PROPOSAL
Oleh:
Aulia Rochmah (23030966005)
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMPROGRAM STUDI DOKTOR PENDIDIKAN SAINS
2023
BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau yang dikenal sebagai Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan
program pembangunan yang dicanangkan oleh negara-negara anggota PBB untuk perdamaian dan kesejahteraan masyarakat dan planet
bumi hingga 2030. TPB terdiri dari 17 tujuan dengan 169 capaian yang terukur yang telah ditentukan oleh PBB. Sebagai bagian dari
negara anggota PBB, Indonesia berkomitmen dengan menjadikan target pencapaian target TPB sebagai prioritas pembangunan nasional.
Prioritas pembangunan nasional ini bukan semata untuk memenuhi tuntutan global, tetapi nilai-nilai yang terkandung dalam TPB sejalan
dengan cita-cita luhur bangsa Indonesia. Menjawab kebutuhan dan tantangan Indonesia di masa depan, pendidikan sains, khususnya
pembelajaran kimia harus dapat merangkul keberlanjutan (sustainability) sebagai tema sentralnya.
Saat ini, siswa sering merasakan pembelajaran kimia sebagai presentasi pengetahuan disipliner yang terisolasi dan terfragmentasi,
bukan sebagai pendekatan sistem holistik yang menanamkan konten disipliner terperinci dalam konteks Bumi dan masyarakat.
(Mahaffy, dkk, 2019). Wheeler (2000) mengidentifikasi tiga aspek utama yang harus dapat diatasi oleh siswa yang mendapatkan
pendidikan keberlanjutan, antara lain pemahaman mendalam tentang sistem lingkungan, ekonomi, dan sosial yang kompleks; pengakuan
akan pentingnya keterhubungan sistem-sistem ini dalam dunia yang berkelanjutan; dan rasa hormat terhadap keragaman sudut pandang
dan interpretasi terhadap isu-isu kompleks. Mengingat kuatnya landasan tantangan keberlanjutan dan fokus profesi kimia pada
pengendalian dan memprediksi perilaku materi, maka guru kimia memiliki peran penting dalam mengubah budaya dan praktik
pendidikan kimia untuk mempersiapkan siswa berkontribusi terhadap solusi berkelanjutan.
Pemikiran sistem (system thinking) memiliki hubungan yang erat dengan keberlanjutan. Pertama, pemikiran sistem
memungkinkan pemahaman holistik tentang bagaimana berbagai elemen dalam suatu sistem saling berinteraksi dan berkontribusi pada
perilaku sistem secara keseluruhan. Hal ini sangat penting dalam konteks keberlanjutan, di mana kita perlu memahami bagaimana
berbagai elemen lingkungan, ekonomi, dan sosial saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. (Flynn, 2019). Kedua,
pemikiran sistem dapat diintegrasikan ke dalam pendidikan untuk membantu siswa memahami konsep keberlanjutan dan bagaimana
mereka dapat berkontribusi pada solusi berkelanjutan. (Mahaffy, dkk, 2019). Ketiga, pemikiran sistem memberikan kerangka kerja
untuk memecahkan masalah yang kompleks dan dinamis. Banyak tantangan keberlanjutan yang dihadapi hari ini, seperti perubahan
iklim dan kehilangan keanekaragaman hayati, adalah masalah yang sangat kompleks yang melibatkan banyak variabel yang saling
terkait. Pemikiran sistem dapat membantu dalam memahami dan menavigasi kompleksitas ini. (Mahaffy, dkk, 2019). Dengan
menggunakan seperangkat keterampilan yang disebut pemikiran sistem, siswa diharapkan dapat lebih memahami akar yang mendalam
dari permasalahan kompleks sehingga dapat memprediksi dan mengontrol hasil yang diharapkan dengan lebih baik.
Hasil penelitian Ekselsa, et al (2023) tentang keterampilan berpikir sistem siswa kelas X SMA pada pembelajaran biologi dengan
topik pengolahan limbah didapatkan nilai N-Gain sebesar 0,64, yang berarti keterampilan berpikir sistem siswa cukup berkembang
(moderat). Penulis menyarankan untuk mengembangkan keterampilan berpikir sistem siswa pada materi lain dan mempromosikan
paradigma pendidikan keberlanjutan yang transformatif. Selain itu, hasil penelitian Nuraeni, dkk (2020) menunjukkan bahwa profil
kemampuan berpikir siswa kelas XI SMA Negeri Sukabumi Kota pada tahun pelajaran 2019/2020 pada materi sistem pernafasan masih
kurang, yaitu berada pada kategori level 1 dan level 2. Penulis menyarankan agar digunakan model, strategi dan pendekatan
pembelajaran yang mampu memberdayakan kemampuan berpikir sistem siswa. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diperlukan upaya
untuk meningkatkan keterampilan berpikir sistem siswa, salah satunya adalah dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri (inquiry
based learning).
Pembelajaran berbasis inkuiri (Inquiry-Based Learning, IBL) adalah pendekatan pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif
dalam proses belajar dengan mengeksplorasi, menanyakan, dan mencari solusi atas pertanyaan atau masalah yang ada. IBL dapat
menjadi pendekatan yang efektif untuk mengajarkan keterampilan pemikiran sistem karena IBL mendorong pemahaman holistik tentang
konsep dan bagaimana mereka saling terkait dalam sistem yang lebih besar. Melalui proses inkuiri, siswa dapat memahami bagaimana
berbagai elemen dalam suatu sistem saling berinteraksi dan berkontribusi pada perilaku sistem secara keseluruhan. Selain itu, IBL
mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan, melakukan penelitian, dan mencari solusi untuk masalah yang kompleks. Ini sejalan
dengan tujuan pemikiran sistem yang juga mendorong pemecahan masalah yang melibatkan banyak variabel yang saling terkait.
(Cabrera&Cabrera, 2015).
Namun, penelitian Teiq, dkk (2018) tentang hubungan antara pengajaran berbasis inkuiri dan pencapaian akademik dengan
memperhitungkan kemungkinan adanya hubungan nonlinier menggunakan data TIMSS Norwegia 2015. Analisis pemodelan persamaan
struktural bertingkat menunjukkan bahwa hubungan tersebut bersifat kurvilinier (lengkung). Dalam konteks ini, saat pengajaran IBL,
awalnya terdapat peningkatan dalam pencapaian siswa. Namun, setelah suatu titik, peningkatan frekuensi kegiatan penyelidikan dapat
berdampak negatif pada pencapaian siswa. Ini menggambarkan hubungan yang tidak selalu sejalan atau linear, tetapi memiliki aspek
kurvilinear, di mana perubahan dalam satu variabel (IBL) tidak selalu menghasilkan perubahan yang konsisten dalam variabel lainnya
(pencapaian siswa). Oleh karena itu, perlu ada penyempurnaan tahapan IBL agar dapat melatihkan pemikiran sistem kepada siswa.
Penelitian ini mengembangkan model System Thinking Driven Inquiry Learning (STDIL) sebagai model pembelajaran hipotetik
untuk mengatasi keterbatasan model IBL, yaitu penguatan konsep dasar siswa dalam pemecahan masalah. Model pembelajaran tersebut
dikembangkan berdasarkan usulan Teiq (2018) agar mengadaptasi dan mendesain ulang model IBL untuk mengatasi keterbatasannya.
Model hipotetik STDIL mengadaptasi dan menambahkan sintak baru yang menekankan pada kegiatan yang diduga dapat memfasilitasi
penguatan kemampuan berpikir sistem siswa.
Model STDIL dikembangkan dengan tujuan untuk melatihkan keterampilan berpikir sistem yang mengacu pada indikator-
indikator keterampilan berpikir sistem, sebagai berikut
1. Mengidentifikasi masing-masing komponen dan proses dalam suatu sistem
2. Mengidentifikasi berbagai tingkat organisasi dalam suatu sistem
3. Mengatur komponen dan menempatkannya dalam kerangka hubungan
4. Memikirkan berulang kali antara berbagai tingkat organisasi dalam suatu sistem
5. Mengidentifikasi cara-cara di mana komponen-komponen suatu sistem terhubung
6. Mengidentifikasi perilaku yang berubah seiring waktu
7. Menjelaskan dan memprediksi bagaimana suatu sistem telah berubah dan akan berubah seiring waktu
(Szozda et al., 2023)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana validitas model STDIL untuk melatihkan keterampilan berpikir sistem siswa SMA?
2. Bagaimana validitas perangkat pembelajaran untuk melatihkan keterampilan berpikir sistem siswa SMA?
3. Bagaimana kepraktisan model STDIL untuk melatihkan keterampilan berpikir sistem siswa SMA?
4. Bagaimana keefektifan model STDIL dalam melatihkan keterampilan berpikir sistem siswa SMA?
C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan validitas model dan perangkat pembelajaran untuk melatihkan keterampilan berpikir sistem siswa setingkat
SMA.
2. Mendeskripsikan kepraktisan model STDIL untuk melatihkan keterampilan berpikir sistem siswa setingkat SMA
3. Mendeskripsikan keefektifan model STDIL dalam melatihkan keterampilan berpikir sistem siswa setingkat SMA
D. MANFAAT
Model pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini memiliki kontribusi yang signifikan baik secara teori maupun
implementasi untuk melatihkan keterampilan berpikir sistem pada mata pelajaran kimia yang diuraikan sebagai berikut.
1. Kontribusi Teori
a. Secara teori model pembelajaran yang dikembangkan dapat diaplikasikan dalam upaya meningkatkan keterampilan berpikir
sistem siswa pada mata pelajaran kimia.
b. Sintak yang dikembangkan dalam penelitian pengembangan ini dapat dijadikan sebagai salah satu kontribusi dalam
pengembangan teori dan alternatif pengembangan model pembelajaran berikutnya.
2. Kontribusi Implementasi
Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan, bahan rujukan, dan perbandingan penelitian-penelitian selanjutnya terkait dengan
validitas, kepraktisan, dan efektivitas model pembelajran yang dikembangkan. Selain itu, penelitian ini dapat dipakai sebagai rujukan
untuk penyelenggaraan pendidikan dalam melatihkan berpikir sistem.
E. DEFINISI ISTILAH
1. Keterampilan berpikir sistem (System Thinking) merujuk pada kemampuan untuk memahami sistem secara keseluruhan dan
hubungan antara komponen-komponen dalam sistem. Keterampilan ini melibatkan melihat gambaran besar, mempertimbangkan
solusi jangka panjang, dan merasa sebagai bagian dari sistem yang lebih besar. Dalam konteks pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan, keterampilan ini dapat mencakup mengidentifikasi makna dan aspek keberlanjutan, melihat alam sebagai sistem,
menganalisis keterhubungan antara komponen, mengakui tanggung jawab sendiri dalam sistem, mempertimbangkan hubungan
antara tindakan masa lalu, sekarang, dan masa depan, mengembangkan empati dengan orang lain, dan mengadaptasi perspektif
berpikir sistem ke kehidupan pribadi (Semiz &Teksoz, 2019).
2. Model Pembelajaran adalah cara untuk membangun ekosistem yang dapat memelihara dan merangsang siswa untuk belajar dengan
cara interaksi dengan komponen-komponen pembelajaran yang mengarahkan siswa pada penguasaan konten tertentu
(pengetahuan, nilai, keterampilan) dan meningkatkan kompetensi siswa pada domain pribadi, sosial, dan akademik mereka (Joyce,
dkk, 2015)
3. Model System Thinking Driven Inquiry Learning (STDIL) adalah model pembelajaran yang didesain dan dikembangkan untuk
mengatasi keterbatasan model IBL dalam mengembangkan keterampilan berpikir sistem Model ini dikembangkan berdasarkan
indikator berpikir sistem.
4. Sintaks adalah urutan atau langkah-langkah utama pada suatu pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran tertentu
(Arends, 2015).
5. Workbook adalah bahan ajar yang didalamnya memuat komponen pendukung pembelajaran, membantu memastikan pengetahuan
dan kemampuan siswa sesuai dengan perolehan yang tercantum dalam program pengajaran (Kalin, 2017). Dalam penelitian ini,
workbook disebut juga buku kerja dan digunakan sebagai pendukung implemenatsi model STDIL, bahan ajar siswa yang
diintegrasikan dengan media belajar berbasis ICT serta dijilid menjadi satu untuk mempermudah siswa. Selain itu, pengembangan
dan penyajian workbook dalam penelitian ini juga mengacu pada semua sintaks model STDIL untuk melatihkan keterampilan
berpikir sitstem
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Educational Design Research (EDR) yang digunakan dalam
pengembangan model pembelajaran. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model System
Thinking Driven Inquiry Learning (STDIL) sebagai suatu produk praktis, valid, dan efektif dalam
melatihkan keterampilan berpikir sistem siswa pada mata pelajaran Kimia. Selain itu, penelitian
ini mengembangkan perangkat pembelajaran sebagai bentuk operasional dalam
mengimplementasikan model STDIL yang berupa lembar kerja siswa berbasis model STDIL,
RPP, dan instrumen penilaian keterampilan berpikir sistem. Penelitian ini juga memanfaatkan
media pembelajaran berbasis ICT yang terintegrasi dengan lembar kerja siswa berbasis model
STDIL.
Penelitian pengembangan model STDIL mengacu pada model pengembangan ADDIE
(Analyze, Design, Develop, Implement, Evaluate) dengan tahapan sebagai berikut.
1. Tahap Analisis (Analyze)
Tahap analisis dilakukan identifikasi permasalahan melalui studi literatur dan pengamatan
di lapangan kemudian dilanjutkan analisis kebutuhan. Studi literatur bertujuan untuk menggali
teori pendukung terhadap model pembelajaran yang akan dikembangkan, sedangkan studi
lapangan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran yang utuh berkaitan dengan
profil pembelajaran kimia dan profil siswa SMA Progresif Bumi Shalawat. Analisis Kebutuhan
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang kebutuhan siswa kaitannya dengan
upaya membekali siswa dengan keterampilan abad 21, yaitu berpikir sistem.
Produk yang dihasilkan pada tahap analisis ini berupa draf model pembelajaran atau model
hipotetik. Desain model hipotetik yang dikembangkan adalah model STDIL untuk meningkatkan
keterampilan berpikir sistem pada mata pelajaran kimia. Model hipotetik tersebut dikembangkan
untuk mengatasi keterbatasan model Inquiry Based Learning (IBL) yang menjadi model induk
dalam penelitian ini.
B. Variabel Penelitian
Variabel yang berkaitan dengan penelitian ini sebagai berikut.
1. Variabel Validitas
Variabel ini berkaitan dengan validitas isi model STDIL, validitas konstruk model STDIL,
dan validitas perangkat pembelajaran.
2. Variabel Kepraktisan
Variabel ini berkaitan dengan kepraktisan model STDIL dan kendala-kendala yang
dihadapi selama penerapan model pembelajaran STDIL. Kepraktisan model STDIL
ditinjau dari keterlaksanaan model dan aktivitas siswa.
3. Variabel Efektivitas
Variabel ini berkaitan dengan keefektifan model STDIL yang ditinjau dari aspek
keterampilan berpikir sistem siswa dan respon siswa terhadap pembelajaran dengan
penerapan model pembelajaran tersebut.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini mencakup aspek validitas, kepraktisan, dan
efektivitas yang diuraikan sebagai berikut.
1. Validitas
Validitas dalam penelitian ini mencakup validitas model pembelajaran STDIL yang
dikembangkan dan perangkat pembelajaran yang mendukung.
a. Validitas Model STDIL
Validitas model pembelajaran STDIL adalah pernyataan valid/tidak valid berkaitan dengan
kualitas model pembelajaran yang dinilai oleh validator berdasarkan aspek teori pendukung,
sintak, sistem sosial, peran guru dan siswa, sistem pendukung, dampak instruksional, dampak
pengiring, serta pelaksanaan pembelajaran. Dalam hal ini skor validitas model pembelajaran yang
berkaitan dengan validitas isi dan konstruk diperoleh dari penilaian menggunakan lembar validasi.
Penilaian ini dilakukan oleh tiga pakar yang kompeten di bidangnya. Para validator akan memberi
penilaian 1-4 dalam skala Likert. Skor 1 berarti model STDIL yang dikembangkan tidak valid,
skor 2 berarti kurang valid, skor 3 berarti valid, dan skor 4 berarti sangat valid. Hasil penelitian
pada setiap aspek tersebut, selanjutnya dilakukan nilai modusnya untuk mengetahui tingkat
validitas dan reliabilitas model STDIL yang dikembangkan.
3. Efektivitas
a. Keterampilan Berpikir Sistem
Keterampilan berpikir sistem (System Thinking) merujuk pada kemampuan untuk
memahami sistem secara keseluruhan dan hubungan antara komponen-komponen dalam
sistem. Keterampilan berpikir sistem diukur dengan menggunakan instrumen soal dalam
bentuk performance assessment test yang dikembangkan berdasarkan indikator keterampilan
berpikir sistem dan menggunakan rubrik penilaian yang dikembangkan berdasarkan indikator
keterampilan tersebut.
Soal yang dikembangkan dalam penelitian ini disajikan dengan mengangkat fenomena
perubahan iklim, dimana fenomena tersebut memiliki komponen-komponen yang membentuk
suatu sistem dalam mata pelajaran kimia. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, siswa perlu
mengidentifikasi komponen-komponen dalam sistem dan menemukan hubungan antar sistem,
sehingga dapat merumuskan sebuah penyelesaian yang holistik terhadap fenomena yang
diberikan.
b. Respon siswa
Respon siswa adalah pendapat siswa terhadap model STDIL beserta komponen pendukung
model pembelajaran tersebut, meliputi materi, lembar kerja siswa, bahan ajar, metode
pembelajaran, media pembelajaran, dan suasana belajar. Respon siswa diukur dengan
menggunakan angket. Efektivitas respon siswa diperoleh dalam bentuk persen yang
didapatkan dengan cara membagi jumlah siswa yang menjawab dengan jumlah siswa yang
mengisi angket dikalikan 100%. Respon siswa dikatakan baik apabila skor yang diperoleh
lebih besar sama dengan 61%.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah model System Thinking Driven Inquiry Learning (STDIL).
Model STDIL ini akan dilakukan dua kali uji coba, yaitu uji terbatas dan uji coba luas. Uji coba
terbatas dilakukan di SMA Progresif Bumi Shalawat (terakreditasi A) dengan dua kelas sasaran.
Sementara itu, uji coba luas dilakukan pada sekolah yang sama dengan dua kelas sasaran berbeda
dari uji terbatas, dan dua sekolah dengan predikat akreditasi berbeda, yaitu MA Bilingual Muslimat
NU (terakreditasi B), dan MA Progresif Bumi Shalawat (belum terakreditasi) dengan masing-
masing sekolah terdiri dari dua kelas sasaran. Pemilihan subjek uji coba tersebut menggunakan
teknik purposive sampling.
Tabel 3.1 Kelas Sasaran untuk Kegiatan Uji Coba
Ketiga sekolah dipilih karena: 1) memiliki perbedaan kualitas berdasarkan peringkat nilai
akreditasi sekolah sehingga diharapkan model ini dapat diterapkan pada berbagai kondisi siswa,
2) memiliki lebih dari dua kelas dengan program IPA sehingga diharapkan memenuhi kecukupan
jumlah sampel penelitian, 3) sekolah tersebut sangat mendukung kegiatan ilmiah (pengembangan
pembelajaran) sebagai bagian program penjamin mutu sekolah.
F. Instrumen Penelitian
Model pembelajaran yang telah dikembangkan dikatakan berkualitas apabila telah
memenuhi unsur valid, praktis, dan efektif. Untuk mengetahui hal tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan instrumen penelitian yang sesuai. Adapun instrumen yang dikembangkan dalam
pengumpulan data, yaitu:
1. Lembar validasi model STDIL
2. Lembar validasi perangkat pembelajaran
3. Lembar observasi aktivitas peserta didik
4. Lembar angket respon siswa
5. Instrumen soal tes keterampilan berpikir sistem
Dari hasil jawaban respons peserta didik, selanjutnya dihitung persentase dengan
perhitungan sebagai berikut.
Berdasarkan kriteria pada Tabel 3.3, LKPD yang model STDIL dan perangkat pembelajaran
yang dikembangkan dinyatakan memenuhi kriteria kepraktisan apabila hasil persentase peserta
didik yang menjawab benar ≥ 61% sehingga layak digunakan.
3. Analisis Lembar Observasi Aktivitas Peserta Didik
Hasil observasi aktivitas peserta didik dianalisis secara deskriptif kuantitatif yaitu hasil
observasi dideskripsikan untuk memberikan gambaran tentang aktivitas peserta didik selama
pembelajaran menggunakan model pembelajaran STDIL dan perangkat yang dikembangkan.
Observasi aktivitas peserta didik ditinjau dengan menggunakan lembar observasi aktivitas peserta
didik. Pada lembar observasi aktivitas peserta didik, terdapat dua keterlaksanaan, yaitu ya dan
tidak. Aktivitas peserta didik tersebut dinilai kualitasnya dengan menggunakan skala Guttman.
Observasi peserta didik dibuat dalam bentuk pertanyaan positif, sebagaimana yang disajikan pada
Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Kriteria Skala Guttman pada Observasi Aktivitas Peserta Didik
Pernyataan Jawaban Nilai/Skor
Positif Ya 1
Tidak 0
Persentase setiap aktivitas peserta didik dihitung dengan perhitungan sebagai berikut.
Hasil persentase pengamatan aktivitas peserta didik yang diperoleh dinyatakan menunjang
kelayakan model pembelajaran STDIL yang dikembangkan apabila mendapat persentase ≥61%
sesuai dengan kriteria pada Tabel 3.5.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas diterapkan pada nilai pretest dan nilai posttest peserta didik. Tujuan dari uji
normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau
tidak. Suatu data yang dinyatakan berdistribusi normal maka akan dianalisis menggunakan metode
parametrik. Uji normalitas suatu sampel kecil menggunakan uji normalitas Shapiro Wilk untuk
sampel data kurang dari 50 sampel.
H0: signifikasi < 0,05 maka terdistribusi tidak normal
H1: signifikasi > 0,05 maka terdistribusi normal
Suatu data dikatakan berdistribusi normal apabila sig. > 0.05 (Suardi, 2019). Dalam penelitian ini
pengujian normalitas menggunakan Uji Shapiro Wilk menggunakan SPSS.