Anda di halaman 1dari 24

BAB VIII

REAKSI INTI

8.1. Klasifikasi Inti


Dalam percobaan reaksi inti yang khas, seberkas partikel jenis x dijatuhkan pada
sebuah sasaran yang mengandung inti jenis X. Setelah reaksi, keluar partikel y yang
teramati dalam LAB dan tertinggal sebuah inti sisa Y (Krane, Kenneth.1992).
Persamaan reaksi inti di tulis
x + X →Y + y (8.1)
Dengan:
X : Inti target
x : Partikel yang datang
Y : Inti recoil
y : partikel teramati
Reaksi di atas juga dapat ditulis
X(x,y)Y (8.2)
Partikel alfa datang dari radioaktif bombardir polonium sebuah berilium 4 Be 9 .
Sebuah inti baru dibentuk C12 dan neutron didapatkan

2 He4 + 4 Be9 → 6 C 12 + 0 n1 (8.3)

Reaksi lain

2 He4 + 3 Be11 → 7 N 14 + 0 n1 (8.4)

Reaksi-reaksi inti yang lain dinotasikan dengan 4 Be9 ( , n) 6 C 12 , 5 B11 ( , n) 7 N 14 ,

7 N 14 ( , p) 8O17 , dan 3 Li17 ( p, ) 2 H 4


Seperti halnya reaksi kimia, reaksi inti harus seimbang antara jumlah proton dan
neutron harus sama pada kedua belah ruas persamaan reaksi. Karena reaksi inti hanya
terjadi di bawah pengaruh gaya antara proyektil dan sasaran, maka reaksinya
memenuhi hukum kekekalan energi, momentum linier, dan momentum sudut.
5.1. Energi Konversi dalam Reaksi Inti
Seperti telah disebutkan, reaksi inti ditulis secara umum seperti persamaan (8.1)
x + X → Y + y

152
Dengan mengasumsikan bahwa x dan X terpisah jauh dan tidak ada terkaitan satu sama
lain. Ini berarti tidak memiliki energi potensial. Dapat dikatakan lebih lanjut bahwa
sebelum tumbukan antara partikel x, dan inti sasaran X, maka masa diamnya masing-
masing mx dan MX, dan energi kinetiknya Kx dan KX. Dengan demikian energi total Et,
dari sistem awal adalah penjumlahan dari masa diam dan energi kinetik.
Ei = K x + mx c 2 + K X + M X c 2 (8.7)

Demikian pula energi akhir Ef, pada sebuah sistem Y + y, lama setelah tumbukan adalah
E f = KY + M Y c 2 + K y + m y c 2 (8.8)

Karena tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistem, energi akhir harus sama dengan
energi awal,
Ef = E i
Atau
KY + M Y c 2 + K y + m y c 2 = Ei = K x + mx c 2 + K X + M X c 2 (8.9)

Persamaan (8.9) dapat ditulis:


(K Y + K y ) − (K X + K x ) = (M X + mx )c 2 − (M Y + m y )c 2  (8.10)

Persamaan ini menyatakan bahwa energi kinetik sama dengan berkurangnya energi
massa diam. Perubahan pada energi kinetik disebut sebagai energi
disintegrasi/peluruhan, nilai-Q pada reaksi inti,
Q = (KY + K y ) − (K X + K x )

= energi kinetik akhir - energi kinetik awal (8.11)


Q juga sama dengan perubahan energi-massa diam yang diberikan oleh
Q = (M X + mx ) − (M Y + m y )c 2

= energi massa diam awal – energi massa diam akhir. (8.12)


Nilai Q akan menjadi positif jika energi kinetik akhir lebih besar dari pada energi
awal, yang berarti bahwa energi massa diam awal lebih besar dari pada energi massa
diam akhir. Reaksi ini disebut reaksi exoergic, atau reaksi eksoterm.
Nilai Q dari reaksi akan menjadi negatif apabila energi kinetik akhir kurang dari
energi kinetik awal, yang berarti bahwa energi masa diam awal lebih kecil dari pada
energi massa diam akhir. Reaksi ini disebut reaksi endoergic, atau reaksi endotermik.
Atau

153
• Nilai Q positif : Energi Kinetik Akhir > Energi Kinetik Awal
(exoergic/eksoterm)
• Nilai Q negatif : Energi Kinetik Akhir < Energi Kinetik Awal
(endoergic/endotermik)
Dalam percobaan pada awalnya inti target diam, dan karena itu tidak mempunyai
energi kinetik, sehingga dalam kasus seperti persamaan (8.11) dan (8.12) untuk nilai
reaksi Q dapat ditulis
Q = (KY + K y ) − K x
= (M X + mx ) c 2 − (M Y + my )c 2
(8.13)

Secara umum, tidak mudah untuk mengukur secara akurat energi kinetik KY, dari
inti mundur. Jika kita mempertimbangkan hukum kekekalan momentum, adalah
mungkin untuk mendapatkan ekspresi untuk nilai-Q tidak tergantung pada KY. Hal ini
dilakukan dengan cara sebagai berikut.
Pada sebuah partikel x dengan massa mx bergerak dengan kecepatan vx yang
bertemu inti target X, maka massa MX dengan kecepatannya adalah nol, yaitu pada saat
diam setelah reaksi inti. Recoil inti Y membuat sudut  dengan arah awal x dan
memiliki massa MY dan keceptan Vy, sementara partikel y membuat sudut  dan
memiliki massa my dan kecepatan vy. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 8.1 dari hukum
kekekalan momentum, kita mendapatkan
mx vx = my v y cos + M YVY cos (8.14)

0 = my v y sin  − M YVY sin  (8.15)

atau
M YVY cos = mx vx − my v y cos (8.14a)

M YVY sin  = my v y sin  (8.15a)

Dengan mengkuadratkan dan menjumlahkan persamaan (8.14a) dan (8.15a), maka


didapatkan
M Y2VY2 = mx2 vx2 + m y2 v y2 − 2mx m y vx v y cos (8.16)

154
Gambar. 8.1. (a). Menunjukkan kejadian partikel yang mendekati inti target sebelum
reaksi. (b) dan partikel keluar setelah reaksi inti.

Dengan menggunakan hubungan


1 1 1
Kx = mx vx2 , K y = my v y2 , dan KY = mY vY2 (8.17)
2 2 2
Dalam persamaan (8.16), kita mendapatkan

KY =
mx m
Kx + y K y −
2
(mx my K x K y )12 cos (8.18)
MY MY MY
Nilai reaksi Q dengan Kx = 0 diberikan oleh persamaan (8.13)
Q = (KY + K y ) − K x

Dan menggantikannya dengan nilai KY dari persamaan (8.18) ke dalam persamaan


(8.13),
 m   m 
Q = K y 1 + y  − K x 1 + x  −
2
(mx my K x K y )12 cos (8.19)
 MY   MY  MY

Persamaan (8.19) adalah persamaan umum untuk nilai-Q dari reaksi inti. Kasus dari
persamaan untuk nilai negatif dari Q, tapi untuk saat ini akan lebih bermanfaat untuk
perhatikan hal berikut:
(i) Persamaan (8.19) tidak melibatkan energi kinetik inti atau energi massa diam
inti target.
(ii) Pentingnya istilah terakhir dalam persamaan (8.19) sebagai massa peluruhan
MX, dari inti target, bahkan mendekati nol.
(iii) Jika partikel yang diamati pada sudut kanan ke arah partikel yang masuk, maka
persamaan (8.19) menjadi

155
 m   m 
Q = KY 1 + y  − K x 1 + x  (8.20)
 MY   MY 

(iv) Meskipun telah menggunakan massa inti dalam mendefinisikan nilai-Q, disini
mungkin menggunakan massa atom, jika jumlah elektron yang sama sebelum
dan sesudah reaksi inti.

Dalam penjelasan di atas telah diasumsikan bahwa kecepatan partikel cukup


rendah dengan mengabaikan efek relativistik. Secara umum kecepatan partikel-partikel
ini kurang dari 5x 109 cm/detik, dan menganggap gerakan partikel-partikel ini tidak
relativistik, salah satu yang memperhitungkan koreksi relativistik, adalah nilai- Q
(persamaan 8.19) sehingga dapat diturunkan menjadi

 m   m   K x2 + K y2 − KY2 
Q = 1 + y  K y − 1 − x  K x +  
 2M c 2 
 MY   MY   Y 
1 1
 Kx   
2(mx m y K x K y )
2 2
1
2 cos 1 + 1 + KY 2 
 2m c 2   2m c 
   

x y
(8.21)
MY
Sebelum meninggalkan diskusi energi peluruhan, kita harus melihat lagi
persamaan (8.19) dan menyelidiki untuk exoergik, atau exothermal, reaksi dari sudut
pandang energi tumbukan. Menulis kembali persamaan (8.19), kita dapat
mengekspresikan energi kinetik dari partikel:

(M + my ) KY − 2(mx my K x )2 cos KY − K x (M Y − mx ) + M Y Q= 0


1
Y

Yang merupakan kuadratik K Y Memecahkan itu kita

( )
mx m y K x cos  mx m y K x cos2  + (M Y + m y )K x (M Y − mx ) + M Y Q 
1
2

KY =
(M Y + my )
(8.22)

atau

KY = a  a2 + b (8.23)

Yang mana
mx m y K x
a= cos (8.24a)
M Y + my

156
dan
K x (M Y − mx ) + M Y Q
b= (8.24b)
M Y + my

Jika energi tumbukan mendekati nol, K x  0, yang terjadi dalam kasus reaksi

penangkapan neutron termal, persamaan (8.22) tereduksi menjadi


MY Q
Ky = for Q  0 (8.25)
M Y + my

Ini berarti bahwa energi kinetik Ky dari partikel massa adalah sama untuk semua sudut,
reaksi isotropik. Hal ini benar karena momentum total di laboratorium sistem koordinat
adalah nol karena Kx hampir nol. Jika T > 0 dan MY > mx, maka hanya satu dari dua
solusi Ky, diperoleh dari persamaan (8.22) dan (8.23), nilainya akan positif (energi
kinetik negatif tidak sesuai dengan setiap situasi fisik ), dan diberikan oleh

K y = a + a2 + b (8.26)

Dalam hal ini Ky tidak tergantung pada sudut  . Ky memiliki nilai maksimum untuk
 = 0 , minimal untuk  = 180  , dan untuk  = 90 , Ky = b
K x (M Y − mx ) + M Y Q
Ky =
(M Y + my ) (8.27)

Ky adalah nilai tunggal. Perhatikan bahwa mungkin untuk mendapatkan nilai ganda
untuk Ky dalam keadaan tertentu (lihat dalam soal 9)

8.2. Reaksi Inti dalam Sistem Koordinat Pusat Massa


Pada bagian sebelumnya, kami menggunakan sistem koordinat laboratorium
(sistem koordinat LAB) untuk menjelaskan dinamika reaksi inti, tetapi biasanya lebih
nyaman dari sudut pandang teoritis dengan menggunakan Sistem Koordinat Pusat
Massa (CMCS). Sebagai contoh, kita akan melihat, pada bagian 4, bagaimana sistem
koordinat pusat massa dapat dimanfaatkan menghitung energi minimum yang
diperlukan oleh partikel tumbukan untuk memulai reaksi inti endoergic. Gambar (8.2)
menggambarkan tumbukan di LAB sistem koordinat serta dalam CMCS

157
A. Sebelum bertumbukan
Jika sebuah partikel massa mx, kecepatan vx dalam sistem koordinat LAB,
sedangkan partikel massa MX adalah diam, kecepatan vc sistem koordinat pusat massa
diberikan hubungan
(mx + M X ) vc = mx vx + M X  0
mx v x
vc = (8.28)
mx + M X

(a).

V’v
mv

vc
Vx -
vc 
mx
MX
MY

before
V’Y after

(b)
Gambar 8.2. Reaksi inti seperti yang diamati dalam (a) LAB sistem koordinat, (b)
Sistem Koordinat Pusat Massa (CMCS)

Maka kita menunjukkan kecepatan dari mx dan MX di CMCS oleh v'x dan V'X, masing-
masing di mana
mx v x MX
vx' = vx − vc = vx − = vx (8.29)
mx + M X mx + M X

dan
mx
VX' = 0 − vc = − vx (8.30)
mx + M X

158
Oleh karena itu, energi kinetik dari dua partikel sebelum tumbukan di CMCS diberikan
oleh
2 2
1 1  MX   MX 
K = mx vx'2 = mx 
'
vx  =   K x (8.31)
2  mx + M X   mx + M X
x
2 
dan
2
1 1  − mx vx  mx M X
K = M X VX'2 = M X 
'
 = Kx (8.32)
 mx + M X  (mx + M X )
x 2
2 2

Sistem energi total K i' sebelum tumbukan di CMCS diberikan oleh


2
 MX  mx M X
K = K + K = 
' ' '
 K x = K
i x
 mx + M X
X
 (mx + M X )2 x
atau
MX
K i' = K x (8.33)
mx + M X

1
Dimana K x = mx v x2 energi kinetik sistem (atau partikel x) sebelum tumbukan dalam
2
sistem koordinat LAB.

B. Setelah bertumbukan
Setelah bertumbukan di CMCS, masing-masing kecepatan vx' dan VY' , massa my

dan MY, dan K 'f menjadi sistem energi kinetik total. Dari kekekalan momentum,

kita memiliki
m y v 'y = M Y VY' (8.34)

Dan energi kinetik K 'f , dan KY' dari my dan MY dalam CMCS adalah

1
K y' = my v 'y2
2 (8.35)
2
1 1 m  m
K = M YVY'2 = M Y  y v 'y  = y K y'
'
Y (8.36)
2 2  MY  MY

Dimana persamaan (8.36) telah diperoleh dari persamaan (8.34) dan (8.35). Dengan
demikian, energi kinetik total K 'f diberikan oleh

159
1 1
K 'f = K y' + KY' = my v 'y2 + M YVY'2 (8.37)
2 2
Tapi kita harus memiliki
K i' = K 'f − Q (8.38)

Penggantian untuk Ki' dari persamaan (8.33), kita mendapatkan

 MX 
K x   = K 'f − Q
 mx + M X 

 MX 
K 'f = Q + K x  
 mx + M X 

 MX 
= Q + K x 1 − 1 + 
 mx + M X 
atau
 mX 
K 'f = Q + K x 1 −  (8.39)
 mx + M X 
Ini sangat menarik untuk perbandingan dengan diberikan
K f = Q + Kx (8.40)

Menggunakan persamaan (8.35), (8.36), (8.37) dan (8.38), dapat ditunjukkan bahwa
energi kinetik K y' dan K Y' setelah Collison, di CMCS diberikan oleh

MY   mX  
K y' = Q + 1 −  Kx 

(8.41)
my + M Y   my + M Y  

my   mX  
KY' = Q + 1 −  Kx 

(8.42)
m y + M Y   my + M Y  
Demikian pula energi kinetik dari massa-pusat-sebelum tumbukan dan setelah
tumbukan adalah (dalam sistem LAB)
 
K c (before ) = 
mx
 K x (8.43)
 mx + M X 
 
K c (after ) = 
mx K (8.44)
m + M  x
 y Y 

160
Kami tertarik dengan hasil akhir yang untuk menurunkan dalam bagian ini adalah
hubungan antara sudut dalam sistem koordinat LAB dan CMCS. Yang mana menjadi
sudut partikel dengan arah awal setelah tabrakan di CMCS. Dimana saat sudut  c

korespondennya di LAB sistem koordinat bisa  L . Ti menemukan hubungan antara  c

dan  L ,mengubah kecepatan my setelah tumbukan dari CMC ke LAB sistem koordinat.

Hal ini dilakukan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8.3, dan persamaan
transformasi kecepatan
v y = vc + v 'y (8.45)

Atau dalam bentuk komponen


v y cos  L = vc + v 'y cos c (8.46a)

v y sin  L = v 'y sin  c (8.46b)

Gambar 8.3. Transform dari kecepatan vektor dari Sistem Koordinat CMCS ke LAB .

dengan membagi persamaan (7.46b) dengan Persamaan (7.46a), kita mendapatkan


v 'y sin  c sin  c
tan  L = =
vc + v cos  c
'
y
vc
cos  c
v 'y

sin  c
tan  L = (8.47)
 + cos  c

Yang mana
vc velocity , vc , of the center − of − mass in the LAB coordinate system
 = = (8.48)
v 'y velocity , v 'y , of my in the CMCS

161
Jadi jika kita tahu  seperti yang didefinisikan oleh persamaan (8.48), kita dapat

hubungan antara  L dan  c untuk reaksi nuklir yang berbeda. Dengan memanipulasi

untuk menunjukkan bahwa


1
 mx m y K x  2
 = 
 M Y (my + M Y )Q + M Y (M Y + my − mx ) K x 
(8.49a)

Q
Atau sejak  1
c2 ,
1
 mm Kx 2
 = x y
) + K x 
(8.49b)
 M X M Y Q (1 + mx / M X
Persamaan (8.47) dapat diplot untuk nilai yang berbeda dari  (yang merupakan

karakteristik dari reaksi inti) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8.4 dimana  c telah

diplot terhadap  L . Ada dua kasus khusus pada Gambar 8.4.


Kasus  = 0 sesuai dengan inti target yang sangat berat, dan dengan demikian 
hampir sama dengan nol. Dari persamaan (8.47), dengan penggantian  = 0 , kita
mendapatkan
c =  L
Yang berarti bahwa untuk inti target berat sudut  c hampir sama dengan  L .

Kasus  = 1 , kita lihat dari persamaan (8.47) yang  c = 2 L

Hal ini terkait dengan kasus hamburan elastis neutron-proton dalam hal Q = 0 dan
mx = my = mn dan M X = M Y = mp . Perhatikan juga bahwa untuk persamaan kasus

(7.47) dan (7.48) untuk mengurangi


sin  c
tan  L =
(mn / mp ) + cosc (8.50)

dan
 = mn / m p (8.51)

162
Gambar 8.4 Plot  c versus  L untuk nilai yang berbeda dari  (  merupakan
karakteristik dari reaksi nuklir).

8.3. Energi Threshold untuk Reaksi Endoergik


Nilai-Q diketahui dari sebuah reaksi inti dengan mempertimbangkan reaksi
yang akan terjadi dalam sistem koordinat LAB. Seperti telah disebutkan, reaksi
endoergik adalah nilai Q negatif. Dalam hal ini sebagian energi kinetik awal (sama
dengan nilai-Q reaksi) diubah menjadi energi massa diam akhir. Pada kesimpulan
bahwa reaksi endoergik ini dimungkinkan apabila mx partikel masuk memiliki cukup
energi kinetik Kx, harus sama dengan nilai-Q : K x = Q . Hasil akhir (partikel keluar

dan inti mundur) akan dihasilkan saat diam. Karena sistem awal memiliki energi kinetik
sebesar Kx, momentum tidak akan menjadi nol, hasil akhir yang dihasilkan pada saat
diam akan memiliki momentum nol. Ini berarti bahwa momentum tidak kekal. Tetapi
ini tidak mungkin karena momentum harus selalu diteruskan. Oleh karena itu energi
lebih besar dibandingkan dengan besarnya nilai-Q akan diperlukan untuk reaksi
endoergik. Nilai energi minimum yang dibutuhkan untuk reaksi endoergik berlangsung
adalah energi threshold.
Dari reaksi momentum dan energi, kita dapat menghitung energi threshold pada
reaksi endoergik. Karena perhitungan pada sistem koordinat LAB, pertama-tama kita
akan menganggap dalam reaksi sistem koordinat pusat massa. Dengan keadaan
menggunakan energi di CMCS. Untuk massa partikel mx mendekati massa partikel lain

163
massa Mx saat diam dengan kecepatan v di sistem koordinat LAB, energi dalam CMCS
dari persamaan (8.33) adalah
1
Ki' = mred . v 2 (8.52)
2
Dimana mred adalah massa berkurang diberikan oleh mred = mx M X / (mx + M X ) .

Dengan demikian kebutuhan energi dalam CMCS untuk reaksi endoergik berlangsung
akan
K i'  Q

Atau dari persamaan (8.52)


1 mx M X
. v2  Q
2 mx + M X

1 mx M X
mx v 2  Q
2 mx + M X

 (1 + mx / M X ) Q

karena 1 / 2 mx v 2 = K x = energi kinetik pada partikel x dalam sistem koordinat LAB,

sehingga
K x  (1 + mx / M X ) Q

Karena itu
Threshold energy = (K x )min = (1 + m x / M X ) Q (8.53)

Dengan demikian energi threshold batas lebih besar dari magnetude besarnya pada
nilai-Q dengan faktor (1 + mx / M X ) dimana mx dan MX adalah masing-masing massa

dari kejadian partikel dan inti sasaran.


Hasil yang dicapai dalam persamaan (8.53) juga dapat diturunkan dengan
menggunakan sistem koordinat LAB dari persamaan (8.19) atau persamaan (8.23)
dengan beberapa kesimpulan yaitu

K y = a  a2 + b (8.23)

dimana
mx m y K x
a= cos
(M Y + my )
(8.24a)

dan
164
K x (M Y − mx ) + M Y Q
b=
(M Y + my ) (8.24b)

Sekali lagi, seperti dalam kasus reaksi exoergik, kita akan membahas persamaan ini
untuk rentang energi yang berbeda.
Pertama-tama, selama hampir nol energi menumbuk hingga K x  0 , kita

mendapatkan
a  0, and
b  M Y Q / (M Y + my )

dan karena Q adalah negatif, jumlah (a2 + b) adalah negatif. Ini berarti bahwa Ky

hasilnya adalah jumlah imajiner, atau Ky negatif, yang tidak memiliki arti fisik. Jadi
reaksi endoergik tidak mungkin dengan jumlah ini tidak cukup energi kinetik.
Sebagai energi partikel membombardir KX adalah meningkat, reaksinya akan menjadi
nilai minimum tertentu pada Kx diberikan oleh kondisi a2 + b = 0
 M Y + my 
(K x ) = −Q 
 M Y + my − mx − (mx my / M Y )sin  
2
(8.54)

ketika partikel keluar pada massa my diobservasi pada  = 0 , ini menyebabkan

 M Y + my 
(K x ) = −Q  (8.55)
 M Y + my − mx 
Dengan menggunakan hubungan
Q
M X + mx = M Y + my +
c2
Kami mendapatkan
 Q 
 M X + mx − C 2 
(K x )min = −Q  (8.56)
 MX − Q 
 C2 
Karena setara dengan energi dari massa MX, biasanya lebih besar dibandingkan dengan
Q, kita dapat menulis persamaan (8.56) sebagai
 + mx   1 + mx 
(K x )min = − Q  M X  = − Q  
 MX   MX 

165
Yang merupakan hasil yang sama seperti yang diperoleh pada persamaan (8.53) untuk
energi threshold.
Jika energi pada peristiwa partikel adalah sama dengan energi threshold, partikel-
partikel yang dipancarkan keluar hanya dalam arah  = 0 dengan energi yang diberikan
oleh [dari persamaan (5.23)].
mx my
K y = (K x )Threshold
(m + MY )
2
(8.58)
y

Sebagai energi partikel membombardir meningkat melebihi nilai threshold, partikel-


partikel keluar yang diberikan pada sudut  yang lebih besar dari pada  = 0 .
Hasil lain yang menarik adalah nilai ganda Ky dalam kasus reaksi endoergik. Sangat
jelas bahwa sebagai Kx energi kinetik dari partikel membombardir meningkat
melampaui energi ambang, kuantitas (a2 + b) adalah positif, dan karenanya

Ky = a  a 2 + b akan menghasilkan nilai ganda Ky ke arah depan   90  .

Perilaku ganda-nilai reaksi 7N14 (x,p) 8O17.

Gambar 8.5 Sifat nilai ganda untuk reaksi N14 (  , p ) O17 yang memiliki nilai Q -1,16
 0,04 Mev. Plot menunjukkan Ky energi proton versus energi alpha Kx.
Ky adalah nilai ganda untuk Kx <4,517 Mev dan   90  .

8.4. Pengukuran Nilai Q


Persamaan (8.11) dan (8.12) kita
Q = (KY + K y ) − (K X + K x ) (8.11)

166
 
Q = (M X + mx ) − (M Y + m y ) c 2 (8.12)

Dan jelas bahwa pengukuran nilai-Q dari reaksi inti melibatkan pengukuran sangat
akurat baik massa atau energi kinetik dari partikel-partikel. Percobaan umum adalah
untuk mengukur energi kinetik dari partikel-partikel. Seperti yang akan ditampilkan
pada bab berikutnya, orang dapat menemukan massa tidak sangat tepat dari penentuan
akurat dari nilai-Q.
Berbagai metode telah digunakan untuk pengukuran energi membombardir dan
partikel keluar, yaitu: (i) rentang-energi

Gambar 8.6 Alat yang digunakan oleh Buechner et al. untuk menyelidiki reaksi inti.
Partikel-partikel bermuatan dipercepat oleh generator Van de Graaff
dimasukkan sebagai balok ion. Partikel massa yang diinginkan dan
energi dipisahkan oleh pengukuran Akurat energi partikel yang
dihasilkan dalam reaksi " menganalisis massa magnet." dibuat oleh "
menganalisis energi magnet " dan terdeteksi oleh pelat nuklir.

Hubungan yang akan dipertimbangkan secara rinci dalam Bab 7 sampai 9, (ii) analisis
defleksi yang dihasilkan oleh medan elektrostatik, atau (iii) analisis defleksi yang
dihasilkan oleh medan magnet.
Salah satu metode yang paling tepat untuk mengukur energi oleh aplikasi medan
magnet dikembangkan oleh W. Buechner dan rekan kerjanya pada tahun 1948, di
Institut Teknologi Massachusetts. Gambar 8.6 menunjukkan alat yang digunakan oleh
Buechner et al.

167
Disini akan menjelaskan tentang fitur set-up eksperimental ini. Sinar ion yang
diperoleh dari akselerator elektrostatik pertama-tama dianalisis ke dalam berbagai
komponennya oleh magnet mendefleksikan 90o. Sinar yang dihasilkan dibawa ke fokus
pada target, yang terletak antara kutub magnet annulus besar. Desain dan dimensi
magnet ini sangat dekat dengan apa yang Dirancang satu per Cockcroft, dan digunakan
oleh Rutherford dan rekan-rekannya untuk penentuan energi partikel alpha dari zat
radioaktif alam yang tepat. Medan magnet menghasilkan kesamaan melalui daerah
melingkar dengan diameter rata-rata 70 cm dan lebar melingkar 5 cm. Celah antara
permukaan tiang adalah 14 mm. Sasaran yang terkandung dalam ruang ditempatkan di
slot memotong satu-inch melalui daerah annulus. Dalam rangka untuk menentukan
energi dan posisi balok menumbuk target, celah ditempatkan di pintu masuk ruang
target. Ini ruang target berisi roda, di sekeliling yang dipasang sasaran dan sumber
alpha-partikel untuk kalibrasi magnet. Roda dapat diputar dari luar, dan sasaran yang
berbeda dapat dibawa dalam posisi untuk meneliti reaksi yang berbeda tanpa perlu
membuka sistem vakum dari ruang target.
Jalur pelat fotografi inti ditempatkan di ruang vakum kecil dan digunakan untuk
mendeteksi partikel-partikel yang dihasilkan dalam disintegrasi inti. Pemegang plat
fotografi dihubungkan dengan target dan piring yang berbeda dapat dibawa ke dalam
posisi untuk eksposur. Posisi piring sedemikian rupa sehingga partikel diberikan dalam
disintegrasi inti dalam arah 90o dengan balok kejadian ini difokuskan pada piring oleh
medan magnet melingkar.
Dalam penggunaan peralatan normal, mempercepat tegangan dan, kejadian
energi dari partikel dipertahankan konstan, sedangkan setiap lempengan terkena pada
kekuatan medan magnet yang berbeda. Jadi setiap piring mencakup rentang tertentu
dalam spektrum energi partikel diberikan dalam reaksi inti. Kekuatan medan magnet
dan kelengkungan jalur partikel menentukan energi partikel. Banyak reaksi energi telah
diukur secara akurat oleh E. et al Selat. dan hasil reaksi 4Be9 (d,  ) 3Li7, 4Be9 (d,  )
7
3Li , dan 4Be9 (d, p) 4Be10 ditunjukkan pada Gambar 7.7.
Jumlah reaksi inti yang telah diteliti sejauh ini begitu banyak sehingga tidak
mungkin membahas semuanya dalam teks ini. Kebanyakan rincian reaksi dapat
ditemukan dalam referensi 10, 11, dan 12. Beberapa contoh reaksi inti dengan energi
disintegrasi akan diberikan di bawah ini. Partikel membombardir paling sering

168
digunakan dalam reaksi inti adalah partikel alpha α γ, proton (p), neutron (n), deuteron
(d), tritons (t) dan sinar gamma γ. Partikel ini juga diamati sebagai produk disintegrasi.
Seperti telah disebutkan, sebagian besar inti mundur berada di keadaan tereksitasi dan
karena bersifat radioaktif.
Reaksi inti sebagian besar diklasifikasikan oleh M. Livingston dan H. Bethe
dalam kelompok berikut (Z adalah nomor atom dan A untuk nomor massa, ZA sebelum
kurung singkatan dari target dan ZA setelah tanda kurung untuk mundur inti):
Z A ( , p )Z + 1 , Z A ( , n )Z + 2 , Z A ( p,  )Z − 1
A+3 A+3 A+3

Z A ( p, d )Z  , Z A ( p,  )Z + 1 , Z A ( p, n )Z + 1


A −1 A +1 A

Z A (n,  )Z − 2 , Z A (n, p )Z − 1 , Z A (n,  )Z A + 1


A−3 A

Z A (n,2n )Z  , Z A ( , n )Z 


A −1 A −1

Gambar 8.7 Alpha-partikel, proton, dan Li7+ + mundur diamati dari target berilium
dibombardir oleh deuteron 1.51 MeV. (H adalah kekuatan keadan di
kilogauss dan  adalah radius curvatur dalam cm).

8.5. Model Inti -Gabungan


Sebelum 1936 hanya dikenal mekanisme untuk reaksi inti pada sebuah
interaksi langsung di mana partikel datang hanya berinteraksi dengan sejumlah
nukleon. Gambarannya kurang lebih seperti model kulit partikel - tunggal.

169
Penampang menurun dengan meningkatnya energi partikel datang, dan resonansi
diamati setiap kali energi sama dengan bentuk partikel – tunggal virtual. Tingkat ini
mempunyai lebar sekitar 10 MeV. Penemuan resonansi sangat tajam pada energi
neutron yang sangat rendah sekaligus mengubah gambar. Tingkat resonansi ini hanya
beberapa elektron volt terpisah dan lebarnya berurutan dari beberapa persepuluh
electron volt. Untuk menjelaskan resonansi dan beberapa fitur lain dari reaksi inti pada
energi rendah, N. Bohr; tahun 1936 diusulkan hipotesis inti gabungan.
Menurut Bohr, hipotesis inti gabungan menyiratkan bahwa reaksi inti
berlangsung dalam dua tahap. Pertama, partikel datang berinteraksi sangat kuat dengan
inti target, memberikan semua energi dalam tumbukan ke nukleon dari inti target.
Setelah ini terjadi, partikel datang kehilangan identitasnya dan menjadi bagian dari inti
target. Inti yang terbentuk disebut inti gabungan dan dalam keadaan yang tereksitasi.
Kedua, jika saja waktu pengembalian, oleh fluktuasi statistik, satu atau lebih nukleon
berada pada permukaan inti gabungan dengan energi yang cukup untuk menghilang
sementara peluruhan pada inti gabungan akan terus berlangsung. Kita
merepresentasikan proses peluruhan oleh persamaan berikut :
Partikel datang + inti target → inti gabungan
Gabungan inti → inti rekoil + partikel keluar, atau
x + X → C → Y + y (8.82)
Pembentukan pada inti gabungan sebagai sebuah bentuk menengah pada reaksi
inti menandakan bahwa terdapat interaksi kuat antara partikel datang dan target
nukleon. Hipotesis inti gabungan juga menyiratkan bahwa peluruhan inti gabungan
tidak bergantung pada proses pembentukannya. Hal ini berlaku hanya jika waktu
peluruhan inti gabungan jauh lebih panjang dari waktu inti alam, yaitu, waktu yang
dibutuhkan partikel datang untuk melintasi diameter inti.
(14Si28)→ 12Mg24 + 2He4
→ 14Si27 + 0n1
→ 14Si28 + 
→ 11Na24 + 31H1 + 0n1 (8.83)
Sebelumnya tidak ada penghalang Coulomb untuk neutron, emisi neutron lebih
mudah daripada emisi proton. Diagram level energi untuk pembentukan dan peluruhan
dari inti gabungan ditunjukkan dalam Gambar 8.11.
170
Energi eksitasi, Ec, inti gabungan diberikan oleh persamaan
 Ex M x 
E c = E x' '  =  + E B (8.84)
 M X + mx 
Keterangan :
EB adalah energi ikat pada partikel x ketika inti gabungan dalam keadaan dasar
Ex’ adalah pecahan dari energi partikel datang yang terjadi dalam inti yang
tereksitasi.
Jika inti target diam, dari kekekalan momentum sudut,
m x v x = M CN V

Atau
V = (m x / M CN )v x
Di mana, MCN adalah massa dari inti gabungan dan V adalah kecepatan inti gabungan.
Fraksi energi datang tereksitasi adalah
1 1
E x' = mx v x2 − M CN V 2
2 2
1  m   m 
= m x v x2 1 − x  = E x 1 − x 
2  M CN   M CN 

Gambar 8.11. Diagram skematik level energi untuk pembentukan adan


peluruhan inti gabungan.

Subsitusi MCN = mx + MX, kita peroleh


 MX 
E x' = E x   (8.85)
 M X + mx 
Ini merupakan hasil yang dibutuhkan.
Jadi dua kondisi berikut harus dipenuhi untuk model inti gabungan;

171
(a). A<<d, dan
(b). Ec<<(A-1)S, dengan S adalah energi pemisahan rata-rata pada nucleon. Kedua
kondisi ini dipenuhi jika kita sepakat bahwa inti pada A > 10 dan juga jika
energi datang bernilai Ec < 50 Mev.
Tes terbaik pada hipotesis bahwa peluruhan inti gabungan menjadi tidak
bergantung pada model pembentukan yang diberikan oleh eksperimen
S.Ghoshal(7) ditunjukan dalam Gambar 8.6. Inti gabungan (30Zn64)* berikut
dihasilkan oleh dua metode berbeda seperti yang telah ditunjukan (dengan
menghasilkan produk peluruhan).
1H
1
+ 29Cu63 → (30Zn63) + 0n1
→ 30Zn62 + 0n1 + 0n1
→ 29Cu62 + 0n1 + 1H1 (8.86)
Dan juga
2He
4
+ 28Ni60 → 30Zn63 + 0n1
→ 30Zn62 + 0n1 + 0n1
→29Cu62 + 0n1 + 1H1 (8.87)
Jika peluruhan inti gabungan tidak bergantung pada model pembentukannya,
maka penampang diperoleh untuk model-model berbeda pada peluruhan dari persamaan
(8.90) yang akan sama seperti persamaan (8.91), yaitu
 ( p, n) :  ( p,2n) :  ( p, pn) =  ( , n) :  ( , nn) :  ( , np)
Hal ini secara jelas ditunjukan dalam Gambar 8.6. Prediksi kita pada inti gabungan
adalah secara eksperimen diverifikasi.
Menggunakan model penggandeng-kuat, dan hipotesis inti gabungan, hal ini
mungkin untuk menulis penampang untuk reaksi inti  ( →  ) , yaitu
 ( →  ) =  c ( )Gc ( ) (8.88)

Di mana  c ( ) adalah penampang untuk pembentukan inti gabungan melalui saluran

 , dan Gc (  ) adalah probabilitas pada peluruhan inti gabungan melalui saluran  .


Level tengah pada Ec untuk reaksi mulai saluran  diberikan oleh
   (8.89)

Di mana,  /  = (1 /   ) =  merupakan probabilitas peluruhan melalui saluran  .

Total level tengah untuk peluruhan melalui proses yang berbeda diberikan oleh
172
 =   (8.90)

Dan oleh karena itu


Gc ( ) =  /  (8.91)

Penggabungan persamaan (8.88) dan persamaan (8.91) dengan persamaan (8.92)


k2 ( →  ) = k 2 ( →  ) (8.92)

Gambar 8.6 Pengujian eksperimen pada hipotesis inti gabungan. Perbandingan pada
penampang (p,n), (p,2n) dan (p,pn) terhadap reaksi penampang

( , n), ( ,2n), dan( , pn).

diperoleh.
k2 c ( ) k 2 c ( )
=
 
atau

k2 c ( ) k   c ( )
2

= = U (E c ) (8.93)
 

Di mana U merupakan fungsi energi Ec . Penggabungan (8.95) dan (8.96), kita dapat
menulis
173
 c ( )k 2
Gc ( ) = (8.94)
 c ( )k2

Soal Buktikan bahwa :

MY   m − MY  
Ky = Q −  x k x 
my + M Y   M 
  Y  
Solusi
Q = (K Y − k y ) − k x Nilai Kx=0

Dimana

KY =
mx
kx +
my
ky −
2
(mx m y k x k y )1 / 2 cos
MY MY MY

Q=
mx
kx +
my
ky −
2
(mx m y k x k y )1 / 2 cos + k y − k x
MY MY MY

=
my
ky + ky +
mx
kx − kx −
2
(mx m y k x k y )1 / 2 cos
MY MY MY

174
 my   
= k y 1 +
m
 − k x 1 − x  −
2
(m x m y k x k y )1 / 2 cos
 MY   MY  MY
Jika cahaya partikal dipancarkan pada sudut 90o maka cos 90 = 0 sehingga
 my   m 
Q = k y 1 +  − k x 1 − x 
 MY   MY 

 my   m 
k y 1 +  = Q + k x 1 − x 
 MY   MY 

 m   M − mx 
Q + k x 1 − x  Q + k x  Y 
ky =  MY =  MY 
my M Y + my
1+
MY MY

  M − mx 
M Y Q + k x  Y 
  MY 
=
M Y + my

MY   mx − M Y  
ky = Q −  k x 
terbukti
my + M Y   MY  

175

Anda mungkin juga menyukai