Anda di halaman 1dari 18

5 Model Bisnis eCommerce (B2B, B2C, C2C,

C2B, B2G) Untuk Dicoba di 2019


 31 December, 2018

Model bisnis ecommerce (B2B, B2C, C2C, C2B, B2G) semakin meroket di tahun 2018. Transaksi
dari sektor ini dikalkulasikan mencapai Rp 1.850 triliun atau naik 9 kali lipat dibanding transaksi
e-commerce Indonesia pada 2015 yang nilainya Rp 200 triliun.

Layanan digital hadir dengan keunggulan yang sudah kita diketahui, yakni mempermudah
segala sesuatu yang awalnya rumit dan membutuhkan banyak waktu.

Bisnis ritel tidak luput dari internet. Bisnis ini beralih menjadi layanan digital yang kita kenal
sebagai e-commerce. Konsumen bisa membeli sesuatu dalam jumlah banyak sekaligus tanpa
harus melihat langsung, cukup dari komputer atau ponsel.

Laporan terbaru PPRO, perusahaan layanan pembayaran terkemuka di dunia tentang


pembayaran dan perdagangan online tahun 2018, menyatakan Indonesia memiliki
pertumbuhan tertinggi mencapai 78% per tahun. Negara lainnya untuk top five pertumbuhan
pasar tertinggi adalah Meksiko 59%, Filipina 51%, Kolombia 45%, dan Uni Emirat Arab (UEA)
33%.

Selain pertumbuhan belanja online, laporan tersebut juga memaparkan bagaimana


pertumbuhan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan pasar belanja online. Infrastruktur
yang dimaksud, seperti jumlah pengguna kartu kredit, jumlah masyarakat dengan rekening
bank, termasuk pertumbuhan jumlah pengguna internet dan smartphone, hingga jual beli
online yang dilakukan melalui perangkat mobile.

Selain itu, dijelaskan bagaimana kondisi makro ekonomi suatu negara. Ini meliputi jumlah
penduduk dengan usia di atas 15 tahun, PDB, pendapatan per kapita, hingga rata-rata
pengeluaran untuk belanja online. Yang tidak kalah penting untuk diketahui adalah nilai
transaksi belanja online dan porsinya terhadap total retail suatu negara, hingga pertumbuhan
pada berbagai kelompok produk yang diminati.

Sangat mudah untuk tergiur dan terlibat dalam tren perdagangan elektronik ini, tapi jika Anda
tidak mengetahui ilmu dasarnya, profitabilitas bisa terlewat begitu saja.

Bisnis e-commerce yang sedang booming ini membutuhkan intuisi, pengetahuan tentang pasar,
rencana bisnis yang solid, dan penelitian yang cermat tentang produk dan model bisnis
ecommerce.
Sayangnya, banyak calon pelaku bisnis ecommerce tidak tahu cara mengatur bisnis ecommerce,
juga pilihan model bisnis dan produk apa yang tersedia bagi mereka. Sebelum memulai bisnis
ecommerce, Anda harus memahami tipe-tipe model bisnis ecommerce yang ada seperti di
bawah ini.

1. Klasifikasi model bisnis ecommerce

 B2B ecommerce
 B2C ecommerce
 C2C ecommerce
 C2B ecommerce
 Pemerintahan/Administrasi Publik ecommerce

2. Tipe revenue model bisnis ecommerce

 Drop Shipping
 Wholesaling dan Warehousing
 Private Labeling dan Manufacturing
 White Labeling
 Subscription Ecommerce

3. Model produk revenue

 Model Produk Tunggal


 Tunggal
 Multiple Kategori
 Afiliasi
 Hibrida [Afiliasi + Kategori Tunggal]

Mari kita bahas satu persatu.

Klasifikasi Model Bisnis Ecommerce (B2B, B2C, C2C, C2B, B2G)


Perdagangan elektronik atau ecommerce mencakup semua pasar online yang menghubungkan
pembeli dan penjual. Internet digunakan untuk memproses semua transaksi elektronik.

Hal pertama yang perlu dipikirkan adalah jenis transaksi bisnis yang akan Anda lakukan. Ketika
Anda ingin menjalani bisnis ecommerce, siapa target pasar Anda? Apakah bisnis Anda B2B, B2C,
C2C, atau C2B?

Apakah Anda sudah memiliki ide untuk jenis bisnis e-commerce yang Anda inginkan? Apakah
Anda familiar dengan akronim-akronim tersebut ? Mari kita pelajari model-model paling umum
yang terjadi di perdagangan online.
B2B eCommerce

Model B2B fokus pada penyediaan produk dari satu bisnis ke bisnis lainnya. Meskipun banyak
bisnis ecommerce di area ini adalah penyedia jasa/layanan, Anda juga akan menemukan
perusahaan software, perusahaan supplier dan pemasok perabot kantor, perusahaan hosting,
dan berbagai model bisnis ecommerce lainnya dari sektor ini.

Contoh e-commerce B2B (business to business) Indonesia yang mungkin Anda kenal adalah
Ralali.com, IndoTrading.com, Kawan Lama, Electronic City, Indonetwork, dan Mbiz. Bisnis
tersebut memiliki platform ecommerce yang khusus menyasar perusahaan dan bekerja dalam
lingkungan tertutup.

Di Indonesia, model bisnis ecommerce B2B belum tergarap maksimal oleh para pelaku bisnis.
Salah satu startup tanah air yang sukses membidik peluang pasar ini adalah MBiz, anak usaha
Grup Lippo.

MBiz didirikan Juli 2015 fokus pada e-procurement khusus B2B dan B2G. “Kami menyediakan
solusi pengadaan barang dan jasa yang terintegrasi berbasis web bagi kalangan perusahaan dan
institusi pemerintahan mulai dari produk teknologi, peralatan kantor, perlengkapan industri,
hingga barang-barang ritel,” kata Ryn Hermawan, COO dan Co Founder MBiz.co.id.
Hermawan menjelaskan, dengan layanan total solusi yang ditawarkan MBiz, klien korporasi bisa
langsung mengakses ke vendor-vendor yang terdaftar di MBiz dan melakukan proses bidding.
Konsep e-commerce multi vendor berbasis web ini memungkinkan klien melakukan e-
procurement kapan saja dan dimana saja sesuai dengan SOP masing-masing.

Saat ini dengan layanan-layanan yang diberikan, MBiz berhasil membukukan net merchandise
value sebesar Rp 1,3 triliun dengan nilai rata-rata kontrak transaksi Rp 312 juta.

"Customer di Indonesia sudah lebih dulu terbiasa dengan layanan e-commerce B2C, mereka
memahami kemudahan dan keuntungan yang ditawarkan. Ketika kami hadir dengan platform
e-commerce B2B maka mereka tidak perlu waktu lama untuk memahaminya," imbuh Ryn.

B2B adalah pangsa pasar yang belum tersentuh di Indonesia, sehingga peluangnya masih sangat
besar. Namun, tantangannya juga tidak sedikit.

B2B e-commerce Survey Preview from Prayogo Ryza Sulistiyo

Untuk pemaparan yang lebih detail, silakan unduh laporan riset bertajuk “A Study of B2B
Commerce Services in Indonesia 2018″ yang digagas oleh DailySocial bersama Jakpat Mobile
Survey Platform, secara gratis di sini.

Beberapa poin yang dibahas dalam laporan tersebut:

1. Potensi pangsa pasar B2B di Indonesia, melihat tren pertumbuhan global.


2. Pemahaman masyarakat tentang B2B commerce.
3. Karakteristik dan ragam fitur B2B commerce yang telah beroperasi.

B2C eCommerce

Sektor ecommerce B2C (business to consumer) adalah model bisnis yang lazim dilakukan di
pasar ecommerce. Bahkan sektor B2C adalah model bisnis yang selalu ada dipikiran orang saat
mendengar kata ‘ecommerce’. Transaksi ecommerce B2C menyerupai model ritel tradisional, di
mana bisnis menjual jasa/produk kepada individu, namun bisnis dijalankan dengan platform
online alih-alih dengan toko fisik.
Contoh pemain ecommerce B2C di Indonesia adalah Blibli, Jd.id, dan Lazada. Namun, dari
laporan DailySocial mengindikasikan adanya peleburan batas antara ecommerce B2C dan C2C
yang dilihat dari penilaian reputasi. Penilaian terhadap reputasi umumnya didasarkan pada
kepercayaan konsumen yang terbentuk dari beberapa faktor, diantaranya jaminan produk,
kualitas layanan, hingga efektivitas sistem yang disajikan.
Dari penilaian reputasi, masing-masing memiliki angka yang cukup berimbang, Blibli dan
Tokopedia mendapati angka tertinggi. Dari tabel penilaian di atas, Shopee memiliki peringkat
teratas dalam urusan produk murah dan biaya pengiriman gratis. Sedangkan JD.id menguatkan
brand dengan jaminan produk jualannya asli.

Meleburnya kategori C2B dan B2C juga ditengarai hadirnya “Official Store” di online
marketplace –sebagai contoh brand tertentu memiliki tempat khusus di Bukalapak untuk
menjual produk dari distributor resminya. Implikasinya justru menguatkan SKU produk yang
dimiliki C2C, hal tersebut sekaligus tervalidasi dalam penilaian kelengkapan produk dengan
persentase tertinggi didapat oleh Tokopedia.

Namun demikian salah satu keuntungan yang dapat dioptimalkan oleh para pemain B2C ialah
seputar pengalaman pelanggan. Beberapa aspek yang mulai dieksplorasi misalnya menekankan
pada kualitas produk, peningkatan layanan logistik –misalnya Lazada mengakomodasi layanan
eLogistics secara mandiri atau bekerja sama dengan layanan on-demand untuk one-day-
delivery, opsi pembayaran yang lebih beragam –memungkinkan adanya mekanisme seperti
cash-on-delivery.
C2C eCommerce

Model bisnis ecommerce ketiga adalah C2C (consumer to consumer), yang kemudian terbagi
lagi menjadi dua model yaitu marketplace dan classifieds/P2P. Dalam kategori C2C e-commerce
ini, konsumen individu dapat menjual maupun membeli produk dari konsumen lainnya.
Bukalapak, Shopee, dan Tokopedia merupakan beberapa contoh marketplace yang paling
dikenal di Indonesia.
Selain melalui marketplace, kegiatan jual beli juga juga dapat dilakukan secara langsung antar
individu, tanpa adanya termasuk dari pihak ketiga. Beberapa contoh platform dengan model
bisnis ini adalah OLX, Kaskus, hingga melalui Instagram.

C2B eCommerce

Customer to business (C2B) adalah model bisnis dimana konsumen atau end-use menyediakan
produk atau layanan ke perusahaan. Ini adalah model kebalikan dari B2C, di mana bisnis
menghasilkan produk dan layanan untuk konsumsi konsumen. Contoh platform C2B, yakni
istockphoto.com yang menjadi media bagi para fotografer individu untuk mendapatkan royalti
apabila ada yang menggunakan fotonya.
Dalam model bisnis ini, individu menawarkan untuk menjual produk atau layanan kepada
perusahaan yang siap membelinya. Misalnya, jika Anda adalah software developer, maka Anda
dapat menunjukkan demo software atau keterampilan yang Anda miliki di situs-situs seperti
freelancer, upwork, dll. Jika perusahaan menyukai software atau keterampilan Anda, maka
perusahaan akan langsung membeli software langsung dari Anda, atau mempekerjakan Anda.

eCommerce Administrasi Publik/Pemerintah (B2G & C2G)

Model-model yang tercantum di atas adalah model umum yang banyak dijalankan di pasaran,
tetapi ada jenis e-commerce lain yang melibatkan administrasi publik/pemerintah.


o B2G (business to government), juga disebut B2A (business to administration),
adalah model bisnis yang merujuk pada bisnis yang menjual produk, layanan,
atau informasi kepada pemerintah atau lembaga pemerintah.

Sistem B2G menyediakan kesempatan bagi perusahaan swasta untuk mengajukan tender pada
proyek, produk pemerintah yang mungkin dibeli/dibutuhkan pemerintah untuk perusahaan
mereka. Pemerintah membuka tender lewat proses e-procurement, dimana sektor publik dapat
melakukan tender secara online dan transparan.
Sistem e-procurement di Indonesia lebih dikenal dengan LPSE atau Service Pengadaan Dengan
Elektronik. Salah satu contohnya adalah Qlue.co.id, yang menyediakan layanan CRM untuk
lembaga pemerintah.


o C2G (consumer to government), juga disebut C2A (consumer to
administration): adalah transaksi elektronik yang dilakukan oleh individu ke
pemerintah atau administrasi publik. Contohnya, seorang konsumen dapat
membayar pajak penghasilannya secara online. Transaksi tersebut adalah
transaksi C2G.

Contoh dimana konsumen memberikan layanan kepada pemerintah belum banyak


diimplementasikan, karena ini bukan pendekatan yang populer dan bisa dibilang sangat jarang.
Contoh yang mungkin bisa terjadi adalah ketika seorang hacker menawarkan jasanya kepada
pemerintah untuk pertahanan terhadap terorisme cyber.

Model Fulfillment Bisnis E-commerce


Hal terpenting berikutnya untuk di pikirkan adalah bagaimana Anda ingin menangani
manajemen persediaan dan sumber produk. Beberapa orang lebih memilih untuk mengurus
inventaris produk mereka sendiri, dan yang lain tidak ingin memiliki garasi yang penuh dengan
barang jualan.

Dropshipping

Dropshipping adalah model e-commerce paling sederhana. Model dropshipping memberi Anda
kebebasan untuk membuka toko tanpa memiliki barang di gudang, karena urusan inventaris
diurus oleh supplier.
Dropshipping adalah proses ketika produk dikirim langsung dari produsen atau grosir ke
customer anda. Ketika seseorang memesan dari toko online milik Anda, maka Anda
mengirimkan pesanan ke pedagang grosir dan mereka langsung mengirimkannya ke pemesan.
Dengan dropshipping, Anda tidak akan kelebihan stok karena anda hanya membeli stok saat
pelanggan memesan.

Kekurangan dari model ini adalah Anda tidak memiliki kendali atas pengiriman dan fulfillment,
dan tidak menutup kemungkinan supplier mengecewakan Anda. Jika supplier ternyata bermain
di belakang Anda atau lupa memberi Anda nomor tracking, Anda harus pintar-pintar menjaga
reputasi Anda. Selain itu, karena Anda tidak menyimpan inventaris apapun, Anda tidak selalu
tahu apakah stok suatu barang hampir habis. Anda bisa saja tanpa sadar menjual sesuatu yang
stoknya sudah habis.

Kelebihannya adalah, jika Anda merasa supplier yang Anda pilih tidak memenuhi standar Anda,
hal yang cukup mudah untuk keluar dari kontrak drop-shipping. Aset Anda sepenuhnya digital.
Jauh lebih mudah untuk beralih ke bisnis ecommerce yang menggunakan drop-shipping sebagai
model fulfilment dibandingkan jika Anda harus memiliki gudang yang penuh dengan produk
yang telah dibuat untuk Anda.

Wholesaling dan Warehousing


Wholesaling (perdagangan grosir) dan warehousing (pergudangan) dalam bisnis e-commerce
membutuhkan banyak investasi sejak awal - Anda perlu mengelola inventaris dan stok, melacak
pesanan pelanggan dan informasi pengiriman, dan berinvestasi di ruang gudang itu sendiri.

Dengan model ini Anda dapat membeli produk dalam jumlah besar dan menyimpannya di
gudang di suatu tempat. Biasanya orang yang lebih suka model ini untuk menjual produk dalam
volume besar. Orang paling sering menggunakan ini di pasar B2B sebagai kebalikan dari model
B2C.

Dengan model ini, Anda bisa mendapatkan harga jual yang lebih kompetitif, karena Anda
membeli dalam jumlah besar dibandingkan membeli dalam jumlah sedikit seperti model
dropshipping. Jika Anda membeli dalam jumlah besar dan menjual barang secara eceran di
website ecommerce langsung pada konsumen, Anda akan memiliki margin yang lebih baik
dibandingkan jika Anda melakukan dropshipping.

Namun, jika Anda seperti kebanyakan orang menggunakan model ini, Anda menjual secara
grosir ke bisnis yang menjual kepada konsumen, dengan mengambil margin lebih rendah agar
tetap kompetitif. Dalam sebagian besar bisnis grosir, Anda perlu membuat target volume
penjualan yang cukup untuk mengganti margin yang kecil. Model ini juga membutuhkan
investasi awal yang tinggi untuk membeli dan menyimpan produk.
Private Label dan White Label

Private label dan white label mungkin adalah dua istilah yang paling sering disalahgunakan dan
membingungkan dalam dunia ecommerce. Keduanya mengacu pada produk-produk yang di-
rebranding oleh retailer, namun ada perbedaan tipis di antara keduanya.

Dengan white label, produk generik dibuat oleh pabrik diperuntukkan bagi banyak retailer.
Misalnya, produsen white label akan menjual sabun generik ke 10 pengecer berbeda. Setiap
pengecer dapat memberi branding produk sesuai dengan keinginan mereka.

Dengan model bisnis white label, setiap retailer menjual sabun yang sama dan tanpa modifikasi.
Sabun hanya diganti nama dan dipasarkan sebagai produk pengecer sendiri. Ini adalah cara
cepat untuk masuk ke pasar, tetapi produk Anda akan sama dengan pengecer lainnya. Tanpa
banyak memberi diferensiasi pada produk Anda, Anda harus bekerja keras untuk terlihat di
pasar.

Dengan private label, produk dibuat eksklusif oleh satu retailer. Seperti contoh sabun, pengecer
private label kemudian akan memiliki opsi untuk memodifikasinya agar sesuai dengan standar
dan strategi branding mereka. Sabun dimodifikasi eksklusif untuk retailer tertentu, dan
dilengkapi dengan logo, nama, dan identitas brand mereka. Ini akan memakan waktu lebih lama
daripada model white label, tetapi itu akan membuat Anda memiliki produk yang unik untuk
bisnis Anda.
Dengan memilih model white label atau private label, Anda tidak harus melakukan uji coba dan
kerepotan dalam proses produksi suatu produk. Tanpa harus investasi di desain dan kreasi
produk, Anda akan menghemat banyak waktu dan uang. Sehingga, Anda dapat fokus pada
strategi marketing dan branding produk.

Subscription Ecommerce

Berbeda dengan model bisnis eCommerce tradisional di mana konsumen melakukan pembelian
sesekali, model bisnis subscription (berlangganan) menawarkan konsumen dengan opsi untuk
berlangganan produk atau layanan secara teratur. Keuntungan yang didapat pelanggan dari
subscription adalah penghematan dan kenyamanan. Pelanggan cukup memesan satu kali, dan
produk akan dikirimkan langsung ke mereka secara teratur, umumnya sebulan sekali.

Pelanggan mendapatkan diskon untuk berlangganan; semakin banyak mereka berlangganan


atau semakin lama mereka berlangganan, semakin banyak penghematan yang mereka lakukan.

Laporan McKinsey & Company menunjukkan bahwa sekitar 15% konsumen online telah
mendaftar untuk satu atau lebih layanan berlangganan untuk menerima produk secara
berulang, seringkali dalam rentang waktu satu bulanan.
Dari laporan yang sama menyebutkan, pasar subscription ecommerce telah tumbuh lebih dari
100% per tahun selama lima tahun terakhir. Retailer terbesar seperti Amazon menghasilkan
lebih dari $2,6 miliar dalam penjualan pada 2016, naik dari $57 juta pada 2011.

Didorong oleh investasi venture-capital, banyak startup meluncurkan bisnis ini dalam berbagai
kategori, termasuk bir dan anggur, produk anak dan bayi, lensa kontak, kosmetik, produk
feminin, perlengkapan makan, makanan hewan peliharaan, pisau cukur, pakaian dalam, pakaian
wanita dan pria, video game, dan vitamin.

Tantangan terbesar yang dihadapi perusahaan subscription e-commerce adalah churn. Churn
adalah istilah yang digunakan saat bisnis ecommerce kehilangan konsumen. Dalam kasus
subscription ecommerce, churn adalah ketika konsumen tidak berlanjut berlangganan.

Model bisnis ini bergantung pada hubungan jangka panjang dengan pelanggan. Perusahaan
harus pintar dalam mengembangkan user experiences untuk menghindari tingkat churn yang
tinggi, serta untuk mempercepat pertumbuhan dan profitabilitas.

Apa yang ingin Anda jual?


Keistimewaan dari ecommerce adalah Anda bisa menjual hampir apa saja di lini bisnis ini. Anda
dapat menjual produk fisik (pakaian, sepatu, buku,dll), produk digital (ebooks, website,
software, aplikasi, dll), atau jasa (layanan babysitting atau home cleaning)

Mari kita lihat jenis produk apa yang saat ini sedang tren di bisnis online dan bagaimana Anda
dapat masuk ke pasar tersebut.

Produk Fisik

Ini adalah komoditas yang paling umum dijual di toko ecommerce. Produk fisik (hampir semua
hal yang membutuhkan packing, shipping, dan delivery) seringkali mencapai angka penjualan
tertinggi.

Tapi, bagaimana caranya Anda memutuskan produk mana yang akan dijual?

Temukan apa yang Anda sukai. Apakah Anda suka mobil? Bagaimana kalau menjual suku
cadang dan aksesori mobil? Apakah Anda suka buku? Mengapa tidak memulai toko buku
online? Bisnis online memberi Anda peluang sempurna untuk mengubah hobi Anda menjadi
bisnis yang menguntungkan.

Analisis segmentasi atau niche market yang Anda pilih. Ini mencakup semua aspek dari industri-
industri yang kurang terjamah. Serta, cobalah untuk menganalisis pain points dari target pasar
Anda.

Selanjutnya, lakukan riset kata kunci (keyword research) untuk produk yang ingin Anda jual.
Dengan cara ini, Anda dapat menentukan berapa banyak permintaan untuk membantu Anda
merencanakan inventaris dan mengatur arus kas.

Produk Digital

Ada banyak produk yang dapat dikirimkan ke pelanggan online. Apakah Anda seorang desainer
web, penulis konten, atau desainer grafis? Anda dapat membuat toko online di sekitar produk
Hal penting lain yang harus diperhatikan adalah masalah FAQ dan aturan legal yang mencakup
mekanisme pengiriman produk dan status hak cipta dari produk Anda.

Jasa

Jika Anda memiliki tim tukang kayu yang terampil, atau asisten rumah tangga, atau Anda adalah
penata rambut yang menawarkan untuk mengunjungi rumah klien, mengapa tidak membuat
website untuk menjual layanan ini secara online?

Dengan demikian, Anda secara signifikan dapat meningkatkan permintaan dengan membuat
bagian FAQ yang komprehensif dan bagian Legal yang merinci dengan tepat apa yang Anda
tawarkan dan apa yang pelanggan harapkan.
Model Bisnis eCommerce (B2B, B2C, C2C, C2B, B2G) mana
yang cocok untuk Anda?
Seperti yang sudah Anda amati, ada beberapa model bisnis ecommerce (B2B, B2C, C2C, C2B,
B2G) yang tersedia, masing-masing memiliki manfaatnya sendiri. Hal yang benar untuk
dilakukan adalah menganalisis model bisnis Anda dan kemudian memilih model yang tepat.
Anda juga telah mengetahui ada beberapa jenis model fulfillment toko online, serta produk apa
saja yang bisa dijual. Sekarang waktunya untuk mulai membuka toko online Anda sendiri.

Jika Anda membutuhkan bantuan lebih lanjut tentang topik ini, beri tahu kami di kolom
komentar di bawah.

Anda mungkin juga menyukai