Anda di halaman 1dari 8

POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


Sementer : VII
LABORATORIUM KUALITAS DAYA Waktu : 4 Jam

PERCOBAAN 1
MEMBANDINGKAN METER ANALOG DAN TRUE
RMS PADA PENGUKURAN BEBAN LINIER SATU
FASA

1.1 Tujuan Praktikum


1. Praktikan dapat memahami prinsip dasar pengukuran daya arus
bolak-balik dengan meter analog dan meter true rms.
2. Praktikan dapat menganalisa dan menyimpulkan perbedaan hasil
pengukuran meter analog dan meter true rms untuk pengukuran beban
linier 1 fasa.

1.2 Dasar Teori Penunjang


Wattmeter satu fasa terbuat dari :
Elektrodinamometer dipakai secara luas dalam pengukuran daya.
Peralatan tersebut dapat digunakan untuk menunjukkan daya searah (dc)
maupun daya bolak-balik (ac) untuk setiap gelombang tegangan dan arus yang
tidak terbatas pada gelombang sinus saja. Elektrodinamometer dapat
digunakan sebagai voltmeter atau amperemeter terdiri dari
kumparan-kumparan yang diam dan yang berputar dihubungkan secara seri,
karena itu bereaksi pada efek kuadrat arus. Bila digunakan sebagai alat ukur
daya satu fasa, kumparan-kumparan dihubungkan dengan cara yang berbeda,
seperti terlihat pada Gambar 1.1 di bawah ini :

Gambar 1.1. Diagram sebuah wattmeter elektrodinamometer,


yang dihubungkan beban satu fasa
1
Kumparan-kumparan yang diam atau kumparan-kumparan medan
ditunjukkan sebagai dua elemen terpisah yang dihubungkan secara seri dan
membawa arus jala-jala total (ic). Kumparan yang berputar yang ditempatkan
di dalam medan magnet membawa arus kecil (ip). Arus sesaat di dalam
kumparan yang berputar adalah tahanan total kumparan berputar beserta
tahanan serinya. Defleksi kumparan putar sebanding dengan perkalian ic dan
ip dan untuk defleksi rata-rata selama satu periode dapat dituliskan :

Di mana:
θ rata-rata = Defleksi sudut rata-rata dari kumparan
K = Konstanta instrumen
ic = Arus sesaat di dalam kumparan-kumparan medan
ip = Arus sesaat di dalam kumparan potensial

Dengan menganggap sementara ic sama dengan arus beban I (secara


actual ic = ip+i) dan menggunakan nilai ip = e/Rp, jadi persamaan di atas
berubah menjadi :

Menurut definisi daya rata-rata di dalam suatu rangkaian adalah :

Yang menujukkan bahwa elektrodinamometer yang dihubungkan


dalam konfigurasi gambar mempunyai defleksi yang sebanding dengan daya
rata-rata. Jika e dan i adalah besaran sinus dengan bentuk e = Em sin ωt dan i
= Im sin (ωt + θ), persamaan kedua berubah menjadi :

Dimana E dan I menyatakan nilai –nilai rms tegangan dan arus, serta
θ menyatakan sudut fasa antara tegangan dan arus. Persamaan kedua dan
ketiga menunjukkan bahwa elektrodinamometer mengukur daya rata-rata
yang disalurkan pada beban.

2
Wattmeter mempunyai satu terminal tegangan dan arus yang ditandai
dengan “+”. Bila terminal arus yang ditandai dihubungkan ke jala-jala masuk
dan terminal tegangan ke sisi jala-jala di mana kumparan arus dihubungkan,
alat ukur selalu akan membaca naik bila daya dihubungkan ke beban. Jika
untuk satu alasa (seperti dalam metode dua wattmeter untuk mengukur daya 3
fasa) jarum membaca mundur, sambungan arus (bukan sambungan tegangan)
harus dipertukarkan.
Wattmeter elektrodinamometer membutuhkan sejumlah daya untuk
mempertahankan medan mafnitnya, tetapi biasanya sangat kecil dibandingkan
terhadap daya beban sehingga dapat diabaikan. Jika diperlukan pembacaan
daya yang tepat, kumparan arus harus membawa arus beban yang tepat pula.
Dengan menghubungkan kumparan potensial ke titik A seperti pada Gambar
1.1, tegangan beban terukur dengan tepat tetapi arus yang melalui
kumparan-kumparan medan lebih besar sebanyak Ip. Berarti wattmeter
membaca lebih tinggi sebesar kehilangan daya tambahan di dalam ran gkaian
potensial. Tetapi jika kumparan potensial dihubungkan ke titik B Gambar 1.1,
kumparan medan mencatat arus beban yang tepat, tetapi tegangan pada
kumparan potensial akan lebih besar sebanyak penurunan tegangan pada
kumparan-kumparan medan. Juga wattmeter akan mencatat lebih tinggi,
tetapi dengan kehilangan sebesar I2R di dalam kumparan-kumparan medan.
Cara penyambungan yang tepat bergantung pada situasi. Umumnya
sambungan kumparan potensial pada titik A lebih diinginkan untuk
beban-beban arus tinggi, tegangan rendah. Sedangkan sambungan kumparan
potensial pada titik B lebih diinginkan untuk beban-beban arus rendah dan
tegangan tinggi.

Gambar 1.2. Diagram wattmeter terkompensasi

Diagram wattmeter terkompensasi yang mana efek arus di dlaam


kumparan potensial dihilangkan oleh arus dalam kumparan kompensasi.

3
Kesulitan dalam menempatkan sambungan kumparan potensial diatasi
dengan wattmeter yang terkompensasi seperti ditunjukkan pada Gambar 1.2.
Kumparan arus terdiri dari dua kumparan, masing-masing mempunyai jumlah
lilitan yang sama. Salah satu kumparan menggunakan kawat besar yang
membawa arus beban ditambah arus untuk kumparan potensial. Gulungan lain
menggunaka kawat kecil (tipis) dan hanya membawa arus ke kumparan
tegangan. Tetapi arus ini berlawanan dengan fluksi utama. Berarti efek
Ipdihilangkan dan wattmeter menunjukkan daya yang sesuai.

1.3 Rangkaian Percobaan


a. Metode I (Menggunakan Wattmeter, Cos, AM, VM)

Gambar 1.3. Rangkaian Pengukuran Beban Linier 1 Phasa


menggunakan Wattmeter

Daya aktif (P) pada beban satu phasa :


P = Vph x Iline x Cos φ
P = Penunjukkan wattmeter (watt)
Daya semu :
S = VI (VA)

b. Metode II (Menggunakan Power Meter true rms)

4
Gambar 1.4. Rangkaian Pengukuran Beban Linier 1 Phasa
menggunakan Power Meter

1.4 Peralatan dan Bahan


1. Voltmeter AC (1 buah)
2. Ammeter AC (1 buah)
3. Wattmeter 1 fasa (1 buah)
4. Cos φ meter (1 buah)
5. Power Meter (1 buah)
6. Slidak (VR) (1 buah)
7. Beban Linier
· Lampu (1 buah)
· Lampu seri Ballast (1 buah)
· Lampu parallel Capasitor (1 buah)

Keterangan : Beban Linier yang dipakai :


1. Lampu
2. Motor

1.5 Langkah Kerja


1. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan.
2. Buat rangkaian seperti pada Gambar rangkaian metode I (Gambar 1.3),
kemudian ukur tegangan, arus, daya dari penunjukkan wattmeter dan
power factor (cos φ).
3. Buat rangkaian seperti Gambar rangkaian metode II (Gambar 1.4),
kemudian ukur tegangan, arus, daya dan power factor (cos φ) dari
penunjukkan Power Meter.
4. Bandingkan hasil pengukuran metode I dengan metode II.
5. Tentukan prosentasi hasil pengukuran.

5
1.6 Tabel Hasil Percobaan
Metode I

No. Beban V(Volt) I(A) cos phi S=VxI (VA) P(watt)-teori P(watt)-praktek
1 Lampu 224 0,85 1 190,4 190,4 200
2 Lampu // C 222 1,44 0,57 319,68 182,22 200
lagging
3 Lampu // C // L 224 2,6 0,42 582,4 244,61 250
lagging
4 Lampu // C dan L 224 2 0,78 448 349,44 350
leading
5 Motor Induksi 1 phasa 220 1,1 0,58 242 140,36 125
lagging

Metode II

No. Beban V(Volt) I(A) cos phi S=VxI (VA) DPF P(watt)
1 Lampu 224 0,85 0,99 192 1 190
2 Lampu // C 224 1,5 0,51 340 0,51 170
3 Lampu // C // L 223 2,11 0,52 470 0,51 240
4 Lampu // C dan L 224 2,8 0,45 620 0,45 280
5 Motor Induksi 1 phasa 222 1,09 0,55 246 0,56 134

1.7 Analisa
Pada percobaan pertama Praktikum Kualitas Daya diawali dengan
mengukur Beban Linier Satu Fasa menggunakan dua metode yang berbeda
yaitu metode pertama menggunakan alat ukur analog seperti amperemeter,
voltmeter, cos phi meter, wattmeter dan sebagainya. Sedangkan metode yang
kedua lebih praktis yaitu hanya menggunaka Power Meter yang ber merk
Fluke Meter, Power Meter disini mampu mengukur kualitas daya pada
parameter-parameter yang lebih dari satu, diantaranya seperti tegangan, arus,
PF, DPF, DF, KF, THDi, THDv, S, P, Q, harmonisa dan masih banyak lagi,
selain itu alat ukur ini bisa digunakan pada beban satu fasa maupun tiga fasa.
Alat ini juga sangat presisi, karena pembacaannya tidak menggunakan jarum
penunjuk seperti alat ukur analog yang memungkinkan terjadinya human

6
error, sehingga alat ini juga dinamakan alat ukur yang True RMS. Namun
karena kelebihannya sangat banyak maka Power Meter ini harganya sangat
mahal, sehingga banyak industry besar yang belum memiliki alat ukur ini
meskipun sebenarnya membutuhkan untuk membantu memaksimalkan
peralatan industry.
Pada percobaan ini dilakukan menggunakan beban yang bervariasi,
yaitu :
a. beban lampu,
b. beban lampu yang diparallel dengan kapasitor,
c. beban lampu yang diparallel dengan kapasitor lalu diparallel lagi dengan
inductor,
d. beban kapasitor yang diseri dengan inductor, lalu hasilnya diparallel
dengan lampu,
e. beban motor induksi satu fasa.
Kelima beban tersebut diterapkan pada metode I dan metode II,
kemudian hasilnya dibandingkan.
Pada metode I diberikan input sebesar 220 Volt dari penunjukan variac,
namun yang terlihat di voltmeter rata-rata dari kelima beban besarnya sama
yaitu sebesar 224 Volt. Untuk nilai arus bervariasi tergantung bebannya.
Ketika beban yang digunakan lampu dimana lampu adalah jenis beban resistif
murni maka memiliki PF yang unity atau PF = 1, dan arusnya kecil karena
tahanan lampu besar. Karena beban lampu memiliki arus yang kecil maka
daya-nya sekitar 190 watt dari hasil perhitungan teori sesuai rumus yaitu : P =
V x I x cos phi, sedangkan pada prakteknya bernilai 200 watt yang terbaca dari
wattmeter. Untuk beban lampu yang diparallel dengan kapasitor hasilnya
lebih besar karena tahanannya menjadi lebih besar selain itu kapasitor
memiliki karakter menyimpan arus sehingga mengakibatkan nilai cos phi
turun atau jelek, sehingga mengakibatkan nilai daya reaktif (S) besar yaitu
320 VA, namun daya aktif (P) lebih kecil dari beban sebelumnya yaitu 182
watt. Hal ini yang menjadikan kebanyakan lampu diberikan ballast atau
kapasitor, karena daya yang terbaca pada KWHmeter adalah daya aktif
sehingga bisa memperkecil daya yang digunakan. Sedangkan pada beban
lampu yang diparallel dengan kapasitor lalu diparalle lagi dengan inductor
memiliki daya reaktif (S) lebih besar lagi yaitu 582 VA, namun daya aktifnya
(P) kecil yaitu hanya sebesar 241 watt hal ini karena cos phi meter
menunjukkan PFnya kecil yaitu 0,4. Sedangkan untuk beban ketiga yaitu
kapasitor di seri dengan inductor lalu hasilnya diparallel dengan lampu
7
menjadikan arusnya lebih kecil dari beban sebelumnya namun cos phinya naik
menjadi 0,78 sehingga menjadikan daya aktif (P) dan daya reaktif (S) hampir
sama. Sedangkan yang terakhir adalah beban motor induksi satu fasa yang
memiliki karakteristik arus konstan kecil dan PF kecil sehingga
mengakibatkan nilai daya aktif (P) maupun daya reaktif (S) kecil namun tidak
sama atau tidak hampir sama. Namun perlu diperhatikan, ketika praktikum
dengan beban motor induksi satu fasa ini saat menaikkan tegangan dari variac
harus hati-hati karena motor memiliki starting yang besar, dan akan konstan
ketika kecepatannya konstan. Hal ini karena dipengaruhi adanya torque
motor.
Pada metode kedua lebih simple karena tidak membutuhkan banyak
kabel, sebab dari alat ukur yang digunakan hanya direplace dengan satu buah
alat ukur yaitu Power Meter. Dari hasil data percobaan yang terlampir bisa
dilihat bahwa nilai metode II tidak berbeda jauh dengan metode II, namun
yang lebih presisi adalah metode II karena Power Meter mampu menunjukkan
angka yang pasti ketika konstan dan tidak perlu mengira-ngira ketika dibaca
(seperti alat ukur analog dibaca dari jarum penunjukkan).

1.8 Kesimpulan
- Apabila nilai cos phi unity atau mendekati unity maka nilai daya aktif (P)
dan daya reaktif (S) akan sama atau hampir sama.
- Alat ukur analog memiliki banyak kekurangan, yaitu :
 Kurang effisien karena membutuhkan banyak kabel pemasangannya.
 Kurang efektif karena satu alat hanya membaca satu parameter
pengukuran.
 Kurang presisi karena pembacaannya mudah terjadi human error.
- Sehingga dari alat ukur analog ditemukan sebuah alat ukur yang mampu
memperbaiki kekurangan alat ukur analog, yaitu Power meter. Karena alat
ini bisa dikatakan True RMS maka harganya juga tidak murah, dan jauh
lebih mahal jika dibandingkan alat ukur analog.

Anda mungkin juga menyukai