Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

BRAKING SYSTEM AIRCRAFT ERROR

DISUSUN OLEH :

AHMAD AFANDI (213/D.III/LLU.IXA/15)

PROGRAM STUDI D.III LALU LINTAS UDARA


JURUSAN KESELAMATAN PENERBANGAN
AKADEMI TEKNIK DAN KESELAMATAN
PENERBANGAN
MAKASSAR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai salah satu Negara yang memiliki kepadatan lalu lintas di udara,
Indonesia wajib memiliki kemampuan yang maksimal dalam memberikan
pelayanan yang prima untuk para pengguna jasa penerbangan, dalam hal ini
Indonesia juga dapat belajar dari kejadian yang terjadi di Negara lain.

1.2 Rumusan Masalah

1. Mengapa kejadian itu dapat tejadi ?


2. Apa dampak atau akibat dari kejadian itu ?
3. Siapa yang terlibat dalam kejadian itu ?
4. Dimana kejadian itu terjadi ?
5. Bagaimana penyelamatan yang dilakukan saat kejadian itu terjadi ?

1.3 Tujuan

Sebagai bahan referansi dalam mengatasi kejadian yang mungkin terjadi di


dunia penerbangan, berkaca dari kejadian yang telah terjadi di beberapa
bandara yang di bahas dalam makalah ini
Untuk lebih meningkatkan pelayanan di dunia penerbangan yang ada di
Indonesia, sehingga bisa memberikan kepuasan dan keselamatan bagi para
pengguna jasa penerbangan.
BAB II

PEMBAHASAN

BRAKING SYSTEM AIRCRAFT ERROR


(Kerusakan Sistem Pengereman PesawatTerbang)

18 mei 2005 di jam 11.43, dibandara internasional Bradford Leeds, UK


pesawat No: 6/2007 (EW / C2005 / 05/03), jenis pesawat Airbus
A320-211 pendaftaran JY-JAR.

Kecelakaan itu diberitahukan kepada Cabang Investigasi


Kecalakaan Udara oleh Pemandu Lalu Lintas Udara. Kontrol di
Bandara Internasional Leeds Bradford di jam 11.55 pada tanggal
18 Mei 2005.

Ketika pendaratan dilakukan di Runway 14 di Bandara Leeds


Bradford, pesawat mendarat di luar zona akhir touchdown
dengan autobrake rendah yang dipilih. Penggunaan roda
pengereman dimulai tak lama setelah mainwheel touchdown.
Pada ground speed sekitar 70 k trem berhenti beroperasi, selama
sekitar 17 detik. Sebuah peringatan terlihat di permukaan
landasan pacudan pilot melihat akhir landasan pacu. Ketika
semakin jelas bagi Commander itu berpikir tidak akan mungkin
untuk berhenti sebelum akhir landasan pacu, ia sengajatidak
memilih pengereman alternatif, karena hal ini akan
menyebabkan hilangnya kemudi nosewheel, tapi ia
menggunakan kemudi nosewheel untuk mengubah membelokan
pesawat tajam ke kanan. Pesawat tergelincir ke samping dan
berhenti dengannosewheels nya dilandasan pacu, tak lama
sebelum akhir permukaan aspal runway dan awal dari sebuah
lereng yang curam.
Penyebab tidak berfungsinya pengereman belum bisa di
putuskan secara pasti tapi kemungkinan sementara karena
efeksinyal listrik berlebihan dari takometer mainwheel yang
digunakanuntuk mengukur groundspeed. Dua driveshafts
tachometer ditemukan di tepi dan itu diketahui bahwa ini
mendorong kondisi resonansi yang mana menyebabkan
kesalahan sinyal tachometer di atasgroundspeed di mana akan
terdeteksi oleh sistem pemantauan pesawat.Kedua kondisi
tersebut mempengaruhi gigi pendaratan utama secara
bersamaan, kontrol pengaturan sistempengereman yang tidak
berfungsi bisa menyebabkan kecepatan pesawat yang tidak
sesuai dan juga bisa mengaktifkan sistem anti-selip dan
mengerem. Fluktuasi sinyal kesalahan akan mencegah
sistemuntuk mendeteksi dan memperbaiki status pengereman
atau memberikan peringatan kepada kru.

Ditemukan adanya sejumlah keanehan lain yang dikenal dengan


kontrol rem dansistem pengamatan yang dapat menyebabkan
kegagalan pengeremandan juga penguncian roda,
beberapatelah mengakibatkan insiden dan kecelakaan
sebelumnya. Produsen pesawat danotoritas kelaikan kendaraan
udara telah menetapkan dan melaksanakan tindakan korektif,
dan mendesain ulangdriveshafts tachometer dan pembaruan
perangkat lunak yang ditujukan untuk memperbaiki beberapa
kesalahan yangada, tetapi tidak dimasukkan pada sejumlah
pesawat besar, termasuk JY-JAR. Temuan tersebut memunculkan
kecurigaan pada prosedur pesawat pabrikan untuk memastikan
kualitas desain dan terus meningkatkan kelaikan kendaraan
udara.

Penyelidikan mengidentifikasi faktor-faktor penyebab berikut ini:


1. Kelebihan kebisingan sinyal roda tachometer, disebabkan oleh
tachometerdriveshaft pada setiap perakitan roda pendaratan
utama, mengakibatkan hilangnya pengereman yang
menggunakan sistem normal.
2. Toleransi kesalahan yang tidak sesuai dalam sistem kontrol
pengereman menyebabkankerugian berkelanjutan pada
pengereman normal selama rolling didaerah pendaratan.
3. Tidak ada indikasi dari flightdek mengenai kerusakan sistem
pengereman danini pengakuan kru dari hilangnya
pengereman.
4. Adanya kekurangan tindakan yang efektif untuk memperbaiki
keanehan sistem pengereman secara penuh dengan di
perjelas dari insiden dan kecelakaan yang terjadi sebelumnya.

Pesawat terbang yang terdaftar di Jordania itu beroperasi atas


nama maskapai Spanyol, membawa sebagian besar penumpang
orang Inggris yang ingin kembali ke Inggris dari Fuerteventura di
Spanyol. Pesawat itu terakhir diterbangkan dua hari sebelum
kecelakaan, dan awaknya juga telah beristirahat.

Pada pagi hari kecelakaan, pesawat berangkat dari Bandara


Fuerteventura di jam 07.35dan diterbangkan oleh co-pilot dalam
empat jam penerbangan keBandara Internasional Leeds
Bradford(LBA). Radar vektor pesawat di InstrumenSystem (ILS)
berada di Approach Runway 14. Sebelum pendaratan dimulai di
Final Approach, awak pesawatmemilih autobrake.Commander
mengambil kendali pesawat setelah posisi pada akhirApproach
Runway 14 di LBA, ia kemudian menyatakan bahwa
melakukannya karena ia telah berpengalaman mendaratkan
pesawatdi bandara ini sebelumnya. Laporan dari pilot diperkaya
dengan informasi yang ada pada Flight Data Recorder (FDR) yang
menunjukkan bahwa pesawat menujuApproach stabil dan
pesawat melintasi batas dikecepatan target sekitar 140 KIAS.
Pada jam 11.43 waktu setempat pesawat mendarat melebihi
tanda batas Touchdown Zone (TDZ), sekitar 700 m di atas batas
touchdown
dan 400 m di luartitik tujuan. Pilot menyatakan bahwa mereka
melihat indikasi yang normal pada spoiler. Commander
mengambil alih secara manual (pedal) pengereman tidak lama
setelah touchdown kekuatan pendorong balik diaktifkan.
Beberapa detik kemudian, ia merasa tingkatdeselerasi tidak
memadai sehingga ia melakukan peningakatan perpindahan
pedal remdan kemudian menerapkan kekuatan pendorong balik
lebih maksimal. Perubahan yang normal tidak diatur ulang.
Persepsi Commander dan Co-Pilot bersama dengan tegas
menekanpedal rem sendiri. Menilai bahwa perlambatan itu masih
kurang memadai, komandan memerintahkan co-pilot untuk
melepaskan pedal rem nya sementara ia terus menekannya
sendiri. Pesawat berada di landasan pacu sekitar 600 m sebelum
akhir permukaan beraspal, Commander melihat ujung landasan,
yang telah tersembunyi dari pandangan, dan menganggap
bahwa pesawat tidak akan berhenti sebelum akhir. Pada saat itu
ia memutuskan memilih sistem pengereman alternatif, tapi ia
tahu bahwa ini akan menyebabkan hilangnya kemudi nosewheel.

Karena terbatasnya jarak yang tersisa dari landasan pacu, ia


menganggap bahwa satu-satunya tindakan yang tepat untuk
tidak sampai di akhir permukaan beraspal adalah untuk
mengubah arah pesawat ke sebuah grassed di daerah samping
tepi kanan landasan. Menggunakan nosewheel kemudian dia
berhasil mencapai manuver ini, menyebabkan pesawat selip ke
samping dengan posisi nosewheels ada pada rumput. Api muncul
di lapangan udara dan layanan penyelamatan hadir tak lama
setelah pesawat datang. Karena ada indikasi api dan Commander
memerintahkan pengungsian. Langkah eksternal dibawa ke pintu
belakang kanan pesawat dan penumpang mulai turun sekitar 20
menit setelah pesawat itu berhenti. Tidak ada luka pada
penumpang atau awak.

BIRD STRIKE

Bird strike, biasa juga disebut birtbird hit atau BASH (bird
aircaft strike hazard) adalah tabrakan antara hewan terbang
(biasanya burung atau kelelawar) dengan kendaraan buatan
manusia, khususnya pesawat terbang. Istilah tersebut juga
digunakan untuk kematian burung yang disebabkan oleh
bangunan buatan manusia seperti tiang listrik atau bts, menara
kincir angin.

Bird strike adalah ancaman yang signifikan terhadap


keselamatan penerbangan, dan menjadi salah satu penyebab
beberapa kecelakaan dengan korban jiwa manusia.

Mungkin bagi yang belum mengetahui bahayanya burung bagi pesawat terbang,
dapat dilihat pada beberapa saat yang lalu ada kecelakaan pesawat yang
disebabkan oleh kawanan burung yang bertabrakan dengan pesawat yang disebut
dengan bird strike, atau bird hit, atau BASH Bird Aircraft Strike Hazard.

Kenapa burung berbahaya? Ancaman utama yang terjadi pada kasus Bird Strike
adalah pada pesawat jet. Yang dimaksud dengan pesawat jet disini adalah pesawat
turbojet ataupun jet (ramjet dll). Tidak seperti pada jenis transportsi lainnya
seperti mobil yang pada mesinnya tertutup rapih, tetapi pada pesawat jet bagian
depan mesin pesawat terbuka untuk menyedot udara untuk pembakaran. Di darat,
ancaman itu dating dari benda-benda yang ada disekitar mesin jet pada waktu
dinyalakan. Benda-benda ini disebut FOD (Foreign Object Damage).
Dengan kekuatannya, mesin jet pesawat dapat menyedot manusia, kendaraan
ringan, dan benda-benda yang ada disekitarnya. Sebuah mesin turbojet General
Electric CF6-80E1A2 yang terpasang pada sebuah Airbus A330 dapat
menghasilkan gaya sebesar 286.7kN (64,000lb sekitar 30 ton). Kedua mesinnya
bisa mendorong pesawat A330 dengan berat 233 ton untuk terbang. Dan jika ada
benda yang merusak sebuah bilah turbin mesin jet, maka pecahan bilahnya bisa
melesat ke bilah yang lain dan seterusnya merusak keseluruhan mesin.

Sedangkan pada saat di udara, mesin jet pesawat akan menelan apa saja yang
dilewati, seperti es/salju, hujan, burung besar/kecil. Benda atau burung ini dapat
merusak bilah-bilah turbin apabila tersedot mesin jet pesawat, dapat membuat
mesin berhenti bekerja atau dapat menyebabkan mesin terbakar karena
pembakaran yang terjadi tidak terbuang keluar dari belakang mesin. Bahkan jika
FOD yang masuk mesin, akan menjadi hancur terkena bilah mesin dan tidak
merusak bilah tersebut, aliran udara yang masuk bisa terganggu dan bisa
menyebabkan mesin jet menjadi stall.

Bahaya lain yang dapat mengancam penerbang yaitu apabila kawanan burung
tersebut menabrak kaca depan/windshield. Kecelakaan karena bird strike biasanya
banyak terjadi pada ketinggian rendah, pada saat pesawat lepas landas atau
mendarat. Upaya menanggulanginya, di beberapa bandara di luar negeri telah
memasang perangkap burung yang cara kerjanya yaitu dengan pengeras suara
yang menimbulkan suara seperti burung pemangsa, dengan suara ini diharapkan
burung-burung akan pergi ketempat lain. Ada cara lain yaitu, menembakan
senapan kea rah kawanan burung agar kawanan burung tersebut pergi ketika
mendengar suara tembakan yang keras tersebut. Tetapi tembakan senapan tersebut
harus dilakukan pada saat sebelum mesin pesawat hidup/menyala. Dan masih
banyak lagi yang menyebabkan kerusakan mesin jet pada saat didarat maupun di
udara seperti layang-layang.

Contoh Kasus :
Bahaya "Bird Strikes" di Bandara Internasional Kuala Namu Sumatera Utara

Lokasi Bandara Internasional Kuala Namu di Deli Serdang Sumatera Utara, yang
terletak persis di tepi laut ternyata memiliki potensi yang dapat membahayakan
keselamatan penerbangan. Lokasi sekitar pembangunan tersebut merupakan
daerah singgah burung-burung migran dan komunitas burung-burung air.
Landasan pacu yang menghadap ke arah laut memungkinkan terjadinya tabrakan
antara pesawat terbang dengan burung-burung tersebut. Hal ini bukanlah paranoia
semata, peristiwa kecelakaan pesawat terbang karena burung (Bird Strikes) sudah
sering terjadi, pesawat U.S. Airways Hudson River (U.S. News) adalah salah satu
contoh dari sekian banyak kecelakaan pesawat akibat Bird Strikes.

(Staf Wetlands International Indonesia) menyebutkan bahwa satu burung saja


terhisap ke badan mesin akan merusak kerja mesin pesawat. Biopalas dan Sumatra
Rainforest Institute (SRI), pernah melakukan penelitian/survey komunitas burung
di Pantai Baru, Kecamatan Pantai Labu yang berada di dekat lokasi bandara
tersebut, pada Bulan Januari 2012. Dari Penelitian tersebut mereka mencatat ada
sebanyak 1996 individu burung air yang berlalu lalang di sekitar bandara.

Melihat potensi yang membahayakan keselamatan pesawat tersebut, sudah


seharusnya pihak pemerintah, developer dan pihak-pihak terkait memperhatikan
potensi ini dengan serius karena menyangkut nyawa ratusan atau bahkan ribuan
manusia. Pembangunan Mega Proyek Bandara Internasional Kuala Namu di Deli
Serdang, Sumatera Utara berkapasitas 8 juta penumpang per tahun, telah dimulai
pada tahun 2006 dan ditargetkan akan selesai pada akhir 2012 dan dapat
beroperasi di awal 2013. Bandara ini merupakan bandara yang akan menggantikan
Bandara Polonia yang terletak persis di tengah Kota Medan (Kompas).

Kecelakaan fatal karena bird strike pertama kali dilaporkan pada tahun 1912
dimana seorang penerbang perintis Cal Rodgers bertabrakan dengan burung camar
yang menyangkut di kabel kendali pesawatnya. Kemudian dia jatuh di Long
Beach California dan ditemukan tenggelam di bawah pesawatnya.Kecelakaan
fatal terbesar terjadi pada 4 Oktober 1960, ketika Eastern Air Lines Flight 375,
sebuah Lockheed L-188 Electra terbang dari Boston melalui sekawanan burung
yang merusak seluruh 4 mesinnya. Pesawat langsung crashed sesaat setelah lepas
landas dengan 62 orang meninggal dari total 72 orang di pesawat.
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

III.1.1 Braking System Aircraft Error

1. Awak pesawat yang bertugastelah memiliki lisensi dan


juga sudah beristirahat sebelum mengoperasikan
penerbangan tersebut.
2. Komunikasi kru selama kecelakaan cukup baik.
3. Anggota awak pesawat telah terbiasa mendarat di Leeds
Bradford
sebelumnya, sehingga mereka juga telah terbiasa dengan
line-of sight karakteristik yang dimiliki Runway 14.
4. Beban pesawat sesuai untuklandasan pacu yang di
gunakan.
5. Kecepatan pesawat sesuai dengan aturan batasan
pendaratan.
6. Pesawat mendarat di luar akhir tanda zona touchdown,
sekitar 400 m di luar titik dan 700 m di luarthreshold
runway.
7. Pengaturan autobrake rendahkurang tepat untuk
pendaratan tapi pengereman dimulai sekitar 4 detik
setelahtouchdown dan seharusnya cukup untuk
menghentikan pesawat dilandasan pacu.
8. Pilot kesulitan untuk melihat akhir dari landasan pacu .
9. Awalnya sistem pengereman berfungsi secara normal
namun sekitar 70 kt groundspeed semua efek pengereman
hilang.
10. Pengembalian Otomatis untuk pengereman Alternatif
tidak terjadi.
11. Tidak ada peringatan di dek penerbangan
mengenaiadanya kerusakan rem.
12. Pengereman Alternatif tidak dipilih karena khawatir
pada
hilangnya kemudi nosewheel.
13. Pesawat tergelincir ke samping dan nosewheels nya
berhenti pada
di sisi daerah grassed area runway sesaat sebelum lereng
curam ke bawah.

III.1.2 Bird Strike

Untuk mengusir burung dibeberapa bandara udara diluar negeri mereka


memasang perangkat pengusir burung, cara kerjanya adalah dengan pengeras
suara yang menghasilkan suara pemangsa burung-burung yang ada disekitar
bandar udara. Dengan suara ini diharapkan burung-burung akan menyangka ada
bahaya pemangsa didekat mereka dan pergi ditempat lain untuk menghindari
pemangsanya tersebut.
Bandar udara tanpa perangkat canggih pun melakukan pengusiran burung
dengan cara konvensional biasanya dengan menembakan senapan dengan suara
yang keras untuk menakut-nakuti burung. Padahal suara pesawatpun sudah cukup
keras untuk mengusir burung. Tapi karna biasanya suara pesawat terdengar setelah
pesawat lewat maka pengusiran burung harus dilakukan sebelum pesawat lewat
atau lepas landas atau mendarat.

Anda mungkin juga menyukai