Rosyid 1
Bab I
Astrofisika dan Astronomi
Bagi kebanyakan orang, Astronomi selalu dikaitkan dengan bintang-
bintang di langit. Sementara bintang-bintang di langit dikaitkan dengan
konstelasi-konstelasi atau rasi-rasi bintang semisal Cancer, Gemini, Taurus, dll.
Selanjutnya, rasi-rasi bintang itu dikaitkan dengan ramalan nasib. Inilah
astrologi. Apakah astronomi identik dengan astrologi? Memang, … astronomi
memiliki akar yang sama dengan astrologi. Sebelum Copernicus, astronomi
boleh dikatakan menyatu dengan astrologi. Sebagaimana astronomi, astrologi
juga mempelajari rasi-rasi bintang. Tetapi, cara astronomi memperlakukan rasi-
rasi bintang tidak sebagaimana cara astrologi memperlakukan rasi-rasi itu.
Pada masa lalu, rasi-rasi bintang sangat penting bagi para pengelana dan
nelayan guna menentukan arah (navigasi). Sementara itu, para petani
memanfaatkan rasi-rasi itu untuk kepentingan bercocok tanam, yakni untuk
menentukan waktu-waktu penting : kapan mereka harus memulai bertanam (rasi
Waluku atau Orion, misalnya), kapan sebaiknya mereka mengistirahatkan
ladang mereka, dan lain sebagainya. Orang-orang pada masa lalu juga
mengembangkan mitos-mitos guna memudahkan mengingat rasi-rasi bintang itu.
Ada rasi yang dihubungkan dengan mitos kepahlawanan, bahkan ada juga yang
dihubungkan dengan kisah asmara.
Gambar 3 Teleskop Hale di Mount Palomar USA adalah teleskop optis (kiri).
Barisan teleskop radio (kanan)
Bab II
Tata Koordinat Kulit Bola Langit
Sekarang kita hendak memperhatikan sebuah kulit bola secara seksama karena
nanti kita akan menggunakan konsep kulit bola langit.
Lingkaran besar pada kulit bola adalah lingkaran yang dibentuk oleh
perpotongan antara sebuah bidang dan kulit bola itu sedemikian rupa sehingga
bidang itu melalui pusat kulit bola. Lingkaran kecil pada kulit bola adalah
lingkaran yang dibentuk oleh perpotongan antara sebuah bidang dan kulit bola
itu sedemikian rupa sehingga bidang itu tidak melalui pusat bola (lihat Gambar
2). Dua titik pada sebuah kulit bola dikatakan antipodal apabila garis lurus
penghubung kedua titik itu melalui pusat kulit bola itu.
Teorema :
• Setiap pasangan titik yang tidak antipodal pada sebuah kulit bola hanya
dilalui oleh sebuah lingkaran besar.
• Dua titik yang antipodal pada sebuah kulit bola dilalui oleh tak terhingga
lingkaran besar.
Pertanyaan :
a. Apakah garis-garis bujur pada bola bumi merupakan bagian dari suatu
lingkaran besar?
b. Bagaimanakah halnya dengan garis-garis lintang?
c. Sebutkan pasangan titik antipodal pada bola bumi.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 8
d. Tunjukkan bahwa jarak terdekat antara dua titik pada kulit bola adalah
panjang garis penghubung kedua titik itu yang merupakan penggalan lingkaran
besar yang melalui kedua titik itu.
Gambar 4
Sudut c disebut sudut pusat sisi AB, sudut a disebut sudut pusat sisi BC, dan
sudut b disebut sudut pusat sisi AC. Jumlahan sudut-sudut suatu segitiga kulit
bola tidak sama dengan 180˚, tetapi lebih. Dengan kata lain,
A + B + C ≠ 180˚
E = A + B + C – 180˚. (1)
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 9
Kalau ekses kulit bola dinyatakan dalam radian, maka luas segitiga kulit bola
sama dengan ekses kulit bola dikalikan jari-jari kulit bola :
A = Er2.
Gambar 5
Tugas :
1. Buktikan rumus untuk sudut ekses di atas!
2. Sebutkan tiga kota di permukaan bumi yang terletak pada sudut-sudut suatu
segitiga kulit bola.
x = cosψ cos θ ,
y = sinψ cos θ (2)
z = sin θ .
Sudut θ dalam tata koordinat bola ini disebut sudut lintang, sementara sudut ψ
disebut sudut azimut. Perhatikan bahwa, dalam tata koordinat kulit bola ini, sudut
θ yang digunakan tidak sebagaimana biasanya yakni susut kolatitud yang diukur
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 10
z
P
θ y
Sb y
ψ
x
Gambar 6
Sb x
Sb z
Sb z’ χ
P
Sb y’
θ θ’
ψ’
Gambar 7
Sb x’
Sb x
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 11
Gambar 8
x ' = x,
y ' = y cos χ + z sin χ , (4)
z ' = − y sin χ + z cos χ .
Gambar 9
Jika sudut A dimasudkan sebagai sudut yang dibentuk oleh sumbu-y negatif
dengan garis projeksi vektor posisi titik P ke bidang-xy, maka berlakulah kaitan
berikut
ψ = A − 90 ,
θ = 90 − b,
ψ ' = 90 − B, (6)
θ ' = 90 − a
χ = c.
serta
sin a sin b sin c
= = . (8)
sin A sin B sin C
Gambar 10
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 14
Sumbu Putar
Garis Gambar 11
Katulistiwa
Perhatikan Gambar 12. Garis bujur pada kulit bola bumi (meridian) adalah
setengah lingkaran besar yang memuat kedua kutub bumi (Kutub Utara dan
Kutub Selatan). Garis Bujur Acuan dipilih garis bujur yang melalui kota
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 15
Greenwich di Inggris. Garis bujur ini dipilih sebagai garis bujur dengan sudut
bujur 0˚. Sudut bujur (γ) masing-masing garis-garis bujur diukur dari sudut acuan
ini. Garis bujur di sebelah timur bujur 0˚ di beri imbuhan Timur (disingkat dengan
T). Yang di sebelah barat di beri imbuhan Barat (disingkat dengan B).
Kutub Utara
Greenwich
Gambar 12
Kutub Selatan
Aarah Rotasi
Bumi
Gambar 13
Arah Rotasi
Kulit Bola
Langit
Gambar 14
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 17
Sumbu Langit
Gambar 15
Kutub Utara Langit
Gambar 16
Gambar 17
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 19
Bidang horizon tempat kita berada di bumi dianggap membagi kulit bola
langit menjadi dua bagian sama besar, bagian atas dan bagian bawah. Garis
lurus yang melalui pusat kulit bola langit dan tegak lurus terhadap bidang horizon
menembus kulit bola langit di dua titik : titik Zenit (di atas bidang horizon) dan titik
Nadir (di bawah bidang horizon) (lihat Gambar 18). Setengah lingkaran besar
yang menghubungkan arah utara bidang horizon dan arah selatan bidang
horizon melalui zenit disebut garis meridian pengamat.
Meridian Pengamat
Zenit
Bidang Horizon
Gambar 18
Utara horizon
Nadir
Gambar 19
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 20
Gambar 20
diukur dari meridian pengamat ke arah barat. Sudut jam diukur dalam jam (1 jam
= 15˚). Hal ini diperlihatkan oleh Gambar 22.
Gambar 21
Lintasan bintang
Bidang Ekuator
langit
δ h
Gambar 22
δ h
E
Gambar 23
Meridian Pengamat
Vernal equinox
Sudut asunsio rekta (α) adalah sudut “azimut” bintang diukur dari ”bujur nol”
vernal equinox ke arah timur. Asunsio rekta dinyatakan dalam jam. Waktu
sideris (Θ) adalah jumlahan
Θ = α + h, (9)
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 23
dengan h dinyatakan dalam jam. Jadi, waktu sideris adalah sudut jam vernal
equinox. Waktu sideris bergantung pada garis bujur geografis karena sudut Θ
diukur dari meridian pengamat. Dalam hal ini berlaku
24 jam waktu matahari = 24 kam 3 menit 56.56 sekon waktu sideris
Pertanyaan :
• Bagaimana menentukan waktu sideris di suatu tempat?
Zenit
Gambar 24
Gambar 25
Sudut deklinasi dan sudut altitud memiliki rentang nilai pada antara -90˚ sampai
+90˚. Oleh karena itu, untuk mendapatkan nilai kedua sudut itu cukuplah dengan
fungsi arcus sinusnya saja. Sementara sudut azimut dan sudut jam (asunsio
rekta) memiliki rentang nilai dari 0 sampai 360˚ (atau dari 0 sampai 24 jam).
Oleh karena itu, untuk mendapatkan nilai kedua sudut itu sering diperlukan untuk
menghitung baik fungsi arcus sinus maupun fungsi arcus cosinus-nya.
Contoh 1 :
Sebuah bintang yang terlihat dari suatu observatorium dengan montasi
horizontal terletak pada titik (20˚, 120˚). Jika Observatorium itu terletak pada
garis 30˚ LS dan waktu sideris saat itu 16h, tentukan koordinat equatorial bintang
tersebut.
Jawab :
Dalam hal ini, a = 20˚, A = 120˚, φ = –30˚, dan Θ = 16×15˚= 240˚.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 25
cos h cos 13,9˚= cos 120˚cos 20˚sin (–30˚) + sin 20˚cos (–30˚)
cos h (0,971) = (– 0,5)(0,939)(–0,5) + (0,342)(0,866)
= 0,235 + 0,296 = 0,531
dan
cos h = 0,547
Jadi, h = 56,9˚ = 3,8h dan asunsio rekta bintang itu adalah α = Θ – h = 16h –
3,8h = 12.2h. Pada akhirnya, koordinat equatorial bintang itu adalah (13,9˚,
12,2h).
Letak titik ini ditunjukkan oleh perpotongan garis putus-putus pada peta bintang
Gambar 26.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 26
Gambar 26
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 27
Tugas :
Sebuah bintang yang terlihat dari suatu observatorium dengan montasi
horizontal terletak pada titik (10˚, 145˚). Jika Observatorium itu terletak pada
garis 30˚ LS dan waktu sideris saat itu 16h, tentukan koordinat equatorial bintang
tersebut.
Contoh 2 :
Sebuah bintang terbit terlihat oleh orang di kota Kairo dari suatu titik dengan
azimut 300˚ pada pukul 18.30. Kota Kairo terletak pada garis 30˚ LU. Di
manakah bintang tersebut terbenam? Kapan bintang tersebut terbenam?
Jawab :
Bintang tersebut terbenam di titik dengan azimut 60˚. Mengapa? Lihat Gambar
27.
arah utara horizon
60˚ terbit
Gambar 27
arah selatan horizon
Pada saat terbit dan terbenam, bintang tersebut memiliki altitud 0˚. Sudut
deklinasi bintang dihitung dari persamaan ketiga dalam sistem persamaan (10)
dengan A = 300˚, a = 0˚, dan φ = 30˚. Jadi,
cos h cos (–25,66˚) = cos 300˚cos 0˚sin 30˚ + sin 0˚cos 30˚
cos h (0,901) = (0,5)(1)(0,5) = 0,25
cos h = 0,277
Hal ini menunjukkan bahwa h tidak di kuadran kedua dan ketiga. Jadi, h di
kuadran keempat dan h = – 73,9˚ = – 4,9h.
Bintang berada di atas horizon selama 4,9h –(– 4,9h) = 9,8h = 9,8 jam sideris.
Padahal, 24 jam waktu matahari = 24 jam 3 menit 56.56s waktu sideris = 24,06
jam sideris. Jadi, 1 jam matahari = 1,0025 jam sideris atau 1 jam sideris = 0,998
jam matahari. Bintang berada di atas horizon Kairo selama 9,8 × 0,998 jam
waktu matahari = 9,78 jam = 9 jam 46,8 menit. Jika terbit jam 18.30 maka
bintang itu akan terbenam jam 3.16.48.
berada pada titik kulminasi atas. Bintang yang sedang berada di titik kulminasi
atas memiliki sudut jam 0h. Pada saat itu berlaku
Kutub Kutub
Zenit Zenit 90˚–δ
Utara Utara
Langit Langit
a
δ a δ
φ 90˚–φ φ 90˚–φ
Gambar 28
Dari Gambar 29 tampak bahwa bintang selalu di bawah horizon (tidak akan
pernah terlihat oleh pengamat dengan lintang φ) apabila altitud a < 0, dengan
kata lain jika 90˚– φ + δ < 0, yakni apabila δ < φ – 90˚. Dari Gambar 29 tersebut
juga tampak bahwa bintang tidak akan pernah terbenam apabila δ > 90˚– φ.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 30
Kutub
Utara Zenit
Langit
δ a
Lintasan
bintang
φ 90˚–φ
Gambar 29
Gambar 30
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 31
Bab III
Tata Surya : struktur, asal-usul, dan
perkembangannya
perahu yang sedikit demi sedikit menghilang dari pandangan apabila berlayar
semakin jauh. Namun, mereka tetap memandang Bumi sebagai pusat alam
semesta, sedangkan matahari, bulan dan berbagai benda langit berputar
mengelilingi bumi. Adalah Eudoxus dari Rhodes orang Yunani yang merintis
kosmologi geometris. Gagasan Eudoxus diilhami oleh model dua permukaan
bola (two-sphere model) yang diusulkan sebelumnya oleh guru Eudoxus, yakni
Plato, dalamTimaeus. Dalam pandangan Eudoxus, bumi merupakan bola kecil
yang berada tepat di pusat alam semesta. Bumi dilingkupi oleh permukaan bola
langit tempat menempelnya bintang-bintang secara tetap. Permukaan bola langit
itu berputar sekali dalam 24 jam. Karena perputaran itulah maka matahari, bulan,
dan bintang-bintang di langit tampak bergerak mengelilingi bumi (Fraser, 2006).
Dalam pandangan Eudoxus, permukaan bola langit bukan hanya merupakan
permukaan bola imajiner yang hanya membantu pengukuran posisi benda-benda
angkasa, namun lebih daripada itu, permukaan bola langit memiliki wujud nyata
secara fisis yang merupakan tempat ”digantungkannya” bintang-bintang dan
benda-benda langit yang lain, sehingga benda-benda angkasa itu mengalami
perputaran harian.
1
Ingat 1 tahun cahaya berarti jarak yang ditempuh oleh cahaya selama satu tahun dalam ruang hampa.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 34
(2) Sebuah planet kerdil atau planetoida adalah benda angkasa yang:
(a) mengorbit sekeliling matahari,
(b) memiliki massa yang cukup besar sehingga gravitasi antar material
penyusunnya (self-gravity) mampu mengatasi gaya-gaya benda tegar (geseran,
tegangan, dll) sehingga tercapai kesetimbangan hidrostatis yang ditandai dengan
bentuknya yang bulat,
(c) memiliki orbit yang jelas, and
(d) bukan merupakan satelit.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 35
(3) Semua benda-benda selain tersebut di atas akan disebut secara bersama-
sama sebagai benda-benda kecil tata surya (Small Solar System Bodies).
Termasuk di dalamnya adalah asteroida-asteroida, benda-benda Trans-
Neptunian, komet-komet, dan lain-lain.
Sebuah satelite adalah benda angkasa yang mengorbit benda utama
sedemikian rupa sehingga pusat massa keduanya berada di dalam bena utama.
Jika pusat massa kedua benda itu tidak berada di benda utama, maka kedua
benda itu dikatakan membentuk sistem biner.
Sebagai contoh adalah Bumi dan Bulan. Pusat massa Bumi dan Bulan
berada di dalam Bumi. Oleh karena itu, Bulan adalah satelit Bumi. Dalam kasus
sistem Pluto-Charon, pusat massa berada di luar kedua benda itu. Jadi, Pluto-
Charon adalah sistem biner. Gambar 2 menggambarkan nisbah anggota
tatasurya kita.
Gambar 2 Beberapa
anggota tata surya kita
dalam perbandingan.
Gambar 4
Ketiga hukum tersebut diperoleh oleh Johanes Kepler secara empiris dengan
menggunakan data-data yang telah didapatkan sebelumnya oleh Tycho Brahe.
Gambar 4 memperlihatkan perbandingan orbit-orbit planet-planet dalam tata
surya kita.
k
k’ l’
l
F F
a
b
Gambar 5
dengan k '+ l ' . Dapat ditunjukan bahwa jumlahan ini sama dengan dua kali
sumbu panjang. Jarak masing-masing titik fokus dari titik pusat elips kita sebut c
dan memenuhi kaitan a 2 = b 2 + c 2 . Jika c mengecil, maka panajng b mendekati
a dan elips tampak lebih ‘gemuk’ mendekati lingkaran. Jika jarak antara kedua
titik focus itu nol, maka b = a . Pada kasus ini elips tidak lain adalah sebuah
lingkaran. Jadi, lingkaran adalah kasus khusus dari elips. Sebaliknya semakin
jauh jarak antara kedua titik fokus, semakin pipih elips itu. Eksentrisitas, diberi
lambang ε , adalah ukuran kepipihan elips. Eksentrisitas terkait dengan
setengah sumbu panjang melalui persamaan
c = aε (2)
atau
b 2 = a 2 (1 − ε 2 ) . (3)
Planet
A P
Matahari
Gambar 6
s’
Z’
Z s
Gambar 7
Gambar 8
Dalam tata koordinat kartesius (lihat Gambar 8) persamaan elips diberikan oleh
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 40
x2 y 2
+ = 1. (4)
a 2 b2
Sementara dalam tata koordinat polar (lihat Gambar 9) persamaan elips adalah
a(1 − ε 2 )
r= (5)
1 − ε cos θ
Gambar 9
ekliptika
Gambar 10
Karena orbit planet-planet dan benda-benda lain dalam tata surya berbentuk
elips, maka masing-masing orbit itu berada pada sebuah bidang datar. Bidang
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 41
orbit suatu planet adalah bidang datar tempat orbit planet tersebut berada.
Ternyata, planet-planet memiliki bidang orbit yang tidak sama. Masing-masing
planet memiliki bidang orbit sendiri-sendiri. Sumbu rotasi planet-planet tidak
harus tegak lurus terhadap bidang orbit. Bahkan planet Uranus memiliki sumbu
rotasi yang hampir berimpit dengan bidang orbit. Khusus untuk Bumi, bidang
orbitnya disebut bidang ekliptika dan menjadi acuan untuk menentukan bidang-
bidang orbit planet-planet atau benda-benda dalam tata surya yang lain. Sudut
yang dibentuk antara bidang orbit sebuah benda tata surya dan bidang ekliptika
disebut sudut inklinasi dan diberi simbol i (Gambar 10).
Adapun ukuran dan bentuk (setengah sumbu panjang, eksentrisitas, dan
sudut inklinasi) orbit planet-planet diperlihatkan dalam Tabel 1.
Tabel 1
21 Maret,
vernal equinox
22 Juni
22 Desember
Gambar 11
23 September,
E Autumnal equinox
Gambar 12
E
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 43
δ β
Gambar 13
Untuk membicarakan kaitan antara tata koordinat ekliptikal dan tata koordinat
ekuatorial, diperlukan untuk melihat terlebih dahulu hubungan antara rotasi bumi
dan revolusi bumi. Terlihat bahwa sumbu rotasi Bumi selalu membentuk sudut
terhadap garis normal pada bidang ekliptika. Sudut itu sebesar E = 23,4°.
Dengan demikian, bidang ekliptika tentu membentuk sudut sebesar 23,4°
terhadap bidang equator. Demikian juga kutub utara langit dan kutub utara
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 44
ekliptik membentuk sudut sebesar itu. Alih ragam dari tata koordinat ekuatorial
ke tata koordinat ekliptikal dilukiskan oleh Gambar 13. Tampak bahwa
Gambar 14
Gambar 15
Planet Inferior (yakni Mercurius and Venus) tidak pernah beroposisi terhadap
matahari. Kedua planet itu dikatakan berkonjungsi inferior jika keduanya berada
di antara bumi dan matahari. Kedua planet itu dikatakan berkonjungsi superior
atau berkonjungsi atas jika planet-planet itu berada di balik matahari. Elongasi
adalah sudut yang dibentuk oleh garis penghubung bumi ke matahari dan garis
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 46
penghubung bumi ke planet. Elongasi maksimum (di barat dan di timur), adalah
28˚ untuk Mercurius dan 47˚ untuk Venus. Elongasi dikatakan timur atau barat
bergantung pada letak planet dari matahari. Planet-planet itu merupakan bintang
senja jika ia terbenam setelah matahari (elongasi timur). Di elongasi barat,
planet-planet itu disebut bintang fajar.
Periode sinodis suatu benda langit adalah selang waktu antara dua
peristiwa (oposisi atau konjungsi) yang berturutan. Periode sideris adalah waktu
yang dibutuhkan oleh sebuah benda langit dalam mengelilingi matahari satu kali
relatif terhadap bintang jauh. Periode sinodis bergantung pada selisih antara
periode sideris dua benda langit. Tabel 2 memaparkan periode Sinodis dan
periode sideris masing-masing planet dalam tata surya kita.
Tabel 2
Contoh : Sebuah planet superior memiliki periode sideris 5T/4, dengan T adalah
periode sideris Bumi. Berapakah periode sinodis planet tersebut?
Jawab :
Bumi dan planet itu dianggap bergerak melingkar beraturan. Pada saat planet itu
berkonjugsi, sebagai gerakan melingkar bumi ketinggalan sejauh π = 180˚.
Laju sudut planet Bumi adalah ω = 2π/T.
Laju sudut planet X adalah ω’ = (2π)/(5T/4) = 8π/(5T).
Karena dianggap bergerak melingkar beraturan, maka
- sudut yang telah ditempuh oleh bumi pada saat t adalah φB = ωt = 2πt/T
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 47
V. Unsur-unsur Orbit
Untuk menggambarkan orbit planet, komet, asteroida, dlsb. (selanjutnya
disebut benda tata surya), setengah sumbu panjang dan eksentrisitas tidaklah
mencukupi. Masih diperlukan beberapa besaran/parameter lain. Keseluruhan
besaran/parameter yang digunakan untuk menggambarkan orbit sebuah benda
tata surya disebut unsur-unsur orbit. Ada lima unsur orbit : eksentrisitas,
setengah sumbu panjang, sudut inklinasi, argumen perihelion dan bujur titik
simpul naik. Untuk itu perhatikan Gambar 16.
Sudut Ω disebut bujur titik simpul naik. Sudut ini adalah sudut yang
dibentuk oleh garis simpul (perpotongan orbit benda tatasurya dan bidang
ekliptika) dengan arah vernal equinox ke arah gerakan bumi. Nilai sudut ini
berkisar dari 0 sampai 360˚.
Bidang orbit benda tatasurya membentuk sudut sebesar i terhadap
bidang ekliptika. Sudut i ini disebut sudut inklinasi. Nilainya berkisar dari 0˚
sampai dengan 180˚ –nilai inklinasi yang lebih dari 90˚ terkait dengan gerak
retrograde.
Argumen perihelion ω adalah sudut yang dibentuk oleh garis perihelion
dengan garis penghubung antara matahari dengan titik simpul naik. Sudut ini
diukur ke arah gerak benda dan berkisar dari 0˚ sampai 360˚.
Terakhir, bujur perihelion ϖ adalah jumlahan ϖ = ω + Ω.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 48
Gambar 16
Pertanyaan :
1. Berapakah sudut inklinasi orbit bumi?
2. Berapakah bujur titik simpul naik orbit bumi?
3. Gambarkan sketsa orbit bumi relatif terhadap vernal equinox!
Gambar 17
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 49
Resonansi geraka rata-rata (rgr) terjadi jika nisbah periode orbit benda J and A,
yakni PJ dan PA, diberikan oleh
PJ p + q
= , (8)
PA p
Gambar 18
Tabel 4
Gambar 19
2GM
vl = , (9)
R
Planet-planet Terestrial
Empat planet pertama, yakni Merkurius, Venus, Bumi dan Mars disebut
kelompok planet terestrial. Kata “terestrial“ berarti mirip dengan bumi. Dikatakan
demikian di antaranya karena keempat planet tersebut, sebagaimana bumi,
terbuat dari bebatuan. Keempat planet ini juga dikatakan sebagai planet-planet
dalam. Tetapi tentu saja masing-masingnya memiliki keistimewaan sendiri-
sendiri. Keistimewaan-keistimewaan itu bergantung pada ukuran dan jarak
mereka masing-masing ke matahari. Misalnya, semakin kecil sebuah planet,
semakin sedikit tipis atmosfer yang menyelubunginya. Atau semakin dekat suatu
planet ke Matahari, maka semakin tinggi suhu di permukaan planet itu.
Akibatnya, misalnya, air tidak pernah berwujud cair.
A. Merkurius
Planet Merkurius merupakan planet yang paling dekat dengan matahari.
Jarak rata-rata planet ini dari matahari adalah 58 juta kilometer. Planet ini
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 52
tergolong planet kecil mengingat diameternya hanya 4878 kilometer, yakni kira-
kira 0,38 kali diameter bumi (diameter bumi ialah 12756 kilometer). Massa
Merkurius 0,054 kali massa bumi. Laju minimal untuk lepas dari pengaruh
gravitasi merkurius adalah 4,18 kilometer per detik. Formasi permukaan
Merkurius mirip dengan formasi permukaan bulan.
Kerak
Gambar 20 Anatomi Merkurius
Inti
Mantel
Inti Merkurius tersusun atas nickel dan besi. Berbeda dari bumi, Merkurius
hampir tidak menunjukkan tanda-tanda adanya gunung berapi, kemungkinan
dikarenakan pada proses pembentukannya Merkurius mengalami pendingingan
yang cepat. Namun, hal ini bukan berarti bahwa planet ini tidak memiliki aktivitas
sama sekali. Di bawah permukaannya terdapat wilayah yang sangat panas
dengan aktivitas vulkanik. Wilayah ini disebut Kutub Panas. Karena orbit merkuri-
us cukup eksentrik, maka jarak planet ini ke matahari tidak tetap. Pada saat ia
berada pada jarak paling dekat dari matahari temperatur di atas permukaannya
bisa mencapai 467 °C. Karena gravitasinya yang begitu lemah dan karena
temperatur rata-rata di permukaannya yang begitu tinggi, maka atmosfer di
sekitar Merkurius, yang diperkirakan pernah terbentuk, telah lama lenyap.
Sebagaimana bulan, di permukaan Merkurius pun juga bertebaran kawah-
kawah.
Tidak seperti bumi, Merkurius tidak memiliki bulan atau satelit. Kala rotasi
Merkurius, yakni waktu yang dibutuhkan oleh Merkurius untuk berputar
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 53
mengelilingi sumbunya sendiri, adalah 58,6 hari (1 hari dalam hal ini adalah satu
hari di bumi). Jadi, satu hari menurut Merkurius jauh lebih lama daripada satu
hari di bumi. Ini menunjukkan bahwa Merkurius berotasi jauh lebih lamban
dibandingkan bumi. Kala revolusi Merkurius, yakni waktu yang dibutuhkan oleh
Merkurius untuk berputar mengelilingi matahari satu kali putaran adalah 88 hari
(hari menurut kita di bumi). Ini menunjukkan bahwa satu tahun di Merkurius lebih
cepat daripada satu tahun di bumi.
Gambar 21 Permukaan
planet Merkurius
B. Venus
Planet Venus memiliki ukuran dan massa yang hampir sama dengan
ukuran dan massa bumi. Selain itu struktur dalam di Venus pun tersusun atas
nickel dan besi. Berbeda dengan bumi, Venus memiliki temperatur yang sangat
tinggi dan diselimuti oleh selubung gas yang tebal dan mencekik. Gunung-
gunung berapi raksasa yang diperkirakan masih aktif hingga kini memungkinkan
terbentuknya atmosfer yang 90 % tersusun oleh gas karbondioksida.
Terbentuknya awan asam belerang mengakibatkan sering terjadinya hujan asam
belerang.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 54
Jarak Venus dari matahari yang lebih kecil dibandingkan dengan jarak
bumi dari matahari mengakibatkan Venus kurang lebih dua kali lebih banyak
mendapatkan radiasi matahari. Atsmosfer yang tebal yang didominasi oleh
karbondioksida mengakibatkan terjadinya gejala rumah kaca. Akibat selanjutnya
adalah temperatur yang sangat tinggi di permukaannya. Suhu rata-rata di Venus
mencapai 475 °C. Temperatur setinggi ini tentu saja melebihi titik lebur timah.
Venus memiliki diamater 12102 kilometer dan massa 0,82 kali massa
bumi. Jarak rata-rata Venus dari matahari adalah 108 juta kilometer. Kecepatan
lepas di per-mukaan Venus adalah 10,5 kilometer per detik. Satu hari di Venus
setara dengan 249 hari di bumi. Satu tahun di Venus berlang-sung 225 hari
bumi. Sebagaimana Merkurius, Venus pun juga tidak memiliki bulan.
C. Bumi
Ini adalah planet tempat kita lahir dan tempat kita tinggal, tempat kita
rasakan kenyamanan sekaligus kemarahannya (berupa bencana) dan planet
yang telah kita eksploitasi sumber dayanya. Tetapi belum tentu merupakan
planet yang kita kenali dengan baik. Planet ini dinamakan pula sebagai planet
biru. Ia kemungkinan merupakan satu-satunya planet dalam sistem tata surya
kita yang memungkinkan adanya kehidupan.
D. Mars
Planet Mars dikenal pula sebagai planet merah. Mudah ditebak, planet ini
tentu tampak berwarna merah. Merahnya planet Mars berasal dari karat yang
menyelimuti permukaannya. Seluruh permukaan planet Mars ditutup oleh
ferrooksida dan senyawa-senyawa besi yang lain.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 56
Inti Mars yang terbuat dari besi berukuran sangat kecil. Di antara planet-
planet terestrial, Mars merupakan planet yang memiliki rapat jenis paling rendah.
Gunung-gunung berapi yang aktif di permukaan Mars membentuk
atmosfera yang cukup tipis bagi Mars. 90% atmosfera Mars merupakan gas
karbondioksida. Demikian juga topi es yang ada di kutub-kutubnya, terbuat dari
senyawa ini.
Mars memiliki atmosfer yang lebih tipis dibandingkan dengan atmosfer
Bumi maupun Venus. Ditemukannya saluran air yang mengering (yakni, saluran
Marti) di permukaan Mars memunculkan dugaan bahwa atmosfer Mars
memungkinkan adanya hujan. Mengingat suhu atmosfer Mars yang jauh di
bawah titik beku dan angin yang begitu kuat berhembus di Mars, sehingga sering
terjadi badai taufan, maka Mars bukanlah tempat hidup yang layak.
Dengan diameter 6786 kilometer, tentu Mars lebih kecil dibandingkan
dengan Bumi (lihat Gambar 26). Jarak rata-rata Mars dari matahari adalah 228
juta kilometer. Satu hari di Mars sama nilainya dengan 1,03 hari bumi. Satu
tahun di Mars sama dengan 666,99 hari Mars. Walaupun ukuran Mars lebih kecil
jika dibandingkan dengan Bumi, Mars memiliki lebih dari satu bulan. Tepatnya
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 57
dua buah bulan : Fobos yang memiliki orbit lebih pendek dan Deimos. Keduanya
ditemukan pada tahun 1877.
Mars memiliki massa 0,11 kali massa bumi. Kecepatan lepas di
permukaan Mars adalah 5,15 kilometer per detik.
Jupiter memiliki enambelas buah bulan. Empat bulan Jupiter yang paling
terang dan paling lama dikenal adalah kelompok Galileo, sesuai dengan nama
orang yang pertama melihatnya pada tahun 1610. Empat satelit Jupiter itu diberi
nomor I, II, III dan IV urut sesuai dengan jaraknya dari Jupiter. Lebih jauh lagi
keempat bulan Jupiter kelompok Galileo ini diberinama berturut-turut sebagai Io,
Europa, Ganymede dan Callisto. Delapan lagi bulan Jupiter ditemukan pada
tahun 1892. Selain keempat bulan kelompok Galileo itu satelit Jupiter diberinama
dengan nomor romawi urut kronologi penemuannya : V, I, II, III, IV, VI, VII, X, XII,
XI, VIII, IX.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 59
B. Saturnus
Saturnus merupakan planet yang paling populer dikenal setelah bumi,
sampai-sampai setiap kali para seniman kartun melukiskan sesuatu yang terkait
dengan luar angkasa selalu menggunakannya sebagai ilustrasi. Hal ini
dikarenakan adanya cincin yang melingkupinya.
Atmosfer Saturnus sama dengan atmosfer Jupiter kecuali satu hal, yakni
bahwa gas amonia di Saturnus telah mengalami pengkristalan dikarenakan suhu
yang sangat rendah (mencapai −178,88 °C). Oleh karena itu atmosfera Saturnus
mengandung lebih banyak Metana daripada Amonia.
C. Uranus
Planet-planet yang telah dibicarakan di muka cukup terang untuk dilihat
dengan mata telanjang. Oleh karena itu sejak jaman purba orang telah
mengenali mereka. Tetapi Uranus tidak cukup terang untuk itu. Planet ini
ditemukan pada tahun 1781 oleh William Herschel dengan teleskop hasil
rakitannya sendiri.
Uranus memiliki jarak rata-rata 2871 juta kilometer dari matahari. Massa
Uranus kurang lebih 14 kali massa bumi. Diameter Uranus 51.118 kilometer
(Gambar 31 menggambarkan perbandingan Uranus dengan Saturnus). Karena
jaraknya yang begitu jauh dari matahari suhu di permukaannya cukup rendah
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 61
yaitu -184 °C, lebih rendah dari suhu di Saturnus. Laju minimal untuk keluar dari
pengaruh gravitasi Uranus adalah 22,37 kilometer per detik.
D. Neptunus
Planet ini ditemukan tahun 1842. Inti Neptunus diperkirakan bukan berupa
padatan, melainkan campuran antara es dan bebatuan dan diselimuti oleh gas.
Kandungan gas metana yang cukup tinggi mengakibatkan planet ini tampak
berwarna biru dan di atmosfernya membentuk awan putih yang tipis.
Neptunus memiliki massa 17 kali massa bumi. Jarak rata-rata Neptunus
dari Matahari adalah 4.497 juta kilometer. Ukuran Neptunus sepadan dengan
Uranus. Diameternya adalah 49.528 kilometer. Laju minimum untuk lepas dari
gravitasi Neptunus adalah 24,78 kilometer per detik.
Satu hari di Neptunus berarti 19,2 jam. Sedang satu tahunya berlangsung
165,5 hari Bumi. Neptunus memiliki 8 satelit.
Pada tahun 1900-an berdasarkan pengamatan berulang-ulang terhadap
Neptunus, para ahli telah menyimpulkan bahwa harus ada benda lain di sekitar
Neptunus. Di kemudian hari ditemukan bahwa benda itu adalah Pluto.
Bab III
Bintang: Struktur dan Pembangkitan
Energi
I. Warna Bintang terkait Temperaturnya
Terdapat kaitan antara warna bintang dengan temperatur permukaannya
(fotosfera). Hal ini dapat dipahami dari teori radiasi termal. Telah lama diketahui
tentang sifat-sifat spektrum radiasi benda hitam sempurna. Radiasi benda hitam
sempurna semata-mata hanya bergantung pada temperatur permukaannya saja,
bukan bergantung pada sifat-sifat permukaan. Spektrum radiasi benda hintam
juga khas. Gambar 1 memperlihatkan spektrum benda hitam pada berbagai
suhu, yakni grafik yang menghubungkan panjang gelombang radiasi dengan
intensitas untuk masing-masing panjang gelombang itu,.
Gambar 1
Gambar 2
2,898 × 10 -3 m.K
λmak = , (1)
T
komponen radiasi yang berintensitas paling tinggi. Tampak bahwa warna bintang
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 65
terkait dengan temperatur permukaan bintang itu. Oleh karena itu, klasifikasi
bintang akan didasarka pada warna atau temperatur permukaan bintang.
Masing-masing kelompok disebut kelas spektral. Berikut kelas-kelas spektral itu:
bahwa bintang-bintang akan tersebar secara merata dan seragam pad diagram
HR. Tetapi, ternyata tidak. Bintang-bintang itu terlokalisir sepanjang diagonal.
Lokalisasi itu disebut barisan uatma. Diagram HR ditampilkan dalam Gambar 3.
Sumbu mendatar menyatakan kelas spektral atau temperatur. Sementara sumbu
tegak menyatakan magnitudo absolut.
Gambar 3
Gambar 4
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 67
Tugas :
(a) (b)
Gambar 5
Fotosfera (Permukaan Matahari)
Gambar 8 Siklus Matahari dari 1878 samapi 2005. Jumlah titik-titik pada panel atas
memperlihatkan jumlah bintik-bintik Matahari sebagai fungsi lintang.
Atmosfera Matahari
ini memancarkan radiasi dengan daya yang jauh lebih rendah untuk sebagian
besar panjang gelombang dibandingkan radiasi yang dipancarkan oleh fotosfera.
Oleh karena itu, atmosfera ini tidak tampak jika dilihat dari Bumi kecuali pada
saat gerhana matahari total. Tetapi saat ini telah tersedia peranti yang dapat
digunakan untuk mengamati atmosfera Matahari tanpa menunggu gerhana
Matahari total. Peranti itu disebut koronagraf. Atmosfera tersusun atas dua
lapisan : chromosfera dan korona.
Kromosfera
Gambar 10
Prominense adalah awan raksasa yang tersusun atas plasma dengan kerapatan
tinggi yang relatif dingin yang menggantung pada korona yang panas. Pada
saatnya, awan-awan itu dapat meletus dan lepas dari atmosfer matahari (lihat
Gambar 10). Berdasarkan spektrumnya dapat disimpulkan bahwa kromosfera
bagian atas memiliki temperatur sekitar 60.000 K. Prominense merupakan gejala
peralihan, bertahan untuk beberapa periode dari beberapa menit sampai
beberapa bulan.
Korona
wilayah hingga beberapa kali radius Matahari. Dalam korona kerapatan gas terus
berkurang dengan ketinggian, sedangkan temperaturnya tetap saja terus
bertambah hingga 3-4 × 106 K, bahkan kadang-kadang lebih tinggi daripada itu.
Konduksi, konveksi, dan radiasi dari fotosfera tidak dapat menjelaskan perilaku
temperatur seperti itu (mengapa semakin jauh dari tungku justru malahan
semakin panas). Untuk itu diperlukan kajian fisika plasma.
Mekanisme pemanasan di wilayah itu tampaknya bersifat magentik –
medan-medan magnetik megalami rekonfigurasi di wilayah korona dan
mengimbas adalanya arus listrik lokal yang mengakibatkan pemanasan di
korona. Gelombang magnetohidrodinamik juga memainkan peran di beberapa
wilayah korona.
Korona adalah tempat yang paling bergolak (berubah-ubah dengan
cepat). Pada saat jumlah bintik-bintik matahari maksimum, bentuk korona tidak
teratur dengan aliran-aliran panjang yang tak tentu arahnya.
Gambar 11
Interior Matahari
Bagian dalam (interior) Matahari dapat dipelajari apling tidak melalui dua
cara : (1) helioseismologi, dan (2) pemodelan.
Menurut helioseismologi, gelombang-gelombang suara di dalam Matahari
menyebabkan piringan matahari yang tampak dari bumi bergerak keluar-masuk
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 73
Rantai Proton–Proton
Reaksi pembakaran hidrogen yang “memanasi” Matahari secara kolektif
disebut rantai proton-proton. Reaksi ini dimulai ketika dua proton (diberi simbol p)
bertabrakan dan mengalami fusi untuk membentuk sebuah deuteron, diberi
simbol D2, yang merupakan inti air berat. Karena deuteron mengandung sebuah
proton dan sebuah neutron, maka salah satu proton yang bertabrakan itu harus
berubah menjadi neutron, dengan memancarkan sebuah positron, diberi simbol
e+, bersama dengan neutrino elektronνe, untuk menyeimbangkan energi dalam
reaksi itu. Langkah awal dalam reaksi rantai proton-proton adalah
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 77
Deuteron yang terbentuk itu, kemudian bertabrakan dengan sebuah proton yang
lain sehingga terbentuk inti Helium ringan, He3, bersama dengan radiasi sinar
gamma (γ) berenergi tinggi. Pada tahap akhir, dua Helium ringan itu saling
bertemu dan mengalami fusi sehingga terbentuk Helium berat, He4, bersama dua
butir proton. Kedua reaksi itu ditulis sebagai berikut
D2 + p → He3 + γ, (3)
He3 + He3 → He4 + 2p. (4)
Tambahan foton sinar gamma diperoleh jika positron bertemu dengan elektron
dan mengalami proses anihilasi :
Bersihnya, empat proton telah mengalami fusi dengan terbentuknya sebuah inti
helium, sebuah foton sinar gamma, dan neutrino elektron :
∆E = ∆mc2
= (4mp−mHe)c2
= 0.007(4mp)c2
= 0.428×10−11 J,
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 78
L
N He = ≈ 1038 , (7)
∆E
Jawabannya sudah jelas : reaksi nuklir, yakni fusi hydrogen. Terdapat dua
kemungkinan fusi hidrogen. Manakah yang cocok? Ternyata kesemuanya
bergantung pada massa bintang yang ditinjau.
energi paling penting dalam bintang yang memiliki massa lebih dari 1,5 kali
massa Matahari.
Gambar 15 Rantai
Proton-proton.
Bab IV
Bintang : Asal-usul dan
Perkembangannya
Bintang pada dasarnya adalah bola raksasa yang terbuat dari gas
hidrogen yang bertemperatur amat sangat tinggi. Seperti telah kita pahami
bahwa sifat-sifat makroskopis suatu gas bertemperatur tinggi ditentukan oleh
hukum gas ideal : PV = nkT. Tidak ada gas yang secara sempurna dapat
digambarkan dengan hukum gas ideal itu. Tetapi untuk gas yang memiliki
temperatur sangat tinggi dan tekanan sangat rendah hukum gas ideal itu telah
mencukupi. Pada gas yang memiliki temperatur sangat tinggi dan tekanan
sangat rendah jarak antar molekul relatif sangat besar dan laju gerak molekul-
molekul gas itu mampu mengatasi gaya-gaya antar molekul. Menurut Teori
Kinetik Gas, kecepatan partikel-partikel gas menunjukkan suhu atau temperatur
gas sedangkan tumbukan partikel-partikel dengan dinding terkait dengan
tekanan gas.
Hampir semua perilaku bintang-bintang normal dapat dijelaskan dengan
hukum gas ideal yang sederhana. Sebagai contoh, jika sebuah bintang
menyusut, maka volumenya berkurang dan tekanan dalam bintang itu
bertambah.
Prinsipnya begini:
- Jika volume bertambah, maka tekanan berkurang, temperatur turun,
kerapatan turun.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 81
1. Kesetimbangan Hidrostatis
Kebanyakan bintang, sebagaimana matahari kita, memiliki ukuran yang
stabil : tidak mengembang dan tidak pula menyusut. Hal ini dikarenakan adanya
kesetimbangan antara tekanan internal dan gaya tarik-menarik (gravitasi) antar
partikel-partikel gas (Gambar 1). Gravitasi yang lebih besar mengakibatkan
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 82
Gambar 1
2. Kesetimbangan Panas
Banyaknya energi (panas) yang dihasilkan di dalam inti bintang oleh
reaksi termonuklir harus sama dengan banyaknya energi yang diradiasikan oleh
bintang ke segala arah.
Gambar 2
3. Kekedapan
Seberapa cepat energi dapat diradiasikan oleh suatu bintang ditentukan
oleh kekedapan selubung bintang itu terhadap foton. Jika selubung suatu bintang
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 83
tidak terlalu kedap, maka bintang itu dapat memancarkan energi dengan cepat.
Akibatnya, temperatur dan tekanannya rendah maka jari-jarinya kecil.
4. Pemindahan Energi
Cara pemindahan energi (panas) dari inti suatu bintang ke permukaannya
menentukan temperatur permukaan bintang itu (warna bintang itu). Dalam
bintang, hanya konveksi dan radiasi yang penting. Kekedapan masing-masing
bagian bintang menentukan cara pemindahan energi (konveksi ataukah radiasi).
Jika temperatur suatu bagian bintang tinggi, maka semua atom pada bagian itu
kehilangan elektron (terionisasi). Akibatnya, kekedapan bagian itu rendah. Maka
radiasi dominan pada bagian itu. Jika temperatur suatu bagian rendah (semisal
lapisan luar interior suatu bintang) proton-proton and electron-elektron
membentuk atom-atom. Akibatnya, kekedapan di wilayah itu meningkat. Maka
konveksi dominan pada bagian itu.
Kelima konsep fisis yang disebutkan itu menunjukkan beberapa hal, yaitu
- metode atau cara pembangitan energi,
- pengaruh energi terhadap bangunan/struktur bintang,
- cara pemindahan energi ke permukaan bintang sehingga membuat bintang
itu dapat bersinar
dan H2. Suhu serendah itu juga mengakibatkan tekanan yang rendah sehingga
gravitasi antar molekul mengalahkan tekanan. Akibatnya, awan molekuler itu
“menggumpal” dan suhunya naik. Jika kerapatan gumpalan itu cukup tinggi dan
suhu yang dihasilkan mencukupi untuk terjadinya sebuah bintang, maka lahirlah
sebuah bintang. Karena wilayah itu cukup rapat, maka wilayah itu kedap bagi
cahaya tampak. Wilayah itu disebut kabut gelap (dark nebulae). Untuk
mengamatinya diperlukan teleskop IR dan radio. Pembentukan bintang dimulai
ketika bagian awan molekuler yang memiliki kerapatan lebih tinggi mulai runtuh
karena gravitasi antar molekulnya. Bagian tersebut disebut inti awan molekuler.
Inti awan biasanya memiliki massa sekitar 104 kali massa matahari. Karena inti
awan memiliki kerapatan lebih tinggi maka inti awan akan runtuh lebih dahulu.
Ketika mengalami keruntuhan, inti awan itu bisa saja mengalami fragmentasi
menjadi beberapa bagian dengan ukuran masing-masingnya 0.1 parsecs dengan
massa sekitar 10 sampai 50 massa Matahari. Bagian-bagian inilah yang
kemudian membentuk bintang-bintang. Proses ini memakan waktu sekitar 10
juta tahun.
panjang dan, apalagi, tersembunyi dalam kabut gelap yang tidak tembus
pandang? Yang pertama, sebagian besar inti awan molekuler memancarkan
sinar infra merah dari dalam, sedang sinar infra merah mampu menembus awan
gelap itu sehingga dapat diamati dari Bumi. Ini adalah bukti adanya energi yang
dihasilkan dari proses keruntuhan (energi potensial diubah menjadi energi kinetik
dan seterusnya menjadi radiasi). Yang kedua, setiap kali kita menemukan
sebuah bintang muda (young stellar object (YSO)), maka bintang itu diliputi oleh
awan gas yang merupakan sisa-sisa kabut gelap. Bintang-bintang muda itu
muncul dalam gugus, yakni kelompok bintang yang terbentuk dari inti awan
molekuler yang sama.
Ketika terjadi fragmentasi inti awan molekuler menjadi beberapa bagian,
masing-masing bagian itu saling bebas dan masing-masing meneruskan
keruntuhannya sendiri-sendiri. Masing-masing bagian itu membentuk protostar
(calon bintang). Ketika protostar terbentuk, gas-gas meneruskan keruntuhannya
ke pusat protostar. Gas-gas yang runtuh ke pusat protostar itu melepaskan
energi kinetik dalam bentuk panas sehingga temperatur dan tekanan di pusat
protostar meningkat. Ketika temperatur di pusat mencapai ribuan derajat kelvin,
terpancarlah sinar infra merah. Beberapa calon protostar telah ditemukan
dengan teleskop ruang angkasa Hubble di Kabut Orion.
Gambar 4 Calon-ca-
lon protostar telah di-
temukan dengan teles-
kop ruang angkasa
Hubble di Kabut Orion
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 86
Karena gumpalan awan molekuler itu kedap, radiasi sinar infra merah menjadi
tertahan. Temperatur dan tekanan di pusat gumpalan meningkat. Sampai pada
saatnya, tekanan dari pusat mampu menghentikan keruntuhan gas-gas ke dalam
inti. Maka terbentuklah protostar yang stabil. Pada awalnya, sebuah protostar
hanya memiliki 1% dari keseluruhan massa bintang yang akan terbentuk. Tetapi
karena selubung bintang terus terbentuk melalui proses akresi, maka massa
protostar itu terus bertambah. Setelah beberapa juta tahun, reaksi termonuklir
mulai terjadi di inti protostar. Akhirnya terbentuklah bintang muda.
Tepat setelah sebuah protostar menjadi bintang muda dengan bahan
bakar hidrogen (melalui reaksi fusi), suatu angin bintang yang cukup kuat
berhembus, biasanya sepanjang sumbu putarnya. Oleh karena itu banyak
bintang muda yang memiliki semburan di kedua kutubnya. Fase awal kehidupan
bintang ini disebut fase T-Tauri.
Bintang yang berada pada fase T-Tauri bisa kehilangan massanya hingga
50% sebelum menjadi bintang kebanyakan (main sequence star). Oleh karena
itu bintang-bintang pada fase T-Tauri dikatakan berada pada barisan prautama
(pre-main sequence)
Pertanyaan :
1. Mengapa bintang berotasi?
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 87
Gambar 7
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 88
Jika sebuah protostar yang terbentuk hanya memiliki massa yang kurang
dari 0.08 massa matahari, maka temperatur di pusatnya masih kurang dari tiga
juta kelvin. Temperatur ini tidak mencukupi untuk terjadinya reaksi fusi. Maka
protostar itu gagal menjadi bintang. Benda angkasa yang terjadi disebut katai
coklat (brown dwarf).
Bintang-bintang pada barisan utama memiliki struktur interior yang
berbeda. Kesemuanya bergantung pada massa bintang.
Helium yang terbentuk sebagai sisa ”pembakaran” hidrogen akhirnya
mengendap di bagian bawah (pusat inti). Hal ini dikarenakan inti Helium memiliki
massa yang lebih besar jika dibandingkan dengan massa Hidrogen. Jadi, di
pusat tidak lagi terjadi reaksi nuklir. Wilayah terjadinya reaksi nuklir bergeser
keluar (ke atas). Sekarang, wilayah tempat terjadinya reaksi inti menyelubungi
inti baru yang tersusun atas Helium. Helium dapat juga mengalami fusi, tetapi
karena massanya lebih besar, maka untuk terjadinya reaksi nuklir diperlukan
temperatur yang lebih tinggi, yakni lebih dari 100 juta kelvin untuk mengatasi
gaya tolak elektrostatik antar proton. Untuk bintang bermassa kecil, temperatur
setinggi itu tidak pernah tercapai, sehingga inti Helium tetap untuh di dalam.
Bintang memulai hidupnya dengan komposisi 74% hidrogen, 25% Helium dan
1% yang lain. Reaksi fusi telah berlangsung di dalam inti Matahari selama 5
milyar tahun. Dewasa ini komposisi unsur-unsur di Matahari telah berubah: 29%
Hidrogen, 70% Helium dan 1% yang lain. Fusi telah merubah komposisi kimiawi
di dalam Bintang-bintang.
Gambar 8
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 89
Ketika pasokan hidrogen di dalam inti mulai berkurang, laju reaksi fusi
menurun dan banyaknya energi yang dibangkitkan berkurang. Akibatnya,
temperatur pun akan mengalami penurunan. Tekanan di dalam inti tempat
terjadinya fusi pun demikian pula. Dari kesetimbangan hidrostatik, kita ketahui,
penurunan tekanan berarti bahwa wilayah inti dalam bintang itu akan mengalami
kontraksi. Hal ini akan menyebabkan temperatur naik kembali dan laju reaksi fusi
(bagi hidrogen yang tertinggal di inti) akan menanjak meskipun inti yang tersusun
atas hidrogen telah tiada). Tajamnya kenaikan temperatur juga memungkinkan
mulai terjadinya kulit pembakaran hidrogen (Gambar 8) yang menyelubungi inti
bintang. Padahal wilayah ini sebelumnya merupakan tempat yang terlalu dingin
untuk berlangsungnya reaksi fusi. Di sinilah kulit pembakaran hidrogen menjadi
penting sebagai satu-satunya sumber energi bagi bintang yang sekarat.
Ketika kulit pembakaran hidrogen tercipta, maka bintang yang
bersangkutan telah meloncat keluar dari barisan utama dalam diagram HR.
Bintang tersebut menjadi sedikit lebih terang dan dingin: turunnya temperatur
permukaan disebabkan oleh mengembangnya selubung bintang sehingga
menambah luasnya wilayah permukaan. Meningkatnya luas permukaan juga
meningkatkan luminositas bintang. Ketika hidrogen terakhir telah dibakar dalam
inti suatu bintang tua anggota barisan utama, reaksi fusi berhenti dan temperatur
inti jatuh. Akibatnya, inti pun runtuh. Runtuhnya inti mengakibatkan terjadinya
konversi energi, dari energi gravitasional (energi potensial) menjadi energi termal
(energi kinetik). Energi ini selanjutnya disalurkan ke atas, yakni ke kulit
pembakaran hidrogen, yang mengembang sehingga menghabiskan lebih banyak
bahan bakar di dalam interior bintang. Kulit pembakaran hidrogen menghasilkan
lebih banyak energi apabila dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh inti
bintang. Luminositas dan ukuran bintang bertambah, sehingga bintang telah
berubah menjadi raksasa merah. Bahkan meskipun bintang menjadi lebih terang,
(menghasilkan energi lebih banyak), tekanannya bertambah sedemikian
sehingga permukaannya menjadi sangat luas dan temperatur permukaannya
jatuh ke kelas spektral K dan M.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 90
dengan M massa bintang. Oleh karena itu panjangnya umur bintang diperoleh
dari
Mc 2
t = 8,9 ×10−4 . (2)
L
Mc 2 c2
t∼ = . (3)
M 3,5 M 2,5
Jika dinyatakan dengan massa dan umur Matahari (rentang waktu antara
kelahiran dan kematian Matahari), maka didaptkan
t 1
= , (4)
t ( M / M ) 2,5
dengan t = 1010 tahun. Tampak bahwa sebuah bintang yang masif (berarti
bintang yang panas) umurnya lebih pendek jika dibandingkan dengan bintang
yang tidak masif (bintang yang dingin).
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 91
Bab V
Mekanika Benda Langit
I. Medan Sentral
r
F (r ) = f (r ) , r =| r | ≠ 0, (1)
r
Momen gaya yang diimbas oleh medan gaya tersebut relatif terhadap pusat
koordinat (0,0,0) lenyap :
N = r × F = 0.
L = r × mv = tetapan. (2)
Akibatnya selanjutnya, partikel itu bergerak pada bidang yang melalui titik
pangkal (0,0,0) dan tegak lurus pada vektor L. Bidang tersebut ditentukan dari
posisi awal dan kecepatan awal partikel.
Andaikan bidang-xy dipilih sebagai bidang orbit bagi benda tersebut.
Vektor momentum sudut L mengarah ke sumbu-z positif, Lz = L (untuk jelasnya,
Gambar1
Lz = m( xy − yx ) = mr 2ϕ . (3)
1 ϕ (t ) 2 1 t 2 Lt
S (t ) =
2 ∫ϕ (0)
r (ϕ ) d ϕ =
2m ∫0
mr ϕ dτ = z .
2m
(4)
dS = r2dϕ
dS
dϕ Gambar 2
r
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 93
Teorema :
Laju perubahan luas wilayah yang disapu oleh vektor posisi,
Lz
S (t ) = (5)
2m
bersifat tetap.
r r
F(r ) = f (r ) = − V '(r ) . (6)
r r
r
F(r ) = mr = − V '(r ) . (7)
r
e r = cos ϕ i + sin ϕ j
e r = − sin ϕ i + cos ϕ j.
1 d 2
(r ϕ ) = 2rϕ + rϕ = 0 (8)
2 dt
dan
dV
mr − mrϕ 2 = − , (9)
dr
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 94
Jika didefinisikan
L2z
Ve (r ) = V (r ) + , (10)
2mr 2
maka
dVe
mr = − (r ) . (11)
dr
1 2 1
E= mr + V (r ) = mr 2 + Ve (r ) . (12)
2 2
dr dr L dr
=ϕ = z2 . (13)
dt dϕ mr dϕ
dr mr 2 2
=± ( E − Ve (r )). (14)
dϕ Lz m
Oleh karena itu, hubungan antara r dan ϕ (yakni persamaan orbit) diperoleh dari
persamaan
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 95
r Lz m dρ
ϕ − ϕ0 = ± ∫ , (15)
r0 m 2 ρ E − Ve ( ρ )
2
dengan r0 = r (ϕ0 ).
d 2u m d
= − Ve (u −1 ) (16)
dϕ 2 2
Lz du
2
1 2 du −1
E= Lz + Ve (u ). (17)
2m dϕ
Sekarang kita tinjau kasus khusus yang lazim dikenal sebagai masalah Kepler.
Masalah Kepler dikenali melalui energi potensialnya, yakni energi potensial
Kepler yang diberikan oleh
k
V (r ) = − , k > 0. (18)
r
L2z k L2z u 2
Ve (r ) = − = − ku. (19)
2mr 2 r 2m
d 2u km
= − u + . (20)
dϕ 2 L2z
e/ p
u= . (21)
cos(ϕ − ϕ0 )
1
u= . (22)
p
L2z
rc = p = (23)
km
ean energi
k 2m
Ec = − 2 . (24)
2 Lz
1
u= (1 + ε cos(ϕ − ϕ0 )),
p
atau
p
r= , (25)
1 + ε cos(ϕ − ϕ0 )
2 L2z E E
ε = 1+ 2 = 1+ , E ≥ Ec . (26)
k m | Ec |
Untuk orbit yang berupa ellips, sumbu panjang dan sumbu pendek ditentukan
berturut-turut dari persamaan
1 p k
a = (rm + rM ) = = , (27)
2 1− ε 2 2 | E |
dan
p | Lz |
b = a 1− ε 2 = = . (28)
1− ε 2
2| E |m
Luas elips, tentu saja, sama dengan laju sapuan vektor posisi partikel dikalikan
dengan periode T :
| Lz |
π ab = T. (29)
2m
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 98
Mengingat
| Lz |= akm(1 − ε 2 )
dan
b = a 1− ε 2 ,
maka didaptkan
1 k
π a2 1 − ε 2 = a(1 − ε 2 ) T, (30)
2 m
atau
a3 k
= 2 , (31)
T 2
4π m
Perhatikan Gambar 3. Pada Gambar itu, dua buah benda bermassa m1 dan m2
berada dalam suatu wilayah yang bebas dari medan gaya apapun. Jadi, medan
gaya yang ada hanyalah medan gravitasi yang dilakukan oleh satu benda
terhadap yang lain. Didefinisikan vektor r dan R berturut-turut sebagai
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 99
r = r2 − r1
dan
m1r1 + m2r2
R= .
m1 + m2
Jadi, r adalah posisi benda kedua relatif terhadap benda pertama dan R adalah
posisi pusat massa keduanya.
m
r = r2− r1
r1 R
r2
Gambar 3
Dari hukum Newton tentang gerak didapatkan persamaan gerak untuk masing-
masing benda
r
r2 = −Gm1 , (32)
r3
dan
r
r1 = Gm2 . (33)
r3
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 100
Dengan mengurangkan persamaan kedud persamaan itu satu dari yang lain
didapatkan
r
r = −G ( m1 + m2 ) . (34)
r3
R = 0.
Ini berarti bahwa pusat massa bergerak dengan kecepatan tetap. Selanjutnya
persamaan (34) dapat dituliskan menjadi
r
r = −GM , (35)
r3
lain adalah persamaan gerak benda di bawah pengaruh medan terpusat Kepler,
dengan k = GM . Jadi, penyelesaiannya adalah
p
r= ,
1 + ε cos(ϕ − ϕ0 )
2 L2z E E
ε = 1+ 2 = 1+ , E ≥ Ec .
k m | Ec |
L2z
p= .
km
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 101
Gambar 4 Bintang ganda 61 Cygni atau Bintang Bessel, diambil dari dua su-
dut pandang yang berbeda, merupakan contoh sistem dua benda.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 102
Bab VI
Komet
bergabung dengan planet-planet pada saat terbentuknya sistem tata surya kita.
Oleh karena itu komet boleh dikatakan merupakan artifak sejarah sistem tata
surya.
Gambar 4 Awan Oort dan Sabuk Kuiper (asal-muasal komet) dengan Tata Surya kita
yang berada di tengah-tengah
Gambar 5
sekitar inti itu kemudian (oleh adanya angin dan tekanan radiasi matahari)
terbentuk dua macam ekor, yakni ekor gas (ion) dan ekor debu, yang
memanjang hingga 104 kilometer sampai 108 kilometer. Ukuran atmosfer
maupun ekor komet berubah sepanjang lintasannya : semakin dekat dengan
matahari semakin besar ukuran atmosfer maupun ekor komet. Bahkan koma dan
ekor komet lenyap pada saat komet berada jauh dari matahari. Hal ini
menunjukkan bahwa aktivitas komet (terbentukknya atmosfer dan ekor komet)
terkait dengan keberadaan matahari. Ekor ion selalu berbentuk lurus menjauhi
Matahari. Sementara ekor debu sedikit melengkung. Hal ini disebabkan butir-
butir debu cukup lembam (masif) untuk mempertahankan gerakannya semula.
Struktur komet telah dipelajari sejak lama melalui pemodelan. Model
paling awal adalah model onggokan pasir (1948) yang mengatakan bahwa
komet adalah sekumpulan debu-debu yang saling terikat secara lemah oleh
gravitasi. Model ini serta merta ditolak karena beberapa alasan :
Pertama, pengamatan menunjukkan keberadaan inti yang padat berukuran
sangat kecil apabila dibandingkan dengan koma.
Kedua, sekumpulan debu-debu yang saling terikat secara lemah semacam itu
tentu akan tercerai berai ketika bergerak di sekitar titik perihelionnya.
Model berikutnya adalah model bola salju kotor (1950) yang diusulkan
oleh Whipple. Menurut model ini, inti komet adalah bola es yang terisi oleh debu-
debu meteorit di dalamnya. Inti komet memiliki porositas tinggi dan albedo
rendah. Apabila inti komet mendekati matahari, radiasi matahari yang jatuh pada
bola es tersebut menyebabkan bola es menyublim dengan membebaskan debu-
debu yang tertanam dalam bola es sehingga terbentuklah koma yang tersusun
atas gas-gas dan debu-debu. Model ini berhasil menjelaskan keberadaan koma
dan ekor komet serta kebergantungan ukurannya pada jarak dari matahari.
Model ini juga mampu menjelaskan penyimpangan gerakan komet dari gerak
Kepleran (Keplerian motion) karena adanya gaya nongravitasional akibat
pembebasan gas-gas dan debu-debu.
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 108
Beberapa misi ruang angkasa tak berawak yang dikirim untuk mendekati
(bahkan menabrak) komet menunjukkan perlunya perbaikan bagi model bola es
kotor. Maka beberapa modelpun diusulkan sejak tahun 1985. Model kumpulan
puing-puing diusulkan oleh Weismann pada tahun 1986. Menurut Weismann, inti
komet tersusun atas bongkahan-bongkahan es yang mengumpul melalui proses
tumbukan dengan kecepatan rendah. Proses akresi lemah semacam ini tidak
mengakibatkan panas yang tinggi sehingga bongkahan-bongkahan es yang
mengumpul itu tetap utuh. Ruang-ruang kosong yang terbentuk di antara
bongkahan-bongkahan es itu sebagian terisi oleh debu-debu dan sebagian yang
lain tetap kosong. Hal ini mengakibatkan rapat massa inti komet keseluruhan
lebih rendah apabila dibandingkan dengan rapat massa agregat-agregat es
penyusunnya. Model yang lain diusulkan oleh Gombosi dan Houpis pada tahun
1986. Menurut model ini, komet tersusun atas bongkahan-bongkahan batu keras
yang memiliki porositas tinggi yang disatukan oleh matrik es dan debu-debu.
Matriks es inilah yang akan mengalami evaporasi sambil melepaskan debu-debu
apabila terkena radiasi matahari.
Secara keseluruhan, dari model-model yang telah diusulkan, tampak
adanya kesepakatan bahwa terbentuknya koma berawal dari proses sublimasi
es-es pada komet yang disebabkan oleh radiasi matahari yang jatuh pada
komet. Sublimasi es-es ini berakibat pula pembebasan debu-debu meteorit yang
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 109
tertanam dalam es-es itu. Akibatnya, koma (astmosfer) yang terbentuk tersusun
atas gas dan debu-debu. Selanjutnya, oleh adanya tekanan radiasi matahari,
debu-debu tersebut terdorong menjauhi matahari sehingga terbentuklah ekor
debu. Ekor debu sedikit melengkung akibat kelembaman (inersia) partikel-
pertikel debu itu. Di samping itu, gas-gas dalam koma mengalami fotoionisasi.
Oleh adanya angin matahari yang tersusun atas proton-proton dan elektron-
elektron, ion-ion gas dalam koma tersebut terbawa/terdorong menjauhi matahari
sehingga terbentuklah ekor gas yang lurus. Terbentuknya koma dan ekor
berakibat berkurangnya massa komet secara terus menerus. Jadi, komet
kehilangan massanya selama mengorbit matahari.
Laju Sublimasi
Sumber energi untuk terjadinya sublimasi adalah radiasi matahari yang jatuh
pada permukaan komet yang menghadap ke matahari. Jadi, laju sublimasi
bergantung pada intensitas radiasi (fluks energi) matahari pada permukaan
komet itu dan albedo Bond (A) komet itu. Albedo Bond adalah nisbah radiasi
matahari yang dipantulkan ke segala arah oleh permukaan komet terhadap
radiasi total yang jatuh pada permukaan itu. Terdapat kesetimbangan energi
antara energi sumber (radiasi yang jatuh pada permukaan inti komet) dan energi
lepas yang terdiri dari radiasi termal inframerah, energi sublimasi, dan energi
yang disebarkan ke seluruh inti melalui konduksi (Fernandes, 2005). Apabila
komet yang ditinjau dianggap berbentuk bulat sempurna dengan jari-jari RN,
maka kesetimbangan yang dimaksud di atas dapat ditulis sebagai
F∗e −τ QLS ∂T
(1 − A) 2 πRN2 = 2πRN2 (1 − AIR )σT 4 + + 2πRN2 κ (T ) , (1)
r NA ∂z z =0
dengan (1 − A) adalah fraksi radiasi yang diserap oleh komet, AIR adalah albedo
Bond sinar inframerah, F∗ adalah tetapan matahari yang besarnya 3,16×10−2
kal.cm−2s−1, r adalah jarak komet dari matahari dinyatakan dalam satuan
astronomis, σ tetapan Boltzmann, Q adalah laju sublimasi total dinyatakan
dengan molekul perdetik, LS adalah bahang laten sublimasi tiap mol, κ(T) adalah
konduktifitas termal bahan komet, dan τ adalah kedalaman optis koma. Laju
sublimasi Q diperoleh sebagai jawaban bagi persamaan (1).
Pelepasan Debu-debu
Laju pelepasan massa debu-debu bergantung pada efisiensi hamburan
karena tekanan radiasi (Qpr) menurut (Fulle, 2006)
∞
π Φ (t ,1 − µ )
md = kC pr Q pr ∫ d (1 − µ ) , (2)
6 0
1− µ
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 111
dengan Cpr adalah tetapan yang nilainya 1,19 × 10–3 kg.m–2, k suatu tetapan tak
bersatuan yang berkaitan dengan fluks foton, Φ fungsi distribusi dan 1 – µ adalah
parameter yang didefinisikan oleh
C pr Q pr
1− µ = ,
ρd d
dengan ρd rapat massa debu dan d diameter butiran debu. Karena keberadaan
tetapan k, maka laju kehilangan massa karena pelepasan debu-debu berbading
terbalik dengan kuadrat jarak dari matahari.
Q r
nn = exp − c
4πλ r c
2
λ
dengan Q adalah laju sublimasi, rc jarak dari inti komet, dan λ adalah skala
panjang ionisasi. Dari laju rapat ionisasi ini diperoleh laju rapat kehilangan massa
komet karena terbentuknya ekor ion sebagai
mc Q r
ρion = exp − c , (3)
4πλ rc2
λ
Pengantar Astrofisika dan Astronomi, M. F. Rosyid 112
F (r ) F∗
pR(r) = = 2, (4)
c cr