Anda di halaman 1dari 22

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI SAWAH

Oleh : Saiful Helmy

Budidaya Padi Melalui PTT


PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah merupakan
sebuah inovasi untuk menunjang peningkatan produksi padi. Hal
ini dilatarbelakangi karena beras sebagai bahan pangan yang
berasal dari padi merupakan bahan pangan pokok sebagian besar
masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sebagai bahan pangan
pokok utama padi memegang posisi yang strategis untuk
dikembangkan.
PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah adalah
suatu pendekatan inovatif dalam upaya peningkatan efisiensi
usaha tani padi sawah dengan menggabungkan berbagai
komponen teknologi yang saling menunjang dan dengan
memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara bijak agar
memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan dan
produktivitas tanaman.
Pengelolaan Tanaman Terpadu atau PTT padi sawah
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas padi dari segi hasil
dan kualitas melalui penerapan teknologi yang cocok dengan
kondisi setempat (spesifik lokasi) serta menjaga kelestarian
lingkungan. Dengan meningkatnya hasil produksi diharapkan
pendapatan petani akan meningkat.
Sebagai salah satu upaya maupun inovasi untuk meningkatkan
produktivitas tanaman penerapan PTT (Pengelolaan Tanaman
Terpadu) padi sawah didasarkan pada empat prinsip, yaitu :
 Terpadu; bukan merupakan teknologi maupun paket
teknologi tetapi merupakan suatu pendekatan agar
sumberdaya tanaman, tanah dan air dapat dikelola dengan
sebaik-baiknya secara terpadu.
 Sinergis; memanfaatkan teknologi pertanian yang sudah
dikembangkan dan diterapkan dengan memperhatikan unsur
keterkaitan sinergis antar teknologi.
 Spesifik lokasi; memperhatikan kesesuaian teknologi dengan
lingkungan fisik maupun sosial budaya dan ekonomi
pertanian setempat.
 Partisipatif; petani turut berperan serta dalam memilih dan
menguji teknologi yang sesuai dengan kemampuan petani
dan kondisi setempat melalui proses pembelajaran dalam
bentuk laboratorium lapangan.
Dalam penerapan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi
sawah tidak lagi dikenal rekomendasi untuk diterapkan secara
nasional karena petani secara bertahap dapat memilih sendiri
komponen teknologi yang paling sesuai dengan kemampuan
petani dan keadaan setempat untuk diterapkan dengan
mengutamakan efisiensi biaya produksi dan komponen teknologi
yang saling menunjang untuk diterapkan.
KOMPONEN TEKNOLOGI PTT PADI SAWAH
Komponen teknologi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu)
padi sawah dirakit berdasarkan kajian kebutuhan dan peluang
(KKP) yang akan mempelajari permasalahan yang dihadapi petani
dan cara-cara mengatasi permasalahan tersebut dalam upaya
meningkatkan produksi sehingga komponen teknologi yang dipilih
akan sesuai dengan kebutuhan setempat.
PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah
menyediakan beberapa pilihan komponen teknologi yang
dikelompokkan menjadi komponen teknologi dasar dan komponen
teknologi pilihan.
Komponen teknologi dasar adalah sekumpulan teknologi yang
dianjurkan untuk diterapkan semuanya sehingga diharapkan dapat
meningkatkan produksi dengan input yang efisien sebagaimana
menjadi tujuan dari PTT. Komponen teknologi dasar PTT
(Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah meliputi :
 Penggunaan varietas padi unggul atau varietas padi berdaya
hasil tinggi dan bernilai ekonomi tinggi yang sesuai dengan
karakteristik lahan, lingkungan dan keinginan petani.
 Benih bermutu dan berlabel/bersertifikat.
 Pemupukan berimbang berdasarkan kebutuhan tanaman dan
status hara tanah.
 Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT).
Sedangkan komponen teknologi pilihan adalah teknologi-
teknologi penunjang yang tidak mutlak harus diterapkan tetapi
lebih didasarkan pada spesifik lokasi maupun kearifan lokal dan
telah terbukti serta berpotensi meningkatkan produktivitas. Secara
spesifik lokasi dan kearifan lokal komponen teknologi ini dapat
diperoleh dari sumber daya alam yang tersedia ataupun dari
pengalaman petani sendiri. Komponen teknologi pilihan PTT
(Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah meliputi :
 Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam.
 Penggunaan bibit muda (< 21 HSS).
 Tanam dengan jumlah bibit terbatas yaitu antara 1 – 3 bibit
perlubang.
 Pengaturan populasi tanaman secara optimum (jajar legowo).
 Pemberian bahan organik berupa kompos atau pupuk
kandang serta pengembalian jerami ke sawah sebagai pupuk
dan pembenah tanah.
 Pengairan berselang (intermiten irrigation) secara efektif dan
efisien.
 Pengendalian gulma dengan landak atau gasrok.
 Panen dan penanganan pasca panen yang tepat.
Perpaduan komponen teknologi dasar dan komponen
teknologi pilihan ini diharapkan dapat memberikan jalan keluar
terhadap permasalahan produktivitas padi dengan didasarkan pada
pendekatan yang partisipatif.
TEKNIS PELAKSANAAN PTT PADI SAWAH
Berikut akan diuraikan teknis budidaya padi sawah melalui
pendekatan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) dengan
menggabungkan komponen teknologi dasar dan teknologi pilihan.
A. Pengolahan Tanah Sesuai Musim dan Pola Tanam
Pengolahan tanah dapat dilakukan secara sempurna dengan
dua kali pembajakan dan satu kali garu atau minimal, atau tanpa
olah tanah. Pemilihan cara yang akan dilakukan disesuaikan
dengan keperluan dan kondisi. Faktor yang menentukan adalah
kemarau panjang, pola tanam dan jenis/struktur tanah.
Dua minggu sebelum pengolahan tanah, taburkan bahan organik
secara merata di atas hamparan sawah. Bahan organik yang
digunakan dapat berupa pupuk kandang (2 ton/ha) atau kompos
jerami (5 ton/ha).
B. Varietas Unggul
Dalam PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah
pemilihan varietas merupakan salah satu komponen utama yang
mampu meningkatkan produktivitas padi. Varietas padi yang akan
ditanam dipilih varietas unggul baru (VUB) yang mampu
beradaptasi dengan lingkungan untuk menjamin pertumbuhan
tanaman yang baik, tahan serangan penyakit, berdaya hasil dan
bernilai jual tinggi serta memiliki kualitas rasa yang dapat diterima
pasar.
Varietas unggul baru (VUB) dapat berupa padi inbrida seperti
ciherang, mekongga, inpari (10, 11,13) atau hibrida seperti rokan,
hipa 3, bernas super dan intani. Tanam varietas unggul baru ini
secara bergantian untuk memutus siklus hidup hama dan penyakit.
C. Benih Bermutu
Benih bermutu adalah benih dengan tingkat kemurnian dan
daya tumbuh yang tinggi, berukuran penuh dan seragam, daya
kecambah diatas 80 % (vigor tinggi), bebas dari biji gulma,
penyakit dan hama atau bahan lain. Gunakan selalu benih yang
telah memiliki sertifikasi atau label untuk mendapatkan benih
dengan tingkat kemurnian tinggi dan berkualitas atau benih
bermutu yang diproduksi oleh petani.
PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah
menganjurkan untuk menyeleksi atau memilih benih bermutu agar
didapatkan benih yang benar-benar berkualitas (bernas) dan vigor
tinggi dengan cara membuat larutan garam dapur (30 gram garam
dapur dalam 1 liter air) atau larutan pupuk ZA (1kg pupuk ZA
dalam 2,7 liter air). Benih dimasukkan ke dalam larutan garam
atau pupuk ZA (volume larutan 2 kali volume benih) kemudian
diaduk dan benih yang mengambang atau terapung di permukaan
larutan dibuang.
Cara sederhana dapat dilakukan dengan merendam benih
dalam larutan garam dapur menggunakan indikator telur. Telur
mentah (bisa telur ayam atau bebek) dimasukkan ke dalam air,
kemudian masukkan garam sedikit demi sedikit sambil diaduk
sampai telur terapung ke permukaan. Kemudian telur diambil dan
benih dimasukkan ke dalam larutan garam. Benih yang
mengapung dibuang dan benih yang tenggelam selanjutnya dicuci
sampai bersih dari garam untuk disemai.
Untuk keperluan penanaman seluas 1 hektar benih yang
dibutuhkan kurang lebih sebanyak 20 kg. Benih bernas (yang
tenggelam) dibilas dengan air sampai bersih dari garam kemudian
direndam dengan air bersih selama 24 jam. Selanjutnya diperam
dalam karung atau wadah lainnya selama 48 jam dan dijaga
kelembabannya dengan membasahi wadah dengan air.
Untuk benih padi hibrida tidak diberi perlakuan perendaman
dalam larutan garam tetapi langsung direndam dalam air dan
selanjutnya diperam.
Lahan persemaian untuk 1 hektar luasan lahan pertanaman
sebaiknya 400 meter persegi (4% dari luas tanam) dengan lebar
bedengan 1 – 1,2 meter dan antar bedengan dibuat parit sedalam
25 – 30 cm. Saat pembuatan bedengan taburkan bahan organik 2
kg /meter persegi seperti kompos, pupuk kandang atau campuran
berbagai bahan antara lain kompos, pupuk kandang, serbuk kayu,
abu dan sekam padi. Tujuan pemberian bahan organik ini untuk
memudahkan pencabutan bibit padi sehingga kerusakan akar bisa
dikurangi.
D. Sistem Tanam
PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah
menganjurkan tanam menggunakan bibit muda atau kurang dari
21 HSS (hari setelah sebar) dan jumlah bibit 1 – 3 batang per
lubang karena bibit lebih muda akan menghasilkan anakan lebih
banyak dibanding menggunakan bibit lebih tua.
Pada daerah endemik keong untuk mengantisipasi serangan keong
dapat menggunakan bibit lebih dari 21 HSS tetapi dianjurkan tidak
lebih dari 25 HSS. Masa kritis serangan keong berada pada 21 hari
setelah sebar dan 10 hari setelah pindah tanam.
Tanam dilakukan dengan kondisi lahan jenuh air (ketinggian
air kurang lebih 2 cm dari permukaan tanah macak-macak)
dengan jumlah bibit yang ditanam tidak lebih dari 3 bibit per
rumpun. Gunakan jarak tanam yang beraturan seperti model tegel
20 X 20 cm (25 rumpun/meter persegi) atau 25 X 25 cm (16
rumpun/meter persegi). Pengaturan jarak tanam dapat dilakukan
dengan menggunakan caplak atau tali sebagai mal.
PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah
menganjurkan untuk mengatur jarak dan populasi tanaman
dengan menerapkan sistem tanam jajar legowo. Sistem tanam
jajar legowo adalah sistem tanam dengan pengaturan jarak tanam
tertentu sehingga pertanaman akan memiliki barisan tanaman
yang diselingi oleh barisan kosong dimana jarak tanam pada
barisan pinggir setengah kali jarak tanam antar barisan.
PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah
menganjurkan penerapan sistem tanam jajar legowo karena
adanya keuntungan dan kelebihan yang lebih dibanding dengan
sistem tanam konvensional (tegel) diantaranya yaitu :
 Adanya efek tanaman pinggir.
 Sampai batas tertentu semakin tinggi populasi tanaman
semakin banyak jumlah malai persatuan luas sehingga
berpeluang menaikkan hasil panen.
 Terdapat ruang kosong untuk pengaturan air, saluran
pengumpulan keong atau mina padi.
 Pengendalian hama, penyakit dan gulma menjadi lebih
mudah.
 Dengan areal pertanaman yang lebih terbuka dapat menekan
hama dan penyakit.
 Penggunaan pupuk lebih berdaya guna.
Sistem tanam jajar legowo yang dapat diterapkan adalah
sistem tanam jajar legowo 2 : 1 atau 4 : 1 dan penyulaman
tanaman dapat dilakukan sebelum tanaman berumur 14 HST (hari
setelah tanam).
E. Pengairan Berselang (Intermittent Irrigation)
Pengairan dilakukan dengan sistem pengairan berselang
(intermittent irrigation). Pengairan berselang adalah pengaturan
kondisi sawah dalam kondisi kering dan tergenang secara
bergantian yang bertujuan untuk :
 Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi lebih
luas.
 Memberi kesempatan akar tanaman memperoleh udara lebih
banyak sehingga dapat berkembang lebih dalam karena akar
yang dalam dapat menyerap unsur hara dan air yang lebih
banyak.
 Mencegah timbulnya keracunan besi.
 Mencegah penimbunan asam organik dan gas hidrogen
sulfida yang menghambat perkembangan akar.
 Mengaktifkan jasad renik (mikrobia tanah) yang bermanfaat.
 Mengurangi kerebahan.
 Mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak
menghasilkan malai dan gabah).
 Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu
panen.
 Memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan
olah).
 Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi
penyebaran hama wereng coklat dan penggerek batang serta
mengurangi kerusakan tanaman padi karena hama tikus.
Teknis penerapan pengairan berselang dilakukan pada saat
tanaman berumur 3 HST (hari setelah tanam) dimana petakan
sawah diairi dengan tinggi genangan 3 cm dan selama 2 hari
berikutnya tidak ada penambahan air sampai kondisi air di petakan
habis dan tanah mengering sedikit retak. Baru pada hari ke 4 (7
HST) petakan sawah diairi kembali hingga genangan air setinggi 3
cm dan tidak ada penambahan air sampai kondisi air dipetakan
habis dan tanah menjadi mengering sedikit retak kembali. Cara ini
dilakukan terus sampai fase anakan maksimal.
Pada saat mulai fase pembentukan malai (bunting) sampai
pengisian biji petakan sawah digenangi terus. Petakan dikeringkan
kembali saat 10 – 15 hari sebelum panen.
Pada tanah yang cepat menyerap air atau berpasir selang
waktu pengairan harus diperpendek. Apabila ketersediaan air
selama satu musim tanam kurang mencukupi selang waktu
pengairan dapat diperpanjang yaitu dengan selang waktu 5 hari.
Pengairan berselang secara efektif dan efisien hanya dapat
dilakukan pada areal sawah irigasi teknis yang dapat dengan
mudah mengatur masuk dan keluarnya air pada areal persawahan.
Pada sawah-sawah yang sistem drainasenya tidak baik (sulit
dikeringkan) atau sawah tadah hujan pengairan berselang
(intermittent irrigation) tidak perlu diterapkan.
F. Pemupukan Berimbang
PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah
menerapkan pemupukan berimbang secara efektif dan efisien
sesuai kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah.
Pemupukan berimbang adalah pemberian berbagai unsur hara
dalam bentuk pupuk untuk memenuhi kekurangan hara yang
dibutuhkan tanaman berdasarkan tingkat hasil yang ingin dicapai
dan hara yang tersedia dalam tanah. Unsur hara yang dibutuhkan
tanaman adalah unsur N (nitrogen ; dalam bentuk pupuk urea), P
(phospat ; dalam bentuk pupuk TSP/SP36) dan K (kalium ; dalam
bentuk pupuk KCL).
Kebutuhan N tanaman dapat diketahui dengan cara
mengukur tingkat kehijauan warna daun padi menggunakan bagan
warna daun (BWD). Bagan warna daun adalah sebuah alat untuk
mengukur tingkat kebutuhan N tanaman dengan mengukur skala
tingkat kehijauan warna daun sehingga dapat diketahui jumlah
kebutuhan unsur hara N tanaman.
Nilai pembacaan bagan warna daun (BWD) digunakan untuk
mengoreksi dosis pupuk N yang telah ditetapkan sehingga menjadi
lebih tepat sesuai dengan kondisi tanaman.
Pemberian pupuk awal N diberikan pada umur tanaman
sebelum 14 HST ditentukan berdasarkan tingkat kesuburan tanah.
Dosis pupuk awal N (urea) untuk padi varietas unggul baru adalah
50 – 75 kg/ha, sedangkan untuk padi tipe baru dengan dosis 100
kg/ha. Pembacaan BWD hanya dilakukan menjelang pemupukan
kedua (tahap anakan aktif ; umur 21 – 28 HST) dan pemupukan
ketiga (tahap primordia ; umur 35 – 40 HST). Khusus untuk padi
hibrida dan padi tipe baru pembacaan BWD juga dilakukan pada
saat tanaman dalam kondisi keluar malai dan 10 % berbunga.
Pemupukan dilakukan dengan cara disebar/ditabur merata di
seluruh permukaan tanah. Urea merupakan pupuk yang mudah
larut dalam air sehingga pada saat pemupukan sebaiknya saluran
pemasukan dan pengeluaran air ditutup.
Pemupukan P dan K disesuaikan dengan hasil analisis status
hara tanah dan kebutuhan tanaman. Status hara tanah P dan K
dapat ditentukan dengan perangkat uji tanah sawah (PUTS). Tiap
wilayah telah memiliki dosis rekomendasi pemupukan P dan K
yang berdasarkan pada uji tanah sawah yang dilakukan oleh
instansi terkait (Balai Penyuluhan/Dinas Pertanian).
Terdapat tiga skala tingkatan status hara tanah P dan K pada
suatu lahan sawah yaitu tinggi, sedang dan rendah sebagaimana
termuat dalam tabel di bawah ini :
Pupuk P diberikan seluruhnya sebagai pupuk dasar atau
bersamaan dengan pemupukan N yang pertama pada 0 – 14 HST.
Pupuk K pada lahan sawah dengan status hara tanah P dan K
rendah (dosis 100 kg/ha KCL) diberikan 50 % sebagai pupuk dasar
(pemupukan pertama) dan sisanya diberikan pada masa primordia.
Pada lahan sawah dengan status hara tanah P dan K sedang –
tinggi (< 50 kg KCL/ha) pupuk K diberikan seluruhnya sebagai
pupuk dasar (0 – 14 HST).
G. Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma atau penyiangan adalah kegiatan
membersihkan pertanaman dari rumput dan tanaman yang tidak
dikehendaki keberadaannya (gulma) di areal pertanaman karena
dapat mengganggu perkembangan tanaman pokok. Penyiangan
dapat dilakukan dengan cara mencabut gulma dengan tangan,
menggunakan alat gasrok (landak) atau menggunakan herbisida.
PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah lebih
menganjurkan melakukan penyiangan dengan menggunakan alat
gasrok karena sinergis dengan pengelolaan lainnya dan lebih
memiliki keuntungan yaitu :
 Ramah lingkungan.
 Hemat tenaga kerja sehingga lebih ekonomis dibandingkan
dengan penyiangan menggunakan tangan.
 Memberikan sirkulasi udara ke dalam tanah sehingga dapat
merangsang pertumbuhan akar tanaman.
 Apabila dilakukan bersamaan atau segera setelah pemupukan
akan membenamkan pupuk ke dalam tanah sehingga
pemberian pupuk menjadi efisien.
Penyiangan menggunakan gasrok dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
 Penyiangan dilakukan saat tanaman berumur 10 – 15 HST
 Dianjurkan dilakukan dua kali, dimulai pada saat tanaman
berumur 10 – 15 HST dan diulangi 10 – 25 hari kemudian
 dilakukan pada kondisi air macak-macak dengan ketinggian 2
– 3 cm
 Gulma yang terlalu dekat dengan tanaman dicabut dengan
tangan
 Dilakukan dua arah yaitu diantara dan di dalam barisan
tanaman.
Pengendalian gulma atau penyiangan secara manual hanya
efektif dilakukan apabila air di petakan sawah dalam kondisi
macak-macak atau tanah jenuh air. Jika kondisi tidak
memungkinkan dilakukan penyiangan/pengendalian gulma secara
manual dan populasi gulma sudah tinggi maka pengendalian
gulma dapat dilakukan dengan menggunakan herbisida.
H. Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu (PHT)
PHT merupakan konsep sekaligus strategi penanggulangan
hama dengan pendekatan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam
rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan
yang terlanjutkan. Ini berarti bahwa pengendalian hama harus
terkait dengan pengelolaan ekosistem secara keseluruhan.
Pengelolaan ekosistem dimaksudkan agar tanaman dapat tumbuh
sehat sehingga memiliki ketahanan ekologis yang tinggi terhadap
hama. Untuk itu, petani harus melakukan pemantauan lapang
secara rutin. Dengan demikian, perkembangan populasi dan
faktor-faktor penghambat lainnya dapat diatasi/diantisipasi dan
faktor-faktor pendukung dapat dikembangkan. Apabila dengan
pengelolaan ekosistem tersebut masih terjadi peningkatan populasi
dan serangan hama, langkah selanjutnya adalah tindakan
pengendalian.
Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT)
merupakan suatu pendekatan pengendalian yang
memperhitungkan faktor ekologi sehingga pengendalian dilakukan
agar tidak terlalu mengganggu keseimbangan alam dan tidak
menimbulkan kerugian yang besar.
Pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT) merupakan
perpaduan berbagai cara pengendalian hama dan penyakit
diantaranya dengan melakukan monitoring populasi hama dan
kerusakan tanaman sehingga penggunaan teknologi pengendalian
dapat menjadi lebih tepat.
Pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT) dapat
dilakukan dengan menggunakan strategi diantaranya :
Strategi PHT adalah memadukan secara kompatibel semua
taktik atau metode pengendalian hama. Taktik PHT adalah:
 Pemanfaatan proses pengendalian alami dengan mengurangi
tindakan-tindakan yang dapat merugikan atau mematikan
perkembangan musuh alami. Pengelolaan ekosisem melalui
usaha bercocok tanam, yang bertujuan untuk membuat
lingkungan tanaman menjadi kurang sesuai bagi
perikehidupan hama serta mendorong berfungsinya agensia
pengendali hayati
 Pengendalian fisik dan mekanis yang bertujuan untuk
mengurangi populasi hama, mengganggu aktivitas fisiologis
hama yang normal, serta mengubah lingkungan fisik menjadi
kurang sesuai bagi kehidupan dan perkembangan hama
 Penggunaan pestisida secara selektif untuk mengembalikan
populasi hama pada tingkat keseimbangannya. Selektivitas
pestisida didasarkan atas sifat fisiologis, ekologis, dan cara
aplikasi. Penggunaan pestisida diputuskan setelah dilakukan
analisis ekosistem terhadap hasil pengamatan dan ketetapan
ambang kendali. Pestisida yang dipilih harus yang efektif dan
direkomendasikan. Ada empat prinsip yang harus
dilaksanakan dalam penerapan PHT, yaitu pembudidayaan
tanaman sehat, pelestarian musuh alami, pemantauan secara
rutin, dan pengambiian keputusan pengendalian oleh petani.
Sasaran PHT adalah:
 Produktivitas pertanian mantap tinggi.
 Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat.
 Populasi hama dan kerusakan tanaman karena serangannya
tetap berada pada tingkatan yang secara ekonomis tidak
merugikan.
 Pengurangan resiko pencemaran lingkungan akibat
penggunaan pestisida.
 Gunakan varietas tahan hama dan penyakit.
 Tanam tanaman yang sehat.
 Memanfaatkan musuh alami.
 Pengendalian secara mekanik (menggunakan alat) dan fisik
(menangkap).
 Penggunaan pestisida hanya jika diperlukan dan dilakukan
tepat sesuai dosis, sasaran dan waktu.
I. Melestarikan Musuh Alami
Di dalam ekosistem pertanian terdapat kelompok makhluk
hidup yang tergolong predator, parasitoid, dan patogen. Ketiga
kelompok yang disebut musuh alami tersebut mampu
mengendalikan populasi hama. Tanpa bekerjanya musuh alami,
hama akan memperbanyak diri dengan cepat sehingga dapat
merusak tanaman.
 Predator merupakan kelompok musuh alami yang sepanjang
hidupnya memakan mangsanya. Predator memiliki bentuk
tubuh yang relatif besar sehingga mudah dilihat. Contoh
Predator pada tanaman padi adalah Laba-laba, Coocenelit,
Paiderus.
 Parasitoid memiliki inang yang spesifik berukuran relatif kecil,
sehingga sulit dilihat.
 Umumnya Parasitosoid hanya memerlukan seekor serangga
inang. Parasitoid meletakkan telurnya secara berkelompok
atau individual di dalam atau di sebelah luar tubuh inangnya.
Bila sebutir telur parasitoid menetas dan berkembang
menjadi dewasa, maka inangnya akan segera mati. Parasitoid
dapat menyerang telur, larva, nimfa, pupa atau imago inang.
J. Panen dan Pasca Panen
PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah sangat
memperhatikan proses penanganan panen dan pasca panen.
Panen dan pasca panen harus ditangani secara baik dan benar
karena penanganan panen dan pasca panen yang tidak baik dan
benar dapat menyebabkan kehilangan hasil 4 – 18 %.
Untuk mendapatkan butir padi dan beras dengan kualitas
baik perlu memperhatikan ketepatan waktu panen. Panen terlalu
cepat dapat menimbulkan prosentase butir hijau tinggi yang
berakibat sebagian butir padi tidak berisi atau rusak saat digiling.
Panen terlambat menyebabkan hasil berkurang karena butir padi
mudah lepas dari malai dan tercecer di sawah atau beras pecah
saat digiling.
Umur tanaman padi mungkin berbeda antara varietas satu
dengan varietas yang lainnya sehingga hal ini juga perlu
diperhatikan. Hitung sejak padi berbunga biasanya panen
dilakukan pada 30 s/d 35 hari setelah padi berbunga. Jika malai
telah menguning 95 % segera lakukan pemanenan.
Panen dilakukan dengan cara memotong padi menggunakan
sabit bergerigi 10 – 15 cm dari atas permukaan tanah atau dari
pangkal malai jika akan dirontok dengan power thresser. Panen
sebaiknya dilakukan secara berkelompok (15 – 20 orang) yang
dilengkapi dengan alat perontok. Dengan cara ini maka tingkat
kehilangan hasil pada saat panen dapat dikurangi.
Gunakan plastik atau terpal sebagai alas padi yang baru
dipotong dan ditumpuk sebelum dirontok. Sesegera mungkin padi
dirontokan, apabila panen dilakukan pada waktu pagi hari
sebaiknya sore harinya segera dirontokkan karena perontokkan
yang dilakukan lebih dari dua hari dapat menyebabkan kerusakan
beras.
Perlu diperhatikan juga jika perontokkan padi dilakukan dengan
cara tradisional (di-gepyok) maka gunakan alas dari plastik atau
terpal yang lebarnya mencukupi dan bagian pinggir plastik atau
terpal dilipat keatas yang berfungsi sebagai dinding untuk
menahan butir padi terlempar keluar dari alas sehingga dapat
mengurangi kehilangan hasil.
Proses selanjutnya adalah penanganan pasca panen. Gabah
yang sudah dirontokkan dijemur di atas lantai jemur atau jika tidak
ada bisa menggunakan terpal. Gabah dijemur dengan ketebalan 5
– 7 cm dan dilakukan pembalikan setiap 2 jam sekali hingga
kering. Gabah kering jika tidak langsung digiling harus disimpan di
tempat yang bersih dalam lumbung/gudang yang bebas hama dan
memiliki sirkulasi udara yang baik. Gabah yang akan dikonsumsi
agar diperoleh beras dengan kualitas baik disimpan dengan kadar
air 14 %. Sedangkan gabah yang akan digunakan sebagai benih
disimpan dengan kadar air 12 %.
Gabah yang akan disimpan dalam waktu lama harus memiliki
kadar air yang lebih rendah. Untuk penyimpanan 4 – 6 bulan
gabah harus memiliki kadar air 12 % dan apabila disimpan selama
7 – 12 bulan kadar air gabah 11 %.
Yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan gabah adalah tempat
penyimpanan dan wadah yang digunakan untuk mengemas gabah.
Gudang atau tempat penyimpanan harus bersih dari kotoran dan
hama, dapat melindungi gabah dari hama seperti tikus dan
memiliki sirkulasi udara yang baik.
Wadah pengemas dapat menggunakan kemasan karung,
kemasan plastik dan kemasan yute. Kemasan harus dapat
melindungi gabah dari hama, kerusakan fisik terhadap goncangan
dan mudah dipindahkan. Simpan gabah dengan ditata rapi secara
bertumpuk dan mendapatkan sirkulasi udara yang baik. Sebaiknya
kemasan atau karung disimpan tidak langsung menempel pada
dinding karena dapat mempengaruhi kelembaban padi dalam
kemasan.
Pencegahan dan pengendalian hama dapat dilakukan dengan
cara fumigasi. Penggunaan insektisida jangan langsung
disemprotkan pada butiran gabah karena dapat mempengaruhi
kualitas gabah.
Gabah yang sudah disimpan jika akan digiling diangin-
anginkan terlebih dahulu sebelum digiling untuk menghindari butir
beras pecah.

PENUTUP
Sekali lagi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah
bukan bersifat teknologi tetapi merupakan suatu pendekatan
inovatif dalam usaha meningkatkan produktivitas dan efisiensi
dalam usaha usaha tani padi.
Pada prinsipnya PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) lebih
bersifat spesifik lokasi dan partisipatif sehingga semua teknis yang
telah diuraikan di atas tidak harus mutlak untuk diterapkan di
seluruh daerah. Petani di tiap-tiap dengan didampingi tenaga
teknis dari instansi terkait dapat memilih sendiri komponen
teknologi yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi lingkungan
setempat.
PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah diterapkan
dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman padi dengan
menerapkan efisiensi dan efektifitas dalam usaha tani padi sawah
dengan memperhatikan sumber daya alam, kearifan lokal dan
kelestarian lingkungan hidup.
Akhirnya supaya penerapan PTT (Pengelolaan Tanaman
Terpadu) dalam budidaya padi sawah dan usaha tani lainnya dapat
berjalan dengan baik dan benar maka diperlukan kerjasama dan
bimbingan yang intensif dari semua pihak yang terkait demi
terwujudnya peningkatan produksi beras nasional dalam
menunjang ketahanan pangan dan swasembada beras pada
khususnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1994. Pengenalan dan Pengendalian OPT Padi. Ditjen


Tanaman Pangan dan Hortikultura, Ditjen Bina Perlindungan
Tanaman. Jakarta.

Anonim. 2001. Padi. Buku 3. Badan Litbang. Pusat Penelitian dan


Tanaman Pangan. Bogor.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian


Teknologi Pertanian, Petunjuk Teknis PTT Pengelolaan
Tanaman Terpadu Padi Sawah, Semarang : Set – BAKORLUH
Jawa Tengah, 2010.

Edi Sunarjo, Joko Darmadjati dan Mahyuddin Syam. Padi. Pusat


Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
2001.

Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian Badan Penyuluhan


dan Pengembangan SDM Pertanian, Usaha Tani Padi Dengan
Pendekatan PTT, Jakarta : Kementerian Pertanian, 2011.

Pusat Penyuluhan Pertanian Badan Penyuluhan dan


Pengembangan SDM Pertanian, Budidaya Padi, Jakarta :
BPSDM Pertanian, 2011.

Penatanian.Blogspot.COM, Tata Cara Penyimpanan, Pengemasan


maupun Pelabelan Gabah atau Beras Secara Baik dan Benar,
2011.

Anda mungkin juga menyukai