Anda di halaman 1dari 9

TUGAS HUKUM TRANSPORTASI

ANALISIS MENGENAI KECELAKAAN PESAWAT LION AIR JT 610


NAMA: ROSA WANDIRA (E18010001)
MIFTAH WINOVIRA SUNIKA (E18010055)
LATAR BELAKANG

• Pengangkutan udara adalah salah satu pengangkutan yang dianggap praktis


oleh masayarakat. Adanya pengangkutan udara ini karena terjadinya perjanjian
antara pihak pengangkut maupun penumpang. Berdasarkan Pasal 1 butir 29
Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (UUP), perjanjian
pengangkutan udara adalah perjanjian antara pengangkutan dan pihak
penumpang dan-atau pengirim kargo untuk mengangkut penumpang dan/atau
kargo dengan pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau dalam bentuk
imbalan jasa lainnya.
Secara umum kecelakaan pesawat merupakan segala sesuatu yang
terjadi tidak sesuai dengan kondisi operasional baik itu di sebabkan
oleh manusia (human), pesawat udara (machines), maupun
lingkungan (environment). Dalam dunia penerbangan serta dalam
bidang investigasi istilah kecelakaan biasanya didefinisikan
sebagai peristiwa diluar kemampuan manusia yang terjadi di dalam
pesawat udara dari bandar udara keberangkatan sampai bandar
udara tujuan
kecelakaan pesawat di Indonesia adalah salah satu yang tertinggi di Asia.
Sejak tahun 1946 Indonesia menjadi salah satu negara dengan rekor
kecelakaan penerbangan sipil terburuk di Asia. Data yang dirilis oleh
Aviation Safety Network mencatat Indonesia telah mengalami setidaknya
104 kecelakaan penerbangan sipil sejak setahun usai Indonesia merdeka .
Data Aviation Safety Network menunjukkan, akumulasi kecelakaan udara fatal di Indonesia
mencapai 153 kasus sejak tahun 1919. Terhitung dari tahun yang sama, total korban jiwa yang
jatuh mencapai 3.037 orang. Lalu, dalam sepuluh tahun terakhir, jumlah kecelakaan pesawat fatal
mencapai 18 kasus.
Faktor yang mungkin berpengaruh dalam rentetan kecelakaan udara di Indonesia, kita
menggunakan patokan skor dan poin-poin Program Audit Pengawasan Kselamatan Universal dati
The International Civil Aviation Organization (ICAO), pada 2017.
TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT LION AIR JT 610

• pada tanggal 29 Oktober 2018, masyarakat dikejutkan dengan kecelakaan pesawat Lion Air
JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang di perairan Karawang, Jawa Barat. Sebanyak 189
orang yang terdiri dari 179 penumpang dewasa, 1 penumpang anak, 2 bayi, 2 pilot, 5 kru
dinyatakan meninggal dunia. Pesawat dengan jenis Boeing 737 MAX 8 tersebut
merupakan pesawat jenis baru yang berasal dari Amerika.
• Pesawat Lion Air JT 610 lepas landas pada pukul 06.20 WIB dari Bandar Udara Soekarno
Hatta dengan rute Bandar Udara Depati Amir di Pangkal Pinang, Bangka Belitung.
Diperkirakaan pesawat akan tiba sampai tujuan sekitar pukul 07.20, namun 13 menit
setelah lepas landas pesawat jatuh pada pukul 06.33 WIB
Komite Keselamatam Transportasi Nasional (KNKT) menemukan kurangnya informasi
teknis yang dibagikan kepada pilot dengan sistem penerbangan pesawat Boeing 737 MAX
tersebut dan kesalahan perawatan pesawat. Kedua poin tersebut menjadi alasan utama
terjadinya kecelakaan pesawat Lion Air JT 610.

Dan seharusnya pesawat Lion Air JT 610 sudah tidak layak terbang karena adanya beberapa
penjelasan dan investigasi dari pihak Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT)
tentang adanya beberapa faktor penyebab kecelakaan pesawat tersebut terjadi.
Secara rinci, ada beberapa hal yang dikatakan KNKT sebagai penyebab kecelakaan pesawat Lion Air JT 610,
yaitu:
 Asumsi terkait reaksi pilot yang dibuat pada saat proses desain dan sertifikasi pesawat Boeing 737-8
MAX di pabrik Boeing. Meskipun dikatakan sesuai dengan referensi yang ada namun ternyata tidak
tepat
 Kurang lengkapnya kajian terkait efek-efek yang dapat terjadi di cockpit, sensor tunggal yang
diandalkan untuk Maneuvering Characteristics Augmentation System dianggap cukup dan memenuhi
ketentuan sertifikasi
 Desain MCAS yang mengandalkan satu sensor saja sangat rentan terhadap kesalahan
 Pilot mengalami kesulitan melakukan respon yang terhadap pergerakan MCAS karena tidak adanya
petunjuk dalam buku panduan dan pelatihan
 Indikator Angle of Attack (AOA) Disagree (sensor pesawat dalam bahaya) tidak tersedia di pesawat 737-8
MAX, sehingga perbedaan ini tidak dapat dicatatkan oleh pilot dan teknisi tidak dapat
mengidentifikasikan kerusakan AOA sensor
 Sensor AOA pengganti mengalami kesalahan kalibrasi yang tidak terdeteksi pada saat perbaikan
sebelumnya
 Investigasi tidak dapat menentukan pengujian sensor AOA setelah terpasang di pesawat
yang mengalami kecelakaan
 Informasi mengenai stick shaker (indikator pesawat mengalami kehilangan daya angkat)
dan penggunaan prosedur non-normal Runaway Stabilizer pada penerbangan sebelumnya
tidak tercatat pada buku catatan penerbangan dan perawatan pesawat.
 Beberapa peringatan, berulangnya aktifasi MCAS dan padatnya komunikasi ATC tidak
terkelola dengan efektif. Hal tersebut diakibatkan oleh situasi kondisi yang sulit, termasuk
kemampuan mengendalikan pesawat, pelaksanaan prosedur non normal, dan komukasi
antar pilot, berdampak pada ketidak efektifan koordinasi antar pilot dan pengelolaan beban
kerja.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai