Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS KRISIS JATUHNYA PESAWAT JT610 LION AIR

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Tugas Issue & Crisis Management


Dosen Nantia Rena Dewi Munggaran, S.S., M.I.Kom.
Assisten Dina Alamianti. S.Sos., M.I.Kom.

Disusun Oleh :

Moch. Yunus Kholis 41153030170146


Afrian Triaji Hanafi 41153030170111
Hendra Imam Setiabudi 41153030170020
Ramdani Alinurdin 41153030170095
VI / IKOM-PR / B

UNIVERSITAS LANGLANGBUANA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
BANDUNG
2020
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini, perkembangan transportasi umum di dunia sedang mengalami
kemajuan pesat. Transportasi umum meliputi transportasi darat (kereta api),
transportasi laut (kapal laut), dan transportasi udara (pesawat).
Tak terkecuali di Indonesia, perkembangan transportasi umum pun dapat
dilihat dari banyaknya perbaikan fasilitas, perbaikan tempat, penambahan jumlah
armada transportasi, serta perbaikan dan penambahan rute serta jadwal keberangkatan
transportasi umum.
Transportasi umum kini dianggap sebagai kebutuhan manusia. Selain itu,
menggunakan transportasi umum dirasa lebih bermanfaat karena dapat mengurangi
jumlah polusi dan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan setiap harinya, bebas energi,
meningkatkan kesehatan karena harus berjalan ketempat perhentiannya, serta
penghematan biaya.
Pesatnya perkembangan teknologi transportasi umum tidak lepas dari masalah
kecelakaan transportasi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 62 Tahun
2013 tentang Investigasi Kecelakaan Transportasi pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa:
"Kecelakaan transportasi adalah peristiwa atau kejadian pengoperasian
transportasi yang mengakibatkan kerusakan sarana transportasi, korban jiwa, dan /
atau kerugian harta benda."
Kecelakaan transportasi disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor alam
(cuaca atau bencana alam), faktor manusia (human error), atau faktor teknologi
(kerusakan pada transportasi itu sendiri).
Beberapa contoh kasus kecelakaan pesawat udara adalah kasus kecelakaan
maskapai penerbangan Lion Air pada 30 November 2004 yang tergelincir di bandara
Adisumarmo, Solo, Jawa Tengah. Kecelakaan tersebut mengakibatkan 146
penumpang dan awak pesawatnya meninggal dunia dan mengalami luka berat. Selain
itu, ada pula kecelakaan maskapai penerbangan Adam Air pada 1 Januari 2007 lalu di
perairan Majene, yang menyebabkan 102 penumpang dan awak pesawat hilang,
kemudian ada pula kecelakaan maskapai penerbangan Air Asia pada 28 Desember
2014 di perairan Selat Karimata, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah yang
menyebabkan 162 termasuk awak pesawat dinyatakan hilang. Pada hari senin tanggal
29 Oktober 2018 pagi hari, kembali terjadi kecelakaan pesawat udara di Indonesia,
yaitu kasus kecelakaan maskapai penerbangan Lion Air.
Kecelakaan pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610 yang terjadi
pada 29 Oktober 2018 merupakan kecelakaan penerbangan terparah kedua sejak
Garuda Indonesia Airbus A300 di Medan pada 1997 dengan 234 penumpang dan
awak meninggal. Pesawat Lion Air JT 610 dengan rute penerbangan Jakarta menuju
Pangkal Pinang mengalami kecelakaan setelah lepas landas dari Bandar Udara
Internasional Soekarno-Hatta pukul 06:20 WIB menuju Pangkal Pinang. Danang
Mandala Prihantoro Selaku Corporate Communication Strageic of Lion Air
mengatakan setelah 13 menit mengudara pesawat jatuh di koordinat S 5'49.052" E
107' 06.628" sekitar Karawang. Pesawat tersebut mengangkut penumpang sebanyak
181 penumpang, dengan perincian 124 penumpang dewasa laki-laki, 54 penumpang
dewasa perempuan, 2 anak-anak, dan 1 bayi. Kru pesawat berjumlah tujuh orang. Dua
orang penerbang (pilot dan kopilot) serta lima orang kru kabin pesawat. Dalam
pesawat tersebut juga mengangkut tiga pramugari yang tengah melakukan pelatihan
dan satu orang teknisi.
Pada saat perusahaan menghadapi dengan sebuah krisis, yang terbaik
dilakukan oleh perusahaan adalah dengan melakukan manajemen krisis agar krisis
dapat tertangani dengan baik, cepat dan tepat. Pelaksanaan manajemen krisis ini
dilakukan agar situasi krisis tidak mengarah kepada situasi yang memburuk dan
berakibat fatal pada citra perusahaan di masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Krisis apa yang terjadi terhadap Perusahaan Lion Air dan Penyebabnya?
2. Fase – fase krisis yang terjadi Perusahaan Lion Air!
3. Apa dampak krisis bagi Perusahaan Lion Air!

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui krisis dan penyebabnya terhadap Perusahaan Lion Air.
2. Untuk mengetahui Fase-fase krisis yang terjadi di Perusahaan Lion Air.
3. Untuk mengetahui apa saja dampak krisis bagi Perusahaan Lion Air.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Krisis yang Terjadi di Lion Air


Lion Air (kode penerbangan JT) merupakan maskapai penerbangan swasta
nasional asal Indonesia yang secara hukum didirikan pada tanggal 15 November 1999
dan mulai beroperasi pertama kali pada tanggal 30 Juni 2000, dengan melayani rute
penerbangan dari Jakarta menuju Pontianak menggunakan pesawat dengan tipe
Boeing 737-200 yang pada saat itu berjumlah 2 unit.
Berkantor pusat di Lion Air Tower, Jl. Gajah Mada No. 7 yang berada di
kawasan Jakarta Pusat, PT. Lion Mentari Airlines atau yang biasa dikenal dengan
Lion Air merupakan maskapai penerbangan berbiaya rendah (Low Cost Carrier)
dengan mengusung slogan "We Make People Fly". Melalui hal ini Lion Air mencoba
mewujudkan dan merubah stigma masyarakat bahwa siapapun bisa terbang bersama
Lion Air dengan tetap mengedepankan aspek keselamatan, keamanan, dan kualitas.
Tujuh belas tahun lebih mengudara dan melayani masyarakat, hingga saat ini
Lion Air telah terbang ke 183 rute penerbangan yang terbagi dalam rute domestik
yang tersebar ke seluruh penjuru Indonesia dari sabang sampai merauke, dan rute
Internasional menuju sejumlah negara seperti, Singapore, Malaysia, Saudi Arabia dan
China. Jumlah rute tentunya akan terus bertambah karena melihat pasar penerbangan
di Indonesia yang terus berkembang begitu pesat. Dengan kepemilikan pesawat
sebanyak 112 armada yang terbagi dalam beberapa tipe seperti Boeing 747-400,
Boeing 737-800, Boeing 737-900 ER, dan Airbus A330-300. Jumlah armada pun juga
akan bertambah sesuai dengan pengiriman pemesanan pesawat yang dilakukan oleh
Lion Air.
Dalam perjalanannya, Lion Air telah banyak memiliki rangkaian prestasi dan
penghargaan, serta sertifikasi internasional yang tentunya diraih untuk terus
meningkatkan kualitas dalam pelayanannya kepada masyarakat dan pelanggan
setianya. Beberapa diantaranya adalah sertifikasi ISSA yaitu sebuah standar
keselamatan dan keamanan berskala internasional yang diberikan oleh IATA dan
diraih pada Januari 2016, Lalu sertifikasi ISO 9001:2015 mengenai delay
management yang tentunya standar tersebut akan terus diaudit secara berkala.
Krisis adalah hal yang paling dihindari oleh praktisi corporate communication,
atau public relations. Apalagi pada umumnya setiap krisis yang terjadi kepada
perusahaan seringkali berujung juga kepada krisis komunikasi. Pengalaman berharga
mengenai penanganan krisis komunikasi dapat kita lihat dari Air Asia Indonesia,
Indosat dan juga apa yang terjadi pada Lion Air. Tak pelak, corporate communication
lah yang dihadapkan berada pada garis paling depan. Tentu saja sebagai profesional,
kita harus siap mengatasinya.
Krisis komunikasi yang terjadi yang terjadi pada Lion Air bersumber dari
krisis operasional (pesawat mengalami gangguan) yang kemudian mengganggu
jadwal penerbangan keseluruhan armada maskapai tersebut sehingga menjadi krisis
pelayanan kepada pelanggan. Sontak krisis pelayanan pun berubah menjadi krisis
komunikasi. Krisis komunikasi Lion Air ini menjadi perbincangan hangat di
masyarakat dan juga oleh komunitas praktisi corporate communication.
Selain kecelakaan, penerbangan Lion Air juga mencatat banyak
keterlambatan. Dan pada 2012, penerbangan ini memecat dua pilot karena tertangkap
menggunakan obat bius. Di tengah catatan perbaikan keselamatan yang dilakukan
pemerintah Indonesia, Uni Eropa mencabut larangan sejumlah penerbangan
Indonesia. Namun David Gleave menyatakan keraguan terkait kemajuan dalam
langkah keselamatan ini. "Uni Eropa mencabut larangan penerbangan Indonesia
namun itu dilakukan berdasarkan penilaian badan pengawasan (Indonesia), dan bukan
penerbangannya sendiri,"
Berikut beberapa fakta seputar jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 :
1. Hilang Kontak Setelah Mengudara 13 Menit
Pesawat Lion Air JT 610 ini berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta pukul 06.20
WIB. Namun, pesawat hilang kontak setelah 13 menit mengudara. Waktu tempuh
seharusnya yang dibutuhkan pesawat sampai ke Pangkalpinang adalah 70 menit.

2. Sempat Lapor Akan Balik ke Bandara Soekarno-Hatta


Menurut Corporate Communications Strategic of Lion Air, Danang Priandoko,
pesawat Lion Air JT 610 sempat dilaporkan akan kembali ke Bandara Soekarno-
Hatta. Namun, pesawat tak kunjung tiba di bandar udara yang terletak di
Tangerang, Banten itu. Lembaga pelayanan navigasi penerbangan, AirNav
Indonesia, sempat 'membukakan jalan' supaya JT 610 bisa balik lagi ke Soekarno-
Hatta. Manajer Humas AirNav Indonesia Yohanes Harry Sirait mengatakan "Dia
cuma meminta return to base. Kita lihat, oke, kita berikan prioritas untuk return to
base."
3. Terdengar Bunyi Ledakan
Saat Lion Air jatuh di perairan Tanjung Karawang, seorang nelayan mengaku
mendengar ledakan keras di sekitar Perairan Tanjung Pakis. Ledakan tersebut
sempat membuat para nelayan takut. Boros (50th), salah satu nelayan yang
mendengar ledakan tersebut pagi tadi. "Sempat mendengar suara ledakan cukup
keras disekitar pesisir pantai," kata dia. Sejumlah nelayan juga mengaku sempat
mendengar ledakan tersebut. Namun, mereka tidak tahu persis dimana lokasi
sumber ledakan berasal.

4. Pesawat Baru
Pesawat Lion Air JT 610 itu tergolong baru lantaran baru beroperasi sejak 15
Agustus 2018. Corporate Communications Strategic of Lion Air Danang Mandala
Prihantoro mengatakan pesawat tersebut jenis Boeing 737 MAX 8 dengan nomor
registrasi PK-LQP. Pesawat dinyatakan layak terbang.

5. ELT Tak Pancarkan Sinyal


Sinyal dari emergency local transmitter (ELT) pesawat Lion Air JT 610 tersebut
tak terdeteksi. ELT merupakan bagian standar dari peralatan darurat pada
pesawat. ELT dipasang di dalam kokpit atau bagian ekor pesawat. Alat tersebut
memancarkan sinyal radio agar lokasi pesawat bisa diketahui sistem deteksi yang
ada. "Yang pasti, saat jatuh, beacon ELT pada pesawat tersebut tidak terpancar
atau memancarkan sinyal destress. Sehingga jatuhnya pesawat tersebut tidak
terpantau oleh Medium Earth Orbital Local User Terminal (MEO LUT) yang ada
di kantor pusat Basarnas," kata Kabasarnas Marsdya M Syaugi.

B. Fase – Fase Krisis yang Terjadi di Lion Air


Sebuah krisis melalui berbagai fase sebelum akhirnya menimbulkan
kekacauan. Adapun fase krisis adalah sebagai berikut :
1. Fase Prodromal
Fase ini merupakan gejala krisis. Berbagai kejadian yang berpotensi menjadi
krisis masih diabaikan karena organisasi masih dapat beroperasi seakan tidak
terjadi apa-apa. Adapun beberapa contoh gejala krisis antara lain adanya
perbedaan pendapat antarmanajemen, adanya tuntutan kenaikan upah, dan
sebagainya.

2. Fase Akut
Fase ini biasanya diindikasikan oleh munculnya berbagai kerusakan, reaksi mulai
berdatangan, dan isu-isu mulai menyebar luas. Adapun tantangan utama dalam
menangani fase ini adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari
berbagai pihak.

3. Fase Kronis
Organisasi telah merasakan dampak pada krisis yang terjadi dan bahkan tidak
dapat memprediksi kapan krisis akan berakhir. Di fase inilah baru sebagian besar
organisasi melakukan introspeksi besar-besaran hingga melakukan reformasi
melalui berbagai kebijakan strategis.

4. Fase Resolusi
Fase ini merupakan tahap penyembuhan, yakni saat organisasi mampu melalui
krisis. Organisasi sudah dapat kembali melakukan operasional sebagaimana
mestinya.

Krisis merupakan hal yang sangat dihindari karena dapat mengganggu kestabilan
sebuah organisasi. Kendati demikian, krisis juga akan selalu muncul sebagai sebuah
siklus. Untuk itulah, manajemen krisis sebagai upaya untuk menekan dan
menyelamatkan keberlangsungan organisasi akibat krisis perlu dilakukan dengan tepat
dan cepat. Analisis fase-fase krisis yang terjadi pada Lion Air adalah sebagai berikut :
1. Fase Prodromal
Jatuhnya pesawat Lion Air JT610 yang mengangkut 189 orang pada Senin
(29/10) adalah kecelakaan terparah kedua dalam sejarah penerbangan Indonesia
yang terjadi di tengah membaiknya rekor keselamatan, menurut Komite Nasional
Keselamatan Transportasi (KNKT) (https://www.bbc.com). Pesawat Lion Air JT
610 rute JakartaPangkalpinang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat. Pesawat
yang membawa 189 orang yang dioperasikan oleh Lion Air jatuh di lepas pantai
Indonesia pada 29 Oktober 2018 dan menewaskan semua penumpang. Peristiwa
ini tentunya menjadi pukulan berat bagi perusahaan Lion Air, Kasus jatuhnya
pesawat Lion Air JT610 ini merupakan salah satu krisis yang dihadapi oleh
sebuah perusahaan atau organisasi. peristiwa yang dapat membahayakan image
perusahaan, reputasi maupun stabilitas keuangan. Suatu krisis dikatakan krisis PR
apabila krisis tersebut diketahui oleh publik dan mengakibatkan munculnya
persepsi negatif terhadap perusahaan.

2. Fase Akut
Jatuhnya pesawat lion air JT 610 ini mengakibatkan turunnya kepercayaan
masyarakat terhadap dunia penerbangan, khususnya terhadap Lion Air. Turunnya
kepercayaan mengakibatkan turunnya stabilitas pengguna pesawat terbang, yang
mengakibatkan turunnya pengguna jasa transportasi udara dan menurunnya
pendapatan perusahan jasa transportasi udara. Hal tersebut yang merupakan
bentuk krisi yang dihadapi dunia penerbangan.

3. Fase Kronis
Organisasi atau perusahaan yang berada dalam krisis perlu mengambil tindakan
yang menunjukkan kepedulian atau empati terhadap masyarakat. Sasaran
perusahaan dalam menghadapi krisis adalah mengakhirinya secepat mungkin dan
yang lebih baik lagi, mencegahnya tidak terjadi. Oleh karena itu, perusahaan atau
organisasi harus bersiap menghadapi yang hal tak terduga atau bencana atau isu
yang dapat mengarah ke krisis. Yaitu memberikan kompensasi kepada para
korban kecelakaan, dan juga memberikan bantuan berupa tenaga medis dalam
ahli psikologi untuk menangani keluarga korban yang mengalami trauma.

4. Fase Resolusi
a. Strategi Komunikasi
Tubbs dan Moss (Mulyana, 2008) mendefinisikan komunikasi sebagai
―proses penciptaan makna antara dua orang (komunikator 1 dan komunikator
2) atau lebih, sedangkan Gudykunst dan Kim mendefinisikan komunikasi
(antarbudaya) sebagai ―proses transaksional, simbolik yang melibatkan
pemberian makna antara orang-orang (dari budaya yang berbeda). Menurut
Littlejohn dan Foss, (2016) komunikasi merupakan pertukaran sebuah
pemikiran atau gagasan. Selain itu, komunikasi juga diartikan sebagai
penyampaian informasi.
Effendy (2002) mengemukakan ada tujuh sendi atau pilar strategi
komunikasi, yaitu sebagai berikut:
1) Adaption of the communication process (adaptasi proses komunikasi).
Komunikator dengan tujuan beserta peristiwa menyatakan suatu ide yang
ia salurkan kepada komunikan dari siapa ia memperoleh tanggapan.
2) Thought (pikiran). Komunikasi yang baik dilandasi pemikiran yang baik.
Seorang komunikator harus berpikir dengan bahasa untuk merumuskan
idenya sebelum ia mengekspresikannya.
3) Languagecontrol (penguasaan bahasa). Bahasa sangat penting dalam
proses komunikasi, apakah itu bahasa verbal atau bahasa nirverbal.
4) Clearness (kejelasan). Agar suatu pesan komunikasi menjadi jelas bagi
komunikan, sebaiknya diberi batasan (definition), penekanan (emphasis),
pertautan (coherence), persamaan (analogy), dan ilustrasi (illustration).
5) Persuasiveness (daya persuasi). Publik selaku sasaran komunikasi
melaksanakannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.
6) Completeness (kelengkapan). Seorang komunikator harus mampu
memilih kata-kata yang tepat, menghindarkan kata-kata yang mubazir
(redundant), menghilangkan rincian yang tidak esensial, dan menyusun
kalimat yang sederhana, tetapi logis.
7) Good will (itikad baik). Suatu sikap dari hubungan manusiawi,
hubungan masyarakat, keramah-tamahan dan kesopan-santunan
menuntut itikad baik sebagai faktor esensial pada setiap komunikasi.

b. Strategi PR dalam Menghadapi Krisis


Praktisi PR sebagai yang ikut berkepentingan menangani krisis, dapat
menggunakan strategi 3P, sebagai berikut (Ruslan, 2014):
1) Strategi pencegahan adalah tindakan preventif melalui antisipasi
terhadap situasi krisis. Dalam hal ini PR dituntut memiliki kepekaan
terhadap gejala-gejala yang timbul diawal sebelum krisis terjadi, dan
dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir strategis dalam
menganalisa dan sekaligus memposisikan masalah krisis agar nantinya
dapat dicegah secara dini.
2) Strategi persiapan. Bila krisis tidak dapat dicegah sejak dini, maka
diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Membentuk tim krisis harus selalu mengadakan komunikasi agar
suasana krisis dapat terpantau;
b) Tim krisis harus dapat informasi yang jelas dan akurat tentang
perkembangan krisis, sehingga informasi yang diberikan kepada
pers tidak menyimpang dengan situasi yang sebenarnya.
3) Strategi penanggulangan, yaitu apabila strategi pencegahan dan
persiapan tidak sempat dilaksanakan, langkah terakhir yang diambil
strategi penanggulangan yaitu masa kuratif. Dalam strategi
penanggulangan terdapat langkah-langkah yang harus diambil sesuai
dengan situasi dan kondisi. Penanggulangan krisis harus segera diatasi,
sebab hal tersebut dilakukan agar krisis tidak menyebar dan berkembang
ke sektor lain. Selain itu agar operasional organisasi tidak terganggu dan
berjalan efektif. Dengan mengevaluasi krisis yang terjadi bertujuan
untuk melihat sejauh mana perkembangan krisis di masyarakat, serta
untuk mengetahui dimana kelemahan dan kelebihan dalam pelaksanaan
program manajemen krisis. Soemirat dan Ardianto menawarkan strategi
penanggulangan krisis sebagai tindakan kuratif. Tindakan ini dilakukan
jika krisis telah benar-benar terjadi dan tidak sempat atau dapat
mencegahnya.

c. Tindakan PR Lion Air Pasca Krisis


Pada tahap pasca krisis (post-crisis), krisis sudah terakumulasi dan
organisasi berupaya mempertahankan reputasi atau kehilangan reputasi
tersebut. Dengan kata lain, organisasi berupaya untuk memperbaiki segala
akibat yang ditimbulkan oleh krisis (recovery) (Kriyantono, 2012).Dalam
menghadapi krisis jatuhnya pesawat JT 610 pada tanggal 29 Oktober 2018
langsung ditanggapi oleh Lion Air dengan menyampaikan informasi bahwa
sehubungan dengan penanganan penerbangan Lion Air JT-610 sudah
menerbangkan dari keluarga penumpang JT-610 yang berasal dari
Pangkalpinang, Bangka. Sejumlah 90 orang dari pihak keluarga penumpang
sudah didatangkan ke Jakarta dari berbagai daerah dimana disiapkan
fasilitas akomodasi (penginapan) serta pusat informasi di hotel Ibis daerah
Cawang, Jakarta Timur, agar memudahkan mobilitas ke posko Bandar
Udara Internasional Halim Perdanakusuma. Malamnya juga direncanakan
keluarga penumpang akan didatangkan lagi sebanyak 76 orang.
Terkait dengan kejadian itu, Lion Air membuka crisis center di nomor
telepon (021)- 80820001 dan untuk informasi penumpang di nomor telepon
(021)-80820002. Lion Air menyatakan sangat prihatin dengan kejadian
tersebut dan akan terus berkoordinasi dengan semua pihak untuk
mempercepat kepastian infomasi terkait dengan keadaan penumpang dan
awak pesawat. Lion Air akan terus menyampaikan informasi terbaru sesuai
perkembangan lebih lanjut.
Langkah awal yang dilakukan oleh PR Lion Air merupakan strategi
pada tahap penanggulangan pasca terjadinya krisis. Melalui situs resminya
(www.lionair.co.id), Lion Air selalu memberikan perkembangan informasi
terbaru terkait jatuhnya pesawat JT610 tersebut. Karena masyarakat
memerlukan informasi terbaru terkait perkembangan krisis tersebut.
Pada tanggal 30 Oktober 2018, Lion Air kembali menyampaikan
informasi bahwa telah menerima konfirmasi dari Badan SAR Nasional
(BASARNAS) yaitu 24 kantong jenazah per 29 Oktober 2018. Total
tersebut sudah dibawa dan berada di RS POLRI Kramat Jati, Jakarta Timur.
Sebagian dari pihak keluarga penumpang dan kru sudah berada di RS
POLRI untuk proses identifikasi (Disaster Victim Identification).
Selanjutnya, pada tanggal 31 Oktober 2018, Lion Air kembali merilis
berita terbaru dan menyampaikan informasi terkini terkait penanganan Lion
Air nomor JT-610, bahwa Lion Air telah menerima konfirmasi dari Badan
SAR Nasional (BASARNAS) pukul 18.00 WIB yaitu lima kantong
jenazah, sehingga jumlah menjadi 53 kantong, dengan keterangan per 30
Oktober 2018 yaitu 24 kantong, 29 Oktober 2018 terdapat 24 kantong.
Lima kantong tersebut akan dibawa dan diserahkan ke RS POLRI Kramat
Jati, Jakarta Timur untuk proses identifikasi. Proses identifikasi yang berada
di RS POLRI akan terus dilanjutkan bersama pihak keluarga penumpang
dan awak pesawat. Lion Air hingga saat ini tetap melakukan pendampingan
kepada keluarga (family assistant) pada setiap posko JT-610.Sementara itu,
beberapa manajemen Lion Air hari ini juga berada di posko Cawang, posko
RS POLRI, Jakarta Timur dan Tanjung Priok, Jakarta Utara guna
memberikan dukungan moril kepada keluarga penumpang, kru serta tim
evakuasi. Upaya pencarian seluruh penumpang, kru dan pesawat JT-610
yang mengalami kecelakaan pada (29/10) di perairan Karawang, Jawa Barat
terus dilakukan.
Sejak terjadinya kecelakaan maut itu hingga tanggal 12 November
2018, Lion Air setiap hari melakukan update informasi terkait penanganan
pesawat Lion Air. Informasi yang diberikan berupa proses pencarian dan
evakuasi penumpang serta kru dari JT-610 yang masih terus berlangsung,
pemberangkatan keluarga penumpang dan kru ke RS Polri Kramat Jati,
Jakarta Timur, pemberian uang tunggu, uang santunan dan uang duka
kepada keluarga korban.

d. Tindak Komunikasi Jika Terjadi Krisis


Ada beberapa tindakan komunikasi terpenting yang dilakukan PR Lion Air
ketika terjadi krisis, yaitu:
1) Membentuk tim penanggulangan krisis dan secepatnya mengumpulkan
data kualitatif maupun kuantitatif berdasarkan penelitian darurat untuk
mendapatkan fakta dan opini atas kejadian sesungguhnya.Tim
penanggulangan krisis ini dipimpin oleh seorang manajer PR yang
memahami krisis secara konseptual maupun teknis-praktis. Jumlah
anggota disesuaikan dengan besaran krisis. Setiap anggota inti
bertanggung jawab atas satu tugas khusus, yaitu mempelajari dan
menganalisis krisis, mempersiapkan konsep tindakan, dan
mempersiapkan kegiatan implementasi. Tim penanggulangan krisis Lion
Air akan efektif bila setiap anggota menyadari bahwa setiap anggota
saling bergantung dan tidak ada yang lebih penting dibandingkan yang
lain. Selain memiliki anggota yang solid, tim penanggulangan krisis
perlu memiliki rencana kerja yang jelas, lengkap dengan skedul, ruang
pertemuan yang di dalamnya tersedia cukup sarana kerja, serta fasilitas
komunikasi dan transportasi yang memadai.
2) Nembuat analisis mengenai ekspektasi khalayak. Hubungi orang-orang
yang ahli (expert) untuk memberikan analisis dan penjelasannya
mengenai krisis yang terjadi. Siapkan langkah-langkah atau rencana
kegiatan terkait pelaksanaan komunikasi dalam keadaan krisis. Lion Air
sudah menunjukkan keprihatinan atas krisis yang terjadi kepada keluarga
penumpang dan kru yang menjadi korban dalam kecelakaan pesawat
JT610. Beberapa saat setelah terjadi kecelakaan Lion Air langsung
merilis berita melalui world wide web (www.lionair.co.id) mengenai apa
yang tengah dilakukan dan apa yang akan direncanakan Lion Air untuk
mengatasi masalah yang terjadi.
3) Siapkan pesan-pesan utama yang kuat dan dapat dipercaya berdasarkan
transparansi dan etika bisnis. Lion Air perlu menunjuk juru bicara dan
salurkan pertanyaan kepada juru bicara tersebut, yaitu orang-orang yang
sudah dilatih terlebih dahulu. Dalam menanggulangi krisis ini, tim
penanggulangan krisis Lion Air sudah membentuk crisis center (021-
80820001) untuk menanggulangi efek bencana tersebut. Crisis center
berfungsi untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh khalayak
terkait kecelakaan pesawat.
4) Implementasikan ―5W+1H‖ sesegera mungkin.
a) What—Apa yang paling penting yang perlu disampaikan dalam
pesan utama?
b) Who—Siapa yang wajib menjadi komunikator dan kepada siapa saja
komunikasi yang paling penting?
c) Why—Alasan perlunya pesan utama segera disampaikan.
d) When—Kapan? Sekarang juga, sesegera mungkin!
e) Where—Di mana? Tidak langsung di tempat terjadinya kecelakaan,
tetapi diatur tempat yang lebih mengakomodasi, sedekat mungkin
dengan tempat kejadian.
f) How—Bagaimana caranya? Dengan Konferensi Pers, semua media
diundang atau melalui penyiaran langsung via radio dan televisi.
Jangan lupa segera updatewebsite atau membuka situs baru. Semua
berita harus di-update mengikuti perkembangan zaman.
5) Monitoring Media. Dalam memilih teknik dan saluran komunikasi,
perhatian mulamula diarahkan kepada publik yang akan menerima
informasi atau pesan. Publik harus jadi prioritas utama supaya
komunikasi yang dijalankan lebih bersifat audience oriented
(berorientasi kepada khalayak). Bersikap terbuka dan menceritakan apa
adanya tanpa ada bagian yang disembunyikan atau orang lain yang akan
bercerita. Wartawan akan mencari sumber lain, salah satunya kepada
pengamat untuk mendapatkan jawaban yang tidak diperolehnya. Jika hal
ini yang terjadi, PR Lion Air akan kehilangan kontrolnya terhadap
media. Sebaiknya Lion Air jangan memberikan keterangan secara
mencicil. Berikan informasi secara lengkap dan menyeluruh.
6) Perlakukan semua insan pers/media secara profesional.Lion Air
sebaiknya mendirikan News Center (pusat pelayanan media) yang
berada di tempat yang berjauhan dari lokasi krisis. Berikan keterangan
kepada wartawan secepat mungkin begitu tersedia informasi terbaru.
Jangan memilih-milih media atau wartawan. Semua media harus
dianggap sama. Jangan mencari keuntungan atas liputan media massa
terhadap perusahaan pada saat krisis dengan mempromosikan
perusahaan, produk dan jasa. Jangan melakukan hal-hal yang dapat
dianggap melakukan iklan gratis dengan memanfaatkan kehadiran media
pada saat perusahaan tengah disorot terkait dengan krisis yang terjadi.

C. Dampak Krisis bagi Lion Air


1. Menurunnya citra dan kepercayaan masyarakat terhadap Lion Air
Jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di Laut Karawang pada Senin 29 Oktober
2018 meninggalkan duka yang mendalam kepada banyak pihak. Selain
menyebabkan tewasnya awak kapal dan banyak penumpang, kejadiaan ini juga
mempengaruhi citra dari Lion Air itu sendiri. Bahwa krisis yang dialami suatu
perusahaan terdapat tiga tahapan yaitu pra krisis, krisis, dan paska krisis dan pada
saat ini Lion Air JT 610 sedang berada pada masa krisis. Pada momentum seperti
ini, Lion Air JT 610 harus dengan bijak menyelesaikan berbagai permasalahan
yang muncul dari dampak peristiwa yang terjadi. Mengingat penyebab dari
peristiwa ini adalah accidental cluster, yaitu terjadi karena kecelakaan yang tidak
disengaja, maka hal yang harusnya dilakukan adalah menangani dengan jalan
yang proaktif.
Pengembalian citra jangan dulu menjadi fokus utama apabila sedang berada
dalam tahap krisis, melainkan membenahi akibat dari kecelakaan yang
ditimbulkan sehingga kepercayaan dari masyarakat sendiri tak akan menurun.
Pihak Lion Air harus tegas dan jelas dalam memberikan informasi kepada
masyarakat, karena seperti yang diketahui bahwa penyebaran hoax di Indonesia
sendiri cukup tinggi ditambah lagi kecelakaan ini sangat bersifat sensitif.
Perusahaan harus sesering mungkin memberikan informasi secara langsung atas
nama perusahaan itu sendiri untuk meminimalisir kekhawatiran, juga menambah
informasi yang valid dan dapat dipercaya.
Setelah sebuah perusahaan mengalami krisis, pada tahapan selanjutnya akan
muncul tahap paska krisis. Pada tahap ini, barulah sebuah perusahaan dapat
mengembalikan citranya, begitu pula yang akan dialami oleh Lion Air. Namun,
jika terbukti memang kecelakaan diakibatkan oleh human error, maka pihak Lion
Air pun diharapkan dapat tetap jujur dan selalu melaporkan setiap detailnya
sehingga tidak menurunkan integritas perusahaan serta dapat menunjukkan bentuk
pertanggungjawaban.

2. Menurunkan tingkat keselamatan penerbangan di Indonesia ke kategori dua yang


artinya masuk dalam kelompok negara-negara yang belum mampu memenuhi
syarat keselamatan terbang internasional.
Langkah ini disusul dengan larangan terbang bagi seluruh maskapai
penerbangan Indonesia ke Eropa oleh otoritas penerbangan Uni Eropa (UE).
Larangan ini berpedoman pada hasil audit ICAO dan FAA yang menilai bahwa
pengelola penerbangan di Indonesia tidak mampu memenuhi persyaratan
keselamatan terbang internasional.
Larangan itu resmi dicabut pada bulan Juni 2018. Uni Eropa telah resmi
mencabut larangan terbang terhadap 62 maskapai Indonesia. Hal itu terjadi karena
direvisinya regulasi terkait keselamatan penerbangan di Tanah Air.
Menjadi perhatian khusus dari berbagai pihak terutama hal infrastruktur,
regulasi, organisasi dari Kementerian Perhubungan dan navigasi ke bandara belum
mendukung lingkungan yang kondusif untuk keselamatan penerbangan.

D. Review Anggota Kelompok terhadap penyelesaian krisis yang dialami Lion Air
Menurut kelompok kami mengenai manajemen krisis yang dilakukan oleh
Lion Air sudah termasuk efektif dalam penyelesaian sebuah krisis. Karena perusahaan
Lion langsung menyususn tim manajemen krisis. Kemudian Lion Air juga langsung
merilis berita melalui world wide web (www.lionair.co.id) mengenai apa yang tengah
dilakukan dan apa yang akan direncanakan Lion Air untuk mengatasi masalah yang
terjadi. Kemudian selanjutnya menjalankan tanggung jawabnya seperti memberi
kompensansi kepada para korabn dan melakukan berbagai terapi kepada para keluarga
korban.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Jika terjadi malapetaka ataupun kejadian yang tidak biasa, kemungkinan krisis
mulai terjadi, masyarakat ingin segera mengetahui perkembangannya. Perusahaan
harus segera menginformasikan, masyarakat banyak bertanya, masyarakat akan
memberikan tanggapan penilaian moral tindakan perusahaan. Pada waktu genting
demikian diperlukanlah tim penanggulangan krisis segera bergerak. Kepala Humas
atau PR segera harus tampil bahkan dia yang harus segera menyiapkan agar Presiden
Direktur atau CEO juga harus muncul di layar kaca TV, di radio dan di konferensi
pers. Mutlak perlu suatu pelatihan dengan stimulasi program pelatihan manajemen
krisis. Perusahaan yang siap dan terlatih menghadapi segala kemungkinan dilanda isu
atau krisis akan selamat, keluar dari malapetaka dengan baik, sering pula akan tampil
lebih baik dari sebelumnya. Program pelatihan manajemen krisis sangat penting bagi
kita semua. Krisis pasti terjadi, hanya saja kita tidak tahu kapan terjadinya.
PR pada intinya senantiasa berkenaan dengan kegiatan penciptaan pemahaman
melalui pengetahuan dan melalui kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan akan muncul
suatu dampak yakni perubahan yang positif. Fungsi sentral PR adalah menunjang
manajemen dalam mencapai tujuan organisasi, dengan komunikasi sebagai
kegiatannya yang utama. Sasaran kegiatan humas adalah publik intern dan publik
ekstern, sedangkan tujuannya adalah terbinanya hubungan harmonis antara organisasi,
khususnya Lion Air dengan publik tersebut.
Salah satu fungsi dari seorang PR yakni fungsi korektif, fungsi ini
menunjukkan peranan seorang PR apabila sebuah organisasi atau lembaga terjadi
masalah-masalah (krisis) dengan publik, maka seorang PR harus berperan mengatasi
terselesaikannya masalah tersebut. Setelah seorang PR berhasil menyelesaikan
masalah tersebut, maka hal yang tidak kalah penting adalah peranan PR untuk
mengembalikan opini publik menuju kearah yang lebih baik.

B. Saran
Seorang pengamat keselamatan penerbangan David Gleave mengatakan
kepada media di Inggris, Telegraph Travel, bahwa rekor keselamatan Lion Air masih
buruk. Penerbangan Lion berkembang pesat namun catatan keselamatan belum baik.
Dalam dunia bisnis harga murah memang menjadi keinginan setiap konsumen,
karena di era globalisasi sekarang ini masyarakat cenderung memilih transportasi
yang murah karena meningkatnya biaya hidup, akan tetapi perusahaan penyedia
barang atau jasa dengan harga murah harus tetap memperhatikan kualitas yang
diberikan, dalam hal ini Lion Air harus tetap bertahan sebagai maspakai penerbangan
dengan biasa murah (Low Cost Carier), tetapi tidak mengesampingkan keselamatan
(safety), dan sebagai perusahaan penyedia jasa penerbangan sudah menjadi kewajiban
Lion Air untuk menyediakan yang terbaik yakni dengan biaya murah dan kualitas
yang baik.
LAMPIRAN

KOMPAS.com - Hari ini, 2 tahun yang lalu, tepatnya pada 29 Oktober 2018 terjadi
kecelakaan pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT- 610, rute Jakarta-Pangkal
Pinang. Sebanyak 189 orang yang terdiri dari 179 penumpang dewasa, 1 penumpang anak, 2
bayi, 2 pilot, 5 kru dinyatakan meninggal dunia. Diberitakan Harian Kompas, 30 Oktober
2018, kecelakaan tersebut terjadi di lepas pantai Karawang, Jawa Barat. Baca juga: 6
Maskapai yang Mem-PHK Karyawan akibat Pandemi Corona Pesawat dengan jenis Boeing
737 MAX 8 itu merupakan pesawat jenis baru asal Amerika Serikat. Pesawat Lion Air JT-
610 lepas landas pada pukul 06.20 WIB dari Bandara Soekarno Hatta dengan rute Bandara
Depati Amir di Pangkal Pinang, Bangka Belitung. Pesawat dijadwalkan akan tiba di tujuan
sekitar pukul 07.20 WIB. Namun, 13 menit setelah mengudara, pesawat jatuh pada pukul
06.33 WIB di koordinat S 5'49.052" E 107'06.628".

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hari Ini dalam Sejarah: Kecelakaan
Pesawat Lion Air JT-610, 189 Orang Meninggal", Klik untuk baca:
https://www.kompas.com/tren/read/2020/10/29/143000465/hari-ini-dalam-sejarah--
kecelakaan-pesawat-lion-air-jt-610-189-orang?page=all.
Penulis : Nur Fitriatus Shalihah
Editor : Sari Hardiyanto
Jakarta - Maskapai Lion Air mendirikan pusat krisis (crisis center) kecelakaan
pesawatnya yang bernomor penerbangan JT 610. Silakan menghubungi pusat krisis ini untuk
mengetahui informasi terkait penumpang Lion Air itu.

"Crisis Center Penanganan Jatuhnya Pesawat Lion Air JT 610. Silakan menghubungi
crisis center di nomor 021-80820000 dan untuk informasi penumpang di nomor 021-
80820002," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho.

Dia menyampaikan informasi itu lewat akun Twitter pribadinya, @Sutopo_PN. Dia
juga mencantumkan nomor Corporate Communications Strategic of Lion Air, Danang
Mandala Prihantoro, yakni +62 8788 033 3170.

Ada 189 orang di dalam pesawat itu, termasuk penumpang dan awak kabin. Kini
personel Badan SAR Nasional sedang berusaha melakukan evakuasi di lokasi jatuhnya
pesawat, di laut utara Karawang, Jawa Barat.

https://news.detik.com/berita/d-4277712/ini-nomor-crisis-center-lion-air-jt-610-yang-jatuh
Delapan jam setelah pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610 yang
berangkat dari Jakarta menuju Pangkal Pinang dilaporkan hilang kontak pada Senin (29/10)
pukul 06.33 WIB, keluarga korban tak kunjung mendapatkan informasi dan kepastian nasib
sanak familinya.

Sejak pukul 09.30 WIB, keluarga penumpang berdatangan ke Crisis Center yang
dibuka ruangan VIP Bandara Internasional Soekarno Hatta terminal 1B. Mereka segera
diarahkan masuk ke dalam ruangan dan memperoleh keterangan dari otoritas bandara.
Sayangnya, mayoritas pulang tanpa membawa kepastian dan informasi apapun soal nasib
keluarga mereka.

"Kita enggak dapat info apa-apa di dalam (crisis center). Sama sekali enggak ada info
apapun," kata seorang perempuan yang matanya basah, kepada VICE, sembari meninggalkan
halaman VIP room Terminal 1B.

Di tengah kesimpangsiuran tersebut, muncul kabar soal crisis center dibuka di


Bandara Halim Perdanakusuma. Hal ini membuat sebagian keluarga korban yang baru
datang, bergegas menuju Halim. Pihak bandara Soekarno Hatta menyediakan bus
mengangkut penumpang.

https://www.vice.com/id/article/negxaw/kekacauan-dan-kebingungan-mewarnai-pusat-
krisis-tragedi-jatuhnya-lion-air-jt-610
Udah ada 48 kantong jenazah, 'hasil ídentifikasi masih nihil'

Kantong jenazah yang dikirim ke RS Polri kini berjumlah 48, dan sampel DNA sudah
diambil dari 87 bagian tubuh yang terkumpul, kata Kepala Rumah Sakit Polri, dr Musyafak,
dalam jumpa pers Rabu (31/10) pagi.

"Keluarga yang sudah datang memberikan data, sudah 147 diambil sampel DNA. Masih 46
orang yang keluarganya yang punya hubungan darah langsung, diminta datang untuk
memberikan sampel DNA," katanya.

Ia menyebutkan, sudah dilakukan pencocokan pertama data DNA, Selasa kemarin.

"Dari rekonsiliasi data DNA, antara keluarga dengan korban, hasilnya masih nihil, belum ada
yang bisa diidentifikasi," katanya.

Pencocokan data fisik pun, seperti tanda pada tubuh, tanda medis, tato, namun, "hasilnya
masih nihil.

https://www.bbc.com/indonesia/live/indonesia-46015949
TRIBUN-BALI.COM - Boeing pada hari Senin (23/12/2019) waktu setempat memecat
CEOnya Dennis A. Muilenburg. Hal ini buntut dari krisis yang disebabkan kecelakaan fatal
pesawat 737 MAX.

Perusahaan telah terperosok dalam krisis terburuk dalam sejarah 103 tahun sejak kecelakaan
dua pesawat 737 MAX menewaskan 346 orang, yakni Lion Air dan Ethiopian Airlines.

Pesawat 737 MAX telah dikandangkan sejak Maret di seluruh dunia dan Boeing pun
kesulitan untuk bisa mengembalikan pesawat tersebut kembali mengudara.

Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Buntut Jatuhnya Pesawat Lion Air
dan Tewaskan Ratusan Orang, CEO Boeing Dipecat,

https://bali.tribunnews.com/2019/12/24/buntut-jatuhnya-pesawat-lion-air-dan-tewaskan-
ratusan-orang-ceo-boeing-dipecat.

Editor: Aloisius H Manggol

Anda mungkin juga menyukai