Anda di halaman 1dari 70

LABORATORIUM DASAR TEKNIK ELEKTRO

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

BUKU PENUNTUN
PRAKTIKUM ELEKTRONIKA
(TEK 152017)

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, Buku Penuntun Praktikum Elektronika (TEK 152017) ini,
dapat kami selesaikan. Buku ini kami susun bertujuan untuk membantu mahasiswa
yang mengambil mata kuliah Praktikum Elektronika di Laboratorium Dasar Teknik
Elektro (Lab DTE) pada Program Studi Teknik Elektro dan Komputer, Fakultas
Teknik Universitas Udayana. Selain itu, buku ini juga merupakan bentuk tanggung
jawab moral dari para pengelola dan pelaksana teknis kegiatan praktikum di Lab
DTE pada Program Studi Teknik Elektro dan Komputer Fakultas Teknik
Universitas Udayana.
Buku Penuntun Praktikum Elektronika (TEK 152017) ini, berisi uraian
pengantar praktikum elektronika (TEK 152017) dan modul-modul praktikum
elektronika sebanyak 5 percobaan. Selain itu,peraturan dan tata tertib laboratorium,
serta kartu monitoring dan format laporan akhir praktikum elektronika juga
dijelaskan secara singkat dan jelas.
Buku Penuntun Praktikum Elektronika (TEK 152017) ini mungkin penuh
dengan keterbatasan dan kekurangan. Oleh sebab itu saran dan kritik yang
konstruktif sangat diharapkan, demi kesempurnaan pelaksanaan praktikum
Elektronika di Lab DTE di tahun yang akan datang. Semoga Buku Penuntun
Praktikum Elektronika (TEK 152017) ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bukit Jimbaran, Januari 2018

Kepala Lab DTE

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
PENGANTAR PRAKTIKUM ELEKTRONIKA ................................................. iv
PERATURAN DAN TATA TERTIB LABORATORIUM ................................... v
FORMAT LAPORAN ............................................................................................ x
PERCOBAAN I .................................................................................................... 14
PERCOBAAN II ................................................................................................... 31
PERCOBAAN III ................................................................................................. 40
PERCOBAAN IV ................................................................................................. 49
PERCOBAAN V ................................................................................................... 54

iii
PENGANTAR PRAKTIKUM ELEKTRONIKA

Praktikum Elektronika bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan


kompetensi mahasiswa Teknik Elektro dan Komputer, tentang deskripsi dan prinsip
kerja dari komponen elektronika diode, transistor, penguat operasional, dan tiristor.
Praktikum Elektronika dilaksanakan sesuai dengan jadwal perkuliahan yang telah
ditetapkan oleh pimpinan program studi di awal semester. Peserta praktikum
dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok sehingga akan memudahkan
pelaksanaan praktikum karena adanya keterbatasan alat atau modul praktikum dan
juga mengurangi resiko keselamatan kerja di Lab DTE.
Praktikum Elektronika dibagi menjadi beberapa percobaan :
1. Percobaan 1 Diode dan Rangkaian Diode
2. Percobaan 2 Bipolar Junction Transistor
3. Percobaan 3 Field Effect Transistor
4. Percobaan 4 Op Amp dan Rangkaian Op Amp
5. Percobaan 5 Thyristor
Penjelasan detail dari masing-masing percobaan tersebut di atas diuraikan pada
bagian akhir buku penuntun praktikum elektronika (TEK 152017) ini.
Sebelum memulai pelaksanaan praktikum Elektronika di Lab DTE,
mahasiswa peserta praktikum (Praktikan) wajib membaca dan memahami.

iv
PERATURAN DAN TATA TERTIB LABORATORIUM

BAB I
TATA TERTIB DALAM RUANGAN

1. Yang diperbolehkan masuk dan berada dalam ruangan laboratorium hanya


mereka yang sudah diberi ijin.
2. Ijin masuk Laboratorium Dasar Teknik Elektro diberikan
kepada:
a. Praktikan yang telah terdaftar untuk praktikum.
b. Petugas lain yang ditunjuk.
c. Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro dan Komputer.
3. Ijin untuk masuk laboratorium dapat diberikan oleh Ketua Laboratorium atau
koordinator laboratorium atau dosen laboratorium atau teknisi laboratorium
atau koordinator asisten praktikum.
4. Setiap praktikan harus berpakaian rapi dan sopan (baju yang berkerah ).
5. Selama praktikum berlangsung praktikan tidak dibenarkan membuat keributan
dan mengotori ruangan laboratorium.
6. Setiap praktikan dilarang merokok dan makan di dalam ruangan laboratorium.
7. Setiap praktikan dilarang membawa tas dan helm ke dalam ruangan
laboratorium.

BAB II
TATA TERTIB PRAKTIKAN

1. Setiap praktikan yang mengikuti praktikum dianggap sudah mengerti akan


peraturan tata tertib praktikum ini, dan dianggap sudah mengerti bahaya listrik.
2. Sebelum mengadakan praktikum, setiap praktikan diwajibkan menanda
tangani pernyataan tertulis yang telah disediakan.
3. Selama melakukan praktikum, setiap praktikan harus mematuhi instruksi ketua

v
laboratorium, teknisi dan asisten.
4. a. Lima menit sebelum praktikum dimulai, praktikan harus sudah siap
di tempat praktikum.
b. Sepuluh menit setelah praktikum dimulai, bagi praktikan yang belum
datang atau tidak hadir dianggap tidak datang dan tidak pernah
mengadakan praktikum.
5. Praktikan tidak dibenarkan memulai suatu percobaan sebelum diijinkan dan
sebelum rangkaian percobaan diperiksa oleh asisten yang bersangkutan.
6. Praktikan dilarang keras meninggalkan ruangan laboratorium tanpa seijin
teknisi atau koordinator asisten pada saat sedang melaksanakan praktikum.
Tanpa ijin dan sepengetahuan asisten, praktikan dilarang mengganti atau
merubah rangkaian atau peralatan praktikum.
7. a. Sebelum praktikum dimulai, semua peralatan yang akan digunakan dicek
serta dihitung jumlahnya, apabila ada yang kurang dapat diberitahukan
kepada asisten yang bersangkutan.
b. Sesudah praktikum selesai, seluruh alat yang dipergunakan agar dirapikan
kembali.
c. Bila karena suatu dan lain hal, alat-alat yang digunakan tidak dapat dikemas,
maka setidak-tidaknya harus dirapikan susunannya dan ditinggalkan dalam
keadaan bersih dan teratur.
d. Kerapian dan kebersihan alat-alat praktikum yang telah digunakan menjadi
beban dan tanggung jawab praktikan yang pelaksanaannya kepada asisten
yang bersangkutan.
8. a. Kerusakan alat yang terjadi pada waktu praktikum berlangsung harus segera
dilaporkan atau diketahui oleh asisten yang bersangkutan.
b. Kerusakan alat yang terjadi karena kelalaian praktikan sepenuhnya menjadi
tanggungan praktikan yang bersangkutan.
c. Tanggungan praktikan atas kerusakan alat tersebut dapat berupa:
- Penggantian alat yang rusak dengan alat yang baik atas biaya praktikan
- Penggantian biaya perbaikan alat yang rusak.
- Permbayaran denda sebagai peringatan pertarma.

vi
BAB III
LAPORAN PRAKTIKUM

1. Sebelum praktikum dimulai, setiap praktikan diwajibkan menyerahkan laporan


pendahuluan dan tugas pendahuluan.
2. Laporan pendahuluan menyangkut tujuan praktikum, alat-alat yang dipergunakan,
teori dasar serta langkah percobaan praktikum yang bersangkutan.
3. Setelah praktikum selesai, praktikan diwajibkan menyerahkan laporan
pengamatan sementara paling lambat 1 x 24 jam.
4. Asistensi laporan praktikum dilaksanakan 2 hari setelah praktikurn pada dosen
bersangkutan.
5. Laporan praktikum yang dianggap salah atau kurang sempurna akan
dikembalikan untuk disempunakan oleh praktikan yang bersangkutan.
6. Asistensi terakhir dilaksanakan paling lambat satu minggu sebelum UAS / Post
Test dilaksanakan.
7. Apabila penyerahan laporan ada yang dilaksanakan diluar ketentuan, maka
praktikan yang bersangkutan diwajibkan untuk merninta surat rekomendasi dari
dosen laboratorium Dasar Teknik Elektro.

vii
BAB IV
LAIN-LAIN

1. Pelanggaran atas peraturan-peraturan ini akan dikenakan sanksi dan dapat


mengakibatkan dicabutnya hak praktikan untuk mengikuti praktikum.
2. Keputusan tentang pemberian sanksi adalah wewenang dosen laboratorium.
3. Pelaksanaan yang menyimpang dari peraturan-peraturan ini hanya dapat
dilaksanakan bila telah disetujui oleh dosen laboratorium.
4. Ketentuan-ketentuan lain yang dianggap perlu akan ditentukan kemudian dan
berada dibawah wewenang dosen laboratorium.
5. Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Bukit Jimbaran

Ketua Laboratorium Dasar Teknik Elektro


TEK FT. UNUD

viii
LABORATORIUM DASAR TEKNIK ELEKTRO
LABORATORIUM DASAR TEKNIK ELEKTRO
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

NAMA MAHASISWA : NAMA MAHASISWA :


N I M : N I M :
PEMBIMBING AKADEMIK : FOTO PEMBIMBING AKADEMIK : FOTO
PROGRAM : REGULAR / KELAS PARALEL *) PROGRAM : REGULAR / KELAS PARALEL *)
SEMESTER : GANJIL / GENAP *) T.A : .../… SEMESTER : GANJIL / GENAP *) T.A : .../…
NAMA PRAKTIKUM :
3x4 NAMA PRAKTIKUM :
3x4
KODE PRAKTIKUM : .............BARU / REVISI*) KODE PRAKTIKUM : .............BARU / REVISI*)
KELOMPOK : KELOMPOK :
KELAS : A / B / C / D / E / F / G*) KELAS : A / B / C / D / E / F / G*)

HARI KE - HARI KE -
PERCOBAAN KE - PERCOBAAN KE -
TANGGAL TANGGAL
JAM KE - JAM KE -
PRE TEST PRE TEST

NILAI MODUL ALAT NILAI MODUL ALAT


LAPORAN
LAPORAN
ANGKA PENDAHULUAN
ANGKA PENDAHULUAN
POST TEST POST TEST
(0-100) (0-100) UAS
UAS
LAPORAN AKHIR
LAPORAN AKHIR ATAU
ATAU PERILAKU/SIKAP
PERILAKU/SIKAP
Angka NILAI HURUF Angka
NILAI HURUF
JUMLAH JUMLAH
(A-E) TOTAL (A-E) TOTAL Huruf
Huruf

MHS/PRAKTIKAN MHS/PRAKTIKAN
ASST PRAKTIKUM ASST PRAKTIKUM
TANDA TANDA
KETUA / TEKNISI KETUA / TEKNISI
TANGAN TANGAN
LABORATORIUM LABORATORIUM
DOSEN PEMBIMBING DOSEN PEMBIMBING

KETERANGAN KETERANGAN
0 ≤ NILAI < 40 = E (SANGAT KURANG) 60 ≤ NILAI < 65 = C+ (CUKUP BAIK) 0 ≤ NILAI < 40 = E (SANGAT KURANG) 60 ≤ NILAI < 65 = C+ (CUKUP BAIK)
40 ≤ NILAI < 50 = D (KURANG) 65 ≤ NILAI < 71 = B (BAIK) 40 ≤ NILAI < 50 = D (KURANG) 65 ≤ NILAI < 71 = B (BAIK)
50 ≤ NILAI < 55 = D+ (KURANG CUKUP) 71 ≤ NILAI < 80 = B+ (SANGAT BAIK) 50 ≤ NILAI < 55 = D+ (KURANG CUKUP) 71 ≤ NILAI < 80 = B+ (SANGAT BAIK)
55 ≤ NILAI < 60 = C (CUKUP) 80 ≤ NILAI ≤100 = A (ISTIMEWA) 55 ≤ NILAI < 60 = C (CUKUP) 80 ≤ NILAI ≤ 100 = A (ISTIMEWA)

*) Pilih salah satu dan coret yang tidak perlu ! *) Pilih salah satu dan coret yang tidak perlu !

9
FORMAT LAPORAN
PRAKTIKUM ELEKTRONIKA 2019

1. Menggunakan font type Arial, dengan font size 11


2. Format penulisan laporan pada kertas adalah sebagai berikut :
a. Margin kiri 4 cm.
b. Margin atas 4 cm
c. Margin kanan 3 cm
d. Margin bawah 3 cm
3. Menggunakan line spacing 1,5 Lines
4. Penulisan dengan margin justify
5. Setiap gambar dan tabel berisi nomor dan gambar / tabel sesuai dengan BAB.
6. Laporan resmi dikumpulkan 1 LAPORAN PER ORANG
7. Sampul per modul untuk laporan resmi menggunakan kertas HVS A4 warna
biru
8. Sampul halaman utama untuk laporan resmi menggunakan kertas buffalo warna
biru muda
9. Format penulisan laporan praktikum elektronika 2017 adalah :

x
PERCOBAAN IV
JUDUL PERCOBAAN

4.1 Tujuan Percobaan


1. ........
2. ........
3. ........

4.2 Tinjauan Pustaka


4.2.1 ………
4.2.2 ………
4.2.3 ...........

4.3 Daftar Komponen dan Alat


4.4 Cara Kerja
4.5 Data Hasil Percobaan
4.6 Analisa Data Hasil Percobaan
4.7 Pertanyaan dan Jawaban
4.8 Kesimpulan
4.9 Daftar Referensi Buku
4.10 Lampiran

Catatan :
Laporan Pendahuluan : Membuat dari sub bab 4.1 hingga 4.4
Laporan Resmi : Membuat dari sub bab 4.5 hingga 4.10

xi
Contoh sampul depan pada laporan akhir praktikum
LABORATORIUM DASAR TEKNIK ELEKTRO
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM ELEKTRONIKA

KELOMPOK 30 :

PUTU GEDE NIM. 0011908908

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2019

xii
Contoh sampul depan pada setiap laporan percobaan
LABORATORIUM DASAR TEKNIK ELEKTRO
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

PERCOBAAN ….
JUDUL PERCOBAAN

NAMA ASISTEN
NIM ASISTEN
NO.HP ASISTEN
E-mail ASISTEN

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2019

xiii
PERCOBAAN I
DIODE DAN RANGKAIAN DIODE

1.1 Tujuan Percobaan


1. Memeriksa Kondisi diode
2. Mempelajari karakteristik I = f (V), bias reverse dan bias forward
3. Memahami penyearah setengah gelombang (Half-Wave Rectifier)
4. Memahami penyearah gelombang penuh (Full-Wave Rectifier)
5. Memahami penyearah dengan Filter RC

1.2 Tinjauan Pustaka


Silikon dan germanium merupakan dua jenis semikonduktor yang sangat
penting dalam elektronika. Keduanya terletak pada kolom empat dalam tabel
periodik dan mempunyai elektron valensi empat. Struktur kristal silikon dan
germanium berbentuk tetrahedral dengan setiap atom memakai bersama sebuah
elektron valensi dengan atom-atom tetangganya. Gambar 1.1 memperlihatkan
bentuk ikatan kovalen dalam dua dimensi. Pada temperatur mendekati harga nol
mutlak, elektron pada kulit terluar terikat dengan erat sehingga tidak terdapat
elektron bebas atau silikon bersifat sebagai isolator.

Gambar 1.1 Ikatan kovalen silikon dalam dua dimensi.

Energi yang diperlukan untuk memutus sebuah ikatan kovalen adalah


sebesar 1,1 eV untuk silikon dan 0,7 eV untuk germanium. Pada temperatur ruang
(300K), sejumlah elektron mempunyai energi yang cukup besar untuk melepaskan
diri dari ikatan dan tereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi menjadi elektron

14
bebas. diode termasuk komponen elektronika yang terbuat dari bahan
semikonduktor. Beranjak dari penemuan diode, para ahli menemukan juga
komponen turunan lainnya yang unik.

1.2.1 Semikonduktor tipe-n


Semikonduktor tipe-n dapat dibuat dengan menambahkan sejumlah kecil
atom pengotor pentavalen (antimony, phosphorus atau arsenic) pada silikon murni.
Atom-atom pengotor (dopant) ini mempunyai lima elektron valensi sehingga secara
efektif memiliki muatan sebesar +5q. Saat sebuah atom pentavalen menempati
posisi atom silikon dalam kisi kristal, hanya empat elektron valensi yang dapat
membentuk ikatan kovalen lengkap, dan tersisa sebuah elektron yang tidak
berpasangan. Dengan adanya energi thermal yang kecil saja, sisa elektron ini akan
menjadi elektron bebas dan siap menjadi pembawa muatan dalam proses hantaran
listrik. Material yang dihasilkan dari proses pengotoran ini disebut semikonduktor
tipe-n karena menghasilkan pembawa muatan negatif dari kristal yang netral.
Karena atom pengotor memberikan elektron, maka atom pengotor ini disebut
sebagai atom donor. Secara skematik semikonduktor tipe-n digambarkan seperti
terlihat pada gambar 1.2

Gambar 1.2 (a) Struktur kristal silikon dengan sebuah atom pengotor valensi lima menggantikan
posisi salah satu atom silikon dan (b) Struktur pita energi semikonduktor tipe-n.

1.2.2 Semikonduktor tipe-p


Dengan cara yang sama seperti pada semikonduktor tipe-n, semikonduktor
tipe-p dapat dibuat dengan menambahkan sejumlah kecif atom pengotor trivalen
(aluminium, boron, galium atau indium) pada semikonduktor murni, misalnya
silikon murni. Atom-atom pengotor (dopant) ini mempunyai tiga elektron valensi

15
sehingga secara efektif hanya dapat membentuk tiga ikatan kovalen. Saat sebuah
atom trivalen menempati posisi atom silikon dalam kisi kristal, terbentuk tiga ikatan
kovalen lengkap, dan tersisa sebuah muatan positif dari atom silikon yang tidak
berpasangan yang disebut lubang (hole). Material yang dihasilkan dari proses
pengotoran ini disebut semikonduktor tipe-p karena menghasilkan pembawa
muatan negatif pada kristal yang netral. Karena atom pengotor menerima elektron,
maka atom pengotor ini disebut sebagai atom aseptor (acceptor). Secara skematik
semikonduktor tipe-p digambarkan seperti terlihat pada gambar 1.3

Gambar 1.3 (a) Struktur kristal silikon dengan sebuah atom pengotor valensi tiga menggantikan
posisi salah satu atom silikon dan b) Struktur pita energi semikonduktor tipe-p.

1.2.3 Diode
diode memiliki fungsi yang unik yaitu hanya dapat mengalirkan arus satu
arah saja. Struktur diode tidak lain adalah sambungan semikonduktor P dan N. Satu
sisi adalah semikonduktor dengan tipe P dan satu sisinya yang lain adalah tipe N.
Dengan struktur demikian arus hanya akan dapat mengalir dari sisi P menuju sisi
N.

Gambar 1.4 Simbol dan struktur diode.

16
Gambar ilustrasi di atas menunjukkan sambungan PN dengan sedikit porsi
kecil yang disebut lapisan deplesi (depletionlayer), di mana terdapat keseimbangan
hole dan elektron. Seperti yang sudah diketahui, pada sisi P banyak terbentuk hole-
hole yang siap menerima elektron, sedangkan di sisi N banyak terdapat elektron-
elektron yang siap untuk bebas merdeka. Lalu jika diberi bias positif, dengan arti
kata memberi tegangan potensial sisi P lebih besar dari sisi N, maka elektron dari
sisi N dengan serta merta akan tergerak untuk mengisi hole di sisi P. Tentu kalau
elektron mengisi hole disisi P, maka akan terbentuk hole pada sisi N karena
ditinggal elektron. Ini disebut aliran hole dari P menuju N, Kalau menggunakan
terminologi arus listrik, maka dikatakan terjadi aliran listrik dari sisi P ke sisi N.

Gambar 1.5 diode dengan prasikap maju (forwardbiased)

Sebaliknya apakah yang terjadi jika polaritas tegangan dibalik yaitu dengan
memberikan bias negatif (reversebiased). Dalam hal ini, sisi N mendapat polaritas
tegangan lebih besar dari sisi P.

Gambar 1.6 diode dengan bias negatif

Tentu jawabannya adalah tidak akan terjadi perpindahan elektron atau aliran
hole dari P ke N maupun sebaliknya. Karena baik hole dan elektron masing-masing
tertarik ke arah kutup berlawanan. Bahkan lapisan deplesi (depletion layer) semakin
besar dan menghalangi terjadinya arus. Demikianlah sekelumit bagaimana diode

17
hanya dapat mengalirkan arus satu arah saja. Dengan tegangan bias maju yang kecil
saja diode sudah menjadi konduktor. Tidak serta merta di atas 0 volt, tetapi
memang tegangan beberapa volt di atas nol baru bisa terjadi konduksi. Ini
disebabkan adanya dinding deplesi (deplesion layer). Untuk diode yang terbuat
dari bahan Silikon tegangan konduksi adalah di atas 0,7 Volt. Kira-kira 0,2 Volt
batas minimum untuk diode yang terbuat dari bahan Germanium.

Gambar 1.7 Grafik arus diode

Sebaliknya untuk bias negatif diode tidak dapat mengalirkan arus, namun
memang ada batasnya. Sampai beberapa puluh bahkan ratusan volt baru terjadi
breakdown, di mana diode tidak lagi dapat menahan aliran elektron yang terbentuk
di lapisan deplesi.
1.2.4 Karakteristik Umum diode
Karakteristik diode pada garis besarnya dapat dibedakan atas karakteristik
forward dan karakteristik reverse. Untuk membuat karakteristik diode yang
menunjukkan besarnya arcs pada bermacam-macam harga tegangan yang diberikan
digunakan rangkaian seperti pada gambar.

Gambar 1.8 Skema untuk membuat karakteristik diode

18
Percobaan dengan rangkaian ini terdiri dari dua bagian, bagian pertama
untuk mendapatkan karakteristik forward dan bagian kedua reverse. Bagian
pertama memerlukan tahanan R = 50 ohm yang terpasang seri seperti pada gambar,
gunanya.untuk membatasi arus reverse; bila tidak diode akan rusak jika tegangan
1,5 Volt langsung dihubungkan padanya. Tegangan maksimum yang boleh
diberikan adalah 1,5 Volt dan voltmeter harus mampu membaca dari 0 sampai 1,5
Volt dengan selang 0,1 Volt. Amperemeter (mA) harus mempunyai skala
maksimum 50 mA. Tegangan dinaikkan secara bertahap mulai dari nol sampai J ,S
Volt dengan selang kenaikkan 0,1 Volt, arus I yang ditunjukkan oleh mA dicatat,
Bila data-data tersebut dinyatakan dalam grafik akan diperoleh karakteristik
forward seperti pada gambar di bawah.

Gambar 1.9 Karakteristik Forward Biase Diode

Untuk membuat karakteristik reverse pertama-tama polaritas baterai harus


dibalik. Untuk percobaan yang kedua ini diperlukan sumber tegangan yang lebih
besar ialah sekitar 10 volt. Batas ukur voltmeter diperbesar ialah sekitar 10 volt.
Besarnya arus reverse sangat kecil hanya beberapa persepuluhan mikroampere
akibat tahanan reverse yang mencapai beberapa megaohm. Oleh karena itu meter
mA harus sanggup membaca dari 0 sampai 0.1 mikroampere dengan selang 0,01
mikroampere.
Bila karakteristik forward ini diperhatikan tampak bahwa mula-mula
lengkungnya berbentuk parabola yaitu pada tegangan VD yang kecil, begitu VD
mulai membesar arus forward ID akan naik dengan cepat praktis secara linier. Pada
daerah linier ini perubahan tegangan yang kecil saja akan mengakibatkan
perubahan arus yang besar.

19
Bentuk karakteristik reverse berbeda dengan karakteristik forward-nya,
mula-mula arus naik secara parabola kernudian setelah niencapai harga tertentu,
arus reverse ini akan tetap konstan walaupun tegangan reverse VD dinaikkan, hal
ini disebabkan oleh terbatasnya minoritycarriers sehingga arus tak dapat naik lagi.
Tetapi bila tegangan reverse dinaikkan terus, suatu saat arus reverse akan naik
dengan tiba-tiba menjadi besar sekali. Peristiwa semacam ini disebut breakdown
dan tegangan pada saat mana teriadi breakdown disebut tegangan breakdown. Pada
umumnya tegangan reverse maksimum yang diizinkan (VDM) selalu lebih kecil
dari tegangan breakdown-nya, kecuali pada diode zener.
a. Karakteristik diode umumnya dinyatakan dengan grafik hubungan
antara tegangan pada diodeversus arus yang melewatinya sehingga
disebut karakteristik tegangan-arus (V-I)
b. Secara teoritis, hubungan antara tegangan dan arus diode dinyatakan
oleh persamaan:
ID = IS (eVD /ηVT − 1) ....................................... (1.1)
Keterangan:
ID = arus diode, positif jika didalam diode arahnya dari anode ke katode(A)
IS = arus mundur jenuh(10-8 A s.d. 10-14A)
VT = tegangan kesetaraan suhu :
T kT
volt = ............................................... (1.2)
11600 q

Pada T=300oK, VT=26mV dan pada T=273oK, VT=25mV η= koefisien emisi,


antara1 sampai dengan 2 dan untuk silikon pada arus normal mendekati 2e=
bilangan natural=2,72).
1.2.5 Diode Kristal
diode kristal ini terdiri dari 2 jenis yaitu diode silikon (Si) dan diode
germanium (Ge). Berikut penjelasan dari masing-masing jenis diode tersebut.
1.2.5.1 diode Silikon (Si)
Sebuah atom silikon terisolasi mempunyai 14 proton dan 14 elektron.Orbit
yang pertama mengandung 2 elektron dan orbit yang kedua mempunyai 8
elektron.4 elektron yang tersisa terdapat dalam orbit valensi.

20
Pada saat diode silikon ini dibias maju, agar arus dapat mengalir maka
tegangan harus sebesar 0,7 Volt. Apabila tidak mencapai tegangan minimal
tersebut, arus yang datang dari anoda tidak akan mengalir ke katoda. Apabila
tegangan tersebut sudah mencapai tegangan minimal, maka arus akan naik dengan
cepat seperti yang terlihat pada gambar 1.4 yaitu kurva karakteristik diode silikon
ini. Dimana pada kurva terlihat, saat tegangan mencapai 0,7 Volt, maka arus akan
naik dengan cepat.

Gambar 1.10 Grafik karakteristik diode Silikon

1.2.5.2 diode Germanium (Ge)


Germanium mempunyai empat elektron dalam orbit valensi. Beberapa
tahun yang lalu germanium adalah satu-satunya bahan yang cocok untuk membuat
peralatan semikonduktor.Tetapi peralatan germanium mempunyai sebuah
kekurangan yang fatal yaitu arus balik yang sangat besar dimana insinyur tidak
dapat mengatasinya. Akhirnya semikonduktor lain dinamakan silikon menjadi
sesuatu yang dipakai dan membuat germanium menjadi usang dalam sebagian besar
pemakaian elektronik. Untuk jenis diode germanium (Ge), arus akan dilewatkan
apabila tegangan harus mencapai tegangan 0,3 Volt. Jadi, pada prinsipnya sama
seperti diode silikon, apabila tegangan belum mencapai 0,3 Volt maka arus tidak
akan dilewatkan. Jika tegangannya sudah mencapai tegangan minimal sebesar 0,3
Volt, maka arus sudah dapat dilewatkan.

21
1.3 Alat – alat Percobaan
1. Modul elektronika dasar
2. 1 buah multimeter
3. Penjepit buaya
4. Osiloskop
5. Mistar / penggaris
6. Pulpen / pensil

1.4 Cara Kerja


1.4.1 Memeriksa Keadaan Diode
Gunakan alat ukur multimeter untuk memeriksa diode – diode yang ada.
Pada saat pengukuran R maju gunakan range yang paling kecil (ohm) dan range
yang besar untuk R mundur (10 K ohm), untuk multimeter analog. Pada multimeter
digital gunakan range untuk mengukur. Catat hasil pengukuran anda pada tabel 1.1.
Tabel 1.1 Pemeriksaan Kondisi Baik-Buruknya Diode
Resistansi diode Keadaan diode
No Jenis dan tipe diode Multimeter Ket
Forward Reverse Baik Buruk
Analog
IN 4002
diode Digital
1
penyearah Analog
Ge IN34
Digital
Analog
5,1 V
Diode Digital
2
zener 1 W Analog
3,3 V
Digital
Analog
Red
Digital
3 LED
Analog
Green
Digital
Diode MV Analog
4
varaktor 2209 Digital

22
1.4.2 Karakteristik Tegangan dan Arus (V-I) Diode Menggunakan
Multimeter
1. Buatlah rangkaian seperti gambar 1.11, untuk pengukuran Vd1 gunakan
multimeter digital dan Id dengan multimeter analog.

Gambar 1.11 Rangkaian Diode pada Karakteristik V – I Diukur dengan Multimeter

2. Atur Vs agar didapat harga seperti pada tabel 1.2 (untuk bias forward).
Dan harga Vd sesuai dengan tabel 1.3 (untuk bias reverse).Lakukan
untuk diode Si, Ge, dan zener.
Tabel 1.2 Pengukuran Diode pada Karakteristik V – I dengan Multimeter pada ForwardBias
Forward Bias Vd
Vs (V) Diode Penyearah LED Diode Zener
IN 4002 GEIN 34 Red Green 3,3V 5,1V
0,0
0,1
0,2
0,3
....
....
1,0
1,5
2,0
.....
.....
3,3

23
....
....
5,1

Tabel 1.3 Pengukuran Diode pada Karakteristik V – I dengan Multimeter pada ReverseBias
Bias Reverse Vd
Vs (V) Diode Penyearah LED Diode Zener
IN 4002 GEIN 34 Red Green 3,3V 5,1V
0,0
0,1
0,2
0,3
....
....
1,0
1,5
2,0
.....
.....
3,3
....
....
5,1

24
1.4.3 Penyearah Setengah Gelombang dengan 1 Diode
1. Buatlah rangkaian seperti pada gambar 1.12, untuk pengukuran VRL
dan IRL gunakan multimeter digital.

Gambar 1.12 Rangkaian Dioda Penyearah Setengah Gelombang dengan 1 Dioda

2. Hubungkan Vs = 18 Vrms dengan Dioda Silicon (Di Si), kemudian ukur


besarnya IRL (arus DC), dan VRL1 (tegangan DC), catat pada tabel 1.4
3. Ulangilah langkah – langkah diatas untuk RL10Ω/15W.
4. Catatlah hasil pengukuran anda pada tabel 1.4.
5. Gambarkan bentuk gelombang keluaran VS dan VRL masing-masing
terhadap 0/Ground di osiloskop
Tabel 1.4 Pengukuran Diode Penyearah Setengah Gelombang dengan 1 Diode

VP VS Pengukuran Perhitungan
rms RL rms
IRL VP VS VRL F IRL VRL PRL
(V) (V)
(A) (V) (V) (V) (Hz) (A) (V) (W)
10
220 18

25
1.4.4 Penyerah Gelombang Penuh
1.4.4.1 Menggunakan 2 Diode
1. Buatlah rangkaian seperti pada Gambar 1.13.

Gambar 1.13 Rangkaian Dioda Penyearah Gelombang Penuh Dengan 2 Dioda

2. Kemudian isilah tabel 1.5 untuk RL sama dengan RL10Ω/15W


3. Gambarkan bentuk gelombang keluaran Vs dan VRL masing-masing
terhadap 0/Ground di osiloskop.
Tabel 1.5 Pengukuran Dioda Penyearah Setengah Gelombang dengan 2 Dioda

VP VS Pengukuran Perhitungan
rms RL rms
IRL VP VS VRL F IRL VRL PRL
(V) (V)
(A) (V) (V) (V) (Hz) (A) (V) (W)
10
220 18

1.4.4.2 Menggunakan 4 Diode


1. Buatlah rangkaian seperti pada gambar 2.25

Gambar 1.14 Dioda Penyearah Gelombang Penuh dengan 4 Dioda

2. Kemudian isilah tabel 1.6 untuk RL sama dengan RL 10Ω15W

26
3. Gambarkan bentuk gelombang keluaran Vs dan VRL masing-masing
terhadap 0/Ground di osiloskop
Tabel 1.6 Pengukuran Dioda Penyearah Gelombang Penuh dengan 4 Dioda

VP VS Pengukuran Perhitungan
rms RL rms
IRL VP VS VRL F IRL VRL PRL
(V) (V)
(A) (V) (V) (V) (Hz) (A) (V) (W)
10
220 18

1.4.5 Rangkaian Diode Penyearah dengan Filter C


1.4.5.1 Penyearah Setengah Gleombang 1 Diode dengan Filter C
1. Buatlah rangkaian seperti pada gambar 1.15

Gambar 1.15 Rangkaian Penyearah Setengah Gelombang Menggunakan 1 Diode dengan Filter C

2. Ukurlah besarnya Vo tanpa beban, VRL, IRL dan gambar VRL dan Vr,
untuk harga C sesuai dengan Tabel 1.7, kemudian isilah Tabel 1.7.
3. Gambarkan bentuk gelombang keluaran Vs, VRL masing-masing
terhadap Ground di osiloskop.

27
Tabel 1.7 Pengukuran Penyearah Setengah Gelombang Menggunakan 1 Diode dengan Filter C
Pengukuran Perhitungan
Vp C RL Vs Multimeter Digital
rms (50 (15 rms IRL VRL PRL
IRL Vp VS VRL F
(V) V) W) (V) (A) (V) (W)
(A) (V) (V) (V) (Hz)

1000
10 Ω 12
µF
2200
10 Ω 12
µF
220
3300
10 Ω 12
µF
4700
10 Ω 12
µF

1.4.5.2 Penyearah Gelombang Penuh 2 Diode dengan Filter C


1. Buatlah rangkaian seperti pada gambar 1.16

Gambar 1.16 Rangkaian Penyearah Gelombang Penuh Menggunakan 2 Diode dengan Filter C

2. Ukurlah besarnya Vo tanpa beban, VRL, IRL dan gambar VRL dan Vr,
untuk harga C sesuai dengan Tabel 1.8, kemudian isilah Tabel 1.8.
3. Gambarkan bentuk gelombang keluaran Vs, VRL masing-masing
terhadap Ground di osiloskop.

28
Tabel 1.8 Pengukuran Penyearah Gelombang Penuh Menggunakan 2 Diode dengan Filter C
Pengukuran Perhitungan
Vp C RL Vs Multimeter Digital
rms (50 (15 rms IRL VRL PRL
IRL Vp VS VRL F
(V) V) W) (V) (A) (V) (W)
(A) (V) (V) (V) (Hz)

1000
10 Ω 12
µF
2200
10 Ω 12
µF
220
3300
10 Ω 12
µF
4700
10 Ω 12
µF

1.4.5.3 Penyearah Gelombang Penuh 4 Diode dengan Filter C


1. Buatlah rangkaian seperti pada gambar 1.17

Gambar 1.17 Rangkaian Penyearah Gelombang Penuh Menggunakan 4 Diode dengan Filter C

2. Ukurlah besarnya Vo tanpa beban, VRL, IRL dan gambar VRL dan Vr,
untuk harga C sesuai dengan Tabel 1.9, kemudian isilah Tabel 1.9.
3. Gambarkan bentuk gelombang keluaran Vs, VRL masing-masing
terhadap Ground di osiloskop.

29
Tabel 1.8 Pengukuran Penyearah Gelombang Penuh Menggunakan 4 Diode dengan Filter C
Pengukuran Perhitungan
Vp C RL Vs Multimeter Digital
rms (50 (15 rms IRL VRL PRL
IRL Vp VS VRL F
(V) V) W) (V) (A) (V) (W)
(A) (V) (V) (V) (Hz)

1000
10 Ω 12
µF
2200
10 Ω 12
µF
220
3300
10 Ω 12
µF
4700
10 Ω 12
µF

1.5 Pertanyaan
1. Bagaimana cara untuk mengetahui baik buruknya diode ,(diode si,Ge,
dan Zener)?
2. Untuk percobaan setengah gelombang dan penyearah gelombang penuh
hitunglah factor rippelnya untuk masing – masing harga RL?
3. Sebutkan dan jelaskan karakteristik dioda sebagai penyearah !
4. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang penyearah setengah gelombang
& penyearah gelombang penuh !
5. Bagaimana pengaruh perubahan nilai C terhadap nilai VRL dan IRC ?
jelaskan.
6. Bandingkan hasil perhitungan kedua percobaan dan terangkan hasil
analisa anda?

30
PERCOBAAN II
BIPOLAR JUNCTION TRANSISTOR

2.1 Tujuan Percobaan


1. Memeriksa serta menentukan jenis dari BJT (NPN dan PNP).
2. Meneliti dan mempelajari karakteristik BJT.

2.2 Tinjauan Pustaka


2.2.1 Transistor
Transistor adalah perangkat semikonduktor yang dipakai sebagai penguat,
sebagai sirkuit pemutus dan penyambung (switching), stabilisasi tegangan,
modulasi sinyal atau sebagai fungsi lainnya. Transistor dapat berfungsi semacam
kran listrik, di mana berdasarkan arus input-nya (BJT) atau tegangan input-nya
(FET), memungkinkan pengaliran listrik yang sangat akurat dari sirkuit sumber
listriknya.
Pada umumnya, transistor memiliki 3 terminal, yaitu Basis (B), Emitor (E)
dan Kolektor (C). Tegangan yang di satu terminalnya misalnya Emitor dapat
dipakai untuk mengatur arus dan tegangan yang lebih besar daripada arus input
Basis, yaitu pada keluaran tegangan dan arus output Kolektor. Transistor
merupakan komponen yang sangat penting dalam dunia elektronik modern. Dalam
rangkaian analog, transistor digunakan dalam amplifier (penguat). Rangkaian
analog melingkupi pengeras suara, sumber listrik stabil (stabilisator) dan penguat
sinyal radio. Dalam rangkaian-rangkaian digital, transistor digunakan sebagai
saklar berkecepatan tinggi. Beberapa transistor juga dapat dirangkai sedemikian
rupa sehingga berfungsi sebagai logic gate, memori dan fungsi rangkaian-rangkaian
lainnya.

31
2.2.2 Bipolar Juction Transistor
BJT (Bipolar Junction Transistor) tersusun atas tiga material
semikonduktor terdoping yang dipisahkan oleh dua sambungan pn. Ketiga material
semikonduktor tersebut dikenal dalam BJT sebagai emitter, base dan kolektor.
Daerah base merupakan semikonduktor dengan sedikit doping dan sangat tipis bila
dibandingkan dengan emitter (doping paling banyak) maupun kolektor
(semikonduktor berdoping sedang). Karena strukturnya fisiknya yang seperti itu,
terdapat dua jenis BJT. Tipe pertama terdiri dari dua daerah n yang dipisahkan oleh
daerah p (npn), dan tipe lainnya terdiri dari dua daerah p yang dipisahkan oleh
daerah n (pnp).
Sambungan pn yang menghubungkan daerah base dan emitter dikenal
sebagai sambungan base-emiter (base-emitter junction), sedangkan sambungan pn
yang menghubungkan daerah base dan kolektor dikenal sebagai sambungan base-
kolektor (base-collector junction).

Gambar 2.1. Dua Jenis Bipolar Junction Transistor (BJT) NPN (a) dan PNP (b)
Gambar 2.2 menunjukkan simbol skematik untuk bipolarjunctiontransistor
tipe npn dan pnp. Istilah bipolar digunakan karena adanya elektron dan hole sebagai
muatan pembawa (carriers) di dalam struktur transistor.

Gambar 2.2 Simbol BJT tipe npn (a) dan pnp (b)

32
2.2.3 Prinsip Kerja Bipolar Junction Transistor
Gambar 2.3 menunjukkan rangkaian kedua jenis transistor npn dan pnp
dalam mode operasi aktif transistor sebagai amplifier. Pada kedua rangkaian,
sambungan base-emiter (BE) dibias maju (forward-biased) sedangkan sambungan
base-kolektor (BC) dibias mundur (reverse-biased).

Gambar 2.3 Forward-Reverse Bias pada BJT tipe NPN (a) dan PNP (b)

Sebagai gambaran dan ilustrasi kerja transistor BJT, misalkan pada


transistor npn (Gambar 2.3). Ketika base dihubungkan dengan catu tegangan positif
dan emiter dicatu dengan tegangan negatif maka daerah depletion BE akan
menyempit. Pencatuan ini akan mengurangi tegangan barrier internal sehingga
muatan mayoritas (tipe n) mampu untuk melewati daerah sambungan pn yang ada.
Beberapa hole dan elektron akan mengalami rekombinasi di daerah sambungan
sehingga arus mengalir melalui device dibawa oleh hole pada base (daerah tipe-p)
dan elektron pada emiter (daerah tipe-n ). Karena derajat doping pada emiter
(daerah tipe n) lebih besar daripada base (daerah tipe p), arus maju akan dibawa
lebih banyak oleh elektron. Aliran dari muatan minoritas akan mampu melewati
sambungan pn sebagai kondisi reverse bias tetapi pada skala yang kecil sehingga
arus yang timbul pun sangat kecil dan dapat diabaikan.

33
2.3 Alat-alat Percobaan
1. Modul praktikum elektronika dasar.
2. Osiloskop dua channel.
3. 2 buah multimeter analog dan digital.
4. 2 buah variable Power supply
5. Kertas milimeter block
6. Flash disk
7. Mistar
8. Datasheet transistor yang digunakan

2.4 Cara Kerja


2.4.1 Menguji Baik Buruknya BJT
1. Periksalah diode emitter dan diode kolektor dari transistor
menggunakan multimeter digital.
2. Fotolah tampak transistor dari atas, depan, dan bawah.
3. Isilah Tabel 2.1 dengan hasil pengukuran yang dilakukan, kemudian
tentukan kondisi transistor dalam keadaan baik atau buruk.
Tabel 2.1 Menguji Baik Buruknya Transistor dengan Multimeter Digital
Polaritas Resistansi Resistansi
Kondisi Tampak
Seri BJT Diode Emitter Diode Kolektor
Ket.
BJT Bias Bias Bias Bias
NPN PNP Baik Buruk Depan Atas Bawah
Maju Mundur Maju Mundur

34
2.4.2 Karakteristik BJT
1. Buatlah rangkaian seperti pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Rangkaian Menguji Karakteristik BJT

2. Dengan menggunakan Multimeter ukurlah IB, Ic, IE, VCE, dan VBE,
kemudian catat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Pengukuran Karakteristik BJT
Perhitungan
VBB IB VCE IC VBE IE Keterangan
hFE 𝜶𝑫𝑪
1.5
2.5

𝐼
3. Hitunglah besarnya hFE atau 𝛽𝐷𝐶 dengan persamaan ℎ𝐹𝐸 = 𝛽𝐷𝐶 = 𝐼 𝐶 .
𝐵

𝐼𝐶
4. Hitunglah besarnya 𝛼𝐷𝐶 dengan persamaan 𝛼𝐷𝐶 = 𝐼 .
𝐸

5. Hitunglah besarnya IB, IC, IE dengan persamaan berikut :


𝑉𝐵𝐵 − 𝑉𝐵𝐸
𝐼𝐵 =
𝑅𝐵
−𝑉𝐶𝐸 𝑉𝐶𝐶
𝐼𝐶 = +
𝑅𝐶 𝑅𝐶
𝐼𝐸 = (𝛽𝑑𝑐 + 1)𝐼𝐵

35
2.4.3 Konfigurasi DC Biasing BJT
2.4.3.1 Common Emitter
1. Ukurlah terlebih dahulu besarnya hFE transistor menggunakan ESR atau
multimeter.
2. Buatlah rangkaian seperti pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Konfigurasi Common Emitter

3. Hidupkan catu daya kemudian catat nilai IB, IC, VCE, dan VBE pada
Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Pengukuran Common Emitter

Perhitungan Pengukuran
No Keterangan
IB IC 𝛽𝐷𝐶 VBE VCE

36
2.4.3.2 Common Base
1. Ukurlah terlebih dahulu besarnya hFE transistor menggunakan ESR atau
multimeter.
2. Buatlah rangkaian seperti pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Konfigurasi Common Base

3. Hidupkan catu daya kemudian catat nilai IB, IC, VCE, dan VBE pada
Tabel 2.4
Tabel 2.4 Pengukuran Konfigurasi Common Base

Perhitungan Pengukuran
No Keterangan
IB IC 𝛽𝐷𝐶 VBE VCE

37
2.4.3.3 Common Collector
1. Ukurlah terlebih dahulu besarnya hFE transistor menggunakan ESR atau
multimeter.
2. Buatlah rangkaian seperti pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Konfigurasi Common Base

3. Hidupkan catu daya kemudian catat nilai IB, IC, VCE, dan VBE pada
Tabel 2.5
Tabel 2.5 Pengukuran Konfigurasi Common Collector

Perhitungan Pengukuran
No Keterangan
IB IC 𝛽𝐷𝐶 VBE VCE

38
2.5 Pertanyaan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan daerah cut-off, aktif, dan saturasi?
2. Dari percobaan karakteristik transistor dengan multimeter, buatlah
grafik,
a. IC terhadap VCE
b. VBE terhadap IB
c. hFE terhadap IC.
3. Tentukan titik Q pada BJT, pada tiap konfigurasi!
4. Berdasarkan percobaan yang sudah anda lakukan jelaskan cara kerja
BJT!
5. Sebutkan kegunaan dari BJT serta aplikasinya?
6. Apa syarat – syarat transistor yang beroperasi pada daerah cut-off, aktif
dan saturasi, jelaskan jawaban anda menurut hasil percobaan!
7. Dari keempat jenis bias pada BJT, mana yang paling stabil (pergeseran
titik kerjanya sangat kecil)? Jelaskan!
8. Menurut anda apakah definisi dan kegunaan dari bias?
9. Jika hasil percobaan anda tidak sesuai dengan teori, mungkinkah
disebabkan oleh kerusakan transistor? jelaskan jawaban anda menurut
data percobaan yang diperoleh dan data sheetnya!
10. Bandingkanlah hasil pengukuran dengan perhitungan jelaskan dan beri
kesimpulannya
11. Berikan kesimpulan anda pada tiap-tiap percobaan dan berikan
kesimpulan umumnya pada akhir percobaan.

39
PERCOBAAN III
FIELD EFFECT TRANSISTOR

3.1 Tujuan Percobaan


1. Memeriksa serta menentukan jenis dari FET (channel P & channel N)
2. Meneliti dan mempelajari karakteristik FET

3.2 Tinjauan Pustaka


3.2.1 FET
FET dibagi menjadi dua keluarga yaitu Junction FET (JFET) dan Insulated
Gate FET (IGFET) atau juga dikenal sebagai Metal Oxide Silicon (atau
Semiconductor) FET (MOSFET). FET (juga dinamakan transistor unipolar) hanya
menggunakan satu jenis pembawa muatan (elektron atau hole, tergantung dari tipe
FET). Dalam FET, arus listrik utama mengalir dalam satu kanal konduksi sempit
dengan depletion zone di kedua sisinya (dibandingkan dengan transistor bipolar
dimana daerah Basis memotong arah arus listrik utama). Dan ketebalan dari daerah
perbatasan ini dapat dirubah dengan perubahan tegangan yang diberikan, untuk
mengubah ketebalan kanal konduksi tersebut.
JFET (Junction FET) terdapat isolasi oleh sambungan pn (junction). Dalam
hal ini akan dibahas mengenai bangun JFET saluran-N. Ada 2 jenis JFET, yaitu
JFET saluran-N dan JFET saluran-P. Dalam JFET saluran-N terdapat 1 bahan
semikonduktor-N yang membentuk saluran arus antara kedua sambungan pada
ujungnya. Kedua sambungan ini disebut dengan drain (D) atau pengosongan dan
source (S) atau sumber. Di samping balok saluran-N dibentuk dua daerah
semikonduktor p+. Semikonduktor p+ adalah semikonduktor-P dengan konsentrasi
atom asing yang tinggi, sehingga terdapat banyak pembawa muatan positif (maka
dinamakan p+). Kedua daerah semikonduktor p+ tersambung dan membentuk
sambungan keluaran yang disebut sebagai gate (G) atau gerbang. Antara
semikonduktor-P dan semikonduktor-N terdapat daerah pengosongan dimana tidak
ada pembawa muatan. Karena konsentrasi atom asing dalam semikonduktor p+ jauh
lebih tinggi daripada yang terdapat dalam semikonduktor-N, maka daerah

40
pengosongan lebih jauh masuk ke dalam daerah semikonduktor-N. Besar arus yang
mengalir dari drain ke source ditentukan oleh resistivitas dari saluran-N yang
terdapat antara kedua daerah pengosongan di samping saluran. Resistivitas tersebut
tergantung dari konsentrasi pembawa muatan N dan dari ukuran saluran (panjang,
lebar dan tinggi saluran-N).

Gambar 3.1 Skema Rangkaian FET

JFET kanal-n memiliki daerah-P sebagai gate, dan daerah-N sebagai drain
dan source. Sumber tegangan akan mengalirkan electron bebas dari source ke drain.
Tegangan gate akan mengontrol lebar kanal dimana electron mengalir sehingga
dapat mengatur besarnya aliran ini. Transistor JFET kanal-P memiliki prinsip yang
sama dengan JFET kanal-N, hanya saja kanal yang digunakan adalah
semikonduktor tipe P. Dengan demikian polaritas tegangan dan arah arus
berlawanan jika dibandingkan dengan transistor JFET kanal-N.

3.2.2 Tipe-tipe JFET


Transistor JFET dibagi menjadi dua, yaitu JFET kanal-N dan kanal-P. Kanal
N dibuat dari bahan semikonduktor tipe N dan kanal P dibuat dari semikonduktor
tipe P. Ujung atas dinamakan drain dan ujung bawah dinamakan source. Pada
kedua sisi kiri dan kanan terdapat implant semikonduktor yang berbeda tipe.

41
Terminal kedua sisi implant ini terhubung satu dengan lainnya secara internal dan
dinamakan gate.
Istilah field efect (efek medan listrik) sendiri berasal dari prinsip kerja
transistor ini yang berkenaan dengan lapisan deplesi (depletion layer). Lapisan ini
terbentuk antara semikonduktor tipe N dan tipe P, karena bergabungnya elektron
dan hole di sekitar daerah perbatasan. Sama seperti medan listrik, lapisan deplesi
ini bisa membesar atau mengecil tergantung dari tegangan antara gate dengan
source.

Gambar 3.2 Struktur JFET. (a) Tipe-N dan (b) Tipe-P

Karena struktur yang sama, terminal drain dan source untuk aplikasi
frekuensi rendah dapat dibolak balik. Namun biasanya tidak demikian untuk
aplikasi frekuensi tinggi. Umumnya JFET untuk aplikasi frekuensi tinggi
memperhitungkan kapasitansi bahan antara gate dengan drain dan juga antara gate
dengan source. Dalam pembuatan JFET, umumnya ada perbedaan kapasitansi gate
terhadap drain dan antara gate dengan source.
JFET kanal-N memiliki daerah P sebagai gate, dan daerah N sebagai drain
dan source. Sumber tegangan akan mengalirkan electron bebas dari source ke
drain. Tegangan gate akan mengontrol lebar kanal dimana elektron mengalir
sehingga dapat mengatur besarnya aliran ini.
JFET kanal-P memiliki prinsip yang sama dengan JFET kanal-N, hanya saja
kanal yang digunakan adalah semikonduktor tipe P. Dengan demikian polaritas
tegangan dan arah arus berlawanan jika dibandingkan dengan transistor JFET

42
kanal-N. Simbol rangkaian untuk tipe P juga sama, hanya saja dengan arah panah
yang berbeda.
Karakteristik tegangan masukan gate terhadap source dan tegangan
keluaran pada drain dan source pada beberapa JFET dapat diilustrasikan pada
gambar berikut:

Gambar 3.3 Peta Tegangan Masukan/Keluaran JFET dan Transistor

Arus drain (ID) yang melalui JFET dikontrol oleh tegangan antara gate dan
source (VGS). Pengontrolan ID dilakukan dengan memberikan tegangan reverse
antara gate dan source. Pembawa muatan negative pada kanal-N akan bergerak
menuju terminal positif VDD. Dan elektron dari terminal negative VDD akan
bergerak menuju source ke kanal-N. Dengan menambah tegangan VGG maka lebar
kanal-N akan menyempit hingga tidak ada arus yang lewat.

43
3.3 Alat-alat Percobaan
1. Modul praktikum elektronika dasar
2. 1 buah multimeter analog maupun digital
3. Osiloskop 2 channel.
4. 1 buah variable Power supply
5. Datasheet transistor yang digunakan

3.4 Cara Kerja


3.4.1 Menguji Kondisi FET
1. Dengan menggunakan multimeter digital periksalah untuk mengukur
hambatan antara drain dan source untuk gate pada keadaan terbuka.
Kemudian periksa pula hubungan antara gate dengan source.
2. Catat hasil pengukuran pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Menguji Kondisi FET dengan Multimeter Digital
Type
Seri Resistansi Resistansi Kondisi Tampak
Channel Ket.
FET GateDrain GateSource
P N Baik Buruk Depan Atas Bawah

3.4.2 Karakteristik FET


1. Buat rangkaian seperti pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Rangkaian Untuk Menguji Karakteristik FET


2. Aturlah tegangan agar harga VGS sesuai dengan tabel 3.2.
3. Catat besar ID, IG, VDS, dan VRD pada tabel 3.2

44
Tabel 3.2 Pengukuran Karakteristik FET

VGS VDS VRD ID IG Keterangan

1.5

2.5

3.4.3 Konfigurasi FET


3.4.3.1 Fixed Bias
1. Buatlah rangkaian seperti pada gambar 3.5

Gambar 3.5 Konfigurasi Fixed Bias

2. Setiap mulai mengukur, matikanlah dulu catu daya selama 5 menit


(agar transistor dingin).
3. Kemudian on-kan catu daya dan segera ukur dan catat nilai dari ID, IG,
VDS, dan VGS.
4. Setiap 5 menit catatlah nilai dari ID, IG, VDS, dan VGS. Isi tabel 3.3

45
Tabel 3.3 Pengukuran Konfigurasi Fixed Bias

No ID IG VDS VGS Keterangan

3.4.3.2 Voltage Divider Bias


1. Buatlah rangkaian seperti pada gambar 3.6

Gambar 3.6 Konfigurasi Voltage divider bias

2. Setiap mulai mengukur, matikanlah dulu catu daya selama 5 menit


(agar transistor dingin).
3. Kemudian on-kan catu daya dan segera ukur dan catat nilai dari ID, IG,
VDS, dan VGS.
4. Setiap 5 menit catatlah nilai dari ID, IG, VDS, dan VGS. Isi tabel 3.4

46
Tabel 3.4 Pengukuran Konfigurasi Voltage divider bias

No ID IG VDS VGS Keterangan

3.4.3.3 Self Bias


1. Buatlah rangkaian seperti pada gambar 3.7

Gambar 3.7 Konfigurasi Self Bias

2. Setiap mulai mengukur, matikanlah dulu catu daya selama 5 menit (agar
transistor dingin).
3. Kemudian on-kan catu daya dan segera ukur dan catat nilai dari ID, IG,
VDS, dan VGS.
4. Setiap 5 menit catatlah nilai dari ID, IG, VDS, dan VGS. Isi tabel 3.5
Tabel 3.4 Pengukuran Konfigurasi Self Bias

No ID IG VDS VGS Keterangan

47
3.5 Pertanyaan
1. Berdasarkan percobaan yang sudah anda lakukan jelaskan cara kerja
FET!
2. Sebutkan kegunaan dari JFET serta aplikasinya?
3. Apa yang dimaksud dengan IDS, VP, IGS?
4. Apa ciri ketiga daerah operasi dari JFET
5. Terangkan perbedaan antara BJT dan JFET menurut hasil percobaan
(minimal 5 perbedaan)

48
PERCOBAAN IV
OP-AMP DAN RANGKAIAN OP-AMP

4.1 Tujuan Percobaan


1. Dapat menyusun rangkaian-rangkaian amplifier dari op-amp
2. Dapat menyusun rangkaian-rangkaian filter dari op-amp

4.2 Tinjauan Pustaka


4.2.2 Operational Amplifier (Op Amp)
Penguat operasional (Op Amp) adalah suatu rangkaian terintegrasi yang
berisi beberapa tingkat dan konfigurasi penguat diferensial yang telah dijelaskan di
atas.Penguat operasional memiliki dua masukan dan satu keluaran serta memiliki
penguatan DC yang tinggi. Untuk dapat bekerja dengan baik, penguat operasional
memerlukan tegangan catu yang simetris yaitu tegangan yang berharga positif (+V)
dan tegangan yang berharga negatif (-V) terhadap tanah (ground). Pada Gambar 5.2
adalah simbol dari penguat operasional.

Gambar 4.1 Simbol Op Amp

Prinsip kerja sebuah operasional Amplifier (Op-Amp) adalah


membandingkan nilai kedua input (input inverting dan input non-inverting), apabila
kedua input bernilai sama maka output Op-amp tidak ada (nol) dan apabila terdapat
perbedaan nilai input keduanya maka output Op-amp akan memberikan tegangan
output. Operasional amplifier (Op-Amp) dibuat dari penguat diferensial dengan 2
input.

49
4.2.3 Karakteristik Operational Amplifier
Penguat operasional banyak digunakan dalam berbagai aplikasi karena
beberapa keunggulan yang dimilikinya, seperti penguatan yang tinggi, impedansi
masukan yang tinggi, impedansi keluaran yang rendah dan lain sebagainya. Berikut
ini adalah karakteristik dari Op Amp ideal:
1. Penguatan tegangan lingkar terbuka (open-loop voltage gain) AVOL = 
2. Tegangan ofset keluaran (output offset voltage) VOO = 0
3. Hambatan masukan (input resistance) RI = 
4. Hambatan keluaran (output resistance) RO = 0
5. Lebar pita (bandwidth) BW = 
6. Waktu tanggapan (respon time) = 0 detik
7. Karakteristik tidak berubah dengan suhu

4.2.4 Inverting Amplifier

Gambar 4.2 Inverting Amplifier

Pada Gambar 4.2 adalah gambar rangkaian InvertingAmplifier. Rangkaian


penguat membalik diatas merupakan rangkaian dasar inverting amplifier yang
menggunakan sumber tegangan simetris. Secara matematis besarnya faktor
penguatan (A) pada rangkaian penguat membalikadalah (Rf/Rin) sehingga besarnya
tegangan output secara matematis dapat dilihat pada persamaan 4.1.
𝑅𝑓
𝑉𝑜𝑢𝑡 = 𝑉𝑖𝑛 . − 𝑅𝑖𝑛 ......................................... (4.1)

50
4.2.5 Non Inverting Amplifier

Gambar 4.3 Non Inverting Amplifier

Rangkaian diatas merupakan salah satu contoh penguat tak-membalik


menggunakan operasional amplifier (Op-Amp) tipe 741 dan menggunakan sumber
tegangan DC simetris. Dengan sinyal input yang diberikan pada terminal input non-
inverting, maka besarnya penguatan tegangan rangkaian penguat tak membalik
diatas tergantung pada harga Rin dan Rf yang dipasang. Besarnya penguatan
tegangan output dari rangkaian penguat tak membalik diatas dapat dlihat pada
persamaan 4.2.
𝑅𝑓
𝐴𝑣 = + 1....................................................(4.2)
𝑅𝑖𝑛

4.2.6 Voltage Follower

Gambar 4.4 Rangkaian Buffer Dari Operasional Amplifier (Op-Amp)

Pada Gambar 4.4 adalah rangkaian buffer dari Op Amp. Dengan


menghubungkan jalur input inverting ke jalur output operasional amplifier (op-
amp) maka rangkaian buffer pada gambar diatas akan memberikan kemampuan
mengalirkan arus secara maksimal sesuai kemampuan maksimal

51
operasionalamplifier (op-amp) mengalirkan arus output. Dengan metode hubung
singkat antara jalur input inverting dan jalur output operasional amplifier (op-amp)
maka diperoleh perhitungan matematis seperti pada persamaan 4.3.
𝑉𝑜𝑢𝑡
𝐴𝑣 = = ................................................. (4.3)
𝑉𝑖𝑛

4.2.7 Adder

Gambar 4.5 Rangkaian Penjumlah Inverting

Pada Gambar 4.5 adalah rangkaian Adder. Pada operasi adder/penjumlah


sinyal secara inverting, sinyal input (V1, V2, V3) diberikan ke line input penguat
inverting berturut-turut melalui R1, R2, R3. Besarnya penjumlahan sinyal input
tersebut bernilai negatif karena penguat operasional dioperasikan pada mode
membalik (inverting). Besarnya penguatan tegangan (Av) tiap sinyal input
mengikuti nilai perbandingan Rf dan Resistor input masing-masing (R1, R2, R3).
Besarnya tegangan output (Vout) dari rangkaian adder/penjumlah inverting
dapat dirumuskan pada rumus 4.4.
𝑅𝑓 𝑅𝑓 𝑅𝑓 𝑅𝑓
𝑉𝑜𝑢𝑡 = − ((𝑉1 . ) + (𝑉2 . ) + (𝑉3 . )) … … … (𝑉𝑛 . ) ........ (4.4)
𝑅1 𝑅2 𝑅3 𝑅𝑛

52
4.3 Alat-alat Percobaan
1. Modul elektronika Dasar
2. Multimeter
3. Osiloskop
4. Pulpen / pensil

4.4 Cara Kerja


4.4.1 Pengujian Op-Amp dengan Indikator LED
1. Merangkai Rangkaian Op-Amp sesuai dengan Gambar 4.6
2. Menghubungkan Rangkaian Op-Amp dengan catu daya positif (+) 9
Volt DC dan negatif (-) 9 Volt DC
3. Mengatur saklar SPDT/ polaritas masukan (SW1) Sesuai dengan
Gambar 4.6 percobaan pengujian Op-Amp
4. Mengatur saklar Pengujian/ SPST (SW2) sesuai dengan Gambar 4.6
percobaan pengujian Op-Amp
5. Mencatat hasil Pengujian pada Tabel 4.1

Gambar 4.6 Rangkaian Pengujian Op-Amp dengan Indikator LED

53
Tabel 4.1 Pengujian Op-Amp dengan LED
Op-Amp Ke Posisi SW Indikator LED
keterangan
SW1 SW2 LED R LED G
VCC (+) SC
GND SC
VCC(-) SC
1
VCC (+) OC
GND OC
VCC(-) OC
VCC (+) SC
GND SC
VCC(-) SC
2
VCC (+) OC
GND OC
VCC(-) OC
VCC (+) SC
GND SC
VCC(-) SC
3
VCC (+) OC
GND OC
VCC(-) OC

54
4.4.2 Amplifier Membalik
1. Sambungkan jumper pada modul sesuai dengan gambar 4.7

Gambar 4.7 Rangkaian percobaan Inverting amplifier

2. Ukur tegangan dengan multimeter (mode tegangan)


3. Ukur tegangan output Vout sesuai dengan tegangan input Vin seperti
pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Pengukuran tegangan input positif untuk amplifier membalik


Vin 0.1 0.3 0.5 0.7 1.0 Volt
Vout Volt

55
4. Selanjutnya hubungkan Vin dengan -15V dan ulangi langkah percobaan
sebelumnya dan catat hasilnya pada tabel 4.3.

Gambar 4.8 Rangkaian percobaan Inverting amplifier

Tabel 4.3 Pengukuran tegangan input negatif untuk amplifier membalik


Vin -0.1 -0.3 -0.5 -0.7 -1.0 Volt
Vout Volt

4.4.3 Amplifier Tak Membalik


1. Buatlah Rangkaian Seperti Gambar 4.9.

Gambar 4.9 Rangkaian Percobaan Non Inverting Amplifier

56
2. Hubungkan potensiometer pada VCC +15V.
3. Naikkan tegangan input Vin dengan mengoperasikan potensiometer
dan ukur Vout serta catat hasil pengamatan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Pengukuran tegangan input positif untuk amplifier tak membalik
Vin 0.1 0.3 0.5 0.7 1.0 Volt
Vout Volt

4. Hubungkan Vin pada Vcc -15V dan lakukan percobaan seperti


sebelumnya serta ulangi pengukuran sesuai dengan tabel 4.5

Gambar 4.10 Rangkaian Percobaan Non Inverting Amplifier

Tabel 4.5 Pengukuran tegangan input negatif untuk amplifier tak membalik
Vin -0.1 -0.3 -0.5 -0.7 -1.0 Volt
Vout Volt

57
4.4.4 Pengikut Tegangan
1. Buatlah rangkaian seperti gambar 4.11.

Gambar 4.11 Rangkaian Percobaan untuk Pengikut Tegangan

2. Hubungkan potensio dengan VCC +15V


3. Naikkan tegangan input Vin dengan mengoperasikan potensiometer
dan ukur Vout serta isikan hasil pengamatan pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Pengukuran tegangan input positif untuk pengikut tegangan


Vin 0.1 0.3 0.5 0.7 1.0 Volt
Vout Volt

58
4. Hubungkan potensio keapda VCC -15V dan lakukan percobaan seperti
sebelumnya serta ulangi pengukuran sesuai dengan tabel 4.7

Gambar 4.12 Rangkaian Percobaan untuk Pengikut Tegangan

Tabel 4.7 Pengukuran tegangan input output (negatif )untuk pengikut tegangan
Vin -0.1 -0.3 -0.5 -0.7 -1.0 Volt
Vout Volt

4.4.5 Amplifier Penjumlah


1. Buatlah rangkaian seperti Gambar 4.13

Gambar 4.13 Rangkaian Percobaan Amplifier Penjumlah

59
2. Hubungkan potensiometer 10K ke +15V dan potensio 5K ke +15V
3. Selanjutnya putar potensio meter agar voltmeter untuk setiap tegangan
input sesuai dengan tegangan yang ditentukan pada tabel 4.8.
4. Amati tegangan keluaran dari rangkaian tersebut, catat hasilnya pada
tabel 4.7

Tabel 4.8 Adder OP – AMP


V1 V2 Vout
1V 2V
2V 3V
3V 4V
4V 5V
5V 6V

4.5 Pertanyaan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan OP-AMP?
2. Sebutkan fungsi dan karakteristik dari sebuah OP-AMP!
3. Buatlah symbol skematis dari sebuah OP-AMP dan sebutkan masing –
masing bagiannya!
4. Jelaskan fungsi dari masing – masing kaki OP-AMP (pada OP – AMP
741) menurut datasheet yang anda peroleh!
5. Tentukan besarnya gain bagi amplifier membalik dan tak membalik!
6. Bagaimana prinsif kerja dari pengikut tegangan (voltage follower)!
7. Bagaimana sifat-sifat op-am ideal dan hubungannya dengan op-amp
nyata!
8. Bagaimana hubungan tegangan input dan output dari amplifier
penjumlah/adder!

60
PERCOBAAN V
THYRISTOR

5.1 Tujuan Percobaan


1. Mengamati pengaturan daya dengan SCR, DIAC, dan TRIAC
2. Mengetahui cara kerja SCR, DIAC, dan TRIAC
3. Menentukan intrinsic stand off ratio UJT dan mengamati osilator
relaksasi dengan UJT.

5.2 Tinjauan Pustaka


5.2.1 Thyristor
Thyristor adalah komponen semikonduktor untuk switching yang
berdasarkan pada struktur PNPN. Komponen ini memiliki kestabilan dalam dua
keadaan yaitu ON dan OFF serta memiliki umpan-balik regenerasi internal.
Thyristor memiliki kemampuan untuk men-switch arus searah (DC) yaitu jenis
SCR, maupun arus bolak-balik (AC) jenis TRIAC.
Ciri-ciri utama dari sebuah thyristor adalah komponen yang terbuat dari
bahan semikonduktor silikon. Walaupun bahannya sama, tetapi struktur P-N
junction yang dimilikinya lebih kompleks dibanding transistor bipolar atau MOS.
Komponen thyristor lebih banyak digunakan sebagai saklar (switch) ketimbang
sebagai penguat arus atau tegangan seperti halnya transistor.

Gambar 5.1 Struktur Thyristor

54
5.2.2 SCR
SCR (Silicon Controlled Rectifier) adalah diode yang memiliki fungsi
sebagai pengendali arus melalui suatu beban. SCR merupakan komponen dengan
tiga pemicu yaitu: Anoda (A), Katoda (K) dan Gate (G). SCR atau Thyristor masih
termasuk keluarga semikonduktor dengan karakteristik yang serupa dengan tabung
thiratron. SCR dirancang untuk menyebabkan aliran yang rata dari anoda ke
katoda. SCR dibangun dari empat lapisan P dan N yang saling berhubungan.
Struktur dan simbol dari SCR dapat digambarkan seperti pada gambar 5.2.

(a) (b)

Gambar 5.2 (a) Struktur SCR (b) Simbol SCR

Sedangkan jika didekati dengan struktur transistor, maka struktur SCR


dapat digambarkan seperti pada gambar 5.3.

Gambar 5.3 Struktur SCR jika Didekati dengan Struktur Transistor

55
5.2.3 TRIAC
TRIAC dapat dianggap sebagai dua buah SCR dalam struktur kristal
tunggal, dengan demikian maka TRIAC dapat digunakan untuk melakukan
pensaklaran dalam dua arah (arus bolak balik, AC). Simbol dan struktur TRIAC
adalah seperti ditunjukkan dalam gambar 5.4.

Gambar 5.4 Simbol dan Struktur TRIAC

Adapun pengaturan tegangan bolak-balik dengan menggunakan TRIAC


ditunjukkan pada gambar 5.5.

Gambar 5.5 Rangkaian TRIAC dan Tegangan Outputnya

5.2.4 DIAC
Kalau dilihat strukturnya seperti gambar 6.15-a, DIAC bukanlah termasuk
keluarga thyristor, namun prinsip kerjanya membuat ia digolongkan sebagai
thyristor. DIAC dibuat dengan struktur PNP mirip seperti transistor. Lapisan N
pada transistor dibuat sangat tipis sehingga elektron dengan mudah dapat
menyeberang menembus lapisan ini. Sedangkan pada DIAC, lapisan N di buat
cukup tebal sehingga elektron cukup sukar untuk menembusnya. Struktur DIAC

56
yang demikian dapat juga dipandang sebagai dua buah diode PN dan NP, sehingga
dalam beberapa literatur DIAC digolongkan sebagai diode.

Gambar 5.6 (a) Struktur DIAC (b) Simbol DIAC

Simbol dari DIAC adalah seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.6-b.
DIAC umumnya dipakai sebagai pemicu TRIAC agar ON pada tegangan input
tertentu yang relatif tinggi.

57
5.3 Alat-alat Percobaan
1. Modul dasar elektronika
2. Osiloskop
3. Multimeter
4. Steker T
5. Data Sheet SCR, TRIAC, DIAC
6. Disket / flashdisk
7. Milimeterblok
8. Penggaris / mistar
9. Pulpen / pensil

5.4 Cara Kerja


1. Percobaan 5.4.1 dan 5.4.2 menggunakan tegangan tinggi langsung dari
jala-jala. Praktikan harus benar-benar memperhatikan keselamatan
dirinya dan rekan kerjanya.
2. Gunakan probe 1:10 untuk melakukan pengamatan dengan osiloskop.
Hubungkan osiloskop dengan jala-jala tanpa menggunakan ground
dengan cara menggunakan steker T. Dengan demikian bagian logam
dari osiloskop tidak boleh disentuh selama daya untuk modul
dihidupkan karena terdapat tegangan tinggi. Pengaturan osiloskop
dilakukan sebelum melakukan pengamatan.
3. Sebelum melakukan pengamatan, konsultasikan dulu hal-hal yang
belum jelas kepada asisten praktikan.

58
5.4.1 Silicon Controlled Rectifier (SCR)
1. Buatlah rangkaian seperti pada gambar 5.7 saklar daya dalam keadaan
OFF (lampu indikator mati). Hubungkan rangkaian ke jala-jala listrik.

Gambar 5.7 Percobaan dengan SCR

2. Atur osiloskop pada 10 Volt/Div, 5 mS/Div, kopling DC dan Trigger


pada posisi Internal. Gunakan hanya salah satu kanal saja. Amati bentuk
gelombang pada beban. Kemudian amati pula Anoda-Katoda SCR.
Perhatikan : Gunakan Probe 1:10. Selama memindah-mindahkan probe
dari suatu titik pengamatan ke titik pengamatan yang lain, matikan
saklar daya pada modul.
3. Atur lagi osiloskop pada 0.5 Volt/Div (pengaturan lainnya tetap). Amati
bentuk gelombang pada kapasitor dan Gate-Katode SCR.
4. pengamatan langkah 2 dan 3 dilakukan untuk dua macam firing delay
angle yang berbeda dengan mengubah potensio 500K. Ukur besarnya
hambatan potensio untuk tiap pengamatan.

59
Tabel 5.1 Percobaan SCR
Frekuensi
Lampu Mati Lampu Redup Lampu Terang
Polaritas PK-PK PK-PK PK-PK
F (Hz) F (Hz) F (Hz)
(V) (V) (V)
Anoda
Katoda

5. Buatlah rangkaian seperti gambar 5.8 Lakukan pengamatan seperti


sebelumnya

Gambar 5.8 Percobaan SCR Gelombang Full Wave

Tabel 5.2 Percobaan SCR Full wave


Frekuensi
Lampu Mati Lampu Redup Lampu Terang
Polaritas PK-PK PK-PK PK-PK
F (Hz) F (Hz) F (Hz)
(V) (V) (V)
Anoda
Katoda

60
5.4.2 TRIAC dan DIAC

Gambar 5.9 Percobaan dengan TRIAC

1. Buatlah rangkaian seperti pada gambar 5.9 lakukan pengamatan bentuk


gelombang pada beban (10 V/Div), A1 – A2 (10 V/Div), kapasitor (2
V/Div) dan pada G – A1 (0.05 V/Div). Pengamatan dilakukan untuk dua
sudut yang berbeda. Apakah simetris sudut sulut belahan positif dan
belahan negative ?
Tabel 5.3 percobaan TRIAC
Frekuensi
Lampu Mati Lampu Redup Lampu Terang
Polaritas PK-PK PK-PK PK-PK
F (Hz) F (Hz) F (Hz)
(V) (V) (V)
Anoda
Katoda

2. Ulangi percoban diatas dengan menggantikan resistor 1K dengan DIAC


(gambar 5.10). Bagaimanakah perbedaan dengan sebelumnya ?

61
Gambar 5.10 Percobaan TRIAC dan DIAC

Tabel 5.4 Percobaan DIAC dan TRIAC


Polaritas Frekuensi
Lampu Mati Lampu Redup Lampu Terang
F (Hz) PK-PK F (Hz) PK-PK F (Hz) PK-PK
(V) (V) (V)
TRIAC Anoda
Katoda
DIAC Anoda
1&2

62
5.5 Pertanyaan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan SCR, TRIAC, dan DIAC!
2. Jelaskan perbedaan - perbedaan SCR, TRIAC, dan DIAC!
3. Berikan penjelasan tentang fungsi dan karakteristik dari SCR, TRIAC,
dan DIAC!
4. Terangkan cara kerja osilator relaksasi dengan SCR.
5. Apakah keuntungan-keuntungan penggunaan SCR dan TRIAC pada
pengaturan daya?
6. Buatlah contoh aplikasi – aplikasi yang menggunakan SCR, TRIAC,
dan DIAC!
7. Menurut data dan analisa yang anda buat, apakah yang akan terjadi jika
hambatan pada masing – masing rangkaian diatas dikurangi, jelaskan
dengan analisa matematis!
8. Mengapa pada rangkaian R diganti dengan DIAC nyala lampu pada saat
potensio diputar bisa lebih terang dan lebih redup, jelaskan dengan
analisa matematis!
9. Bagaimanakah hubungan antara konstanta waktu jaringan RC pada
Gate dan besarnya sudut tunda penyalaan?
10. Berikan kesimpulan Anda pada masing-masing percobaan di atas!

63

Anda mungkin juga menyukai