Soal.
1. Cari kasus tentang kapailitan, kemudian analisis proses penyelesaiannya.
2. Tuliskan pendapat atau pandangan Anda tentang kasus yang Anda bahas.
Jawab :
IPTN yang kini berubah nama menjadi PT. DI merupakan perwujudan keinginan
Indonesia untuk menguasai industri berteknologi tinggi. Misi untuk membangun
industri pesawat terbang sudah muncul sejak zaman Presiden Soekarno yang dirintis oleh
Nurtanio. Misi ini diteruskan oleh Presiden Soeharto melalui tangan kanannya, yaitu
B.J. Habibie yang menduduki kursi Menteri Riset dan Teknologi selama 32 tahun. Indonesia
mulai menancapkan kukunya di dunia industri pesawat terbang melalui pendirian IPTN.
Di bawah kepemimpinan B.J. Habibie, IPTN menunjukkan kinerja yang sangat baik,
dilihat dari jumlah kontrak kerjasama luar negeri yang didapatkan dan jumlah produk
pesawat yang dikembangkan. Kemajuan IPTN juga tidak lepas dari dukungan penuh
pemerintah dengan menerapkan kebijakan-kebijakan yang melindungi serta memajukan
industri pesawat dalam negeri. Sayangnya karena tidak berorientasi bisnis, IPTN nyaris
bangkrut ketika subsidi pemerintah dicabut dalam situasi krisis ekonomi. Perusahaan yang
masih amatir dalam mengembangkan produk pesawat ini seperti mati suri selepas
krisis. Perubahan nama IPTN menjadi PT. DI tidak kunjung memberikan nasib baik
bagi perusahaan ini. Penggantian kepemimpinan di bawah Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dan Direktur Utama Budi Santoso akhirnya membawa PT. DI ke arah
kebangkitan. Dengan suntikan modal dari pemerintah, PT. DI kembali bergeliat.
Kepercayaan konsumen dalam dan luar negeri pun kembali datang. Setelah sekian
lama mencatat kerugian, akhirnya pada tahun 2012 PT. DI menghasilkan keuntungan
operasional. Menelusuri perjalanan PT. DI sejak dirintis hingga sekarang, terlihat
bahwa faktor dukungan pemerintah sangat berperan dalam mengembangkan industri
pesawat terbang dalam negeri. Karakteristik industri yang sangat padat modal dan
memerlukan jangka waktu pengembalian investasi yang panjang ini harus diinisiasi
oleh pemerintah. Tidak ada yang meragukan peran Habibie dalam membangun dan
membawa IPTN hingga diperhitungkan oleh khalayak internasional. Tidak dapat dipungkiri
pula bahwa dukungan penuh Presiden Soeharto juga berperan besar hingga Habibie memiliki
otoritas untuk mengintervensi kebijakan TNI-AU dan perusahaan penerbangan Garuda
Indonesia. Aliran dana bertrilyun-trilyun pada IPTN juga merupakan keistimewaan yang
diberikan oleh Soeharto, hingga menuai protes dari ekonom-ekonom yang pro
kerakyatan. Terbukti ketika kekuasaan Soeharto jatuh, Habibie pun tersingkir sebagai
menteri dan ketika subsidi untuk IPTN dihentikan, aktivitas perusahaan ini seketika
langsung terhenti. Ketika Presiden SBY kembali memperhatikan industri pesawat
nasional dengan menyuntikkan modal ke saham PT. DI, perusahaan ini kembali
bergeliat. Walaupun pengaruhnya tidak sebesar Habibie, peran Budi Santoso sebagai
Dirut PT. DI juga sangat signifikan dalam membangkitkan kembali perusahaan ini.
Kemampuannya dalam merestrukturisasi dan merevitalisasi perusahaan mendorong PT.
DI kembali berkiprah dalam memproduksi pesawat dan mendapatkan kembali
kepercayaan klien-klien lama serta baru, dalam dan luar negeri, untuk menggunakan
produk-produk PT. DI. Kepercayaan konsumen merupakan hal yang sulit didapat, dan
lebih sulit lagi untuk dipelihara. Namun PT. DI berhasil menarik kembali konsumen-
konsumen lama maupun baru dalam waktu relatif singkat setelah restrukturisasi. Hal
ini juga disebabkan oleh kualitas SDM PT. DI yang sejak dulu sudah dikenal handal dalam
industri pesawat terbang. Selain itu, kualitas produk perusahaan pesawat terbang dalam
negeri ini yang selalu menggunakan bahan-bahan terbaik juga dikenal sangat bagus
sehingga perusahaan besar seperti Airbus mau menggunakan komponen-komponen yang
diproduksi oleh PT. DI. Kemitraan dengan Airbus ini juga memberikan nilai unggul
sehingga perusahaan-perusahaan lain seperti Korean Air juga ikut bermitra dengan PT.
DI. Untuk meningkatkan kiprah PT. DI di industri pesawat terbang internasional,
hendaknya kebijakan pemerintah tidak hanya terhenti pada suntikan modal semata.
Kebijakan larangan impor terhadap jenis pesawat yang diproduksi oleh PT. DI
sebaiknya diberlakukan, seperti yang diimplementasikan pada zaman Orde Baru dulu.
Selain itu, pemerintah perlu mendorong perusahaan penerbangan dalam negeri untuk
menggunakan pesawat-pesawat produksi PT. DI melalui insentif pembelian pesawat lokal
atau insentif pajak.