Anda di halaman 1dari 90

PETUNJUK PRAKTIKUM

DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI


TAHUN AKADEMIK 2019/2020

Disusun Oleh:
Dr. Ir. Agus Budhie Wijatna, M.Si.
Alkindi Azhar
Agnafan Julian Fortin
Shaffan Haqi
Ghulam Abrar
Muhammad Ilham
Yusuf
Widodo

LABORATORIUM TEKNOLOGI ENERGI NUKLIR


DEPARTEMEN TEKNIK NUKLIR DAN TEKNIK FISIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2019
KATA PENGANTAR

Deteksi dan Pengukuran Radiasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ilmu
teknik nuklir. Oleh karena itu, mahasiswa teknik nuklir harus memahami dan menguasai
masalah deteksi dan pengukuran radiasi sebagai kompetensi dasar disiplin teknik nuklir. Untuk
mempermudah pelaksanaan Praktikum Deteksi dan Pengukuran Radiasi di Departemen Teknik
Nuklir dan Teknik Fisika Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada maka disusunlah buku
petunjuk praktikum.

Buku petunjuk praktikum ini memuat metode deteksi partikel radiasi bermuatan,
khususnya radiasi alfa dan beta serta deteksi partikel radiasi yang tidak bermuatan yaitu foton
gamma. Selain itu, memuat tentang penentuan koefisien serapan suatu materi terhadap partikel
beta maupun foton gamma. Penentuan aktivitas suatu sumber radiasi dan metode deteksi
dengan teknik koinsiden. Beberapa peubah yang berkaitan dengan pengoperasian suatu
detektor juga dimuat dalam petunjuk praktikum ini, misalnya untuk pengoperasian detektor
Geiger Muller dan Kristal NaI(Tl).

Akhir kata kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan buku petunjuk
praktikum ini sangat kami harapkan.

Yogyakarta, 24 Agustus 2019

Penulis

i
TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Praktikan harus memasuki laboratorium tepat pada waktunya. Praktikan yang hadir 10
menit atau lebih dari waktu yang dijadwalkan dinyatakan terlambat. Terlambat dengan
alasan masih dapat mengikuti pratikum setelah mendapat izin oleh koordinator
praktikum, sedangkan terlambat tanpa alasan:
 Untuk pertama kali praktikan tidak dapat mengikuti praktikum dan diganti
waktu lain (inhal).
 Selebihnya setiap keterlambatan praktikan tidak boleh mengikuti praktikum,
tanpa inhal dan mengumpulkan satu poin kesalahan.
2. Test pendahuluan dari asisten dilaksanakan selama ±1/2 jam sebelum praktikum. Untuk
dapat mengikuti test pendahuluan, praktikan diwajibkan untuk menyerahkan draft dasar
teori dan metode percobaan. Kelulusan test sepenuhnya ditentukan oleh asisten yang
bersangkutan. Jika tidak lulus test pendahuluan maka
 untuk pertama kali, praktikan tidak boleh mengikuti ujian praktikum dan diganti
inhal,
 selebihnya untuk setiap ketidaklulusan test mengakibatkan praktikan tidak
boleh mengikuti praktikum tanpa inhal dan mengumpulkan satu poin kesalahan.
3. Selama praktikum berlangsung praktikan wajib mengenakan jas lab, bekerja tenang dan
tertib.
4. Setiap selesai praktikum, praktikan wajib menyerahkan laporan sementara rangkap dua
yang telah ditandatangani dan disahkan oleh asisten.
5. Laporan lengkap harus dikumpulkan selambat-lambatnya satu minggu setelah
praktikum sebagai persyaratan untuk mengikuti praktikum berikutnya. Jika laporan
tidak lengkap dan atau terlambat maka
 untuk pertama kali, praktikan tidak boleh mengikuti praktikum selanjutnya, dan
harus memperbaiki laporan yang tidak lengkap (harus dikumpulkan seminggu
kemudian);
 selebihnya untuk setiap ketidaklengkapan dan atau keterlambatan
mengumpulkan laporan mengekibatkan praktikan tidak boleh mengikuti
praktikum berikutnya, tanpa inhal dan mengumpulkan satu poin kesalahan.

ii
6. Praktikan yang tidak dapat hadir karena alasan yang dapat diterima, diberi kesempatan
satu kali. Ketidakhadiran tanpa alasan menyebabkan praktikan tidak boleh inhal dan
mengumpulkan satu poin kesalahan.
7. Inhal yang lebih dari dua kali ditiadakan.
8. Praktikan dinyatakan gugur dan tidak diijinkan mengikuti praktikum selanjutnya bila
telah:
 Mengumpulkan dua poin kesalahan secara berturut-turut. Mengumpulkan dua
poin kesalahan secara tidak berurutan.
9. Setiap kerusakan alat karena kesalahan praktikan menjadi tanggung jawab praktikan.

iii
TATA TERTIB UJIAN PRAKTIK

1. Semua praktikan wajib menyelesaikan seluruh laporan resmi praktikum sebelum


mengikuti ujian praktek. Ketidaklengkapan laporan resmi akan menyebabkan praktikan
tidak diijinkan mengikuti ujian praktik.
2. Praktikan mengikuti ujian praktik pada hari dan jam yang telah ditentukan. Tidak ada
toleransi/penggantian waktu ujian praktek diwaktu yang telah ditetapkan.
3. Ujian praktik dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
a. Eksperimen
Pada saat eksperimen dilaksanakan, Praktikan tidak diperkenankan membawa
tabel, catatan, textbook apapun ke dalam ruang eksperimen.
b. Pembuatan Laporan Eksperimen
Pada pembuatan laporan eksperimen, praktikan diperkenankan membawa tabel,
catatan, textbook dan sarana lain yang diperlukan di dalam pembuatan laporan.
Penyelenggara ujian praktik tidak menyediakan sarana-sarana di atas kecuali
bahan-bahan yang dibutuhkan untuk eksperimen.
c. Presentasi hasil eksperimen
Pada presentasi hasil eksperimen, praktikan hanya diperkenankan membawa
dan mempresentasikan laporan eksperimen yang telah dibuat.
4. Penentuan jenis eksperimen yang akan dilakuka diadakan dengan pengundian yang
dilaksanakan sebelum ujian praktik dilaksanakan.
5. Hal-hal yang belum jelas dapat dikonfirmasikan lebih lanjut dengan Koordinator
Praktikum Deteksi dan Pengukuran Radiasi.

Koordinator Praktikum
Deteksi dan Pengukuran Radiasi

Dr.Ir. Agus Budhie Wijatna, M.Si


NIP. 195606211983031002

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


TATA TERTIB PRAKTIKUM .................................................................................................ii
TATA TERTIB UJIAN PRAKTIK .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI............................................................................................................................... i
BAB I PRAKTIKUM 01 – 02 DETEKTOR GEIGER MULLER .......................................... 1
I.1 TUJUAN ..................................................................................................................... 1

I.2 DASAR TEORI .......................................................................................................... 1

I.3 ALAT DAN BAHAN ................................................................................................. 6

I.4 TATA LAKSANA PERCOBAAN ............................................................................. 7

I.5 ANALISIS DATA ...................................................................................................... 9

BAB II PRAKTIKUM 03-04 SPEKTROSKOPI FOTON GAMMA MENGGUNAKAN


DETEKTOR NaI(Tl) ............................................................................................................... 11
II.1 TUJUAN .................................................................................................................. 11

II.2 DASAR TEORI ....................................................................................................... 11

II.3 ALAT DAN BAHAN .............................................................................................. 14

II.4 TATA LAKSANA PERCOBAAN ......................................................................... 15

II.5 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ............................................................. 17

BAB III PRAKTIKUM 05-06 DETEKSI DENGAN METODE KOINSIDENS ................. 19


III.1 TUJUAN................................................................................................................. 19

III.2 DASAR TEORI ...................................................................................................... 19

III.3 ALAT DAN BAHAN............................................................................................. 23

III.4 BEBERAPA SOAL PRE-TEST (Dipahami sebelum praktikum) ..................Error!


Bookmark not defined.

III.5 TATA LAKSANA PERCOBAAN ........................................................................ 24

BAB IV PRAKTIKUM 07-08 PENGUKURAN LEVEL FLUIDA DALAM BEJANA


MENGGUNAKAN DETEKTOR GEIGER MULLER .......................................................... 30
IV.1. TUJUAN ............................................................................................................ 30

i
IV.2. DASAR TEORI ................................................................................................. 30

PERHITUNGAN ............................................................................................................ 34

IV.3. ALAT DAN BAHAN ........................................................................................ 37

IV.4. LANGKAH PERCOBAAN............................................................................... 37

IV.5. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................................... 39

BAB V PRAKTIKUM 09 – 10 PEMANFAATAN SISTEM SPEKTROSKOPI DENGAN


EASY-MCA DAN MAESTRO-32 MENGGUNAKAN DETEKTOR NaI(Tl) ..................... 42
V.1 TUJUAN PRAKTIKUM ......................................................................................... 42

V.2 DASAR TEORI ....................................................................................................... 42

V. 3 ALAT DAN BAHAN ............................................................................................. 48

V.4 SKEMA ALAT........................................................................................................ 48

V.5 TATA LAKSANA .................................................................................................. 48

V.6 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ............................................................ 50

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 52


LAMPIRAN ............................................................................................................................. 53
CONTOH SAMPUL ...................................................................................................... 53

PEDOMAN PEMBUATAN DRAFT ............................................................................ 54

PEDOMAN PEMBUATAN LAPORAN....................................................................... 55

LAPORAN SEMENTARA DPR 01 .............................................................................. 57

LAPORAN SEMENTARA DPR 02 .............................................................................. 60

LAPORAN SEMENTARA DPR 03 .............................................................................. 65

LAPORAN SEMENTARA DPR 04 .............................................................................. 70

LAPORAN SEMENTARA DPR 05 .............................................................................. 72

LAPORAN SEMENTARA DPR 06 .............................................................................. 73

LAPORAN SEMENTARA DPR 07 .............................................................................. 75

LAPORAN SEMENTARA DPR 08 .............................................................................. 76

LAPORAN SEMENTARA DPR 09-10......................................................................... 79

ii
BAB I
PRAKTIKUM 01 – 02
DETEKTOR GEIGER MULLER

I.1 TUJUAN
1. Membiasakan mahasiswa menggunakan detektor Geiger Muller
2. Membuat kurva plateau dan menentukan tegangan operasi optimum
3. Menentukan waktu pulih detektor (resolving time)
4. Melakukan analisis pengaruh jarak terhadap intensitas radiasi
5. Melakukan pengukuran jangkau energi maksimum zarah beta.
6. Mempelajari sifat statistik dari radiasi nuklir (cacah statistik)

I.2 DASAR TEORI


Pada dasarnya Detektor Geiger Muller (GM) berisi dua buah elektroda, sebelah dalam
(positif) adalah kawat tipis yang terletak pada pusat silinder dan dilingkari oleh anoda dan
katoda. Tegangan diantara dua elektroda dipertahankan pada besaran tertentu sehingga setiap
partikel ionisasi yang masuk deterktor GM akan menyebabkan “Electrical Avalance” dalam
tabung. Percobaan pertama adalah menentukan daerah panjang plateau detektor Geiger Muller
dan mendapatkan daerah operasi yang optimal. Gambar 1.1 menunjukan kurva cacah versus
tegangan untuk suatu tabung GM. Daerah antara N1 dan N2 yang terkorespondensi dengan V1
dan V2 disebut daerah operasi. Tegangan lebih besar V2 menyebabkan lucutan kontinyu pada
tabung GM dan akan memperpendek umur tabung detektor.

Gambar 1.1 Kurva vs cacah untuk suatu tabung GM.


Daerah kurva yang mendatar disebut plateau dan kemiringannya disebut slope. Lebar
plateau beserta nilai slope merupakan ukuran baik buruknya suatu detektor GM. Lebar plateau

1
dapat ditentukan dengan melihat kurva karakteristik detektor GM, sedang nilai slope dapat
dihitung dengan rumus:

𝑁2 − 𝑁1 100
𝑠= × × 100% = … %⁄100 𝑣𝑜𝑙𝑡
𝑁1 𝑉2 − 𝑉1

dengan
𝑠 adalah slope plateu detektor GM
𝑁1 adalah jumlah laju cacah pulsa pada tegangan pertama (𝑉1 )
𝑁2 adalah jumlah laju cacah pulsa pada tegangan kedua (𝑉2 )

Tabung GM adalah alat yang bekerja lambat. Pada waktu digunakan untuk laju cacah
di atas 5000 cacah/menit, perlu dilakukan koreksi waktu mati (dead time) agar didapatkan laju
cacah sebenarnya. Untuk menentukan waktu mati, digunakan dua buah sumber, yang mana
waktu pulih (resolving time) ditentukan dengan rumus:

𝑁1 + 𝑁2 − 𝑁1,2 − 𝑁𝐵𝑔
𝑇𝑅 =
2𝑁1 𝑁2

dengan
𝑇𝑅 adalah resolving time
𝑁1 adalah jumlah cacah pulsa per menit sumber pertama
𝑁2 adalah jumlah cacah pulsa per menit sumber kedua
𝑁1,2 adalah jumlah cacah kedua sumber besamaan
𝑁𝐵 adalah jumlah cacah pulsa background

Waktu pulih sistem berada dalam orde 30 μs. Dalam percobaan ini perlu diteliti pula
kebenaran jumlah cacah pulsa/menit (true couting rate) yang dapat dinyatakan menurut
persamaan berikut

𝑁
𝑁0 =
1 − 𝑁. 𝑇𝑅

dengan
𝑁0 adalah jumlah cacah sebenarnya
𝑁 adalah jumlah cacah yang tercatat counter
𝑇𝑅 adalah resolving time

2
Dalam radiasi nuklir beberapa hal mempunyai banyak persamaan sifat dengan sinar
biasa. Oleh karena itu keduanya dianggap sebagai pancaran gelombang elektromagnet yang
memenuhi hukum klasik.

𝐸 = ℎ. 𝜈

dengan
𝐸 adalah energi foton
ℎ adalah konstanta Planck 6,624. 1027 erg.sekon
𝜈 adalah frekuensi radiasi

Analog dengan persamaan diatas digunakan hukum kuadrad berbanding terbalik


(Inverse Square Law). Dianggap bahwa terdapat sumber yang memancarkan cahaya foton pada
laju 𝑁0 foton/detik. Dalam hal ini pancaran cahaya foton dianggap bersifat isotropis. Jika
sumber diletakan di tengah pelindung plastik bersih yang bulat (spherical), dengan mudah
ditentukan banyaknya cahaya foton tiap detik tiap cm² pada pelindung tadi. Intensitas ini
ditunjukan dalam rumusan berikut :

𝑁0 𝑁0
𝐼0 = =
𝐴0 4𝜋𝑅0 2

dengan
𝐼0 adalah intensitas atau laju cacah persatuan luas
𝑁0 adalah laju cacah radiasi/foton
𝐴0 adalah luasan pancaran radiasi atau dalam kasus ini adalah luasan permukaan bola
yang dibentuk oleh radiasi yang menyebar secara isotropik/ke segala arah dengan laju
yang sama pada jarak 𝑅0

Karena 𝑁0 dan 4𝜋 konstan dalam persamaan ini, maka intensitas 𝐼0 akan bervariasi
terhadap jarak 𝑅0 dengan kuadrat terbalik. Percobaan DPR 02 adalah mengukur jangkau dan
menentukan tenaga makimum zarah beta murni. Pengukuran radiasi dari bahan radioaktif yang
mengalami peluruhan (decay) memiliki sifat acak (random) sehingga pengukuran distribusi
statistik dilaksanakan pada percobaan ini.

Proses absorpsi zarah beta oleh bahan adalah sangat rumit, mengingat absorpsi dan
hamburan tidak dapat dilacak secara terpisah. Karena massanya yang sangat kecil, elektron
yang mempunyai massa dengan mudah dihamburkan oleh inti atom. Sehingga simpangan
(straggling) elektron menjadi besar, serta sulit untuk menentukan jangkauannya.

3
Dalam pengukuran absorpsi zarah beta dari sumber beta merupakan ketergantungan
aktivitas atau intensitas terhadap fungsi ketebalan absorben dalam gr/cm². Secara empiris,
hubungan antara tenaga E dengan jangkau R:

𝑔𝑟
𝑅( ⁄𝑐𝑚2 ) = 0,542 𝐸𝑚𝑎𝑥 − 0,133 untuk 𝐸𝑚𝑎𝑥 > 0,8 𝑀𝑒𝑉

𝑔𝑟
𝑅( ⁄𝑐𝑚2 ) = 0,407 𝐸𝑚𝑎𝑥 1,38 untuk 0,15 𝑀𝑒𝑉 < 𝐸𝑚𝑎𝑥 < 0,8 𝑀𝑒𝑉

dengan
𝑅 adalah jangkauan zarah beta
𝐸𝑚𝑎𝑥 adalah energi zarah beta maksimum

Statistika Pencacahan

Berdasarkan pola datanya, sistem distrbusi data dapat dibedakan menjadi:


 Data diskrit
 Data kontinyu

Termasuk dalam data kontinyu adalah :


 Distribusi normal / Gauss

Termasuk dalam data diskrit adalah :


 Distribusi Binomial
 Distrbusi Poisson

Sifat acak suatu pengukuran selalu mengikuti distribusi tertentu, sebagai contoh
eksperimen uang logam dan dadu di atas mengikuti distribusi binomial. Bila distribusi binomial
tersebut mempunyai probabilitas sangat kecil maka akan berubah menjadi distribusi Poisson,
sedangkan bila distribusi Poisson tersebut menghasilkan nilai ukur yang besar (beberapa
literatur menuliskan >20) maka berubah menjadi distribusi Gauss (Normal).

Gambar 1. 2 Distribusi Gauss


4
Gambar 1.2 menunjukkan probabilitas nilai ukur yang dihasilkan oleh pengukuran
berulang terhadap suatu besaran yang mengikuti distribusi Gauss. Terlihat bahwa nilai ukur
yang dihasilkannya dapat bermacam-macam dengan probabilitas terbesar terletak pada nilai
rata-ratanya.

Gambar 1. 3 Intensitas radiasi yang dipancarkan suatu sumber radiasi


Pencacahan radiasi dapat diasumsikan sebagai data diskrit atau kontinyu tergantung
kepada jumlah data yang dimiliki secara umum, pencacahan dengan jumlah data lebih dari 20
dapat dianggap mewakili distribusi normal jika probabilitas kemunculan data kecil.

Oleh karena aktivitas zat radioaktif bersifat acak mengikuti distribusi Gauss (normal)
maka intensitas radiasi yang terukurpun akan bersifat acak sehingga data hasil pengukurannya
juga akan mengikuti distribusi Gauss. Pengukuran intensitas radiasi yang dilakukan secara
berulang pasti akan memperoleh hasil pengukuran yang berbeda-beda. Yang menjadi
pertanyaan adalah “berapakah nilai ukur yang sebenarnya”.

Dengan fenomena tersebut di atas maka pengukuran intensitas radiasi harus dilakukan
secara berulang, baik beberapa kali atau dalam selang waktu cukup panjang, yang
berartiakumulasi nilai dari pengulangan waktu beberapa detik. Nilai ukur sebenarnya diduga
berada di dalam rentang nilai rata-rata ± nilai simpangannya.

Ketidak-pastian pengukuran (Measurements Uncertainty) sebenarnya tidak hanya


berasal dari pengukuran saja melainkan berasal dari semua langkah analisis mulai dari
preparasi sampel, faktor kesalahan alat, kesalahan personil, kesalahan metode, dan
pengukurannya sendiri. Akan tetapi, dalam pembahasan ini hanya akan dipelajari ketidak-
pastian yang berasal dari proses pengukuran dan faktor yang berkaitan langsung dengan
pengukuran.

Setiap pengukuran selalu mempunyai kesalahan (error) oleh karena itu hasil
pengukuran atau kalkulasi yang berdasarkan hasil pengukuran harus ditampilkan dalam bentuk
suatu rentang nilai (bukan nilai tunggal). Rentang nilai tersebut adalah ketidak-pastian suatu
pengukuran. Nilai ukur sebenarnya diduga berada di dalam rentang nilai tersebut.
5
Pertanyaannya adalah, “Seberapa yakinkah nilai ukur sebenarnya berada di dalam rentang nilai
tersebut”

Untuk menetukan rentang nilai data, digunakan dua buah terminologi, yaitu:

1. Standart error
Didefinisikan sedemikian hingga pada rentang nilai kemungkinan untuk
menemukan nilai yang benar adalah sebesar 68,3%
2. Probable error
Didefinisikan sedemikian hingga pada rentang nilai kemungkinan untuk
menemukan nilai yang benar adalah sebesar 50,0%

Untuk membatasi nilai error yang terjadi pada eksperimen diperlukan suatu pengaturan,
baik pada prosedur eksperimen maupun pada pengaturan instrumen. Salah satu metode untuk
mengurangi error pada pencacahan radiasi, yaitu dengan mengatur waktu pencacahan optimum
yang dibutuhkan untuk mencacah suatu sumber radiasi.

Secara matemastis kondisi optimum dapat dinyatakan sebagai berikut

𝑡𝐺 𝑟𝐺
=√
𝑡𝐵 𝑟𝐵

dimana
𝑡𝐺 adalah waktu cacah total
𝑡𝐵 adalah waktu cacah background
𝑟𝐺 adalah laju cacah total
𝑟𝐵 adalah laju cacah background

Waktu cacah optimum ini dipengaruhi oleh laju cacah sumber, laju cacah baground,
dan kondisi instrumentasi yang digunakan.

I.3 ALAT DAN BAHAN


1. Sumber radiasi beta : Sr-90 dan beta murni
2. Detektor Geiger Muller
3. Pembalik pulsa Geiger Muller (GM Pulse Inventer)
4. Sumber daya tegangan tinggi-DC (HV-DC)
5. Pencacah (Counter)

6
6. Pengala (Timer)
7. Perisai radiasi (Alumunium)
8. Penggaris
9. Dudukan sumber
10. Kabel konektor

I.4 TATA LAKSANA PERCOBAAN

Gambar 1. 4 Rangkaian sistem pencacah pulsa

DPR-01
A. Menentukan daerah/panjang plateau
1. Susunan rangkaian sistem pencacah pulsa seperti gambar 1.4
2. Periksa sekali lagi hubungan tersebut dengan meminta bantuan asisten agar dapat
diperiksa sebelum alat tersebut dioperasikan
3. Letakkan sumber radioaktif stronsium-90 pada jarak ± 2 cm dari detektor
4. Set pengala untuk selang waktu 3 detik
5. Naikan tegangan HV dengan interval 25 volt, hingga tercatat adanya daya
pencacahan pulsa pada counter. Posisi ini disebut starting voltage.
6. Kemudian naikkan tegangan HV sampai sebelum discharge. Gejala ini akan
tampak jika setiap perubahan tegangan sedikit saja akan tercatat pencacahan pulsa
yang melonjak jumlahnya.
7. Tentukan starting voltage, tegangan threshold, tegangan discharge, dan tegangan
optimum detektor.
8. Set sumber tegangan tinggi (HVDC) sesuai perhitungan tegangan optimum yang
telah didapat untuk digunakan pada subpraktikum selanjutnya.

7
B. Menentukan waktu pulih
1. Letakkan sumber radioaktif pertama (stronsium-90) pada jarak 2 cm dari detektor,
lakukan pencacahan dan catat 𝑁1 sebagai jumlah cacah/detik dari sumber tersebut.
2. Berikutnya lakukan pencacahan secara bersamaan sumber pertama (stronsium-90)
dan sumber kedua (beta murni) yang sama aktivitasnya, sehingga diperoleh laju
cacah kedua sumber 𝑁1,2 mendekati 2 kali 𝑁1 .
3. Selanjutnya sumber pertama (stronsium-90) diambil, sehingga hanya dicatat 𝑁2
sebagai jumlah cacah/detik dari sumber kedua.
4. Akhirnya lakukan pengukuran cacah latar hingga diperoleh jumlah cacah/detik 𝑁0 .
C. Intensitas versus jarak
1. Set sumber tegangan tinggi (HVDC) pada daerah operasi optimum tabung GM.
2. Letakan sumber stronsium-90 pada jarak 0 cm dari permukaan jendela detektor,
lakukan pencacahan pulsa dari sumber tersebut dalam waktu 3 detik sebanyak tiga
kali.
3. Lakukan pencacahan selanjutnya dengan menambah (memvariasikan) jarak antara
sumber ke detektor sebesar 1 cm untuk jarak 0 cm – 5 cm dan 5 cm untuk jarak
setelah 5 cm.
4. Lakukan pencacahan hingga jumlah cacah yang tercatat mendekati background.
5. Lakukan pencacahan untuk mendapatkan cacah latar (background).

DPR-02
A. Jangkau dan energi maksimum zarah beta
1. Selanjutnya lakukan pengukuran jangkau energi maksimum zarah beta
2. Ambil bahan absorben aluminium yang tersedia. Hitung rapat ketebalanya (density
thickness) dalam gr/cm².
3. Lakukan pencacahan tanpa menggunakan sumber radioaktif untuk mendapatkan
cacah latar.
4. Letakan sumber radioaktif stronsium-90 pada jarak 0 cm di depan jendela detektor,
lakukan pencacahan tanpa menggunakan bahan absorben.
5. Letakan bahan absorben sedekat mungkin dengan detektor dan lakukan
pencacahan untuk setiap ketebalan bahan absorben (tambahkan satu demi satu
keping absorben) sampai cacah yang tercatat mendekati cacah latar.
B. Pengukuran distribusi statistik/cacah statistik
1. Susun rangkaian seperti pada gambar 1.4 di atas

8
2. Periksakan kepada asisten, apakah rangkaian sudah betul sebelum dioperasikan.
3. Set sumber tegangan tinggi (HVDC) pada daerah operasi optimum GM.
4. Letakan sumber ⁹⁰Sr sejauh 2 cm dari detektor, lakukan pengukuran pencacahan
sebanyak 300 kali, tiap pengukuran dan catat harga-harga tersebut pada daftar
laporan sementara.

I.5 ANALISIS DATA


A. Penetuan plateau GM
Gambarkan kurva plateau laju cacah sebagai fungsi tegangan V, hitung lebar plateau,
starting voltage dan hitung tegangan operasi serta kemiringannya (“Slope”) per 100 volt.
B. Menentukan waktu mati
1. Hitung koreksi waktu mati dengan menggunakan persamaan
𝑁1 + 𝑁2 − 𝑁1,2 − 𝑁𝐵𝑔
𝑇𝑅 =
2𝑁1 𝑁2
dan hitung pula laju cacah yang sebenarnya (true counting data) pada cacah-cacah
yang dihasilkan.
2. Jelaskan efek aktivitas sumber terhadap nilai waktu optimum pencacahan!.
3. Jelaskan nilai cacah sumber minimal yang dibutuhkan sehingga dapat dibedakan
dengan cacah beground. Berikan penjelasan secara matematis!
4. Jelaskan waktu optimum pencacahan dengan waktu mati dengan GM!
C. Intensitas Versus Jarak
1. Hasil pengukuran tersebut dianalisis dengan menggunakan persamaan berikut
𝑘
𝐼=
𝑑2
2. Gambarkan grafik I² sebagai fungsi d⁻ˡ.
3. Cari harga K untuk setiap pengukuran intensitas pada hasil yang telah didapat.
Hitunglah nilai rerata K dari semua harga pengukuran K, dan berapa persen
deviasinya dari setiap K terhadap K2 jelaskan jawaban saudara!

9
D. Jangkau dan Tenaga Maksimum Beta
1. Gambarkan grafik jumlah cacah persatuan waktu yang telah dikoreksidengan cacah
latar sebagai fungsi ketebalan bahan absorben gr/cm² pada grafik absorpsi tersebut.
2. Hasil pengukuran jangkau, hitunglah besarnya tenaga zarah beta (bandingkan
dengan nilai yang ada di tabel 1.1).
3. Bandingkan dan hitung berapa besar kesalahannya terhadap tenaga zarah beta yang
digunakan {Sr-90 E maks ᵦ= 2,283 MeV (99,9%)} Jelaskan jawaban saudara.
E. Distribusi Statistik Pencacahan
1. Bandingkan nilai standar deviasi untuk 1, 15, dan 400 data. Jelaskan hasilnya!
2. Hitung nilai rata – rata pencacahan!
3. Jelaskan pada kondisi bagaimana distribusi Poisson dan Gauss diterapkan!
4. Dari data yang diperoleh, hitung nilai rata-rata cacah dimana nilai probabilitas untuk
menentukannya > 0,85. Bandingkan hasil yang diperoleh dengan menggunakan
distribusi Poisson dan Gauss!

Tabel 1. 1 Jangkau Maksimum Partikel Beta

Jangkau/Range
Partikel Beta
Air atau
𝑬𝒎𝒂𝒙 Aluminium Udara
jaringan
MeV mm mg/cm2 cm mm
0,01 0,0006 0,16 0,13 0,002
0,05 0,0144 3,9 2,91 0,046
0,07 0,0263 7,1 5,29 0,083
0,1 0,5 14 10,1 0,158
0,3 0,281 76 56,7 0,889
0,5 0,593 160 119 1,87
0,7 0,926 250 186 2,92
1,0 1,52 410 306 4,80
1,5 2,47 670 494 7,80
1,75 3,01 800 610 9,50
2,0 3,51 950 710 11,10
2,5 4,52 1220 910 14,30

10
BAB II
PRAKTIKUM 03-04
SPEKTROSKOPI FOTON GAMMA
MENGGUNAKAN DETEKTOR NaI(Tl)

II.1 TUJUAN
1. Dapat menentukan HV optimum dalam pencacahan.
2. Dapat membuat dan menggunakan grafik kalibrasi.
3. Dapat menentukan koefisien atenuasi linier.
4. Dapat menentukan aktivitas sumber X.

II.2 DASAR TEORI


Pada umumnya pemancar foton gamma memancarkan juga partikel beta. Namun
dalam percobaan ini, pengaruh beta diabaikan karena telah diserap oleh lingkungan maupun
adsober yang terpasang pada permukaan detektor sintilasi NaI(Tl), sehingga semua data yang
didapat benar-benar berasal dari pancaran foton gamma.

Gambar 2. 1 Skema Penampang Detektor Sintilasi


Dalam percobaan ini akan dipelajari perubahan HV terhadap sistem spektroskopi.
Semakin tinggi HV, kerja detektor sintilasi semakin baik hingga pada HV tertentu kenaikan
HV tidak lagi meningkatkan unjuk kerja sistem spektroskopi. Unjuk kerja sistem spektroskopi
diketahui dengan cara menghitung resolusi sistem yang dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut ini:

∆𝐸
𝑅(%) = × 100%
𝐸

11
dengan
𝑅 adalah resolusi sistem spektroskopi
∆𝐸 adalah lebar puncak pada separuh tinggi maksimum (FWHM)
𝐸 adalah nomor kanal puncak spektrum

Hal yang pokok, yang harus diketahui pada unsur-unsur radioaktif adalah jenis radiasi,
energi dan aktivitasnya. Dalam percobaan ini, jenis radiasinya sudah tertentu yaitu foton
gamma sedangkan aktivitas gamma ditentukan dengan dua cara

1. Metode relatif
2. Metode absolut

Penentuan aktivitas foton gamma dengan metode relatif dilakukan dengan


menggunakan sumber radiasi standar yang aktivitasnya telah diketahui sebagai pembanding
nuklida X yang akan dihitung aktivitasnya, sehingga akhirnya didapat

𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑋 ∑ 𝑋 − ∑ 𝐵
=
𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑆 ∑ 𝑆 − ∑ 𝐵

dengan
𝑋 adalah sampel yang ingin diketahui aktivitasnya berapa
𝑆 adalah sumber radiasi standar yang diketahui jenis radioniklidanya, aktivitasnya,
waktu paruhnya, jenis radiasinya, energinya
∑ 𝑋 adalah laju cacah X yang tercatat
∑ 𝑆 adalah laju cacah S yang tercatat
∑ 𝐵 adalah laju cacah background yang tercatat

Pengukuran aktivitas dengan metode absolut, data dari pencacahan langsung


dimasukan dalam persamaan berikut

∑𝑋 − ∑𝐵 1
𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑋 =
𝑡 𝐺𝜎𝐹

dengan
𝑡 adalah waktu cacah
𝐺 adalah faktor geometri
𝜎 adalah efisiensi puncak intrinsik untuk energi gamma dan ukuran detektor yang
digunakan
12
𝐹 adalah fraksi peluruhan nuklida, atau 𝑝: peluang pancaran radiasi

Persamaan geometri detektor ditentukan dengan persamaan

𝜋𝑟 2
𝐺=
4𝜋𝑠 2

dengan
𝑟 adalah jari-jari detektor
𝑠 adalah jarak sumber ke detektor

Setiap unsur radioaktif memiliki spektrum energi yang spesifik. Sehingga bila bentuk
dan puncak spektrum energinya telah diketahui maka jenis nuklida X dapat ditentukan tersebut
dengan melihat daftar atau tabel radionuklida.

Untuk menentukan energi sumber X yang memancarkan foton gamma, digunakan


grafik kalibrasi foton gamma. Grafik dibuat dengan melakukan spektroskopi terhadap dua
unsur standar yaitu Co-60 yang mempunyai dua puncak spektrum yang mempresentasikan
energi E= 1,17 MeV dan E= 1,33MeV dan unsur Cs-137 yang puncak spektrumnya
mempresentasikan energi E= 0,662 MeV. Ketiga puncak spektrum tersebut berkorelasi dengan
nomor kanal Single Channel Analyzer (SCA). Jika korelasi tersebut dibuat grafik dengan
nomor kanal sebagai absis dan energi maka akan diperoleh grafik seperti tabel 2.1.

Tabel 2. 1 Tabel Contoh Energi dan Nomor Kanal

E(MeV) No. Kanal


0,662 A
1,17 B
1,33 C
Y X

Gambar 2. 2 Grafik Kalibrasi Energi Gamma


13
Unsur X yang belum diketahui energinya, puncak spektrumnya terletak pada kanal x
dengan menggunakan grafik kalibrasi, diketahui energinya sebesar y dan dari daftar isotope
maka unsur X dapat ditentukan jenis nuklidanya.

Apabila foton gamma melintasi media tertentu akan terjadi tiga macam interaksi utama
yaitu fotolistrik, hamburan Compton dan produksi pasangan. Ketiga interaksi tersebut
menyebabkan turunnya intensitas foton gamma karena foton famma yang diserap oleh media
yang dilewatinya. Besarnya serapan masing-masing materi tidak sama, tergantung pada nomor
atom (Z) dan kerapatannya (ρ). Semakin besar Z dan ρ maka semakin besar pula serapannya.
Pengurangan intensitas radiasi sebagai fungsi media dirumuskan sebagai berikut

𝐼 = 𝐼0 . 𝑒𝑥𝑝(−𝜇𝑥)

dengan
𝐼 adalah intensitas radiasi gamma setelah melewati medium
𝐼0 adalah intenstias radiasi gamma awal sebelum melewati medium
𝜇 adalah koefisien atenuasi linear medium
𝑥 adalah tebal medium yang dilewati radiasi

Half value layer (HVL) adalah ketebalan yang menyebabkan intensitas radiasi
berkurang hingga setengahnya. Sedangkan tenth value layer (TVL) adalah ketebalan yang
menyebabkan intensitas radiasi berkurang hingga sepersepuluh radiasi awalnya.

II.3 ALAT DAN BAHAN


1. NaI(Tl) Crystal Phototube Assembly and Photomultiplier Tube Base.
2. High Voltage Power Supply (Tegangan Maksimum 1500V).
3. Scintilation Preamplifier.
4. Amplifier.
5. Single Channel Analyzer (maksimum U=5V; maksimum ΔU=50mV).
6. Sumber radiasi
a. Co-60 keping dan tabung
b. Cs-137 keping dan tabung
7. Sumber X
8. Lempeng perisai
a. Timbal 5 mm
b. Alumunium 5 mm
9. Kabel konektor
14
II.4 TATA LAKSANA PERCOBAAN

Gambar 2.3 Susunan alat pada Praktikum 03

DPR 03 PENGATURAN HIGH VOLTAGE (HV), KALIBRASI ENERGI


GAMMA, SUMBER X, TERHADAP RESOLUSI DAN PERGESERAN PUNCAK

A. Pengaruh HV Terhadap Resolusi dan Pergeseran Puncak


1. Susun peralatan sesuai dengan susunan alat pada gambar 2.3. Tunjukkan pada
asisten sebelum mulai mengoperasikan.
2. Set waktu pencacahan 2 detik.
3. Set tegangan (HV) dengan besar 700 volt.
4. Letakkan sumber radiasi Cs-137 sekitar 0 cm dari detektor.
5. Lakukan pencacahan dan catat nilai laju cacah pada setiap perubahan nomor kanal
(U) mulai dari yang terkecil sampai terbesar, sampai telah mendapatkan puncak
spektrum dan nilai laju cacahnya sudah kurang dari setengah laju cacah puncaknya.
6. Gambarlah spektrum yang didapat dan tentukan resolusinya dengan persamaan
resolusi.
7. Ulangi langkah 3-6 dengan besar HV 750 dan 800 volt.
8. Bandingkan resolusi yang dihasilkan dari variasi HV. Berikan analisis!
9. HV terbaik akan digunakan pada percobaan berikutnya.
B. Kalibrasi Energi Foton Gamma
1. Susunan alat sama seperti sebelumnya (gambar 2.3).
2. Set waktu pencacahan 2 detik.
3. Set pada HV optimum yang didapatkan pada percobaan sebelumnya.
4. Letakkan sumber Co-60 dengan jarak 0 cm dari detektor.
5. Lakukan pencacahan pada setiap perubahan nomor kanal (U) mulai dari yang
terkecil sampai terbesar, sehingga didapatkan dua puncak spektrum.

15
6. Catat nomor kanal puncaknya dimana puncak pertama memiliki energi 1,17 MeV
dan puncak kedua 1,33 MeV. Selain itu, lakukan hal yang sama untuk sumber Cs-
137 dengan mencatat nomor kanal puncak dan energinya.
C. Mencari Energi Sumber X
1. Susunan alat sama seperti sebelumnya (Gambar 2.3).
2. Set waktu pencacahan 2 detik.
3. Letakkan sumber X dengan jarak 0 cm dari jendela detektor.
4. Lakukan pencacahan dan catat nilai laju cacah pada setiap perubahan nomor kanal
(U) mulai dari yang terkecil sampai didapat dua kanal puncak.

DPR 04. KOEFISIEN SERAPAN GAMMA, PENENTUAN AKTIVITAS GAMMA


DENGAN METODE ABSOLUT DAN METODE RELATIF

A. Penentuan Aktivitas Gamma dengan Metode Relatif


1. Susunan alat sama seperti sebelumnya (Gambar 2.3).
2. Letakkan sumber X dengan jarak 0 cm dari jendela detektor.
3. Lakukan pencacahan selama 8 detik di rentang kanal FWHM dari puncak spektrum
sumber X.
4. Ganti sumber radiasinya dengan Cs-137 standar dan ulangi langkah 3.
B. Penentuan Aktivitas dengan Metode Absolut
1. Susunan alat sama seperti sebelumnya (Gambar 2.3).
2. Lakukan langkah 2-4 seperti pada percobaan A.
3. Tentukan karakteristik dari jendela detektor (geometri) dan sumber.
C. Kofisien Serapan Gamma
1. Susunan alat sama seperti sebelumnya (gambar 2.3)
2. Letakkan Cs-137 dengan jarak 0 cm dari detektor.
3. Set kanal SCA pada nomor kanal puncak untuk Cs-137.
4. Cacah 4 detik dan catat data yang didapat, ulang sampai 3 kali.
5. Sebagai perisai, gunakan lempeng Pb.
6. Ukur ketebalan perisai dengan jangka sorong, Letakkan pada penyangga kemudian
cacah masing-masing sebanyak 3 kali.
7. Tambahkan perisai dan ulangi langkah 6 sampai ketebalannya 25 mm.
8. Ganti perisai dengan lempeng Alumunium.
9. Ulangi langkah 6-7.

16
II.5 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Pengaruh HV terhadap resolusi detektor
1. Buat grafik spektrum Cs-137 (nomor kanal untuk absis dan laju cacah untuk ordinat)
pada setiap variasi HV. Jelaskan fenomena yang tampak pada grafik spektrum.
2. Dari spektrum tersebut, tentukan nomor kanal puncak, energi gamma tiap kanal dan
hitung nilai resolusi dari masing-masing HV.
3. Buat grafik antara HV vs resolusi. Selanjutkan tentukan HV optimum dari grafik
tersebut.
4. Pada pembahasan, jelaskan pengaruh perubahan HV terhadap nomor kanal puncak,
cacah puncak dan resolusi. Jelaskan juga mengapa hal itu bisa terjadi.
B. Kalibrasi energi gamma
1. Buat Grafik spektrum Cs-137, Co-60 dan sumber X.
2. Berdasarkan spektrum-spektrum tersebut, tentukan nomor kanal masing-masing
puncak laju cacah dan isikan seperti Tabel 2.1

Tabel 2. 2 Tabel Kalibrasi Energi Gamma

Sumber Energi Puncak (KeV) No. Kanal


Cs-137 662
1113
Co-60
1330
X
3. Gambar grafik kalibrasi antara nomor kanal vs energi dengan data dari Cs-137 dan
Co-60. Tentukan persamaan garis kalibrasi dengan menggunakan regresi linier.
4. Berdasarkan nomor kanal puncak sumber X dari percobaan, tentukan energi sumber
X menggunakan persamaan garis kalibrasi yang diperoleh.
5. Pada pembahasan, jelaskan seberapa jauh ketelitian hasil eksperimen anda. Lengkapi
penjelasan anda dengan nilai error hasil pengamatan dengan referensi.
C. Menentukan unsur sumber X
1. Berdasarkan energi sumber X yang telah ditentukan sebelumnya, tentukan unsur X
dengan menggunakan tabel radioisotop.
2. Pada pembahasan, Tentukan alasan pemilihan jenis sumber x berdasarkan energi
radiasi yang dipancarkannya!
D. Penentuan aktivitas

17
1. Berdasarkan data-data untuk menentukan aktivitas relatif, hitung aktivitas sumber X
dengan persamaan penentuan aktifitas metode relatif
2. Nilai f (fraksi peluruhan) dapat dilihat di tabel pada laboratorium, dan nilai σ dapat
dilihat pada halaman 392-393 dan fig 12.14 buku Tsoulfanidis.
3. Gunakan metode absolut untuk mencari aktivitas Cs-137 dan sumber X.
4. Berdasarkan data, hitung aktivitas absolut dengan menggunakan persamaan
penentuan aktifitas metode absolut
5. Dalam penentuan aktivitas sumber X, terdapat dua puncak energi yang dimiliki oleh
sumber X. Aktivitas total dari sumber X adalah penjumlahan dari nilai aktivitas yang
dianalisis dari kedua puncaknya.
6. Bandingkan kedua hasil aktivitas yang diperoleh dengan aktivitas dari persamaan
peluruhan.
7. Pada pembahasan, carilah ralat (error) antara hasil percobaan anda terhadap aktivitas
referensi, dan berikan analisis terhadap hasil tersebut!
E. Koefisien atenuasi linier
1. Untuk masing-masing jenis perisai, buat grafik antara tebal vs. laju cacah rerata dan
antara tebal vs logaritmik cacah tanpa dan dengan perisai menggunakan aplikasi
Spreadsheet atau Microsoft Excel.
2. Bersasarkan grafik tersebut, tentukan persamaan garis menggunakan regresi linier.
3. Berdasarkan persamaan linier yang diperoleh, tentukan koefisien atenuasi linier,
koefisien atenuasi massa dan half value layer masing-masing perisai.
4. Bandingkan koefisien atenuasi linier masing-masing perisai dengan analisis hasil
dengan metode aljabar biasa, mengacu pada persamaan berikut :
𝐼
ln ( 𝐼0 )
=𝜇
𝑥
Serta bandingkan pula dengan nilai referensi dan tentukan seberapa besar ralat yang
dihasilkan masing-masing metode dengan nilai referensi.
5. Berikan analisis terhadap ralat yang diperoleh serta berikan saran Anda untuk
perbaikan hasil pengukuran.

18
BAB III
PRAKTIKUM 05-06
DETEKSI DENGAN METODE KOINSIDENS

III.1 TUJUAN
1. Mengetahui skema peluruhan sumber radioaktif yang koinsidens.
2. Mengenal perangkat untuk penelitian koinsidens.
3. Menentukan resolving time koinsidens.
4. Menerapkan metode koinsidens untuk menentukan aktivitas sumber radiasi.
5. Mengukur cacah koinsidens dari sumber radiasi Cobalt-60.
6. Membandingkan harga cacah koinsidens dengan grafik korelasi sudut teoritis.
7. Menentukan harga koefisien korelasi sudut dari grafik fungsi korelasi.

III.2 DASAR TEORI


Arti kata koinsiden adalah bersamaan atau serentak. Metode pencacah koinsidens
merupakan metode untuk mendeteksi dan mengidentifikasi fenomena pancaran radiasi yang
terpancar hampir/ secara bersamaan. Peristiwa koinsidens dari radiasi yang dipancarkan oleh
suatu sumber dapat berupa koinsidens raidiasi (α-γ), koinsidens radiasi (β-γ), dan koinsidens
radiasi (γ-γ).

Salah satu sumber radiasi yang memancarkan radiasi secara koinsidens adalah Cobalt-
60, yang mempunyai skema peluruhan seperti Gambar 3.1

Gambar 3. 1 Skema Peluruhan Cobalt 60


Dari skema peluruhan diatas, selang waktu antara pemancaran sinar γ1 dan sinar γ2
tersebut dapat berkisar antara 10-3 sampai 10-21 detik. Pada rangkaian analog, orde sebesar ini
dapat dikatakan bersamaan atau serentak. Sehingga radiasi yang tercacah lebih sedikit dari

19
yang sebenarnya. Misalkan sinar γ1 dan sinar γ2 dari Cobalt-60 terpancar hampir bersamaan,
maka rangkaian detektor akan mencacah radiasi sama dengan satu. Unit koinsidens merupakan
piranti dengan dua masukan atau lebih dan mempunyai sebuah keluaran yang berupa pulsa
koinsidens. Contoh pulsa keluaran dari unit koinsidens sebagaimana ditunjukkan pada Gambar
3.2

ADA TIDAK
A
Gambar 3. 2 Keluaran dari Unit Koinsiden
Coincidence time ditekankan pada waktu datangnya pulsa sehingga diperlukan ralat
yang disebabkan oleh lebarnya pulsa yaitu resolving time koinsidens. Resolving time
koinsidens dapat diukur dengan melakukan pencatatan kurva penundaan koinsidens seperti
Gambar 3.3

Gambar 3. 3 Kurva Penundaan Koinsiden


Dalam penerapannya, penggunaan metode ini harus menggunakan sumber dengan
kebolehjadian pemancaran radiasi koinsidens sejati di atas laju cacah kebetulan. Dalam
praktikum kali ini dapat diganti dengan pulser. Sehingga didapatkan rentang time coincidence
dari sistem deteksi. Pengukuran aktivitas sumber radiasi dengan metode koinsidens hanya
dapat dilakukan terhadap sumber yang memancarkan dua atau lebih radiasi koinsidens yang
dideteksi secara terpisah.

20
Partikel-partikel β hasil peluruhan Co-60 akan terserap hampir semuanya oleh
aluminium penutup Kristal NaI (Tl). Selisih umur sinar γ1 dan sinar γ2 yang dipancarkan oleh
Co-60 adalah 7x10-13 detik. Selisih umur ini kecil sekali jika dibandingkan dengan resolving
time dari unit koinsidens yaitu 10-9 detik. Sehingga dapat dikatakan bahwa sinar-sinar γ yang
dipancarkan oleh Co-60 adalah koinsidens.

Pengukuran aktivitas mutlak dari suatu sumber radiasi koinsidens dapat dilakukan
dengan melakukan pencacahan koinsidens menggunakan dua sistem detektor. Masing-masing
sistem mempunyai nilai cacah

𝑁1 = 𝐸1 . 𝑁𝑠 untuk sistem 1

𝑁2 = 𝐸2 . 𝑁𝑠 untuk sistem 2

dengan
𝑁1 adalah laju cacah pada sistem deteksi 1 dengan efisiensi 𝐸1
𝑁2 adalah laju cacah pada sistem deteksi 2 dengan efisiensi 𝐸1
𝑁𝑠 adalah aktivitas sumber

Laju cacah koinsidens sejati dinyatakan sebagai

𝑁𝑖 = 𝐸1. . 𝐸2 . 𝑁𝑠

sehingga,

𝑁1 𝑁2
𝑁𝑖 = . .𝑁
𝑁𝑠 𝑁𝑠 𝑠

𝑁1 . 𝑁2
𝑁𝑖 =
𝑁𝑠

Korelasi laju cacah koinsidens yang disebabkan oleh koinsidens resolving time yaitu
change coincidence. Dimana semua radiasi yang terpancar dalam rentang time coincidence
akan dianggap bersamaan. Sehingga:

𝑁𝑐ℎ = 2𝜏. 𝑁1 . 𝑁2

Laju cacah terukur (Nc) adalah jumlah dari laju cacah sejati dan laju cacah change
coincidence.

𝑁𝑐 = 𝑁𝑐ℎ + 𝑁𝑖

𝑁𝑖 = 𝑁𝑐 − 𝑁𝑐ℎ
21
sehingga,

𝑁1 . 𝑁2
= 𝑁𝑐 − 𝑁𝑐ℎ
𝑁𝑠

𝑁1 . 𝑁2
𝑁𝑠 =
𝑁𝑐 − 𝑁𝑐ℎ

Persamaan ini dapat disederhanakan dengan mengabaikan laju cacah change


coincidence (Nch), dan pendekatan ini teliti jika tidak ada korelasi sudut pancaran antara kedua
radiasi koinsidens dan yang tercatat adalah benar-benar laju cacah koinsidens sejati.

𝑁1 . 𝑁2
𝑁𝑠 =
𝑁𝑐

Korelasi sudut γ-γ menjelaskan spin dan paritas dari tiap-tiap level energi sinar γ.
Gambar 3.4 menunjukkan terjadinya peluruhan dari level spin J1 melewati spin J2 menuju spin
J3 dengan memancarkan dua sinar γ yaitu γ1 dan γ2. Kebolehjadian angular γ1- γ2 dan korelasi
sudut antara γ1- γ2 merupakan representasi intensitas populasi relatif dan magnetic substate J1.

Gambar 3. 4 Magnetic Substate J1


Kebolehjadian terjadinya transisi inti yang memancarkan dua radiasi γ secara berurutan
bergantung pada parameter-parameter inti pada skema peluruhan, salah satu diantaranya adalah
sudut antara kedua radiasi, 𝜃. Dengan kata lain terdapat sudut sebesar 𝜃 antara pancaran γ1 dan
γ2 (korelasi sudut gamma-gamma).

Dalam percobaan korelasi ini, sudut diukur antara sinar γ1 dengan energi 1,17 Mev dan
sinar γ2 dengan energi 1,33 Mev dari peluruhan Cobalt-60. Persamaan teoritis yang didapatkan
untuk korelasi sudut γ-γ pada Cobalt-60 adalah:

1 1
𝑊(𝜃) = 1 + 𝑐𝑜𝑠 2 (𝜃) + 𝑐𝑜𝑠 4 (𝜃)
8 24

22
Jika digambarkan grafiknya diperoleh Grafik 3.1

Grafik 3. 1 Grafik Korelasi Sudut Teoritis


Hubungan antara 𝑊(𝜃) dengan 𝑁(𝜃) adalah sebagai berikut

𝑁(𝜃) = 𝑁0 . 𝑊(𝜃)

dengan 𝑁(𝜃) adalah cacah koinsidens pada sudut 𝜃, 𝑁0 adalah faktor normalisasi dan
𝑊(𝜃) adalah persamaan untuk korelasi sudut γ-γ yang sebelumnya telah dijelaskan. Faktor
normalisasi yang diambil adalah cacah koinsidens pada sudut 90° . Jadi persamaan yang
terbentuk dan digunakan untk analisis data adalah

𝑁(𝜃) = 𝑁(90°). 𝑊(𝜃)

𝑁(𝜃)
= 𝑊(𝜃)
𝑁(90°)

III.3 ALAT DAN BAHAN


1. NaI(Tl) Crystal, Phototube Assembly and Photomultyplier Tube Base.
2. High Voltage Power Supply.
3. Scitilation Preamplifier.
4. Amplifier.
5. Pulser.
6. Timming Single Channel Analyzer .
7. Universal Coincidence.
8. Counter.
9. Timer.
23
10. Sumber radiasi Co-60
11. Kabel konektor

III.4 TATA LAKSANA PERCOBAAN


DPR 05

Gambar 3. 5 Susunan Alat Pada Praktikum DPR 05

PENGUKURAN RESOLVING TIME KOINSIDENS

1. Peralatan percobaan disusun seperti Gambar 3.5


Setting peralatan untuk praktikum :
 Penguat : input negative, output dwi kutub.
 Timming SCA : differential mode.
 Universal Coincidence : input A dan B coincidence, sedang C dan
D off, koinsidens yang dikehendaki 2, resolving time maksimum.
 Pulser : negative output, power ON.
2. Atur pulser menjadi ON.
3. Atur waktu cacah sebesar 2s.
4. Variasikan nilai tunda dengan skala 0.1 μdetik (dimulai dari 0 μdetik) pada salah
satu TSCA sampai laju cacah maksimum. Pada kondisi ini kedua cabang
mendekati koinsidens.
5. Lanjutkan variasi nilai tunda hingga tidak ada cacah. Pada kondisi ini kedua
cabang tidak koinsidens.

24
6. Gambarlah kurva koinsidens dan ukur resolving time berdasarkan kurva
koinsidens

DPR-06

Gambar 3. 6 Rangkaian Koinsiden

MENENTUKAN AKTIVITAS SUMBER DENGAN RANGKAIAN KOINSIDENS

1. Peralatan percobaan disusun seperti Gambar 3.6


Setting peralatan sebagai berikut:
 Amplifier: negative output bipolar output
 Timing SCA: integral mode
 Universal Coincidence : input A dan B coincidence, sedang C dan D
OFF
2. Gunakan sumber Co-60 dan tegangan HV antara 650 s/d 870 volt.
3. Letakkan sumber menghadap kebawah.
4. Tentukan waktu pencacahan 2 detik.
5. Cacah dan atur gain amplifier sehingga cacah kedua cabang (N1 dan N2)
mendekati sama.
6. Atur delay untuk mendapatkan cacah koinsidens yang maksimal.
7. Ambil data cacah N1, N2 dan Nc untuk berbagai konfigurasi geometri detektor.
8. Tentukan nilai aktivitas terukur dari langkah di atas dan bandingkan dengan
menggunakan persamaan peluruhan.

25
KORELASI SUDUT γ-γ
1. Tentukan resolving time sistem koinsidens.
2. Susun seperti pada Gambar 3.6
3. Letakkan sumber menghadap kebawah.
4. Atur delay untuk nilai resolving time diset pada TSCA.
5. Kedua TSCA diset pada mode window dan lebar window diatur.
6. Lebar window TSCA untuk pulsa-pulsa dari detektor bisa diputar, diatur
lebarnya agar mencakup puncak 1,33 MeV.
7. Sudut diatur dengan hati-hati dimulai dari sudut 900 sampai 1800 dengan
variasi setiap perubahan sudut 100 Konfigurasi perubahan sudut disusun seperti
Gambar 3.7

Gambar 3. 7 Rangkaian Korelasi Sudut


8. Lakukan pencacahan untuk setiap perubahan sudut dengan waktu cacah 2 detik.
9. Buat grafik hubungan antara cacah koinsidens dengan sudut pancaran yang
dibentuk oleh kedua detektor terhadap sumber.

Panduan Pengolahan Data Praktikum percobaan 5 dan 6

a. Percobaan 1
1. Buatlah grafik Resolving Time antara cacah terukur (dalam cps) VS Delay Time
(cantumkan dalam hasil percobaan)
2. Buat perhitungan untuk menentukan berapa nilai Resolving Time dan berapa Delay
Time dalam praktikum (cantumkan dalam lampiran)

b. Percobaan 2

26
1. Tentukan nilai Aktivitas terukur dari sumber pada sudut dan jarak antar detektor
lengkap dengan koreksi error dan sudah dikoreksi terhadap background (satuan
dalam Bq atau dps, hasil tiap perhitungan cantumkan dalam bab hasil percobaan)
2. Hitunglah nilai Aktivitas dari sumber standar yang digunakan (hasil perhitungan
cantumkan dalam bab hasil percobaan)
3. Detail perhitungan dalam bentuk excel dan dilampirkan dalam laporan
4. Rumus dan Perhitungan
𝑁1 .𝑁2
𝑁𝑠 = 𝑁𝑡

𝑁1 .𝑁2
𝑁𝑠 = dimana Nch diabaikan sehingga,
𝑁𝑐 −𝑁𝑐ℎ

𝑁1 .𝑁2
𝑁𝑠 = 𝑁𝑐

𝑁1 = ̅̅̅
𝑁1 ± 𝜎
̅̅̅̅̅
𝑁1
√∑𝑛
𝑖 (𝑥𝑖−𝑥̅ )
2
𝑁2 = ̅𝑁
̅̅2̅ ± 𝜎
̅̅̅̅̅
𝑁2 𝜎𝑁 = 𝑛

𝑁𝑐 = ̅̅̅
𝑁𝑐 ± ̅̅̅̅
𝜎𝑁𝑐

𝑁𝐵𝑔1 = ̅̅̅̅̅̅
𝑁𝐵𝑔1 ± ̅̅̅̅̅̅̅
𝜎𝑁𝐵𝑔1

𝑁𝐵𝑔2 = ̅̅̅̅̅̅
𝑁𝐵𝑔2 ± ̅̅̅̅̅̅̅
𝜎𝑁𝐵𝑔2 sehingga untuk Ns didapatkan persamaan

Dimisalkan

̅̅̅
𝑁1 − ̅̅̅̅̅̅
𝑁𝐵𝑔1 = 𝑥

2
𝜎𝑥 = √(𝜎
̅̅̅̅ 𝜎𝑁𝐵𝑔 2 )
𝑁1 + ̅̅̅̅̅̅̅ 1

̅𝑁
̅̅2̅ + ̅̅̅̅̅̅
𝑁𝐵𝑔2 = 𝑦

2
𝜎𝑦 = √(𝜎
̅̅̅̅ 𝜎𝑁𝐵𝑔 2 )
𝑁2 + ̅̅̅̅̅̅̅ 2

𝑥. 𝑦 = 𝑧

𝜎𝑥 2 𝜎𝑦 2
𝜎𝑧 = √( ) +( ) .𝑧
𝑥 𝑦

27
𝑧
𝑁𝑠 =
̅̅̅
𝑁𝑐

𝜎𝑧 2 𝜎𝑁𝑐 2

𝜎𝑠 = ( ) + ( ) . 𝑁𝑠
𝑧 𝑦

Aktivitas sumber standar bisa dihitung dengan persamaan 𝐴𝑡 = 𝐴0. 𝑒 −𝜆𝑡

c. Percobaan 3
1. Buatlah grafik sudut teoritis antara W(ɵ) VS ɵ (cantumkan dalam hasil percobaan)

2. Buatlah grafik antara N(ɵ) VS ɵ (cantumkan dalam hasil percobaan)

3. Buatlah grafik antara W(ɵ) VS ɵ sesuai hasil praktikum (cantumkan dalam hasil
percobaan)
4. Carilah nilai dari N(ɵ), σN(ɵ), W(ɵ) teori, W(ɵ) praktikum, dan σW(ɵ)
praktikum, dari setiap sudut yang ditentukan
5. Hasil dari perhitungan cantumkan dalam hasil percobaan, detail perhitungan dalam
bentuk excel dan dilampirkan dalam laporan
6. Rumus dan Perhitungan
𝑁(𝜃)
𝑊(𝜃) =
𝑁0

𝑁(𝜃) = ̅̅̅̅̅̅̅
𝑁(𝜃) ± ̅̅̅̅̅̅̅̅̅
𝜎𝑁(𝜃)

𝑁0 = ̅̅̅̅̅̅
𝑁(90) ± ̅̅̅̅̅̅̅̅
𝜎𝑁(90)

Dimisalkan

𝑊(𝜃) = 𝑢

̅̅̅̅̅̅̅̅̅ 2
𝜎𝑁(𝜃) ̅̅̅̅̅̅̅
𝜎𝑁(0)
2
𝜎𝑢 = √( ) +( ) .𝑢
̅̅̅̅̅̅̅
𝑁(𝜃) ̅̅̅̅̅
𝑁 (0)

Maka akan didapatkan persamaan,

𝑊(𝜃) ± 𝜎𝑊(𝜃)
28
Untuk mendapatkan 𝑊(𝜃) teoritis gunakan persamaan,
1 1
𝑊(𝜃) = 1 + cos 2 𝜃 + cos 4 𝜃
8 24
d. Pembahasan
1. Bandingkan antara aktivitas teoritis dengan aktivitas terukur dari tiap sudut dan
jarak pada percobaan 2, jika ada perbedaan berikan alasan mengapa bisa demikian
2. Bandingkan grafik antara praktek dan teoritis pada percobaan 3, berikan penjelasan
terkait grafik tersebut
3. Adakah pengaruh korelasi sudut pada metode koinsidens, berikan penjelasan secara
rinci
4. Poin pembahasan yang lain bisa ditambahkan sendiri, sesuai dengan apa yang sudah
didapatkan selama mengikuti kegiatan praktikum

29
BAB IV
PRAKTIKUM 07-08
PENGUKURAN LEVEL FLUIDA DALAM BEJANA
MENGGUNAKAN DETEKTOR GEIGER MULLER

IV.1. TUJUAN
1. Memahami pemanfaatan detektor Geiger Muller
2. Memahami konsep atenuasi
3. Memahami aplikasi radiasi sebagai media Non-Destructive Test (NDT)

IV.2. DASAR TEORI


Detektor Geiger Muller

Pengukuran level/ketinggian fluida dapat dilakukan menggunakan Detektor Geiger


Muller (GM). Namun, penggunaan GM dalam aplikasi ini perlu memperhatikan rentang kerja
detektor serta jenis sumber radiasi, sehingga didapatkan hasil yang optimal dari pengukuran.

Detektor GM merupakan salah satu jenis detektor isian gas yang banyak digunakan
karena kemudahan dan kesederhanaan penggunaannya. GM menghasilkan sinyal yang kuat
sehingga tidak membutuhkan preamplifier. GM dapat digunakan untuk mendeteksi bermacam-
macam radiasi pengion. Kekurangan dari GM ialah GM tidak dapat membedakan energi radiasi
yang masuk. Semua jenis interaksi radiasi dengan materi ikut terdeteksi, sehingga GM hanya
memberikan informasi berupa jumlah partikel yang masuk.

Setiap detektor membutuhkan tegangan tinggi yang bervariasi menurut jenisnya. GM


memiliki rentang tegangan tertentu agar GM dapat bekerja secara optimal. Secara normal,
peningkatan HV akan mempengaruhi partikel yang tertangkap oleh detektor seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar 4.1. Adapun pengaruh dari jenis radiasi dapat diamati pada Gambar
4.2.

30
Gambar 4.1 Hubungan antara tegangan Gambar 4.2 Hubungan antara tegangan
dengan jumlah partikel yang tertangkap dengan jumlah partikel yang tertangkap
berdasarkan jenis radiasi

GM bekerja pada daerah IV dimana pada daerah ini medan listrik sangat kuat sehingga
terjadi multiplikasi yang sangat tinggi hingga menyebabkan electrical avalanche dengan
mekanisme seperti pada Gambar 4.3. Ionisasi primer akan menghasilkan satu pasang elektron-
ion dengan energi cukup tinggi untuk menyebabkan ionisasi sekunder, dan seterusnya hingga
terjadi guguran elektron dalam orde eksponensial, membentuk Geiger discharge. Apabila
tegangan kerja GM melebihi daerah operasinya (daerah IV), maka akan terjadi discharge yang
terlampau banyak, dimana dapat memperpendek umur tabung GM.

Gambar 4.3 Mekanisme terjadinya avalanche dalam suatu Geiger discharge


Setiap proses avalanche akan menghasilkan sejumlah elektron serta ion positif.
Masing-masing partikel tersebut akan berjalan ke kutub yang berlawanan. Adanya perbedaan
massa antara elektron dan ion positif memberi dampak pada kecepatan partikel. Elektron akan
relatif lebih cepat sampai ke kutub positif dan terkumpul sehingga ditimbulkan arus, sedangkan
ion positif yang lebih lambat akan terkumpul dahulu membentuk sebuah ruang penuh ion
positif dalam tabung. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya penurunan medan listrik dan akan
menurunkan amplitude pulsa yang terbentuk serta menghalangi terjadinya proses Geiger
discharge berikutnya. Setelah rentang waktu tertentu ion positif akan sampai di kutub negatif
31
dan konsentrasi ruang ion positif akan berkurang sehingga Geiger discharge berikutnya dapat
terjadi walaupun amplitudonya bias jadi berbeda. Rentang waktu ini adalah dead time dari GM.
Selain dead time, dikenal juga resolving time GM yang didefinisikan sebagai rentang waktu
yang dibutuhkan detektor untuk kembali ke kondisi mula-mula sehingga dapat dihasilkan pulsa
kedua dengan amplitudo penuh.

Gambar 4.4 Ilustrasi dead time detektor GM

Interaksi Radiasi Terhadap Materi dan Atenuasi

Setiap jenis radiasi akan menghasilkan jenis interaksi yang berbeda-beda. Interaksi
radiasi tak bermuatan dan tak bermassa (gamma dan sinar x) terhadap materi terbagi menjadi
3 (tiga), yaitu efek fotolistrik, hamburan Compton, dan produksi pasangan. Terdapat beberapa
jenis interaksi materi dengan radiasi khususnya yang tidak bermuatan dan bermassa (gamma
dan sinar x). Ketiga interaksi tersebut mengakibatkan pelemahan (atenuasi) atau turunnya
intensitas radiasi. Masing-masing interaksi memiliki nilai probabilitas yang apabila
dijumlahkan menjadi nilai koefisien atenuasi. Koefisien atenuasi dapat disajikan dalam
berbagai satuan, salah satunya adalah koefisien atenuasi linear. Koefisien atenuasi linear adalah
probabilitas interaksi per satuan panjang materi. Hubungan ini dapat dinyatakan dengan
persamaan atenuasi linear.

𝐼 = 𝐼𝑜 𝑒 −µx

I = nilai intensitas radiasi setelah melewati materi


𝐼𝑜 = nilai intensitas radiasi sebelum melewati materi
µ = koefisien atenuasi linear materi
x = jarak materi yang dilalui radiasi

32
Koefisien atenuasi berbagai materi didapatkan dengan memodifikasi persamaan
atenuasi

𝐼 = 𝐼𝑜 𝑒 −µx

𝐼
= 𝑒 −𝜇𝑥
𝐼0

𝐼
𝑙𝑛 ( ) = −𝜇𝑥
𝐼0

𝐼0
𝑙𝑛 ( ) = 𝜇𝑥
𝐼

Persamaan ini sesuai dengan bentuk persamaan grafik y=mx, dimana m adalah nilai gradien
dari grafik dan yang pada persamaan atenuasi senilai dengan variabel �. Gradien grafik yang
diperoleh ialah koefisien atenuasi.

Persamaan atenuasi dapat juga dinyatakan dalam koefisien atenuasi massa. Nilai ini
tergantung pada energi yang melalui medium tersebut dan jenis medium. Jenis medium ini
bergantung pada nomor atom dan densitas. Gambar 4.5 menunjukkan hubungan antara
koefisien atenuasi massa udara dengan energi dalam melemahkan (mengatenuasi) foton,
dengan komposisi berat udara 78.04% N, 21.02% O, dan 0.94% Ar. Densitas udara 0.001293
g/cm3 pada suhu 0°C dan tekanan 760 mmHg digunakan sebagai faktor pengali untuk koefisien
atenuasi linear.

Gambar 4.5 Kurva hubungan koefisien atenuasi dengan energi radiasi

33
Pelemahan oleh medium akibat interaksi ini bisa dimanfaatkan untuk mengetahui level
suatu bahan, misal fluida, dengan melihat hubungan antara koefisien atenuasi dan cacah radiasi
terukur.

PERHITUNGAN KETIDAKPASTIAN

Parameter Pencacahan Radiasi

Cacahan (𝐶) adalah nilai yang dihasilkan oleh sistem pencacah setelah mengukur
radiasi selama waktu tertentu (𝑡). Semakin lama waktu pengukuran ini, maka nilai cacahan
akan semakin besar.

Karena bersifat acak, maka pengukuran radiasi secara berulang akan memberikan nilai
yang bervariasi. Cacah rerata (𝐶̅ ) dihitung dengan persamaan berikut
𝑛
1 𝐶1 + 𝐶2 + ⋯ + 𝐶𝑛
𝐶̅ = ∑ 𝐶𝑖 =
𝑛 𝑛
𝑖=1

dengan 𝐶𝑖 adalah nilai cacah pengukuran ke-i, dan 𝑛 adalah banyaknya pengukuran.

Standar deviasi atau error pengukuran (𝜎𝐶 ) dihitung dengan rumus berikut

𝐶̅
𝜎𝐶 = √
𝑛

Laju cacah (𝑅) adalah jumlah cacah persatuan waktu. Nilai ini sebanding dengan
jumlah radiasi yang memasuki detektor atau sebanding dengan aktivitas sumber radiasi.

𝐶
𝑅=
𝑡

dengan 𝐶 adalah nilai cacahan dan 𝑡 adalah waktu pengukuran.

Maka laju cacah rerata dapat dirumuskan sebagai berikut

𝐶̅
𝑅̅ =
𝑡

Standar deviasi laju pengukuran (𝜎𝑅 ) dihitung dengan rumus berikut

𝜎𝐶 1 𝐶̅ 𝐶̅ 1 𝑅̅
𝜎𝑅 = = √ =√ =√
𝑡 𝑡 𝑛 𝑡 𝑛. 𝑡 𝑛. 𝑡

34
Laju cacah latar belakang (𝑅𝑏𝑔 ) adalah nilai laju cacah yang ditampilkan oleh sistem
pencacah walaupun tidak ada sumber radiasi. Nilai ini berasal dari radiasi alam disekeliling
detektor.

Laju cacah sumber (𝑅𝑠 ) adalah nilai laju cacah yang berasal dari sumber radiasi yang
tercatat (𝑅𝑡 ) dikurangi dengan laju cacah latar belakang (𝑅𝑏𝑔 )

𝑅𝑠 = 𝑅𝑡 − 𝑅𝑏𝑔

Standar deviasi laju cacah sumber (𝜎𝑅𝑠 ) dihitung menggunakan rumusan berikut

𝜎𝑅𝑠 𝜎𝑅𝑡 2 𝜎𝑅𝑏𝑔 2


= √( ) + ( )
𝑅𝑠 𝑅𝑡 𝑅𝑏𝑔

𝜎𝑅𝑡 2 𝜎𝑅𝑏𝑔 2
𝜎𝑅𝑠 = 𝑅𝑠 √( ) +( )
𝑅𝑡 𝑅𝑏𝑔

Nilai batas minimum deteksi (𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡 𝑜𝑓 𝑑𝑒𝑡𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛, 𝐿𝐷) adalah suatu parameter yang
dapat menunjukkan batas minimum dari cacahan yang masih dapat diukur

𝐿𝐷 = 𝑘. 𝜎𝐵𝑔

dengan 𝜎𝐵𝑔 adalah standar deviasi dari cacah latar belakang, dan 𝑘 adalah faktor cakupan yang
berhubungan dengan tingkat kepercayaan terhadap data yang didapatkan. Untuk tingkat
kepercayaan 99%, k=3.

Nilai 𝐿𝐷 berlaku untuk kondisi tertentu, yaitu untuk waktu pengukuran dan jumlah
pengulangan pencacahan. Suatu sampel daoat ditentukan aktivitasnya bila jumlah cacahan
sampel lebih besar dari 𝐿𝐷 untuk kondisi lama (waktu) pengukuran yang sama.

̅
𝐶𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 > 𝐿𝐷

Efisiensi pengukuran (𝜀) adalah suatu nilai yang menunjukkan huungan antara laju
cacah (𝑅) dan aktivitas (𝐴) sumber radiasi. Parameter ini dihitung dengan mengukur sumber
radiasi standar

𝑅𝑠𝑡
𝜀=
𝐴𝑠𝑡 . 𝑝

35
dengan 𝑝 adalah probabilitas pancaran radiasi yang nilainya bergantung jenis radionuklida
standar yang digunakan. Nilai efisiensi (𝜀) dipengaruhi oleh geometri (jarak, dimensi, posisi)
pengukuran, jenis dan energi radiasi.

Standar deviasi efisiensi pengukuran (𝜎𝜀 ) dihitung dengan rumusan berikut

𝜎𝜀 𝜎𝑅 2 𝜎𝐴 2 𝜎𝑝 2
= √( 𝑠𝑡 ) + ( 𝑠𝑡 ) + ( )
𝜀 𝑅𝑠𝑡 𝐴𝑠𝑡 𝑝

Penentuan Aktivitas Sampel

Aktivitas sampel (𝐴𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 ) dihitung setelah mendapatkan efisiensi pengukuran (𝜀)


dengan rumusan berikut

𝑅𝑠𝑡 𝑅𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 = 𝜀. 𝑝 ≅
𝐴𝑠𝑡 𝐴𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

𝑅𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐴𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 =
𝜀. 𝑝

dengan 𝑝 adalah probabilitas pancaran radiasi.

Standar deviasi aktivitas sampel (𝜎𝐴𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 ) dihitung mengunakan rumus berikut

𝜎𝐴𝑠𝑡 𝜎𝑅𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 2 𝜎𝜀 2 𝜎𝑝 2

= ( ) +( ) +( )
𝐴𝑠𝑡 𝑅𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝜀 𝑝

Secara garis besar, jika suatu pengukuran dipengaruhi beberapa parameter yang
memiliki nilai errornya di masing-masing parameter, maka error pengukuran ini merupakan
akumulasi dari semua error dimasing-masing parameter. Jika ada suatu besaran hitung 𝑋 yang
dipengaruhi oleh parameter 𝑚, 𝑛, 𝑜, 𝑝 dengan keempat parameter ini memiliki standar deviasi
(error) masing-masing, maka error besaran X dapat dirumuskan sebagai berikut

𝜎𝑋 𝜎𝑚 2 𝜎𝑛 2 𝜎𝑜 2 𝜎𝑝 2
= √( ) + ( ) + ( ) + ( ) 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑋 = 𝑓𝑢𝑛𝑔𝑠𝑖 (𝑚, 𝑛, 𝑜, 𝑝)
𝑋 𝑚 𝑛 𝑜 𝑝

36
IV.3. ALAT DAN BAHAN
1. Sumber radiasi (Cs-137)
2. HVDC power supply
3. Detektor Geiger Muller
4. Inverter GM
5. Counter
6. Timer
7. Kabel coaxial dan konektor
8. Medium
a. Udara
b. Bejana kaca
c. Keping kaca
d. Fluida (air)
9. Mistar
10. Milimeter skrup

IV.4. LANGKAH PERCOBAAN

Gambar 4.6 Skema alat

DPR 07 – Menentukan Daerah Operasi GM

A. Menentukan HV Optimum Detektor GM


1. Susun alat sesuai skema alat Gambar 4.6. Pada praktikum DPR-07 tanpa medium.
2. Teliti kembali rangkaian alat. Tanyakan asisten apakah susunan alat sudah tepat.
3. Letakkan sumber radiasi pada jarak 0 cm dari detektor.
4. Atur timer dengan selang waktu 600 detik.

37
5. Naikkan tegangan HV hingga tercatat adanya pencacahan pulsa pada counter. Nilai ini
adalah starting voltage. Catat.
6. Atur kembali timer ke selang waktu 5-10 detik.
7. Naikkan tegangan HV secara bertahap dengan selang ΔV 5V – 10V (maksimum
1200V). Konsultasikan dengan asisten terlebih dahulu.
8. Cacah sumber sebanyak 1 (satu) kali untuk tiap variasi nilai tegangan dan catat hasilnya.
9. Tentukan nilai threshold voltage dan breakdown voltage.
10. Buat dan amati kurva cacah terhadap tegangan. Cari nilai HV optimum.

*catatan: Tegangan HV yang terlalu besar dapat memperpendek umur tabung. Pastikan
pengaturan HVDC tidak melebihi batas maksimum yang telah ditentukan. Bila
terdengar suara dari detektor GM segera laporkan kepada asisten.

DPR 08 - Menentukan Ketinggian Level Fluida

Instruksi Umum

1. Set HV pada daerah optimum dengan nilai HV optimum yang telah ditentukan pada
praktikum DPR-07.
2. Atur timer dengan selang waktu 5-10 detik.
3. Lakukan pencacahan 5 (lima) kali untuk setiap pengambilan variasi data.
4. Tentukan cacah background sebelum menentukan cacah sumber dengan berbagai
materi.
5. Tentukan cacah dengan konfigurasi berbagai materi dengan 5 (lima) variasi.
6. Hitung error yang didapatkan pada tiap pengukuran.
A. Menentukan Koefisien Atenuasi Berbagai Materi

Koefisien Atenuasi Udara

1. Letakkan sumber Cs-137 dengan jarak 0 cm dari detektor. Cacah dan catat hasilnya.
2. Variasikan jarak antara detektor dengan sumber radiasi hingga didapatkan 5 (lima)
variasi.
3. Buatlah grafik hubungan antara intensitas radiasi terukur dengan jarak.
4. Tentukan koefisien atenuasi udara.

Koefisien Atenuasi Kaca

1. Gunakan medium berupa kaca yang sudah diukur ketebalannya. Tempelkan antara
detektor dengan sumber radiasi.
38
2. Variasikan ketebalan kaca dengan menambah jumlah kaca hingga didapatkan 5 (lima)
variasi. Catat nilai cacah setiap pengambilan data.
3. Buatlah grafik hubungan antara intensitas radiasi terukur dengan jarak.
4. Tentukan koefisien atenuasi kaca.

Koefisien Atenuasi Air

1. Gunakan medium berupa bejana kaca dengan dasar bejana menempel pada detektor.
2. Gantung sumber radiasi tegak lurus jendela detektor di atas bejana. Pastikan sumber
radiasi tidak akan tercelup ke air nantinya.
3. Isi bejana dengan air. Beri variasi ketinggian dengan penambahan air sebanyak 5 (lima)
variasi.
Catat nilai cacah setiap pengambilan data.
4. Buat grafik hubungan antara intensitas radiasi terhadap ketinggian air.
5. Susun persamaan atenuasi berbagai materi. Koefisien atenuasi kaca dan udara
didapatkan dari langkah sebelumnya.
6. Tentukan koefisien atenuasi air.
B. Menentukan Ketinggian Fluida
1. Gunakan medium berupa bejana kaca dengan dasar bejana menempel pada detektor.
2. Gantung sumber radiasi segaris jendela detektor di atas bejana. Pastikan sumber radiasi
tidak akan tercelup ke air nantinya.
3. Isi bejana dengan air dengan ketinggian air sembarang. Ukur ketinggian air tersebut
dengan mistar.
4. Cacah sumber dan catat nilai cacah setiap pengambilan data.
5. Buatlah persamaan untuk menentukan ketinggian air.
6. Tentukan ketinggian air berdasarkan persamaan tersebut dan data yang telah didapatkan.
7. Bandingan dengan ketinggian real yang didapat melalui pengukuran dengan mistar.
Hitung error relatif yang didapatkan.
C. Aplikasi Radiasi sebagai Media Non-Destructive Test (NDT)
1. Lakukan studi pustaka mengenai aplikasi radiasi sebagai media NDT.
2. Rangkum dan tuliskan dalam laporan praktikum.
3. Sertakan seluruh sumber yang digunakan.

IV.5. ANALISIS DAN PEMBAHASAN


A. Menentukan HV Optimum Detektor GM
1. Buatlah kurva cacah terhadap tegangan HV.
39
2. Identifikasi nilai dari starting voltage, threshold voltage, breakdown voltage, dan
lebar plateau detektor GM.
3. Bandingkan nilai yang didapatkan dengan referensi apakah nilai tersebut tergolong
baik atau buruk.
4. Tentukan nilai dari HV Optimum. HV Optimum berada di daerah plateau dengan
kisaran 50% - 70% panjang plateau.
B. Menentukan Koefisien Atenuasi Berbagai Materi
1. Buatlah grafik cacah terhadap variasi tebal materi. Grafik awal yang terbentuk
memiliki persamaan y = mx + c.

Grafik 4.1 Contoh grafik hubungan intensitas radiasi dengan tebal materi
2. Modifikasi grafik sehingga terbentuk persamaan y = mx dengan cara mengatur
trendline, set intercept = 0.
3. Untuk mencari koefisien atenuasi air, susunlah terlebih dahulu persamaan atenuasi
banyak materi.
4. Catat nilai koefisien atenuasi materi yang didapatkan beserta ralat yang didapatkan
dari perhitungan berdasarkan persamaan yang telah diberikan.
5. Bandingkan nilai koefisien atenuasi materi yang didapatkan dengan nilai koefisien
atenuasi referensi.
C. Menentukan Ketinggian Fluida
1. Modifikasi dan susunlah persamaan untuk menentukan ketinggian fluida.
2. Hitung ketinggian fluida beserta ralat yang didapatkan dari perhitungan
berdasarkan persamaan yang telah diberikan.
3. Bandingkan ketinggian fluida hasil perhitungan dengan ketinggian real fluida.
Catat nilai error relatif yang didapatkan.
40
D. Aplikasi Radiasi sebagai Media Non-Destructive Test (NDT)
1. Jelaskan apa yang disebut dengan metode NDT.
2. Sebutkan dan beri penjelasan singkat tentang 6 (enam) metode NDT yang paling
sering digunakan.
3. Jelaskan konsep penerapan radiasi sebagai media NDT, cara penerapannya
beserta kelebihan dan kekurangannya.

41
BAB V
PRAKTIKUM 09 – 10
PEMANFAATAN SISTEM SPEKTROSKOPI DENGAN EASY-
MCA DAN MAESTRO-32 MENGGUNAKAN DETEKTOR
NaI(Tl)

V.1 TUJUAN PRAKTIKUM


1. Menentukan HV Optimum dari Resolusi Sistem Spektroskopi dan Peak to Valley
Ratio
2. Membuat dan menentukan grafik kalibrasi energi
3. Menentukan unsur isotop sumber X
4. Menentukan aktivitas sumber X dan efisiensi pencacahan

V.2 DASAR TEORI


Sistem spektroskopi digunakan untuk pengukuran yang bersifat analisis baik kualitatif
maupun kuantitatif, karena untuk keperluan ini harus berdasarkan spektrum radiasi yang
dipancarkan oleh sampel yang dianalisis. Salah satu aplikasi yang paling banyak adalah untuk
menganalisis jenis dan kadar unsur yang terkandung di dalam suatu bahan. Detektor yang
umum digunakan dalam spektroskopi gamma adalah detektor sintilasi NaI(Tl).

Gambar 5.7 Skema Penampang Detektor Sintilasi


Dalam sistem spektroskopi terdapat beberapa langkah konversi pada pengolahan setiap
radiasi menjadi pulsa listrik dan akhirnya menjadi suatu spektrum distribusi energi radiasi yaitu
sebagai berikut :

 Energi radiasi dikonversikan menjadi tinggi pulsa listrik oleh detektor dan amplifier.

42
 Tinggi pulsa listrik dikonversikan menjadi posisi channel dalam spektrum radiasi oleh
MCA.

Multichannel Analyzer (MCA) merupakan piranti hasil perkembangan dari Single


Channel Analyzer. Dengan menggunakan MCA, posisi kanal dan spektrum energi dari sumber
radioaktif dapat diketahui dengan lebih mudah dan lebih akurat. Detektor dengan
menggunakan MCA memiliki diagram blok sebagai berikut

Gambar 5.8 Diagram Blok Detektor dengan MCA

Perbedaan utama antara SCA dan MCA terletak pada kemampuannya untuk
memperlihatkan spektrum energi dengan lebih jelas. Hal ini dikarenakan MCA memiliki
banyak ULD (Upper Level Discriminator) dan LLD (Lower Level Discriminator) yang tetap
dan dibagi sesuai dengan jumlah kanal yang diinginkan. Sedangkan SCA hanya memiliki satu
ULD dan LLD yang dijadikan patokan sehingga tidak mampu menggambarkan spektrum
energi radiasi.

Di dalam MCA, terdapat beberapa komponen yang menyusun MCA. Diagram blok dari
komponen di dalam MCA adalah sebagai berikut

Gambar 5.9 Diagram Blok Komponen MCA

43
Dari diagram blok di atas, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa komponen penting yang
menyusun MCA, di antaranya adalah Delay, SCA, Linear Gate, Input Gate, ADC, Live Time
Clock, dan Memory. SCA berfungsi untuk mengolah input yang diberikan dan memberikan
keluaran berupa sinyal digital yang kemudian akan dimasukkan dalam linear gate. Delay
digunakan untuk menunda sinyal yang masuk agar dapat masuk bersamaan dengan sinyal
keluaran dari SCA masuk ke linear gate. Input gate berfungsi sebagai semacam “tempat antrian”
sinyal yang akan masuk ke ADC. ADC berfungsi untuk mengubah sinyal analog dari linear
gate menjadi sinyal digital. Live time clock merupakan clock yang menunjukkan waktu kerja
detektor yang sebenarnya. Live time clock akan tidak bekerja bila ADC sedang busy. Sinyal
keluaran ADC kemudian masuk ke memory untuk disimpan dan dikelompokkan berdasarkan
kanal – kanal yang sudah ada. Hasil dalam memory kemudian ditampilkan dalam display
khusus. Dalam praktikum ini, display dari hasil MCA adalah dengan menggunakan software
Maestro-32.

Rangkaian MCA, rangkaian elektronika dan catu daya tegangan tinggi kini telah dibuat
secara terintegrasipada slot komputer PC. Dengan perangkat lunak khusus, komputer PC dapat
berfungsi sebagai MCA dengan kemampuan pengolahan dan analisis yang lebih baik. Dalam
hal ini perangkat lunak yang digunakan untuk menganalisis hasil pencacahan adalah Maestro-
32. Tampilan awal dan fitur Maestro-32 dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 5.10 User Interface dari Maestro - 32

44
Keterangan fitur-fitur Maestro-32 sebagai berikut :

1. Tittle bar, menunjukan nama program dan nama sumber dengan spektrum yang berada
pada tampilan jendela komputer.
2. Menu bar, pada bagian ini terdiri dari beberapa pilihan menu yang dapat digunakan
untuk menganalisis secara cepat. Pilihan pada menu bar terdiri dari file, acquire,
calculate, services, region of interest (ROI), dispalay dan window.
3. Tool bar, berada dibawah menu bar yang terdiri dari icon-icon yang digunakan ketika
menginginkan kembali (recall) spektrum, menyimpan file, menjalankan dan
menghentikan akuisisi data dan mengatur skala spektrum baik vertikal maupun
horizontal.
4. Detector list, yang menampilkan hasil pencacahan (spketrum) detektor yang sedang
aktif dan buffer.
5. Spektrum area, merupakan daerah yang menampilkan deretan spektrum-spektrum yang
berasal dari sumber yang dicacah.
6. Expanded spektrum view, menunjukan semua atau sebagian dari histogram.
7. Full spektrum view, menunjukan semua tampilan histogram dari file dan memori
detektor.
8. ROI (region of interest) status area, berada pada sisi kanan menu bar yang
mengindikasikan apakah pemberi tanda ROI sedang aktif atau tidak (Mark atau
Unmark).
9. Status side bar, menyediakan informasi mengenai waktu pencacahan, waktu dan
tanggal serta sejumlah tombol yang digunakan untuk memindahkan dengan mudah
puncak-puncak spektrum, ROI dan catatan pada library.
10. Marker information line, berada di bawah spektrum yang terdiri dari penanda kanal,
energi dan isi kanal.
11. Supplementary information line, berada di bawah marker information line yang
digunakan untuk menunjukan isi library, menunjukan hasil perhitungan tertentu, pesan
peringatan atau instruksi.

Dalam percobaan ini akan dipelajari bagaimana pengaruh perubahan HV terhadap


sistem spektroskopi. Semakin tinggi HV, kerja detektor sintilasi semakin baik hingga pada HV
tertentu kenaikan HV tidak lagi meningkatkan unjuk kerja sistem spektroskopi. Unjuk kerja

45
sistem spektroskopi diketahui dengan cara menghitung resolusi sistem yang dihitung dengan
menggunakan persamaan 1 berikut ini:

𝐹𝑊𝐻𝑀
𝑅𝑒𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 (%) = 𝑁𝑜𝑚𝑜𝑟 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑙 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 × 100% ……………….......... (1)

Selain dengan melihat nilai resolusi, ada cara lain untuk menentukan tegangan kerja
detektor yaitu dengan melihat nilai peak to valley ratio. Rasio peak to valley adalah
perbandingan antara cacah puncak dengan cacah lembah suatu spektrum energi. Hal ini
didefinisikan dengan persamaan 2 berikut ini:

𝑐𝑎𝑐𝑎ℎ 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘
𝑃𝑒𝑎𝑘 𝑡𝑜 𝑣𝑎𝑙𝑙𝑒𝑦 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = ……………..………...……(2)
𝑐𝑎𝑐𝑎ℎ 𝑣𝑎𝑙𝑙𝑒𝑦

Hal yang pokok, yang harus diketahui pada unsur-unsur radioaktif adalah jenis radiasi,
energi dan aktivitasnya. Radioaktivitas adalah jumlah inti yang meluruh per satuan waktu,
dituliskan dengan persamaan 3 berikut:

𝑑𝑛
= −𝜆𝑁 ……………………….…………………..(3)
𝑑𝑡

dengan :

λ = Konstanta peluruhan radioaktif.


N = Jumlah inti radioaktif.

Radioktivitas pada suatu saat (𝐴𝑡 ) dapat dihitung menggunakan persamaan 6.

𝐴𝑡 = 𝐴0 𝑒 −𝜆𝑡 …………………………..………….....(4)

ln(2)
𝜆= ……………………………………..………(5)
𝑇1/2

𝑇
1 𝑇
𝐴𝑡 = 𝐴0 [2] 1/2 …………….………………………..(6)

dengan :
Waktu yang dibutuhkan oleh inti radioaktif untuk meluruh hingga aktivitasnya
𝑇1/2 =
tinggal separuh dari aktivitas semula.
T = Selang waktu dari awal hingga saat ini dari sumber.
𝐴0 = Aktivitas sumber semula.

46
𝐴𝑡 = Aktivitas sumber pada saat ini (Bq).

Efisiensi pencacahan dinyatakan sebagai perbandingan antara banyaknya cacah dari


detektor count per second (cps) dengan aktivitas sumber pada saat ini dari persamaan peluruhan
(Bq). Rumus efisiensi pencacahan mengikuti persamaan 7.

𝐶𝑎𝑐𝑎ℎ (𝐶𝑃𝑆)
𝜀 (%) = × 100% …………………..……………(7)
𝐴𝑡 (𝐵𝑞)

Setiap unsur radioaktif memiliki spektrum energi yang spesifik. Sehingga bila bentuk
dan puncak spektrum energinya telah diketahui maka jenis nuklida X dapat ditentukan tersebut
dengan melihat daftar atau tabel radionuklida.

Untuk menentukan energi sumber X yang memancarkan foton gamma, digunakan


grafik kalibrasi foton gamma. Grafik dibuat dengan melakukan spektroskopi terhadap dua
unsur standar yaitu 60Co yang mempunyai dua puncak spektrum yang mempresentasikan energi
E=1,17 MeV dan E=1,33 MeV dan unsur 137Cs yang puncak spektrumnya mempresentasikan
energi E=0,662 MeV. Ketiga puncak spektrum tersebut berkorelasi dengan nomor kanal pada
MCA. Jika korelasi tersebut dibuat grafik dengan nomor kanal sebagai absis dan energi maka
akan diperoleh Gambar 1 sebagai berikut:

Gambar 5.11 Grafik Kalibrasi Energi Gamma

Unsur X yang belum diketahui energinya, puncak spektrumnya terletak pada kanal x
dengan menggunakan grafik kalibrasi, diketahui energinya sebesar y dan dari daftar isotop
maka unsur X dapat ditentukan jenis nuklidanya.

47
V. 3 ALAT DAN BAHAN
1. Sumber: 137Cs, 60Co, dan Sumber X
2. Detektor Sintilasi: NaI(Tl) Crystal Phototube Assembly (CPA), Photomultiplier Tube
(PMT)
3. High Voltage Power Supply
4. Pre-Amplifier Ortec Model 113
5. Amplifier ORTEC 575A
6. Easy-MCA
7. Seperangkat Komputer yang memiliki Maestro-32

V.4 SKEMA ALAT


Peralatan disusun mengikuti rangkaian skema alat seperti pada gambar berikut

Gambar 5.12 Rangkaian Skema Alat

V.5 TATA LAKSANA


A. Persiapan
1. Peralatan disusun seperti skema diatas, pastikan kabel telah tersambung dengan
benar
2. Sebelum menyalakan alat, periksakan kepada asisten apakah rangkaian sudah dapat
dioperasikan
3. Tombol ON pada alat – alat diaktifkan
4. Sumber 60Co diletakkan dengan jarak sedekat mungkin namun tidak menempel ke
detektor
5. Setting waktu Live Time pada MCB Properties di Acquire sebesar 25 detik
6. Setting HV pada 700 Volt

48
7. Mainkan Course dan Fine Gain pada amplifier dengan ketentuan besar dari
penguatan adalah perkalian nilai dari course dan fine gain. Pada penelitian ini
dilakukan besar delta penguatan adalah sebesar 5 Volt
8. Klik Start, kemudian pada layar akan muncul spektrum energi. Pastikan energi dari
puncak spektrum telah berada pada energi sumber atau telah berapa pada rentang
library. Jika belum, maka mainkan kembali nilai course dan fine gain
9. Jika telah menemukan penguatan yang tepat untuk sumber 60Co, maka ganti sumber
dengan 137Cs kemudian klik start pada penguatan yang sama. Apabila energi puncak
spektrum 137Cs tidak di rentang nilai energi 137Cs. Maka mainkan kembali nilai
Course dan Fine Gain hingga energi puncak spektrum sumber 137Cs dan 60Co telah
berada pada rentang nilai energi library masing-masing.
B. Pengaruh HV dan Amplifikasi terhadap Resolusi.
1. Buat Mark pada Region of Interest (ROI) Spektrum energi dan klik 2 kali pada
spektrum tersebut. Pada mark tersebut akan muncul Peak Info. Screenshot tampil
spektrum lengkap dan peak info tersebut. Catat nilai peak count (cacah puncak),
energi, FWHM, dan Net Count Rate untuk 137Cs.
C. Pengaruh cacah peak dan valley terhadap resolusi
1. Gerakkan kursor garis pada layar program dengan menekan tombol kanan dan kiri
pada keyboard. Cari nilai cacah pada peak dan valley dari spektrum energi 137Cs
yang telah berada pada rentang energi library 137Cs. Screenshot dan catat cacah peak
dan valley.
2. Pengambilan data cacah peak dan valley dilakukan sebanyak 5 kali
D. Pengulangan pengambilan data dengan nilai HV berbeda
1. Lakukan langkah A, B, dan C pada nilai HV lainnya dengan delta HV sebesar 50
Volt. Lakukan hingga HV 900 Volt
2. Hitung nilai resolusi dan rasio peak to valley pada tiap HV, kemudian tentukan HV
Optimum
E. Kalibrasi energi dan aktivitas sumber X
1. Sumber X diletakkan sedekat mungkin dengan detektor namun tidak menempel pada
detektor.
2. Atur HV dan besar nilai Course dan Fine Gain pada HV Optimum yang telah
didapatkan sebelumnya

49
3. Klik start. Kemudian mark ROI spektrum energi dan klik 2 kali pada spektrum.
Screenshot tampil spektrum dan peak info tersebut. Catat nilai peak count, energi,
dan net count rate.
4. Lakukan pengambilan data sebanyak 10 kali

V.6 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN


1. Pengaruh HV dan amplifikasi terhadap resolusi
 Buat Tabel hasil variasi HV dan amplifikasi terhadap resolusi, seperti pada tabel
1 laporan sementara
 Buat grafik HV vs resolusi dari tabel 1 laporan sementara. Jelaskan fenomena
yang tampak pada grafik.
 Tentukan HV optimum dari grafik tersebut. Jelaskan alasan memilih HV
tersebut.
 Jelaskan pengaruh perubahan HV dan amplifikasi terhadap nomor kanal
puncak, cacah puncak, dan resolusi. Jelaskan pula mengapa hal itu bisa terjadi.
2. Pengaruh cacah peak dan valley terhadap resolusi
 Buat tabel variasi HV terhadap cacah peak to valley ratio, seperti tabel 2
Laporan Sementara.
 Buat grafik HV vs peak to valley ratio dari tabel diatas. Jelaskan fenomena yang
tampak pada grafik.
 Tentukan HV optimum dari grafik tersebut. Jelaskan alasan memilih HV
tersebut.
 Jelaskan pengaruh peak to valley ratio terhadap resolusi. Jelaskan pula mengapa
hal itu bisa terjadi.
3. Kalibrasi energi
 Buat grafik kalibrasi antara nomor kanal vs energi dengan data dari sumber
standar Cs-137 dan Co-60. Tentukan persamaan garis kalibrasi dengan
mengguanakan regresi linear.
 Berdasarkan nomor kanal puncak sumber X dari percobaan, tentukan energi
sumber X menggunakan persamaan garis kalibrasi yang diperoleh.

50
 Berdasarkan energi sumber X dari persamaan garis kalibrasi dan aktivitas dari
spektrum pada program, tentukan unsur X dengan menggunakan tabel
radioisotop. Jelaskan alasan pemilihan jenis sumber X tersebut.
 Bandingkan energi sumber X dari persamaan garis kalibrasi dengan energi
sumber referensi dan bandingkan energi sumber X dari spektrum pada program
dengan energi sumber referensi.
 Jelaskan seberapa jauh ketelitian hasil eksperimen anda.
4. Penentuan aktivitas dan efisiensi pencacahan
 Buat tabel aktivitas yang didapatkan dari spektrum sesuai dengan Tabel 3
Laporan Sementara.
 Tentukan aktivitas absolut dari spektrum. Bandingkan aktivitas absolut dari
spektrum dengan aktivitas dari persamaan laju peluruhan. Jelaskan fenomena
yang ada.
 Tentukan efisiensi pencacahan. Jelaskan kenapa bisa mendapat nilai efisiensi
pencacahan tersebut pada percobaan.
 Bandingkan efisiensi yang didapatkan dalam percobaan dengan efisiensi
pencacahan yang diinginkan. Jelaskan fungsi efisiensi pencacahan.

51
DAFTAR PUSTAKA

Tsoulfanidis, Nicholas. Measurement and Detection of Radiation Measurement. Hemisphere


Publishing Corp, Missouri , 1983.

IAEA. Experiment to Instegate The Adsorbtion of Beta Particles. University of The

Witwatersrand Schonland Research, Witwatersrand, 2001. hal. 17.

Cember, Herman. Jhonson, Thomas E. Introduction to Health Phsysics fourth edition Mc Graw
Hill, New York, 2009.

Anonim. The Geiger Counter and Counting Statistics. (1999)

Marsongkohadi, Pengantar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, Jakarta: Badan Tenaga
Atom Nasional, 1978.

W. A. Wardhana, Teknologi Nuklir: Proteksi Radiasi dan Aplikasinya, Yogyakarta: Penerbit


Andi, 2007.

M. Akhadi, Dasar-dasar Proteksi Radiasi, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000.

A. Arif, Presentasi Kuliah Elektronika Nuklir, Yogyakarta: Departemen Teknik Nuklir dan
Teknik Fisika, 2016

52
LAMPIRAN
CONTOH SAMPUL
DRAFT/LAPORAN PRAKTIKUM

DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI

SEMESTER X, TAHUN AKADEMIK 201X/201X

PRAKTIKUM PERCOBAAN 0X-0X

TENTANG XXXXXXXXXXXXXX

ASISTEN PENGAMPU : NAMA ASISTEN

TANGGAL PRAKTIKUM : 00 JANUARI 201_

KELOMPOK PRAKTIKUM : P-1

OLEH : NAMA PRAKTIKAN NIM:YY/XXNIUX/FF/XNIMX

PARTNER : NAMA PARTNER NIM:YY/XXNIUX/FF/XNIMX

LABORATORIUM TEKNOLOGI ENERGI NUKLIR


DEPARTEMEN TEKNIK NUKLIR DAN TEKNIK FISIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2019

53
PEDOMAN PEMBUATAN DRAFT

PRAKTIKUM DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI

SAMPUL
Sampul : memuat acara praktikum dan identitas praktikan (format sampul disediakan)

I. TUJUAN PRAKTIKUM
memuat tujuan praktikum dalam bentuk point-point

II. DASAR TEORI


Berisikan uraian,model matematika atau persamaan-persamaan yang melandasi acara
praktikum

III. ALAT DAN BAHAN


Lengkap dengan spesifikasinya dan skema alat (bila perlu)

IV. TATA LAKSANA PRAKTIKUM


Berisikan uraian jelas cara menjalankan praktikum dan pengumpulan data

V. HIPOTESIS
Berisikan pernyataan singkat tentang perkiraan hasil praktikum

VI. PENGUKURAN DOSIS


Berisikan Perhitungan dosis radiasi gamma dengan jarak 30 cm dari sumber. Sumber
yang akan digunakan sesuai dengan yang digunakan pada praktikum. Satuan dosis yang
digunakan adalah µSv.

54
PEDOMAN PEMBUATAN LAPORAN

PRAKTIKUM DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI

SAMPUL
memuat acara praktikum dan identitas praktikan (format sampul disediakan)
ABSTRAK
Memuat secara ringkas permasalahan praktikum,cara praktikum,kesulitan dan hasil
akhir praktikum (tanpa penjabaran), ditulis dalam dua bahasa, yakni dalam bahasa
indonesia dan bahasa inggris (ditentukan lebih lanjut saat praktikum)
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Memuat tujuan praktikum dalam bentuk poin-poin
II. TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan uraian tentang tentang keterangan - keterangan yang ada kaitannya dengan
acara praktikum yang telah dilakukan. Pustaka yang menjadi sumber keterangan
ditunjukkan dengan menuliskan nomor acuan sesuai dengan daftar pustaka dengan
kurung kotak “[nomor]”. Pemberian nomor harus sesuai dengan urutan dituliskannya
tulisan tersebut di tinjauan pustaka, bukan mengikuti urutan daftar pustaka.
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
III.1. Alat dan bahan : lengkap dengan spesifikasi dan gambar
III.2. Skema alat : gambar rangkaian alat
III.3. Tata laksana : berisikan uraian jelas cara menjalankan praktikum dan
pengumpulan data (dibuat dalam bentuk flow chart). Lengkap dengan
spesifikasinya dan skema alat (bila perlu)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil praktikum: berupa tabel data,grafik atau gambar (+ keterangan singkat)
IV.2. Analisis Data : berisikan pengolahan data
IV.3. Pembahasan : berisikan penjelasan teoritis tentang hasil praktikum yang
diperoleh baik secara kualitatif ,kuantitatif maupun statistik
V. KESIMPULAN
VI. SARAN
VII. DAFTAR PUSTAKA

55
Menggunakan kurung kotak “[]” untuk setiap sumber bacaan dan harus terdapat kutipan
di bagian laporan untuk setiap sumber yang digunakan, untuk memudahkan proses
analisis data dan menambah pegetahuan praktikan.

56
LAPORAN SEMENTARA DPR 01
PRAKTIKUM DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI

Penentuan Plateau

WAKTU CACAH DETIK

HV
NO CACAH HV TRESHOLD (V)
(VOLT)
1 HV BREAKDOWN (V)

2 HV OPTIMUM (V)

4 NO CACAH BACKGROUND

5 1

6 2

7 3

8 4

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20
21
22

57
23
24
25

Waktu Resolusi

CACAH

N1

N1,2

N2

Intensitas vs Jarak
NO JARAK (cm) CACAH

10

11

12

13

58
14

15

16

17

18

19

20

59
LAPORAN SEMENTARA DPR 02
PRAKTIKUM DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI
Jangkau Zarah Beta

WAKTU
DETIK
CACAH
TEBAL TEBAL
NO PERISAI CACAH NO PERISAI CACAH
(cm) (cm)
1 11

2 12

3 13

4 14

5 15

6 16

7 17

8 18

9 19

10 20

Distribusi Cacah Statistik

WAKTU
SEKON
CACAH

NO CACAH NO CACAH
1 11

2 12

3 13

4 14

5 15

6 16

7 17

60
8 18

9 19

10 20

21 31

22 32

23 33

24 34

25 35

26 36

27 37

28 38

29 39

30 40

41 51

42 52

43 53

44 54

45 55

46 56

47 57

48 58

49 59

50 60

61 71

62 72

63 73

61
64 74

65 75

66 76

67 77

68 78

69 79

70 80

81 91

82 92

83 93

84 94

85 95

86 96

87 97

88 98

89 99

90 100

101 111

102 112

103 113

104 114

105 115

106 116

107 117

108 118

109 119

110 120

62
121 131

122 132

123 133

124 134

125 135

126 136

127 137

128 138

129 139

130 140

141 151

142 152

143 153

144 154

145 155

146 156

147 157

148 158

149 159

150 160

161 171

162 172

163 173

164 174

165 175

166 176

63
167 177

168 178

169 179

170 180

181 191

182 192

183 193

184 194

185 195

186 196

187 197

188 198

189 199

190 200

64
NAMA TANGGAL PARAF
KELOMPOK NIM
PRAKTIKAN PRAKTIKUM ASISTEN

LAPORAN SEMENTARA DPR 03


PRAKTIKUM DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI

Pengaruh HV terhadap Resolusi Detektor

SUMBER WAKTU
HV (VOLT)
RADIASI CACAH (S)
NO NO NO
NO CACAH NO CACAH NO CACAH
KANAL KANAL KANAL
1 11 21
2 12 22
3 13 23
4 14 24
5 15 25
6 16 26
7 17 27
8 18 28
9 19 29
10 20 30

65
SUMBER WAKTU
HV (VOLT)
RADIASI CACAH (S)
NO NO NO
NO CACAH NO CACAH NO CACAH
KANAL KANAL KANAL
1 11 21
2 12 22
3 13 23
4 14 24
5 15 25
6 16 26
7 17 27
8 18 28
9 19 29
10 20 30

SUMBER WAKTU CACAH


HV (VOLT)
RADIASI (S)
NO NO NO
NO KANAL CACAH NO KANAL CACAH NO KANAL CACAH
(E) (E) (E)
1 16 31
2 17 32
3 18 33
4 19 34
5 20 35
6 21 36
7 22 37
8 23 38
9 24 39
10 25 40
11 26 41
12 27 42
13 28 43
14 29 44

66
15 30 45

Penentuan Resolusi Detektor

NO HV E (PUNCAK) ∆E %R
1
2
3
4

67
Kalibrasi Energi Foton Gamma
SUMBER WAKTU
HV (VOLT)
RADIASI CACAH (S)
N NO NO NO
CACAH NO CACAH NO CACAH
O KANAL KANAL KANAL
1 21 41
2 22 42
3 23 43
4 24 44
5 25 45
6 26 46
7 27 47
8 28 48
9 29 49
10 30 50
11 31 51
12 32 52
13 33 53
14 34 54
15 35 55
16 36 56
17 37 57
18 38 58
19 39 59
20 40 60

NO
SUMBER
NO ENERGI KANAL
RADIASI
PUNCAK
1
2
3

68
Mencari Energi Sumber X
SUMBER WAKTU
HV (VOLT)
RADIASI CACAH (S)
N NO NO NO
CACAH NO CACAH NO CACAH
O KANAL KANAL KANAL
1 16 31
2 17 32
3 18 33
4 19 34
5 20 35
6 21 36
7 22 37
8 23 38
9 24 39
10 25 40
11 26 41
12 27 42
13 28 43
14 29 44
15 30 45

NO KANAL SUMBER
NO ENERGI
PUNCAK RADIASI
1
2

NAMA TANGGAL PARAF


KELOMPOK NIM
PRAKTIKAN PRAKTIKUM ASISTEN

69
LAPORAN SEMENTARA DPR 04
PRAKTIKUM DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI
Penentuan Aktivitas Gamma Dengan Metode Relatif dan Absolut

WAKTU PENCACAHAN SEKON HV (VOLT)

Cs-137 SUMBER X
RENTANG CACAH CACAH RENTANG CACAH CACAH
LEMBAH BACKGROUND RADIASI LEMBAH BACKGROUND RADIASI

KARAKTERISTIK DETEKTOR DAN PENGUKURAN


𝜎 (efisiensi puncak)
F (fraksi peluruhan nuklida)
s (jarak sumber ke detektor)
r (radius detektor)
ℓ(panjang detektor)

Kofisien Serapan Gamma

WAKTU CACAH (S)


BACKGROUND

TIMBAL WAKTU CACAH (S)


NO TEBAL (cm) CACAH
1
2
3
4
5
6

70
ALUMINIUM WAKTU CACAH (S)
NO TEBAL (cm) CACAH
1
2
3
4
5
6

NAMA TANGGAL PARAF


KELOMPOK NIM
PRAKTIKAN PRAKTIKUM ASISTEN

71
LAPORAN SEMENTARA DPR 05
PRAKTIKUM DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI
Pengukuran Resolving Time Koinsidens
SUMBER WAKTU CACAH
HV (VOLT)
RADIASI (S)
DELAY DELAY DELAY
NO CACAH NO CACAH NO CACAH
TIME (𝜇𝑠) TIME (𝜇𝑠) TIME (𝜇𝑠)
1 31 61
2 32 62
3 33 63
4 34 64
5 35 65
6 36 66
7 37 67
8 38 68
9 39 69
10 40 70
11 41 71
12 42 72
13 43 73
14 44 74
15 45 75
16 46 76
17 47 77
18 48 78
19 49 79
20 50 80
21 51 81
22 52 82
23 53 83
24 54 84
25 55 85
26 56 86
27 57 87
28 58 88
29 59 89
30 60 90

RESOLVING DELAY TIME


TIME (𝜇𝑠) OPTIMUM (𝜇𝑠)

72
LAPORAN SEMENTARA DPR 06
PRAKTIKUM DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI

Pengukuran Aktivitas dengan Metode Koinsidens

SUMBER
WAKTU CACAH (SEKON)
RADIASI
JARAK JARAK
CACAH CACAH
DETEKTOR DETEKTOR CACAH
NO SUDUT DETEKTOR DETEKTOR
1 KE 2 KE KOINSIDENS
1 2
SUMBER SUMBER
1 3 3
2 3 3
3 3 3
90°
4 3 6
5 3 6
6 3 6
7 3 3
8 3 3
9 3 3
135°
10 3 6
11 3 6
12 3 6
13 3 3
14 3 3
15 3 3
180°
16 3 6
17 3 6
18 3 6
19
20 CACAH BACKGROUND (3 KALI ↓)
21

73
Korelasi Sudut γ-γ

WAKTU
SUMBER
CACAH
RADIASI
(SEKON)
CACAH CACAH CACAH
NO SUDUT
DETEKTOR 1 KOINSIDENS DETEKTOR 2
1 90°

2 100°

3 110°

4 120°

5 130°

6 140°

7 150°

8 160°

9 170°

10 180°

NAMA TANGGAL PARAF


KELOMPOK NIM
PRAKTIKAN PRAKTIKUM ASISTEN

74
LAPORAN SEMENTARA DPR 07
PRAKTIKUM DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI

Menentukan Daerah Operasi Detektor GM


SUMBER RADIASI WAKTU CACAH (SEKON)
NO HV (VOLT) CACAH NO HV (VOLT) CACAH
1 26
2 27
3 28
4 29
5 30
6 31
7 32
8 33
9 34
10 35
11 36
12 37
13 38
14 39
15 40
16 41
17 42
18 43
19 44
20 45
21 46
22 47
23 48
24 49
25 50
HV THRESHOLD HV OPTIMUM
HV BREAKDOWN

75
LAPORAN SEMENTARA DPR 08
PRAKTIKUM DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI

Menentukan Ketinggian Fluida

HV (VOLT)
WAKTU CACAH (S)
CACAH BACKGROUND (𝑅𝐵𝐺 )

̅̅̅̅̅ ∑ 𝑅𝐵𝐺
CACAH RERATA (𝑅 𝐵𝐺 )
𝑛
̅̅̅̅̅
𝑅
STANDAR DEVIASI (ERROR) (𝜎𝐵𝐺 ) √ 𝐵𝐺
𝑛 𝑑𝑎𝑡𝑎
LIMIT DETEKSI (𝐿𝐷) 3 × 𝜎𝐵𝐺

ATENUASI UDARA
JARAK
NO CACAH KET RERATA ERROR
(cm)
0 0
1
2
3
4
5

ERROR CACAH RERATA (𝜎𝑅𝑐 ) ̅̅̅𝑐 )


RERATA CACAH RERATA (𝑅
ERROR PERHITUNGAN JARAK RERATA PERHITUNGAN JARAK
(𝜎𝑥𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 ) (𝑥
̅̅̅̅̅̅̅̅)
𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
RASIO ERROR KOEFISIEN 𝜎𝑅𝑐 2 𝜎𝑥 2
𝜎𝜇 √( ) +( )
ATENUASI ( 𝜇 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 ) ̅̅̅𝑐
𝑅 𝑥̅
𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎

76
ATENUASI KACA
TEBAL
NO CACAH KET RERATA ERROR
(cm)
0 0
1
2
3
4
5

ERROR CACAH RERATA (𝜎𝑅𝑐 ) ̅̅̅𝑐 )


RERATA CACAH RERATA (𝑅

ERROR PERHITUNGAN TEBAL RERATA PERHITUNGAN TEBAL


(𝜎𝑥𝑘𝑎𝑐𝑎 ) (𝑥
̅̅̅̅̅̅̅)
𝑘𝑎𝑐𝑎

RASIO ERROR KOEFISIEN 𝜎𝑅𝑐 2 𝜎𝑥 2


𝜎𝜇 √( ) +( )
ATENUASI ( 𝜇 𝑘𝑎𝑐𝑎 ) ̅̅̅𝑐
𝑅 𝑥̅
𝑘𝑎𝑐𝑎

ATENUASI AIR
TEBAL TINGGI
NO UDARA AIR CACAH KET RERATA ERROR
(cm) (cm)
0 0 0
1
2
3
4
5

ERROR CACAH RERATA (𝜎𝑅𝑐 ) ̅̅̅𝑐 )


RERATA CACAH RERATA (𝑅

ERROR PERHITUNGAN TEBAL RERATA PERHITUNGAN TEBAL


UDARA (𝜎𝑥𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 ) UDARA (𝑥
̅̅̅̅̅̅̅̅)
𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
ERROR PERHITUNGAN TINGGI RERATA PERHITUNGAN TINGGI
AIR (𝜎𝑥𝑎𝑖𝑟 ) AIR (𝑥
̅̅̅̅̅)
𝑎𝑖𝑟

ERROR TEBAL KACA (𝜎𝑥𝑘𝑎𝑐𝑎 ) TEBAL KACA (𝑥


̅̅̅̅̅̅̅)
𝑘𝑎𝑐𝑎

77
𝜎𝜇
RASIO ERROR KOEFISIEN ATENUASI ( 𝜇 𝑎𝑖𝑟 )
𝑎𝑖𝑟

𝜎𝜇𝑎𝑖𝑟 𝜎𝑅𝑐 2 𝜎𝜇𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 2 𝜎𝑥𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 2 𝜎𝑥𝑎𝑖𝑟 2 𝜎𝜇𝑘𝑎𝑐𝑎 2 𝜎𝑥𝑘𝑎𝑐𝑎 2


= √( ) + ( ) +( ) +( ) +( ) +( )
𝜇𝑎𝑖𝑟 ̅̅̅
𝑅𝑐 𝜇𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑥
̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑥𝑎𝑖𝑟
̅̅̅̅̅ 𝜇𝑘𝑎𝑐𝑎 𝑥𝑘𝑎𝑐𝑎
̅̅̅̅̅̅̅

PENGUKURAN KETINGGIAN FLUIDA DALAM BEJANA


TINGGI
TEBAL TEBAL
AIR
UDARA KACA CACAH KET
REAL
(cm) (cm)
(cm)

ERROR TEBAL UDARA RASIO ERROR TEBAL


𝜎𝑥𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
(𝜎𝑥𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 ) UDARA ( ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ )
𝑥 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎

ERROR TEBAL KACA RASIO ERROR TEBAL KACA


𝜎𝑥𝑘𝑎𝑐𝑎
(𝜎𝑥𝑘𝑎𝑐𝑎 ) ( ̅̅̅̅̅̅̅̅ )
𝑥 𝑘𝑎𝑐𝑎

ERROR CACAH (𝜎𝑅𝑐 ) ̅̅̅𝑐 )


RERATA CACAH (𝑅

𝜎𝑥
𝑎𝑖𝑟
RASIO ERROR TINGGI FLUIDA ( ̅̅̅̅̅̅ )
𝑥 𝑎𝑖𝑟

𝜎𝑥𝑎𝑖𝑟 𝜎𝑅𝑐 2 𝜎𝜇𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 2 𝜎𝑥𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 2 𝜎𝜇𝑎𝑖𝑟 2 𝜎𝜇𝑘𝑎𝑐𝑎 2 𝜎𝑥𝑘𝑎𝑐𝑎 2


= √( ) + ( ) +( ) +( ) +( ) +( )
𝑥𝑎𝑖𝑟
̅̅̅̅̅ ̅̅̅
𝑅𝑐 𝜇𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑥𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
̅̅̅̅̅̅̅̅ 𝜇𝑎𝑖𝑟 𝜇𝑘𝑎𝑐𝑎 𝑥𝑘𝑎𝑐𝑎
̅̅̅̅̅̅̅

NAMA TANGGAL PARAF


KELOMPOK NIM
PRAKTIKAN PRAKTIKUM ASISTEN

78
LAPORAN SEMENTARA DPR 09-10
PRAKTIKUM DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI

1. Pengaruh HV dan amplifikasi terhadap resolusi

HV

Sumber Coarse Fine Nomor Kanal


C*F Energi (keV) Lebar kanal
Radiasi Gain (C) Gain (F) Puncak

60
Co

137
Cs

HV

Sumber Coarse Fine Nomor Kanal


C*F Energi (keV) Lebar kanal
Radiasi Gain (C) Gain (F) Puncak

60
Co

137
Cs

79
HV

Sumber Coarse Fine Nomor Kanal


C*F Energi (keV) Lebar kanal
Radiasi Gain (C) Gain (F) Puncak

60
Co

137
Cs

HV

Sumber Coarse Fine Nomor Kanal


C*F Energi (keV) Lebar kanal
Radiasi Gain (C) Gain (F) Puncak

60
Co

137
Cs

80
HV

Sumber Coarse Fine Nomor Kanal


C*F Energi (keV) Lebar kanal
Radiasi Gain (C) Gain (F) Puncak

60
Co

137
Cs

No. HV (V) Resolusi (%)

2. Pengaruh cacah peak dan valley terhadap resolusi

HV HV
Cacah Peak Cacah Valley Cacah Peak Cacah Valley

137 137
Cs Cs

Rerata Rerata
Peak to Valley Ratio Peak to Valley Ratio

81
HV HV
Cacah Peak Cacah Valley Cacah Peak Cacah Valley

137 137
Cs Cs

Rerata Rerata
Peak to Valley Ratio Peak to Valley Ratio

HV
Cacah Peak Cacah Valley

137
Cs

Rerata
Peak to Valley Ratio

Dengan Nilai Resolusi ....................... dan Peak-to-Valley Ratio .......................


Maka Nilai HV Optimum Detektor adalah ..........................

82
3. Penentuan Aktivitas dan Efisiensi Pencacahan

HV

Sumber Coarse Fine Coarse*Fine Energi Nomor Kanal Net Count


Radiasi Gain Gain Gain (keV) Puncak Rate

Sumber
X

No. Aktivitas (cps)


1.
2.
3.
4.
Sumber X 5.
6.
7.
8.
9.
10.
Rerata
Standar Deviasi

NAMA TANGGAL PARAF


KELOMPOK NIM
PRAKTIKAN PRAKTIKUM ASISTEN

83

Anda mungkin juga menyukai