1. Pendahuluan
Setelah membahas tentang model inti atom, selanjutnya yaitu membahas
mengenai karakteristik umum inti atom pada keadaan dasarnya. Inti atom merupakan
sistem kuantum terikat dan karenanya maka terdapat berbagai keadaan kuantum yang
ditandai oleh energinya, momentum sudut dan lain-lain. Keadaan energi terendah dikenal
sebagai keadaan dasar dan inti biasanya ada dalam keadaan ini. Sifat-sifat inti yang akan
dibahas dalam bab ini sesuai dengan keadaan dasarnya yang disebut sebagai sifat-sifat
statis yang berbeda dengan sifat-sifat dinamik inti yang ditunjukkan dalam proses reaksi
inti, eksitasi inti, dan peluruhan inti. Sifat-sifat statis penting dari inti meliputi muatan
listrik, massa, energi ikat, ukuran, bentuk, momentum sudut, momen dipol magnetik,
momen quadrupole listrik, statistic, paritas, dan iso-spin.
1
symbol kimia menentukan secara unik jumlah elemen atom sehingga kita dapat
menuliskan AX, sebagai contoh 1H, 4He, 7Li, dan lain-lain.
Inti dengan Z yang sama tetapi dengan A yang berbeda dapat disebut Isotop.
Unsur tertentu dengan Z yang diberikan mungkin memiliki isotop dengan nomor massa
yang berbeda. Inti mereka memiliki jumlah proton yang sama tetapi berbeda jumlah
neutronnya. Sebagai contoh, atom lithium (Z = 3) memiliki dua isotop, 6Li dan 7Li.
Jumlah proton dari inti atom Z = 3. Pada 6Li, jumlah neutron N = 3 sedangkan pada 7Li,
N = 4.
Isotop pertama kali ditemukan di antara unsur-unsur radioaktif alami. J. J.
Thomson saat menjelajahi sifat-sifat sinar positif dengan metode parabola, yaitu orang
pertama yang menemukan isotop neon yang stabil (Z = 10). Banyak unsur yang saat ini
diketahui memiliki lebih dari satu isotop yang stabil meskipun beberapa hanya memiliki
satu isotop stabil. Dengan demikian sodium (Z = 11) memiliki satu isotop stabil begitu
juga 23Na dengan N = 12. Unsur-unsur yang memiliki lebih dari satu isotop stabil dalam
keadaan stabil merupakan penggabungan dari isotop-isotop ini dalam proporsi tetap
disebut kelimpahan isotop, yang kurang lebih tetap sama, terlepas darimana mereka
berasal. Dengan demikian lithium alami merupakan penggabungan dari dua isotop stabil
6
Li dan 7Li dengan kelimpahan isotop 7,4% dan 92,6% secara khusus.
Hidrogen memiliki dua isotop stabil 1H (99,99%), 2H (0,01%). Isotop 2H dari
hidrogen disebut deuterium dan intinya yang disebut deuteron. Isotop tidak stabil lainnya
dari hidrogen dengan A = 3 dikenal titrium. Simbolnya adalah 3H. Inti dengan A yang
sama tetapi dengan Z yang berbeda disebut isobar, sedangkan inti dengan jumlah neutron
yang sama disebut isoton.
Massa inti M nuc diperoleh dari massa atom M dengan pengurangan massa dari
orbital elektron Z dari yang terakhir.
M nuc =M −Z me
Ungkapan tersebut tidak tepat karena tidak memperhitungkan energy ikat
elektron dalam atom. Namun kesalahan ini sangat kecil dan di dalam perhitungan
numerik yang melibatkan proses inti adalah massa atom yang digunakan karena massa
elektron biasanya diabaikan. Inti atom terikat sangat kuat. Energy yang dibutuhkan
beribu juta elektron volt (MeV) untuk melepaskan nucleon dari inti, bandingkan hanya
beberapa elektron volt energy untuk memisahkan orbital elektron dari atom untuk
2
mengionisasinya (dalam kasus ini atom hidrogen memiliki energy ionisasi sebesar 13,6
eV).
Apabila ingin memecah inti dari proton Z dan neutron N sepenuhnya sehingga
mereka semua dapat dipisahkan satu sama lain, sejumlah energy minimum harus
masukkan ke nucleus. Energy ini dikenal sebagai energy ikat inti. Proton Z dan neutron
N dalam keadaan diam, keduanya terpisah satu sama lain kemudian di satukan
membentuk nucleus dengan nomor massa A = N + Z dan muatan inti Z, maka jumlah
energy yang sama dengan energy ikat inti akan dikembangkan.
Berdasarkan teori relativitas khusus yang diungkapkan oleh Albert Einstein,
massa dan energy adalah setara. Massa dari tubuh dapat diubah menjadi energy dalam
proses penggabungans dan kimia tertentu begitu sebaliknya massa m dari tubuh jika
seluruhnya diubah menjadi energi yang besarnya setara dengan m c 2, dimana c adalah
kecepatan cahaya di ruang vakum: c=2,997925× 108 m/ s. Oleh karena itu, ketika
sepenuhnya diubah menjadi energy maka didapat energi sebesar 9 ×10 13 joule.
Dapat diketahui bahwa inti memiliki energy yang sama dengan energi ikatnya
ketika hilangnya sebagian kecil massa total dari proton Z dan neutron N, dimana inti
terbentuk. Jika jumlah massa yang hilang (dikenal dengan defek massa) adalah ∆ M ,
maka energy ikatnya menjadi:
E B=∆ M c 2 (2.2-1)
Dari pembahasan tersebut, jelas bahwa massa inti harus lebih kecil dari jumlah
massa neutron dan proton penyusunnya. Oleh karena itu, massa atom hidrogen dan
neutron M H dan M n dapat ditulis sebagai berikut:
∆ M =Z M H + N M n −M ( A , Z) (2.2-2)
dimana M ( A , Z ) adalah massa dari atom yang memiliki nomor massa A dan nomor atom
Z. Sehingga energy ikat inti menjadi:
E B= { Z M H + N M n−M ( A , Z) } c 2 (2.2-3)
Pada persamaan (2.2-3), massa elektron Z hilang dari ruas kanan dan ∆ M untuk
inti sebenarnya sama dengan jumlah massa proton Z ( Z M p) dan neutron N ( N M n)
dikurangi massa inti M nuc ( A , Z ) atom. Perlu diketahui bahwa kesetaraan massa-energi,
massa atom dapat dijadikan sebagai satuan energi sehingga persamaan (2.2-3), c2 dapat
dihilangkan.
12
Satuan massa didefinisikan sebagai satu per dua belas massa atom C yang
diambil tepat 1 unit dan ditunjukkan oleh symbol ‘u’ (unified atomic mass unit). Satuan
3
massa atom ini telah digunakan sejak tahun 1961 oleh ahli penggabunganka dan ahli
kimia berdasarkan kesepakatan internasional. Sebelum tahun 1961, satuan massa atom
yang digunakan oleh ahli penggabunganka dan ahli kimia berbeda. Ahli penggabungan
16
sebelumnya menggunakan satu per enam belas dari massa atom O isotop dan dapat
dikenal satuan massa unit (amu). Konversi satuan yang digunakan adalah
1 u : 1 amu = 1.0003172 : 1
Satuan massa atom yang sebelumnya digunakan oleh ahli kimia, di sisi lain
adalah satu per enam belas dari rata-rata berat atom oksigen alami terdiri atas tiga isotop
16
O, 17O dan 18O yang memiliki kelimpahan isotop masing-masing 99.76%, 0,04% dan
0,20%.
12
Untuk mendapatkan nilai satuan dari massa atom C, kita dapat menuliskan 1
mol dari 12C yang memiliki massa 12 g atau 12 ×10−3 kg. Saat 1 mol mengandung N 0
atom, dimana N 0=6.02205× 1023 dikenal sebagai bilangan Avogadro, maka massa setiap
atom 12C adalah
12 ×10−3 / N 0 atau 12 ×1.660566 ×10−27 kg
karena satuan massa atom pada 12C adalah
1 12× 10−3 −27
1 u= × =1.660566 ×10 kg (2.2-4)
12 N0
Kesetaraan energi dengan massa adalah
1 u=1.660566 ×10−27 × c 2
¿ 1.660566 ×10−27 ×8.98755 ×10 16
¿ 14.924427 ×10−11 J
14.924427× 10−11
¿
1.60219 ×10−13
¿ 931.502 MeV (2.2-5)
Kesetaraan energi massa diam dari elektron, proton, dan neutron dapat dilihat melalui
Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1
Partikel Massa diam (kg) Massa diam (u) Energi diam (eV)
Elektron ( M e) 9.10953 ×10−31 5.48580 ×10−4 5.11003 ×10 5
Proton ( M p) 1.67265 ×10−27 1.0072765 9.38280 ×10 8
Neutron ( M n) 1.67495 ×10−27 1.0086650 9.39573 ×10 8
4
3. Pentingnya Penentuan yang Akurat dari Massa Atom
Massa atom dapat ditentukan dengan akurasi lebih baik dari satu bagian dalam
jutaan dari spektroskop massa modern. Akurasi yang tinggi dibutuhkan dalam
menentukan energy ikat inti dan perhitungan energi peluruhan inti.
226
Sebagai contoh, mengingat bahwa peluruhan α dari unsur yang berat seperti Ra
(Z = 88). Energi berasal dari konversi sebagian massa peluruhan inti induk menjadi
energi sesuai dengan hubunga kesetaraan massa dan energi.
226 222
Peluruhan α dari inti atom Ra mengacu ke bagian inti Rn (Z = 86) sesuai
dengan persamaan Ra →
226 222
Rn + 4He. Massa dari atom yang berbeda menjadi bagian
dari proses sebagai berikut:
M (226Ra) = 226.025436 u
M (222Rn) = 222.017608 u
M (4He) = 4.002603 u
Kemudian sesuai dengan persamaan (4.5-2), energy peluruhan α adalah
Qα = { M (226Ra) – M (222Rn) – M (4He) } / c2
= (226.025436 – 222.017608 – 4.002603) × 931.502
= 0.005225 × 931.502 = 4.87 MeV
Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa energy peluruhan kurang dari satu
bagian dari 40,000 massa peluruhan inti. Kecuali jika massa atom ditentukan dengan
banyak akurasi lebih baik daripada ketidakmungkinan berkorelasi mengukur energy
peluruhan dengan perubahan massa saat peluruhan.
5
Atom Massa Atom (u) Defek Massa (u) Fraksi Tetal (u)
1
H 1,007825 + 0,007825 -
2
H 2,014102 + 0,014102 + 0,007051
4
He 4,002603 + 0,002603 + 0, 00006507
12
C 12 0 0
16
O 15,994915 - 0,005085 -0,0003178
31
P 30,973764 -0,026236 -0,0008463
59
Co 58, 933189 -0,066811 -0,0011324
75
As 74, 921597 -0,078403 -0,0010454
127
I 126, 90447 -0,09553 -0,0007522
197
Au 196,96654 -0,03346 -0,00001698
226
Ra 226,02543 + 0,02543 + 0,0001125
238
U 238,05082 + 0,05082 + 0,0002135
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa untuk atom yang sangat ringan
dengan A < 20 dan untuk atom yang sangat berat dengan A > 180, massa atom sedikit
lebih besar dari nomor massa yang sesuai. Di antara nilai A, massa atom sedikit
berkurang daripada nomor massa yang sesuai.
Pengukuran massa atom M (A, Z) dari nomor massa (A) cukup signifkan.
Perbedaan antara M dan A dikenal sebagai defek massa ∆ M :
∆ M =M ( A , Z )− A (2.4-1)
Sebagai contoh, massa atom 4He (4.002603 u) sedikit lebih besar dari nomor
75
massa 4, defek massanya adalah + 0,002603 u. Di samping itu, As memiliki massa
atom 74.9215967 u, sedikit lebih kecil dari nomor massa 75. Dan defek massanya adalah
-0,078403 u sehingga dengan demikian defek massa dapat bernilai positif atau negatif.
Untuk atom yang sangat ringan dan sangat berat, defek massa bernilai positif, sementara
di bagian tengah akan bernilai negatif (lihat Tabel 2.2).
Defek massa suatu atom dibagi dengan nomor massa dikenal sebagai fraksi tetal
(f) yang dikemukakan oleh F. W. Aston sebagai berikut:
∆M
f=
M
M ( A , Z)
¿ −1 (2.4-2)
A
6
Di kolom terakhi Tabel 2.2, terdapat daftar fraksi tetal dari atom yang berbeda. f
memiliki tanda yang sama dengan ∆ M dan bernilai positif untuk atom yang sangat
ringan dan atom yang sangat berat. Serta bernilai negatif saat berada di tengah-
tengahnya. Dari persamaan (2.4-2), kita dapatkan
M (A, Z) = A (1+f) (2.4-3)
Telah diketahui bahwa fraksi tetal f secara sistematis dengan nomor massa A yang
ditunjukkan pada Gambar 2.1 di bawah ini.
7
E B (2H) = M H + M n −M d
¿(1.007825+1.008665−2.014102) × 931.5
¿ 2.224 MeV
2.224
f B (2H) = =1.112 MeV per nukleon
2
Untuk partikel α (4He), dengan Z = 2, N = 2,
E B (4He) ¿( 2×1.007825+ 2×1.008665−4.002603)×931.5
¿ 28.3 MeV
28.3
f B (4He) = =7.075 MeV per nukleon
4
Untuk inti (16O), dengan Z = 8, N = 8,
E B (16O) ¿( 8× 1.007825+8 ×1.008665−15.994915)×931.5
¿ 127.62 MeV
127.62
f B (4He) = =7.98 MeV per nukleon
16
Fraksi ikat dari inti yang berbeda menggambarkan kekuatan relatif energi ikatnya.
Kemudian 2H terikat sangat lemah dibandingkan dengan 4He atau 16O. Sifat variasi f B
untuk inti yang berbeda dengan A dapat dilihat pada Gambar 2.2.
8
nukleon. (c) Untuk inti yang sangat berat (A > 180), f B berkurang secara berulang-ulang
dengan peningkatan A. Untuk inti yang paling besar, f B mencapai 7.5 MeV/nukleon. (d)
Untuk inti yang sangat ringan, terdapat kenaik-turunan secara cepat nilai f B. Khususnya
titik puncak yang diamati dalam variasi f B. Grafik untuk inti-inti yang genap seperti 4He,
8
Be, 12C, 16O dan lain-lain, sebagai contoh A = 4 n dimana n adalah bilangan bulat.
Penampilan puncak menunjukkan stabilitas yang lebih besar dari inti yang sesuai
relatif terhadap inti di wilayah terdekatnya. Sifat dari kurva fraksi ikat melengkapi sifat
dari kurva fraksi tetal (Gambar 2.1). Jika kita menulis M H =1+ f H dan M n=1+ f n dimana
f H =0.007825 u dan f n=0.008665 u adalah konstan, kemudian kita dapatkan:
E B=Z ( 1+ f H ) + N ( 1+ f n ) −M ( A , Z)
¿ ( Z + N ) + Z f H + N f n− A(1+ f )
¿ A+ Z f H + N f n− A−∆ M
dimana ∆ M = Af . Oleh karena itu kita dapatkan
E B=Z f H + N f n−∆ M (2.4-5)
EB Z f H+ N f n ∆ M
f B= = −
A A A
Z f H+ N f n
¿ −f
A
Istilah pertama pada persamaan (2.4-5) hampir konstan khusus untuk yang lebih rendah
dari A ketika Z ≈ N ≈ A / 2.
Kemudian f B masing-masing bertambah atau berkurang. Karena grafik dari
variasi f dan f B dengan A ditampilkan secara lengkap. Sesuai dengan nilai minimum dari
grafik f vs A, dimana nilai maksimum dari grafik f vs A. Selain itu juga daerah
kemiringan negatif untuk A rendah di kasus pertama, sesuai dengan wilayah kemiringan
positif di kasus kedua. Untuk A yang lebih tinggi disamping itu, wilayah kemiringan
positif di kasus pertama berkorespondensi dengan kemiringan negatif di kasus kedua.
Dengan bantuan kurva fraksi ikat dapat memungkinkan menjelaskan secara
kualitatif dengan alasan peluruhan α inti yang berat seperti juga yang dilepaskan dalam
proses fisi dan fusi.
5. Ukuran Inti
Dapat dilihat dari teori Rutherford tentang hamburan partikel α memberikan
gambaran tentang ukuran inti yang sangat kecil. Kemudian, Rutherford dan perannya
9
dalam melakukan percobaan hamburan dengan energi partikel α yang relatif besar dan
pengamatan dari rumus hamburan Rutherford pada sudut yang besar, sebagai akibat kecil
parameter b. Ketika b sebanding dengan jari-jari R, partikel α mulai dipengaruhi oleh
gaya inti. Saat rumus hamburan Rutherford berasumsi bahwa gaya yang bekerja pada
partikel adalah gaya elektrostatis. Misalkan b = R di persamaan (1.2-7), kita akan
mendapatkan sudut batas hamburan θc yaitu perbandingan penampang hamburan yang
diukur (σ ) untuk itu dikenal sebagai persamaan Rutherford (σ R) akan berbeda dengan
satunya. Dengan menggunakan persamaan (1.2-7) kita dapatkan.
θc 4 π ε 0 M v 2 R
cot = (2.5-1)
2 ZZ ' e2
dimana Z’ = 2. Untuk θ<θ c, σ /σ R = 1
Dengan memperhatikan sudut batas θc dimana anomali hamburan terjadi (
σ /σ R ≠ 1). Rutherford mengestimasi nilai dari jarak inti R untuk beberapa unsur yang
ringan, seperti magnesium.
Estimasi dari Rutherford ini masih belum akurat. Di tahun-tahun berikutnya
banyak metode yang lebih akurat untuk mengukur jarak inti. Seharusnya ketika berbicara
tentang jarak inti, kita mengasumsikan bahwa inti berbentuk seperti bola. Hal ini
diharapkan karena jarak dekat dari gaya inti. Namun, penyimpangan kecil dari kebulatan
inti dapat diamati. Hal ini disimpulkan dari adanya momen quadrupole listrik inti yang
bernilai nol untuk inti yang berbentuk bola.
Berdasarkan pembahasan tersebut, telah diasumsikan bahwa muatan inti
terdistribusi secara merata. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa kerapatan inti ρc
bernilai konstan. Bukti eksperimen juga menunjukkan bahwa distribusi materi inti (yaitu
proton dan neutron) hampir sama, sehingga kerapatan materi inti ρm adalah konstan.
Karena massa inti berbanding lurus dengan nomor massa A, maka dapat dituliskan
sebagai berikut:
ρm A/V =¿ konstan
seperti, volume inti V ∝ A. Diasumsikan inti seperti bola dengan jarak R, kita dapatkan
4
V = π R3 ∝ A
3
atau, R ∝ A1 /3
sehingga R=r 0 A 1/ 3 (2.5-2)
dimana r 0 konstan. Dikenal sebagai parameter jarak inti.
10
Perlu diketahui bahwa jari-jari inti merupakan jarak distribusi massa inti. Ketika
parameter muatan ini (seperti nomor atom) Z berbanding lurus dengan nomor massa A
dan kerapatan muatan inti ρc hampir sama di seluruh volume inti, distribusi muatan inti
+Ze seharusnya mengikuti pola distribusi muatan inti. Oleh karena itu, jari jari muatan
dan jari-jari massa dari inti mungkin diperkirakan hampir sama. Hal ini dikarenakan di
dalam inti terdapat gaya tarik yang kuat. Terdapat bukti yang kuat untuk menunjukkan
bahwa hampir sama untuk kedua jenis nukleon yaitu proton dan neutron, karena distibusi
volume inti mengikuti pola yang sama.
Sekarang pertimbangkan diagram energi potensial yang ditunjukkan pada
Gambar 2.3 untuk partikel bermuatan seperti proton atau partikel α yang ditindaklanjuti
oleh gaya tolak elektristatik muatan inti +Ze ketika di luar inti (r > R), sedangkan di
dalam inti (r < R) bernilai negatif karena jaraknya dekat dengan gaya inti secara khusus
menindaklanjutinya. Disini, r merupakan jarak dari pusat inti. Kita asumsikan bahwa
gaya elektrostatis tidak berpengaruh di dalam inti sehingga gaya inti bernilai nol pada
permukaan inti r = R.
penghalang V c =Z Z ' e /4 π ε 0 r untuk suatu kejadian partikel bermuatan Z’e untuk r > R.
Di permukaan inti penghalang tinggi diberikan oleh
ZZ ' e2
V R= (2.5-3)
4 π ε0 R
Untuk inti Uranium dengan Z = 92 dan R = 8 ×10−15 m, V R ≈ 16.5 MeV untuk
11
Secara klasik, partikel bermuatan dengan energi E kurang dari V R tidak bisa
lepas dari inti, juga tidak dapat masuk dari luar. Namun di dalam mekanika kuantum,
karena prinsip ketidakpastian, posisi partikel dalam inti tidak dapat didefinisikan dengan
baik, oleh karena itu, probabilitas terbatas partikel yang menembus melalui batas jika E
< V R. Jika partikel dengan energi awal +E keluar dari inti mencapai titik r = b dimana
V c =E kemudian akan ditolak oleh gaya elektrostatis muatan positif dari sisa inti dan
akan keluar menjauhi yang terakhir.
Jari-jari R, seperti yang sudah didefinisikan sebelumnya, biasanya dikenal sebagai
jari-jari potensial, berbeda dari muatan atau jari-jari massa sudah dibahas sebelumnya
dan sedikit lebih besar dari yang terakhir.
Jarak muatan secara langsung dapat diukur. Hal tersebut dapat ditentukan dengan
beberapa metode yang didasarkan pada hamburan energi elektron yang tinggi
(>100MeV) paling akurat. Selain itu, ada beberapa metode yang lainnya. Jarak potensial
harus ditentukan secara terpisah, karena sifat gaya inti secara khusus atau jaraknya tidak
diketahui secara tepat.
Jarak inti biasanya dinyatakan dalam satuan 10−15 m dari konversi internasional
yang dikenal sebagai femtometer, bisa disingkat fm meskipun namanya belum umum,
namun fermi lebih sering digunakan.
Jarak kuadrat rata-rata dari distribusi muatan inti dapat didefinisikan sebagai
berikut:
∞
∫ r 2 . 4 π r 2 ρ ( r ) dr
¿ r 2 >¿ 0
∞ (2.5-4)
2
∫4π r ρ ( r ) dr
0
dimana ρ ( r ) adalah rapat muatan inti. Untuk bola pejal bermuatan (ρ = konstan) pada
jarak R, sehingga dapat dituliskan,
(ketika ρ = 0 untuk r > R)
R
∫ r4 d r
3
¿ r 2 >¿ 0
R
= R2
5
∫ r 2 dr
0
5
Sehingga, R2= <r 2 >¿ (2.5-5)
3
12
6. Pengukuran Jari-Jari Muatan
(i) Percobaan Hamburan Elektron
Hamburan energi elektron yang tinggi dari inti merupakan metode secara
langsung untuk mengukur jarak muatan inti dan sifat dari distribusi muatan inti. Hal
ini dikarenakan tidak ada gaya inti yang khusus pada elektron. Hanya gaya tarik
Coloumb karena muatan inti mengenainya. Jika panjang gelombang de Broglie
elektron lebih kecil dibandingkan jari-jari inti, maka percobaan hamburan elektron
dapat mengungkap sangat detail tentang distibusi muatan inti.
Sekarang kita tinjau dari teori dualisme gelombang partikel de Broglie,
panjang gelombang relativitas elektron oleh massa diam m 0, sehingga didapatkan
13
Gambar 2.4. Eksperimen Hamburan elektron energi tinggi. A –
Akselerator; B – Balok penyumbat; M1,M2 – Magnet pembelok; S = Celah
Pengumpul; T = Ruang hamburan; P = Spektrometer; C = Beton Perisai
Berkas elektron energi tinggi dari akselerator linier A dibelokkan oleh magnet
M1 dan dikotak-kotakkan oleh celah sistem S. Pembelokan magnet M2 kemudian
mengarah ke berkas di dalam ruang hamburan T. Berkas elektron yang tersebar
secara elastis kemudian dianalisis dengan spektrometer magnetik besar P.
Mekanika kuantum mengungkapkan perbedaan penampang melintang
hamburan relativitas elektron dari target putaran yang kurang di tengah oleh sudut
massa θ yang diperoleh dari
2
σ ( θ ) =σ M (θ) { F (q) } (2.6-1)
dimana σ ( θ ) adalah penampang melintang hamburan dan σ M (θ) adalah Mott
penampang hamburan elastis dari titik muatan +Ze dan diperoleh dari
2
Z e2 cos2 θ/2
σ M ( θ )= (
8 π ε0 E ) sin 4 θ/2
(2.6-2)
E merupakan energi dari elektron pada sistem C.M. Persamaan (2.6-2) hanya
untuk unsur Z yang rendah. F(q) dikenal sebagai form factor dimana memberikan
perbandingan dimana penampang melintang hamburan akan berkurang ketika
muatan +Ze tersebar melebihi batas volume. Karena interferensi destruktif diantara
gelombang hamburan elektron dari bagian yang berbeda dari inti target, F(q) < 1.
Dengan mengguakan metode aproksimasi oleh mekanika kuantum, didapatkan
1
F ( q )= ρ ( r ) exp (i . q . r ) dτ (2.6-3)
Ze ∫
4π
ρ (r )¿ ¿
Zeq ∫
¿
1
dimana, q=k −k ' = ( p− p' ) (2.6-4)
ђ
adalah ukuran perpindahan momentum p− p' dalam hamburan elastis.
14
|q| bergantung pada sudut hamburan dan diperoleh oleh
2p θ
|q|= sin (2.6-5)
ђ 2
ρ ( r ) adalah rapat muatan dalam inti dan eksponensial faktor fase pada volume
yang besar. Faktor bentuk F(q) jelas sama dengan transormasi Fourier oleh rapat
muatan. Dapat ditentukan secara langsug dengan percobaan hamburan dari
perbandingan σ ( θ ) /σ M (θ). Kemudian menggunakan kebalikannya transformasi
Fourier, secara mungkin dapat menentukan ρ ( r ). Hal ini memungkinkan jika
pengukuran dilakukan dengan sejumlah sudut θ yang cukup besar. Ketika tidak
memungkinkan, suatu bentuk distribusi kerapatan, harus diasumsikan paling sesuai
dengan data eksperimen yang diperoleh dengan menyesuaikan parameter yang
dinyatakan. Suatu bentuk yang sangat cocok untuk ρ ( r ) dapat diperoleh melalui
ρ0
ρ ( r )=
r−R 1/ 2 (2.6-6)
1+exp { }
a
Ini dikenal sebagai distribusi Fermi. Parameter R1 /2 dan a disesuaikan untuk
mendapatkan yang paling sesuai dengan data eksperimen. Distribusi kerapatan
tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.5.
15
Jika kita memperkirakan distribusi oleh distribusi muatan yang sejenis,
kemudian setara dengan jarak dapat kita tuliskan sebagai
R=r 0 A 1/ 3
dimana r 0 =1.32×10−15 m untuk A < 50 dan r 0 =1.21×10−15 m untuk A > 50. Hal
ini menegaskan bahwa materi inti didistribusikan hampir sama dalam volume inti,
jika kita mengasumsikan bahwa massa dan jari-jari muatan sama.
Nilai dari a dianggap sama untuk semua inti, yaitu
a=0.5 ×10−15 m = 0.5 fm.
Massa dari data eksperimen sejauh ini yang dikumpulkan menunjukkan bahwa
untuk inti berbentuk bola dengan A > 15, distribusi muatan memiliki inti dengan
kerapatan yang sama, dikelilingi oleh kulit yang tebal 2.3 fm. Jarak jari-jari tengah
kerapatan maksimum R1 /2=1.07 A 1/3 fm. Untuk 4 ≤ A ≤ 15, tidak ada inti yang sama
dan kerapatannya menurun dengan stabil seiring bertambahnya r. Ada beberapa
indikasi bahwa untuk semua inti ada sedikit penurunan kerapatan di dekat pusat inti.
Selanjutnya, rapat muatan di daerah inti sedikit mengalami penurunan seiring
meningkatnya Z.
Seperti yang dinyatakan sebelumnya, distribusi materi inti sangat mirip dengan
muatan inti. Di Gambar 2.6 (a) dan (b) kita dapat membandingkan muatan inti dan
16 109 208
distribusi muatan inti untuk ketiga inti 8 O, 47 Ag dan 82 Pb . Pada tabel 2.3 dapat
dilihat perbedaan parameter untuk distribusi materi inti.
Tabel 2.3
Inti R1/2 (fm) a (fm) R/A1/3 (fm)
16
O 2,61 0,513 1,04
109
Ag 5,33 0,523 1,12
208
Pb 6,65 0,526 1,12
4π 3
Asumsikan bahwa distribusi massa sama, jika kita tuliskan A= R ρm
3
kemudian dari data eksperimen diperoleh jari-jari distribusi massa yang sejenis
R=1.1 A1 /3 fm dan ρm =0.17 nukelon per fm3. Rapat massa inti kira-kira sama di
semua pusat inti. Hal itu sedikit meningkat dengan A dan cenderung ke nilai terbatas
0.17 nucleon/fm3.
16
Gambar 2.6. Eksperimen menentukan (a) muatan inti dan (b) distribusi inti
17
Dimana Ze adalah muatan inti. Jadi jari-jari orbit muonik dapat dituliskan sebagai
berikut:
4 π ε 0 n2 ђ 2
r μ=
mμ Z e 2
(2.6-7)
Kita asumsikan bahwa muatan inti e berada tepat di pusat. Untuk unsur yang
lebih besar seperti emas (Z = 79), jari-jari muonik orbit-K (n = 1) akan menjadi
me
r= ×0.529 Å=3.23× 10−5 Å=3.23 ×10−15 m
mμ
Ada yang lebih kecil dari jari-jari atom emas dimana
R ( Au ) =r 0 A 1/ 3=1.2 ×10−15 ×(197)1 /3 =7 ×10−15 m
Dengan demikian, orbit muonik K dapat diperkirakan sepenuhnya terletak di
dalam inti untuk kasus atom-atom yang berat.
Ketika muon tertangkap oleh atom, ia berpindah dari orbit luar yang terikat
lemah ke orbit dalam yang terikat kuat. Selama proses berlangsung, radiasi
elektromagnetik dipancarkan. Namun, energi radiasi tersebut jauh lebih tinggi
daripada dalam kasus transisi elektron. Energi μ−¿ ¿pada orbit ke-n, dimana dapat
dituliskan sebagi berikut.
−mμ Z2 e 2
E= (2.6-8)
32 π 2 ε 20 n2 ђ2
Demikian orbit-K dari atom emas, energi orbital oleh μ−¿ ¿ akan menjadi
mμ 2
E ( Au )=−13.6 × Z =−17.6 MeV
me
Hal ini menunjukkan bahwa radiasi yang dipancarkan oleh transmisi dalam
atom muonik akan terletak di bagian sinar-X yang sangat pendek. Dari pengukuran
energi sinar-X ini, memungkinkan untuk memperkirakan energi ikat muon dalam
orbit yang berbeda. Namun, energi ikat dalam orbit tertentu akan sangat berkurang
jika muatan inti tersebat di daerah yang terbatas sehingga sebagian dari fungsi
gelombang muon yang ditangkap terletak di dalam inti. Pengurangan energi
diharapkan untuk suatu muatan inti dapat secara teoritis berkorelasi dengan kuadrat
jari-jari dari distribusi muatan inti. Sebagai contoh, untuk atom Pb dengan transisi
2 p 3/ 2 → 1 s1 /2 menghasilkan emisi dari energi pancaran e.m sebesar 6.02 MeV
sedangkan itu diharapkan titik inti sebesar 16.4 MeV. Perhitungan biasanya
menggunakan asumsi distribusi muatan inti secara khusus.
18
Parameter jari-jari inti memperkirakan dari pengukuran sinar-X muon adalah
kesepakatan yang tepat dengan percobaan hamburan elektron:
r 0 =( 1.15± 0.03 ) ×10−15 m=1.15 ± 0.03 fm
dan 115 B, 13
7 N dan 13
6 C , dan lain-lain dikenal sebagai cermin inti. Jumlah proton (Z)
dan jumlah neutron (N) di dalamnya dipertukarkan dan berbeda dengan bagian
satunya sehingga nomor massanya adalah A = 2 Z – 1 dimana Z adalah nomor atom
dari anggota pertama dari pasangan, dan yang lain memiliki nomor atom (Z – 1).
Anggota pertama setiap pasangan biasanya β +¿¿ aktif dan mengalami transformasi
β +¿¿ menjadi yang kedua.
Seperti yang dibahas di bab IV, semua massa inti ditunjukkan dengan baik
oleh persamaan semi-empiris yang dikenal sebagai persamaan massa Bethe-
Weizsacker, yang bermuatan bergantung pada tolakan Coloumb antar proton. Jika
+¿¿
transfomasi energi β +¿¿ ¿ dihitung menggunakan persamaan, kemudian Q β adalah
penemuan secara linier dengan A2 /3, konstanta proporsionalitas tergantung pada nilai
r 0, jari-jari parameter inti. r 0 diperkirakan dari hasil penemuan yang tepat dengan
yang diperkirakan oleh banyak metode yang telah dibahas sebelumnya.
r 0 =( 1.28± 0.05 ) ×10−15 m=1.28 ± 0.05 fm
Pengukuran dengan metode yang berbeda dari jari-jari muatan memberikan
nilai rata-rata jari-jari sebesar r 0 =( 1.19+0.1 A−1 /2 ) fm. Seperti yang telah diketahui
sebelumnya, hal ini sedikit bergantung pada A.
19
urutan yang sama seperti jarak interaksi antar nukleon di luar jari-jari R0 dari distribusi
muatan inti. Ini merupakan jari-jari yang ditunjukkan dalam diagram energi potensial
(Gambar 2.3) dan dikenal sebagai jari-jari potensial, dengan demikian sedikit lebih besar
dari R0. Kita dapat mendiskusikan mengenai dua medote yang berbeda tentang
pengukuran jari-jari potensial.
(i) Waktu Hidup Emitor Alfa
Secara historis, metode paling awal dalam memperkirakan jari-jari potensial
238 226
didasarkan pada studi tentang peluruhan alfa inti berat seperti U, Ra, dan
sebagainya. Peluruhan alfa oleh inti berat terjadi karena penetrasi penghalang
potensial Coloumb yang mengelilingi inti. Teori yang lebih rinci akan dibahas di bab
IV. Hal ini menunjukkan bahwa probabilitas penetrasi penghalang (transmisi co-
efisien) diperoleh dari
T =exp(−G) (2.7-1)
dimana,
1 /2
G=
2 MZ e2 b
ђ( π ε0 ){ √ −1
cos
R
b √ }
−
R R2
−
b b2
(2.7-2)
dimana R adalah jari-jari inti (jari-jari potensial) dan b adalah jarak dari pusat ke titik
dimana energi partikel α sama dengan energi potensial Coloumb V c =2 Z e 2 /4 π ε 0 r.
Disini, Z merupakan nomor atom dari sisa inti, M dan 2e adalah massa dan muatan
partikel α; r ditentukan dari pusat inti.
Jika n menjadi frekuensi tumbukan partikel α terhadap dinding inti di dalam
inti, maka probabilitas penetrasi penghalang per detik adalah p = n T. Selanjutnya,
kebalikan dari ini adalah waktu hidup rata-rata peluruhan α dapat diukur melalui
1 1
τ m= = (2.7-3)
p nT
Demikian pengukuran waktu hidup mungkin memperkirakan jari-jari potensial
R. Dapat ditulis R=r 0 . A1 /3seperti sebelumnya, jari-jari potensial bernilai
r 0 =1.48× 10−15 m.
Perlu dicatat bahwa meskipun persamaan teoritis tersebut tidak menunjukkan
masa hidup peluruhan alfa secara akurat dan dapat menyimpang dengan beberapa
urutan besarnya dari nilai eksperimen, ia memberikan perkiraan yang jauh lebih
tepat dari jari-jari inti R, bahkan dari pengetahuan sebelumnya τ m.
20
r 0 diperkirakan dengan metode agak lebih tinggi dari itu untuk parameter jari-
jari muatan atau massa. Perbaikan jari-jari terbatas oleh partikel α ( R α 1.2× 10−15 m )
21
V0
V ( r )= (2.7-6)
1+exp {( r −R1 /2 ) /a }
Hal ini memiliki ketergantungan radial yang sama dengan distribusi muatan
fermi yang telah dibahas pada sub bab 2.5. R1 /2 dan a memiliki arti yang sama
8. Spin Inti
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, inti secara kompleks terdiri dari
proton dan neutron yang secara kolektif dikenal sebagai nukleon. Proton dan neutron
masing-masing memiliki spin momentum sudut 1/2, sama seperti elektron. Selain itu,
nukleon juga memiliki momentum sudut orbital yang terkuantisasi oleh pusat massa inti,
seperti elektron di dalam atom. Dengan demikian, momentum sudut I yang dihasilkan
oleh inti merupakan penjumlahan vektor dari momentum sudut orbital L dan spin
momentum sudut S dari inti:
I =L+ S (2.8-1)
Mekanika kuantum mempertimbangkan bahwa orbital total dan spin momentum
sudut dari inti diperoleh dari
p2I =I ( I +1 ) ђ2
p2L=L ( L+1 ) ђ2
p2S =S ( S +1 ) ђ 2
Selama pengukuran, komponen terbesar dari momentum sudut sepanjang arah
medan listrik atau magnet yang ditentukan. Untuk tiga kasus yang disebutkan di atas,
masing-masing memiliki besaran I, L dan S dalam satuan ђ.
Spin momentum sudut yang dihasilkan oleh inti diperoleh dengan penjumlahan
vektor dari spin nukleon sendiri: S=∑ s i. Sama halnya, S dapat berupa integral atau
22
setengah inetegral, tergantung pada apakah jumlah nukleon A dalam inti genap atau
ganjil. Dengan demikian, momentum sudut toal I dari inti dapat berupa integral (untuk A
genap) atau setengah integral ganjil (untuk A ganjil). Hal ini sesuai dengan pengamatan.
Momentum sudut total inti I biasanya disebut sebagai spin inti. Pengkuran spin
keadaan dasar dari inti menunjukkan bahwa untuk Z genap N genap, spin inti selalu
bernilai nol (I =0). Hal ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan nukleon di dalam inti
untuk membentuk pasangan dengan momentum sudut yang sama dan berlawanan yang
memecah pasangan untuk nukleon yang sama.
Hal penting lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa nilai-nilai terukur dari
spin keadaan dasar dari inti merupakan bilangan bulat kecil atau setengah bilangan bulat
ganjil. Nilai terukur tertinggi adalah 9/2 yang kecil dibandingkan dengan jumlah nilai
absolut Ii dan Si dari semua nukleon tunggal yang berada di dalam inti. Hal ini sesuai
dengan apa yang dinyatakan di atas mengenai pembentukan pasangan dalam inti.
Sebagian besar nukleon dari kedua jenis tersebut tampaknya membentuk sebuah inti di
mana bahkan jumlah proton dan neutron dikelompokkan berpasangan dengan spin nol
dan momen sudut orbital sehingga inti itu sendiri memiliki total momentum sudut nol.
Beberapa nukleon yang tersisa di luar inti menentukan spin inti yang dengan demikian
sejumlah kecil, integral, atau setengah integral ganjil.
Metode untuk mengukur spin pada keadaan dasar inti akan dibahas lebih lanjut di
sub bab 8.10. Spin keadaan tereksitasi dari inti disimpulkan berdasarkan disintegrasi inti
dan data reaksi inti.
Rumusan Spin Pauli
Dapat disebutkan disini bahwa spin dari spin ½ partikel seperti nukleon yang
bergerak secara non-relativistik diperlakukan berdasarkan teori Pauli. Pauli
23
α = 1 ↑, β= 0 ↓
() () (2.8-3)
0 1
Operator α dan β oleh matriks Pauli memberikan hasil yang dapat diverifikasi
oleh perkalian matriks secara langsung:
σ x α= β σ x β=α
σ y α =i β σ y β=−iα (2.8-4)
σ z α =α σ z β=−β
Kita juga dapatkan
σ 2 α =3 α σ 2 β=3 β
Sehingga diperoleh
3 ђ2 1 1
s2 α =
4 ( )
α=
2 2
+1 ђ2 α =s ( s +1 ) ђ2 α
2
3ђ 1 1
β = ( +1 ) ђ β=s ( s+1 ) ђ β
2 2 2
s β= (2.8-5)
4 2 2
ђ −ђ
Dan s2 α = α s2 β= β (2.8-6)
2 2
Demikian α dan β merupakan vektor-eigen oleh s2 dan s z menjadi nilai-eigen
masing-masing 3 ђ2 /4 dan ± ђ/2, tanda plus sesuai dengan spin keadaan atas dan tanda
minus sesuai dengan spin keadaan bawah.
Komponen dari anti pembalik σ sehingga diperoleh
σ x σ y +σ y σ x =0, σ y σ z +σ z σ y =0, σ z σ x + σ x σ z=0 (2.8-7)
Kita lanjutkan menjadi
σ x σ y −σ y σ x =2 i σ z , σ y σ z −σ z σ y =2 iσ x , σ z σ x −σ x σ z =2i σ y (2.8-8)
Selanjutnya diperoleh
σ x σ y =i σ z , σ y σ z =iσ x, σ z σ x =iσ y (2.8-9)
9. Paritas Inti
Kita membahas tentang paritas fungsi gelombang di Vol.1. Jika kita
merefleksikan sistem koordinat pada titik asal, yaitu, berubah dari x, y, z ke -x, -y, -z,
maka fungsi gelombang dari sistem fisika berubah dari Ψ ( x , y , z ) menjadi
Ψ (−x ,− y ,−z). Itu ditunjukkan pada sub bab 11.18 dalam Vol.1, bahwa jika
Hamiltonian tetap invarian di bawah inversi ruang, maka fungsi gelombang yang
berubah dapat dikaitkan dengan fungsi gelombang asli dengan dua cara yang berbeda :
Ψ (−x ,− y ,−z )=+Ψ ( x , y , z) (2.9-1)
24
atau, Ψ (−x ,− y ,−z )=−Ψ (x , y , z) (2.9-2)
Dalam kasus pertama fungsi gelombang dikatakan memiliki fungsi paritas genap
sedangkan dalam kasus kedua memiliki fungsi persamaan ganjil.
Paritas, sebagaimana didefinisikan di atas, tergantung pada keadaan sistem gerak
dalam mekanika kuantum. Seperti yang terlihat dalam Vol.1, dalam kasus partikel yang
dikenai oleh gaya pusat, paritas ditentukan oleh bilangan kuantum azimuth l, menjadi
genap untuk l = 0 atau genap dan ganjil untuk l = genap.
Terlepas dari paritas orbital, partikel-partikel dasar dapat memproses paritas
intrinsik. Hal ini terkait dengan inversi dari beberapa sumbu internal partikel. Ini
sebenarnya didefinisikan secara relatif. Dengan konvensi, nukleon dianggap memiliki
paritas genap. Kemudian difiksasi untuk partikel lain sedemikian rupa sehingga dalam
interaksi antara partikel yang melibatkan gaya inti atau elektromagnetik yang kuat,
Paritas total yang dimaksud adalah hasil dari paritas orbital dan intrinsik.
25
11. Momen Dipol Magnetik Inti
Seperti elektron, proton dan neutron memiliki momen dipol magnetik intrinsik.
Nilai-nilai yang diukur dari momen magnetik proton dan neutron adalah
μ p=2.7927 μ N
μn=−1.9131 μ N
dimana, μ N =eђ/2 M p (2.11-1)
disebut magneton inti. e dan M adalah muatan dan massa proton. μ N adalah sama dengan
magneton Bohr μ B=eђ /2 me yang merupakan satuan momen magnet atom yang dibahas
dalam sub bab 6.2 padaVol. 1. μ N jauh lebih kecil daripada μ B, yang hanya 1/1836
μ N =5.0571 ×10−27 J / T
Nilai numerik di atas menunjukkan bahwa momen magnetik proton dan neutron
berurutan 10-3 kali momen magnetik elektronik, yang sama dengan magnet Bohr (
μe =μ B ¿. Karena inti terdiri dari proton dan neutron, momen magnetik inti juga jauh lebih
kecil daripada momen magnetik, yang terakhir adalah urutan momen magnetik elektron.
Kecuali untuk koreksi kecil, momen magnetik elektronik diprediksi dengan benar
oleh teori relativistik mekanika kuantum dari elektron yang dikemukakan oleh P.A.M.
Dirac. Jika gerakan proton dijelaskan oleh teori yang sama, maka proton harus memiliki
momen magnet ( μ p=μ N ¿. Namun tidak demikian, μ p lebih besar dari μ N . Selanjutnya
neutron menjadi partikel yang tidak bermuatan, biasanya tidak diharapkan memiliki
momen magnet. Sekali lagi ini tidak benar dan μn memiliki besaran lebih besar dari μ N .
Nilai-nilai anomali dari momen magnetik proton dan neutron dapat dipahami, setidaknya
secara kualitatif, berdasarkan teori meson (lihat Bab XVII).
Perlu dicatat bahwa momen magnetik proton dan neutron terkait erat dengan spin
momen sudut intrinsiknya, yang diberikan oleh
p p=s p ђ , pn=s n ђ
1
dengan s p=s n= . hal itu ditunjukkan pada sub bab 6.3 Vol 1, bahwa perbandingan
2
momen magnetik μe untuk spin momentum sudut elektron pe diberikan oleh
μe e
=g e
pe 2 me
26
dimana pe =se ђ=ђ /2 , ge menjadi faktor Lande. Itu memiliki nilai ge =−2. Jumlah r.h.s.
dari persamaan di atas adalah perbandingan gyromagnetic untuk gerakan spin elektron.
Faktor ge =−2 pada awalnya diperkenalkan oleh S.Goudsmit dan G.E Uhlenbeck atas
dasar ad hoc tetapi kemudian menemukan kebenaran dari teori elektron Dirac.
Dalam kasus proton dan neutron, kita dapat menulis, analogi dengan Persamaan
μp e
=g p (2.11-3)
pp 2 Mp
μn e
=g n
pp 2 Mp
(2.11-4)
e g
μ p=g p , s p ђ= p μ N (2.11-5a)
2M p 2
e g
μn=g n , sn ђ= n μ N (2.11-5b)
2Mn 2
Persamaan (2.11-5) dapat dituliskan dalam bentuk vektor (dalam magneton inti),
yaitu
→
1 (2.11-7a)
μ p= g p σ p
2
→
1 (2.11-7b)
μn= g n σ n
2
σ pdan σ n merupakan operator spin Pauli
Jumlah ge yang muncul pada persamaan (2.11-2) adalah negatif karena tanda
negatif dari muatan listrik. Secara klasik, rotasi elektron berlawanan arus ke arah rotasi.
Loop arus menimbulkan momen magnetik yang tegak lurus terhadap bidang loop yang
diarahkan berlawanan dengan momentum sudut terkait dengan rotasi yaitu μe berlawanan
dengan pe sehingga ge adalah negatif.
Untuk proton, karena muatan positif, arah dari μ p sama dengan μ p, sehingga g p
adalah positif.
27
Tanda negatif dari gn jelas menunjukkan bahwa μnberlawanan dengan pn. Untuk
inti yang kompleks, momen magnetik intrinsik dari semua proton harus secara vektor
→
ditambahkan untuk memberikan resultan ∑ μ n i . Di samping itu, rotasi orbit proton juga
→
akan memberikan kontribusi untuk momen magnetik bersih inti sebesar ∑ ( μ )ilp
.
Terakhir dapat didefinisikan dengan cara yang sama seperti dalam kasus gerak orbital
dari elektron. Jika pl menjadi momentum sudut orbital dihasilkan karena gerakan orbital
dari proton, maka kita dapat menulisnya sebagai
μL e
=g L
pL 2M p
Dengan menuliskan pL = Lℏ, kita dapatkan
eℏ (2.11-8)
μ N μ L =g L . L=g L L μ N
2Mp
L merupakan nomor bilangan quantum momentum sudut orbital. Untuk orbital gerak
proton g L = 1 seperti pada elektron, jadi
(2.11-9)
μ L=L μ N
L dapat hanya berupa nilai integral atau bernilai 0.
Tidak terdapat kontribusi momen magnetik inti yang berasal dari gerakan orbital
dari neutron ( g L = 0 untuk neutron).
Oleh karena itu momen magnetik yang dihasilkan dari inti diperoleh dengan
→ → →
penambahan vektor dari tiga kuantitas vektor ∑ μ pi, ∑ μ pi, ∑ (μlp) i
Seperti dibahas dalam Sub Bab 2.8, proton dan neutron cenderung dari pasangan
dengan spin berlawanan sejajar, sehingga menghasilkan resultan spin 0. Pasangan
tersebut juga akan memiliki momen magnetik nol. Oleh karena itu momen magnetik
bersih inti akan ditentukan oleh nukleon luar Z - inti N yang momen magnetik bersih
adalah nol. Seperti dalam kasus spin inti, hal ini membuat nilai momen magnetik inti
sebanding dengan proton atau momen magnetik neutron. Metode eksperimental untuk
penentuan momen dipol magnetik inti akan dibahas di Bab VIII.
28
(2.12-1)
secara urut pada 1/r, dimana r merupakan jarak pada titik dimana potensial diukur dari
asal sistem koordinat.
∞
1 an
φ ( r , θ )= ∑ P (cos θ)
r n=0 r n n
Dimana Pn's adalah polinomial Legendre pada urutan yang berbeda. Istilah yang
berbeda dalam ekspansi sesuai dengan potensi karena multipol listrik dari urutan yang
berbeda terletak pada titik asal. Jadi istilah pertama sesuai dengan potensi karena adanya
monopole listrik yang tidak lain adalah titik c muatan + Ze, Z menjadi nomor atom.
Istilah kedua dalam ekspansi sesuai dengan potensi karena adanya dipol listrik.
Hal ini diketahui bahwa momen dipol listrik dari sistem dua muatan yang sama dan
berlawanan ± q yang dipisahkan oleh jarak yang sangat kecil d diberikan oleh p = qd.
Karena inti terdiri dari proton bermuatan positif (masing-masing muatan +e) dan neutron
yang netral, perpindahan pusat massa dari dua jenis partikel akan menyebabkan momen
dipol listrik muncul dalam nukleus. Besarnya untuk inti Z nomor atom akan p = Zed.
Sebenarnya proton didistribusikan ke seluruh volume. Dengan asumsi distribusi yang
kontinu muatan inti dengan kerapatan ρ(r'), proyeksi momen dipol sepanjang sumbu z-
yang diberikan sebagai berikut
p z=∫ z ' ρ ( r ' ) d τ ' (2.12-2)
Dimana Pi (r') adalah probabilitas dari proton i th berada di r', Pi dapat ditulis
Dimana dτ '= d r 1' , d r 2' , … , d r A' termasuk d r ' i. Integrasi dilakukan pada koordinat
semua nukleon kecuali I th.
Sehingga
Z
2
p z=e ∑ ∫ z' i|(r 1' , r 2' , … , r A' )| d τ ' (2.12-5)
i=1
Dimana dτ ' merupakan volum unsur pada koordinat semua nukleon termasuk ith, yaitu
dτ '= d r 1' d r 2' d r i' … , r A '
Berdasarkan menurut hukum kekekalan paritas.
29
2 2
|ψ (r 1' , r 2' , … , r A' )| =|ψ (−r 1' ,−r 2' , … ,−r A ' )|
Jadi integran pada persamaan (2.12-5) merupakan fungsi ganjil, karena z'i adalah
fungsi ganjil. Maka integral hilang.
Jadi kita mendapatkan hasil penting bahwa momen dipol listrik dari inti dalam
keadaan dasar hilang. Hal ini juga berlaku untuk semua non-degenerate pada keadaan
tereksitasi dari inti. Argumen di atas juga berlaku untuk saat listrik statis dari semua
urutan ganjil (misalnya, saat octupole) ang dikarenaka semua nol untuk inti.
Demikian juda hal tersebut dapat menunjukkan bahwa momen magnetik statis
bahkan urutan semua nol untuk inti.
30
Dimana integrasi dilakukan pada volume seluruh inti. r’ (x’, y’, z’) diukur dari
pusat massa inti. Inti diasumsikan memiliki sumbu simetri bersama z’; e adalah jumlah
muatan masing-masing proton. Penjelasan untuk Q0 dibagi dengan e sehingga satuannya
adalah (panjang)2.
31
tambahan, yang berawal dari aturan interval yang diikuti oleh hyperfine biasa
dikeluarkan karena interaksi antara momen magnetik nuklir dan momen magnetik atom
(lihat Bab VIII.).
Mekanis quantum Q didefinisikan sebagai nilai harapan Q1 dari Q yang
ditentukan oleh nilai harapan (3z’2 – r’2) untuk distribusi muatan yang diberikan untuk
bentuk M1 = I dimana M1 adalah proyeksi I sepanjang z arah tertentu dalam ruang. Jelas
M1 = I adalah proyeksi maksimum I sepanjang arah yang diberikan. Karena besarnya I2
adalah (I + 1), vektor I tidak pernah bisa lurus di sepanjang z.
1
Seperti yang telah kita lihat di atas, nilai Q1 hilang pada I =0 dan I = . Nilai Q1
2
diukur dari variasi -8 barn untuk 123Lu (Z = 71) sampat – 0,1 barn untuk 123Sb (Z = 51).
Gambar 2.8. (a) Distribusi muatan Ellipsodal dengan bentuk simetris tetap pada
axis (z’)
(b) transformasi pada koordinat kutub silinder
32
s'2 z'2
+ =1
b2 a2
Dimana s ' 2=x ' 2 + y ' 2. Sehingga
z'2
(
s ' 2=b2 1−
a2 )
Momen kuadropol pada sistem koordinat tetap adalah
1
Q 0=Q z z ' = ∭ ρ(3 z ' 2−r ' 2 ) dτ '
e
3Z
¿ 2∭
( 3 z ' 2−x'2− y ' 2−z '2 ) dτ '
4 πa b
3Z
¿ 2∭
( 2 z '2−s '2 ) d z' dφ ' s ' ds '
4 πa b
a b 2π
3Z
¿ 2∫
dz ' ∫ ( 2 z '2−s' 2 ) s' d s ' ∫ dφ '
4 πa b −a 0 0
(2.12-10)
2Z 2 2
¿ ( a −b )
5
a2−b2
Menulis parameter eksentrisitas ∈= dan jari-jari kuadrat rata-rata inti
a 2+b 2
⟨ R2 ⟩ =( a2 +b2 ) , kita kemudian mendapatkan
4 (2.12-11)
Q 0= Z ∈ ⟨ R 2 ⟩
5
Dengan demikian subtitusikan nilai ⟨ R2 ⟩ kita dapat menemukan nilai parameter
eksentrisitas ∈ yang biasanya cukup kecil, karena 0,01 sampai 0,02. Untuk
inti dengan A = 150 sampai 190 dan A > 220, deformasi yang cukup diamati ∈ 0,1
sampai 0,2 (lihat Bab IX).
Kasus Umum:
Kami sekarang mempertimbangkan kasus umum dari inti dengan sumbu simetri
(z’). Jika z menunjukkan sumbu ruang tetap, maka orientasi inti dalam ruang ditentukan
oleh orientasi spin inti / w.r.t. z dan oleh K proyeksi atas inti simetri sumbu. Dari Gambar
2.9, terlihat bahwa I = K + R di mana K adalah proyeksi dari jumlah vektor ∑ ji dari
momentum sudut total dari semua nukleon pada sumbu simetri. R adalah momentum
sudut rotasi inti secara keseluruhan.
33
Gambar 2.9. Kasus umum distribusi muatan inti dengan sumbu axis
simetris
Q Q
Untuk I > 1, Q tidak bernilai 0. Untuk I = 1, =0,1; untuk I = 3 , =0,2. Untuk I >>,
Q0 2 Q0
Q
→1.
Q0
Momen kuadrupol intrinsik Q 0 dapat ditentukan dari eksitasi penampang
Coulomb tingkat rotasi inti dan kemungkinan transisi γ antara tingkat tersebut (lihat Sub
Bab 6.4).
13. Isospin
Neutron dan proton yang dianggap sebagai dua bentuk yang berbeda dari entitas
yang sama, yang disebut nukleon, hanya berbeda dalam muatan listrik mereka. Ada bukti
eksperimental yang kuat untuk menunjukkan bahwa kekuatan dasar (interaksi kuat)
antara dua neutron, seperti juga antara dua proton dalam inti, adalah sama (Lihat Sub
34
2.13-1)
Bab 17.17). hal ini tentu saja tidak memperhitungkan tolakan elektrostatik antara proton.
Secara simbolis kita dapat menjelaakan fakta ini sebagai berikut (lihat Bab XVII)
(n - n) = (p - p)nuc
Hal ini dikenal sebagai muatan simetri atas gaya inti. Selain itu, kekuatan antara
neutron dan proton di bentuk s juga sama dengan dua kekuatan di atas, fakta yang
dikenal sebagai muatan bebas pada gaya inti. Secara simbolis kita dapat menulis
(n - n) = (p - p)nuc = (p - n) (2.13-2)
Jadi ada simetri dasar dari gaya inti yang rusak hanya oleh interaksi
elektromagnetik karena muatan pada proton.
Situasi ini analog dengan kasus partikel spin1/2 yang bisa eksis di dua spin yang
berbeda ditentukan oleh orientasi paralel atau antiparalel dari vektor s w.r.t. beberapa
arah tertentu dalam ruang. Ketika tidak adanya interaksi lain, bentuk dua spin ini
+1 −1
memiliki komponen spin s z= dan s z= harus memiliki energi yang sama yaitu
2 2
Hamiltonian adalah invarian di bawah rotasi s vektor spin. Simetri ini rusak oleh
kehadiran medan magnet yang terpecah dua negara yang memiliki energi yang berbeda
dalam medan magnet.
Karena analogi resmi antara dua bentuk muatan kemungkinan nukleon dan
kemungkinan dua bentuk spin ½ partikel, kita dapat menyamakan konsep iso-spin (juga
dikenal sebagai spin isotop, spin isobarik atau i-spin sederhana) dilambangkan dengan t
memiliki nilai 1/2. Kemudian di ruang isopin abstrak t vektor dapat memiliki dua
komponen t3 = ± ½. Kita mengambil t3 = + ½ untuk bentuk proton dan t3 = - ½ untuk
bentuk neutron dari nukleon. Di sini kita menulis 1, 2, 3 untuk x, y, z masing-masing.
2s
Dalam analogi dengan operator berputar σ = , kita dapat memperkenalkan
ℏ
operator τ =2 t yang komponennya di isospin τ 1 , τ 2 , τ 3 yang persis sama dengan operator
spin Pauli σ x ,σ y , σ z berturut-turut. Muatan pada nukleon kemudian dapat ditulis sebagai
e
q= ( 1+τ 3 ) =+e untuk proton (τ 3 =+1)
2
(2.13-3)
¿ 0untuk neutron (τ 3 =−1)
Konsep isospin bukan hanya sebuah analogi formal tetapi makna fisik yang
mendalam berdasarkan fakta eksperimental yang solid, yang akan dibahas kemudian.
Konsep isospin dapat digeneralisasi untuk kasus inti kompleks dengan proton Z
dan neutron N, sehingga jumlah massa A = N + Z dalam kasus ini, komponen ketiga
35
isospin yang analog dengan komponen z-spin biasa untuk inti individu ditambahkan
aljabar untuk memberikan komponen ketiga yang dihasilkan T3 inti:
❑ ❑
Z N
T 3=∑ t i 3=∑ (t p 3 +t n 3)= −
i i 2 2
1 −1 (2.13-4)
¿− ( N −Z )= ( A−2 Z )
2 2
Sebagai komponen tidak dapat melebihi besarnya vektor, kita harus memiliki
untuk besarnya vektor T.
T≥ | N−Z
2 |
(2.13-5)
36
adalah ground state dari deuteron, yang merupakan negara terikat dengan energi ikat
2,226 MeV. Keadaan lain dari sistem (p, n) adalah terikat, sama seperti (p, p) dan (n, n)
adalah sistem.
Diskusi di atas menunjukkan bahwa sifat dari interaksi nuklir (termasuk interaksi
e.m) tidak tergantung pada jenis nukleon, yaitu proyeksi T3. Jadi interaksi inti ditentukan
oleh nilai dari vektor, T, T3 ciri perbedaan e.m properti. Dengan demikian interaksi nuklir
adalah invarian dalam rotasi dalam ruang isospin. Hal ini dikenal sebagai invarian isotop
yang menyebutkan bahwa isospin harus diperhatikan dalam interaksi inti.
Kita akan membahas tentang konservasi isospin dan disebut isobarik analog
isobarik, akan dibahas lebih rinci dalam Bab XVII.
DAFTAR PUSTAKA
Ghoshal, SN. 2000. Atomic And Nuclear Physics Volume II. New Delhi. S. Chand &
Company Ltd.
37
38