Anda di halaman 1dari 12

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/349074676

TUGAS MAKALAH MANAJEMEN KURIKULUM DAN SISTEM PENILAIAN PADA


BIDANG PENDIDIKAN DASAR (DIKDAS)

Article · February 2021

CITATIONS
READS
0
1,810

2 authors, including:

Hisam Ahyani
S3 Process Hukum Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung
211 PUBLICATIONS 334 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Hisam Ahyani on 06 February 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


MANAJEMEN KURIKULUM DAN SISTEM
PENILAIAN PADA BIDANG PENDIDIKAN DASAR
(DIKDAS)

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian akhir Semester (UAS)


Mata Kuliah Manajemen Kurikulum dan SIstem Penilaian
Dikdas Program Doktoral Ilmu Pendidikan

Dosen Pengampu :
Dr. Hj. Ida Tejawiani, M.M
Dr. Wiwik Dyah Aryani, M.Pd

Oleh :
DUDU ROHMAN
NIM. ……………….

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2021
PROGRAM PASCASARJANA UINUS
BANDUNG UJIAN AKHIR SEMESTER S3

Mata Kuliah : Manajemen Kurikulum dan Sistem Penilaian Dikdas


Dosen : Dr. Hj. Ida Tejawiani , M.M
: Dr. Wiwik Dyah Aryani, M.Pd

MANAJEMEN KURIKULUM DAN SISTEM PENILAIAN


PADA BIDANG PENDIDIKAN DASAR (DIKDAS)

1. Kebijakan SNP terhadap Penguatan Karakter


a. Konsep Dasar Penguatan Pendidikan Karakter
Sebagaimana termaktub pada Peraturan Presiden RI Nomor 87 Tahun 2017
tentang Penguatan Pendidikan Karakter, pasal 1 menyebutkan bahwa “Penguatan
Pendidikan Karakter yang selanjutnya disingkat PPK adalah gerakan pendidikan
di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta
didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan
pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat
sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Penelitian oleh
(Raharjo 2014) keberhasilan prestasi belajar ditentukan oleh faktor lain baik
internal maupun eksternal seperti motivasi, minat, latar belakang orang tua, dan
lingkungan sekolah. Dari 8 standar tersebut, standar yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap UN adalah standar pendidik dan tenaga kependidikan (PTK).
Simpulan dari penelitian ini: 1) empat standar yang masih rendah perolehan angka
akreditasi yaitu standar sarana-prasarana, standar proses, standar kompetensi dan,
standar tenaga pendidik dan kependidikan masih rendah; 2) kontribusi delapan
standar masih relatif kecil dan perlu memperhatikan faktor lain di luar standar
dalam perbaikan mutu prestasi belajar.

b. Pandangan Behaviorisme dan kontruktivisme terhadap Pendidikan di era


Revolusi Industri 4.0
Riset yang dilakukan oleh (Setiawan 2016) Behaviorisme dikatakan bahwa
teori perkembangan perilaku yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh
respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat
diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang
diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau
mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan tindakan yang
diinginkan. Teori belajar behavioristik menekankan pada perubahan tingkah laku
serta sebagai akibat interaksi antara stimulus dan respon.
Belajar dalam disiplin ilmu pendidikan dijadikan suatu proses perubahan tingkah
laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap
telah belajar apabila ia bisa menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Walaupun
teori belajar tigkah laku mulai ditinggalkan diabad ini, namun mengkolaborasikan
teori ini dengan teori belajar kognitif dan teori belajar lainnya sangat penting
untuk menciptakan pendekatan pembelajaran yang cocok dan efektif, karena pada
dasarnya tidak ada satu pun teori belajar yang betul-betul cocok untuk
menciptakan sebuah pendekatan pembelajaran yang pas dan efektif. khususnya
dengan model pembelajaran konstruktivisme.
Peran dosen misalnya dalam pembelajaran konstruktivis sangat menuntut
penguasaan bahan yang luas dan mendalam tentang bahan yang diajarkan.
Pengetahuan yang luas dan mendalam memungkinkan seorang dosen menerima
pandangan dan gagasan yang berbeda dari murid dan juga memungkinkan untuk
menunjukkan apakah gagasan itu jalan atau tidak. Penguasaan bahan
memungkinkan seorang dosen mengerti macam-macam jalan dan model untuk
sampai pada suatu pemecahan persoalan tanpa terpaku pada satu model. Kedua
modal ini tidak dapat dipisahkan karena beberapa unsur saling melengkapi.
Sehingga hemat penulis jika melihat pada sudut pandang behaviorisme dan
kontruktivisme di era revolusi industri 4.0 seperti sekarang ini dapat
diimplementasikan di sekolah/perguruan tinggi dapat dilakukan dengan Darling
(Daring dan Luring) hal ini sebagaimana pendapat (Pratama and Mulyati 2020)
dalam risetnya, namun kendala dalam pelaksanaannya dapat diatasi serta
diselesaikan dengan baik oleh guru/Dosen demi mencerdaskan kehidupan bangsa
melalui teori Behaviorisme dan konstruktivis bagi perserta didik. Baik sistem
pembelajaran daring dan luring diharapkan guru/Dosen dapat kreatif dalam
mendidik peserta didik, supaya keberhasilan pembelajaran bisa tercapai dengan
baik atau efektif. Penulis memberikan informasi bahwa Dosen/guru sebenarnya
lebih memilih pembelajaran luring di mana bisa berinteraksi dengan siswa, dan
juga siswa lebih menyukai pembelajaran luring dengan adanya tatap muka dengan
tetap mempersiapkan protokol kesehatan.

2. Kebijakan Pemerintah tentang “Guru Penggerak"


a. Analisis SWOT/TOWS terhadap kebijakan "Guru Penggerak" dalam
Manejemen Kurikulum dan Sistem Penilaian Pendidikan Dasar
Program “Merdeka Belajar” yang notabene terdiri dari empat (4) program
pokok yang terdiri dari Penilaian USBN yang Komprehensif, Ujian Nasional yang
diganti dengan assessment penilaian, kemudian RPP yang dipersingkat serta
zonasi PPDB yang lebih fleksibel. Guna mengimplementasikan dalam program
Merdeka Belajar perlu tranformasi kurikulum sekolah dan pembelajaran;
transformasi manajemen pendidikan nasional dan transformasi manajemen
pendidikan daerah dan juga perlunya otonomi pada sekolah (Sherly, Dharma, and
Sihombing 2020). Lebih lanjut (Nasution 2020) memberikan kontribusinya
melalui artikel ilmiahnya yang ditemukan bahwa Konsep yang ada pada Merdeka
Belajar yang dicanangkan oleh kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi
bahan acuan diskusi yang unik dan menarik bagi penulis dalam menganalisis
secara kritis terkait “Guru Penggerak” yang mau dibawa kemana kemana
sebenarnya pendidikan Nasional Indonesia ini. persoalan yang unik dan menairk
ini yaitu terkait isu Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dan Ujian
Nasional atau (UN), selain itu terkait Rencana Pelaksanaan Pembelajaan (RPP),
dan juga Peraturan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru atau (PPDB) sesuai
zonasi tertentu. Dari empat persoalan diatas jika penulis elaborasikan melalui
pendekatan humanisme dalam pendidikan, muncul tiga persolan yang secara
serius perlu ditangani bersama dari praktik pendidikan Nasional kita. (Nasution
2020) mencanangkan terkait tujuan pendidikan, kemudian peserta didik, dan dan
juga pendidiknya. Oleh karenanya dari komponen rekomendasi oleh
Kemendikbud, dari sudut pandang yang bersifat prinsipil humanistik ini telah
sejalan bersama-sam dalam hal mendesain pendidikan Nasional kita ini.
b. Dampak "Guru Penggerak" terhadap Guru dan Kepala Sekolah (Makro,
Mikro dan Meso)
Riset yang dicanangkan oleh (Sugiyarta et al. 2020) ditemukan bahwa Guru
pemimpin mampu menggerakkan komunitas. Guru terampil memiliki kompetensi
profesional yang cukup lengkap. Guru Inspirator memiliki pengalaman dalam
berbagai aktifitas pembelajaran. Program Kemendikbud telah melayangkan
program Pendidikan “Guru Penggerak”. Program tersebut adalah program
pendidikan kepemimpinan bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran.
Temuan dalam penelitian yang dilakukan oleh (Sugiyarta et al. 2020:220),
dijelaskan bahwa ada guru yang bertipe pemimpin, selaras dengan kebijakan
pemerintah, dalam hal ini adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sehingga kesimpulannya adalah Guru sekolah atau madrasah dapat
dikategorisasikan menjadi Guru Terampil, Guru Pemimpin, dan Guru Inspirator.
Guru Penggerak yang diinginkan oleh pemerintah memiliki karakteristik yang
serupa dan selaras dengan karakter Guru Pemimpin.
Dampak terhadap guru dan kepala sekolah terkait program “Guru
Penggerak” ini diataranya mengacu pada riset yang dilakukan oleh (Wijaya,
Mustofa, and Husain 2020) dijelaskan bahwa dalam Pidato Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim akhir tahun 2019 merupakan
sebuah gebrakan yang akan menjadi era baru dalam dunia pendidikan di
Indonesia. Mendikbud Nadiem Makarim menggagas sebuah konsep tentang
“merdeka belajar” dan “guru penggerak”. Kedua konsep ini memiliki tujuan yang
sama yaitu memberikan unit satuan pendidikan (sekolah, guru, dan murid) untuk
memiliki kebebasaan dalam berinovasi, kebebasaan dalam belajar secara mandiri
dan kreatif. Selama ini pendidikan di Indonesia dianggap membatasi ruang gerak
kreatifitas dan inovasi para siswa dan guru dengan berbagai urusan birokrasi dan
administratif. Salah satu aspek yang ditekankan dalam merdeka belajar adalah
tentang penghapusan Ujian Nasional (UN).
Tujuan dari merdeka belajar dalam jurnal (Wijaya et al. 2020) bahwa guru
penggerak ini bertujuan guna meningkatkan kualitas pendidikan agar dapat
bersaing baik di era revolusi industri 4.0 dan persaingan global. Meskipun
demikian, konsep ini belum dipahami oleh semua orang di instansi pendidikan.
Konsep yang bagus ini perlu disosialisasikan ke seluruh Indonesia dan dalam
pelaksanaannya perlu pendampingan. Program pengabdian kepada masyarakat ini
bertujuan untuk mensosialisasikan konsep merdeka belajar dan mendampingi para
guru untuk mengembangkan kompetensi diri menjadi guru penggerak di
daerahnya. Metode pelaksanaan berupa sosialisasi dan pelatihan dan pemberian
materi tentang merdeka belajar dan guru penggerak dari Kemendikbud. Kegiatan
pengabdian yang dilakukan berimplikasi pada diterimanya kebijakan nasional
tersebut dan implementasinya dalam pembelajaran di sekolah.
Mengacu pada pendapat (Unifah Rosyidi, 2020) dalam Seminar Nasional
Pasca Sarjana UNJ Jakarta, 10 Maret 2020 yang bertemakan “Merdeka Belajar;
Aplikasinya dalam Manajemen Pendidikan &Pembelajaran di Sekolah” ada
beberapa Pengalaman Negara-Negara Maju dalam Penglolaan Pendidikan Dasar
untuk membentuk Lifelong Learner, Di negara-negara maju, pendidikan dasar
umumnya 12 tahun atau lebih (K-12 di US; P-12 di australia), dikelola sebagai
free & compulsory basic education (UNESCO, 2013). Melalui free and
compulsory basic education, semua orang diharapkan mampu menjadi pembelajar
sepanjang hayat (lifelong learner) sebagai instrumen untuk memperoleh akses dan
sukses dalam kegiatan produktif (NCLB-US, 2008), dalam hal Layanan
pendidikan dasar yang berkeadilan berdampak signifikan terhadap perwujudan
pola distribusi kue pembangunan, ekonomi dan kesejahteraan yang merata dan
berkeadilan (UNESCO, 2013). Kemudian terkait Konsekuensinya, konten
kurikulum pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang dominan pendidikan
literasi dasar (plus digital mindset dan digital literasi). Pemassalan kemampuan
literasi tersebut urgen untuk memacu digital competences dan digital
transformation yang sangat diperlukan ke depan.1
Dalam Sosiologi pendidikan sebagaimana dikatakan oleh (Noho and
Ohoitenan 2019) dalam hasil penelitiannya membahas dan diterapkan dalam
menyelesaikan semua masalah yang ada dalam pendidikan, khususnya dalam
interaksi sosial antara siswa dengan lingkungan, guru, dan lainnya, serta dalam
pandangan fenomena sosial yang berkembang dalam sistem pendidikan , sehingga
aspek-aspek sosiologi itu bisa ada pijakan dalam merumuskan semua hal yang
berkaitan dengan pendidikan, agar dapat mencapai kemajuan di bidang
pendidikan.
Sedangkan Sosiologi pendidikan makro, yang mempelajari hubungan
antara pendidikan dan institusi lain dalam masyarakat; misalnya hubungan
pendidikan dengan agama, sejauh mana lembaga pendidikan dapat memberikan
pengaruh terhadap anak didik dalam menjalankan ajaran agamanya dengan baik.
Hubungan pendidikan dan politik; sejauh mana sekolah menjalankan perannya
dalam proses sosialisasi politik. Hubungan antara pendidikan dan ekonomi; sejauh
mana sistem pendidikan formal berperan dalam mempersiapkan tenaga kerja di
sektor formal yang telah siap pakai, atau sejauh mana orang yang menikmati
fasilitas pendidikan formal yang dibiayai negara memang merupakan orang yang
membayar pajak secara setara. Keterkaitan antara agama dengan sistem
pendidikan nasional, jelas disebutkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.
Di dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, disebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sehingga
dampaknya sangat bagus pada lingkup makro ini terhadap Guru dan Kepala
sekolah.
Sosiologi pendidikan mikro, (Noho and Ohoitenan 2019:76) membahas
interaksi sosial yang berlangsung dalam institusi pendidikan, misalnya
pengelompokkan yang terbentuk di kalangan mereka, interaksi di dalam kelas,
baik sesama siswa maupun siswa dengan guru. Sehingga dampaknya sangat bagus
pada lingkup mikro ini, hal ini didukung sebagaimana pendapat (Hendri 2020)
dalam risetnya bahwa Merdeka belajar adalah kebebasan mutlak yang dimiliki
aleh setiap warga belajar dalam artian yang hakiki. Istilah ini berangkat dari
banyak fenomena yang terjadi di negara kita, seperti fungsi dan tugas-tugas guru
dan siswa yang begitu banyak sehingga mengabaikan fungsi pokoknya karena
kurang fokus lagi. Banyak lagi persoalan lain, yang secara nyata kita menyaksikan
dan menilai telah terjadi kolonialisme dalam pendidikan. Untuk itu, pemerintah
bersama dengan stakeholder telah bersepakat untuk mencanangkan program
1
Merdeka Belajar; Aplikasinya dalam Manajemen Pendidikan &Pembelajaran di Sekolah Oleh: Prof. Dr. Unifah
Rosyidi, M.Pd. Guru Besar Tetap Universitas Negeri Jakarta, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Jakarta, 2020.
Diakses dari http://fe.unj.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/Merdeka-Belajar-Aplikasinya-dalam-
Manajemen.pdf.Diakses 03 Februari 2021, Pukul 21.22 WIB
“Merdeka Belajar”. Dimana salah satu solusi konkrit guna mengatasi
permasalahan pendidikan yang begitu komplit. Sehingga dampaknya sangat
positif terhadap Guru dan Kepala sekolah.
Sosiologi pendidikan meso dalam jurnal (Noho and Ohoitenan 2019:73)
yaitu ilmu yang mempelajari hubungan-hubungan dalam suatu organisasi
pendidikan. Pada sosiologi pendidikan meso ini sekolah dipandang sebagai suatu
organisasi yang menjalankan aturan-aturan tertentu sehingga dapat mancapai
suatu tujuan. Di sini dibahas struktur organisasi sekolah, peran dan fungsi
organisasi sekolah, serta hubungan organisasi sekolah dengan struktur organisasi
masyarakat lainnya. Sehingga dampaknya diharapkan pada lingkup meso ini
memunyai harapan yang sama sehingga dampaknya sangat positif terhadap Guru
dan Kepala sekolah dapat menjadi positif.

3. Kendala yang dihadapi saat pandemi terkiat standar proses pembelajaran


a. Manajemen/penguatan Pendidikan Karakter
Mengacu pada riset (Hartati, Thahir, and Fauzan 2020:19) terkait seni
sebagai metode belajar yang merupakan tujuan dari pengelolaan pendidikan
penguatan karakter melalui pembelajaran online dan offline selama pandemi
Covid 19 New Normal yang meliputi berbagai perencanaan, dan pelaksanaan serta
evaluasi. Dalam ranah penguatan pada pendidikan karakter siswa telah
dilaksanakan dengan baik melalui penyusunan tujuan, strategi dan pemetaan
kebijakan serta pemetaan prosedur dan penyempurnaan program menggunakan
desain RPP; dalam kaitannya penyelenggaraan pendidikan karakter berjalan
dengan baik melalui kegiatan yang bersifat religius, menanamkan nasionalisme,
kepedulian sosial dan kepedulian terhadap lingkungan; ketiga, evaluasi
pengelolaan penguatan pendidikan karakter peserta didik melalui kegiatan
monitoring terhadap pelaksanaan kegiatan dengan melakukan refleksi, analisis
dan rencana tindak lanjut. Mengenai kendala diataranya “kondisi orang tua siswa
yang lebih banyak menggunakan aplikasi WhatsApps (Anugrahana 2020).
Kendala lainya adanya kesulitan dalam mencari jaringan internet serta gawai
telepon pintar yang lebih sering dibawa bekerja oleh.orang tua dengan adanya
Aplikasi WA juga lebih mudah karena anak-anak banyak menggunakan dan bisa
dengan mudah menggunakannya. Kendala laiinnya kesulitan sinyal. Dalam rangka
Penutupan sementara di beberapa lembaga/instansi dunia pendidikan di Indonesia
khusunya sebagai upaya mencegah penyebaran pendemi covid-19 di seluruh dunia
pada umumnya berdampak pada jutaan para pelajar. Riset oleh (Aji 2020) ada
beberapa Gangguan dalam proses belajar langsung antara guru dan siswa terkait
“pembatalan penilaian belajar” yang berdampak pada psikologis si peserta
didik/anak didik dan menurunnya kualitas keterampilan murid. Selain itu beban
tersebut menjadi tanggung jawab kita bersama (elemen pendidikan) khususnya
negara /pemerintah dalam memfasilitasi kelangsungan lembaga/ sekolah bagi
semua steakholders pendidikan guna melakukan pembelajaran jarak jauh. Dengan
demikian juga bagaimana seharusnya Indonesia dalam merencanakan,
mempersiapkan, serta mengatasi dalam pemulihan covid 19 duna menuntut
kerugian dunia pendidikan di masa yang akan datang.

b. Peran guru dalam pembelajaran dalam implementasi kurikulum dan sistem


penilaian pendidikan dasar
Riset Penelitian oleh (Krissandi and Rusmawan 2015:20) terdapat beberapa
kendala yang dialami guru, khusunya guru Sekolah Dasar dalam
mengimplementasikan Kurikulum 2013. Ditemukan beberapa kendala di SD di
bawah naungan Yayasan Kanisius Cabang Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Beberapa kendalanya adalah berasal dari pemerintah itu sendiri, lembaga/institusi,
guru, dan orang tua, serta siswa. Kendala dari pemerintah diantaranya adalah
terkait pendistribusian buku, (penilaian, administrasi guru, alokasi waktu), dan
sosialisasi, serta pelaksanaan pembelajaran tematik, kemudian ada juga kendala
dalam panduan pelaksanaan kurikulum, dan kegiatan pembelajaran dalam buku
siswa. Kendala dari institusi meliputi sarana dan prasarana, dan rotasi guru baik
vertikal dan horisontal. Kendala dari guru yaitu terkait pembuatan media
pembelajaran, dan pemahaman guru, serta pemaduan antar muatan pelajaran
dalam pembelajaran tematik, selain itu kendala dalam penguasan teknologi
informasi. Sedangkan terkait Kendala dari orang tua dan juga siswa meliputi rapor
serta adaptasi pada embelajaran dengan model tematik. Dalam artikel karya (Sari
and Gusmaniarti 2020) disinggung bahwa terkait Isi yang ada pada kurikulum
merupakan susunan dan bahan kajian dan pelajaran guna mencapai tujuan dalam
penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan, dalam rangka upaya
pencapaian tujuan pendidikan nasional. Dalam hal perjalanan sejarah mencatat
ada beberapa perubahan sejak kemerdekaan Indonesia dari tahun 1945 hingga
2013 meliputi, yang terbaru adalah tahun 2013, 2004, 1944, 1984, 1975, 1968,
1964, 1952 dan 1947.
Dengan demikian perlu adanya standar proses pembelajaran dalam
menghadapi pandemi covid-19 ini diantaranya terkait peran guru dalam
implementasi Kurikulum 2013, dapat dilakukan dengan cara (1) guru melakukan
diskusi dalam proses penyusunan RPP, selain itu (2) guru menyusun RPP melalui
langkah-langkah yang sesuai dan relevan, (3) guru melaksanakan pembelajaran
secara terperinci, (4) guru harus mampu menjadi seorang fasilitator, (5) selain itu
guru harus mampu memberikan pendidikan karakter yang unggul, (6) guru wajib
membimbing kepada siswa-siswinya dalam belajar sesuai dengan pendekatan
saintifik yang relevan, (7) guru juga harus mampu memilih dan memilah dalam
hal penggunaan metode, dan media, serta sumber belajar yang memliliki variasi
tersendiri (guru inovatif), (8) guru harus mampu melakukan penilaian otentik
terhadap siswa; (9) guru pandai memilih dan penggunaan dalam teknik penilaian
yang bervarias pula serta (10) guru harus mampu memberikan pengajaran
remedial kepada siswa (Nurmalasari, dkk, 2016). Hal senada juga sebagaimana
Risdet yang dilakukan oleh(Andiyanto 2017) terkait Peran guru dalam
implementasi kurikulum 2013.

4. Analisis, Pandangan, Kritik dan Saran terhadap Implementasi Merdeka Belajar


pada Masa Pandemi Covid-19
Analisis : Pendidikan karakter yang dibangun pada saat pandemi seperti
sekarang ini menurut hemat Penulis tidak menjadi kendala yang berati, hanya pada
masalah teknis saja yang mengalami kendala. Sebagaimana peneltian oleh (Printina
and Sumini 2020) dalam Pembelajaran sejarah misalnya yang pada umumnya
menerapkan pembelajaran jarak jauh secara maksimal, hal ini diungkapkan oleh guru-
guru sejarah yang ada di SMA di kota Yogyakarta melalui pendekatan DESCA, Para
guru tersebut tidak kehilangan proses membangun karakter meski pembelajaran
dilakukan secara Daring karena telah mengusung prinsip merdeka belajar.
Pandangan : dengan adanya program Merdeka Belajar pada Masa Pandemi
Covid-19 Merdeka Belajar adalah sebuah trobosan baru (kali pertama) di Dunia ini
semenjak dekade belakang ini, gagasan yang dicanangkan oleh Nadiem Makarim
selaku menteri Pendidikan dan Kebudayaan guna mencetak Sumber Daya Manusia
(SDM) yang unggul dengan mengutamakan pendidikan karakter. Tujuannya sangatlah
Fair dalam ranah menciptakan peserta didik yang kritis, kreatif, kolaboratif dan juga
terampil. Namun, pembelajaran pada saat ini tidak bisa diterapkan dengan maksimal
karena terkendala sebagaimana pendapat (Widiyono, Irfana, and Firdausia 2021)
dalam artikel ilmiahnya dimana seiring berjalannya waktu, para lembaga/sekolah
yang sudah menerapkan era new normal dengan melaksanakan pembelajaran di
sekolah dengan menggunakan serta memperhatikan protokol kesehatan. Hal inilah
yang membuat pemerintah mengadakan kegiatan Kampus Mengajar sebagai Perintis
baru dimana mahasiswa memberi pengajaran selama masa pandemi. Kegiatan tersebut
diharapkan dapat membantu lembaga/sekolah guna memaksimalkan pembelajaran
pada masa pandemi covid-19.
Kritik : Pandemi COVID-19 yang memiliki pengaruh signifikan terhadap aspek
kehidupan masyarakat tidak terkecuali pada aspek pendidikan formal. Kebijakan
penerapan fisik yang dialihkan oleh pemerintah mengakibatkan penerapan
pembelajaran dari rumah secara online di setiap jenjang satuan pendidikan. Oleh
karena itu diperlukan pendampingan dalam beberapa hal, diusulkan agar
pembelajaran mengikuti penilaiannya, agar pelayanan pendidikan tetap aman,
terkonsentrasi pada mata pelajaran keislaman yang menjadi objek penelitian ini.
prinsip utama kebijakan pembelajaran mandiri yang dicanangkan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 2019 kemudian menjadi
pendidikan segar bagi para guru untuk membuka wawasan dan menjawab
permasalahan yang terjadi. Dengan adanya Ide dasar internalisasi yang menganut
aspek normatif yaitu hukum dan edaran dinas pendidikan, serta pandangan
subjektifitas guru terhadap kebijakan belajar bebas yaitu nilai fleksibilitas yang
terkandung didalamnya. Adapun internalisasi berupa rencana pelaksanaan
pembelajaran, kesadaran literasi dan karakter sosial serta pola penilaian (Suntoro and
Widoro 2020:1).
Hal ini didukung riset Penelitian oleh (Sutisno and Nurdiyanti 2020) dimana
dalam keterampilan mengelola kelas virtual sert aspek enjoyment menjadi standar
actual dalam menghadai tuntutan perubahan pola pembelajaran di tengah situasi
pandemic seperti sekarang ini. Data ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang
merupakan epistemology manusia dalam mewadahi tumbuh dan mengembangkan
dirinya, mampu dijalankan pihak civitas akademik di lingkungan Program Study
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Muhammadiyah Cirebon meski di tengah
situasi pandemi seperti sekarang ini sebagai realisasi merdeka belajar.
Saran : terkait Implementasi Merdeka Belajar pada Masa Pandemi Covid-19
sebaiknya jalankan terus program tersebut dengan tetap memperhatikan protolkol
kesehatan dengan beberapa pencegahan semisal (Memakai masker, dan Mencuci
tangan, serta Menjaga tetap jarak). Dan yang terpenting lagi jgua batasi aktivitas
keluar rumah hanya untuk keperluan esensial saja hal ini guna menjadikan
kebersamaan dalam ranah mengurangi efek pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.

5. Kerangka Kualifikasi (Magiter dan Doktor) terhadap SPD (Sistem Penilaian


Dikdas)
Mengacu pada Peraturan Presiden RI Nomor 8 / 2012 Tentang Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia yang termaktub pada pasal 1 ayat 4 Kualifikasi yaitu
penguasaan capaian pembelajaran yang menyatakan kedudukannya dalam KKNI.
Sedangkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia lebih lanjut dijelaskan pada pasa
1 ayat 1, yang selanjutnya disingkat dengan KKNI, yaitu kerangka penjenjangan
kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan
mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta
pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai
dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.
Lebih lanjut dalam PP 8/2012 tersebut Pasal 3 menerangkan bahwa pada Setiap
jenjang kualifikasi pada KKNI yang memiliki kesetaraan dengan capaian
pembelajaran yang dihasilkan melalui pendidikan, pelatihan kerja atau pengalaman
kerja. Lebih rinci lagi pada pasal “5 huruf “g“ terkait lulusan Magister Terapan dan
Magister paling rendah setara dengan jenjang 8. Maksudnya adalah Penyetaraan
capaian pembelajaran yang dihasilkan melalui pelatihan kerja dengan jenjang
kualifikasi pada KKNI terdiri yang terdiri dari lulusan pelatihan kerja tingkat ahli
setara dengan jenjang 7, 8, dan 9 (Pasal 6 (1) huruf c). pasal 6 point (2) dijelaskan
tentang Penyetaraan capaian pembelajaran yang dihasilkan melalui pelatihan kerja
dengan jenjang kualifikasi pada KKNI dilakukan dengan sertifikasi kompetensi.
Sedangkan pada BAB II tentang jenjang dan penyetaraan termaktub pada Pasal
2 (1) dimana KKNI ini terdiri dari 9 (sembilan) jenjang kualifikasi, dimulai dari
jenjang 1 (satu) sebagai jenjang terendah sampai dengan jenjang 9 (sembilan) sebagai
jenjang tertinggi. Kemudian pada pasal 1 point (2) Jenjang kualifikasi KKNI
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari jenjang 1 sampai dengan jenjang 3
yang dikelompokkan dalam jabatan operator, kemudian jenjang 4 sampai dengan
jenjang 6 dikelompokkan dalam jabatan teknisi atau analis, lebih lanjut jenjang 7
sampai dengan jenjang 9 dikelompokkan dalam jabatan ahli. Dan pasal 2 point (3)
dijelaskan pula Setiap jenjang kualifikasi pada KKNI mencakup nilai-nilai sesuai
deskripsi umum sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Presiden ini.
Sebagaimana lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 tahun
2012 yang terbit pada tanggal 17 januari 2012 jenjang kualifikasi KKNI dijelaskan
bahwa pada jenjang magister harus mampu (1) mengembangkan pengetahuan,
teknologi, dan/atau seni di dalam bidang keilmuannya atau praktek profesionalnya
melalui riset, hingga menghasilkan karya inovatif dan teruji. (2) memecahkan
permasalahan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni di dalam bidang
keilmuannya melalui pendekatan inter atau multidisipliner. (3) mengelola riset dan
pengembangan yang bermanfaat bagi masyarakat dan keilmuan, serta mampu
mendapat pengakuan nasional dan internasional.
Sedangkan jenjang Doktor harus (1) mampu mengembangkan pengetahuan,
teknologi, dan/atau seni baru di dalam bidang keilmuannya atau praktek
profesionalnya melalui riset, hingga menghasilkan karya kreatif, original, dan teruji.
(2) Mampu memecahkan permasalahan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni di
dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan inter, multi, dan transdisipliner. (3)
Mampu mengelola, memimpin, dan mengembangkan riset dan pengembangan yang
bermanfaat bagi kemaslahatan umat manusia, serta mampu mendapat pengakuan
nasional dan internasional.
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan presiden ri nomor 87 tahun 2017 tentang penguatan pendidikan karakter

Raharjo, sabar budi. 2014. “kontribusi delapan standar nasional pendidikan terhadap
pencapaian prestasi belajar.” jurnal pendidikan dan kebudayaan 20(4):470–82. doi:
10.24832/jpnk.v20i4.160.

Nurmalasari, r., dian, r., wati, p., puspitasari, p., diana, w., & dewi, n. k. (2016). peran guru
dalam implementasi kurikulum 2013. jurnal berkala program pascasarjana um
malang, 722-733.

Aji, Rizqon Halal Syah. 2020. “Dampak Covid-19 Pada Pendidikan Di Indonesia: Sekolah,
Keterampilan, Dan Proses Pembelajaran.” Salam: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I
7(5):395–402. Doi: 10.15408/Sjsbs.V7i5.15314.

Andiyanto, Tri. 2017. “Peran Guru Dalam Implementasi Kurikulum 2013: Studi Pada Tk
Mentari Kec. Abung Selatan Kab. Lampung Utara.” Elementary : Jurnal Ilmiah
Pendidikan Dasar 3(1):73–78. Doi: 10.32332/Elementary.V3i1.790.

Anugrahana, Andri. 2020. “Hambatan, Solusi Dan Harapan: Pembelajaran Daring Selama
Masa Pandemi Covid-19 Oleh Guru Sekolah Dasar.” Scholaria: Jurnal Pendidikan
Dan Kebudayaan 10(3):282–89. Doi: 10.24246/J.Js.2020.V10.I3.P282-289.

Hartati, Niken Sri, Andi Thahir, And Ahmad Fauzan. 2020. “Manajemen Program Penguatan
Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Daring Dan Luring Di Masa Pandemi
Covid 19-New Normal.” El-Idare: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 6(2):97–116.
Doi: 10.19109/Elidare.V6i2.6915.

Hendri, Nofri. 2020. “Merdeka Belajar; Antara Retorika Dan Aplikasi.” E-Tech : Jurnal
Ilmiah Teknologi Pendidikan 8(1). Doi: 10.24036/Et.V8i1.107288.

Krissandi, Apri Damai Sagita, And Rusmawan Rusmawan. 2015. “Kendala Guru Sekolah
Dasar Dalam Implementasi Kurikulum 2013.” Jurnal Cakrawala Pendidikan 34(3).
Doi: 10.21831/Cp.V3i3.7409.

Nasution, Abdul Gani Jamora. 2020. “Diskursus Merdeka Belajar Perspektif Pendidikan
Humanisme.” Ihya Al-Arabiyah: Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Arab
6(1):107–21.

Noho, Mubin, And Iswar Ismail Ohoitenan. 2019. “Konsep Sosiologi Pendidikan (Analisis
Makro, Meso Dan Mikro Sosiologi Pendidikan).” Foramadiahi 11(1):65–79.

Pratama, Rio Erwan, And Sri Mulyati. 2020. “Pembelajaran Daring Dan Luring Pada Masa
Pandemi Covid-19.” Gagasan Pendidikan Indonesia 1(2):49–59. Doi:
10.30870/Gpi.V1i2.9405.

Printina, Brigida Intan, And Theresia Sumini. 2020. “History Lessons During The Covid-19
Pandemic In Diy (Case Study Based On Desca Approach With The Principle Of
Independent Learning).” Social, Humanities, And Educational Studies (Shes):
Conference Series 3(2):267–78. Doi: 10.20961/Shes.V3i2.46247.
Sari, Pipi Suhadmida, And Yossi Eriawati Dan Yesi Gusmaniarti. 2020. “Penerapan
Kurikulum Ganda Pada Salah Satu Sekolah Dasar.” Jurnal Menata: Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam 3(2):132–59.

Setiawan, Akhmad Pandu. 2016. “Aplikasi Teori Behavioristik Dan Konstruktifistik Dalam
Kegiatan Pembelajaran Di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Raden Wijaya Mojokerto.”
Ta’dibia: Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam 6(2):33–46. Doi:
10.32616/Tdb.V6.2.16.33-46.

Sherly, Sherly, Edy Dharma, And Humiras Betty Sihombing. 2020. “Merdeka Belajar:
Kajian Literatur.” Urbangreen Conference Proceeding Library 1:183–90.

Sugiyarta, Stanislaus, Ardhi Prabowo, Tsabit Azinar Ahmad, Muhammad Badrus Siroj, And
Aji Purwinarko. 2020. “Identifikasi Kemampuan Guru Sebagai Guru Penggerak Di
Karesidenan Semarang.” Jurnal Profesi Keguruan 6(2):215–21. Doi:
10.15294/Jpk.V6i2.26919.

Suntoro, Ranu, And Hendro Widoro. 2020. “Internalisasi Nilai Merdeka Belajar Dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Masa Pandemi Covid-19.” Jurnal
Mudarrisuna: Media Kajian Pendidikan Agama Islam 10(2):143–65. Doi:
10.22373/Jm.V10i2.7343.

Sutisno, Aliet Noorhayati, And Dewi Nurdiyanti. 2020. “Sistem Daring Pembelajaran Jarak
Jauh Sebagai Realisasi Merdeka Belajar Di Masa Pandemi.” Dwija Cendekia: Jurnal
Riset Pedagogik 4(2):265–73. Doi: 10.20961/Jdc.V4i2.45286.

Widiyono, Aan, Saidatul Irfana, And Kholida Firdausia. 2021. “Implementasi Merdeka
Belajar Melalui Kampus Mengajar Perintis Di Sekolah Dasar.” Metodik Didaktik :
Jurnal Pendidikan Ke-Sd-An 16(2). Doi: 10.17509/Md.V16i2.30125.

Wijaya, Atika, Moh Solehatul Mustofa, And Fadly Husain. 2020. “Sosialisasi Program
Merdeka Belajar Dan Guru Penggerak Bagi Guru Smpn 2 Kabupaten Maros.” Jurnal
Puruhita 2(1):1–5.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai