = 3 dikenal titrium. Simbolnya adalah 3H. Inti dengan A yang
sama tetapi dengan Z yang berbeda disebut isobar, sedangkan inti dengan jumlah neutron
yang sama disebut isoton.
Massa inti M nuc diperoleh dari massa atom M dengan pengurangan massa dari
orbital elektron Z dari yang terakhir.
M nuc =M −Z me
Ungkapan tersebut tidak tepat karena tidak memperhitungkan energy ikat
elektron dalam atom. Namun kesalahan ini sangat kecil dan di dalam perhitungan
numerik yang melibatkan proses inti adalah massa atom yang digunakan karena massa
elektron biasanya diabaikan. Inti atom terikat sangat kuat. Energy yang dibutuhkan
beribu juta elektron volt (MeV) untuk melepaskan nucleon dari inti, bandingkan hanya
beberapa elektron volt energy untuk memisahkan orbital elektron dari atom untuk

2
mengionisasinya (dalam kasus ini atom hidrogen memiliki energy ionisasi sebesar 13,6
eV).
Apabila ingin memecah inti dari proton Z dan neutron N sepenuhnya sehingga
mereka semua dapat dipisahkan satu sama lain, sejumlah energy minimum harus
masukkan ke nucleus. Energy ini dikenal sebagai energy ikat inti. Proton Z dan neutron
N dalam keadaan diam, keduanya terpisah satu sama lain kemudian di satukan
membentuk nucleus dengan nomor massa A = N + Z dan muatan inti Z, maka jumlah
energy yang sama dengan energy ikat inti akan dikembangkan.
Berdasarkan teori relativitas khusus yang diungkapkan oleh Albert Einstein,
massa dan energy adalah setara. Massa dari tubuh dapat diubah menjadi energy dalam
proses penggabungans dan kimia tertentu begitu sebaliknya massa m dari tubuh jika
seluruhnya diubah menjadi energi yang besarnya setara dengan m c 2, dimana c adalah
kecepatan cahaya di ruang vakum: c=2,997925× 108 m/ s. Oleh karena itu, ketika
sepenuhnya diubah menjadi energy maka didapat energi sebesar 9 ×10 13 joule.
Dapat diketahui bahwa inti memiliki energy yang sama dengan energi ikatnya
ketika hilangnya sebagian kecil massa total dari proton Z dan neutron N, dimana inti
terbentuk. Jika jumlah massa yang hilang (dikenal dengan defek massa) adalah ∆ M ,
maka energy ikatnya menjadi:
E B=∆ M c 2 (2.2-1)
Dari pembahasan tersebut, jelas bahwa massa inti harus lebih kecil dari jumlah
massa neutron dan proton penyusunnya. Oleh karena itu, massa atom hidrogen dan
neutron M H dan M n dapat ditulis sebagai berikut:
∆ M =Z M H + N M n −M ( A , Z) (2.2-2)
dimana M ( A , Z ) adalah massa dari atom yang memiliki nomor massa A dan nomor atom
Z. Sehingga energy ikat inti menjadi:
E B= { Z M H + N M n−M ( A , Z) } c 2 (2.2-3)
Pada persamaan (2.2-3), massa elektron Z hilang dari ruas kanan dan ∆ M untuk
inti sebenarnya sama dengan jumlah massa proton Z ( Z M p) dan neutron N ( N M n)
dikurangi massa inti M nuc ( A , Z ) atom. Perlu diketahui bahwa kesetaraan massa-energi,
massa atom dapat dijadikan sebagai satuan energi sehingga persamaan (2.2-3), c2 dapat
dihilangkan.
12
Satuan massa didefinisikan sebagai satu per dua belas massa atom C yang
diambil tepat 1 unit dan ditunjukkan oleh symbol ‘u’ (unified atomic mass unit). Satuan

3
massa atom ini telah digunakan sejak tahun 1961 oleh ahli penggabunganka dan ahli
kimia berdasarkan kesepakatan internasional. Sebelum tahun 1961, satuan massa atom
yang digunakan oleh ahli penggabunganka dan ahli kimia berbeda. Ahli penggabungan
16
sebelumnya menggunakan satu per enam belas dari massa atom O isotop dan dapat
dikenal satuan massa unit (amu). Konversi satuan yang digunakan adalah
1 u : 1 amu = 1.0003172 : 1
Satuan massa atom yang sebelumnya digunakan oleh ahli kimia, di sisi lain
adalah satu per enam belas dari rata-rata berat atom oksigen alami terdiri atas tiga isotop
16
O, 17O dan 18O yang memiliki kelimpahan isotop masing-masing 99.76%, 0,04% dan
0,20%.
12
Untuk mendapatkan nilai satuan dari massa atom C, kita dapat menuliskan 1
mol dari 12C yang memiliki massa 12 g atau 12 ×10−3 kg. Saat 1 mol mengandung N 0

atom, dimana N 0=6.02205× 1023 dikenal sebagai bilangan Avogadro, maka massa setiap
atom 12C adalah
12 ×10−3 / N 0 atau 12 ×1.660566 ×10−27 kg
karena satuan massa atom pada 12C adalah
1 12× 10−3 −27
1 u= × =1.660566 ×10 kg (2.2-4)
12 N0
Kesetaraan energi dengan massa adalah
1 u=1.660566 ×10−27 × c 2
¿ 1.660566 ×10−27 ×8.98755 ×10 16
¿ 14.924427 ×10−11 J
14.924427× 10−11
¿
1.60219 ×10−13
¿ 931.502 MeV (2.2-5)
Kesetaraan energi massa diam dari elektron, proton, dan neutron dapat dilihat melalui
Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1
Partikel Massa diam (kg) Massa diam (u) Energi diam (eV)
Elektron ( M e) 9.10953 ×10−31 5.48580 ×10−4 5.11003 ×10 5
Proton ( M p) 1.67265 ×10−27 1.0072765 9.38280 ×10 8
Neutron ( M n) 1.67495 ×10−27 1.0086650 9.39573 ×10 8

4
3. Pentingnya Penentuan yang Akurat dari Massa Atom
Massa atom dapat ditentukan dengan akurasi lebih baik dari satu bagian dalam
jutaan dari spektroskop massa modern. Akurasi yang tinggi dibutuhkan dalam
menentukan energy ikat inti dan perhitungan energi peluruhan inti.
226
Sebagai contoh, mengingat bahwa peluruhan α dari unsur yang berat seperti Ra
(Z = 88). Energi berasal dari konversi sebagian massa peluruhan inti induk menjadi
energi sesuai dengan hubunga kesetaraan massa dan energi.
226 222
Peluruhan α dari inti atom Ra mengacu ke bagian inti Rn (Z = 86) sesuai
dengan persamaan Ra →
226 222
Rn + 4He. Massa dari atom yang berbeda menjadi bagian
dari proses sebagai berikut:
M (226Ra) = 226.025436 u
M (222Rn) = 222.017608 u
M (4He) = 4.002603 u
Kemudian sesuai dengan persamaan (4.5-2), energy peluruhan α adalah
Qα = { M (226Ra) – M (222Rn) – M (4He) } / c2
= (226.025436 – 222.017608 – 4.002603) × 931.502
= 0.005225 × 931.502 = 4.87 MeV
Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa energy peluruhan kurang dari satu
bagian dari 40,000 massa peluruhan inti. Kecuali jika massa atom ditentukan dengan
banyak akurasi lebih baik daripada ketidakmungkinan berkorelasi mengukur energy
peluruhan dengan perubahan massa saat peluruhan.

4. Sistematika Energi Ikat Inti


Penentuan akurasi dari massa atom menunjukkan bahwa hal ini sangat dekat
dengan bilangan bulat yang sebenarnya nomor massa dari atom, ketika massa
12
ditunjukkan di bagian nomor atom C. Hal yang sama juga berlaku jika massa atom
ditunjukkan pada 16C. Mengingat atom 12C dengan massa atom tepat 12 u. Massa dari
banyak atom lainnya, meskipun dekat dengan nomor massa yang sesuai (tidak
terpisahkan) akan sedikit berbeda dengannya. Massa dari berbagai atom dapat dilihat
pada Tabel 2.2 sebagai berikut:
Tabel 2.2
Atom Massa Atom (u) Defek Massa (u) Fraksi Tetal (u)
1
N 1,008665 + 0,008665 -

5
Atom Massa Atom (u) Defek Massa (u) Fraksi Tetal (u)
1
H 1,007825 + 0,007825 -
2
H 2,014102 + 0,014102 + 0,007051
4
He 4,002603 + 0,002603 + 0, 00006507
12
C 12 0 0
16
O 15,994915 - 0,005085 -0,0003178
31
P 30,973764 -0,026236 -0,0008463
59
Co 58, 933189 -0,066811 -0,0011324
75
As 74, 921597 -0,078403 -0,0010454
127
I 126, 90447 -0,09553 -0,0007522
197
Au 196,96654 -0,03346 -0,00001698
226
Ra 226,02543 + 0,02543 + 0,0001125
238
U 238,05082 + 0,05082 + 0,0002135

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa untuk atom yang sangat ringan
dengan A < 20 dan untuk atom yang sangat berat dengan A > 180, massa atom sedikit
lebih besar dari nomor massa yang sesuai. Di antara nilai A, massa atom sedikit
berkurang daripada nomor massa yang sesuai.
Pengukuran massa atom M (A, Z) dari nomor massa (A) cukup signifkan.
Perbedaan antara M dan A dikenal sebagai defek massa ∆ M :
∆ M =M ( A , Z )− A (2.4-1)
Sebagai contoh, massa atom 4He (4.002603 u) sedikit lebih besar dari nomor
75
massa 4, defek massanya adalah + 0,002603 u. Di samping itu, As memiliki massa
atom 74.9215967 u, sedikit lebih kecil dari nomor massa 75. Dan defek massanya adalah
-0,078403 u sehingga dengan demikian defek massa dapat bernilai positif atau negatif.
Untuk atom yang sangat ringan dan sangat berat, defek massa bernilai positif, sementara
di bagian tengah akan bernilai negatif (lihat Tabel 2.2).
Defek massa suatu atom dibagi dengan nomor massa dikenal sebagai fraksi tetal
(f) yang dikemukakan oleh F. W. Aston sebagai berikut:
∆M
f=
M
M ( A , Z)
¿ −1 (2.4-2)
A

6
Di kolom terakhi Tabel 2.2, terdapat daftar fraksi tetal dari atom yang berbeda. f
memiliki tanda yang sama dengan ∆ M dan bernilai positif untuk atom yang sangat
ringan dan atom yang sangat berat. Serta bernilai negatif saat berada di tengah-
tengahnya. Dari persamaan (2.4-2), kita dapatkan
M (A, Z) = A (1+f) (2.4-3)
Telah diketahui bahwa fraksi tetal f secara sistematis dengan nomor massa A yang
ditunjukkan pada Gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Kurva Fraksi Tetal


Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa untuk inti yang sangat ringan
fraksi tetal bernilai positif dan berkurang secara cepat dengan meningkatnya A. Fraksi
tetal bernilai negatif untuk A lebih besar dari 20, mencapai minimum (negatif) pada A ~
60. Kemudian naik secara perlahan untuk A yang lebih tinggi dan menjadi positif lagi
untuk A lebih besar dari 180.
Jika energi ikat EB dari atom AZ X didefinisikan di persamaan (2.2-3) dibagi dengan
nomor massa A, kita dapatkan energy ikat per nucleon dalam inti, yang dikenal sebagai
fraksi ikat ( f B) dan dituliskan sebagai berikut:
E B Z M H + N M n ( A , Z)
f B= =
A A
(2.4-4)
Disini kita dapat mengasumsikan bahwa massa dapat dinyatakan dalam satuan
energy sehingga c2 dalam persamaan (2.4-4) dapat dihilangkan.
Kita dapat mengestimasi nilai dari f B untuk beberapa kasus, gunakan nilai massa
yang ada di Tabel 2.2.
Untuk deuteron (2H), dengan Z = 1, N = 1,

7
E B (2H) = M H + M n −M d
¿(1.007825+1.008665−2.014102) × 931.5
¿ 2.224 MeV
2.224
f B (2H) = =1.112 MeV per nukleon
2
Untuk partikel α (4He), dengan Z = 2, N = 2,
E B (4He) ¿( 2×1.007825+ 2×1.008665−4.002603)×931.5
¿ 28.3 MeV
28.3
f B (4He) = =7.075 MeV per nukleon
4
Untuk inti (16O), dengan Z = 8, N = 8,
E B (16O) ¿( 8× 1.007825+8 ×1.008665−15.994915)×931.5
¿ 127.62 MeV
127.62
f B (4He) = =7.98 MeV per nukleon
16
Fraksi ikat dari inti yang berbeda menggambarkan kekuatan relatif energi ikatnya.
Kemudian 2H terikat sangat lemah dibandingkan dengan 4He atau 16O. Sifat variasi f B
untuk inti yang berbeda dengan A dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Kurva fraksi ikat


Berikut adalah poin-poin variasi dari f B terhadap A adalah sebagai berikut: (a) f B
untuk inti yang sangat ringan adalah sangat kecil dan naik secara cepat dengan A
mencapai nilai ~ 8 MeV/nukleon untuk A ~ 20. Lalu naik secara perlahan dengan A
mencapai maksimum 8.7 MeV per nukleon pada A ~ 56. Untuk A yang lebih besar, akan
menurun secara perlahan. (b) Untuk 20 < A < 180, variasi f B sangat sedikit, sehingga
dapat dianggap mendekati konstan di wilayah yang memiliki nilai rata-rata ~8.5 MeV per

8
nukleon. (c) Untuk inti yang sangat berat (A > 180), f B berkurang secara berulang-ulang
dengan peningkatan A. Untuk inti yang paling besar, f B mencapai 7.5 MeV/nukleon. (d)
Untuk inti yang sangat ringan, terdapat kenaik-turunan secara cepat nilai f B. Khususnya
titik puncak yang diamati dalam variasi f B. Grafik untuk inti-inti yang genap seperti 4He,
8
Be, 12C, 16O dan lain-lain, sebagai contoh A = 4 n dimana n adalah bilangan bulat.
Penampilan puncak menunjukkan stabilitas yang lebih besar dari inti yang sesuai
relatif terhadap inti di wilayah terdekatnya. Sifat dari kurva fraksi ikat melengkapi sifat
dari kurva fraksi tetal (Gambar 2.1). Jika kita menulis M H =1+ f H dan M n=1+ f n dimana
f H =0.007825 u dan f n=0.008665 u adalah konstan, kemudian kita dapatkan:
E B=Z ( 1+ f H ) + N ( 1+ f n ) −M ( A , Z)
¿ ( Z + N ) + Z f H + N f n− A(1+ f )
¿ A+ Z f H + N f n− A−∆ M
dimana ∆ M = Af . Oleh karena itu kita dapatkan
E B=Z f H + N f n−∆ M (2.4-5)
EB Z f H+ N f n ∆ M
f B= = −
A A A
Z f H+ N f n
¿ −f
A
Istilah pertama pada persamaan (2.4-5) hampir konstan khusus untuk yang lebih rendah
dari A ketika Z ≈ N ≈ A / 2.
Kemudian f B masing-masing bertambah atau berkurang. Karena grafik dari
variasi f dan f B dengan A ditampilkan secara lengkap. Sesuai dengan nilai minimum dari
grafik f vs A, dimana nilai maksimum dari grafik f vs A. Selain itu juga daerah
kemiringan negatif untuk A rendah di kasus pertama, sesuai dengan wilayah kemiringan
positif di kasus kedua. Untuk A yang lebih tinggi disamping itu, wilayah kemiringan
positif di kasus pertama berkorespondensi dengan kemiringan negatif di kasus kedua.
Dengan bantuan kurva fraksi ikat dapat memungkinkan menjelaskan secara
kualitatif dengan alasan peluruhan α inti yang berat seperti juga yang dilepaskan dalam
proses fisi dan fusi.

5. Ukuran Inti
Dapat dilihat dari teori Rutherford tentang hamburan partikel α memberikan
gambaran tentang ukuran inti yang sangat kecil. Kemudian, Rutherford dan perannya

9
dalam melakukan percobaan hamburan dengan energi partikel α yang relatif besar dan
pengamatan dari rumus hamburan Rutherford pada sudut yang besar, sebagai akibat kecil
parameter b. Ketika b sebanding dengan jari-jari R, partikel α mulai dipengaruhi oleh
gaya inti. Saat rumus hamburan Rutherford berasumsi bahwa gaya yang bekerja pada
partikel adalah gaya elektrostatis. Misalkan b = R di persamaan (1.2-7), kita akan
mendapatkan sudut batas hamburan θc yaitu perbandingan penampang hamburan yang
diukur (σ ) untuk itu dikenal sebagai persamaan Rutherford (σ R) akan berbeda dengan
satunya. Dengan menggunakan persamaan (1.2-7) kita dapatkan.
θc 4 π ε 0 M v 2 R
cot = (2.5-1)
2 ZZ ' e2
dimana Z’ = 2. Untuk θ<θ c, σ /σ R = 1
Dengan memperhatikan sudut batas θc dimana anomali hamburan terjadi (
σ /σ R ≠ 1). Rutherford mengestimasi nilai dari jarak inti R untuk beberapa unsur yang
ringan, seperti magnesium.
Estimasi dari Rutherford ini masih belum akurat. Di tahun-tahun berikutnya
banyak metode yang lebih akurat untuk mengukur jarak inti. Seharusnya ketika berbicara
tentang jarak inti, kita mengasumsikan bahwa inti berbentuk seperti bola. Hal ini
diharapkan karena jarak dekat dari gaya inti. Namun, penyimpangan kecil dari kebulatan
inti dapat diamati. Hal ini disimpulkan dari adanya momen quadrupole listrik inti yang
bernilai nol untuk inti yang berbentuk bola.
Berdasarkan pembahasan tersebut, telah diasumsikan bahwa muatan inti
terdistribusi secara merata. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa kerapatan inti ρc
bernilai konstan. Bukti eksperimen juga menunjukkan bahwa distribusi materi inti (yaitu
proton dan neutron) hampir sama, sehingga kerapatan materi inti ρm adalah konstan.
Karena massa inti berbanding lurus dengan nomor massa A, maka dapat dituliskan
sebagai berikut:
ρm A/V =¿ konstan
seperti, volume inti V ∝ A. Diasumsikan inti seperti bola dengan jarak R, kita dapatkan
4
V = π R3 ∝ A
3
atau, R ∝ A1 /3
sehingga R=r 0 A 1/ 3 (2.5-2)
dimana r 0 konstan. Dikenal sebagai parameter jarak inti.

10
Perlu diketahui bahwa jari-jari inti merupakan jarak distribusi massa inti. Ketika
parameter muatan ini (seperti nomor atom) Z berbanding lurus dengan nomor massa A
dan kerapatan muatan inti ρc hampir sama di seluruh volume inti, distribusi muatan inti
+Ze seharusnya mengikuti pola distribusi muatan inti. Oleh karena itu, jari jari muatan
dan jari-jari massa dari inti mungkin diperkirakan hampir sama. Hal ini dikarenakan di
dalam inti terdapat gaya tarik yang kuat. Terdapat bukti yang kuat untuk menunjukkan
bahwa hampir sama untuk kedua jenis nukleon yaitu proton dan neutron, karena distibusi
volume inti mengikuti pola yang sama.
Sekarang pertimbangkan diagram energi potensial yang ditunjukkan pada
Gambar 2.3 untuk partikel bermuatan seperti proton atau partikel α yang ditindaklanjuti
oleh gaya tolak elektristatik muatan inti +Ze ketika di luar inti (r > R), sedangkan di
dalam inti (r < R) bernilai negatif karena jaraknya dekat dengan gaya inti secara khusus
menindaklanjutinya. Disini, r merupakan jarak dari pusat inti. Kita asumsikan bahwa
gaya elektrostatis tidak berpengaruh di dalam inti sehingga gaya inti bernilai nol pada
permukaan inti r = R.

Gambar 2.3. Diagram Energi Potensial Inti


Gambar 2.3 menunjukkan bahwa inti dikelilingi oleh potensial Coloumb
2

penghalang V c =Z Z ' e /4 π ε 0 r untuk suatu kejadian partikel bermuatan Z’e untuk r > R.
Di permukaan inti penghalang tinggi diberikan oleh
ZZ ' e2
V R= (2.5-3)
4 π ε0 R
Untuk inti Uranium dengan Z = 92 dan R = 8 ×10−15 m, V R ≈ 16.5 MeV untuk

proton, sedangkan V R ≈ 33.1 MeV untuk partikel α dengan r 0 =1.3× 10−15 m.

11
Secara klasik, partikel bermuatan dengan energi E kurang dari V R tidak bisa
lepas dari inti, juga tidak dapat masuk dari luar. Namun di dalam mekanika kuantum,
karena prinsip ketidakpastian, posisi partikel dalam inti tidak dapat didefinisikan dengan
baik, oleh karena itu, probabilitas terbatas partikel yang menembus melalui batas jika E
< V R. Jika partikel dengan energi awal +E keluar dari inti mencapai titik r = b dimana
V c =E kemudian akan ditolak oleh gaya elektrostatis muatan positif dari sisa inti dan
akan keluar menjauhi yang terakhir.
Jari-jari R, seperti yang sudah didefinisikan sebelumnya, biasanya dikenal sebagai
jari-jari potensial, berbeda dari muatan atau jari-jari massa sudah dibahas sebelumnya
dan sedikit lebih besar dari yang terakhir.
Jarak muatan secara langsung dapat diukur. Hal tersebut dapat ditentukan dengan
beberapa metode yang didasarkan pada hamburan energi elektron yang tinggi
(>100MeV) paling akurat. Selain itu, ada beberapa metode yang lainnya. Jarak potensial
harus ditentukan secara terpisah, karena sifat gaya inti secara khusus atau jaraknya tidak
diketahui secara tepat.
Jarak inti biasanya dinyatakan dalam satuan 10−15 m dari konversi internasional
yang dikenal sebagai femtometer, bisa disingkat fm meskipun namanya belum umum,
namun fermi lebih sering digunakan.
Jarak kuadrat rata-rata dari distribusi muatan inti dapat didefinisikan sebagai
berikut:

∫ r 2 . 4 π r 2 ρ ( r ) dr
¿ r 2 >¿ 0
∞ (2.5-4)
2
∫4π r ρ ( r ) dr
0

dimana ρ ( r ) adalah rapat muatan inti. Untuk bola pejal bermuatan (ρ = konstan) pada
jarak R, sehingga dapat dituliskan,
(ketika ρ = 0 untuk r > R)
R

∫ r4 d r
3
¿ r 2 >¿ 0
R
= R2
5
∫ r 2 dr
0

5
Sehingga, R2= <r 2 >¿ (2.5-5)
3

12
6. Pengukuran Jari-Jari Muatan
(i) Percobaan Hamburan Elektron
Hamburan energi elektron yang tinggi dari inti merupakan metode secara
langsung untuk mengukur jarak muatan inti dan sifat dari distribusi muatan inti. Hal
ini dikarenakan tidak ada gaya inti yang khusus pada elektron. Hanya gaya tarik
Coloumb karena muatan inti mengenainya. Jika panjang gelombang de Broglie
elektron lebih kecil dibandingkan jari-jari inti, maka percobaan hamburan elektron
dapat mengungkap sangat detail tentang distibusi muatan inti.
Sekarang kita tinjau dari teori dualisme gelombang partikel de Broglie,
panjang gelombang relativitas elektron oleh massa diam m 0, sehingga didapatkan

energi total E> m0 c 2 sebagai berikut:


ch
λ= 1
2 2
e { V ( V + 2 m0 c / e ) }

dimana eV = Ek adalah energi kinetik elektron, e adalah muatannya.


Substitusikan nilai c, h, e dan m 0 maka kita dapatkan
12.4 ×103
λ= 1
Å
6 2
{V ( V +1.02× 10 ) }
dengan V dalam volts. Untuk elektron dengan energi kinetik Ek = 200 MeV, V =
200 ×106 volts, sehingga didapatkan
λ=6.19 ×10−5 Å
λ
dan ƛ= ≈10−15 m = 1 fm

Hasil tersebut jauh lebih kecil dari jari-jari inti yang sebenarnya.
Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan elektron dengan energi ratusan MeV
dapat mengungkapkan secara detal mengenai distribusi muatan inti.
Pencetus percobaan hamburan elastis elektron oleh inti dilakukan oleh R.
Hofstadter dan sekelompoknya dari Standford University di U.S.A menggunakan
akselerator linier (SLAC), menghasilkan berkas elektron dengan energi mencapai
550 MeV. Percobaan mereka dapat dipahami melalui Gambar 2.4.

13
Gambar 2.4. Eksperimen Hamburan elektron energi tinggi. A –
Akselerator; B – Balok penyumbat; M1,M2 – Magnet pembelok; S = Celah
Pengumpul; T = Ruang hamburan; P = Spektrometer; C = Beton Perisai

Berkas elektron energi tinggi dari akselerator linier A dibelokkan oleh magnet
M1 dan dikotak-kotakkan oleh celah sistem S. Pembelokan magnet M2 kemudian
mengarah ke berkas di dalam ruang hamburan T. Berkas elektron yang tersebar
secara elastis kemudian dianalisis dengan spektrometer magnetik besar P.
Mekanika kuantum mengungkapkan perbedaan penampang melintang
hamburan relativitas elektron dari target putaran yang kurang di tengah oleh sudut
massa θ yang diperoleh dari
2
σ ( θ ) =σ M (θ) { F (q) } (2.6-1)
dimana σ ( θ ) adalah penampang melintang hamburan dan σ M (θ) adalah Mott
penampang hamburan elastis dari titik muatan +Ze dan diperoleh dari
2
Z e2 cos2 θ/2
σ M ( θ )= (
8 π ε0 E ) sin 4 θ/2
(2.6-2)

E merupakan energi dari elektron pada sistem C.M. Persamaan (2.6-2) hanya
untuk unsur Z yang rendah. F(q) dikenal sebagai form factor dimana memberikan
perbandingan dimana penampang melintang hamburan akan berkurang ketika
muatan +Ze tersebar melebihi batas volume. Karena interferensi destruktif diantara
gelombang hamburan elektron dari bagian yang berbeda dari inti target, F(q) < 1.
Dengan mengguakan metode aproksimasi oleh mekanika kuantum, didapatkan
1
F ( q )= ρ ( r ) exp (i . q . r ) dτ (2.6-3)
Ze ∫

ρ (r )¿ ¿
Zeq ∫
¿

1
dimana, q=k −k ' = ( p− p' ) (2.6-4)
ђ
adalah ukuran perpindahan momentum p− p' dalam hamburan elastis.

14
|q| bergantung pada sudut hamburan dan diperoleh oleh
2p θ
|q|= sin (2.6-5)
ђ 2
ρ ( r ) adalah rapat muatan dalam inti dan eksponensial faktor fase pada volume
yang besar. Faktor bentuk F(q) jelas sama dengan transormasi Fourier oleh rapat
muatan. Dapat ditentukan secara langsug dengan percobaan hamburan dari
perbandingan σ ( θ ) /σ M (θ). Kemudian menggunakan kebalikannya transformasi
Fourier, secara mungkin dapat menentukan ρ ( r ). Hal ini memungkinkan jika
pengukuran dilakukan dengan sejumlah sudut θ yang cukup besar. Ketika tidak
memungkinkan, suatu bentuk distribusi kerapatan, harus diasumsikan paling sesuai
dengan data eksperimen yang diperoleh dengan menyesuaikan parameter yang
dinyatakan. Suatu bentuk yang sangat cocok untuk ρ ( r ) dapat diperoleh melalui
ρ0
ρ ( r )=
r−R 1/ 2 (2.6-6)
1+exp { }
a
Ini dikenal sebagai distribusi Fermi. Parameter R1 /2 dan a disesuaikan untuk
mendapatkan yang paling sesuai dengan data eksperimen. Distribusi kerapatan
tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Distribusi Fermi untuk Rapat Muatan Inti


Jelas untuk r =R 1/ 2, ρ=ρ0 /2 dimana ρ0 adalah rapat muatan di pusat (r = 0).
Sedangkan R1 /2 adalah setengah nilai jari-jari. Parameter a menentukan ketebalan
kulit inti, yang merupakan ketebalan ρ ( r ) jatuh dari 0.9 ρ0 di permukaan inti, yang
muncul menjadi t = 4.4 a.

15
Jika kita memperkirakan distribusi oleh distribusi muatan yang sejenis,
kemudian setara dengan jarak dapat kita tuliskan sebagai
R=r 0 A 1/ 3
dimana r 0 =1.32×10−15 m untuk A < 50 dan r 0 =1.21×10−15 m untuk A > 50. Hal
ini menegaskan bahwa materi inti didistribusikan hampir sama dalam volume inti,
jika kita mengasumsikan bahwa massa dan jari-jari muatan sama.
Nilai dari a dianggap sama untuk semua inti, yaitu
a=0.5 ×10−15 m = 0.5 fm.
Massa dari data eksperimen sejauh ini yang dikumpulkan menunjukkan bahwa
untuk inti berbentuk bola dengan A > 15, distribusi muatan memiliki inti dengan
kerapatan yang sama, dikelilingi oleh kulit yang tebal 2.3 fm. Jarak jari-jari tengah
kerapatan maksimum R1 /2=1.07 A 1/3 fm. Untuk 4 ≤ A ≤ 15, tidak ada inti yang sama
dan kerapatannya menurun dengan stabil seiring bertambahnya r. Ada beberapa
indikasi bahwa untuk semua inti ada sedikit penurunan kerapatan di dekat pusat inti.
Selanjutnya, rapat muatan di daerah inti sedikit mengalami penurunan seiring
meningkatnya Z.
Seperti yang dinyatakan sebelumnya, distribusi materi inti sangat mirip dengan
muatan inti. Di Gambar 2.6 (a) dan (b) kita dapat membandingkan muatan inti dan
16 109 208
distribusi muatan inti untuk ketiga inti 8 O, 47 Ag dan 82 Pb . Pada tabel 2.3 dapat
dilihat perbedaan parameter untuk distribusi materi inti.
Tabel 2.3
Inti R1/2 (fm) a (fm) R/A1/3 (fm)
16
O 2,61 0,513 1,04

109
Ag 5,33 0,523 1,12

208
Pb 6,65 0,526 1,12

4π 3
Asumsikan bahwa distribusi massa sama, jika kita tuliskan A= R ρm
3
kemudian dari data eksperimen diperoleh jari-jari distribusi massa yang sejenis
R=1.1 A1 /3 fm dan ρm =0.17 nukelon per fm3. Rapat massa inti kira-kira sama di
semua pusat inti. Hal itu sedikit meningkat dengan A dan cenderung ke nilai terbatas
0.17 nucleon/fm3.

16
Gambar 2.6. Eksperimen menentukan (a) muatan inti dan (b) distribusi inti

(ii) Metode Sinar-X Muonik


Terdapat beberapa metode alternatif dalam menentukan kuadrat jari-jari dari
distribusi muatan inti. Salah satu diantaranya adalah menggunakan sinar-X mesonik.
Salah satunya adalah muon (sebelumnya dikenal sebagai μ – meson). Muon
membawa satu satuan muatan elektron. Yaitu muon positif dan negatif μ+¿¿ dan μ−¿ ¿
yang telah diketahui. Ada yang lebih berat dari elektron, yang memiliki massa diam
sekitar 207 m e dimana m e adalah massa elektron. Mereka mengalami interaksi yang
sama dengan inti dan elektron sehingga hanya gaya elektrostatik Coloumb yang
disebabkan oleh muatan inti yang bekerja padanya. Khususnya gaya inti (gaya yang
kuat) tidak mempengaruhinya.
Ketika seberkas μ−¿ ¿ mengenai materi, beberapa diantaranya dengan mudah
ditangkap di orbit elektron di sekitar inti penangkap atom yang membentuk atom
muonik. Jari-jari orbit muonik jauh lebih kecil daripada orbit elektron, menjadi lebih
kecil dikarenakan oleh faktor me /mμ 1 /207 .
Kita ketahui dari teori Bohr tentang spektrum atom hidrogen yang menyatakan
bahwa jari-jari orbit elektron ke-n adalah
4 π ε 0 n 2 ђ2
re=
me Z e 2

17
Dimana Ze adalah muatan inti. Jadi jari-jari orbit muonik dapat dituliskan sebagai
berikut:
4 π ε 0 n2 ђ 2
r μ=
mμ Z e 2
(2.6-7)
Kita asumsikan bahwa muatan inti e berada tepat di pusat. Untuk unsur yang
lebih besar seperti emas (Z = 79), jari-jari muonik orbit-K (n = 1) akan menjadi
me
r= ×0.529 Å=3.23× 10−5 Å=3.23 ×10−15 m

Ada yang lebih kecil dari jari-jari atom emas dimana
R ( Au ) =r 0 A 1/ 3=1.2 ×10−15 ×(197)1 /3 =7 ×10−15 m
Dengan demikian, orbit muonik K dapat diperkirakan sepenuhnya terletak di
dalam inti untuk kasus atom-atom yang berat.
Ketika muon tertangkap oleh atom, ia berpindah dari orbit luar yang terikat
lemah ke orbit dalam yang terikat kuat. Selama proses berlangsung, radiasi
elektromagnetik dipancarkan. Namun, energi radiasi tersebut jauh lebih tinggi
daripada dalam kasus transisi elektron. Energi μ−¿ ¿pada orbit ke-n, dimana dapat
dituliskan sebagi berikut.
−mμ Z2 e 2
E= (2.6-8)
32 π 2 ε 20 n2 ђ2
Demikian orbit-K dari atom emas, energi orbital oleh μ−¿ ¿ akan menjadi
mμ 2
E ( Au )=−13.6 × Z =−17.6 MeV
me
Hal ini menunjukkan bahwa radiasi yang dipancarkan oleh transmisi dalam
atom muonik akan terletak di bagian sinar-X yang sangat pendek. Dari pengukuran
energi sinar-X ini, memungkinkan untuk memperkirakan energi ikat muon dalam
orbit yang berbeda. Namun, energi ikat dalam orbit tertentu akan sangat berkurang
jika muatan inti tersebat di daerah yang terbatas sehingga sebagian dari fungsi
gelombang muon yang ditangkap terletak di dalam inti. Pengurangan energi
diharapkan untuk suatu muatan inti dapat secara teoritis berkorelasi dengan kuadrat
jari-jari dari distribusi muatan inti. Sebagai contoh, untuk atom Pb dengan transisi
2 p 3/ 2 → 1 s1 /2 menghasilkan emisi dari energi pancaran e.m sebesar 6.02 MeV
sedangkan itu diharapkan titik inti sebesar 16.4 MeV. Perhitungan biasanya
menggunakan asumsi distribusi muatan inti secara khusus.
18
Parameter jari-jari inti memperkirakan dari pengukuran sinar-X muon adalah
kesepakatan yang tepat dengan percobaan hamburan elektron:
r 0 =( 1.15± 0.03 ) ×10−15 m=1.15 ± 0.03 fm

(iii) Metode Cermin Inti


Metode ketiga ini memperkirakan jari-jari muatan inti didasarkan pada studi
energitika dalam transformasi β +¿¿dari inti cermin. Pasangan isobarik inti, seperti 116C

dan 115 B, 13
7 N dan 13
6 C , dan lain-lain dikenal sebagai cermin inti. Jumlah proton (Z)
dan jumlah neutron (N) di dalamnya dipertukarkan dan berbeda dengan bagian
satunya sehingga nomor massanya adalah A = 2 Z – 1 dimana Z adalah nomor atom
dari anggota pertama dari pasangan, dan yang lain memiliki nomor atom (Z – 1).
Anggota pertama setiap pasangan biasanya β +¿¿ aktif dan mengalami transformasi
β +¿¿ menjadi yang kedua.
Seperti yang dibahas di bab IV, semua massa inti ditunjukkan dengan baik
oleh persamaan semi-empiris yang dikenal sebagai persamaan massa Bethe-
Weizsacker, yang bermuatan bergantung pada tolakan Coloumb antar proton. Jika
+¿¿
transfomasi energi β +¿¿ ¿ dihitung menggunakan persamaan, kemudian Q β adalah
penemuan secara linier dengan A2 /3, konstanta proporsionalitas tergantung pada nilai
r 0, jari-jari parameter inti. r 0 diperkirakan dari hasil penemuan yang tepat dengan
yang diperkirakan oleh banyak metode yang telah dibahas sebelumnya.
r 0 =( 1.28± 0.05 ) ×10−15 m=1.28 ± 0.05 fm
Pengukuran dengan metode yang berbeda dari jari-jari muatan memberikan

nilai rata-rata jari-jari sebesar r 0 =( 1.19+0.1 A−1 /2 ) fm. Seperti yang telah diketahui
sebelumnya, hal ini sedikit bergantung pada A.

7. Pengukuran Jari-jari Potensial


Potensial dimana gaya berasal dari jarak pendek dan memiliki kemiringan yang
tajam di tepi inti. Hal itu berasal dari interaksi antar nukleon yang kuat dengan jarak
dekat. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa tidak bergantung pada sifatnya
(misalnya keadaan muatan) dari nukleon, sehingga gaya p-p dan n-n adalah sama
(muatan simetri). Selain itu, gaya p-n juga sama dalam keadaan kuantum yang sama (‘S):
jelas untuk inti yang kompleks, khususnya interaksi inti akan memperluas hingga jarak

19
urutan yang sama seperti jarak interaksi antar nukleon di luar jari-jari R0 dari distribusi
muatan inti. Ini merupakan jari-jari yang ditunjukkan dalam diagram energi potensial
(Gambar 2.3) dan dikenal sebagai jari-jari potensial, dengan demikian sedikit lebih besar
dari R0. Kita dapat mendiskusikan mengenai dua medote yang berbeda tentang
pengukuran jari-jari potensial.
(i) Waktu Hidup Emitor Alfa
Secara historis, metode paling awal dalam memperkirakan jari-jari potensial
238 226
didasarkan pada studi tentang peluruhan alfa inti berat seperti U, Ra, dan
sebagainya. Peluruhan alfa oleh inti berat terjadi karena penetrasi penghalang
potensial Coloumb yang mengelilingi inti. Teori yang lebih rinci akan dibahas di bab
IV. Hal ini menunjukkan bahwa probabilitas penetrasi penghalang (transmisi co-
efisien) diperoleh dari
T =exp(−G) (2.7-1)
dimana,
1 /2
G=
2 MZ e2 b
ђ( π ε0 ){ √ −1
cos
R
b √ }

R R2

b b2
(2.7-2)

dimana R adalah jari-jari inti (jari-jari potensial) dan b adalah jarak dari pusat ke titik
dimana energi partikel α sama dengan energi potensial Coloumb V c =2 Z e 2 /4 π ε 0 r.
Disini, Z merupakan nomor atom dari sisa inti, M dan 2e adalah massa dan muatan
partikel α; r ditentukan dari pusat inti.
Jika n menjadi frekuensi tumbukan partikel α terhadap dinding inti di dalam
inti, maka probabilitas penetrasi penghalang per detik adalah p = n T. Selanjutnya,
kebalikan dari ini adalah waktu hidup rata-rata peluruhan α dapat diukur melalui
1 1
τ m= = (2.7-3)
p nT
Demikian pengukuran waktu hidup mungkin memperkirakan jari-jari potensial
R. Dapat ditulis R=r 0 . A1 /3seperti sebelumnya, jari-jari potensial bernilai

r 0 =1.48× 10−15 m.
Perlu dicatat bahwa meskipun persamaan teoritis tersebut tidak menunjukkan
masa hidup peluruhan alfa secara akurat dan dapat menyimpang dengan beberapa
urutan besarnya dari nilai eksperimen, ia memberikan perkiraan yang jauh lebih
tepat dari jari-jari inti R, bahkan dari pengetahuan sebelumnya τ m.

20
r 0 diperkirakan dengan metode agak lebih tinggi dari itu untuk parameter jari-

jari muatan atau massa. Perbaikan jari-jari terbatas oleh partikel α ( R α 1.2× 10−15 m )

memberikan jari-jari sisa inti R A seperti R=R A + Rα dimana R A dapat ditunjukkan


melalui persamaan
R A =r 0 A A1 /3
Untuk parameter baru r 0 A =1.4 ×10−15 m (2.7-4)

(ii) Percobaan Hamburan Neutron


Dalam percobaan ini, sinar mono-energetik dari neutron cepat dibiarkan
berserakan oleh inti. Karena neutron terutama berinteraksi secara khusus inteaksi inti
yang kuat dengan inti. Metode ini sebenarnya mendeteksi tepi sumur potensial inti,
hal ini menunjukkan bahwa penampang melintang toal untuk neutron diperoleh dari
σ T =2 π (R+ ƛ)2 ≈ 2 π R2 (2.7-5)
dimana panjang gelombang de Broglie λ ≪ R, terjadi pada energi yang tinggi, ƛ
sama dengan λ /2 π. Selain itu, energi yang tinggi tersebut penampang melintang
neutron yang diserap diperoleh dari
σ a=π R 2
dengan asumsi inti hitam sempurna yang menyerap semua neutron yang jatuh
diatasnya.
Pengukuran dari penampang melintang tersebut memberikan jari-jari
parameter yaitu r 0 =1.25× 10−15 m.
Pengukuran neutron biasanya sulit, jadi pengukurannya menggunakan partikel
bermuatan yang berinteraksi kuat dengan inti dalam jarak yang dekat, seperti
partikel α atau proton hingga beberapa ratus MeV juga telah dilakukan. Dalam
percobaan partikel α, sudut kritis hamburan dimana penyimpangan dapat diamati
dari hamburan Rutherford diukur. θc dapat dikorelasikan dengan jarak kritis dimana
pengaruh dari gaya inti secara khusus mulai dirasakan.
Dalam percobaan hamburan elastis proton (5 ke 200 MeV), pola difraksi
diamati pada perluasan di luar tepi inti. Bentuk spesifik dari potensial inti
diasumsikan sesuai dengan data eksperimen. Bentuk potensial berikut koleh Woods
and Saxon (potensial optik) biasanya digunakan untuk menganalisis data.

21
V0
V ( r )= (2.7-6)
1+exp {( r −R1 /2 ) /a }

Hal ini memiliki ketergantungan radial yang sama dengan distribusi muatan
fermi yang telah dibahas pada sub bab 2.5. R1 /2 dan a memiliki arti yang sama

sebelumnya. Nilai r 0 =1.33× 10−15 m berasal dari data eksperimen.


Jari-jari potensial sebesar 0.7 fm lebih besar dari jari-jari muatan yang dapat
diambil dengan kisaran ukuran gaya inti. Kita dapat menyimpulkan dari hasil
perbedaan pengukuran yang berbeda sebagai berikut:
(a) Distribusi massa : r 0 m =1.1× 10−15 m.
(b) Kesetaraan kuadrat untuk distribusi muatan:
r 0 c =(1.2 hingga 1.3)×10−15 m.
(c) Potensial optik : r 0 v =1.25× 10−15 m.

8. Spin Inti
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, inti secara kompleks terdiri dari
proton dan neutron yang secara kolektif dikenal sebagai nukleon. Proton dan neutron
masing-masing memiliki spin momentum sudut 1/2, sama seperti elektron. Selain itu,
nukleon juga memiliki momentum sudut orbital yang terkuantisasi oleh pusat massa inti,
seperti elektron di dalam atom. Dengan demikian, momentum sudut I yang dihasilkan
oleh inti merupakan penjumlahan vektor dari momentum sudut orbital L dan spin
momentum sudut S dari inti:
I =L+ S (2.8-1)
Mekanika kuantum mempertimbangkan bahwa orbital total dan spin momentum
sudut dari inti diperoleh dari
p2I =I ( I +1 ) ђ2
p2L=L ( L+1 ) ђ2
p2S =S ( S +1 ) ђ 2
Selama pengukuran, komponen terbesar dari momentum sudut sepanjang arah
medan listrik atau magnet yang ditentukan. Untuk tiga kasus yang disebutkan di atas,
masing-masing memiliki besaran I, L dan S dalam satuan ђ.
Spin momentum sudut yang dihasilkan oleh inti diperoleh dengan penjumlahan
vektor dari spin nukleon sendiri: S=∑ s i. Sama halnya, S dapat berupa integral atau

22
setengah inetegral, tergantung pada apakah jumlah nukleon A dalam inti genap atau
ganjil. Dengan demikian, momentum sudut toal I dari inti dapat berupa integral (untuk A
genap) atau setengah integral ganjil (untuk A ganjil). Hal ini sesuai dengan pengamatan.
Momentum sudut total inti I biasanya disebut sebagai spin inti. Pengkuran spin
keadaan dasar dari inti menunjukkan bahwa untuk Z genap N genap, spin inti selalu
bernilai nol (I =0). Hal ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan nukleon di dalam inti
untuk membentuk pasangan dengan momentum sudut yang sama dan berlawanan yang
memecah pasangan untuk nukleon yang sama.
Hal penting lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa nilai-nilai terukur dari
spin keadaan dasar dari inti merupakan bilangan bulat kecil atau setengah bilangan bulat
ganjil. Nilai terukur tertinggi adalah 9/2 yang kecil dibandingkan dengan jumlah nilai
absolut Ii dan Si dari semua nukleon tunggal yang berada di dalam inti. Hal ini sesuai
dengan apa yang dinyatakan di atas mengenai pembentukan pasangan dalam inti.
Sebagian besar nukleon dari kedua jenis tersebut tampaknya membentuk sebuah inti di
mana bahkan jumlah proton dan neutron dikelompokkan berpasangan dengan spin nol
dan momen sudut orbital sehingga inti itu sendiri memiliki total momentum sudut nol.
Beberapa nukleon yang tersisa di luar inti menentukan spin inti yang dengan demikian
sejumlah kecil, integral, atau setengah integral ganjil.
Metode untuk mengukur spin pada keadaan dasar inti akan dibahas lebih lanjut di
sub bab 8.10. Spin keadaan tereksitasi dari inti disimpulkan berdasarkan disintegrasi inti
dan data reaksi inti.
Rumusan Spin Pauli
Dapat disebutkan disini bahwa spin dari spin ½ partikel seperti nukleon yang
bergerak secara non-relativistik diperlakukan berdasarkan teori Pauli. Pauli

memperkenalkan operator spin yang dirilis ke vektor spin s melalui hubungan ¿ ( ђ2 )σ ; σ


memiliki tiga komponen σ x , σ y dan σ z dimana matriks 2 ×2 (matriks Pauli) diperoleh
dari

σ x= (01 10), σ =( 0i −i0 ), σ =(10


y z
0
−1 ) (2.8-2)

Kemudian σ 2x =σ 2y =σ 2z =1 dimana matriks unit matriks 2 ×2 (1). Dua keadaan


partikel (spin atas dan spin bawah) terdiri dari dua komponen spin Pauli.

23
α = 1 ↑, β= 0 ↓
() () (2.8-3)
0 1
Operator α dan β oleh matriks Pauli memberikan hasil yang dapat diverifikasi
oleh perkalian matriks secara langsung:
σ x α= β σ x β=α
σ y α =i β σ y β=−iα (2.8-4)
σ z α =α σ z β=−β
Kita juga dapatkan
σ 2 α =3 α σ 2 β=3 β
Sehingga diperoleh
3 ђ2 1 1
s2 α =
4 ( )
α=
2 2
+1 ђ2 α =s ( s +1 ) ђ2 α

2
3ђ 1 1
β = ( +1 ) ђ β=s ( s+1 ) ђ β
2 2 2
s β= (2.8-5)
4 2 2
ђ −ђ
Dan s2 α = α s2 β= β (2.8-6)
2 2
Demikian α dan β merupakan vektor-eigen oleh s2 dan s z menjadi nilai-eigen
masing-masing 3 ђ2 /4 dan ± ђ/2, tanda plus sesuai dengan spin keadaan atas dan tanda
minus sesuai dengan spin keadaan bawah.
Komponen dari anti pembalik σ sehingga diperoleh
σ x σ y +σ y σ x =0, σ y σ z +σ z σ y =0, σ z σ x + σ x σ z=0 (2.8-7)
Kita lanjutkan menjadi
σ x σ y −σ y σ x =2 i σ z , σ y σ z −σ z σ y =2 iσ x , σ z σ x −σ x σ z =2i σ y (2.8-8)
Selanjutnya diperoleh
σ x σ y =i σ z , σ y σ z =iσ x, σ z σ x =iσ y (2.8-9)

9. Paritas Inti
Kita membahas tentang paritas fungsi gelombang di Vol.1. Jika kita
merefleksikan sistem koordinat pada titik asal, yaitu, berubah dari x, y, z ke -x, -y, -z,
maka fungsi gelombang dari sistem fisika berubah dari Ψ ( x , y , z ) menjadi
Ψ (−x ,− y ,−z). Itu ditunjukkan pada sub bab 11.18 dalam Vol.1, bahwa jika
Hamiltonian tetap invarian di bawah inversi ruang, maka fungsi gelombang yang
berubah dapat dikaitkan dengan fungsi gelombang asli dengan dua cara yang berbeda :
Ψ (−x ,− y ,−z )=+Ψ ( x , y , z) (2.9-1)
24
atau, Ψ (−x ,− y ,−z )=−Ψ (x , y , z) (2.9-2)
Dalam kasus pertama fungsi gelombang dikatakan memiliki fungsi paritas genap
sedangkan dalam kasus kedua memiliki fungsi persamaan ganjil.
Paritas, sebagaimana didefinisikan di atas, tergantung pada keadaan sistem gerak
dalam mekanika kuantum. Seperti yang terlihat dalam Vol.1, dalam kasus partikel yang
dikenai oleh gaya pusat, paritas ditentukan oleh bilangan kuantum azimuth l, menjadi
genap untuk l = 0 atau genap dan ganjil untuk l = genap.
Terlepas dari paritas orbital, partikel-partikel dasar dapat memproses paritas
intrinsik. Hal ini terkait dengan inversi dari beberapa sumbu internal partikel. Ini
sebenarnya didefinisikan secara relatif. Dengan konvensi, nukleon dianggap memiliki
paritas genap. Kemudian difiksasi untuk partikel lain sedemikian rupa sehingga dalam
interaksi antara partikel yang melibatkan gaya inti atau elektromagnetik yang kuat,
Paritas total yang dimaksud adalah hasil dari paritas orbital dan intrinsik.

10. Statistik Inti


Konsep penetapan statistik untuk partikel-partikel dasar dibahas di Bab XX pada
Vol.1. Dalam kasus partikel sub atomik yang diatur oleh hukum mekanika kuantum,
fungsi gelombang dari sistem dua partikel identik adalah simetris anti-simetris dalam
pertukaran koordinat dari dua partikel. Jika dengan pertukaran seperti itu, tanda fungsi
gelombang tidak berubah, kita mendapatkan fungsi gelombang simetris dan statistik
kuantum yang dihasilkan dikenal sebagai statistik Bose-Einstein. Dalam kasus terbalik,
ketika tanda fungsi gelombang berubah sebagai hasil dari pertukaran, kita memiliki
fungsi gelombang anti simetrik dan statistik yang dihasilkan disebut statistik Fermi-
Dirac.
Semua partikel dasar (atau penyusunnya) dapat dikelompokkan menjadi dua
kelas. Kelas partikel yang memiliki spin 0 atau integral menurut statistik B-E dan dikenal
sebagai boson sedangkan partikel yang memiliki putaran (1/2, 3/2, ...) menurut statistik
F-D disebut fermion. Dalam kasus yang terakhir, partikel memenuhi prinsip larangan
Pauli, sehingga tidak ada dua partikel yang dapat menempati keadaan kuantum yang
sama. Dalam kasus pertama (yaitu untuk boson), partikel tidak memenuhi prinsip
eksklusi dan sejumlah dari mereka dapat menempati keadaan kuantum yang sama.
Statistik dihasilkan dari reaksi inti.

25
11. Momen Dipol Magnetik Inti
Seperti elektron, proton dan neutron memiliki momen dipol magnetik intrinsik.
Nilai-nilai yang diukur dari momen magnetik proton dan neutron adalah
μ p=2.7927 μ N
μn=−1.9131 μ N
dimana, μ N =eђ/2 M p (2.11-1)
disebut magneton inti. e dan M adalah muatan dan massa proton. μ N adalah sama dengan
magneton Bohr μ B=eђ /2 me yang merupakan satuan momen magnet atom yang dibahas
dalam sub bab 6.2 padaVol. 1. μ N jauh lebih kecil daripada μ B, yang hanya 1/1836

bagian dari yang terakhir. Karena μ B=9.2849 ×10−24 J /T , kita peroleh

μ N =5.0571 ×10−27 J / T

Nilai numerik di atas menunjukkan bahwa momen magnetik proton dan neutron
berurutan 10-3 kali momen magnetik elektronik, yang sama dengan magnet Bohr (
μe =μ B ¿. Karena inti terdiri dari proton dan neutron, momen magnetik inti juga jauh lebih
kecil daripada momen magnetik, yang terakhir adalah urutan momen magnetik elektron.
Kecuali untuk koreksi kecil, momen magnetik elektronik diprediksi dengan benar
oleh teori relativistik mekanika kuantum dari elektron yang dikemukakan oleh P.A.M.
Dirac. Jika gerakan proton dijelaskan oleh teori yang sama, maka proton harus memiliki
momen magnet ( μ p=μ N ¿. Namun tidak demikian, μ p lebih besar dari μ N . Selanjutnya
neutron menjadi partikel yang tidak bermuatan, biasanya tidak diharapkan memiliki
momen magnet. Sekali lagi ini tidak benar dan μn memiliki besaran lebih besar dari μ N .
Nilai-nilai anomali dari momen magnetik proton dan neutron dapat dipahami, setidaknya
secara kualitatif, berdasarkan teori meson (lihat Bab XVII).
Perlu dicatat bahwa momen magnetik proton dan neutron terkait erat dengan spin
momen sudut intrinsiknya, yang diberikan oleh
p p=s p ђ , pn=s n ђ
1
dengan s p=s n= . hal itu ditunjukkan pada sub bab 6.3 Vol 1, bahwa perbandingan
2
momen magnetik μe untuk spin momentum sudut elektron pe diberikan oleh

μe e
=g e
pe 2 me

26
dimana pe =se ђ=ђ /2 , ge menjadi faktor Lande. Itu memiliki nilai ge =−2. Jumlah r.h.s.
dari persamaan di atas adalah perbandingan gyromagnetic untuk gerakan spin elektron.
Faktor ge =−2 pada awalnya diperkenalkan oleh S.Goudsmit dan G.E Uhlenbeck atas
dasar ad hoc tetapi kemudian menemukan kebenaran dari teori elektron Dirac.
Dalam kasus proton dan neutron, kita dapat menulis, analogi dengan Persamaan

μp e
=g p (2.11-3)
pp 2 Mp
μn e
=g n
pp 2 Mp
(2.11-4)

Substitusikan nilai dari p p dan pn, maka kita dapatkan

e g
μ p=g p , s p ђ= p μ N (2.11-5a)
2M p 2

e g
μn=g n , sn ђ= n μ N (2.11-5b)
2Mn 2

Perbandingan dengan Persamaan (2.11-1) memberikan


g p=2× 2.7927 , g n=−2 ×1.9131 (2.11-6)

Persamaan (2.11-5) dapat dituliskan dalam bentuk vektor (dalam magneton inti),
yaitu

1 (2.11-7a)
μ p= g p σ p
2

1 (2.11-7b)
μn= g n σ n
2
σ pdan σ n merupakan operator spin Pauli
Jumlah ge yang muncul pada persamaan (2.11-2) adalah negatif karena tanda
negatif dari muatan listrik. Secara klasik, rotasi elektron berlawanan arus ke arah rotasi.
Loop arus menimbulkan momen magnetik yang tegak lurus terhadap bidang loop yang
diarahkan berlawanan dengan momentum sudut terkait dengan rotasi yaitu μe berlawanan
dengan pe sehingga ge adalah negatif.
Untuk proton, karena muatan positif, arah dari μ p sama dengan μ p, sehingga g p
adalah positif.

27
Tanda negatif dari gn jelas menunjukkan bahwa μnberlawanan dengan pn. Untuk
inti yang kompleks, momen magnetik intrinsik dari semua proton harus secara vektor

ditambahkan untuk memberikan resultan ∑ μ n i . Di samping itu, rotasi orbit proton juga


akan memberikan kontribusi untuk momen magnetik bersih inti sebesar ∑ ( μ )ilp
.

Terakhir dapat didefinisikan dengan cara yang sama seperti dalam kasus gerak orbital
dari elektron. Jika pl menjadi momentum sudut orbital dihasilkan karena gerakan orbital
dari proton, maka kita dapat menulisnya sebagai
μL e
=g L
pL 2M p
Dengan menuliskan pL = Lℏ, kita dapatkan
eℏ (2.11-8)
μ N μ L =g L . L=g L L μ N
2Mp
L merupakan nomor bilangan quantum momentum sudut orbital. Untuk orbital gerak
proton g L = 1 seperti pada elektron, jadi
(2.11-9)
μ L=L μ N
L dapat hanya berupa nilai integral atau bernilai 0.
Tidak terdapat kontribusi momen magnetik inti yang berasal dari gerakan orbital
dari neutron ( g L = 0 untuk neutron).
Oleh karena itu momen magnetik yang dihasilkan dari inti diperoleh dengan
→ → →
penambahan vektor dari tiga kuantitas vektor ∑ μ pi, ∑ μ pi, ∑ (μlp) i

Seperti dibahas dalam Sub Bab 2.8, proton dan neutron cenderung dari pasangan
dengan spin berlawanan sejajar, sehingga menghasilkan resultan spin 0. Pasangan
tersebut juga akan memiliki momen magnetik nol. Oleh karena itu momen magnetik
bersih inti akan ditentukan oleh nukleon luar Z - inti N yang momen magnetik bersih
adalah nol. Seperti dalam kasus spin inti, hal ini membuat nilai momen magnetik inti
sebanding dengan proton atau momen magnetik neutron. Metode eksperimental untuk
penentuan momen dipol magnetik inti akan dibahas di Bab VIII.

12. Momen Elektrik Inti


Inti atom adalah badan bermuatan positif dari dimensi terbatas. Seperti diketahui,
potensi elektrostatik φ (r ,θ) distribusi azimuth simetris muatan listrik dapat diperluas

28

(2.12-1)
secara urut pada 1/r, dimana r merupakan jarak pada titik dimana potensial diukur dari
asal sistem koordinat.

1 an
φ ( r , θ )= ∑ P (cos θ)
r n=0 r n n
Dimana Pn's adalah polinomial Legendre pada urutan yang berbeda. Istilah yang
berbeda dalam ekspansi sesuai dengan potensi karena multipol listrik dari urutan yang
berbeda terletak pada titik asal. Jadi istilah pertama sesuai dengan potensi karena adanya
monopole listrik yang tidak lain adalah titik c muatan + Ze, Z menjadi nomor atom.
Istilah kedua dalam ekspansi sesuai dengan potensi karena adanya dipol listrik.
Hal ini diketahui bahwa momen dipol listrik dari sistem dua muatan yang sama dan
berlawanan ± q yang dipisahkan oleh jarak yang sangat kecil d diberikan oleh p = qd.
Karena inti terdiri dari proton bermuatan positif (masing-masing muatan +e) dan neutron
yang netral, perpindahan pusat massa dari dua jenis partikel akan menyebabkan momen
dipol listrik muncul dalam nukleus. Besarnya untuk inti Z nomor atom akan p = Zed.
Sebenarnya proton didistribusikan ke seluruh volume. Dengan asumsi distribusi yang
kontinu muatan inti dengan kerapatan ρ(r'), proyeksi momen dipol sepanjang sumbu z-
yang diberikan sebagai berikut
p z=∫ z ' ρ ( r ' ) d τ ' (2.12-2)

Dimana integrasi dievaluasi berdasarkan volume seluruh inti.


Kepadatan muatan ρ(r') dapat ditulis sebagai
Z
'
ρ ( r )=e ∑ pi (r ' ) (2.12-3)
i=1

Dimana Pi (r') adalah probabilitas dari proton i th berada di r', Pi dapat ditulis

dalam bentuk fungsi gelombang Ψ ( r 1' , r 2' , … , r A' )


2
(2.12-4)
' ' ' '
Pi ( r )=∫|ψ (r 1 , r 2 , … , r A )| d τ '

Dimana dτ '= d r 1' , d r 2' , … , d r A' termasuk d r ' i. Integrasi dilakukan pada koordinat
semua nukleon kecuali I th.
Sehingga
Z
2
p z=e ∑ ∫ z' i|(r 1' , r 2' , … , r A' )| d τ ' (2.12-5)
i=1

Dimana dτ ' merupakan volum unsur pada koordinat semua nukleon termasuk ith, yaitu
dτ '= d r 1' d r 2' d r i' … , r A '
Berdasarkan menurut hukum kekekalan paritas.

29
2 2
|ψ (r 1' , r 2' , … , r A' )| =|ψ (−r 1' ,−r 2' , … ,−r A ' )|
Jadi integran pada persamaan (2.12-5) merupakan fungsi ganjil, karena z'i adalah
fungsi ganjil. Maka integral hilang.
Jadi kita mendapatkan hasil penting bahwa momen dipol listrik dari inti dalam
keadaan dasar hilang. Hal ini juga berlaku untuk semua non-degenerate pada keadaan
tereksitasi dari inti. Argumen di atas juga berlaku untuk saat listrik statis dari semua
urutan ganjil (misalnya, saat octupole) ang dikarenaka semua nol untuk inti.
Demikian juda hal tersebut dapat menunjukkan bahwa momen magnetik statis
bahkan urutan semua nol untuk inti.

13. Momen Listrik Kuadrupole


Istilah ketiga dalam ekspansi (2.12-1) sesuai dengan potensi saat momen
quadrupole listrik Q dari distribusi muatan yang simetris silindris terletak pada sistem
koordinat asal.
Sistem muatan sederhana yang memiliki momen kuadrupol listrik dapat
dihasilkan oleh perpindahan dari suatu dipol listrik dengan dirinya sendiri dengan tanda
momen dipol p terbalik, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7 a. Saat kuadrupol
yang diberikan oleh Q = 2pd’ dimana d’ adalah perpindahan. Jadi Q = 2q dd’. Karena d
dan d’ keduanya diukur dalam satuan panjang, dd’ memiliki dimensi area (m2) yang juga
diambil sebagai satuan Q.

Gambar 2. 7. Momen listrik kuadropol pada distribusi muatan yang


berbeda-beda. (a) Dua dipol berlwanan (b) Distribusi muatan
bola (Q0 = 0). (c) Bulat tersebar (Q0 > 0). (d) Bulat pepat (Q0
< 0)
Kita bedakan ketika momen kuadropol intrinsik inti Q0 dari ketika momen
kuadrupol diamati Q. Q0 didefinisikan oleh hubungan
1 (2.12-6)
Q 0= ∫ ( 3 z ' 2−r ' 2 ) ρ ( r ' ) r ' 2 τ '
e

30
Dimana integrasi dilakukan pada volume seluruh inti. r’ (x’, y’, z’) diukur dari
pusat massa inti. Inti diasumsikan memiliki sumbu simetri bersama z’; e adalah jumlah
muatan masing-masing proton. Penjelasan untuk Q0 dibagi dengan e sehingga satuannya
adalah (panjang)2.

Q0 biasanya diukur dalam barn:


1 barn = 10-28 m
Untuk distribusi muatan bulat simetris

∫ ρ ( r ' ) r ' 2 d τ ' =∫ ρ ( r ' ) y ' 2 d τ '


' '2 ' 1 (2.12-7)
= ∫ ρ (r ) z d τ = ∫ ρ ( r ' ) r ' 2 dτ '
3
Persamaan (2.12-6) kemudian menjadikan Q0=0 untuk inti bulat yang I = 0 (lihat
Gambar 2.7 b)
Dengan demikian non-nol momen kuadropol memberikan ukuran dari bentuk inti
bulat
Untuk inti non-sferis, kita bedakan antara momen kuadropol intrinsik Q0 dan
momen kuadrupol diamati Q. Q0 diukur dalam kerangka acuan, yang tetap pada inti. Q
disisi lain, diukur dalam kerangka acuan tetap di laboratorium. Keduanya terkait oleh
persamaan (2.12-13).
Persamaan (2.12-6) dan (2.12-7) menunjukkan bahwa untuk inti dalam bentuk
bulat yg tersebar luas, memanjang sepanjang z’–axis (berbentuk cerutu), Q0 > 0 (lihat
Gambar 2.7 c) karena dalam kasus ini
1 (2.12-8)
∫ ρ ( r ' ) z ' 2 d τ ' > 3 ρ ( r ' ) r '2 d τ '
Di sisi lain untuk inti dalam bentuk suatu bulat pepat (berbentuk pancake)
1 (2.12-9)
∫ ρ ( r ' ) z ' 2 d τ ' < 3 ρ ( r ' ) r '2 d τ '
Jadi Q0 < 0 untuk inti (lihat Gambar 2.7 d)
Pengukuran untuk deuteron, Q0 mili-barn (mb) = +2,82 x 10-31 m2. Hal ini
menunjukkan bahwa distribusi muatan dalam inti 2H memiliki bentuk bulat yg tersebar
luas.
Kuadrupol pertama kali ditemukan dalam deuteron dari pengamatan pada struktur
hyperfine dari garis spektrum atom. Interaksi saat kuadrupol inti listrik dengan medan
listrik homogen karena distribusi elektron atom menghasilkan pembelahan hyperfine

31
tambahan, yang berawal dari aturan interval yang diikuti oleh hyperfine biasa
dikeluarkan karena interaksi antara momen magnetik nuklir dan momen magnetik atom
(lihat Bab VIII.).
Mekanis quantum Q didefinisikan sebagai nilai harapan Q1 dari Q yang
ditentukan oleh nilai harapan (3z’2 – r’2) untuk distribusi muatan yang diberikan untuk
bentuk M1 = I dimana M1 adalah proyeksi I sepanjang z arah tertentu dalam ruang. Jelas
M1 = I adalah proyeksi maksimum I sepanjang arah yang diberikan. Karena besarnya I2
adalah (I + 1), vektor I tidak pernah bisa lurus di sepanjang z.
1
Seperti yang telah kita lihat di atas, nilai Q1 hilang pada I =0 dan I = . Nilai Q1
2
diukur dari variasi -8 barn untuk 123Lu (Z = 71) sampat – 0,1 barn untuk 123Sb (Z = 51).

Momen kuadropol pada distribusi muatan elipsodal


Biarkan z menjadi sumbu simetri dari ellipsoid (lihat Fig.2.8a) yang memiliki
semi-sumbu a dan b seperti yang ditunjukkan pada gambar. Dengan asumsi distribusi
muatan seragam dengan kerapatan ρ , untuk muatan nukleus +Ze
Ze
ρ=
4
πa b2
3

Gambar 2.8. (a) Distribusi muatan Ellipsodal dengan bentuk simetris tetap pada
axis (z’)
(b) transformasi pada koordinat kutub silinder

x '2 y ' 2 z '2


Persamaan untuk elipsoida adalah + + =1
b2 b 2 a 2
Pada koordinat polar silinder ( s' , φ' , z ') yang ditunjukkan pada Gambar 2.8 b
persamaannya berkurang menjadi

32
s'2 z'2
+ =1
b2 a2
Dimana s ' 2=x ' 2 + y ' 2. Sehingga

z'2
(
s ' 2=b2 1−
a2 )
Momen kuadropol pada sistem koordinat tetap adalah
1
Q 0=Q z z ' = ∭ ρ(3 z ' 2−r ' 2 ) dτ '
e

3Z
¿ 2∭
( 3 z ' 2−x'2− y ' 2−z '2 ) dτ '
4 πa b

3Z
¿ 2∭
( 2 z '2−s '2 ) d z' dφ ' s ' ds '
4 πa b
a b 2π
3Z
¿ 2∫
dz ' ∫ ( 2 z '2−s' 2 ) s' d s ' ∫ dφ '
4 πa b −a 0 0
(2.12-10)
2Z 2 2
¿ ( a −b )
5
a2−b2
Menulis parameter eksentrisitas ∈= dan jari-jari kuadrat rata-rata inti
a 2+b 2
⟨ R2 ⟩ =( a2 +b2 ) , kita kemudian mendapatkan
4 (2.12-11)
Q 0= Z ∈ ⟨ R 2 ⟩
5
Dengan demikian subtitusikan nilai ⟨ R2 ⟩ kita dapat menemukan nilai parameter
eksentrisitas ∈ yang biasanya cukup kecil, karena 0,01 sampai 0,02. Untuk
inti dengan A = 150 sampai 190 dan A > 220, deformasi yang cukup diamati ∈ 0,1
sampai 0,2 (lihat Bab IX).

Kasus Umum:
Kami sekarang mempertimbangkan kasus umum dari inti dengan sumbu simetri
(z’). Jika z menunjukkan sumbu ruang tetap, maka orientasi inti dalam ruang ditentukan
oleh orientasi spin inti / w.r.t. z dan oleh K proyeksi atas inti simetri sumbu. Dari Gambar
2.9, terlihat bahwa I = K + R di mana K adalah proyeksi dari jumlah vektor ∑ ji dari
momentum sudut total dari semua nukleon pada sumbu simetri. R adalah momentum
sudut rotasi inti secara keseluruhan.
33
Gambar 2.9. Kasus umum distribusi muatan inti dengan sumbu axis
simetris

Perhitungan kuantum mekanik memberikan ekspresi berikut untuk Q saat diamati


momen kuadropol yang sesuai dengan M1= I (lihat Lampiran AI):
2
3 K −I ( I + 1)
Q= Q (2.12-12)
( I +1 ) (2 I +3) 0
Persamaan (2.12-12) menunjukkan bahwa (a) Q selalu lebih kecil daripada Q0;
(b) untuk I(I + 1) > 3K2 (luas I), tanda Q berlawanan dengan Q0; (c) untuk bentuk inti
ground momentum sudut rotasi intinya R =0, sehingga I =K, kita peroleh
I (2 I −1) (2.12-13)
Q= Q
( I + 1 ) (2 I +3) 0
1
Sehingga untuk I = 0 (bahkan inti) atau untuk I = , Q = 0 bahkan jika Q ≠ 0.
2

Q Q
Untuk I > 1, Q tidak bernilai 0. Untuk I = 1, =0,1; untuk I = 3 , =0,2. Untuk I >>,
Q0 2 Q0

Q
→1.
Q0
Momen kuadrupol intrinsik Q 0 dapat ditentukan dari eksitasi penampang
Coulomb tingkat rotasi inti dan kemungkinan transisi γ antara tingkat tersebut (lihat Sub
Bab 6.4).

13. Isospin
Neutron dan proton yang dianggap sebagai dua bentuk yang berbeda dari entitas
yang sama, yang disebut nukleon, hanya berbeda dalam muatan listrik mereka. Ada bukti
eksperimental yang kuat untuk menunjukkan bahwa kekuatan dasar (interaksi kuat)
antara dua neutron, seperti juga antara dua proton dalam inti, adalah sama (Lihat Sub

34

2.13-1)
Bab 17.17). hal ini tentu saja tidak memperhitungkan tolakan elektrostatik antara proton.
Secara simbolis kita dapat menjelaakan fakta ini sebagai berikut (lihat Bab XVII)
(n - n) = (p - p)nuc
Hal ini dikenal sebagai muatan simetri atas gaya inti. Selain itu, kekuatan antara
neutron dan proton di bentuk s juga sama dengan dua kekuatan di atas, fakta yang
dikenal sebagai muatan bebas pada gaya inti. Secara simbolis kita dapat menulis
(n - n) = (p - p)nuc = (p - n) (2.13-2)
Jadi ada simetri dasar dari gaya inti yang rusak hanya oleh interaksi
elektromagnetik karena muatan pada proton.
Situasi ini analog dengan kasus partikel spin1/2 yang bisa eksis di dua spin yang
berbeda ditentukan oleh orientasi paralel atau antiparalel dari vektor s w.r.t. beberapa
arah tertentu dalam ruang. Ketika tidak adanya interaksi lain, bentuk dua spin ini

+1 −1
memiliki komponen spin s z= dan s z= harus memiliki energi yang sama yaitu
2 2
Hamiltonian adalah invarian di bawah rotasi s vektor spin. Simetri ini rusak oleh
kehadiran medan magnet yang terpecah dua negara yang memiliki energi yang berbeda
dalam medan magnet.
Karena analogi resmi antara dua bentuk muatan kemungkinan nukleon dan
kemungkinan dua bentuk spin ½ partikel, kita dapat menyamakan konsep iso-spin (juga
dikenal sebagai spin isotop, spin isobarik atau i-spin sederhana) dilambangkan dengan t
memiliki nilai 1/2. Kemudian di ruang isopin abstrak t vektor dapat memiliki dua
komponen t3 = ± ½. Kita mengambil t3 = + ½ untuk bentuk proton dan t3 = - ½ untuk
bentuk neutron dari nukleon. Di sini kita menulis 1, 2, 3 untuk x, y, z masing-masing.
2s
Dalam analogi dengan operator berputar σ = , kita dapat memperkenalkan

operator τ =2 t yang komponennya di isospin τ 1 , τ 2 , τ 3 yang persis sama dengan operator
spin Pauli σ x ,σ y , σ z berturut-turut. Muatan pada nukleon kemudian dapat ditulis sebagai
e
q= ( 1+τ 3 ) =+e untuk proton (τ 3 =+1)
2
(2.13-3)
¿ 0untuk neutron (τ 3 =−1)
Konsep isospin bukan hanya sebuah analogi formal tetapi makna fisik yang
mendalam berdasarkan fakta eksperimental yang solid, yang akan dibahas kemudian.
Konsep isospin dapat digeneralisasi untuk kasus inti kompleks dengan proton Z
dan neutron N, sehingga jumlah massa A = N + Z dalam kasus ini, komponen ketiga

35
isospin yang analog dengan komponen z-spin biasa untuk inti individu ditambahkan
aljabar untuk memberikan komponen ketiga yang dihasilkan T3 inti:
❑ ❑
Z N
T 3=∑ t i 3=∑ (t p 3 +t n 3)= −
i i 2 2
1 −1 (2.13-4)
¿− ( N −Z )= ( A−2 Z )
2 2
Sebagai komponen tidak dapat melebihi besarnya vektor, kita harus memiliki
untuk besarnya vektor T.

T≥ | N−Z
2 |
(2.13-5)

Karena diberikan A (diberikan multiplet isobarik), mungkin ada kombinasi yang


berbeda dari N dan nilai Z, T3 akan berbeda untuk inti yang berbeda diberikan contoh
nilai A. Multiplet isospin146C 8, 14
7 N 7, dan 14
8 O6 pada A = 14. Meskipun mungkin ada
kemungkinan kombinasi lain N dan Z khusus untuk A, hanya tiga inti inilah diketahui
ada di alam atau diproduksi. Jadi dalam hal ini, nilai-nilai T3 masing-masing adalah -1,
0, +1 maka kita dapat menulis 14C, 14N, dan 14O. Dengan demikian kita dapat menulis T
=1. Keragaman isospin diberikan oleh 2T +1 yang dalam kasus ini adalah 3. Jadi kita
memiliki triplet di atas.
Kita selanjutnya mempertimbangkan sistem dua nukleon. Ada tiga kemungkinan:
(p, p) (n, n) dan (p, n). nilai yang mungkin dari T3 adalah + 1, -1 dan 0 sehingga kita
dapat menulis T = 1. Namun penjumlahan vektor dari vektor dua isospin t1 dan t2 untuk
nukleon dapat menghasilkan resultan T = t1 + t2 sehingga T dapat memiliki dua nilai, T =
1 untuk penyelarasan paralel t2 dan t2 dan T = 0 untuk penyelarasan antiparalel. Dalam
kasus pertama ada bisa ada nilai T3: T3 = 1, 0, -1 yang sesuai dengan kasus diberikan di
atas. Dalam kasus kedua T = 0 dan begitu T3 = 0. Hal ini sesuai dengan keadaan isospin
berbeda untuk sistem (p, n). Kedua kelompok negara, triplet isospin dan singlet isospi,
sesuai dengan singlet berputar biasa (1S) dan triplet (3S) masing-masing. Jadi kita
memiliki untuk triplet isospin (T = 1) untuk sistem nukleon dua:
1
S: (p,p) dengan T3 = +1, (p,n) dengan T3 = 0 dan (n,n) T3 = -1
Perlu dicatat bahwa untuk dua nukleon identik (p, p atau n, n), prinsip Pauli
memungkinkan hanya anti-paralel berputar keselarasan dengan S = 0 untuk keadaan
dasar (L = 0). Dalam kasus sistem (p, n), baik spin anti-paralel dan paralel yang mungkin
dengan resultan spin S = 0 dan S = 1 masing-masing. Yang pertama adalah analog
dengan sistem (p, p) dan (n, n). Yang kedua dengan S = 1 dan (dan L = 0) tidak lain

36
adalah ground state dari deuteron, yang merupakan negara terikat dengan energi ikat
2,226 MeV. Keadaan lain dari sistem (p, n) adalah terikat, sama seperti (p, p) dan (n, n)
adalah sistem.
Diskusi di atas menunjukkan bahwa sifat dari interaksi nuklir (termasuk interaksi
e.m) tidak tergantung pada jenis nukleon, yaitu proyeksi T3. Jadi interaksi inti ditentukan
oleh nilai dari vektor, T, T3 ciri perbedaan e.m properti. Dengan demikian interaksi nuklir
adalah invarian dalam rotasi dalam ruang isospin. Hal ini dikenal sebagai invarian isotop
yang menyebutkan bahwa isospin harus diperhatikan dalam interaksi inti.
Kita akan membahas tentang konservasi isospin dan disebut isobarik analog
isobarik, akan dibahas lebih rinci dalam Bab XVII.

DAFTAR PUSTAKA

Ghoshal, SN. 2000. Atomic And Nuclear Physics Volume II. New Delhi. S. Chand &
Company Ltd.

37
38

Anda mungkin juga menyukai