Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernapasan Akut merupakan suatu infeksi akut pada

struktur saluran napas yang mengganggu proses pertukaran gas mulai dari

bagian hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga

tengah, pleura). Penyebab infeksi saluran pernapasan secara umum adalah

berbagai mikroorganisme, namun sebagian besar disebabkan oleh infeksi virus

dan bakteri (Corwin, 2009). Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah

satu atau lebih gejala: tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering

atau berdahak. Period prevalence ISPA dihitung dalam kurun waktu 1 bulan

terakhir. (Kementerian Kesehatan, 2013)

Lima provinsi dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur

(41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan

Jawa Timur (28,3%). (Kementerian Kesehatan, 2013)

Pengobatan ISPA menggunakan antibiotik sering diberikan tanpa

didahului dengan pemeriksaan mikrobiologis dan uji kepekaan terhadap

mikroorganisme penginfeksi. Pada dasarnya asas penggunaan antibiotik secara

rasional adalah pemilihan antibiotik yang selektif terhadap mikroorganisme

penginfeksi dan efektif memusnahkan mikroorganisme penginfeksi. Tetapi

akibat dari pemberian antibiotik yang tidak tepat, dapat menimbulkan bakteri

yang resisten terhadap antibiotik. Ini diakibatkan karena bakteri dapat

1
2

beradaptasi pada lingkungannya dengan cara mengubah sistem enzim atau

dinding selnya menjadi resisten terhadap antibiotik (Karch, 2011).

Selain itu dampak dari penyalahgunaan pemberian antibiotik dapat

menimbulkan kegagalan terapi, superinfeksi (infeksi yang lebih parah),

meningkatnya resiko kematian, peningkatan efek samping, resiko terjadinya

komplikasi penyakit, peningkatan resiko penularan penyakit, peresepan obat

yang tidak diperlukan, dan peningkatan biaya pengobatan (Llor and Bjerrum,

2014).

Perencanaan terapi menggunakan antibiotik dan mengontrol penyebaran

resistensi bakteri merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya

resistensi bakteri terhadap suatu antibiotik. Penggunaan antibiotik dalam

jangka waktu yang lama, pemberian antibiotik baru yang berlebihan, sanitasi

yang buruk, dan pemahaman pasien yang salah terhadap antibiotik merupakan

faktor yang mempermudah terjadinya resistensi klinik (Black and Hawks,

2009).

Pada Tahun 2017 Puskesmas Korem, yang terletak pada Kecamatan Biak

Utara tercatat ada 4165 pasien yang berobat dengan keluhan batuk dan pillek,

sehingga di diagnosis mengalami Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

Pada penilitian Hidayati (2008) pada Klinik”X” di kota Malang periode

Mei-Desember 2008 dikatakan bahwa penyakit ISPA merupakan kasus

terbanyak sebesar 166 orang dari jumlah total pasien 555, penderita wanita

sebanyak 69,87% dan laki-laki sebanyak 30,13%. Terapi antibiotik terbanyak

yang digunakan adalah cefadroxil 51,20%. Penelitian oleh Nastiti (2011),


3

tentang pola peresepan pasien balita di Puskesmas Kecamatan Jatinegara

didapatkan jenis antibiotik yang terbanyak diresepkan adalah kotrimoksazol

sirup (43,68%) dan amoksisilin sirup (39,93%). Sedangkan penelitian oleh

Syafris (2015), obat antibiotik yang paling banyak diresepkan di apotek pada

wilayah kota Pariaman adalah amoxicilin.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membahas tentang pola

peresepan antibiotic pada pasien ISPA di Puskesmas Korem, Kec.Biak Utara,

Kab. Biak Numfor pada Tahun 2017.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dibuat rumusan

masalahnya yaitu bagaimana pola peresepan penggunaan antibiotik pada

pasien dewasa penderita ISPA di Puskesmas Korem, kecamatan Biak Utara,

Kabupaten Biak Numfor, pada Tahun 2017 ?.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola peresepan penggunaan

antibiotik pada pasien dewasa penderita ISPA di puskesmas Korem, Kec.

Biak Utara, Kab. Biak Numfor Tahun 2017

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik (jenis kelamin, berat badan, umur)

pada pasien penderita ISPA di Puskesmas Korem.

b. Untuk mengetahui kesesuaian dosis pemberian pada penderita

ISPA di Puskesmas Korem.


4

c. Untuk mengetahui ketepatan frekuensi pemberian pada penderita

ISPA di Puskesmas Korem.

d. Untuk mengetahui ketepatan lama pemberian penderita ISPA di

Puskesmas Korem.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat untuk masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat

tentang pentingnya pengobatan infeksi saluran pernapasan akut dan juga

pentingnya kepatuhan pasien dalam penggunaan antibiotik, sehingga

penyembuhan pengobatan infeksi saluran pernapasan akut dapat tercapai.

2. Manfaat untuk Institusi


Dapat menjadi referensi untuk perkembangan ilmu pengetahuan untuk

penelitian yang lebih lanjut tentang ISPA pada Poltekkes Jayapura.

3. Manfaat untuk Instansi terkait khususnya Puskesmas Korem


Memberikan informasi agar dapat dijadikan pedoman pengembangan

penggunaan antibiotic dalam pelayanan pengobatan infeksi saluran

pernapasan akut ( ISPA ).

4. Manfaat untuk peneliti


Memberikan pengetahuan tentang peresepan antibiotik untuk pasien
ISPA.

E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada beberapa penelitian-

penelitian sejenis seperti yang tercantum pada tabel 1 berikut ini.


5

Tabel 1. Keaslian Penelitian

No Nama Peneliti Tahun Judul


1. Ika Ratna Hidayati 2008 Pola Peresepan Antibiotika pada kasus
Infeksi saluran pernapasan akut di klinik
“X” Malang pada bulan Mei-Desember
2008
2. Herman Komang 2014 Pola Pemberian Antibiotika pada pasien
ISPA bagian atas dipuskesmas Sukasada
II pada bulan Mei-Juni 2014
3. Daeng Erlangga 2017 Pola Peresepan Antibiotika pada Pasien
Rawat Jalan dipuskesmas Dalam Wilayah
Kota Pariaman

Dari tabel 1 diatas dapat dilihat perbedaan antara penelitian yang

dilakukan sekarang ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu sebagai

berikut :

1. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Hidayati (2008) adalah waktu

dan tempat penelitian yang berbeda, dalam penelitian Hidayati (2008)

dilakasanakan pada Klinik “X” kota Malang Tahun 2008, sedangkan

penelitian ini di lakukan pada Puskesmas Korem, Kab. Biak Numfor

Tahun 2017. Pada penelitian Hidayati (2008) dilakukan pada pasien anak

dan dewasa, sedangkan pada penelitian ini hanya dikhususkan pada pasien

dewasa.

2. Pada Penelitian Komang (2014) penelitian dikhususkan pada pasien ISPA

bagian atas, sedangkan penelitian ini dilakukan pada pasien penderita ISPA

bagian atas dan bawah.

3. Pada Penelitian Erlangga (2017) penelitian dilakukan untuk melihat

penggunaan antibiotik pada seluruh pasien rawat jalan tanpa dikhususkan


6

untuk pasien ISPA, sedangkan pada penelitian ini hanya dikhususkan

untuk penggunaan antibiotika pada pasien ISPA.

Anda mungkin juga menyukai