Ketika bulan dalam keadaan purnama ataupun mati, kekuatan tarikan gravitasional dari bulan dan matahari
tergabung. Bulan memberikan gaya tarik pada Bumi seperti pada hari-hari biasanya, tetapi tidak sekuat di hari
terjadinya bulan purnama dan bulan mati.
Misalkan kita mengambil nafas dalam-dalam, udara yang terhisap ke dalam mulut kita adalah tiga kali lebih banyak
dibandingkan nafas yang normal. Sekarang mari kita menerjemahkan analogi ini kepada Bulan dan gaya tariknya
pada Bumi. Di hari-hari terjadinya bulan mati dan bulan purnama, keseluruhan bulan menarik Bumi dan pengaruhnya
adalah seperti yang dijelaskan pada analogi sebelumnya yaitu Bulan mengambil nafas dalam-dalam. Pada saat
tersebut, kami menemukan bahwa atmosfer yang melingkar tiga kali dari ukuran bulan tertarik dari Bumi.
Pada saat terjadinya Bulan purnama dan Bulan mati, Unsur-unsur kosmik absolut di Bumi seperti Bumi Absolut, Air
Absolut dan Udara Absolut ditarik ke arah Bulan. Hal ini menciptakan sejenis sabuk tak kasat mata dengan tekanan
sangat tinggi.
Dalam proses ini pada tingkatan fisik ketika air tertarik ke arah bulan, bukan airnya, melainkan unsur-unsur gas
dalam air (uap air) yang naik di atas air dan masuk ke sabuk tak kasat mata yang bertekanan tinggi tersebut. Karena
energi-energi negatif sebagian besar berada dalam bentuk gas dan mereka ditarik ke sabuk tak kasat mata
bertekanan tinggi ini. Di sini mereka bersama-sama, berkelompok dan mendapatkan tambahan kekuatan dalam
jumlah besar dari satu sama lainnya. Oleh sebab itu mereka menyerang umat manusia hingga batasan lebih besar
dibandingkan hari-hari biasanya. Dampak dari hal ini adalah serangan hantu-hantu pada manusia baik pada
tingkatan fisik maupun pikiran yang bisa sebanyak tiga kali lipat lebih besar.
Dalam pusat (asrama) SSRF di seluruh dunia, peningkatan dari serangan-serangan energi negatif dan tekanan halus
negatif telah diamati pada hari-hari bulan purnama dan bulan mati. Peningkatan ini dimulai dua hari sebelum bulan
penuh atau bulan mati dan berakhir dua hari setelah itu.
Pasang-surut air laut juga berkaitan dengan fase bulan. Biasanya, air laut akan mengalami pasang tinggi pada saat
bulan purnama.
Penulis :
Bulan | NASA
44
241
105
KOMPAS.com Setelah Star Wars, Star Trek, dan The Matrix, kini ada lagi
satu film fiksi ilmiah berjudul Oblivion. Film yang kini masih diputar di
bioskop-bioskop Indonesia itu diangkat dari komik karya Arvid Nelson dan
Joseph Kosinski, yang berlatar Bumi pada tahun 2077.
Dengan aktor utama Tom Cruise, film tersebut menyuguhkan beberapa hal
menarik. Misalnya, bagaimana manusia hidup di luar angkasa (orbit Bumi)
serta bagaimana penerbangan luar angkasa masa depan dimungkinkan
dengan pesawat satu awak.
Alkisah, dalam film tersebut, pada tahun 2017, Bumi diserang oleh alien
yang dijulukiScavenger. Satu hal menarik yang disuguhkan adalah bahwa
Bulan telah dihancurkan. Bagaimana bila hal itu benar-benar terjadi?
Sebuah tulisan di Discovery, Kamis (25/4/2013), mengulas konsekuensi jika
Bulan hancur itu benar-benar menjadi nyata. Dua skenario disuguhkan.
Pertama, jika debris Bulan yang hancur masih ada di sekitar Bumi dan kedua
bila Bulan benar-benar menghilang.
Jika Bulan hilang, tentu manusia tak dapat menyaksikan lagi bulan sabit,
purnama, ataupun gerhana. Namun, jika debris Bulan masih ada di sekitar
Bumi, debris itu bisa disinari Matahari. Bisa jadi, sinar terang akibat debris
yang memantulkan cahaya Matahari itu melebihi purnama.
Jika debris Bulan masih ada, kemungkinan efek gravitasi yang diterima akan
sama dengan efek gravitasi jika Bulan secara utuh ada. Namun, jika Bulan
sama sekali hilang, efek gravitasinya pun akan hilang.
Jika gravitasi akibat Bulan tak ada, pasang akibat Bulan pun akan hilang.
Fenomena pasang surut air laut masih akan terjadi, tetapi akan lebih
disebabkan oleh Matahari dan akan terjadi pada siang hari.
Dampak yang perlu diwaspadai dalam jangka panjang adalah terkait
perubahan poros rotasi Bumi. Diketahui, poros rotasi Bumi terus berubah,
membuat Bumi berputar seperti gasing, kadang miring ke kiri dan ke kanan.
Bumi tidak tegak lurus.
Salah satu yang memengaruhi poros rotasi Bumi adalah Bulan. Saat ini,
perubahan poros rotasi Bumi berlangsung sangat lambat. Bila Bulan tak ada,
perubahan poros rotasi Bumi akan berlangsung lebih cepat.
Tanpa Bulan, "goyangan" poros Bumi yang kini hanya berkisar 22-25 derajat
akan berubah ekstrem menjadi berkisar antara 0 -85 derajat celsius. Ini akan
memicu perubahan iklim cepat, membuat Bumi menjadi lebih tak stabil dan
tak layak huni.
Untunglah, efek tiadanya Bulan tak berlangsung tiba-tiba, perlu jutaan
tahun. Namun, jika itu benar terjadi, kehidupan hewan akan terganggu dan
boleh jadi akan mengganggu kehidupan manusia. Well, untungnya
lagi, Oblivion hanyalah fiksi ilmiah.
Sumber : DISCOVERY
Editor : yunan
Berita Terkait
Topik Pilihan:
Krisis Demokrat
Berita Pilihan
BU Lan nggak ada cari janda2 baru buanyak kok yg masih seger2 gitu aj kok repot
Tanggapi Komentar
Laporkan Komentar
Skor: 0
Bang Jampang 2
Senin, 29 April 2013 | 16:40 WIB
yang pasti hilal tak kunjung datang... kagak ade tawur sehabis sahur, asik dah bisa minum air putih
ditengah siang...
Tanggapi Komentar
Laporkan Komentar
Skor: 1
Tanggapi Komentar
Laporkan Komentar
Skor: 1
Sujarno Darmin
Senin, 29 April 2013 | 00:02 WIB
Tanggapi Komentar
Laporkan Komentar
Skor: 1
Baikan Yuk
Sabtu, 4 Mei 2013 | 12:40 WIB
masih lebih hebat si brewok yang katanya bisa menghidupkan orang mati. tapi giliran dia
sendiri mati di tiang jemuran kok gak bisa hidup sendiri ?
Tanggapi Komentar
Laporkan Komentar
Skor: 1
Nic sun
Minggu, 28 April 2013 | 12:24 WIB
Tanggapi Komentar
Laporkan Komentar
Skor: 0
Prabu Jaya
Minggu, 28 April 2013 | 15:40 WIB
Tanggapi Komentar
Laporkan Komentar
Skor: 0
Terpopuler+ indeks
1
Jokowi Tertawa Didoakan Dahlan Iskan Jadi Presiden
2
Kas Negara Menipis, AS Terancam Bangkrut
3
Jokowi Pakai Sepatu Pantofel, Dahlan Iskan Pakai Kets
5
Oknum Berseragam Polisi Lecehkan Pramugari Garuda
Terbaru+ indeks
Dengan Sel Punca, Ilmuwan Bikin "Pabrik" Air Mata dan Ludah
buka
Gravitasi selalu menjadi topik yang asyik dibicarakan. Postingan ini juga bermaksud untuk menjawab
pertanyaan disini, pada edisi Pernik Ilmu sebelumnya.
Gravitasi bulan lebih kecil daripada gravitasi bumi, yaitu sekitar 0,16 = (1/6) gaya gravitasi Bumi.
Akibat gaya gravitasi Bumi ini, bulan lebih bersifat seperti satelit alami yang beredar mengelilingi
Bumi yang ukurannya lebih besar dari Bulan. Bulan yang beredar mengelilingi Bumi hanya
berukuran seperempat ukuran Bumi dan beredar mengelilinginya setiap 27,3 hari, pada jarak ratarata 384.400 kilometer di bawah tarikan gravitasi Bumi.
Pertanyaan pertama adalah, jika Bulan dipengaruhi oleh gaya Gravitasi Bumi, mengapa Bulan tidak
bertubrukan dengan Bumi? Bulan yang ditarik oleh gaya gravitasi Bumi tidak jatuh ke Bumi
disebabkan oleh gaya sentrifugal yang timbul dari orbit Bulan mengelilingi bumi. Efek sentrifugal
adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Besarnya gaya sentrifugal Bulan adalah sedikit lebih
besar dari gaya tarik menarik antara gravitasi Bumi dan Bulan. Dan pada dasarnya, hal ini bukannya
akan menimbulkan tabrakan antara Bumi-Bulan, sebaliknya malah menyebabkan Bulan semakin
menjauh dari bumi, pada kecepatan sekitar 3,8 cm/tahun. Di masa yang akan datang, ilmuwan
berprediksi bahwa kecepatan Bulan menjauh dari Bumi ini akan semakin besar hingga akhirnya
Bulan terlepas dari orbit Bumi.
Pertanyaan kedua, kalau gravitasi bumi lebih besar dari bulan kenapa permukaan air yang dibumi
mengalami tonjolan? Seharusnya permukaan air di Bulan yang mengalami tonjolan. Benarkah
demikian? Jangan bilang iya dulu sebelum membaca kalimat berikut :-P
Pada postingan sebelumnya tentang pasang surut, kita telah mengetahui bahwa pasang surut laut
merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari
Matahari, gaya tarik gravitasi Bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik Matahari dalam
membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak Matahari ke Bumi.
Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah Bulan dan Matahari dan menghasilkan dua tonjolan
(bulge) pasang surut gravitasional di laut. Jika seseorang berpendapat bahwa seharusnya
permukaan air di Bulan yang mengalami tonjolan, maka ia pasti telah melupakan suatu hal penting.
Di Bulan tidak ada air dan udara, Kawan. Yang ada hanyalah kawah yang terbentuk akibat
hantaman komet.
Dewasa ini telah dikembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut (tidal range ). Anehnya,
bukan pasang surutnya yang menggerakkan turbin, tetapi arus laut. Mengapa demikian? Ini
jadi pertanyaan ketiga.
Sebenarnya sama saja. Pada dasarnya, pasang surut pada adalah perbedaan arus laut saat pasang
dan saat surut, sehingga disebut pasang surut. Analoginya sama saat kita menyebut kata siang dan
malam. Kita lebih memilih kata siang malam bukan? Mungkin ini masalah diksi saja.
Saat laut pasang dan saat laut surut aliran airnya dapat menggerakkan turbin untuk membangkitkan
listrik. Sistem kerja pembangkit ini yaitu dengan membuat dua buah turbin yang dipasang pada
aliran sungai dimana salah satu turbin akan bekerja pada saat pasang dan salah satunya bekerja
pada saat surut, setelah turbin ini berputar maka energi kinetik ( gerak ) yang dihasilkan turbin akan
disalurkan dan diubah oleh generator ke bentuk energi listrik. Mau disebut menggunakan pasang
surut atau arus laut, ya sama saja toh. Sepakat? :-D