Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN PRESIDEN NO.

7 TAHUN
2021 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENCEGAHAN DAN
PENAGGULANAGAN EKSTREMISME BERBASIS KEKERASAN YANG
MENGARAH PADA TERORISME OLEH BADAN NASIONAL
PENGANGGULANGAN TERORISME

(Jurnal)

Disusun Oleh:
MARENDI RIFANO, S.H.
20.12.45.083

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


PROGRAM PASCASARJANA (S2)
UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG
2022
Analisis Implementasi Peraturan Presiden no. 7 Tahun 2021 Tentang
Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penaggulanagan Ekstremisme
Berbasis Kekerasan Yang Mengarah Pada Terorisme oleh Badan Nasional
Penganggulangan Terorisme
Oleh:
Dr. Agus Muhammad Septiana, S.IP., M.H.1
Prof.Dr. Linjte Anna Marpaung, S.H., M.H.2
Marendi Rifano3

ABSTRAK

Menyadari seberapa besar bahaya dari Ekstremisme berbasis kekerasan yang


mengarah pada terorisme, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan
Presiden Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan
Penanggulangan Ekstremisme Berbasis kekerasan yang mengarah pada Terorisme
(RAN PE). Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Merupakan salah
satu lembaga yang ikut andil dalam upaya implementasi tersebut. Permaslahan
dalam penelitian ini adalah bagaimanakah Implementasi dari RAN PE tersebut? dan
apakah yang menjadi Faktor Penghambat dari Implementasi tersebut?

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Yuridis
Normatif dan Empris dengan menggunakan data yang diperoleh dari studi
kepustakaan dan studi lapangan dengan cara observasi dan wawancara.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sistem hukum dari Lawrance
M. Friedman dan teori Hukum Sebagai alat rekayasa Sosial dari Roscoe Pound.

Berdasarkan hasil dalam penelitian dapat kita tarik kesimpulan bahwa RAN PE ini
telah terimplementasi akan tetapi masih ada beberapa hambatan yang menghalangi
hingga hasilnya kurang optimal, Adapun yang menjadi Faktor Penghambat
Implementasi RAN PE diantaranya: adanya refocusing anggaran oleh K/L
terkait,RAN PE Belum menjadi Prioritas kegiatan dalam Kementerian Dan
Lembaga itu sendiri, belum adanya Kebijakan Internal dan belum optimalnya
kordinasi antara kementerian dan lembaga. Saran dalam penelitian ini adalah agar
BNPT dapat meningkatkan kapasitas aparatur secara sistematis dan berkelanjutan,
untuk mendukung program-program pencegahan dan penanggulangan ekstremisme
berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme dengan cara melakukan
pelatihan-pelatihan.

Kata Kunci: Ektremisme, Terorisme, RAN PE, Badan Nasional Penangulangan


Terorisme.

1
Dosen Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Bandar Lampung
2
Dosen Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Bandar Lampung
3
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Bandar Lampung
Analysis of Implementation of Regulation of The President of Indonesia
Number 7 of 2021 on National Action Plan for Preventing and Countering
Violent Extremism That Leads to Terrorism by Indonesian National Counter
Terrorism Agency
By:
MARENDI RIFANO
20.12.45.083
ABSTRACT

Considering How Dangerous Violent Extremism That Leads to Terrorism are, the
President of Indonesia has issued the Presidential Regulation Number 7 of 2021 on
National Action Plan for Preventing dan Countering Violent Extremism that leads
to Terrorism (NAP on PCVE). Indonesian National Counter Terrorism Agency
(BNPT) is the one of some Institution that Involved on implementation of NAP on
PCVE. Problems in this research is How is the Implementation of Regulation of
The President of Indonesia Number 7 of 2021 on National Action Plan for
Preventing and Countering Violent Extremism That Leads to Terrorism by National
Counter Terrorism Agency? dan what are inhibiting factors of NAP on PCVT
Implementation.?

The research method that be used this study are normative judicial and empirical
Approaches method which using library research and field research by using
observation and interviews

Theories used in this research are legal system theory by Lawrance M. Friedman,
and law as a tool of social engineering by Roscoe Pound.

The results obtained from this reasearch are, the Implementation of NAP on PCVE
are has been done, but there are some inhibiting Factor that makes The
Implementation was not quite optimal, inhibiting factors of NAP on PCVT
Implementation are, Budget Refocusing, NAP on PCVE is not the Priority from the
ministries and Insititutions itself, The Absence of Internal Policy, and lack of
coordination between Ministries and Institutions. Suggestion on this research is
BNPT can Improve the capacity of human source sistematiclly and sustainable, to
support Preventing and Countering Violent Extremism That Leads to Terroris
programs, by doing workshops and trainings.

Keywords: Extremism,Terrorism, NAP on PCVE, Indonesian National Counter


Terrorism Agency (BNPT).
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara yang majemuk dimana didalamnya terdapat berbagai
macam suku, agama, ras, dan golongan. Dan didalamnya pun terdapat berbagai
macam orang yang memiliki paham dan pandangan yang berbeda dalam upaya
pencapaian tujuan mereka, tidak sedikit orang yang menjadi seorang ekstrimis demi
tercapainya paham mereka tersebut, ekstrimis sendiri merupakan orang yang
melampaui batas kebiasaan (hukum dan sebagainya) dalam membela ataupun
menuntut sesuatu. Secara kademis, Ekstremisme yang biasanya dilakukan oleh
kelompok-kelompok kelas menengah ke bawah, lebih banyak didorong oleh
ketidakadilan dan kekecewaan akibat tata sosial ekonomi yang sifatnya
diskualifikatif, dislokatif, dan devripatif.
Ekstrimis tersebut diantaranya ada beberapa yang menggunakan cara kekerasan
dalam upaya menerapkan paham dan tujuan mereka tersebut. Dalam beberapa kasus
bahkan kekerasan yang mereka lakukan itu berpotensi pada ekstrimsme berbasis
kekerasan yang mengarah pada suatu tindakan terorisme. Karena tindakan yang
mereka lakukan bahkan sampai mengancam keselamatan orang banyak dan
keamanan negara.
Terorisme dapat diartikan sebagai kegiatan yang bertujuan untuk mengintimidasi,
membuat kepanikan, kehancuran dalam suatu lingkungan masyarakat yang dapat
dilakukan baik secara personal maupun berkelompok dengan tujuan melawan
pemerintah4, dan penggunaan kekerasan dalam tujuan politik. Terorisme
sesungguhnya bukanlah merupakan fenomena baru karena terorisme telah ada sejak
abad ke-19 dalam percaturan politik internasional. Terorisme pada awalnya bersifat
kecil dan lokal dengan sasaran terpilih dan berada dalam kerangka intensitas konfik
yang rendah (low intencity conflict). Pada umumnya tindak pidana terorisme
berkaitan erat dengan stabilitas domestik suatu negara5. Terorisme dalam
perkembangannya telah membangun organisasi (terorganisir) dan memiliki
jaringan yang global dimana kelompok-kelompok terorisme yang beroperasi di
berbagai negara telah dikuasai atau telah terkooptasi oleh suatu jaringan terorisme
internasional serta telah mempunyai hubungan dan mekanisme kerja yang sama
antara satu kelompok dengan kelompok lainnya baik dalam aspek operasional
infrastruktur maupun dalam infrastruktur pendukung (support infrastructure).6
Terorisme di Indonesia telah berkali-kali terjadi. Ada beberapa peristiwa teror yang
terjadi pada tahun 2002, misalnya peristiwa Bom Bali I pada tanggal 12 Oktober

4
Jonathan R White, 2012, Terrorrism And Homeland Security, Belmond: Wadsworth,
hlm. 2
5
Poltak Dedy,2007. Kinerja Kepolisian Republik Indonesia (Polri) Dalam Memberantas
Tindak Pidana Terorisme, Erlangga, Jakarta. hlm. 1
6
Moch Faisal Salam 2003, Motivasi Tindakan Terorisme,Mandar Maju.Jakarta, hlm. 1

1
2002 terjadi di Sari Club dan Peddy’s Club, peledakan bom di JW Marriot pada
Tahun 2003, bom di depan kantor kedutaan Besar Australia pada tahun 2004, bom
bali II pada tahun 2005, dan sekelompok pelatihan teroris di Nanggroe Aceh
Darussalam. Hingga kemudian Detasemen Khusus 88 anti teror Polri menembak
mati Noordin M. Top di Temanggung Tanggal 8 Agustus 2009.
Berangkat dari serangkaian kejadian tindakan Terorisme di Indonesia tersebut maka
Pemerintah Republik Indonesia mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No 1 Tahun 2002 tentang pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003
yang kemudian di Amandemen lagi menjadi Undang-undang nomor 5 tahun 2018.
Undang-Undang tersebut menjadi acuan aparat penegak hukum yang ada di
Indonesia dalam Upaya penanggulangan Aksi terorisme yang ada di Indonesia.
Menyadari seberapa besar bahaya dari Ekstremisme yang berbasis kekerasan yang
menjurus pada terorisme ini maka, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo
Mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Rencana Aksi
Nasional Pencegahan Dan penanggulangan Ekstremisme Berbasis kekerasan yang
mengarah pada terorisme (RAN PE).

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, disingkat BNPT, adalah sebuah


lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) Indonesia yang mempunyai tugas
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penanggulangan terorisme. BNPT
dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab kepada presiden melalui
koordinasi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. BNPT
dinyatakan bahwa BNPT mempunyai tugas, terdiri atas:
1. Merumuskan, mengoordinasikan, dan melaksanakan kebijakan, strategi, dan
program nasional penanggulangan Terorisme di bidang kesiapsiagaan
nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi
2. Mengoordinasikan antar penegak hukum dalam penanggulangan Terorisme;
3. Merumuskan, mengoordinasikan, dan melaksanakan kebijakan, strategi, dan
program nasional penanggulangan Terorisme di bidang kerja sama
internasional;
4. Menyusun dan menetapkan kebijakan, strategi, dan program nasional di
bidang penanggulangan Terorisme;
5. Menyelenggarakan koordinasi kebijakan, strategi, dan program nasional di
bidang penanggulangan Terorisme;
6. Melaksanakan kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas , maka penulis tertarik untuk mengambil
penelitian sesuai dengan Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis
Kekerasan yang mengarah pada Terorisme yang akan diangkat dalam bentuk Tesis

2
dengan judul : Analisis Implementasi Peraturan Presiden No. 7 tahun 2021
Tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan Dan Penanggulangan
Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah Pada Terorisme oleh Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme.

B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka permasalahan dalam
penelitian ini akan berkaitan tentang
1. Bagaimanakah Implementasi Peraturan presiden No 7 Tahun 2021 tentang
Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme
berbasis Kekerasan yang Mengarah Pada Terorisme Oleh Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme?
2. Apakah Yang Menjadi Faktor penghambat Implementasi Perpres No 7
Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan
Penanggulangan Ekstremisme berbasis Kekerasan yang Mengarah Pada
Terorisme Oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah diatas maka tujuan yang
di harapkan menjadi hasil dari melakukan penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui, memahami dan Menganalisis Implementasi Peraturan
presiden No 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan
dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis Kekerasan yang Mengarah
Pada Terorisme Oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme,
2. Untuk mengetahui, memahami dan Menganalisis apakah yang menjadi
faktor Penghambat Implementasi Peraturan presiden No 7 Tahun 2021
tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan
Ekstremisme berbasis Kekerasan yang Mengarah Pada Terorisme Oleh
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.

D. Manfaat Penelitian
Penulisan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna
dimasa yang akan datang, baik itu secara teoristis maupun praktis:
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini disumbangkan bagi pengembangan ilmu hukum
khususnya ilmu Hukum Tata Negara dalam hal mengenai Implementasi
Peraturan presiden No 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional
Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis Kekerasan yang
Mengarah Pada Terorisme Oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme

3
2. Secara Praktis.
a. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan
bagi Masyarakat dan aparat penegak hukum khususnya Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme dalam pencegahan dan penanggulangan tindak
pidana terorisme. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai salah
satu bahan dan gambaran kendala di dalam praktek penanganan tindak
pidana terorisme.
b. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Hukum pada
Program Pasca Sarjana Universitas Bandar Lampung.

E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Masalah
Pendekatan Masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan
Yuridis Normatif dan Empris yaitu pendekatan yang dilakukan secara langsung
di lapangan untuk mengetahui permasalahan yang sebenarnya terjadi, kemudian
akan dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
teori hukum yang ada.7

2. Jenis dan Sumber Data.


Jenis data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Di dalam
mengumpulkan data, data yang akan dipakai oleh penulis dalam melakukan
penelitian ini meliputi data sekunder dan data primer, di mana dengan maksud
dapat memperoleh data secara langsung dari narasumber/responden yang
mempunyai hubungan erat dengan objek penelitian hukum ini, di mana hal
tersebut sebagai sumber pertama melalui penelitian di lapangan.
a. Data Sekunder.
Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer yaitu:
1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Hasil
Amandemen
2) UU Nomor 5 Tahun 2018 tanggal 21 Juni 2018, tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang.
3) Perpres No.7 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan
Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada
Terorisme.

7
Bambang Sunggono, 2006, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta hlm.75

4
4) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 tentang Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme.
5) Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik
Indonesia NOMORPER-04/K.BNPT/11/2013 tentang Kerjasama Aparat
Penegak Hukum dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Terorisme.
6) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pengesahan ASEAN
Convention on Counter Terrorism (Konvensi ASEAN Mengenai
Pemberantasan Terorisme).
b.Bahan Hukum Sekunder
Bahan Hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan
bahan hukum primer dalam hal ini teori-teori yang dikemukakan para ahli
hukum literatur-literatur, makalah-makalah, artikel ilmiah, surat kabar dan
sebagainya.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari: Kamus
Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, Kamus Hukum (Law Dictionary),
Rangkuman Istilah dan Penegertian Dalam Hukum, Website dan lain-lain.
b. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui
wawancara guna mendapatkan keterangan dan data mengenai Implementasi
Peraturan Presiden No 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Upaya
Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis Kekerasan Terhadap
Orang yang diduga Teroris oleh Badan Nasional Penanggulangan Teroris
(BNPT).

BAB II PEMBAHASAN
A. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenar-benarnya merupakan
abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka dan acuan yang pada dasarnya
bertujuan mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi. Setiap penelitian
selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, hal ini karena adanya hubungan
timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan, pengolahan,
analisis, dan kontruksi data. untuk memberikan landasan yang mantap pada
umumnya setiap penelitian haruslah selalu disertai pemikiran-pemikiran teoritis8.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori sistem Hukum dari

8
Ronny Hanitijo Soemitro.1990 Metedologi Penelitian Hukum dan Yurimetri. Ghalia
Indonesia. Jakarta, hlm. 37.

5
Lawrance M Friedman dan teori hukum sebagai alat rekayasa sosial dari Roscou
Pound.

B. Implementasi Peraturan Presiden No 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi


Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis
Kekerasan yang Mengarah Pada Terorisme (RAN PE) Oleh Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme.
Bentuk dari Pengimplementasian RAN PE yang dilakukan oleh BNPT adalah
Bersama dengan 6 kementerian/Lembaga membentuk sekretariat Bersama RAN PE
hal ini dilakukan agar mempermudah dalam upaya melakukan aksi
pengimplementasian RAN PE tersebut. Kemudian langkah selanjutnya sekertariat
Bersama RAN PE turut melibatkan 46 K/L dalam aksi implementasi RAN PE
sesuai dengan 3 pilar yang menjadi acuan dasar RAN PE. Bentuk aksi Implementasi
sesuai dengan 3 pilar RAN PE tersebut adalah:

1. Implementasi Pilar ke 1 Pencegahan, Kesiapsiagaan, Kontra radikalisme,


dan Deradikalisasi.
Pilar Pencegahan memiliki 8 fokus utama yang dibagi keberbagai aksi kegiatan.
Pencapaian pada Pilar I untuk konteks output kegiatan dibagi menjadi 8 fokus
diantaranya:

a. Fokus 1 Memperkuat data pendukung dalan pencegahan ekstremisme berbasis


kekerasan yang mengarah pada terorisme (kesiapsiagaan), dengan Rencana Aksi
diantaranya:

1. Pembuatan Produk Kajian Strategik Jangka Menengah berupaya mendorong


Ketahanan Nasional, dalam konteks keberagaman, (Bhinneka Tunggal Ika).
2. Riset/kajian tentang persepsi dan pengalaman individu (laki-laki, perempuan,
termasuk pemuda dan anak) tentang ekstremisme berbasis kekerasan yang
mengarah pada terorisme dengan mengadakan kegiatan Kajian Strategik:
kebijakan diskriminatif dan kebijakan yang memperkokoh ketahanan
nasional

b. Fokus 2 Memperkuat kesadaran dan kapasitas para pemangku kepentingan


mengenai risiko ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme
dan upaya meresponnya (kesiapsiagaan), dengan Rencana Aksi diantaranya:
1. Mengadakan kegiatan Penyusunan Modul Penyuluh Agama Islam Bertema
Moderasi Beragama.
2. Menyelenggarakan kegiatan Seminar Edukasi Peran Masyarakat dalam
Kesiapsiagaan Nasional di Sulawesi Tengah.

6
c. Fokus 3 Meningkatkan efektivas kampanye pencegahan ekstremisme berbasis
kekerasan yang mengarah pada terorisme di kalangan kelompok rentan (kontra
radikalisasi), dengan Rencana Aksi sebagai berikut:
1. Melakukan kegiatan Webinar Pencegahan Penyebaran Paham Radikal
Terorisme di Kalangan SMA/Sederajat se-Indonesia, dan Penggalangan
YouTube Jeda Nulis Melalui Pembuatan Konten Kreatif Dalam Rangka
Konten Kontra Propaganda.

d. Fokus 4 Meningkatkan daya tahan kelompok rentan untuk terhindar dari


tindakan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme (kontra
radikalisasi), Dengan Rencana aksi sebagai berikut:
1. melakukan kegiatan Lomba Video Pendek tingkat Nasional untuk Pelajar
SMA/Sederajat dengan tema “Kita Indonesia”, Lomba Pidato Pancasila
tingkat Nasional untuk Pelajar SMA/Sederajat dan Mahasiswa,

e. Fokus 5 Meningkatkan efektivas pengamanan objek vital, transportasi, dan


wilayah-wilayah publik dari ancaman ekstremisme berbasis kekerasan yang
mengarah pada terorisme (kesiapsiagaan), dengan Rencana aksi:
1. Menyelenggarakan Pre Asesmen dan Sosialisasi Peraturan BNPT Nomor 3
Tahun 2020 tentang Pelindungan Sarana dan Prasarana Objek Vital yang
Strategis dan Fasilitas Publik dalam Pencegahan Tindak Pidana Terorisme
sebagai upaya optimalisasi dari pengimplementasian pengembangan sistem
pengamanan pada objek vital dan transportasi.

f. Fokus 6 Pencegahan terhadap radikalisme dan tindak pidana terorisme bagi


kelompok (kesiapsiagaan), dengan Rencana aksi:
1. Integrasi pelaksanaan pedoman perlindungan anak dari radikalisme dan
tindak pidana terorisme. Hal ini diwujudkan dengan terselenggaranya
kegiatan Supervisi Pelaksanaan Perlindungan Anak Korban Stigmatisasi dan
Jaringan Terorisme di 4 Provinsi yaitu NTB, Lampung, Jabar, dan Jatim.dan
Pembuatan Bahan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) “Hilangkan
Stigma, Lindungi Anak Korban Terorisme”.

g. Fokus 7 Deradikalisasi di dalam lapas, dengan Rencana aksi:


1. Pelatihan umum dan khusus bagi semua petugas dalam menangani tahanan
dan narapidana teroris yang terus diperbaharui melalui mekanisme pelatihan
pra layanan dan masa layanan yang sesuai dengan prinsip yang diakomodir
di dalam RAN PE ini. Hal ini diwujudkan dengan terselenggaranya aksi
Program Pelatihan Bagi Aparat Penegak Hukum dalam Mencegah
Radikalisasi Menuju Kekerasan Terorisme di Rutan dan Lapas.

7
h. Fokus 8 Peningkatan Program deradikalisasi di luar lembaga pemasyarakatan,
dengan Recana Aksi diantaranya:
1. Melakukan kegiatan Penyusunan Rapermen Bela Negara dengan
Kementerian Pertahanan.

2. Implementasi Pilar ke 2 Penegakan Hukum, Perlindungan Saksi dan


Korban, serta Penguatan kerangka legalisasi nasional.
Pilar 2 memiliki 5 fokus utama dimana penanggung jawab terbesar dipegang oleh
BNPT. Kementerian/Lembaga penanggung jawab selanjutnya adalah PPATK,
Kemenkumham, Kemenlu, TNI, dan Polri, Kelima fokus tersebut antara lain:

a. Fokus 1 Penguatan koordinasi dalam penegakan hukum terkait tindak pidana


terorisme dalam rangka mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan
ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme, dengan capaian
aksi diantaranya:
1. Kerjasama dalam bentuk Pertemuan Rutin bulanan dengan sejumlah 11
koordinasi membahas update data layanan administrasi perkara dan tahanan
terorisme

b. Fokus 2 Peningkatan kapasitas institusi dalam penegakan hukum tindak pidana


terorisme dan pendanaan terorisme dalam rangka mendukung upaya pencegahan
dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada
terorisme, dengan capaian Aksi diantaranya:
1. Pendidikan dan Pelatihan Transnational Organized Crime bagi Petugas Bea
Cukai dilevel manajerial maupun operasional.
2. BNPT menyelenggarakan pelatihan penegakan hukum dalam pemberantasan
TP Terorisme. Target yang dicapai yaitu jumlah peserta yang mengikuti
pelatihan dan peningkatan kemampuan petugas lapas sebanyak 210 peserta
pelatihan. Pelatihan dan Peningkatan Kemampuan terhadap Petugas Lapas
dalam Penanganan Narapidana Terorisme, Pelatihan Penindakan, Pelatihan
Surveillance, Pelatihan dalam rangka pemberantasan tindak pidana terorisme.

c. Fokus 3 Pelindungan saksi korban ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah


pada terorisme, dengan capaian aksi diantaranya:
1. Optimalisasi wadah pelaporan saksi, korban, dan pelapor yang sudah tersedia
di beberapa kampus, sebagai Ruang pelaporan saksi, korban, dan pelapor
Tindakan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme.

8
d. Fokus 4 Penyelarasan kerangka hukum nasional dengan kerangka hukum
internasional dalam pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis
kekerasan yang mengarah pada terorisme, dengan capaian aksi diantaranya:
1. Tersusunnya draft awal Standar Minimum Rules penanganan anak yang terlibat
dengan terorisme (konsultasi dengan Kemlu, Kementerian/Lembaga terkait,
Para Ahli).

e. Fokus 5 Penyiapan regulasi, harmonisasi rancangan, dan evaluasi peraturan


perundang-undangan untuk mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan
ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme,pada focus ini
belum ada aksi yang dilakukan.

3. Implementasi Kegiatan RAN PE Terkait Pilar Ke 3 Kemitraan dan Kerja


Sama Internasional.
Pilar 3 memiliki 2 fokus utama yang diamanatkan untuk dilaksanakan. Penanggung
jawab Aksi RAN PE terbesar pada Pilar ini adalah BNPT dan kemudian disusul oleh
Kementerian Luar Negeri. Adapun 2 fokus utama yang menjadi landasan aksi
kegiatan pada pilar ini adalah:

a. Fokus 1 Peningkatan kapasitas kemitraan para pemangku kepentingan dalam


penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme
serta pendanaannya, dengan capaian Aksi diantaranya:
1. Terbentuk dan beroperasinya Indonesian Knowledge Hub on CT/VE (I-Khub).

b. Fokus 2 Peningkatan kerja sama internasional pada instrumen hukum internasional


dalam penegakan hukum penanggulangan terorisme dan ekstremisme berbasis
kekerasan yang mengarah pada Terorisme, dengan Capaian aksi sebagai berikut:
1. Terlaksananya Peran keketuaan bersama Indonesia pada Global Counter
Terrorism Forum (GCTF) dengan terselenggara 11 workshop mengenai
Prevention and Countering of Violent Extremism (PCVE) dalam kerangka
GCTF melibatkan seluruh negara-negara anggota GCTF, mitra, badan-badan
PBB dengan Indonesia sebagai co-chair.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dianalisis bahwa Implementasi Peraturan


Peraturan Presiden No 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan
dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis Kekerasan yang Mengarah Pada
Terorisme telah berhasil dilakukan akan tetapi masih ada beberapa kendala dan
hambatan yang membuat upaya Implementasi Peraturan Presiden itu kurang
maksimal. hal ini karena di pengaruhi oleh sistem hukum itu sendiri diantaranya
substansi hukum, struktur hukum dan kultur hukum. Bahwa berdasarkan teori
tersebut maka implementasi Peraturan Presiden No 7 Tahun 2021 Tentang RAN PE
tersebut sudah berhasil diimplementasikan namun, masih ada beberapa hambatan

9
yang membuat implementasi peraturan tersebut menjadi kurang maksimal dalam
pelaksaanaanya.

C. Faktor penghambat Implementasi Perpres No 7 Tahun 2021 tentang


Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme
berbasis Kekerasan yang Mengarah Pada Terorisme Oleh Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme.
Berdasarkan Hasil Rakor I Sekber dan Pokja RAN PE tanggal 1-6 September
2021 mengidentifikasikan kendala dan tantangan serupa yang dihadapi oleh
Kementerian/Lembaga. Berdasarkan hasil rekapitulasi laporan K/L telah
mengidentifikasi hambatan dan kendala, antara lain:
1. Refocusing Anggaran.
Adanya refocusing anggaran oleh kementerian/lembaga hingga membuat
banyak kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh kementerian/lembaga
laksanakan jadi terhambat.
2. RAN PE Belum menjadi Prioritas kegiatan dalam Kementerian Dan
Lembaga itu sendiri.
Penggunaan nomenklatur Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah
pada Terorisme ini merupakan nomenklatur yang mungkin banyak pihak
yang belum mengetahui maupun belum terbiasa terhadap nomenklatur
tersebut sehingga dalam pelaksaannya RAN PE ini belum menjadi Prioritas
kementerian dan lembaga itu sendiri,
3. Belum adanya Kebijakan Internal.
Sama seperti hal yang dijabarkan diatas dikarenakan penggunaan
nomenklatur Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada
Terorisme ini merupakan nomenklatur yang baru dan mungkin banyak
pihak yang belum mengetahui maupun belum terbiasa terhadap
nomenklatur tersebut sehingga hal tersebut juga berdampak pada belum
adanya kebijakan internal
4. Belum Optimalnya Kordinasi antara Kementerian dan Lembaga.
belum optimalnya koordinasi internal yang menyebabkan K/L yang
menghadiri rapat RAN PE bukan merupakan K/L dari Direktorat Pelaksana
sebagaimana yang dibutuhkan dalam RAN PE.

Berdasarkan uraian diatas maka, Peraturan Presiden No. 7 tahun 2021 tentang
Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis
Kekerasan yang Mengarah Pada Terorisme ini merupakan bentuk dari Hukum
sebagai alat yang digunakan oleh pemerintah untuk merekayasa masyarakat, hal ini
dikarenakan Peraturan Presiden tersebut diterbitkan demi merubah pandangan
masyarakat dan kebiasaan masyarakat, serta menimbulkan kesadaran masyarakat
akan bahaya dari Ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme.

10
Akan tetapi terdapat beberapa hambatan-hambatan yang menimbulkan kurang
efektifnya hasil yang ditimbulkan dalam upaya rekayasa masyarakat tersebut antara
lain, Refocusing anggaran, RAN PE sendiri belum menjadi prioritas kegiatan
didalam kementerian/Lembaga yang terlibat, belum adanya kebijakan Internal, dan
belum Optimalnya Kordinasi antara Kementerian/Lembatga yang terlibat

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
Bedasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian tesis ini maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Peraturan Peraturan Presiden No 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional
Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis Kekerasan yang
Mengarah Pada Terorisme telah dilakukan akan tetapi masih ada beberapa
kendala dan hambatan yang membuat upaya Implementasi Peraturan Presiden
itu kurang maksimal, dikarenakan ketidak-sempurnaan unsur yang
mempengaruhi sistem hukum dari RAN PE dan masih terdapat beberapa
hambatan dalam mengimplementasikan peraturan pemerintah tersebut

2. Faktor penghambat dari implementasi Peraturan Peraturan Presiden No 7 Tahun


2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan
Ekstremisme berbasis Kekerasan yang Mengarah Pada Terorisme yaitu,
adanya Refocusing anggarana, RAN PE belum menjadi Prioritas Kegiatan
dalam kementerian/Lembaga yang terlibat, Belum adanya Kebijakan internal,
dan belum adanya kordinasi antar Kementerian/Lembaga.

B. SARAN
1. Kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Meningkatkan kapasitas
aparatur dan infrastruktur secara sistematis dan berkelanjutan, untuk
mendukung program-program pencegahan dan penanggulangan ekstremisme
berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme dengan cara melakukan
Workshop dan Pelatihan-pelatihan
2. Kepada Kementerian/Lembaga yang terkait dalam Pelaksanaan RAN PE,
Untuk dapat Meningkatkan kordinasi antar Lembaga, agar dapat
mengoptimalkan hasil dari implementasi tersebut, sehingga target capaiaan
yang diinginkan dalam RAN PE Tersebut dapat terwujud.

11
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU

Bambang Sunggono, 2006, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta

Jonathan R White, 2012, Terrorrism And Homeland Security, Belmond: Wadsworth,

Moch Faisal Salam 2003, Motivasi Tindakan Terorisme,Mandar Maju.Jakarta

Poltak Dedy,2007. Kinerja Kepolisian Republik Indonesia (Polri) Dalam Memberantas


Tindak Pidana Terorisme, Erlangga, Jakarta.

Ronny Hanitijo Soemitro.1990 Metedologi Penelitian Hukum dan Yurimetri. Ghalia


Indonesia. Jakarta,

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen

UU Nomor 5 Tahun 2018 tanggal 21 Juni 2018, tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang
Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Menjadi Undang-Undang

Peraturan Presiden No.7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan
Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme
Tahun 2020-2024

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia


NOMORPER-04/K.BNPT/11/2013 tentang Kerjasama Aparat Penegak Hukum
dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Terorisme.

Peraturan BNPT (Perban) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara Koordinasi,
Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan Pelaksanaan RAN PE

Surat Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Nomor 256 tahun
2021 mengenai Kelompok Kerja RAN PE

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pengesahan ASEAN Convention on


Counter Terrorism (Konvensi ASEAN Mengenai Pemberantasan Terorisme)
C. SUMBER LAIN

Andi Hamzah. 2005, Kamus Hukum. Ghalia Indonesia, Jakarta

Echols, John M dan Hasan sadili.1988. Kamus Bahasa Inggris, Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,2017, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi


Ke Lima, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Universitas Bandar Lampung. 2020. Pedoman Penulisan Tesis Magister Hukum. Pasca
Sarjana Universitas Bandar Lampung, Bandar Lampung.

Anda mungkin juga menyukai