Anda di halaman 1dari 9

TUGAS SISTIM PENGENDALIAN MANAJEMEN

“JAPAN AIRLINES BANGKRUT DAN BANGKIT KEMBALI”

DISUSUN

OLEH:

SRI AULIA RENALDI

17110015

S1 AKUNTANSI

UNIVERSITAS DHARMA ANDALAS PADANG

TH 2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Siapa sangka bahwa sebuah maskapai penerbangan sebesar Japan Airlines (JAL),
atau Nihon Koku seperti sebutan orang Jepang, akhirnya bisa juga bangkrut? Berita ini benar!
Tanggal 19 Januari 2010 yang lalu, maskapai legendaris ini menyatakan dirinya bangkrut dan
secara resmi meminta perlindungan pengadilan di Jepang dari para kreditornya.

Legenda JAL bermula pada saat didirikan tahun 1951. Sejalan dengan
kebangkitan ekonomi Jepang, sebagai negara yang kalah perang melawan Sekutu, JAL tumbuh
sebagai maskapai penerbangan Asia yang terbesar dalam hal jumlah pendapatan usaha. Pada
waktu maskapai nasional kita, Garuda Indonesian Airways berjaya di akhir dekade 1970-an
dengan nakhoda perusahaan Wiweko Soepono, Garuda dijuluki sebagai maskapai penerbangan
terbesar di belahan bumi selatan dan terbesar ke dua di Asia setelah Japan Airlines. Bagi
masarakat penerbangan di Asia, JAL adalah ”saudara tua” karena jati diri Asia-nya yang sangat
kental di dalam kancah pergaulan internasional. Hal ini kontras dengan sosok maskapai Cathay
Pacific atau Singapore Airlines. Walaupun jaringan operasi penerbangan ke dua maskapai kelas
dunia, pembawa bendera negara Asia ini merajai di lima benua, tapi jati diri mereka tidak terlalu
“Asia” dan lebih kosmopolitan. Sejak diprivatisasi tahun 1987 JAL selalu rugi. Selama satu
dasawarsa terakhir sudah tiga kali mendapat dana talangan (bail out) dari pemerintah dan dalam
waktu dekat akan mendapat suntikan lagi sebesar 10 juta US$. Jumlah dana talangan yang
diperlukan untuk menutupi seluruh akumulasi hutangnya adalah 7 miliar US$.

JAL masuk dalam enam maskapai penerbangan terbesar di dunia, anggota aliansi One
World (penumpang) dan WOW (kargo dan pos). Selama 2009 JAL mengangkut sebanyak 52
juta penumpang dan 1,1 juta ton kargo. Maskapai yang punya slogan Dream Skywardini
memiliki armada yang terdiri dari 279 buah pesawat, beroperasi ke 220 kota tujuan yang tersebar
di 35 negara di dunia. Akan tetapi kinerja bisnisnya ibarat “besar pasak daripada tiang”. Citra
JAL sebagai world class airline ternyata tidak identik dengan profitabilitas finansial.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang menyebabkan JAL bangkrut?
2. Bagaimana strategi agar JAL kembali beroperasi?
C. Tujuan

1. mengetahui penyebab bangkrutnya JAL

2. mengetahui bagaimana strategi dalam menghadapi kebangkrutan dan kembali beroperasi


BAB II

PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI JAL

Maskapai ini didirikan pada tanggal 1 Maret 1951, dengan penerbangan domestik perdana
pada tanggal 25 Oktober 1951 dengan pesawat Martin 2-0-2 yang disewa dari Northwest
Airlines. Sementara, penerbangan internasional perdana dengan rute Tokyo-San Francisco
dimulai pada tanggal 2 Februari 1954 dengan pesawat Douglas DC-6. Japan Airlines memasuki
era jet pada tahun 1966 dengan pesawat Douglas DC-8. Lalu, JAL memutuskan memodernisasi
armadanya dengan pesawat jet. JAL juga menambah tujuan internasional seperti Hong
Kong, New York, Paris, London, dan Pusan. Pada tahun 1970an, maskapai ini juga
membeli Boeing 747, Boeing 727, serta McDonnell-Douglas DC-10.

Ketika deregulasi penerbangan dicanangkan pemerintah Jepang pada akhir 1970an, Pada
tahun 1987 JAL pun diprivatisasi dan dua saingan JAL, All Nippon Airways dan Japan Air
System, diperbolehkan berkompetisi dengan JAL secara bebas. Pada tahun 1990an, maskapai ini
memesan Boeing 777 sebagai bagian dari pembaruan armadanya. Tahun 2001, JAL dan Japan
Air System (JAS) setuju untuk merger. Proses merger selesai tahun 2004, mempertahankan
merek Japan Airlines.

JAL masuk dalam enam maskapai penerbangan terbesar di dunia, anggota aliansi One World
(penumpang) dan WOW (kargo dan pos). Selama 2009 JAL mengangkut sebanyak 52 juta
penumpang dan 1,1 juta ton kargo. Maskapai yang punya slogan Dream Skywardini memiliki
armada yang terdiri dari 279 buah pesawat, beroperasi ke 220 kota tujuan yang tersebar di 35
negara di dunia. Akan tetapi kinerja bisnisnya ibarat “besar pasak daripada tiang”. Citra JAL
sebagai world class airline ternyata tidak identik dengan profitabilitas finansial. Walau sadar
akan karakter bisnis airline yang padat modal, padat teknologi, padat informasi dan padat karya,
pada kenyataannya JAL tidak dikelola secara efisien. Struktur organisasi yang “gemuk” baik di
tingkat holding maupun di anak-anak perusahaan membuat mereka tidak mampu berreaksi
secara cepat menjawab dinamika pasar.
Perencanaan armada yang tidak long term oriented menyebabkan keterlambatan dalam hal
peremajaan armada. Sementara itu kebijakan pemasaran dilakukan secara sangat konservatif.
Dari sekian banyak rute yang diterbangi, hanya ada 11 rute yang tingkat isiannya (load factor)
diatas 70%. Sebaliknya, sebanyak 151 rute penerbangan lainnya menghasilkan tingkat isian
dibawah 50%. Tingkat isian yang rendah ini menunjukkan tingkat pendapatan usaha
yang bleeding namun dibiarkan berlangsung selama bertahun-tahun. Salah satu contohnya adalah
rute penerbangan Jepang-Amerika Serikat pp yang terus merugi tapi terus dipertahankan demi
gengsi dan prestise pemerintah Jepang. Salah satu keunikan JAL adalah statusnya yang ambigu
sebagai entitas usaha milik swasta, tapi tunduk pada kebijakan politik pemerintah Jepang.
Selama ini JAL menderita split personality atau jati diri ganda. State own iya, private
entreprise iya, tapi kedua-duanya berlaku dari sisi yang membebani saja?

B. PENYEBAB KEBANGKRUTAN JAL

Sementara kita mengetahui bahwa secara historis-tradisional JAL menggarap pangsa pasar
kelas atas yang loyal, yang terdiri dari pebisnis multi-nasional. Kekekuatan dan daya tarik utama
dari produk JAL adalah pada layanan First Class dan Business Class bagi pebisnis yang
bepergian tanpa paket dengan frekuensi tinggi secara individual. Pukulan terberat bagi JAL
dalam dekade ini adalah serangan wabah flu burung, wabah flu babi dan krisis ekonomi global
yang melanda dunia sejak 2008.

Kondisi pailit ini mengharuskan JAL untuk segera berubah. CEO atau Chief Executive
Officer yang lama, Haruka Nishimasu menentang keputusan bangkrut ini. Ia diganti oleh CEO
yang baru yaitu Kazuo Inamori (77 tahun), pendiri Kyocera Corporation. Inamori bersedia untuk
membenahi JAL tanpa gaji dan berjanji untuk merubah JAL secara drastis. Dalam waktu dekat,
JAL akan segera merumahkan sebanyak 15.700 karyawannya secara bertahap sampai dengan
bulan Maret 2012 nanti. Rute penerbangan akan dikurangi, dan armada pesawat jenis jumbo
akan dihapus pada tahun 2015. Organisasi perusahaan induk akan diciutkan menjadi sepertiga di
tingkat holding, dan seperdua di tingkat anak perusahaan. Apakah ini berarti bahwa untuk
sementara JAL akan di “bonzai” dulu sebagai airline regional dari baru kemudian akan
dikembangkan lagi menjadi world class airline lagi? Apakah dalam hal ini Inamori-san akan
berhasil dengan strateginya? Bagaimana pula dengan tawaran ambil-alih dari American Airlines
dan Delta Airlines? Sejarahlah yang akan menentukan nasib Nihon Koku nantinya tapi yang
jelas, JAL hanya punya dua pilihan yaitu, change or die!

C. STRATEGI DALAM MENGHADAPI KEBANGKRUTAN

Maskapai penerbangan asal Jepang, Japan Airlines (JAL), memulai kembali masa
kejayaannya setelah menyatakan bangkrut pada 2010 lalu. Hari ini, saham JAL kembali
diperdagangkan (relisting) di bursa Tokyo alias Tokyo Stock Exchange.
Dilansir dari Straits Times, Rabu (19/9/2012), momentum ini ditandai dengan saham JAL
yang melonjak 3,03 persen menjadi 3,905 yen per lembar saham dari harga penawaran. Kendati
kasus kebangkrutan JAL membuat malu Negeri Sakura tersebut, namun kehadiran maskapai ini
di bursa Tokyo menghidupkan kembali minat investor untuk berinvestasi di JAL.
Pada perdagangan awal hari ini setelah penawaran, telah meraup dana sekira USD8,5 miliar.
Angka ini dinilai cukup fantastis dan merupakan pencapaian yang terbesar kedua di dunia pada
tahun ini setelah Facebook.

Kendati sempat kehilangan "keseimbangan" terhadap harga saham perseroan, namun saham
JAL terpantau masih stabil. JAL menandai kelahirannya kembali dengan perubahan yang cukup
menakjubkan mengingat maskapai ini telah bangkrut.

Seperti diketahui, Pemerintah Jepang sempat mempunyai rencana penyelamatan maskapai ini
pada 19 Januari 2012, yakni dengan menggunakan paket penyelamatan dari kebangkrutan.
Proses penyelamatan tersebut membutuhkan dana sebesar 300 miliar yen atau setara dengan
USD3,2 miliar. Dana investasi tersebut pun digunakan untuk menampung bangkrutnya JAL
dengan menanyakan kepada kreditur untuk mencari pinjaman sebesar 300 miliar yen.

JAL diketahui telah mencari pinjaman dana dari pemerintah sejak 2001 untuk membiayai
utang-utang perusahaan yang semakin menumpuk. Selain itu, perusahaan yang rugi sekira
USD1,5 miliar selama kurun waktu enam bulan ini juga berencana untuk memangkas ribuan
pekerjanya dan mengurangi rute penerbangan sebagai bagian dari cara untuk mengembalikan
keuntungan perusahaan.

Sekadar informasi, JAL bisa memangkas lebih dari 10 ribu pekerjanya dan membukukan
pembiayaan restrukturisasi utang mereka sebesar 1,13 triliun yen per 31 Maret mendatang
secara year on year. JAL pun telah ditawari membiayai utang mereka oleh American Airlines
dan Delta Air Lines, di mana kedua perusahaan tersebut berkompetisi untuk memiliki saham
perusahaan Jepang ini dan akan berekspansi di pasar Asia.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

JAL akhirnya bangkit dengan cara mengevaluasi penyebab kebangkrutannya dan mencari jalan
keluar agar kembali beroperasi lagi keputusan yang di ambil JAL memangkas lebih dari 10 ribu
pekerjanya dan membukukan pembiayaan restrukturisasi utang mereka sebesar 1,13 triliun yen
per 31 Maret mendatang secara year on year.
DAFTAR PUSTAKA

https://economy.okezone.com/read/2012/09/19/213/692265/usaha-japan-airlines-bangkit-dari-kubur

https://www.kompasiana.com/suhanditamantimur/54ff5edba33311ec4f50fa7d/japan-airlines-pun-bisa-
bangkrut

https://www.batamnews.co.id/berita-39529-4-perusahaan-besar-mendadak-bangkrut-ini-
penyebabnya.html

Anda mungkin juga menyukai