Anda di halaman 1dari 8

Budaya Organisasi Garuda Indonesia

A. SEJARAH PT GARUDA INDONESIA (PERSERO) TBK

PT Garuda Indonesa (Persero) Tbk adalah maskapai penerbangan nasional


Indonesia. Sejarah Garuda Indonesia sebagai bagian dari sejarah industri penerbangan
komersial di Indonesia dimulai ketika bangsa Indonesia berjuang melawan Belanda.
1940an-1950an: Masa awal Pada tanggal 26 Januari 1949 dianggap sebagai hari jadi
Garuda Indonesia. Pada saat itu nama maskapai adalah Indonesian Airways. Maskapai
ini tetap mendukung Indonesia sampai revolusi terhadap Belanda berakhir. Garuda
Indonesia mendapatkan konsesi monopoli penerbangan dari Pemerintah Republik
Indonesia pada tahun 1950 dari Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart
Maatschappij, perusahaan penerbangan nasional Hindia Belanda. Garuda pada
awalnya adalah hasil joint venture antara Pemerintah Indonesia dengan maskapai
Belanda, Koninklijke Luchtvaart Maatschappij (KLM). Pada awalnya, Pemerintah
Indonesia memiliki 51% saham dan selama 10 tahun pertama, perusahaan ini dikelola
oleh KLM. Karena paksaan nasionalis, KLM menjual sebagian dari sahamnya pada
tahun 1953 ke pemerintah Indonesia.Pada tahun 1953, maskapai ini memiliki 46
pesawat.

Tahun 1956 mereka mengangkut jamaah haji dan membuat jalur penerbangan
pertama ke Mekkah. 1960an: Tumbuh dan Berkembang Tahun 1960-an adalah era
kemajuan pesat Garuda. Pada tahun 1960, Garuda mendatangkan tiga pesawat
turboprop Lockheed L-188C Electra. Di tahun yang sama, Garuda membuka rute
penerbangan menuju Hong Kong. Garuda memasuki era jet pada tahun 1964 dengan
datangnya tiga pesawat baru Convair 990A yang diberi nama "Majapahit", "Pajajaran"
dan "Sriwijaya", dan menjadi maskapai pertama di Asia Tenggara yang
mengoperasikan pesawat jet subsonik. Dengan pesawat ini pula Garuda kemudian
membuka penerbangan antarbenua dari Jakarta ke Amsterdam melewati Kolombo,
Bombay, Roma, dan Praha. Di tahun 1966, Garuda kembali memperkuat armada
jetnya dengan mendatangkan sebuah pesawat jet baru, yaitu Douglas DC- 8.
Sementara, pada akhir tahun 1960-an, Garuda membeli sejumlah pesawat turboprop
baru, Fokker F27. Pesawat ini datang secara bertahap mulai tahun 1969 hingga 1970
dan dioperasikan untuk penerbangan domestik. Tahun 1970an-1980an: "New
Branding" Pada tahun 1970-an Garuda Indonesia membeli beberapa jenis narrow-
body jet yaitu McDonnell-Douglas DC-9 dan Fokker F28 serta pesawat jenis
turboprop Fokker F27 untuk penerbangan domestik. Pada 1973, maskapai ini mulai
membeli pesawat badan lebar McDonnell Douglas DC-10-30 untuk penerbangan
internasional jarak jauh, seperti ke Eropa,

sementara Douglas DC-8 digunakan untuk penerbangan ke Asia dan Australia,


dan akhirnya dipensiunkan sekitar akhir 1970-an. Sementara pada 1980-an
mengadopsi perangkat dari Airbus, seperti A300 dan mulai membeli Boeing 747-
2U3B untuk menambah penerbangan ke Eropa dan Amerika Serikat. Selama tahun
80-an, Garuda Indonesia melakukan restrukturisasi berskala besar untuk operasi dan
armadanya. Pada masa inilah perusahaan ini mulai mengembangkan program
pelatihan yang komprehensif untuk staf serta awak kabinnya, sekaligus mendirikan
fasilitas pelatihan di Jakarta Barat yang dinamai Garuda Indonesia Training Center.
Perusahaan ini juga membangun sebuah Pusat Pemeliharaan Pesawat di Bandara
Internasional Soekarno-Hatta. 1990an: Konsolidasi dan Masa Sulit Di awal era 90-an,
Garuda Indonesia mengembangkan strategi jangka panjang yang diaplikasikan hingga
tahun 2000. Perusahaan ini terus mengembangkan armadanya dan Garuda Indonesia
pun masuk dalam jajaran 30 maskapai terbesar di dunia. Di tahun 1990-an, Garuda
membeli 9 unit McDonnell-Douglas MD-11 (1991), Boeing 737 seri -300 , -400, dan
-500 (tahun 1992, untuk menggantikan DC-9), serta Boeing 747-400 (tahun 1994, 2
dibeli langsung dari Boeing, 1 disewa, bekas Varig) dan Airbus A330-300 (1996).
Tetapi, pada masa ini Garuda mengalami dua musibah, yang pertama, di Fukuoka,
Jepang, dan yang terburuk, dan yang juga merupakan tragedi terburuk dalam sejarah
penerbangan Indonesia, adalah pada tahun 1997, dimana sebuah A300 jatuh di
Sibolangit, Sumatera Utara menewaskan seluruh penumpangnya.

Maskapai ini pun mengalami periode ekonomi sulit, karena, pada tahun yang
sama Indonesia terkena Krisis Finansial Asia. Setelah itu, Garuda sama sekali tidak
terbang ke Eropa maupun Amerika. Tetapi, dalam pertengahan tahun 2000-an ini
maskapai ini telah dapat mengatasi masalah-masalah di atas dan dalam keadaan
ekonomi yang bagus. 2000-Sekarang: Penurunan Reputasi, Pelarangan Uni Eropa,
dan Awal Kebangkitan Memasuki tahun 2000an, maskapai ini membentuk anak
perusahaan bernama Citilink, yang menyediakan penerbangan biaya murah dari
Surabaya ke kota-kota lain di Indonesia. Namun, Garuda masih saja bermasalah. Di
bagian finansial pada awal hingga pertengahan 2000an, maskapai ini selalu
mengalami kerugian. Beberapa peristiwa internasional (juga di Indonesia) juga
memperburuk kinerja Garuda, seperti Serangan 11 September 2001, bom bali I dan
bom bali II, wabah SARS, dan bencana tsunami Aceh 26 Desember 2004. Selain itu,
Garuda juga menghadapi masalah keselamatan penerbangan, terutama setelah
jatuhnya sebuah Boeing 737 di Yogyakarta ketika akan mendarat. Hal ini
mengakibatkan sanksi Uni Eropa yang melarang semua pesawat maskapai Indonesia
menerbangi rute Eropa.

Pada awal 2005 tim manajemen baru mengelola perusahaan ini dan melakukan
inisiatif di pengembangan bisnis serta memformulasikan rencana-rencana baru untuk
masa depan Garuda Indonesia. Manajemen baru Garuda Indonesia melakukan
evaluasi ulang yang komprehensif dan restrukturisasi keseluruhan di perusahaan ini.
Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi operasional, mendapatkan stabilitias
keuangan yang melibatkan usaha-usaha di restrukturisasi utang termasuk kewajiban
penyewaan (leasing liabilities) dari European Export Credit Agency (ECA),
peningkatan kesadaran di antara karyawan tentang pentingnya pelayanan bagi para
penumpang, dan, yang paling penting, menghidupkan kembali dan merevitalisasi
semangat Garuda Indonesia. Setelah perbaikan besar-besaran, tahun 2010 maskapai
ini diperbolehkan kembali terbang ke Eropa, setelah misi inspeksi oleh tim pimpinan
Frederico Grandini yaitu rute Jakarta - Amsterdam. Rute Eropa lain seperti Paris,
London, dan Frankfurt juga dipertimbangkan untuk dibuka kembali, tergantung
keadaan perekonomian Indonesia kelak. Kesuksesan program restrukturisasi utang
dalam perusahaan ini membuka jalan bagi Garuda Indonesia untuk menawarkan
sahamnya ke publik (go public) pada 2011. Garuda Memasuki Bursa Saham Pada
tanggal 11 Februari 2011. Garuda memulai IPO sebagai langkah awal menuju bursa
saham. Pemerintah menyatakan bahwa harga saham Garuda adalah Rp.750 per saham
dan mengurangi penawaran saham dari 9,362 milyar lembar ke 6,3 milyar lembar
saham. Garuda Indonesia memutuskan mencatatkan diri di Bursa Efek Indonesia.
Pada 27 April 2012, CT Corp melalui PT Trans Airways membeli 10.9% saham
Garuda Indonesia di harga Rp 620 per lembar dengan total sebesar Rp 1,53 triliun.
Harga ini lebih rendah dari harga terendah yaitu Rp395 per lembar, tapi masih
dibawah harga IPO sebesar Rp750 per lembar.

B. STRUKTUR ORGANISASI PT GARUDA INDONESIA (PERSERO) TBK

Garuda Indonesia pernah merasakan masa-masa kejayaannya pada tahun 80-


an. Namun masalah demi masalah menimpa maskapai penerbangan milik pemerintah
ini. Permah nyaris bangkrut, memiliki hutang menumpuk, sering delay, dan banyak
hal buruk lainnya. Emirsyah Satar, Direktur Utama Garuda Indonesia yang masuk
pada Maret 2005 diberi pekerjaan besar untuk menyelamatkan Garuda Indonesia dan
membuatnya bangkit kembali. Garuda Indonesia menyiapkan berbagai program untuk
keluar dari keterpurukan dan kembali ke masa kejayaannya. Sepanjang lima tahun ke
belakang yang sangat dramatis, Garuda Indonesia telah melakukan restrukturisasi
perusahaan dan transformasi binis. Hasilnya dapat kita lihat sekarang, banyak
perubahan di tubuh Garuda Indonesia. Kultur internal Garuda Indonesia yang dulu
merasa "penumpang yang butuh Garuda Indonesia" diubah menjadi customer-centric.
Struktur organisasinya pun berubah, beberapa lapisan struktur organisasi dipotong,
agar birokrasi dan komunikasi lebih cepat. Perbandingan jumlah manajer dan staff
yang tadinya 1:3,4 (1 manajer memimpin 3,4 staff) sekarang menjadi 1:7. Perubahan
ini membuat Garuda Indonesia lebih banyak bisa mendengar langsung dari lapangan.

C. TIPE BUDAYA ORGANISASI GARUDA INDONESIA

Awal Garuda Indonesia berdiri hingga tahun 2004 Menurut pendapat saya,
sejak awal Garuda didirikan hingga tahun 1998 Garuda Indonesia menerapkan budaya
organisasi hierarchy di dalam perusahaan. Perusahaan maskapai terbesar di Indonesia
ini pernah mengalami krisis di era 1998 ke bawah hingga menyebabkan perusahaan
mengalami defisit yang cukup signifikan. Quality strategies  Error Detection and
Measurement Garuda indonesia sempat dinyatakan bangkrut pada tahun 1998, karena
krisis ekonomi, dan tidak dapat melunasi sebagian utangnya. Pasca pergantian
kepemimpinan pada tahun 1998, Robby Djohan sebagai pimpinan berhasil
menemukan masalah-masalah yang kian memperburuk kinerja dan citra perusahaan

pembabakan oleh Robby Djohan tersebut, Abdul Gani melakukan


restrukturisasi besar-besaran dengan menciptakan iklim perubahan dengan lebih cepat
melalui pendekatan konsepsional, sistematis, bertahap, dan konsisten, artinya ia tidak
mau melakukan perubahan secara membabi buta, melainkan menggunakan prinsip-
prinsip manajemen yang tepat, melalui proses yang diyakini bisa dilewati secara
konsisten. Konsistensi ini menjadi perlu karena sejatinya Garuda tidak mau
mengulang sejarah beberapa maskapai domestik yang pernah mengalami puncak
kejayaan dan kini bangkrut tidak membuka penerbangan lagi.  Systematic Problem
Solving Dengan pendekatan ini Abdul Gani segera membuat tahapan-tahapan
sistematis. Saat itu pemerintah akan melakukan privatisasi yang direncanakan pada
tahun 2003. Untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut Abdul Gani merancang
beberapa tahapan konsepsional, yaitu :  Applying System Garuda segera melakukan
pembenahan ke luar dan ke dalam. Ia meneruskan langkah perpindahan kantor dari
Merdeka Selatan ke Cengkareng sehingga lebih memudahkan pengawasan dan
pengendalian. Program yang dilaksanakan pertama kali adalah progam survival, yaitu
melunasi hutang Garuda yaitu cash flow yang negatif, jumlah hutang yang besar
(4,913 miliar rupiah atau 1,8 miliar dolar) dan modal perusahaan yang negatif. Semua
hutang perusahaan dialihkan ke investasi perusahaan sehingga tidak jadi dinyatakan
bangkrut dan perusahaan dinyatakan lebih sehat dan ramping. Untuk mencapai suatu
pembenahan yang komprehensif ini maka dibutuhkan suatu perubahan terhadap
paradigma berpikir seluruh komponen Garuda, dan perubahan tersebut menyentuh
hal-hal sebagai berikut:

1. Garuda Indonesia adalah suatu travel business yang sangat jelas akan berorientasi
kepada profit.

2. Dan dalam pilihannya Garuda akan berkonsentrasi dan mengutamakan pelayanan


dalam bentuk Business Service. Dengan paradigma ini sudah seharusnya Garuda
menekankan pelayanan pada keamanan, keselamatan, dan kenyamanan dalam
penerbangan.

3. Garuda juga berorientasi pada commercial airline yang akan sepenuhnya


mengedepankan etika bisnis.

4. Paradigma yang dibentuk pada masa ini adalah untuk memprioritaskan


penerbangan domestik untuk menjangkau dan menghubungkan seluruh wilayah di
Idonesia.

5. Garuda Indonesia berorientasi pada segmen menengah ke atas, dengan maksud


untuk menghindari persaingan di segmen menengah ke bawah. Dengan harapan
penerbangan dengan segmen menengah ke bawah bisa diambil alih oleh Citylink.

6. Mengedepankan proses team work antar insan Garuda. Pada tahun kedua pula
Garuda mencanangkan program ketepatan waktu (On-time Performance). Di tahun ini
juga setiap karyawan diberikan target-target yang harus mereka capai setiap bulannya.

Karyawan yang berhasil mencapai target tersebut akan mendapatkan bonus.


Bonus ini ternyata berhasil bekerja dengan baik. Bahkan dalam 2 tahun berturut-turut
Garuda memperoleh penghargaan "The Most Punctual Airline" dari bandara di
Amsterdam. Bersamaan dengan itu, pelayanan secara menyeluruh ditingkatkan di
Garuda. Untuk pertama kalinya seluruh staf (lintas fungsi) duduk bersama
merumuskan pelayanan mereka kepada konsumen. Tujuannya agar semua pihak
mendukung program, rela meningkatkan layanan, dan meningkatkan team work.
Seluruhnya, sekitar 60% karyawan, terlibat dalam proses ini dan program ini
dipercaya meninggalkan bekas yang sangat kuat hingga hari ini. Walupun sudah
banyak perubahan yang diterapkan dalam badan perusahaan, di era tahun 2000an
Garuda masih mengalami krisis pada intern dan ekstern perusahaan. Hal ini yang
membuat Garusa Indonesia terus merugi dan tidak dapat bersaing dengan pihak
swasta yang semakin inovatif dalam mengembangkan inovasinya di bidang
penerbangan.

Kerugian yang paling mencolok terjadi pada tahun 2004 dengan kerugian
mencapai angkat 811 miliar dan pada tahun 2005 mencapai 688 miliar. Kesimpulan
Tipe kultur organisasi Garuda Indonesia sampai tahun 2004 masuk ke dalam tipe
hierarchy karena proses restrukturasi di dalam tubuh Garuda. Selama beberapa tahun
Garuda terus bergelut dalam pembenahan internal perusahaan dan CEO memiliki
peranan yang sangat penting dalam menata ulang sistem perusahaan. CEO berusaha
memperbaiki manajemen Garuda seperti pemakaian jatah tiket gratis yang ditata
kembali, praktik-praktik KKN dibersihkan, koordinasi dan reposisi jabatan
ditingkatkan.

Selain hal-hal yang disebutkan di atas, Garuda juga melakukan assessment


terhadap pelayanannya kepada customer yaitu mencanangkan program ketepatan
waktu (On-time Performance) sebagai hasilnya, 2 tahun berturut-turut Garuda
memperoleh penghargaan "The Most Punctual Airline" dari bandara di Amsterdam.
Namun kultur hierarchy ini belum mampu membawa Garuda agar bisa bersaing
dengan para kompetitor di pasar global. II. Tahun 2005 sampai saat ini Untuk
memasuki persaingan global dalam industri penerbangan, semenjak tahun 2005
sampai saat ini Garuda telah mengubah kultur organisasinya menjadi market. Pada
tahun 2005 sampai 2010 Garuda Indonesia mulai bangkit dari krisis dan mulai dapat
bersaing. Di bawah kepemimpinan yang baru dengan CEO Emirsyah Satar, Garuda
Indonesia menuju restrukturasi manajemen baru yang kemudian membuat
perencanaan baru bagi masa depan Perusahaan.

Manajemen baru Garuda Indonesia melakukan transformasi bisnis dan


restrukturisasi Perusahaan secara menyeluruh dengan tujuan meningkatkan efisiensi
kegiatan operasional, membangun kembali kekuatan keuangan yang mencakup
keberhasilan Perusahaan dalam menyelesaikan restrukturisasi utang, termasuk utang
sewa pembiayaan dengan European Export Credit Agency (ECA), menambah tingkat
kesadaran para karyawan dalam memahami pelanggan, dan yang terpenting
memperbaharui dan membangkitkan semangat Garuda Indonesia. Restrukturisasi ini
berhasil menjadikan Garuda Indonesia sebagai salah satu perusahaan yang sehat
dengan brand yang melekat kuat di masyarakat, yaitu sebagai maskapai penerbangan
dengan mengedepankan pelayanan dibandingkan persaingan harga, seperti dilakukan
oleh maskapai-maskapai lainnya. Quality Strategies  Measuring Customer
Preference Garuda mulai mengembangkan aspek pelayanan kepada customer yang
tercermin pada nilai perusahaan (corporate values) yaitu customer centricity, dengan
menempatkan pelanggan sebagai fokus perhatian. Oleh karena itu, Perusahaan
menyusun perencanaan layanan secara menyeluruh demi memastikan bahwa seluruh
aspek layanan telah ditangani dengan baik. Garuda Indonesia aktif melaksanakan
berbagai program guna meningkatkan kepuasan pelanggan, dimulai dari
pengembangan visi yang berfokus pada pelanggan, mendorong inovasi untuk
menghasilkan high value added product sehingga merintis budaya service excellence,
serta perampingan proses bisnis untuk mempercepat pelayanan.

Garuda Indonesia terus mengembangkan konsep Garuda Indonesia


Experience, sebuah konsep layanan yang mengandalkan basis keramahtamahan
Indonesia. Ini sejalan dengan visi Garuda Indonesia yaitu menjadi perusahaan
penerbangan yang handal dengan menawarkan layanan yang berkualitas kepada
masyarakat dunia dengan menggunakan keramahan Indonesia. Berikut adalah indeks
kepuasan pelanggan Garuda dari tahun 2008 sampai 2012 Salah satu parameter yang
digunakan Perusahaan untuk mengukur tingkat keberhasilan berbagai program
layanan yang telah diupayakan adalah dengan melakukan pengukuran tingkat
kepuasan pelanggan. Untuk itu, Perusahaan secara teratur mengukur indeks kepuasan
pelanggan melalui survei di dalam pesawat yang disajikan dalam Inflight Magazine.
Melalui survei ini penumpang memberikan penilaian terhadap kinerja layanan.

Berdasarkan hasil pengukuran di tahun 2012 Garuda Indonesia berhasil


mempertahankan level kepuasan pelanggan pada Indeks 84, sama dengan pencapaian
tahun 2011. Dengan skala pengukuran 100, indeks tersebut menunjukkan bahwa
pelanggan Garuda Indonesia berada pada level Satisfaction/Puas terhadap kinerja
layanan secara keseluruhan. Customer Satisfaction Index ini kemudian digunakan
sebagai informasi untuk menetapkan fokus pengembangan dan strategi Perusahaan ke
depannya.

Improving Productivity Garuda Indonesia telah menetapkan rencana jangka


panjang perusahaan tahun 2011 sampai 2015 dalam strategi ‘Quantum Leap’, dengan
target-target milestones yang hendak dicapai pada tiap tahapannya. Target-target
milestones tersebut telah disusun berdasarkan ‘7 Penggerak Utama ‘Quantum Leap’
yaitu serangkaian faktor yang merupakan kekuatan ataupun memberikan peluang bagi
Garuda Indonesia untuk memacu kinerja dan membangun momentum menuju
pencapaian Quantum Leap 2015, diantaranya:

1. Menumbuhkan volume bisnis untuk mendominasi pasar penerbangan Full Service


Carrier domestik yang sangat potensial di Indonesia.

2. Bersaing untuk merebut pangsa pasar di segmen internasional yang menjanjikan


banyak peluang untuk tumbuh.

3. Mengembangkan bisnis Low Cost Carrier di Indonesia sebagai pelengkap untuk


mendorong pertumbuhan perusahaan secara keseluruhan.

4. Mengembangkan dan sekaligus menyederhanakan serta meremajakan armada


untuk meningkatkan volume bisnis dan mempertahankan daya saing.

5. Mengembangkan brand yang kuat yang didukung oleh kualitas produk dan layanan
sebagai diferensiasi untuk memenangkan persaingan.

6. Melakukan upaya-upaya efisiensi biaya tanpa mengorbankan kualitas pelayanan,


agar mampu mencapai struktur biaya yang bersaing.

7. Memenuhi kebutuhan akan sumber daya manusia dari sisi jumlah, kualitas dan
kualifikasi guna mendukung kinerja saat ini dan pengembangan usaha ke depan.

Di tahun 2012 Garuda Indonesia berhasil mencapai pertumbuhan yang


signifikan, berkat ekspansi yang konsisten untuk mencapai target “Quantum Leap
2011-2015”. Ekspansi yang dilakukan melalui penambahan rute dan frekuensi
penerbangan, pengoperasian pesawat- pesawat baru, program efisiensi perusahaan
serta peningkatan utilisasi aset, telah memberikan hasil kinerja yang signifikan, baik
dalam aspek finansial maupun kinerja operasional. "Quantum Leap" mentargetkan
pada tahun 2015 jumlah armada Garuda Indonesia menjadi 153 pesawat, cost
structure yang jauh lebih efisien, dan jumlah penumpang menjadi lebih dari 27 juta
penumpang per tahun. Penumpang juga telah merasakan berbagai perbaikan dari
Garuda Indonesia. On time performance (rasio ketepatan waktu penerbangan) pada
tahun 2007 hanya di bawah 70%, sedangkan saat ini sudah di atas 90%. Jumlah
armada yang tadinya hanya 47 pesawat saat ini sudah mencapai lebih dari 90. Jumlah
penerbangan yang tadinya hanya 150-200 penerbangan per hari sekarang meningkat
menjadi 311 penerbangan per hari, dengan rute penerbangan yang bertambah,
termasuk ke Amsterdam setelah larangan penerbangan ke Eropa dicabut.  Creating
Partnership Garuda Indonesia sudah banyak menggelar kerjasama dengan berbagai
pihak untuk memperluas pasar. Di antaranya adalah :

1. Di tahun 2012, Garuda Indonesia dan Standard Chartered Bank meresmikan


perluasan kerja sama global antara dua perusahaan untuk mendukung pertumbuhan
bisnis internasional Garuda Indonesia. Kolaborasi untuk mendukung program
kesetiaan pelanggan Garuda Frequent Flyer, termasuk rencana memperkenalkan kartu
kredit co- brand Garuda Indonesia–Standard Chartered untuk nasabah di Indonesia.
Pemegang kartu kredit Standard Chartered di enam negara Asia dapat pula menikmati
manfaat tambahan serta potongan harga khusus saat melakukan pembelian tiket
pesawat Garuda Indonesia

2. Kerja Sama dengan Airline Partners. Untuk meningkatkan kinerja dan memperluas
jaringan, Garuda Indonesia menjalin kerja sama dengan 11 airlineselama tahun 2012,
yaitu China Airlines, China Southern, KLM, Korean Air, Vietnam Airlines, Turkish
Airlines, Singapore Airlines, Silk Air, Royal Brunei, Philippines Airlines dan Etihad
Airways.

3. Garuda Indonesia dan China Airlines menandatangani kerja sama Sebagai upaya
untuk mengembangkan jaringan penerbangan kedua maskapai serta meningkatkan
kualitas pelayanan dan nilai tambah kepada pelanggan. Garuda Indonesia dan China
Airlines melaksanakan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) yang meliputi
kerja sama berbagai bidang seperti code share pengangkutan penumpang dan kargo
yang berlaku untuk rute Taipei– Jakarta–Taipei, Taipei–Denpasar–Taipei, dan rute
Taipei– Singapura–Surabaya pp. Ke depannya, kerja sama ini akan terus
dikembangkan untuk destinasi-destinasi lain seperti Los Angeles, San Fransisco, dan
Dubai.

4. Garuda Indonesia Tandatangani Kerja Sama Corporate Sales dengan 17 Institusi


Pendidikan Garuda Indonesia menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) “Corporate
Sales” dengan 17 institusi pendidikan internasional dan perguruan tinggi di Indonesia.
Sesuai MoU, Garuda Indonesia menjadi penerbangan resmi bagi institusi pendidikan
tersebut dan siswa/mahasiswanya akan mendapatkan diskon harga tiket penerbangan
hingga 25% dan tambahan bagasi 10 kg. Selain itu, para pengajar, staf dan orang tua
pendamping dari institusi perguruan tersebut juga akan mendapatkan diskon menarik
ketika terbang dengan Garuda Indonesia di rute domestik maupun internasional, baik
perjalanan kedinasan maupun perjalanan wisata.

Enhancing Competitiveness Agar terus bisa bersaing di lingkungan industri


penerbangan yang kompetitif, Garuda Indonesia terus melakukan peningkatan dan
perbaikan sektor bisnisnya. Di tahun 2012, terdapat peningkatan kapasitas yang cukup
berarti, baik yang berasal dari maskapai penerbangan domestik maupun maskapai
penerbangan internasional yang juga melayani penerbangan ke/dari Indonesia. Bagi
Garuda Indonesia, penambahan kapasitas di tahun 2012 diikuti oleh perbaikan tingkat
load factor seiring dengan penambahan flight frequency yang dilakukan di sepanjang
tahun 2012. Dari aspek komersial, Garuda Indonesia memfokuskan pada perbaikan
produk, route to market dan segmentasi pasar di tahun 2012. Dari sisi produk,
perbaikan terutama terjadi untuk segmen penumpang premium dimana Perusahaan
memperkenalkan premium check in, one stop services untuk kelas premium demi
mempertahankan loyalitas penumpang premium. Sementara perbaikan untuk route to
market dilakukan melalui penambahan frekuensi di beberapa jalur penerbangan, baik
domestik maupun internasional. Pangsa pasar internasional Perusahaan pada tahun
2012 mengalami kenaikan menjadi 15,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Total
penumpang perusahaan selama tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 12%
dibandingkan tahun 2011 seiring dengan stabilnya perekonomian makro Indonesia.
Pertumbuhan pasar domestik diikuti dengan persaingan yang semakin ketat di antara
maskapai yang ada. Garuda Indonesia dan pesaing secara aktif melakukan ekspansi ke
rute-rute baru dan penambahan frekuensi seiring dengan terus bertambahnya armada
yang dimiliki.

Pangsa pasar Garuda Indonesia di tahun 2012 pada rute yang diterbangi dari
dan ke Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Ngurah Rai Denpasar, Sultan
Hassanuddin Makassar, dan Juanda Surabaya stabil di 28,2%. Hal ini merupakan efek
dari aktifnya ekspansi yang dilakukan Perusahaan pada akhir triwulan IV tahun 2012
ke rute-rute baru di pasar domestik.Secara total di semua rute domestik, Garuda
Indonesia dan Citilink berhasil meningkatkan pangsa pasar Perusahaan menjadi
23,5% di tahun 2012. Kesimpulan Dari tahun 2005 sampai saat ini Garuda termasuk
memakai kultur organisasi market. Hal ini bisa dilihat dari masuknya Garuda
Indonesia ke dalam lingkungan pasar yang kompetitif, dan menjadikan customer
sebagai faktor yang paling utama. Garuda juga membuat sebuah rencana jangka
panjang bernama Quantum Leap untuk tetap menjaga keberlangsungan perusahaan di
masa depan. Semua aktivitas yang dilakukan bertahap hingga tahun ini, mampu
membuat Garuda menjadi salah satu maskapai penerbangan terbaik yang pernah ada.
Terbukti dengan banyaknya penghargaan yang diraih Garuda, menunjukkan
kredibilitas Garuda sebagai maskapai penerbangan pilihan customer.

Anda mungkin juga menyukai