DISUSUN OLEH :
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada umumnya setiap zat padat tersusun dari atom-atom yang
mengandung elektron-elektron. Elektron tersebut ada yang terikat pada atom dan
ada juga yang berupa elektron bebas. Elektron dikatakan bebas jika elektron
tersebut bergerak karena adanya pengaruh (misalnya adanya medan listrik) secara
bebas dari suatu titik ke titik lainnya. Sedangkan elektron terikat merupakan
elektron yang tidak bisa bergerak bebas karena terikat dalam atom maupun ikatan
antar atom.
Sifat elektrik dan magnetik dari suatu zat padat dapat dituntukan dari sifat-
sifat elektron yang terdapat dalam bahan tersebut. Terutama pada level energi
elektronnya. Untuk menentukan level energi elekron tersebut haruslah dibuat
model- model yang sesederhana mungkin
Pada teori elektron bebas, masih banyak sifat-sifat logam lainnya yang tidak
dapat dijelaskan dengan menggunakan teori tersebut. Contohnya perubahan
resistivitas konduktor oleh adanya perubahan suhu, dan sifat-sifat semikonduktor.
Menurut teori elektron bebas, elektron konduksi bebas bergerak di dalam kristal dan
hanya dibatasi oleh permukaan kristal itu sendiri. Tetapi kenyaataannya, energi
potensial akibat badan atom itu tidak tetap, melainkan merupakan fungsi posisi
elektron. Di samping itu, energi potensial itu juga mungkin timbul akibat adanya
elektron-elektron konduksi lainnya di dalam kristal itu. Jadi keadaan energi potensial
yang sebenarnya di dalam kristal adalah sangat kompleks. Oleh karena itu,
digunakan pendekatan teori lainnya, yaitu badan atom atom itu dianggap diam dan
energi potensial itu merupakan fungsi yang periodik dengan perioda sebesar
konstanta kisi (a) Kristal. Pendekatan ini didasarkan pada atom-atom di dalam kristal
disebarkan secara periodik pada setiap titik kisi. Asumsi ini juga menganggap bahwa
energi potensial akibat elektron-elektron lainnya adalah konstan.
BAB II
PEMBAHASAN
2
h
2
n
2
= 8m L
h
2
2
= 8mL (n2x + n2y + n2z)
Dalam model elektron bebas elektron mengalami tumbukan dengan fonon dan
ketidakmurnian. Hal ini menghasilkan ungkapan hukum Matthiessen. Selain itu,
elektron dapat melepaskan diri dari permukaan logam sehingga terjadi emisi
thermionik.
τ
waktu rata-rata antara dua tumbukan elektron dan ion adalah , maka
kecepatan hanyut dalam selang waktu tersebut
lain adalah
konduktivitas termal. Misalnya, sepanjang sumbu- X terdapat gradien suhu ∂T/∂x,
maka akan terjadi aliran energi persatuan luas perdetik (arus kalor) Qe.
Berdasarkan eksperimen arus kalor Qe tersebut sebanding dengan gradien
suhu
∂T/∂x
Qe = -K ∂T/∂x
l τ
=(3/2)nk, (1/2)mv2=(3/2)kT dan =v , maka konduktivitas menjadi
l τ
rata-rata elektron bebas, = vo, tidak bergantung suhu. Namun,
Hal ini didukung fakta eksperimen bahwa σ~T-1, sehingga dari ungkapan
konduktivitas listrik didapatkan
Ungkapan terakhir ini menunjukkan bahwa bila T naik, maka n menurun. Hal ini
tidak sesuai dengan fakta, dan menyebabkan teori Drude tidak memadai.
Model elektron bebasa klasik tentang logam diibaratkan berikut.
a. Kristal digambarkan sebagai superposisi dari jajaran gugus ion positif
(yang membentuk kisi kristal) dan elektron yang bebas bergerak dalam
volume kristal.
b. Elektron bebas tersebut diperlakukan sebagai gas, yang masing-masing
bergerak secara acak dengan kecepatan termal (seperti molekul dalam gas
ideal – tidak ada tumbukan, kecuali terhadap permukaan batas).
c. Pengaruh medan potensial ion diabaikan, karena energi kinetik elektron
bebas sangat besar.
d. Elektron hanya bergerak dalam kristal karena adanya penghalang
potensial di permukaan batas.
Bila elektron berperilaku seperti dalam gas ideal, maka energi kinetik totalnya
Kapasitas panas total dalam logam, termasuk sumbangan oleh fonon, adalah
Jadi, setidaknya kapasitas panas logam harus 50% lebih tinggi daripada
isolator. Tetapi, eksperimen menunjukkan bahwa untuk semua bahan padatan
(logam dan isolator) nilai CV mendekati 3R pada suhu tinggi. Pengukuran yang
akurat menunjukkan bahwa sumbangan elektron bebas terhadap kapasitas panas
total adalah reduksi harga klasik (3/2)R oleh factor 10 -2. Oleh karena itu model
elektron bebas klasik tidak memberikan hasil ramalan Cv yang memadai.
2.3 Teori Pita Energi
Tingkat energi dua atom yang berdekatan akan terpecah menjadi dua,
sebagaimana diperlihatkan oleh Gambar 1. Satu kurva akan diikuti oleh terbentuknya
ikatan stabil dan satu kurva lagi menggambarkan situasi yang tidak memungkinkan
tercapainya ikatan stabil. Dalam hal terakhir ini, kedua elektron yang seharusnya
berperan dalam pembentukan ikatan, memiliki spin berlawanan. Dua atom H
misalnya, akan membentuk H2 yang stabil, jika keduanya berada pada jarak
keseimbangan r0 dimana dua elektron dengan spin berlawanan menempati orbital 1s.
Jika dua atom H berdekatan diikuti oleh terpecahnya tingkat energi s menjadi
dua, maka jika ada enam atom H tingkat energi tersebut akan terpecah menjadi enam
(terjadinya banyak atom hidrogen berdekatan adalah di sekitar titik beku, gas
hidrogen membeku pada −252,7oC). Jika ada N atom hidrogen, maka tingkat energi s
akan terpecah menjadi N. Jika N makin besar maka perbedaan antara dua tingkat
yang berdekatan akan semakin kecil dan mendekati kontintyu.
Orbital s telah berubah menjadi pita energi s. Terbentuknya pita energi tidak
hanya terjadi pada orbital s, tetapi terjadi pada semua orbital. Jadi diperoleh pita
energi 1s, 2s, 2p, dan seterusnya, yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Pita Energi Tanpa Skala
Peristiwa terbentuknya pita energi tidak hanya terjadi pada atom H saja, akan
tetapi terjadi pula pada kumpulan sejumlah besar atom-atom yang menyusun
padatan. Pengertian terbentuknya pita energi inilah yang menjadi dasar
dikembangkannya teori pita energi.
Tingkat-tingkat energi elektron dalam atom akan semmakin rumit jika nomor
atom semakin besar. Gambar 3 memperlihatkan tingkat-tingkat energi atom Na yang
memiliki konfigurasi elektron 1s2 2s2 2p6 3s1. Orbital terluar yang ditempati elektron
adalah 3s.
Berdasarkan asas larangan Pauli, dalam satu tingkat energi, tidak boleh ada lebih
dari satu elektron pada keadaan yang sama. Kumpulan garis pada tingkat energi yang
sama akan saling berhimpit dan membentuk satu pita, pita inilah yang dinamakan
sebagai pita energi. Pita energi terbagi menjadi dua yaitu :
1. Pita valensi adalah energi teratas yang terisi penuh oleh elektron
2. Pita konduksi adalah pita energi diatas pita valensi yang terisi sebagian
atau tidak terisi (kosong) disebut sebagai pita konduksi
Diantara pita valensi dan pita konduksi terdapat celah energi yang tidak boleh
terisi elektron. Dimana, pada keadaan kesetimbangan pita energi terspenergi pada
bahan padat kristal dapat dilihat pada gambar h daerah dimana elektron tidak bisa
bergerak.lit menjadi dua bagian dan dipisahkan oleSecara sederhana, struktur pita.
Dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 5. Struktur pita energy untuk : (a) Isolator, (b) semikonduktor, dan (c)
Konduktor
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam logam terdapat elektron bebas, yang membentuk sistem
gas elektron klasik, yang bergerak acak dalam kristal dengan
kecepatan random vo karena energi termal dan berubah arah geraknya
setelah bertumbukan dengan ion logam. Karena massanya yang jauh lebih
besar, maka ion logam tidak terpengaruh dalam tumbukan ini.
Risdiana. (2014). Diktat Pengantar Fisika Zat Padat. Jatinangor: Universitas Padjajaran.