Anda di halaman 1dari 14

PERAN INTELEJEN DENSUS 88 DALAM MENANGGULANGI TINDAK

PIDANA TERORISME

(Jurnal)

Oleh:

RYAN FAIZUL FAJRI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK

PERAN INTELEJEN DENSUS 88 DALAM MENANGGULANGI TINDAK


PIDANA TERORISME

Oleh :
Ryan Faizul Fajri, Eko Raharjo, Dona Raisa Monica
(Email : ryanfajri94@yahoo.com)

Fungsi intelejen memiliki peran berkaitan dengan penanggulangan kejahatan akan


tetapi selama ini memiliki kelemahan buktinya banyak sekali kejadian teror bom
yang tidak dapat dicegah. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan
ini adalah: Bagaimanakah peran intelejen Densus 88 Dalam Menanggulangi
Tindak Pidana Terorisme?Apakah bentuk koordinasi Densus 88 dengan lembaga
lain yang terkait dengan penganggulangan tindak pidana terorisme?. Penelitian ini
menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Penelitian normatif
dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat teoritis asas-asas hukum, sedangkan
pendekatan empiris yaitu dilakukan untuk mempelajari hukum dalam
kenyataannya baik berupa penilaian perilaku. Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan maka dapat diketahui bahwa : Peran Intelejen Densus 88 Dalam
Menanggulangi Tindak Pidana Terorisme dilakukan melalui 5 (lima) kegiatan
yaitu: Pertama, melakukan Kontra Radikalisasi (counter radicalization), Kedua
Deradikalisasi (deradicalization), Ketiga, Kontra Ideologi (counter ideology),
Keempat, Menetralisir channel atau media, Kelima, Menjaga kondusifitas situasi
untuk mencegah penyebaran paham Islam radikal. Langkah preventif yang
diambil oleh intelejen Densus 88 dalam rangka penanggulangan terhadap tindak
pidana terorisme, yaitu: Peningkatan pengamanan dan pengawasan terhadap
senjata api, Peningkatan kesiapsiagaan terhadap teroris. Bentuk Koordinasi
Densus 88 Dengan Lembaga Lain Yang Terkait Dengan Penganggulangan Tindak
Pidana Terorisme dengan melakukan koordinasi dengan intelejen daerah.
Langkah ini dapat ditempuh melalui Kominda. Berdasarkan uraian diatas maka
yang menjadi saran penulis adalah: Hendaknya peran intelejen dapat ditingkatkan
secara maksimal baik dalam pengolahan data dan informasi berkaitan dengan
mengendus rencana serangan terorisme yang hendak dilakukan. dan Hendaknya
Pemerintah membuat fungsi pengawasan terkait operasi yang dilakukan oleh
densus dalam memburu terorisme patut diawasai juga oleh sebuah lembaga yang
fungsinya memberikan teguran dan sanksi kepada anggota densus yang
melakukan tindakan diluar batas
Kata Kunci: Peran, Intelejen Densus 88, Terorisme
ABSTRACT

THE ROLE OF DENSUS 88 INTELLECTION IN CONTROL OF CRIMINAL


ACTS OF TERRORISM

Intelligence functions have a role in relation to crime prevention, but all this time
has the weakness of the evidence, there are many bombings that cannot be
prevented. As for the problems in this paper are: What is the role of Detachment
88 intelligence in overcoming Terrorism Crime? Is the form of coordination of
Detachment 88 with other institutions related to the prevention of criminal acts of
terrorism?. This research used normative and empirical approaches. The
normative approach was conducted to study the theoretical aspects of law
principles, while the empirical approach was conducted to study law in practical
in form of behavior assessment. Based on the results of research and discussion, it
can be seen that: The role of Detachment 88 Intelligence in Overcoming
Terrorism Crimes is carried out through 5 (five) activities, namely: First, Counter
Counter-radicalization (Deradicalization), Third, Counter Ideology (counter
ideology), Fourth, Neutralize the channel or media, Fifth, Maintain the conducive
situation to prevent the spread of radical Islam. Preventive steps taken by Densus
88 intelligence in the context of countermeasures against criminal acts of
terrorism, namely: Increased security and supervision of firearms, Increased
preparedness for terrorists; Forms of Coordination of Special Detachment 88
with Other Institutions Related to the Prevention of Crime of Terrorism by
coordinating with regional intelligence. This step can be taken through Kominda.
Based on the description above, what the authors suggest is: The role of
intelligence should be increased optimally both in processing data and
information relating to sniffing out plans for terrorism attacks to be carried out.
and the Government should make the supervisory function related to operations
carried out by the Densus in pursuit of terrorism should also be overseen by an
institution whose function is to give warning and sanctions to members of the
Densus who carry out actions beyond the limits.

Keywords: Role, Intelligence Detachment 88, Terrorism


I. PENDAHULUAN 88/AT dalam organisasinya memiliki
empat pilar pendukung operasional
Kejahatan terorisme merupakan setingkat sub-detasemen (Subden),
salah satu bentuk kejahatan yakni: Subden Intelijen, Subden
berdimensi internasional yang sangat Penindakan, Subden Investigasi, dan
menakutkan masyarakat.1 Subden Perbantuan.
Peristiwa bom beruntun terjadi di
Banyaknya rangkaian peristiwa
beberapa wilayah Indonesia pada
pemboman yang dilakukan oleh
bulan Mei 2018 membuktikan
terorisme di wilayah Negara
lemahnya intelejen dalam
Republik Indonesia telah
menanggulangi kejahatan terorisme
menimbulkan rasa takut bagi
tersebut.
masyarakat luas, yang
mengakibatkan hilangnya nyawa Kejadian ini meninggalkan
serta kerugian harta benda, sehingga pertanyaan sangat besar pada publik:
menimbulkan pengaruh yang besar Mengapa bisa terjadi? Apa yang kita
pada kehidupan sosial, ekonomi, bisa lakukan untuk mencegah hal ini
politik, dan hubungan dengan dunia terulang? apakah memang Intelijen
internasional. tak bekerja untuk melakukan deteksi
Secara umum fungsi sebuah dini gejala serangan teroris.
organisasi intelijen negara adalah mengapa dalam hal-hal yang jelas
mengamankan kepentingan sensitif tetapi Kepolisian tak mampu
nasional. 2 Berkaitan dengan mencegahnya.
terorisme yang terjadi di Indonesia Permasalahan dalam skripsi ini
yang merupakan salah satu ancaman adalah:
yang mengganggu kepentingan a. Bagaimanakah peran intelejen
nasional, maka intelijen wajib Densus 88 Dalam
berperan serta dalam mencegah, Menanggulangi Tindak Pidana
menanggulangi dan memberantas Terorisme?
terorisme. Intelijen tidak memiliki
kewenangan dalam bidang b. Apakah bentuk koordinasi
penegakan hukum. Densus 88 dengan lembaga lain
yang terkait dengan
Intelijen menjadi salah satu kunci penganggulangan tindak pidana
pemberantasan tindak pidana terorisme?
terorisme. Bukti awal dari laporan
intelijen memberikan kewenangan
Metode pendekatan yang digunakan
Densus 88/AT untuk melakukan
dalam penelitian ini adalah
penangkapan. Fungsi intelijen dalam
pendekatan yuridis normatif, dan
struktur organisasi dari Densus
juga dilakukan wawancara kepada
88/AT sangat strategis. Densus
narasumber sebagai penunjang data
1
Ari Wibowo, Hukum Pidana Terorisme: sekunder. Sumber data adalah data
Kebijakan Formulatif Hukum Pidana dalam primer dan data sekunder. Data
Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme primer adalah data yang diperoleh
di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta: 2012, secara langsung dari penelitian di
hlm. 139
2
Supono Soegirman, Intelijen, Profesi Unik
Orang-orang Aneh, Media Bangsa, 2005.
lapangan yang ada hubungannya (Densus 88/AT). Tugas Densus
dengan masalah yang diteliti. 3 88/AT adalah menangani segala
bentuk ancaman teroris termasuk
II. PEMBAHASAN diantaranya ancaman bom dan
penyanderaan. Dalam menangani
A. Peran Intelejen Densus 88 ancaman dan aksi teroris, Densus
Dalam Menanggulangi Tindak 88/AT memerlukan laporan intelijen
Pidana Terorisme sebagai informasi awal untuk
melakukan tindakan. 4 Intelijen
Peran Intelejen Densus 88 ini tidak menjadi salah satu kunci
lepas dari Peran Polri sebagai pemberantasan tindak pidana
penegakan hukum dan menjaga terorisme. Bukti awal dari laporan
ketertiban umum Fungsi Kepolisian intelijen memberikan kewenangan
(Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Densus 88/AT untuk melakukan
Tahun 2002 Tentang Kepolisian) penangkapan. Fungsi intelijen dalam
Adalah salah satu fungsi struktur organisasi dari Densus
pemerintahan negara di bidang: 88/AT sangat strategis.
Criminal Justice.
Densus 88/AT dalam organisasinya
1) Pemeliharaan keamanan dan memiliki empat pilar pendukung
ketertiban masyarakat; operasional setingkat sub-detasemen
2) Penegakan hukum; (Subden), yakni: Subden Intelijen,
3) Perlindungan, pengayoman, dan Subden Penindakan, Subden
pelayanan kepada masyarakat. Investigasi, dan Subden Perbantuan.
Di bawah Subden terdapat unit-unit
Tujuan Kepolisian RI (Pasal 4 yang menjadi pondasi pendukung
Undang-Undang Nomor 2 Tahun bagi operasional Densus 88/AT,
2002 Tentang Kepolisian) adalah seperti pada Subden Intelijen
Mewujudkan keamanan dalam negeri terdapat Unit Analisa, Deteksi, Unit
yang meliputi: Kontra Intelijen, pada Subden
1) Terpeliharanya keamanan dan Penindakan terdapat Unit Negoisasi,
ketertiban masyarakat; Pendahulu, Unit Penetrasi, dan Unit
2) Tertib dan tegaknya hukum; Jihandak. Sedangkan pada Subden
3) Terselenggaranya perlindungan, Investigasi membawahi Unit Olah
pengayoman; TKP, Unit Riksa, dan Unit Bantuan
4) Pelayan kepada masyarakat; Teknis, terakhir pada Subden
5) Serta terbinanya ketenteraman Bantuan terdapat Unit Bantuan
masyarakat dengan menjunjung Operasional dan Unit Bantuan
tinggi hak asasi manusia. Administrasi.
Menurut Ilhamd Wahyudi mengenai
Menurut Heru Robiansyah sebagai
terorisme yang ada kasus di
lembaga yang mempunyai
Kejaksaan Tinggi Lampung ada satu
kewenangan dalam penindakan
terdakwa yang diduga melakukan
hukum membentuk Satuan Tugas
tindak pidana terorisme yakni
Anti Teror bernama Detesamen
bernama Bintan Andromeda karena
Khusus 88 Anti Teror POLRI
4
Wawancara Dengan Briptu Heru
3
Soerjono Soekanto, “Pengantar Penelitian Robiansyah selaku tim Densus 88 Anti
Hukum”, UI-Press Jakarta, 1984 Teror, pada Tanggal 22 November 2018
dituduh membuat bom. Terkait yang sempurna selagi tindakan
perkara terorisme yang sudah diputus tersebut masih dibawah koridor
yakni berada di Lapas Way Kanan undang-undang hukum acara masih
dan juga di Kalianda. 5 dapat dibenarkan.6
Internal kejaksaan terdapat seksi
Menurut Heru Robiansyah peranan
intelejen peran kejaksaan sendiri
intelejen Densus 88 Anti Teror
dalam kegiatan intelejen yakni
menggunakan metode pemetaan
melakukan koordinasi dan
dalam hal ini melihat berapa orang
bekerjasama dengan Polri yang di
mantan pidana terorisme maupun
payungi Kominda (Komisi Intelejen
yang menjadi target pantauan dalam
Daerah) dalam Peraturan Menteri
satu wilayah. Mereka teorisme ini
Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2006
selalu berkoordinasi dengan
Kominda merupakan forum
jaringannya. Adapun jaringan
komunikasi dan koordinasi unsur
terorisme tersebut yakni jamaah
intelijen dengan unsur pimpinan
asraul daulah jika dahulu mereka
daerah di Propinsi dan
dikenal sebagai Jama’ah Islamiyah
Kabupaten/Kota. Kominda
dibawah pimpinan Abu Bakar
merupakan forum komunikasi dan
Ba’asyir. 7
koordinasi di antara unsur intelijen,
seperti BIN, TNI, Polri, Kejaksaan
Bahwa kita selalu melakukan
dan intelijen sektoral lainnya.
pantauan terhadap sel-sel terorisme
Kominda terbentuk sejak 2006 dan
baik terhadap mantan narapidana
merupakan forum komunikasi
terorisme maupun terhadap orang
antarinstitusi yang bersifat lintas
yang baru tergabung dalam jaringan
sektoral. Dalam hal ini seksi intelejen
terorisme. Densus selalu melakukan
kejaksaan dalam menangani perkara
koordinasi terhadap lembaga
terorisme berperan mengawasi
penegak hukum lainnya akan tetapi
jalannya persidangan.
tidak semua informasi dan tindakan
Sebagai upaya pencegahan terorisme Densus dapat diberikan informasi ke
sejak adanya kasus terorisme bahwa lembaga terkait karena segala
kejaksaan tinggi melakukan kegiatan aktivitas Densus 88 pada prinsipnya
preventif berupa melakukan menggunakan cara kerja
sosialisasi kepada masyarakat dan ke senyap/silent agar kegiatan Densus
sekolah-sekolah dalam memberikan 88 tidak bisa terdeteksi oleh
pengetahuan akan bahayanya terorisme.
pengaruh terorisme.
Proses penanganan teroris yang
Menurut Sanusi berkaitan dengan dilakukan intelijen memiliki peran
adanya perubahan undang-undang yang cukup besar. Intelijen
terorisme yang baru tersebut mempunyai pengaruh sebesar 75
memang masih banyak kelemahan persen dalam penanganan terorisme.
karena tidak ada undang-undang
6
Wawancara Dengan Sanusi selaku Guru
5
Wawancara Dengan Ilhamd Wahyudi Besar Fakultas Hukum Universitas
selaku Asisten Tindak Pidana Umum Kasi Lampung, pada Tanggal 20 November 2018
7
Teroris dan Lintas Negara pada Kejaksaan Wawancara Dengan Briptu Heru
Tinggi Lampung, pada Tanggal 14 Robiansyah selaku tim Densus 88 Anti
November 2018 Teror, pada Tanggal 22 November 2018
Melihat fungsi intelijen sangat Strategi pendekatan lunak dalam
krusial dengan tugas mendeteksi menangani terorisme dilakukan
secara dini terorisme. Selain itu melalui 5 (lima) kegiatan yaitu:
mendata potensi - potensi terorisme
dan orang yang diduga berpaham 1) Kontra Radikalisasi (counter
radikalisme. radicalization) yang ditujukan
kepada pihak-pihak yang rentan
Semua itu untuk memastikan benar - terhadap penyebaran paham
benar teroris sebagai Intelijen radikal seperti kalangan pemuda,
Detasemen Khusus 88 Antiteror pelajar dan mahasiswa.
memiliki tugas cukup berat. Mereka
harus bekerja selama 7x24 jam tanpa
henti.Itu dilakukan untuk memantau 2) Deradikalisasi (deradicalization)
setiap pergerakan semua jaringan yang ditujukan kepada mereka
atau kelompok teror yang telah yang sudah terkena dan
terdeteksi. Itu, yang dilakukan tim mempunyai paham radikal dalam
intelijen, sehingga baru masuk dalam segala tingkatan. Program ini
fungsi penindakan. proses dilakukan dengan melakukan
penindakan hanya memiliki pendataan terhadap mereka yang
presentase sekitar 5 persen sudah terekrut, dilakukan
Sedangkan 20 persen lainnya fungsi pendekatan dan dianalisa apa
penyidikan dalam membuka yang menjadi motivasi mereka
informasi lain, sampai melakukan untuk bergabung dengan
pelimpahan berkas ke Kejaksaan. kelompok radikal. Program
Hal itu dilakukan agar tak terjadi deradikalisasi juga dilakukan
kesalahan dalam pengungkapan terhadap para pelaku yang sedang
jaringan kelompok terorisme maupun ditahan di berbagai lembaga
adanya kesalahan prosedur dalam pemasyarakatan, namun pola ini
penangkapan. kurang tertangani dengan baik
karena belum adanya program
Personel Densus 99/AT sudah yang jelas dalam rangka
dilengkapi kemampuan intelijen deradikalisasi;
pengamanan. Kemampuan tersebut
sangat penting untuk diaplikasikan 3) Kontra Ideologi (counter
dalam menangani terorisme. ideology) yaitu dengan
Tindakan-tindakan yang dilakukan menyebarkan ideologi yang
oleh aparat negara dalam menangani moderat melalui peran para
terorisme sering kali membuat sarjana dan ulama, melibatkan
berbagai pihak cenderung resisten. orang dalam (insider) yang sudah
Untuk menghindari hal tersebut meninggalkan paham radikal,
maka perlu dilakukan analisis- maupun dengan mengintensifkan
analisis dan metode intelijen ideologi penantang (challenging
sehingga menjadi bahan acuan dalam ideology).;
melakukan operasi penanaganan
terorisme yang lebih tepat sasaran
dan humanis dengan tetap 4) Menetralisir channel atau media,
mengedepankan keselamatan rakyat khususnya media elektronik
di atas segalanya. (online) yang digunakan untuk
penyebaran paham radikal Menurut Heru Robiansyah bentuk
melalui Taklim maupun dengan koordinasi yang dilakukan selama ini
mengawasi secara ketat terhadap ada beberapa lembaga yang Densus
konten-konten yang terindikasi 88 dapat melakukan koordinasi yang
ideologi radikal; pertama kepada Lembaga
Pemasyarakatan karena koordinasi
5) Menjaga kondusifitas situasi tersebut dibutuhkan agar bisa
untuk mencegah penyebaran memantau berapa jumlah narapidana
paham Islam radikal mengingat terorisme di lembaga tersebut, yang
radikalisme dan terorisme dapat kedua koordinasi dengan Polda
muncul antara lain dipicu oleh Lampung karena Densus sendiri
kemiskinan, kesenjangan dibawah naungan Mabes Polri dan
ekonomi, balas dendam maupun juga ketika ada target operasi di
karena merasa termarjinalkan. daerah secara otomatis pihak Densus
Sebagaimana disebutkan oleh 88 akan meminta izin terlebih dahulu
Marc Sageman bahwa ada tiga kepada yang mempunyai wilayah
motif utama pelaku teror yakni Polda Lampung.8
melakukan aksinya: ideologi,
emosi dan materi. Menurut Heru Robiansyah Densus
88 dalam melakukan koordinasi yang
paling sering adalah lembaga BNPT
Upaya penanggulangan yang (Badan Nasional Penanggulangan
dilakukan oleh Intelejen Densus 88 Terorisme) dan juga kepada
tersebut tidak terlepas dari istilah Kejaksaan yakni dengan melakukan
kebijakan kriminal yang dalam sosialisasi dan juga himbauan kepada
kepustakaan asing sering dikenal masyarakat. Pada prinsipnya Densus
dengan berbagai istilah, antara lain 88 dalam melakukan peran
penal policy, criminal policy, atau intelejennya yakni dengan
strafrechtspolitiek adalah suatu usaha melakukan pembuntutan dan juga
untuk menanggulangi kejahatan undercover kepada orang-orang yang
melalui penegakan hukum pidana diduga akan melakukan terorisme. 9
yang rasional yaitu memenuhi rasa
keadilan dan daya guna. Dalam Menurut Ilhamd Wahyudi ada juga
rangka menanggulangi kejahatan Kegiatan koordinasi yang dilakukan
terorisme terhadap berbagai sarana oleh Kominda merupakan faktor
sebagai reaksi yang dapat diberikan sangat penting dalam menghimpun
kepada pelaku kejahatan terorisme, informasi. Hal tersebut dilakukan
dapat berupa sarana pidana (penal) untuk mendeteksi secara dini segala
maupun non hukum pidana (non bentuk kerawanan di daerah,
penal), yang dapat diintegrasikan termasuk terorisme. Koordinasi yang
satu dengan yang lainnya. dilakukan oleh Kominda berfungsi
B. Bentuk Koordinasi Densus 88
Dengan Lembaga Lain Yang
Terkait Dengan 8
Wawancara Dengan Briptu Heru
Penganggulangan Tindak Robiansyah selaku tim Densus 88 Anti
Pidana Terorisme Teror, pada Tanggal 22 November 2018
9
Wawancara Dengan Briptu Heru
Robiansyah selaku tim Densus 88 Anti
Teror, pada Tanggal 22 November 2018
untuk memelihara hubungan baik penanggulangan terorisme bukan
dalam berbagai kegiatan.10 sebagai kekuatan penindak,
melainkan pencegah. Maka intelijen
Kegiatan yang dijalankan Kominda
harus dapat mencegah agar ancaman
dalam mengatasi ATHG
terorisme tidak terjadi. Cara untuk
direncanakan dalam rapat koordniasi
mencegah aksi terorisme yang belum
yang dilakukan setiap satu bulan
terjadi adalah dengan membangun
sekali yang membahas isu-isu
jalinan yang kuat antara human
strategis, termasuk permasalahan
intelligence, signal intelligence, data
terorisme. Dalam lembaga intelijen
analis dan kerjasama dengan pihak
keberadaan jalinan yang kuat
penegak hukum dan juga pertukaran
antara human intelligence, signal
informasi antardinas intelijen negara
intelligence, data analis dan
lain senjadi sebuah prasyarat
kerjasama dengan pihak penegak
penting.11
hukum dan juga pertukaran informasi
dengan dinas intelijen negara lain Menurut Heru Robiansyah Semua
senjadi sebuah prasyarat penting prasyarat harus menjadi suatu
Semua prasyarat ini menjadi suatu keharusan dalam intelijen untuk
keharusan dalam intelijen untuk menjamin pasokan informasi (real
menjamin pasokan informasi (real time) yang diperlukan dalam operasi
time) yang diperlukan dalam counter terorism. Bentuk Intelejen
operasi counter-terrorism. Jadi Densus 88 dalam penanggulangan
dalam counter-terorism, peran tindak pidana terorisme dengan
dari humint tidak hanya sebagai melakukan koordinasi dengan
pengumpul informasi, tetapi menjadi intelejen daerah. Langkah ini dapat
pemburu informasi. ditempuh melalui Kominda.
Kegiatan koordinasi yang dilakukan
Menurut Ilhamd Wahyudi ancaman
oleh Kominda merupakan faktor
terorisme kontemporer mau tidak
yang sangat penting dalam
mau memaksa negara untuk
menghimpun informasi. Ini
melakukan penanggulangan dengan
dilakukan guna mendeteksi secara
menggunakan koordinasi dari
dini segala bentuk kerawanan di
berbagai institusi, terutama intelijen
daerah.
negara. Saat ini organisasi terorisme,
telah mengalami perubahan yang
Koordinasi oleh Kominda berfungsi
signifikan, bahkan mereka pun
untuk memelihara hubungan baik
menjalankan praktek-praktek dengan
dan juga perputaran informasi dalam
menggunakan kekuatan intelijen
rangka mencegah terjadinya aksi
dalam menjalankan visi-misi
terorisme.12
organisasi mereka. Intelijen sebagai
garda terdepan dalam
penanggulangan terorisme berperan
sebagai early warning system untuk
11
para user, dan intelijen dalam Wawancara Dengan Ilhamd Wahyudi
selaku Asisten Tindak Pidana Umum Kasi
Teroris dan Lintas Negara pada Kejaksaan
10
Wawancara Dengan Ilhamd Wahyudi Tinggi Lampung, pada Tanggal 14
selaku Asisten Tindak Pidana Umum Kasi November 2018
12
Teroris dan Lintas Negara pada Kejaksaan Wawancara Dengan Briptu Heru
Tinggi Lampung, pada Tanggal 14 Robiansyah selaku tim Densus 88 Anti
November 2018 Teror, pada Tanggal 22 November 2018
Menurut Ilhamd Wahyudi dalam peringatan dini untuk pencegahan,
kominda dilakukan rapat koordinasi penangkalan, dan penanggulangan
yang kontinyu dan terjadwal dan terhadap setiap hakikat ancaman
direncankan dilakukan setiap satu yang mungkin timbul dan
bulan sekali, namun apabila ada hal- mengancam kepentingan dan
hal yang bersifat khusus maka rapat keamanan nasional, maka idealnya
koordinasi dapat dilakukan setiap setiap instansi atau lembaga negara
saat. Kita bisa mengambil contoh yang mengembang tanggung jawab
rapat koordinasi dalam rangka tersebut untuk melakukan koordinasi.
membahas Analisa Perkembangan Namun sayang sekali kata koordinasi
Terorisme Internasional dan seringkali hanya tetap menjadi
Dampaknya Terhadap Keamanan sebuah kata ataupun wacana tanpa
Dalam Negeri yang melibatkan adanya implementasi yang nyata di
Kemenpolhukam, KLNI Imigrasi, lapangan. Kalau pun ada, maka
Satgultor 81 Kopassus, Dispam AU, koordinasi tersebut tidak seefektif
Sintel Mabes TNI, PFS Kemenlu, seperti yang diharapkan.
Kemenag, Dispam AL, Dispam AD,
Kejagung, Mabes Polri, Densus 88, Salah satu contoh kasus yang terjadi
BAIS, BIN, dan BNPT sebagai sebagai bentuk akibat dari kurang
pemegang fungsi koordinasi dalam efektifnya koordinasi antara intelijen,
masalah penanggulangan terorisme. 13 ialah peristiwa bom Bali I pada 12
Oktober 2002 merupakan sebuah
Dalam rentang waktu satu bulan kasus teror besar yang membuat
kemudian, diadakan kembali rapat Indonesia porak-poranda dengan aksi
koordinasi yang merupakan tindak terorisme. Dapat disimpulkan bahwa
lanjut dari koordinasi sebelumnya peristiwa ini merupakan contoh
yang membahas Perkembangan kegagalan intelijen. Dan jika
Terorisme Internasional dan dihubungkan dengan siklus intelijen,
Dampaknya Terhadap Keamanan hampir di semua fase dari lima fase
Dalam Negeri. yang ada terjadi kegagalan, namun
berkaitan dengan koordinasi, maka
Menurut peneliti bahwa terdapat ada di fase dissemination.
kelemahan selama ini terkait fungsi
intelejen buktinya banyak sekali Pada fase ini distribusi produk
kejadian teror bom yang tidak dapat intelijen kepada user dapat dilakukan
dicegah dan pihak intelejen belum dengan baik, namun yang menjadi
sepenuhnya efektif dalam catatan ialah tidak ada penyebaran
menanggulangi hal tersebut jadi informasi antara sesama intelijen,
selama ini intelejen kecolongan terus tidak ada koordinasi yang baik antar
terkait aksi bom yang ada di intelijen yang akhirnya berakibat
Indonesia. Padahal fungsi intelejen fatal dengan terjadinya peristiwa
sendiri merupakan upaya untuk bom Bali I ini. Karena jelas bahwa
melakukan deteksi dini dan bom Bali I bukanlah serangan teror
bom pertama dan terakhir. Setelah
13
Wawancara Dengan Ilhamd Wahyudi peristiwa tersebut berturut-turut
selaku Asisten Tindak Pidana Umum Kasi terjadi serangan bom di Indonesia
Teroris dan Lintas Negara pada Kejaksaan seperti serangan bom pertama di
Tinggi Lampung, pada Tanggal 14 Hotel JW Marriot Jakarta pada
November 2018
Agustus 2003, serangan bom di Ketiga Bom bunuh diri meledak di
Kedutaan Australia di Kuningan, Markas Polrestabes Surabaya Senin
Jakarta pada September 2004. 14 Mei 2018 sekitar pukul 08.50
WIB. Kepolisian menyebut bom
Kemudian terjadi lagi bom Bali II bunuh diri itu menggunakan sepeda
pada Oktober 2005, dan disusul oleh motor yang dikendarai seorang pria,
serangan bom kedua di Hotel JW perempuan, dan seorang bocah yang
Marriot dan Hotel Ritz Carlton duduk di depan. Berdasarkan
Jakarta pada Juli 2009. Untuk itulah rekaman CCTV, saat itu sebuah
mengapa koordinasi merupakan hal minibus hendak memasuki gerbang
yang vital bagi antar intelijen, penjagaan Mapolrestabes untuk
bahkan koordinasi dengan institusi dilakukan pemeriksaan oleh tiga
keamanan dalam penanggulangan petugas jaga dan provost.
terorisme. Peristiwa bom beruntun
terjadi di beberapa wilayah Indonesia Saat mobil tersebut diperiksa, dua
pada bulan Mei 2018 Seperti kasus motor mencoba menyalip mobil yang
Pertama Kerusuhan di Rutan Mako diperiksa. Saat dilakukan
Brimob Kelapa Dua menggoreskan pemeriksaan itulah pengendara yang
duka mendalam dengan kematian 5 membonceng seorang perempuan itu
putra terbaik bangsa dalam meledakkan diri. ada empat polisi
menjalankan tugas. yang menjadi korban luka dan enam
warga yang berada di lokasi ledakan
Tragedi penyanderaan anggota polisi menjadi korban luka. Sedangkan
oleh narapidana teroris (napiter) di korban tewas diduga pelaku 4 orang.
Rutan Mako Brimob Kelapa Dua,
Depok, Jawa Barat, mencuri banyak Ledakan susulan kembali terdengar
perhatian. Terlebih, dari kejadian dari radius 200 meter Markas
Mako Brimob ini sendiri ada korban Kepolisian Resor Kota Besar
jiwa yang jatuh, yaitu 5 anggota Surabaya, Jawa Timur, sekitar pukul
polisi dan 1 tahanan. Mirisnya, salah 10.50 WIB. Dugaan sementara yang
satu anggota polisi yang menjadi beredar, ledakan tersebut berasal dari
korban meninggal dikabarkan bom yang sebelumnya dibawa
memiliki istri yang baru saja pelaku, namun belum diledakkan.
melahirkan.
Keempat. Rusunawa Wonocolo,
Kedua ledakan bom di Sidoarjo Di hari yang sama dengan
Surabaya pertama kali terjadi pukul peledakan di tiga gereja, Minggu
06.30 di Gereja Santa Maria Tak (13/5), sekitar pukul 21.30 WIB,
Bercela. Setelah ledakan di Gereja bom meledak di Rusunawa
Santa Maria Tak Bercela, bom Wonocolo, Sidoarjo. Bom itu milik
selanjutnya meledak di Gereja Anton Ferdiantoro (46) dan meledak
Kristen Indonesia di Jalan tidak sengaja. Dalam insiden ini,
Diponegoro pada pukul 07.15 dan Anton, beserta istri dan satu anaknya
disusul ledakan di Gereja Pantekosta tewas. Sedangkan tiga anaknya
di Jalan Arjuno pada pukul 07.53. selamat dan mendapat perawatan di
Dalam peristiwa ledakan bom di rumah sakit.
Surabaya ini, 10 orang tewas dan 41
orang luka-luka.
Kelima. Penyerangan di Mapolda manusia di dalam pergaulan
Riau Markas Polda Riau di hidup.
Pekanbaru diserang teroris, Rabu
(16/5), sekitar pukul 08.30 WIB. Menurut peneliti dari uraian diatas
Lima teroris menyerang Mapolda tersebut pada elemen kedua yang
Riau mengunakan mobil Avanza. menentukan efektif atau tidaknya
Teroris tersebut mencoba menerobos kinerja hukum tertulis adalah aparat
ke gerbang Mapolda. Empat pelaku penegak hukum. Dalam hubungan ini
langsung ditembak mati sesaat dikehendaki adanya Intelejen yang
setelah insiden itu dan satu pelaku handal sehingga intelejen tersebut
terluka. Seorang lainnya yang dapat melakukan tugasnya dengan
menyetir mobil juga berhasil baik. Kehandalan dalam kaitannya
diamankan. Dua orang polisi luka- disini adalah meliputi keterampilan
luk karena diserang dengan pedang profesional dan mempunyai mental
dan seorang polisi tewas karena yang baik serta menguasai
tertabrak mobil teroris. pengolahan data serta informasi yang
akurat terkait tentang adanya
Menurut peneliti kejadian ini tindakan yang mengarah kepada
meninggalkan pertanyaan sangat terorisme sehingga tidak akan
besar pada publik: Mengapa bisa terulang lagi peristiwa teror bom
terjadi? Apa yang kita bisa lakukan yang serupa.
untuk mencegah hal ini terulang?
apakah memang Intelijen tak III. PENUTUP
bekerja untuk melakukan deteksi
dini gejala serangan teroris. A. Kesimpulan
mengapa dalam hal-hal yang jelas
sensitif tetapi Kepolisian tak mampu Berdasarkan pembahasan di atas
mencegahnya. maka di dapat kesimpulan sebagai
berikut:
Menurut peneliti jika dikaji dari teori
efektivitas hukum menurut Soerjono 1. Peran Intelejen Densus 88 Dalam
Soekanto adalah bahwa efektif atau Menanggulangi Tindak Pidana
tidaknya suatu hukum ditentukan Terorisme tidak lepas dari Peran
oleh 5 (lima) faktor, yaitu : Polri sebagai penegakan hukum
1) Faktor hukumnya sendiri (undan dan menjaga ketertiban umum
g-undang); Fungsi Kepolisian (Pasal 2
2) Faktor penegak hukum, yakni Undang-Undang Nomor 2 Tahun
pihak-pihak yang membentuk 2002 Tentang Kepolisian) yang
maupun menerapkan hukum; mana Intelejen Densus 88
3) Faktor sarana atau fasilitas melakukan Strategi pendekatan
yang mendukung lunak dalam menangani
penegakan hukum; terorisme dilakukan melalui 5
4) Faktor masyarakat, yakni (lima) kegiatan yaitu: Pertama,
lingkungan dimana hukum melakukan Kontra Radikalisasi
tersebut berlaku atau diterapkan; (counter radicalization) yang
5) Faktor kebudayaan, yakni ditujukan kepada pihak-pihak
sebagai hasil karya, cipta dan yang rentan terhadap penyebaran
rasa yangdidasarkan pada karsa paham radikal, Kedua
Deradikalisasi (deradicalization) rangka mencegah terjadinya aksi
yang ditujukan kepada mereka terorisme. Dalam kominda
yang sudah terkena dan dilakukan rapat koordinasi yang
mempunyai paham radikal dalam kontinyu dan terjadwal dan
segala tingkatan, Ketiga, Kontra direncankan dilakukan setiap satu
Ideologi (counter ideology) yaitu bulan sekali, namun apabila ada
dengan menyebarkan ideologi hal-hal yang bersifat khusus
yang moderat melalui peran para maka rapat koordinasi dapat
sarjana dan ulama, Keempat, dilakukan setiap saat, namun
Menetralisir channel atau media, menurut peneliti bahwa terdapat
Kelima, Menjaga kondusifitas kelemahan selama ini terkait
situasi untuk mencegah fungsi intelejen buktinya banyak
penyebaran paham Islam radikal. sekali kejadian teror bom yang
Langkah preventif yang diambil tidak dapat dicegah dan pihak
oleh intelejen Densus 88 dalam intelejen belum sepenuhnya
rangka penanggulangan terhadap efektif dalam menanggulangi hal
tindak pidana terorisme, yaitu: tersebut jadi selama ini intelejen
Peningkatan pengamanan dan kecolongan terus terkait aksi bom
pengawasan terhadap senjata api, yang ada di Indonesia.
Peningkatan kesiapsiagaan
terhadap teroris; Pengawasan B. Saran
terhadap bahan peledak dan
bahan-bahan kimia yang dapat Berdasarkan kesimpulan di atas
dirakit menjadi bom, Pengetatan maka di dapat saran sebagai berikut:
pengawasan perbatasan dan
pintu-pintu keluar masuk, dan 1. Hendaknya peran intelejen dapat
Pengawasan kegiatan masyarakat ditingkatkan secara maksimal
yang mengarah kepada aksi teror. baik dalam pengolahan data dan
informasi berkaitan dengan
2. Bentuk Koordinasi Densus 88 mengendus rencana serangan
Dengan Lembaga Lain Yang terorisme yang hendak
Terkait Dengan dilakukan. peningkatan kapasitas
Penganggulangan Tindak Pidana dan juga SDM diperlukan serta
Terorisme dengan melakukan turut sertanya masyarakat dalam
koordinasi dengan intelejen membantu memberikan
daerah. Langkah ini dapat informasi terkait terorisme agar
ditempuh melalui Kominda. tidak terulang serupa kejadian
Kegiatan koordinasi yang terorisme;
dilakukan oleh Kominda
merupakan faktor yang sangat 2. Hendaknya Pemerintah membuat
penting dalam menghimpun fungsi pengawasan terkait
informasi. Ini dilakukan guna operasi yang dilakukan oleh
mendeteksi secara dini segala densus dalam memburu
bentuk kerawanan di daerah. terorisme patut diawasai juga
Koordinasi oleh Kominda oleh sebuah lembaga yang
berfungsi untuk memelihara fungsinya memberikan teguran
hubungan baik dan juga dan sanksi kepada anggota
perputaran informasi dalam densus yang melakukan tindakan
diluar batas seperti melanggar B. Peraturan Perundang-
HAM selama ini banyak kritikan Undangan
terkait kinerja densus yang tidak
pernah dihukum terkait Undang-Undang Nomor 1 Tahun
tindakannya dilapangan. 1946 Jo. Undang-Undang
Nomor 73 Tahun 1985
DAFTAR PUSTAKA Tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana
A. Buku-Buku
Undang-Undang Nomor 8 Tahun
Ari Wibowo, Hukum Pidana 1981 Tentang Kitab Undang-
Terorisme: Kebijakan Undang Hukum Acara Pidana
Formulatif Hukum Pidana
dalam Penanggulangan Tindak Undang-Undang Nomor 15 Tahun
Pidana Terorisme di 2013 Tentang Pencegahan
Indonesia, Graha Ilmu, Pendanaan Terorisme
Yogyakarta: 2012
Undang-Undang Nomor 17 tahun
Supono Soegirman, Intelijen, Profesi 2011 tentang Intelijen Negara
Unik Orang-orang Aneh,
Media Bangsa, 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 92
Tahun 2015 Tentang
Soerjono Soekanto, “Pengantar Perubahan Kedua Atas
Penelitian Hukum”, UI-Press Peraturan Pemerintah Nomor
Jakarta, 1984 27 Tahun 1983 Tentang
Pelaksanaan KUHAP.

Anda mungkin juga menyukai